Luka Bakar Kedelai

10

Click here to load reader

description

monngo

Transcript of Luka Bakar Kedelai

Page 1: Luka Bakar Kedelai

PERBEDAAN PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II MENGGUNAKAN EKSTRAK

KEDELAI (Glycine max) DAN NORMAL SALIN TERHADAP JUMLAH SEL FIBROBLAS PADA

TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR

dr. Umi Kalsum, M.Kes, Yulian Wiji Utami, S.Kp, M.Kes, Lina Maf’ula

ABSTRAK

Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan kimia maupun arus listrik dan yang sering ditemukan adalah luka bakar derajat II. Perawatan luka bakar yang tidak tepat mengakibatkan perlambatan penyembuhan. Kedelai mengandung isoflavon yang mempunyai akitivitas antiinflamasi, antioksidan, serta antimikrobial yang diduga dapat mempercepat penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perawatan luka bakar derajat II menggunakan ekstrak kedelai (Glycine max) dan normal salin terhadap jumlah sel fibroblas pada tikus (Rattus norvegicus) galur wistar. Studi eksperimental menggunakan Control Group Post Test Design dengan sampel yang dipilih secara random menggunakan Rancangan Acak Kelompok terdiri dari 4 kelompok yaitu NS 0,9%, ekstrak kedelai 40%, 60%, dan 80%. Perawatan luka dilakukan selama 15 hari. Pada hari ke-16 dilakukan pengambilan jaringan untuk dibuat preparat histologi, selanjutnya discan pada program OlyVIA. Penghitungan dilakukan pada 5 lapang pandang dengan pembesaran 1000x. Analisa data variabel menggunakan uji One Way Anova dengan p = 0,000 menunjukkan ada perbedaan antara pemberian ekstrak kedelai dan NS 0,9% dengan jumlah sel fibroblas. Hasil uji post hoc pada keempat kelompok menunjukkan

perbedaan signifikan antara kelompok NS 0,9% dengan ekstrak kedelai konsentrasi 60% dan 80%. Kesimpulannya perawatan luka bakar menggunakan ekstrak kedelai mampu meningkatkan jumlah sel fibroblas dibandingkan NS 0,9%. Disarankan penelitian lebih lanjut terkait manfaat ekstrak kedelai untuk perawatan luka bakar.

Kata kunci : Ekstrak Kedelai, Jumlah Sel Fibroblas, Luka Bakar Derajat II.

ABSTRACT

Burn wound is injury caused by burning of excessive heat, chemical and electricity and the most type of burn which found is second degree burn. Bad treatment may cause bad effect in the healing process of burn wound. Soybean contains isoflavones that have a mechanism as anti-inflammatory, antioxidant, and antimicrobial which is suspected accelerate wound healing. The aim of this study is to determine the difference treatment of second degree burn using soybean extracts (Glycine max) and normal saline to the number of fibroblasts in rats (Rattus norvegicus) wistar

strain. The Experimental research use Post Test Control Group Design with a randomly selected sample using a randomized group designand divided into 4 groups: NS0.9%, soybean extract 40%, 60%, and 80%. All samples induced by second degree burns and will be treated for 15 days. On day-16 tissue for histological preparation has been made and it will be scanned at OlyVIA program. The Calculations performed on 5 fields of view with a magnification of 1000x using software OlyVIA. Analysis of variable data using One Way Anova test with p = 0.000 showed there is a difference between soybean extract and NS 0,9% to the number of fibroblast cells. The result of Post hoc test in all groups showed a significant difference between groups NS 0.9% with soybean extract concentration of 60% and 80%. In conclusion the treatment of burns using soybean extract is able to increase the number of fibroblast cells. There is suggested further research regarding the benefits of soybean extract for the treatment of burns.

Keywords: Soybean Extract, Number of Fibroblast Cells, Second Degree Burn

Page 2: Luka Bakar Kedelai

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik di rumah, tempat kerja bahkan di jalan atau tempat-tempat lain (Arissandi, 2009). Luka bakar merupakan salah satu bentuk trauma dan penyebab kerusakan jaringan yang paling sering ditemui. Luka bakar menjadi permasalahan serius di Indonesia, dari kasus yang ada ditemukan lebih dari 40% merupakan luka bakar derajat II dan III. Terdapat 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38% yang dilaporkan dari RS. Cipto Mangun Kusumo, sedangkan di RS. Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar dengan angka kematian 26,41% (Kertoatmojo, 2010 ; Moenadjat, 2002). Luka bakar merupakan penyebab utama kedua dari cedera kecelakaan dan kematian pada anak-anak di bawah usia 14 tahun (Betz dan Sowden, 2009).

Kulit dengan luka bakar derajat II akan mengalami kerusakan pada epidermis dan sebagian dermis (Arissandi, 2009). Gejala yang timbul meliputi kemerahan, rasa nyeri, bengkak, serta adanya lepuhan. Salah satu pokok permasalahan pada luka bakar derajat II adalah terjadinya diskontinuitas epitel yang merupakan pintu masuknya kuman sehingga infeksi selalu dapat terjadi apabila luka tersebut belum sembuh. Hasil yang baik untuk penyembuhan luka bakar yaitu apabila didapatkan waktu penyembuhan yang cepat (Adrianto, 2003).

Proses penyembuhan luka akan melalui beberapa fase yaitu fase koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan remodeling atau maturasi yang saling berkaitan (Suriadi, 2004). Pada proses penyembuhan luka tersebut ditemukan tiga bahan utama yaitu bahan dasar jaringan yang mengandung mukopolisakarida, pembuluh-pembuluh kapiler baru hasil proliferasi endotel pembuluh-pembuluh kapiler yang rusak pada waktu terjadi luka, serta fibroblas yang berperan menghasilkan serabut kolagen yang sangat penting bagi proses penyembuhan luka. Pada keadaan normal, aktivitas pembelahan fibroblas sangat jarang terlihat, namun ketika terjadi perlukaan sel ini terlihat lebih aktif dan memproduksi matriks ekstraseluler (Indraswary, 2009). Fibroblas

biasanya akan tampak pada sekeliling luka (Suriadi, 2004).

Jaringan granulasi yang sehat tergantung pada fibroblas dapat menerima kadar oksigen dan nutrisi cukup yang diberikan oleh pembuluh darah. Fibroblas dan sel endotelial mengubah oksigen molekuler dan larut dengan superoxide yang

merupakan senyawa penting dalam resistensi terhadap infeksi maupun pemberian isyarat oksidatif dalam menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut (Suriadi, 2004). Oleh

karena itu, migrasi dan proliferasi fibroblas pada area perlukaan sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa senyawa yang terdapat pada ekstrak obat-obatan alami antara lain saponin, flavonoid, minyak atsiri, protein, dan

vitamin C (Sudarsono dkk, 2002). Perawatan luka bakar yang tidak tepat

seperti pemilihan produk-produk perawatan luka yang kurang sesuai akan berbahaya dan dapat memperlambat penyembuhan luka. Perawatan luka secara umum adalah dengan menggunakan cairan fisiologis normal salin (Morison, 2004). Normal salin aman digunakan untuk kondisi apapun karena mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma, tidak mempengaruhi sel darah merah, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka. Konsentrasi larutan yang biasa digunakan adalah normal salin 0,9% (Mohajeri et al., 2011). Normal salin memiliki sifat mudah menguap, sehingga bila digunakan untuk balutan luka akan mudah kering dan akan menekan jaringan kulit yang luka. Tekanan pada jaringan kulit yang luka ini dapat mengakibatkan terangkatnya jaringan kulit yang mengalami granulasi (Mohajeri et al., 2011). Saat ini penelitian

untuk pengobatan luka bakar banyak dikembangkan dari bahan-bahan alami yang digunakan untuk bahan tambahan pada perawatan luka bakar diantaranya lidah buaya, madu, dan kunyit. Berdasarkan riset yang dilakukan pada hewan coba secara makroskopis menunjukkan bahwa perawatan luka bakar derajat II dengan ekstrak kedelai mampu menurunkan tanda inflamasi eritematous yang berpengaruh signifikan pada hari ketiga dan kelima pengamatan (Kusumawati, 2010).

Perawatan luka bakar menggunakan obat topikal dan ekstrak pada saat ini banyak dikembangkan karena bersifat mudah diserap

1

Page 3: Luka Bakar Kedelai

oleh kulit, mudah mencair, menyebar pada kulit dan memiliki fungsi melembapkan sehingga dapat menjaga kelembapan jaringan luka bertahan lebih lama (Gauglitz et al., 2011). Menurut Kozier (2004), obat topikal water based atau oil based efektif digunakan untuk perawatan luka bakar karena mampu menembus lapisan epidermis dan dermis dengan mudah sehingga membantu penyembuhan jaringan luka secara optimal.

Indonesia terletak di daerah iklim tropis dikaruniai keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami dengan jumlah lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies diantaranya diketahui sebagai bahan obat (Maheswari, 2002). Salah satu contoh spesies tanaman yang sangat bermanfaat untuk tanaman obat adalah kedelai (Glycine max). Kedelai memiliki kandungan isoflavon

(genistein dan daidzein), fitosterol, asam fitat, asam lemak, saponin, asam fenolat, lesitin, dan inhibitor protease yang merupakan zat antioksidan dan dapat berkhasiat sebagai obat (Ni’mah, 2009). Isoflavon termasuk ke dalam golongan flavonoid, secara sederhana isoflavon keledai terdiri dari C6-C3-C6. Pada kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji kedelai, khususnya pada bagian hipokotil yang akan tumbuh menjadi tanaman (Yan, 2011 ; Ni’mah, 2009).

Isoflavon mempunyai efek antioksidan, antimikrobial, antikanker, dan juga diketahui secara in vivo memiliki efek antiinflamasi (Hamalainen et al., 2007).

Dengan adanya efek antiinflamasi ini maka pada fase penyembuhan luka khususnya fase inflamasi akan berlangsung cepat sehingga akan cepat memasuki fase proliferasi, dimana pada proliferasi mulai terjadi migrasi fibroblas (Suriadi, 2004). Pada fase proliferasi terjadi pembentukan jaringan granulasi, proliferasi dan migrasi sel epitel, fibroblas, dan sel endothelial dimana proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen dan faktor petumbuhan. Inflamasi yang luas pada luka bakar menyebabkan hilangnya oksigen radikal bebas, aktivitas isoflavon dalam mempercepat proses penyembuhan luka didukung juga oleh mekanisme antioksidan dalam melakukan penghambatan aktivitas radikal bebas (Nijveldt et al., 2001; Suriadi, 2004). Saponin memiliki fungsi antiinflamasi, antibakteri, dan antikarsinogenik. Komponen saponin terbukti mampu menstimulasi sintesis fibroblas oleh

fibronektin (Froschle dkk dalam Ni’mah 2009). Kevin et al,. (2000) menyebutkan bahwa protein dibutuhkan oleh fibroblas untuk merekat dengan fibroblas lain sehingga dapat mensintesis matriks ekstraseluler dan membentuk kolagen.

Mengingat potensi kedelai yang cukup besar tersebut, maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat jika dilakukan penelitian eksperimental secara mikroskopis terkait manfaat kedelai dalam merawat luka bakar, terutama luka bakar derajat II. Adanya aktivitas antiinflamasi, antimikrobial, dan antioksidan dalam kedelai diduga akan berpengaruh dalam penyembuhan luka bakar dengan memaksimalkan proliferasi sel fibroblas yang nantinya akan berakibat pada penutupan jaringan kulit yang terkena trauma sehingga penyembuhan luka dapat terjadi secara optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeta

hui perbedaan perawatan luka bakar derajat

II menggunakan ekstrak kedelai (Glycine

max) terhadap jumlah sel fibroblas pada

tikus (Rattus norvegicus) galur wistar.

Manfaat akademik penelitian ini adalah

untuk mengembangkan manfaat kedelai

(Glycine max) sebagai pengobatan alternatif

perawatan luka bakar derajat II yang efektif,

alamiah dan terjangkau. Sedangkan manfaat

praktis memberikan alternatif pengembangan

asuhan keperawatan dalam perawatan lua

bakar serta menginformasi potensi kedelai

sebagai pengobatan alternatif perawatan luka

bakar derajat II yang dibuat melalui proses

pengekstrakan dan diberikan secara topikal

water base.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian. Penelitian ini meru

pakan penelitian kuantitatif true eksperimen

tal in vivo menggunakan desain Post-test

Only, Control Group Design (Nursalam,2011).

Sampel dipilih dengan cara Rancang Acak

Kelompok (RAK) berjumlah 24 ekor tikus

putih jantan kemudian dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol diberi NS

0,9% dan 3 kelompok perlakuan diberi

ekstrak kedelai konsentrasi 40%, 60% dan

80%. Masing-masing kelompok berjumlah 6

ekor tikus.

Pembuatan Luka Bakar Derajat II.

Menempelkan balok sterofoam berukuran

Page 4: Luka Bakar Kedelai

2x2 cm dilapisi dan dibungkus kassa yang

dicelup air panas 98 0C selama 3 menit dan

ditempelkan pada punggung tikus selama 30

detik berdasarkan hasil studi eksplorasi pada

tanggal 31 Oktober 2012 di Laboratorium

Farmakologi FKUB pada pukul 14.00-17.00

WIB.

Perawatan Luka Bakar Derajat II.

Pada kelompok perlakuan luka dibersihkan

dengan NS 0,9% kemudian diberi ekstrak

kedelai konsentrasi 40%, 60% dan 80% yang

diencerkan dengan aquadest ke dalam spuit

3 cc menggunakan rumus pengenceran

sesuai dengan konsentrasinya dan masing-

masing diberikan secara topikal water base

sebanyak 0,5 cc pada area luka. Sedangkan

kelompok kontrol dibersihkan dengan NS

0,9% kemudian dikompres dengan NS 0,9%

sebanyak 0,5 cc yang diberikan dengan spuit

3 cc. Kemudian luka ditutup dengan kassa

steril dan diplester yang dilakukan sekali

setiap hari pukul 14.00-17.00 WIB.

Pembuatan Ekstrak Kedelai. Proses

ekstraksi menggunakan 100 gram tepung

kedelai (Glycine max) kering kemudian

direndam dengan etanol 96% hingga volume

1000 ml, dikocok selama 30 menit lalu

dibiarkan selama 24 jam sampai mengendap.

Ambil lapisan atas campuran etanol dengan

zat aktif, masukkan dalam labu evaporasi 1

liter, isi water baht dengan air sampai penuh,

kemudian pasang semua alat termasuk rotary

evaporator, pemanas water bath lalu

sambungkan dengan aliran listrik. Biarkan

larutan etanol memisah dengan zat aktif.

Tunggu sampai aliran etanol berhenti

menetes pada labu penampung (± 1,5-2 jam

untuk 1 labu). Hasilnya + 1/3 dari tepung

kedelai kering. Masukkan hasil ekstrak dalam

botol plastik dan simpan dalam freezer.

Pengenceran Ekstrak Kedelai.

Ekstrak kedelai diencerkan menggunakan

rumus:

Keterangan :

M1 : Konsentrasi sebelum pengenceran

V1 : Volume sebelum pengenceran

M2 : Konsentrasi sesudah pengenceran

V2 : Volume sesudah pengenceran

Pengenceran ekstrak kedelai dilakukan

dengan menambahkan aquades sesuai

rumus di atas, sehingga didapatkan jumlah

larutan sbb:

- Konsentrasi 40% : 1,2 ml ekstrak kedelai

dilarutkan ke dalam 1,8 ml aquades.

- Konsentrasi 60% : 1,8 ml ekstrak kedelai

dilarutkan ke dalam 1,2 ml aquades.

- Konsentrasi 80% : 2,4 ml ekstrak kedelai

dilarutkan ke dalam 0,6 ml aquades.

Identifikasi sel fibroblas. Proses

penghitungan sel fibroblas dilakukan dengan

pengambilan preparat jaringan kulit untuk

dibuat slide histologi dengan pemotongan

vertikal menggunakan pewarnaan HE

(Hematoksilin-Eosin). Slide histologi

kemudian discan menggunakan software

Olyvia. Dari hasil scan preparat tersebut

selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah

sel fibroblas yang dihitung pada 5 lapang

pandang dengan pembesaran 1000x, satu

area lapang pandang memiliki luas 39.200

µm2. Penghitungan jumlah sel fibroblas

dilakukan dengan cara penghitungan counter,

dan diambil rata-rata dari masing-masing

lapang pandang. Pada Pewarnaan HE, sel

fibroblas akan tercat ungu dengan bentuk sel

besar, pipih berbentuk fusiform (kumparan /

cerutu), inti memanjang / lonjong dan gepeng

menyerupai bentuk selnya, sedikit kromatin

dengan 1 atau 2 nukleus. Sitoplasmanya

melebar dari badan utamanya.

Analisa Data. Data-data yang didapat

kan dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis

dengan software SPSS statistic 17 for

window. Metode analisis menggunakan uji

normalitas data dengan uji Kolmogorov-

Smirnov atau Shapiro-Wilk (p > 0,05). Uji

homogenitas menggunakan uji levene test (p

> 0,05). Uji One Way ANOVA (p < 0,05)

untuk mengetahui perbedaan yang signifikan

antar kelompok uji coba. Uji Post Hoc Tukey

HSD (p < 0,05) untuk mengetahui kelompok

perlakuan mana yang paling signifikan di

antara kelompok-kelompok uji coba (Dahlan,

2009)

M1 x V1 = M2 x V2

Page 5: Luka Bakar Kedelai

HASIL PENELITIAN

Sebelum area luka bakar derajat II

diberi perlakuan ekstrak kedelai konsen trasi

40%, 60%, 80% dan NS 0,9% sebagai

kontrol, pada hari ke-0 dilakukan pengukuran

luas awal area luka bakar derajat II yang

ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Luas Area Luka Bakar

Derajat II Hari Ke-0

Kelompok

Perlakuan

Rata-rata Luas Area Luka

Bakar Derajat II (cm²)

NS 0,9% 4,38

Kedelai 40% 5,02

Kedelai 60% 4,77

Kedelai 80% 4,98

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa

secara kuantitatif luka bakar derajat II

sebelum diberi perlakuan memiliki luas yang

berbeda, namun secara statistik

menggunakan uji normalitas didapatkan nilai

signifikansi > 0,05 sehingga data terdistribusi

normal serta uji homogenitas didapatkan nilai

signifikansi > 0,05 sehingga dapat

disimpulkan data berasal dari populasi yang

mempunyai variasi yang sama.

Jumlah Sel Fibroblas Luka Bakar Derajat II

Penghitungan jumlah sel fibroblas dilakukan dengan cara penghitungan counter, dicatat dan diambil rata-rata dari masing-masing lapang pandang. Ringkasan rerata penghitungan sel fibroblas pada area luka bakar dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Nilai rata-rata dan SD variabel

tergantung pada seluruh kelompok

Kelompok Jumlah fibroblas (sel)

NS 0,9% 13,06 ± 0,73

Ekstrak Kedelai Konsentrasi 40%

14,26 ± 1,03

Ekstrak Kedelai Konsentrasi 60%

19,03 ± 0,96

Ekstrak Kedelai Konsentrasi 80%

23,66 ± 1,51

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa

jumlah sel fibroblas yang diberi perawatan

dengan NS 0,9% terdapat 13,06, sedangkan

yang diberi perlakuan ekstrak etanol kedelai

konsentrasi 40%, 60%, dan 80% secara

berturut-turut berjumlah 14,26 sel, 19,03 sel,

dan 23,66 sel. Dari hasil tersebut, tampak

bahwa semakin meningkat konsentrasi

ekstrak etanol kedelai semakin banyak

jumlah sel fibroblas yang berproliferasi.

Gambaran mikroskopis pada luka bakar

derajat II yang diberi aplikasi topikal NS 0,9%

dan ekstrak kedelai konsentrasi 40%, 60%,

dan 80% memperlihatkan perbedaan jumlah

fibroblas yang berproliferasi di area luka

(Gambar 1). Gambar 1. Gambar mikroskopis sel fibroblas

(ditunjukkan dengan panah hitam) pada semua kelompok dengan pengecatan HE, pembesaran 1000x.

Analisa Data

Pengolahan data dalam penelitian ini

menggunakan uji One Way ANOVA dan

Tukey HSD dengan program SPSS statistic

17. Data harus mempunyai sebaran normal

dan ragam yang homogen.

Berdasarkan uji normalitas mengguna

kan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-

Wilk terhadap jumlah sel fibroblas luka bakar

derajat II di dapatkan p-value > α (0,05) yang

menunjukkan data berdistribusi normal.

Berdasarkan uji homogenitas menggu

nakan uji Levene (Levene test homogeneity

of variances) terhadap jumlah sel fibroblas

luka bakar derajat II di dapatkan p-value > α

(0,05) sehingga data mempunyai ragam yang

homogen atau varians data sama.

Berdasarkan uji statistik One way

ANOVA didapatkan nilai signifikansi (p<0,05)

sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan

Page 6: Luka Bakar Kedelai

jumlah sel fibroblas pada perawatan luka

bakar derajat II menggunakan NS 0,9% dan

menggunakan ekstrak kedelai konsentrasi

40%, 60%, dan 60%. Selanjutnya dilakukan

uji Post Hoc Tukey HSD untuk mengetahui

adanya perbedaan rata-rata antar kelompok

perlakuan. Berikut hasil uji post hoc dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji post hoc antar kelompok

Pembandingan Sig. Keputusan

NS Kedelai 40%

0,262 Tidak berbeda signifikan

Kedelai 60%

0,000 Berbeda signifikan

Kedelai 80%

0,000 Berbeda signifikan

Kedelai 40%

Kedelai 60%

0,000 Berbeda signifikan

Kedelai 80%

0,000 Berbeda signifikan

Kedelai 60%

Kedelai 80%

0,000 Berbeda signifikan

Berdasarkan uji Tukey HSD antar

kelompok pada tabel 3 dengan selang

kepercayaan 95% (α = 0,05) didapatkan hasil

bahwa perbedaan rata-rata jumlah sel

fibroblas antara kelompok NS tidak berbeda

signifikan dengan kelompok ekstrak kedelai

dengan p-value (0.262) > α (0.05). Kelompok

NS dengan kedelai 60%, dan 80% memiliku

perbedaan signifikan (p < 0.05).

Perbandingan rata-rata jumlah sel fibroblas

antara kelompok ekstrak kedelai 40%

dengan kelompok 60%, dan 80%

menunjukkan perbedaan yang signifikan (p <

0,05). Bila rata-rata jumlah sel fibroblas

kelompok ekstrak kedelai konsentrasi 60%

dibandingkan dengan 80% juga menunjukkan

perbedaan yang signifikan (p < 0,05).

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengeta hui perbedaan perawatan luka bakar derajat II menggunakan ekstrak kedelai (Glycine max) terhadap jumlah sel fibroblas pada tikus (Rattus norvegicus) galur wistar.

Penelitian ini terdiri atas 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol diberi NS 0,9% dan 3 kelompok perlakuan diberi ekstrak kedelai konsentrasi 40%, 60% dan 80%.

Uji statistik pada hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan pemberian ekstrak etanol kedelai secara topikal water base pada jumlah sel fibroblas dari

pengamatan histologis antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Perbedaan jumlah sel fibroblas yang signifikan kelompok ekstrak kedelai dan NS 0,9% terlihat pada konsentrasi 60% dan 80% dengan nilai p value 0,00 < 0,05, kecuali konsentrasi 40% menunjukkan efek yang hampir sama dalam menstimulasi sel fibroblas dengan p value sebesar 0,262. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2010) melaporkan bahwa ) intensitas warna inflamasi eritematous luka nakar derajat II yang dirawat dengan NS 0,9% lebih lambat penurunannya dibanding dengan ekstrak kedelai (Glycine max), hal ini terkait kandungan isoflavon dan saponin yang memberikan efek antiinflamasi. Sehingga fase inflamasi kelompok kontrol lebih panjang daripada kelompok perlakuan. Penelitian tersebut menggunakan konsentrasi ekstrak kedelai yang sama yaitu 40%, 60%, dan 80% yang hasilnya memperlihatkan adanya efek antiinflamasi meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi dan pada konsentrasi 80% menunjukkan aktivitas isoflavon yang terbaik.

Fase inflamasi yang terlalu lama dapat menyebabkan perpanjangan waktu penyembuhan luka sehingga diperlukan agen antiinflamasi. Aktifitas antiinflamasi isoflavon berperan menghambat COX-2 lipooksigenase dan tirosin kinase, sehingga terjadi pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi ke area luka. Bila reaksi inflamasi berlangsung lebih singkat dan kemampuan proliferatif dari TGF-ß tidak terhambat,

sehingga fase selanjutnya yaitu proliferasi segera terjadi dan dapat berjalan dengan optimal (Nijveldt et al., 2001). Selain menghambat penyembuhan luka, fase inflamasi yang memanjang dapat mengakibatkan terbentuknya jaringan parut keloid dan skar hipertrofik. Timbulnya jaringan ini merupakan hasil dari kerusakan fenotip sel fibroblas. Jika dibandingkan dengan fibroblas normal, fibroblas pada keloid menunjukkan peningkatan jumlah reseptor growth factor dan berespon lebih cepat terhadap PDGF, TGF- ß, dan IGF yang menyebabkan regulasi sel abnormal sejak awal penyembuhan. Skar hipertrofi dikarakteristikkan oleh adanya jaringan yang

Page 7: Luka Bakar Kedelai

keras, kasar, merah, gatal, dan kaku (Gauglitz et al., 2011).

Aktivitas isoflavon dalam ekstrak kedelai mampu mempercepat penyembuhan luka melalui mekanisme antioksidan dalam melakukan aktivitas radikal bebas sehingga aktivitas terhadap mediator inflamasi dapat dihambat. Kandungan lain yang terdapat pada kedelai menurut Ni’mah (2009) adalah saponin dan vitamin c. Saponin memiliki fungsi antiinflamasi, antibakteri, dan antikarsinogenik. Komponen saponin terbukti mampu menstimulasi sintesis fibroblas oleh fibronektin (Froschle dkk dalam Ni’mah 2009). Vitamin c dalam ekstrak kedelai merupakan zat yang mampu meningkatkan produksi sel fibroblas dengan cara menghidroksi lisin dan prolin. Kegagalan vitamin c dalam menghidroksi lisin dan prolin dapat mengakibatkan kolagen tidak dikeluarkan oleh fibroblas (Setyaningrum, 2002). Selain itu, kedelai juga berfungsi sebagai agen antimikroba mencegah infeksi bakteri sehingga luka dapat segera sembuh (Ponnusha et al., 2011). Dengan demikian,

kedelai dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk perawatan luka bakar.

Fibroblas merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka. Fibroblas akan mengalami beberapa fenotip dan menjadi myofibroblas yang berfungsi untuk retraksi luka (Kalangi, 2004). Pada jaringan normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang, namun setelah terjadi luka fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka serta aktif mengeluarkan substansi seperti kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronektin, dan

proteoglikan yang berperan dalam rekonstruksi jaringan baru (Shukla et al.,

1998 dalam Prasetyo.dkk., 2010). Fase proliferasi berlangsung 3-24 hari

tergantung luas luka (Morison, 2004). Fase ini ditandai dengan datangnya sel fibroblas pada area perlukaan yang akan menjadi sel dominan pada hari ke-7 hingga ke-14 pasca perlukaan (Torre, 2006). Setelah hari ke-14 akan terjadi penurunan secara bertahap jumlah fibroblas karena sel fibroblas akan menjadi lebih progresif dalam mensintesis kolagen. Untuk itu sel fibroblas masih akan terlihat pada fase maturasi, karena peran dari sel fibroblas ini memang meliputi 2 fase penyembuhan luka yaitu fase proliferasi dan maturasi (Prabakti, 2005). Perawatan luka bakar derajat II pada tikus dalam penelitian

ini dilakukan selama 15 hari dan dilakukan pengambilan jaringan luka pada hari ke-16, dimana masih berada pada fase proliferasi. Secara makroskopis, luka bakar derajat II yang diberi perawatan ekstrak kedelai 80% menunjukkan penutupan luka yang paling cepat tapi belum seperti kulit normal dan tidak menunjukka adanya tanda-tanda skar hipertrofi maupun keloid.

Berdasarkan hasil penelitian, luka bakar yang dirawat menggunakan ekstrak kedelai konsentrasi 80% menunjukkan jumlah sel fibroblas paling tinggi yaitu sebanyak 23,66 sel. Dengan demikian ekstrak kedelai konsentrasi 80% lebih efektif dalam meningkatkan jumlah sel fibroblas yang akan benkontribusi dalam penyembuhan luka bakar secara optimal. Dampak peningkatan jumlah fibroblas secara klinis pada semua luka bakar yang dirawat dengan ekstrak kedelai menunjukkan proses penutupan luka dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda skar hipertrofi. Sehingga kedelai dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk perawatan luka bakar yang efektif.

KETERBATASAN PENELITIAN

Pembuatan ekstraksi etanol kedelai tidak dalam satu waktu, sehingga dikhawatirkan ada perbedaan efektivitas setiap ekstrak yang digunakan untuk perawatan luka, ada beberapa hasil scanning histologi jaringan

luka bakar pada software OlyVIA yang terlihat kurang jelas sehingga harus mengulang proses scaning slide preparat, dan pergerakan tikus yang hiperaktif dapat menyebabkan kasa penutup luka lepas sehingga dikhawatirkan terjadi kontaminasi pada luka, selain itu perawatan luka hanya dilakukan sehari sekali. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perawatan luka bakar derajat II menggunakan ekstrak kedelai mampu meningkatkan jumlah sel fibroblas pada tikus karena kandungan isoflavon yang ada dalam biji kedelai, dengan kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan rata-rata jumlah sel

fibroblas pada perawatan luka bakar derajat II tikus (Rattus norvegicus) galur

wistar menggunakan ekstrak kedelai (Glycine max) konsentrasi 40%,60% dan

80% dan normal salin. 2. Rata-rata jumlah sel fibroblas pada

perawatan luka bakar derajat II tikus

Page 8: Luka Bakar Kedelai

(Rattus norvegicus) galur wistar

menggunakan ekstrak kedelai konsentrasi 60% dan 80% berbeda signifikan dengan NS 0,9%.

SARAN

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian yang sama dengan lama perawatan luka dan pengambilan jaringan luka ketika memasuki fase maturasi (lebih dari 20 hari), untuk mengetahui apakah tidak ada jaringan yang mengalami skar hipertrofi maupun keloid secara histologis menggunakan marker biologis yang membedakan

miofibroblas normal dan abnormal. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai manfaat ekstrak kedelai (Glycine max) untuk perawatan luka bakar derajat II maupun derajat yang lebih dalam lagi seperti luka bakar derajat III mengingat banyak sekali potensi kedelai dalam mempercepat penyembuhan luka .

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak kedelai (Glycine max)

sebagai perawatan luka bakar derajat II dalam bentuk sediaan yang lain seperti sediaan obat padat atau semi padat (salep, krim dan gel).

DAFTAR PUSTAKA

1. Adrianto, A. 2003. Perawatan Luka Bakar Derajat II Metode Tertutup : Perbandingan Antara Antimikroba Topikal Siver Sulfadiazine 1% dengan Kombinasi Levertran-Neomisin-Basitrasin. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang.

2. Afandy. 2007. Analisis Isoflavon dan Antioksidan Kedelai dan Tempe. Unika Atma Jaya. Jakarta.

http://www.batambisnis.com/index.php?c=produk. Diakses tanggal 28 Mei 2012.

3. Arissandi, D.N.S. 2009.Pengaruh Basis Gel Poloxamer dan Karbopol Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Etanol Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada Kulit Punggung Kelinci. Skripsi.

Tidak diterbitkan, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

4. Betz, C.L and Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta : EGC.

5. Cochran A, Morris SE, Edelman LS, Saffle JR. Burn Patient Characteristics and Outcomes Following Resuscitation with

Albumin. Journal of the International Society for Burn Injury (2007) 25-30.

6. CRI. 2009. Sumbangan Tikus Percobaan Untuk Medis. China Radio International

(CRI). Beijing. http://indonesian.cri.cn/381/2009/06/28/Is98439.htm. Diakses 21 Juni 2012.

7. Endorf, F and Dries, D. J. 2011. Burn Resuscitation. Scandinavian Journal of Trauma Resuscitation and Emergency Medicine : Biomed Central.

8. Esfahani SA, Imanieh MH, Khoshneviszadeh M, Meshksar A, Noorafshan A, Geramizadeh B, Ebrahimi S, Handjani F, et al. The Healing Effect of

Arnebia Euchroma in Second Degree Burn Wounds in Rat as an Animal Model. Iranian Red Crescent Medical Journal

2012; 14(2):70-74. 9. Froschle M, Pluss, P.A, Etzweiler E,

Ruegg D. 2004. Phytosteroid for Skin Care. Personal Care. 55-8.

10. Gayline AB., Patricia B., Valerie C. 2000. Delmar’s Fundamental and Advanced : Nursing Skill. Canada. Delmar. page 575-

623. 11. Hamalainen, M. Nieminen, R. Vuorela, P.

Heinonen, Marina, and Eeva M. 2007. Anti-Inflammatory Effects of Flavonoids: Genistein, Kaempferol, Quercetin, and Daidzein Inhibit STAT-1 and NF-κB Activations,Whereas Flavone, Isorhamnetin, Naringenin, and Pelargonidin Inhibit only NF-κB Activation along with Their Inhibitory Effect on iNOS Expression and NO Production in Activated Macrophages. Hindawi Publishing Corporation Mediators Of Inflammation : Finland.

12. Hernani, R. M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta :

Suradaya. 13. Indrawary, R. 2009. Efek Konsentrasi

Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) topical pada Epitelisasi Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus Sprague Dawley In Vivo. FKG UNISSULA.

14. Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).Makalah.

Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Bandung. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/budidaya_tanaman_kedelai.pdf.

15. Kalangi, JRS. 2004. Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka. Dexa Medika

17(4):168-74. http://www.dexa-

Page 9: Luka Bakar Kedelai

medica.com/test/htdocs/dexamedica/article file/kolagen.pdf.html (15/11/2012).

16. Kartoatmojo, S. 2010. Luka Bakar (Combustio). Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. www.lukabakar.net. Diakses 3 Maret 2012.

17. Kevin, KO, Arora P, Lee W, McCulloch C. 2000. Biochemical and Functional Characterization of Intercellular Adhesion and Gap Junctions in Fibroblast.Am. J. Physiol. Cell. 2000;279:147-

157.http://www.ajpcell. 18. Koswara, S. 2006. Isoflavon, Senyawa

Multi-Manfaat Dalam Kedelai.

ebookpangan.com 2006. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

19. Kusumawati, Y.S. 2010. Pengaruh Ekstrak Kedelai (Glycine max) terhadap Penurunan Tanda Inflamasi Eritematous Luka Bakar Derajat II Pada Tikus (Rattus norvegicus strain wistar). Tugas Akhir, Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

20. Laksono, B.B. 2009. Efektifitas Pemberian Ekstrak Daun jambu Mete (Annacardium occidentale L.) dalam Mempercepat Masa Inflamasi Eritema Luka Bakar Derajat II Dangkal Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar. Tugas Akhir, Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya, Malang. 21. Maheswari S. 2002. Pemanfaatan Obat

Alami Potensi dan Prospek Pengembangannya. Program Pasca

Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 22. Moenadjat, Y. 2002. Kedaruratan Bedah

dan Non Bedah. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta. Hal 1-7. 23. Mohajeri, D. Mesgari, M. Doustar, Y.

Nazeri, M. 2011. Comparison of The Effect of Normal Saline and Silver Sulfadiazine on Healing of Skin Burn Wound in Rats : A Histopathological Study. Middle-East Journal of Scientific Research 10(1): 08-

14. 24. Morison, Moya J. 2004. Manajemen

Luka. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 25. Ni’mah, Rima Jannatun. 2009. Genistein

dan Daidzein Content of Soybean Tofu Waste, and “Oncom Merah”. Skripsi. IPB

(Online). http://respiratory.ipb.ac.id/handle/123456789/17007. Diakses 21 September 2012.

26. Nijveldt R.J, Van N.E, Van H.E, Boelens P.G, Van N.K, Van L. 2001. Flavonoids: a review of probable mechanisms of action and potential application. Am. J. Clin. Nutr.

2001;74: 418-25. 27. Ponnusha BS, Subramaniyam S,

Pasupathi P, Subramaniyam B, Virumandy R. 2011.Antioxidant and Antimicrobial Properties of Glycine Max.International Journal of Current Biological and Medical Science 2011;1 (2): 49-62.

28. Prabakti, Y. 2005. Perbedaan Jumlah Fibroblast Di Sekitar Luka Insisi Pada Tikus Yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan Yang Tidak Diberi Levobupivakain. Tesis. Tidak

diterbitkan, Universitas Diponegoro, Semarang.

29. Prestyo, Bayu F.dkk. 2010. Aktivitas Sediaan Gel Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon dalam Proses Penyembuhan Luka pada Mencit. Jurnal Veteriner Juni 2010: IPB. Vol. 11 No.2 : 70-73.

30. Putra, A.P. 2009. Efektivitas Pemberian Kedelai Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Bunting Dan Menyusui Terhadap Pertumbuhan dan Kinerja Reproduksi Anak Tikus Betina. Skripsi.

Tidak diterbitkan, FKH IPB. 31. Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah

alih bahasa Petrus Andrianto, Timan I.S ;editor, Jonatan Oswari. Jakarta: EGC. Hal. 148-158.

32. Sahib A.S., Al-Jawad F.H., Alkaisy A.A. 2010. Effect of Antioxidants On The Incidence of Wound Infection. Annals of Burns and Fire Disaster-vol.XXIII-n.4-Desember 2010.

33. Schwartz, S.I. 2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6.Jakarta : EGC.

Hal 137-138. 34. Setyaningrum A. 2002. Pengaruh

Pemberian Vitamin C Dosis Tertentu terhadap Kecepatan Pertumbuhan Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi (tinjauan secara klinis).Skripsi. Tidak diterbitkan, FKG UGM.

35. Shahi, M.M. Haidari, F. Rashidi, B. Saei, Amir A. Mahboob, S. Rashidi, M. Reza. 2011. Comparison of the Effects of Genistein and daidzein with Dexamethasone and Soy Protein on Rheumatoid Arthritis. BioImpact. 2011, 1(3), 161-170.

36. Simanjuntak, M.R. 2008. Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun

Page 10: Luka Bakar Kedelai

Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum L.)Serta Pengujian Efek Sediaan Krim terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi. Tidak diterbitkan,

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

37. Smeltzer SC., Bare BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Agung Waluyo (penterjemah). Jakarta. EGC. hal. 1917-1937.

38. Sudarsono P.N. Gunawan D. Wahyuono S. Donatus IA. Purnomo. 2002. Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-Sifat, dan Penggunaan). Yogyakarta: Pusat Studi

Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada.

39. Sugiyono. 2011.Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.hal. 164-

183. 40. Suriadi. 2004. Perawatan Luka Edisi 1.

Jakarta : Sagung Seto. hal. 8-15. 41. Szkudelski T, Nogowski L, Pruszynska-

Oszmalek E, Kaczmarek P and Szkudelska K. 2005. Genistein Restricts Leptin Secretion From Rat Adipocytes. J Steroid Biochem Mol Biol, 96(3-4), 301-307.

42. Taqwim, A. Wasilah. Permana, H.J. 2011. Ekstrak Flavonoid Propolis Meningkatkan Proliferasi Fibroblas Gingiva Pada Proses Penyembuhan Luka Insisi Flap. Makalah ilmiah. FKG Jember.

43. Torre J. Wound Healing, Chronic Wounds. eMedicine. 2006.

http://www.emedicine.com/plastic/topic477.html.

44. Utami, Y.W. 2007. Efek Pemberian Latihan renang Intensitas Ringan Dibanding Intensitas Berat Terhadap Luas Area Potongan Melintang, Jumlah Sel Fibroblas dan Tebal Serat Sharpey Pada tendon Achiles Tikus Putih (Rattus norvegicus galur Wistar) Jantan. Tesis. Tidak diterbitkan, Universitas Airlangga Surabaya.

45. Widyanati P dan Taslim SA. 2011. Soya max. Makalah. Departemen Farmasi,

Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Jakarta.

46. Yan, W., Maoying, Y., Wenyu, Y., Weiguo, L. & Taiwen, Y. 2011. Multivariate analysis on isoflavone content for soybean land races in Sichuan Basin. Journal of Animal & Plant Sciences, Vol. 11, 1380-

1393.

47. Yim, J. H., Lee, O.-H., Choi, U.-K. & Kim, Y.C. 2009. Antinociceptive and Anti-Inflammatory Effects of Ethanolic Extracts of Glycine max (L.) Merr and Rhynchosia nulubilis Seeds. International Journal of Molecular Sciences, vol 10, 4742-4753.

Telah disetujui oleh, Pembimbing I

dr. Umi Kalsum, M.Kes

NIP. 19550512 198701 2 001