Luka Bakar

download Luka Bakar

of 28

Transcript of Luka Bakar

Pendahuluan

Luka bakar dan luka lain yang terkait adalah penyebab utama kematian dan disabilitas di Amerika Serikat. Pengenalan pusat rehabilitasi luka bakar pada tahun 1960 dan 1970an menyediakan pusat untuk perawatan khusus untuk luka bakar, dimana menerapkan berbagai macam bentuk pendekatan untuk merawat luka bakar. Dengan pendekatan yang multidisiplin ini memberikan keuntunagn yaitu pengobatan menjadi lebih murah dan merupakan cara yang paling efisien untuk menangani luka bakar yang berat. Pasien luka bakar membutuhkan rehabilitasi yang intensif selama bertahun-tahun, begitu juga dengan rekonstruksi dan dukungan psikisnya. Jadi langkah yang dibutuhkan adalah merupakan kerja sama dari berbagai bidang, yaitu kerjasama dari dokter bedah, perawat, terapis, ahli gizi, atau psokolog, yang memberikan hasil yang optomal.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, setidaknya 1,1 juta jiwa pernah mendapatkan luka bakar yang serius, sampai menyebabkan penderita tersebut mencari bantuan medis; sekitar 45.000nya memerlukan perawatan rumah sakit, dan 4500 orang lainnya meniggal dunia. Lebih dari 90% dari luka karena kebakaran dapat dicegah; sebagian besar kebakaran terjadi karena ada hubungannya dengan rokok dan bahan kimia lain. Sementara itu pencegahan kebakaran merupakan rencana jangka panjang. Angka kejadian tentang kematian karena luka bakar di Amerika Serikat telah menurun sebanyak sekitar 15.000 pada tahun1970 menjadi 4500. dan angka tinggal di rumah sakit menjadi lebih dari setengahnya. Hampir 95% dari pasien luka bakar dikirim ke fasitilas unit luka bakar. Sekarang selamat, dan hampir satu setengah jutanya kembali kekeadaan preburn dan kembali fungsi sosialnya dalam waktu 12 24 bulan setelah kejadian.

Jadi yang terpenting untuk menilai kualitas seseorang sehabis terkena luka bakar adalah bbukan hanya dari selamatnya pasien dari kebakaran namun juga bagaimana fungsi jangka panjang dan penampilannya. Walaupun luka bakar yang kecil bukanlah hal yang mengancam nyawa, namun mereka membutuhkan penanganan yang sama dengan pasien luka bakar besar untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tujuan utama dari semua ahli bedah adalah agar luka bakar sembuh dengan baik, memiliki fungsi dan tampilan kulit yang mendekati normal. Pada luka bakar yang dalam dapat dipastikan akan timbul jaringan parut, yang dapat diminimalkan dengan penaganan bedah yang sesegera mungkin dan perawatan scar jangka panjang. Namun pencapaian ini harus didulung oleh perencanaan yang matang dan kondisi pasien yang mendukung.

Sebagaimana kebanyakan trauma yang lebih mempengaruhi kehidupan remaja dan anak-anak. Anak dibawah usia 8 tahun, luka yang paling umum adalah luka kebakaran yang disebabkan karena tertumpahnya cairan panas. Pada anak yang lumayan besar dan remaja, lika kebakaran yang sering adalah yang berhubungan dengan api, biasanya karena kebakaran rumah, luka yang membutuhakn cairan antipanas, atau karena merokok dan alkohol.

Etiologi

Luka bakar biasanya disebabkan karena aplikasi panas, dingin atau bahan-bahan kimia. Saat panas kontak dengan kulit beratnya kerusakan tergantung pada temperatur, durasi kontak, dan ketebalan kulit.

Luka Bakar

Luka bakar biasanya disebabkan oleh air panas, yang merupakan penyebab paling sering pada luka bakar rumah tangga. Air dengan suhu 140F menyebabakan timbulnya luka bakar yang tebal sebagian dan tebal seluruhnya dalam waktu 3 detik. Pada air dengan suhu 156F luka bakar bisa terjadi dalam waktu 1 detik saja.

Kulit yang terekspos panas biasanya lukanya lebih ringan dari pada luka bakar yang tertutup baju, karena baju terus menerus menghantarkan panas yang langsung mengenai kulit sehingga menyebabkan kontraktur kulit dalm waktu yang lama.

Luka bakar karena minyak panas biasanya menyebabkan luka bakar yang dalam, biasanya minyak panas dengan suhu 400F. Luka bakar tar dan aspal jenis yang khusus yang berada dalam tabung pengaduknya yang berada pada bagian belakang truk yang mempertahankan suhu tar dan aspal sekitar 400-500F. Biasanya luka yang dihasilkan merupakn luka yang dalam dan besar. Tar bisa dihilangkan dengan pengaplikasian salepberbahan dasar petroleum.

Luka Bakar Karena Api

Luka bakar karena api merupakan penyebab kedua tersering. Walaupun angka kejadiannya sudah menurun karena saat sekarang ini sudah dilengkapi dengan detektor asap, penggunaan cairan pemadam api

Luka Bakar Karena Ledakan.

Luka bakar adalah berikutnya. Ledakan dari gas, propane, butane, petroleum destilat, alkohol dan cairan yang mudah terbakar lainnya, juga alat-alat listrik yang menyebabkan panas yang kuat dalam waktu yang singkat. Luka bakar karena ledakan distribusinya menyebar keseluruh kulit yang terpapar. Dengan daerah yang paling dalam adalah daerah yang menghadap ledakan. Luka bakar ledakan biasanya luka bakar epidermal atau yang dalamnya sedang. Kedalamnya tergantung pada besar dan jenis bahan peledaknya. Bagaimanapun juga luka bakar listrik dan luka bakar ledakan biasanya menghasilkan luka bakar yang besar dan memerlukan grafting. Setidaknya beberapa bagian dari luka ledakan biasanya sembuh tanpa memerlukan skin graf yang luas. Namun luka sebagian meliputi TBSA yang luas, dan pada ledakan biasanya berhubungan dengan penigkatan suhu yang signifikan sehingga merusak saluran pernafasan bagian atas.

Luka Bakar Kontak

Luka bakar kontak dihasilkan dari luka bakar karena kontak dengan besi panas, plastik, kaca, atau arang panas. Balita yang memegang atau jatuh dengan berpegangan pada setrika, oven, kompor, biasanya menderita luka bakar yang dalam pada telapak tangan. Kecelakaan mobil atau motor bisa saja menghasilkan korban yang kontak dengan panas. Kecelakaan karena terkena knalpot motor yang panas meninggalkan bekas luka yang khas pada kaki bawah bagian medial, meskipun tidak terlalu luas namun memerlukan eksisi grafting. Luka bakar kontak biasanya derajat 4.

Pencegahan Luka Bakar

Pencegahan Luka Bakar lebih dari 90% dari semua luka bakar bisa dicegah keparahannya, dan pencegahan lebih lanjut juga usaha penyuluhan sepertinya lebih efektif utuk kecelakaan-kecelakaan ini. Lebih dari 20 tahun kebijakan pemerintah, seperti memerintahkan pemakaian baju tahan api untuk anak-anak, telah menurunkan angka luka bakar dan angka kematian akibat luka bakar. Pendeteksi asap diperlukan disetiap tempat tinggal dan bangunan-bangunan baru, telah memberikan peran terhadap penurunan kecelakaan dan angka kematian akibat luka bakar.

Perawatan Rumah Sakit dan Unit Luka Bakar

Keparahan dari menghisap asap dan hubungannya dengan luka bakar adalah semuanya memerlukan perawatan rumah sakit dan perawatan yang khusus. Semua pasien yang memiliki gajala trauma inhalasi atau luka bakar luas harus dilarikan ke rumah sakit.

Sebagaimana prinsip rulr of thumnb, jika luka bakar meliputi 5-10% TBSA pasien harus dibawa segera ke unit luka bakar. Adanya luka bakar, perawatan bergantung pada keparahan gejala respirasi, adanya gejala klinis awal, dan masalah sosial dari pasien. Sehingga pasien yang sehat dengan gejala ringan gangguan pernafasan (contoh; hanya ada wheezing sedikit, dengan sputum yang sedikit, kadar COHb normal, kadar gas darah normal) dan memiliki tempat tinggal dan seseorang untuk menjaga mereka di rumah bisa diobservasi selama 1-2 jam, lalu kita bisa izinkan pulang. Pasien dengan gejala yang cukup berat (contoh; wheezing berat, ada serak, sputum yang banyak, namun kadar COHb normal dan kadar gas darah normal) harus diserahkan perawatan bedah dan medis dan pengamatan ketat, dan penanganan gejala klinis. Pasien dengan gejala yang parah (contoh; serak, whezing p[arah, sputum hitam, kadar gas darah abnormal, kadar COHb abnormal) harus dilakukan intubasi.

Perawatan Dilokasi Kejadian

Jalan Nafas

Begitu kita terkontak dengan panas, perhatian utama harus kita tujukan pada jalan nafas. Resusitasi jantung paru segera jarang sekali diperlukan, kecuali terjadi kecelakaan alat listrik, atau pado pasien dengan keracunan berat CO. Pada pasien-pasien yang kurang beruntung ini, resusitasi jantung paru harus dilakukan dengan mengikuti aturan ACLS. Pasien-pasien yang diselamatkan dari bangunan-bangunan terbakar atau terekspos kebakaran berasap harus diberikan O2 100% melalui masker sungkup muka jika dicurigai adanya inhalasi asap. Jika pasien tidak sadar atau berada dalam keadaan distress pernafasan, endotrakeal intubasi harus segera dilakukan oleh tenaga ahli.

Luka Lainnya dan Transportasi

Begitu jalan nafas dipastikan aman, pasien diperiksa untuk mencari luka-luka lainnya, lalu dikirim ke RS terdekat. Jika unit luka bakarnya berada kurang lebih 30 menit saja dan luka bakarnya berat tanpa adala luka lain, pasien yang bersangkutan harus langsung dibawa ke tempat tersebut. Pasien harus dibaringkan datar dan dalam keadaan hangatdan jangan diberiapapun melalui mulut. Petugas emergensi harus memasang jalur intravena dan mulai memberikan terapi cairan dengan contoh cairan Rldengan kadar 1L per jam untuk kasus luka bakar yang berat. Kalo tidak maintenance tidak dianggap cukup sesuai dengan kemempuan, trauma normotermal. Untuk tranportasi pasien harus dibungkus air bersih dan selimut. Tidak harus steril. Sebelum dilakukan transportasi barang-barang yang melekat di tubuh pasien sebaiknya dilepaskan, seperti baju dan perhiasan,karena pembengkakan akan timbul sangat cepat.

Penggunaan Bahan yang Dingin

Luka bakar kecil bisa saja langsung diberikan air dingin. Sudah dibandingkan secara matematika dengan pendinginan tidak cukup untuk menurunkan temperatur kulit untuk mencegah kerusakan jaringan lanjut, dan berhubungaan dengan vasokonstriksi kutanneus menyebabkan perluasan luka bakar.

Resusitasi cairan di ruangan emergensi

Jika luka bakar mendekati 20 % dari nilai TBSA, proinflamatori cytokine lokal akan memasuki sirkulasi dan menghasilkan respon inflamasi sistemik. Kebocoran mikrovaskular, membiarkan cairan keluar dan juga protein dari ruangan intravaskular ke ekstravaskular, dan menyeluruh. Cardiac outpun menurun sebagai hasil dari syok akibat lika bakar dan kerusakan miokardial. Dan hasilnya respon sistemik yang terjadi adalah dengan meningkatkan resistensi sistemik dan menurunkan perfusi ke kulit dan visera. Menurunkan perfusi ke kulit akan mengakibatkan stasis pada salah-satu faktor koagulasi, dengan demikian akan meningkatkan kedalaman luka bakar. Penurunan cardiak output bisa mendepresi sistem CNS, dan pada kasus yang ekstrim akan mengakibatkan gagal jantung pada pasien sehat atau pada orang dengan miocardial infark dengan pasien yang memiliki riwayat arterosklerosis arteri jantung. Jika resusitasi yang dilakukan tidak tepat akan menghasilkan keadaan gagal ginjal .

Resusitasi dimulai dengan pemberian cairan infus RL dalam kadar 1000ml/jam pada dewasa dan 20ml/kg per jam pada anak-anak. Pasien-pasien lika bakar memerluka resusitasi intravena (contoh pada kebanyakan pasien dengan lika bakar lebih dari 20% TBSA) harus dipasang volley cateter dan memonitor urin output tiap jam, untuk mencapai output urin normal yaitu 30mL/jam pada orang dewasa dan 1,0mL/kg per jam pada anak-anak.

Pasien dengan lika bakar yang meliputi kurang dari 50% TBSA biasanya bisa memulai resusitasidengan membuka dua jalur intravena. Karena resiko tinggi terjadinya septik trombiflebitis, namun ekstremitas bawah tidak bisa dijadikan jalur intravena. Ekstremitas atas lebih dipilih, meskipun pemberian jalur IV melalui bagian kulit yang terbakar. Pasien dengan luka bakar lebih dari 50% TBSA, atau mereka yang memiliki masalah medis, atau usia yang sangat tua, atau mendapat trauma inhalasi yang berat harus mendpatkan tambahan pemberian melalui akses vena sentral. Karena stabilitas hemodinamik pada pasien dengan luka bakar lebih dari 65% TBSA, pasien-pasien ini harys segera ditransfer secepat mungkin ke unit luka bakar agar dapat dimonitor secara intensif.

Profilaksis tetanus

luka bakar merupakan salah satu luka yang dapat tetanus. Perlunya profilaksis tetanus ditentukan dari sudah atau belumnya pasien mendapatkan imunisasi anti tetanus. Imunisasi 5 tahun yang lalu tidak memerlukan perawatan apapun, namun jika imunisasinya sudah lebih dari 10 tahun memerluka booster tetanus toxoid.

Dekompresi lambung

Banyak dari unit luka bakar memulai dari nutrisi perenteral untuk mencegah terjadinya ulserasi lambung, mencegah ileus, dan metabolisme yang tidak diketahui. Jika pengiriman pasien lebih dari beberapa jam, pencegahan teraman adalah pemasangan naso gastrik tube untuk dekompresi lambung.

Mengontrol nyeri

untuk mengatasi syok pada luka bakar, pemberian obat sebaiknya melalui jalur intravena. Subkutan dan intramuskular injeksi penyerapannya tergantung pada perfusi dan seharusnya dihindarkan. Pemberian opiat sampai analgesia yang adekuat tanpa menimbulkan hipotensi.

Perawatan luka bakar

setelah semua penilaian telah dilaksanakan, sekarang yang harus diperhatikan adalah lika bakarnya. Jika pasien harus ditransfer sehari setelah terjadinya luka bakar, yang memeng biasanya terjadi, luka bakarnya dapat diberi minimal penutupan luka dengan kain tipis. Bagaimanapun juga luas dari luka bakar harus diperhitungkan untuk mementukan tingkat yang sesuai untuk resusitasi cairannya, dan perabaan nadi di bagian distal dari bagisn luka bakar harus dimonitor dengan seksama. Pasien bisa ditutupi dengan kain bersih dan dihangatkan sampai tiba di tempat perawatan yang sesuai.

Escharotomi

Escharotomi torak. Respirasi yang adekuat harus dimonitor selama dilakukan resusitasi. Early respiratory distress mungkin merupakan mekanisme kompromi terhadap sistem ventilasi akibat dinding dada yang tidak elastis karena luka bakar sirkumstansial pada daerah dinding dada. Escharotomi torak jarang sekali dilakukan, meski pada sirkumferensial luka bakar dinding dada. Jika memang dibutuhkan, escharotomi dilakukan bilateral pada linea aksilaris anterior.

Escharotomi pada ekstremitas

Pembentukan udema di jaringan di bawah paha, akan menimbulkan terbentuknya jaringan parut, jika dibiarkan dan tidak mendapat perawatan yang tepat, akan memyebabkan kerusakan permanen, devisit neuromuskular dan vaskular yang serius. Semua perhiasan harus dilepaskan dari tubuh untuk menghindari distal iskemia. Warna kulit, sensasi raba, cappilary refill, perabaan nadi perifer harus diperiksa setiap jam pada semua ekstrimitas pada lika bakar cirkumstansial. Keadaan-keadaan dibawah ini mengindikasikan adanya penurunan perfusi jaringan atau bagian distal yang kira-kira perlu dilakukan escharotomi : sianosis, nyeri pada deep tissue, parestesia progresif, penurunan progresive atau hilangnya perabaan nadi, atau adanya sensasi dingin pada ekstremitas.

Lokasi dilakukannya escharotomi : insisi pada sepanjang linea mid-medial, da mid-lateral dari ekstremitas dan torak. Karena pasien lika bakar beresiko tinggi untuk menjadi sindrom kompartemen diatas 72 jam setelah injury, ekstremitas yang terkena harus dirawat secara berlanjut untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda kompartemen sindrom lebih lanjut

Kegawatan luka bakar

kegawatan luka bakar itu tergantung pada besar luka dan dalamnya luka bakar dan juga bagian tubuh yang terkena luka bakar. Luka bakar merupakan trauma yang benar-benar bisa diperhitungkan. Faktor utama yang paling penting adalah memprediksi kegawatan luka bakar dengan angka mortalitas, kebutuhan untuk perawatan intensif, dan komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi yang sesuai dengan nilai TBSA pasien.

Luas luka bakar

luasnya luka bakar dapt diperhitungkan dengan menggunakan rumus rule of nines. Semua ekstremitas bagian atas nilainya 9% dari TBSA, tiap ekstremitas bawah nilainya 18%, batang tubuh bagian anterior dan posterior nilainya 18%, kepala dan leher 9%, dan daerah perineum nilainya 1%. walaupun rumus rule of nines itu akuran untuk pasien orang dewasa, namun ada cara yang lebih akurat utuk menghitung luas luka bakar pada anak dan bayi. Kebanyakan pada ruangan unit lika bakar harus sudah menyediakan tabel tersebut.

Anak dibawah usia $ tahun memiliki kepala yang lebih besar dan batang tubuh yang lebih kecil. Pada infants kepala nilainya hampir 20% dari TBSA. Untuk luka bakar yang relatif kecil dapat menggunakan rumus telapak tangan.

Dalamnya luka bakar

Sejalan dengan luas luka bakar dan usia pasien, kedalaman luka bakar juga menentukan mortalitas. Setelah jaringa dermis diangkat, sel-sel epitel bergerakdari permukaan tiap anggota badan membentuk jaringan epidermis yang baru namun masih rapuh. Kulit pada anggota tubuh itu sangat tebal , semakin dalam luka bakar semakin sedikit anggota badan yang menyembuh, dan semakin lama penyembuhan lukanya. Semakin lama luka menyembuh semakin sedikit dermis yang tersisa, semakin besar lah respon inflamasinya dan semakin berat jaringan parut yang dihasilkan.

Luka bakar yang dapat sembuh dalam waktu kurang lebih 3 minggu biasanya tanpa jaringan parut hipertropi atau kehilangan fungsi, walaupun kehilangan elemen pigmentasi merupakan hal yang wajar. Luka bakar yang lebih dari 3 minggu biasanya menghasilkan hipertropik skar, dan kehilangan fungsi, dan biasanya hanya menghasilkan lapisan epitel yang tipis dan rapuh yang menutupi berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Seni dari merawat luka bakar adalah meliputi eksisi dan grafting untuk semua luka bakar yang sembuh dalam 3 minggu. Kendala terbesar adalah menentukan luka mana yang bisa sembuh dalam waktu 3 minggu.

Untuk memahami dalamnya luka bakar kita harus memahami lapisan-lapisan kulit. Lapisan epidrmis bisa mencapai ketebalan kurang lebih 0,5cm pad telapak tangan dan kaki. Jadi lapisan kulit berkisar dari 1mm pada kelopak mata dan genitalia, atau lebih dari 5mm pada batang tubuh posterior.

Kedalaman luka bakar juga juga tergantung dari temperatur sumber penyebab luka bakar, tebalnya kulit, durasi kontak, kemampuan tubuh untuk mengelola panas tersebut (contonya aliran darah). Kedalaman luka abakar dapat terbagi menjadi luka bakar hanya dilapisan epidermal (first-degree), superfisial dan partial thickness (second-degree), full-thickness (third-degree) dan fourth-degree.

Luka bakar yang dangkal

Luka bakar epidermis (derajat 1).

Luka bakar ini hanya meliputi epidermis. Tidak terbentuk lepuh, namun menjadi kemerahan karena vasodilatasi dermis, dan sedikit sakit. 2 sampai 3 hari kemudian lepuh dan nyeri berkurang. Dan pada hari keeempat, epitel yang terluka akhirnya mengelupas, dikenal dengan istilah luka setelah berjemur.

Luka bakar superfisial yang meliputi sebagian dalam (derajat 2)

Termasuk kedalamnya adalah dermis bagian atas, dan memiliki karakter terbentuknya lepuh berisi cairan yang terkumpul dibagian antara epidermis dan dermis. Lepuh belum timbul sampai beberapa jam setelah trauma, sehingga sering didiagnosa sebagai luka bakar epidermal, namun setelah 12 sampai 24 jam kemudian diagnosa bisa berubah menjadi luka bakar superfisial sebagian dalam. Jika lepuh sudah hilang warna luka menjadi merah dan merah muda ; jika tertiup udara akan terasa nyeri. Lukanya hipersensitif, dan luka bakarnya jika ditekan akan berwarna putih. Jika terinfeksi, luka bakar jenis ini akan sembuh spontan dalam waktu tidak lebih dari 3 minggu, dan tanpa kehilangan fungsinya. Biasanya tidak menimbulkan jaringan parut, namun orang-orang yang kulitnya memiliki bayak pigmen penyembuhan luka bakar akan menimbulkan perubahan warna yang tidak bisa sama dengan warna kulit di sekitarnya.

Luka bakar dalam

Luka bakar dalam yang meliputi sebagian dalam kulit (derajat 2)

Meliput bagian retikular dari dermis. Juga terdapat lepuh, namun permukaan luka biasanya berwarna langsung menjadi berwarna merah muda campur putih segera setelah terjadi luka karena terdapat variasi dari suplai darah ke dermis (area yang berwarna putih merupakan bagian yang suplai darahnya sedikit sampai tidak ada suplai darah sama sekali, dan area yang berwarna pink, memiliki cukup suplai darah). Keluhan pasien biasanya bukan nyeri namun rasa tidak nyaman. Jika luka bakar ditekan pengisian kapiler muncul perlahan sampai tidak ada. Biasanya luka bakar tidak terlalu sensitif dengan uji tusuk jarum dibanding dengan permukaan kulit sekitar luka. Hari kedua biasanya luka bakar berubah menjadi putih dan kering. Jika tidak dieksisi atau di graf, dan jika terinfeksi, luka bakar tipe ini akan menyembuh dalam waktu 3 sampai 9 minggu, dan trebentuk jaringan parut. Jika tidak dilakukan terapi fisik dalam masa waktu penyembuhan fungsi dari sendi akan terganggu, dan terbentuk jaringan parut hipertropik.

Luka bakar seluruh dalam kulit (derajat 3).

Meliputi seluruh bagian dermis dan hanya bisa sembuh dengan menimbulkan luka kontraktur, pembentukan epitelisasi di tepi luka, atau skin graft. Bisa timbul dengan warna merah muda, putih atau hitam, dan bisa terdapat atau tidak terdapat adanya lepuh yang dalam. Luka bakar yang dalam pada seluruh bagian kulit bisa digambarkan sebagai luka yang menempel di kulit, kaku, dan lukanya masuk dibanding dengan kulit normal disekitarnya, dan tidak memiliki daya rasa lagi. Jadi perbedaan antara luka bakar yang tebal sebagian dengan tebal menyeluruh hanya berbeda 1 mm saja. Gejala klinis pada luka bakar menyeluruh bisa digambarkan dengan gambaran klinis dari luka bakar tebal sebagian. Tampilan luka bakarnya bisa dalam bentuk coreng-moreng, jarang sekali berubah warna pada penekanan, dan juga kering dan berwarna putih. Pada beberapa kasus, luka bakarnya translusen, dengan pembuluh darah terlihat pada bagian dalam. Untuk membedakan luka bakar yang superfisial dengan yang dalam menyeluruh adalah tidak berubah warna pada penekanan.

Derajat 4

Luka bakar derajat empat tidak hanya meliputi seluruh lapisan kulit, namun juga mengenai lemak subkutan bahkan sruktur yang lebih dalam. Luka bakarnya selalu tampak charred, dan biasanya hanya dengan mengetahui penyebab dari luka bakarnya dapat memberikan petunjuk dalam mengetahui seberapa dalam luka yang terjadi. Luka bakar karena listrik, kontak, kimia, dan luka bakar yang terjadi saat pasien tidak sadar saat kejadian bisa jadi luka bakar derajat empat.

Respon Fisiologis Dalam Luka Bakar

Korban luka bakar dengan atau tanpa trauma inhalasi biasanya bermanifestasi dengan proses inflamasi pada seluruh organisme; istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) menggambarkan keadaan tersebut. SIRS dengan infeksi (contohnya sindroma sepsis) adalah faktor utama untuk menentukan mortalitas dan morbiditas pada pasien-pasien dengan luka bakar. Perubahan patologi dari metabolisme, kardiovaskular, gastrointestinal dan sistem koagulasi muncul, dengan bentuk hipermetabolisme; peningkatan permeabilitas selular, endotelial dan epitelial. Peningkatan hemodinamik; dan sering terjadi mikrotrombosis yang luas. Manifestasi SIRS ke sistem kardiovaskular menghilang dalam waktu 24 sampai 72 jam, namun pasien tetap hipermetabolisme sampai tercapai penutupan luka.

Syok Luka Bakar

Syok luka bakar merupakan proses yang komplek dari disfungsi sirkulasi dan mikrosirkulasi yang tidak tertanggulangi dengan resusitasi cairan. Jaringan yang terluka dan dan syok hipovolemik akan menyebabkan pelepasan mediator lokal dan sistemik, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan tekanan hidrostatik mikrovaskular. Kebanyakan mediator bertindak untuk meningkatkan permeabilitas dengan mengubah keutuhan lapisan endotel. Tahap awal dari udem karena luka bakar, yang muncul pada beberapa menit hingga beberapa jam, adalah peran dari mediator seperti histamin, produksi dari aktivasi platelet, produk-produk proteolitik dari koagulasi, fibrinolisis dan rantai kinin. Histamin adalah yang bertanggung jawab pertama kali untuk meningkatkan permeabilitas vaskular, karena melepaskan sejumlah besar sel mast pada kulit yang terbakar dengan segera setelah terjadi luka.

Serotonin diproduksi segera setelah terjadi luka bakar melalui platelet agregasi dan bekerja langsung untuk menungkatkan resistensi vaskular paru, dan secara tidak langsung mempengaruhi efek-efek vasokonstriksi seperti norepinefrin, histamin, angiotensin II.

Eicosanoids, produk vasoaktif dari metabolisme asam arachidonic, dilepaskan pada jaringan yang terkena luka bakar dan membentuk udem luka bakar. Bahan ini tidak langsung mempengaruhi kerja dari permeabilitas vaskular, namun dengan cara meningkatkan faktor vasodilator prostaglandin (PG), seperti PGE2, dan prostacyclin (PGI2), yang menyebabkan dilatasi arterial pada jaringan yang terbakar yang meningkatkan aliran darah juga tekanan hidrostatik. Peningkatan konsentrasi dari PGI2 dan vasokonstriktor tromboxane (TX)a2 bisa diperlihatkan pada jaringan yang terbakar, lepuh berisi air, kelenjar limfe.

Sebagai tambahan pada hilangnya keutuhan mikrovaskular, luka karena panas juga merubah keadaan pada tingkat sel. Penurunan dari cardiac output setelah luka bakar adalah akibat dari syok sellular, syaok hipovolemik, dan peningkatan tekanan sistemik karena pengaruh stimulasi sistemik karena pelepasan berbagai mediator diatas. Dengan resusitasi yang baik, kembalinya cardiacoutput yang normal bagus akan dicapai dalam waktu 24-72 jam, dan meningkat untuk membantu proses penyembuhan luka bakar.

Respon Metabolik Terhadap Luka Bakar

Hipermetabolisme

REE (Resting Energy Expenditure) setelah luka bakar terjadi bisa terjadi sampai 100% melebihi dari prediksi dari perhitungan ukuran, usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Peningkatan panas tubuh karena luka bakar meningkatkan aliran darah dan hilangnya integumen. Perhitungan REE sangat membantu dalam menentukan status nutrisi seseorang, dengan perkiraan 1.3 kali dari kebutuhan basal metabolik.

Metabolisme glukosa meningkat pada semua pasien yang kritis, termasuk luka bakar. Glukoneogenesis dan glukolisis meningkat pada pasien dengan luka bakar. Sebagai tambahan terjadi peningkatan plasma insulin. Terjadi peningkatan produksi glukosa meskipun terjadi keadaan hiperinsulin, yang bisa menyebabkan terjadinya hepatik insulin resistan. Pengeluaran insulin dilakukan untuk mencapai kadar glukosa darah normal gunanya untuk mempercepat waktu penyembuhan.

Lipolisis muncul untuk memproduksi energi yang diambil dari asam lemak. Pada pasien luka bakar, kebanyakan pelepasan dari asam lemak adalah yang tidak teroksidasi sehingga menyebabkan penumpukan dalam hati. Penggunaan beta bloker propanolol bisa memanipulasi penggantian dari lipolisis dan dapat mencegah hepatic stenosis.

Proteolisis meningkat pada pasien dengan luka bakar. Peningkatan dari asam amino dari otot mendukung, sebagian, meningkat gluconeogenesis. Dalam proses ini asam amino yang kehilangan amino nitrogen sebagai urea, membuatnya tidak tersedia untuk reincorporation menjadi protein. Sehingga ada erosi progresif dari otot massa, yang menyebabkan kelemahan dan kekurangan tenaga. Tingkat insulin plasma yang normal biasanya akan ditinggikan untuk proses pembakaran pasien. Dalam proses pembakaran pasien, lebih dari 70 persen dirilis dari fatty acids yang tidak teroksidasi tetapi adalah reesterified menjadi triglyceride, sehingga terjadi akumulasi lemak dalam hati. Hal ini patut disayangkan karena menggunakan lemak untuk energi berkurang, sehingga ketergantungan pada proteolysis. Protein lebih dari 1 g / kg / hari telah direkomendasikan untuk pasien luka bakar. Jika fungsi ginjal normal, protein yang disarankan adalah sebanyak 2 g / kg / hari.

Respon Neuroendokrin

Respon Neuroendocrine-Mediator Catecholamines muncul sebagai mediator utama dari kelenjar endokrin dalam keadaan hipermetabolik pada pasien lika bakar. Pharmacologic blokade dari beta receptors diminishes intensitas postburn hypermetabolism. Konsentrasi hormon tiroid tidak meningkat pada pasien dengan luka bakar. Konsentrasi thyronine (T3) dan thyroxine (T4) adalah berkurang, dan konsentrasi T3 ditinggikan, sedangkan konsentrasi sel-sel yang lain biasa. Konsentrasi T3 dan T4 menurun dengan nyata pada pasien dengan keadaan sesis. Luka bakar menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan konsenterasi sekresi glikokortikoid, sehingga menyebabkan persisten hipercortisol. Hormon ini memiliki peran dalam stimulasi catecholamine, dan mereka bertanggungjawab untuk pertahanan insulin, dan untuk meningkatkan proteolysis. Konsentrasi glukagon berhubungan langsung dengan kadar metabolisme dan untuk menghasilkan efek melalui insulin dan insulin-like growth factor-1 modulation.

Patofisiologi dari Syok Luka Bakar

Etiologi syok pada luka bakar ada dua yaitu hipovolemik dan celular. Terjadi perubahan hemodinamik termasuk penurunan kardiak output, peningkatan cairan ekstrasel, penurunan volume plasma, dan oliguri. Seperti penangannan syok sebab lain, hal yang pencapaian yang paling utama adalah terjaganya perfusi jaringan dan end-program. Pada syok luka bakar, komplikasi resusitasi adalah karena adanya udem luka bakar.

Komponen utama pada syok luka bakar adalah meningkatkan permeabilitas vaskular secara sistemik. Luka bakar karena kontak langsung meghasilkan perubahan yang signifikan pada mikrosirkulasi, baik secara sistemik maupun lokal. Pembentukan udem maksimal antara 8-12 jam jika pada luka bakar yang kecil, 12-24 jam pada luka bakar yang besar. Hasil akhir yang didapat adalah perubahan pada mikrovaskular karena trauma panas sehingga mengganggu dinding pembatas yang normal antara intravaskular dan intersisial, dengan keseimbangan cepat antara kedua komponen. Karena itu terjadi penurunan volume plasmayang berat (hipovolemi), sementara itu terjadi peningkatan cairan ekstrasel (udem).

Luka karena kontak dengan panas juga perubahan dalam sel. Menurut Baxter, luka bakar lebih dari 30% TBSA, ada penurunan sistemik pada transmembran potensial sel. Menghasilkan peningkatan dari konsentrasi Na+ intracell akibat dari penurunan aktivitas Na+K-ATPase yang bertanggung jawab untuk mempertahankan gradien ion transel. Resusitasi hanya memperbaiki sebagian dari konsentrasi Na+ potensial dan intrasel kembali normal, menerapkan bahwa hipovolemia tidak hanya bertanggung jawab terhadap defek intrasel pada syok luka bakar. Potensial membran bisa saja tidak kembali normal untuk beberapa hari, meskipun telah dilakukan resusitasi yang adekuat. Jika resusitasi yang dilakukan tidak adekuat potensial celular transmembran berpotensial menurun drastis dan bisa menyebabkan kematian sel.

Resusitasi Pada Syok Luka Bakar

tujuan utama pada resusitasi cairan adalah untuk mempertahankan perfusi organ dengan mengganti cairan yang keluar akibat terpapar panas. Dan harus sekiranya tercapai dalam 24-48 jam post trauma. Hal yang paling penting pada syok luka bakar adalah bahwa terjadi perpindahan masif walaupun total cairan tubuh tidak berubah. Yang sebenarnya berubah adalah volume dari tiap kompartemen cairan, dengan peningkatan cairan intrasel dan volume intersisial meningkat karena peningkatan pengeluaran volume intravaskular. Terbentuknya udem tidak bisa dihindarkan.

Resusitasi Kristaloid

Kristaloid, yang dimaksud adalah cairan Ringer Lactat (RL) dengan konsentrasi sodium sekitar 130 mEq/L, yang sejauh ini merupakan cairan yang paling sering digunakan. Yang menganjurkan penggunaan kristaloid mengemukakan bahwa penggunaan koloid tidaklah lebih baik, dan jelas lebih mahal, dari penggunaan kristaloid untuk mempertahankan volume intravaskular setelah terjadi luka bakar. Pernyataan ini telah dibuktikan dengan pengamatan bahwa meskipun jumlah protein yang banyak, dengan kebutuhan sekitar 300kd, ternyata bocor juga dari kapiler selama 24 jam setelah kontak dengan panas.

Jumlah kristaloid yang adekuat yang dibutuhkan untuk resusitasi tergantung dengan parameter yang dimonitor. Jika output urinya 0.5 mL/KgBB per jam menandakan perfusi jaringan masih baik, sekitar 3 mL/Kg tiap persen dari luka bakar TBSA membutuh kan dalam waktu 24 jam. Teori parkland menyebutkan bahwa diperlukan 4 mL RL/Kg tiap persen dari luka bakar TBSA dalam waktu 24 jam, dimana setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama, dan setengahnya lagi dalam 16 jam berikutnya. Pada luka bakar yang besar, hipotermia, dan hipoalbumin, dalam kadar yang bervariasi muncul sebagai respon luka bakar akut.

Resusitasi Koloid

Tanpa protein volume intravaskular tidak bisa dipertahankan. Penggantian protein merupakan komponen dasar untuk resusitasi pada luka bakar. Formula Evans menyebutkan bahwa penggunaan tiap 1 mL/KgBB per persen luka bakar TBSA untuk koloid dan kristaloid dalm waktu 24 jam. Ada tiga pendekatan :

1. cairan protein tidak diberikan dalam waktu 24 jam pertama karena pada periode ini tidaklah lebih efektif dari kristaloid untuk mempertahankan volume intravaskular.

2. protein, terutama albumin, seharusnya diberikan dari awal bersamaan dengan pemberian kristaloid.

3. pemberian protein seharusnya tidak diberikan dalam waktu 8-12 jam post trauma karena perpindahan masif dari cairan adalah pada saat ini, setelah itu baru bisa dipergunakan.

Berbagai rupa cairan koloid yang dapat dipergunakan, masing-masing memiliki efek, resiko dan keuntungan yang berbeda-beda. Cairan plasma protein yang panas (cantoh plasmanate) mengandung fraksi protein yang terdenaturasi dan teragregasi, yang menghilangkan fungsinya sebagai pengaruh onotik plasma. Cairan albumin dan hetastarch, adalah koloid polisakarida sintetis, yang memiliki aktifitas onkotik yang serupa.

Albumin adalah cairan koloid utama yang dipakai di klinis. Seringkali, FFP (75 mL/KgBB per 24 jam) digabungkan dengan cairan RL (2 L/24 jam) digunakan dalam syok luka bakar.

Hipertonik Saline

Resusitasi pada pasien luka bakar dengan solusi yang mengandung garam sodium 240-300mEq/L, dibandingkan dengan RL, adalah dengan tujuan mengurangi udem. Secara fisiologis, perpindahan cairan intrasel ke ekstrasel muncul sebagai akibat dari perbedaan keadaan hipertonik-hiperosmolar. Cairan ekstrasel meningkat sedangkan cairan intrasel menurun, memberi gamabaran udem. Rekomendasi terkini adalah bahwa kadar sodium serum seharusnya 160 mEq/dL. Resusitasi cairan hipertonik mungkin terbukti dibutuhkan pada pasien luka bakar, namun itu semua masih terbatas dalam eksperimental saja.

Pemilihan Cairan Yang Akan Dipergunakan dan Jumlahnya

Semua cairang yang telah dijelaskan diatas efektif untuk memperbaiki perfusi jaringan. Sebagian besar pasien dapat diresusitasi mempergunakan cairan kristaloid, seperti Ringer Lactat (RL). Normal Saline sebaiknya dihindari, karena normal saline dipergunakan untuk resusitasi hasilnya tidak jelassehingga menyebabkan komplikasi asidosis metabolik hiperkloremik. Pada pasien dengan luka bakar yang masif, anak-anak, dan luka bakar dengan komplikasi cedera pernafasan, kombinasi cairan bisa dipergunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk mempertahankan perfusi jaringan dan meminimalkan udem.

Yang paling utama, jumlah dan kadar cairan infus harus bisa mempertahankan urin output sebesar 30 mL/jam pada dewasa, (sekitar 0.5 ml/kg/jam), dan pada anak-anak sekitar 1.0-1.5 ml/kg/jam.

Resusitasi dikatakan berhasil jika terjadi pengurangan udem, biasanya 18-24 jam post trauma, volume cairan infus dibutuhkan untuk mempertahankan urinoutput.

Penggantian Cairan pada Resusitasi Syok Luka Bakar

Pembentukan maksimal udema luka bakar adalah sekitar 24 jam post trauma. Kebutuhan cairan tambahan tergantung dari tipe cairan yang digunakan pada resusitasi awal. Jika yang digunakan adalah hipertonik salin, keadaan hiperosmolar akan terjadi. Jika koloid tidak digunakan pada saat resusitasi dan tekanan serum onkotik menurunkarena terjadi penurunan kadar protein intravaskular, dibutuhkanlah suplementasi. Menurut formula Brooke dibutuhkan 0.3-0.5 ml/kg persen luka bakar TBSA dari 5 % albumin dalam waktu 24 jam post trauma. Formula Parkland adalah menggantikan cairan plasma yang tersisa, yang bervariasi antara 20 sampai 60 % dari total volume sirkulasi plasma, dengan koloid. Penggunaan koloid harus digunakan bertahap, dalam bentuk albumin dalam 24 jam post trauma.

Meskipun koloid dipergunakan atau tidak, pasien harus mendapatkan cairan maintenance yang adekuat. Total cairan yang dibutuhkan pada pasien dewasa didapat dalam formula berikut, dimana m2 adalah m dari TBSA :

Total Cairan Maitenance = (1500 ml/m2) + EWL [(25+% luka bakar TBSA ) x m2 x 24]

Cairan ini bisa diberikan secara intravena atau enteral. Menurut petunjuk umum pasien akan mendapatkan cairan sekitar 1.5 kali dari cairan maintenance normal diikuti dengan keberhasilan resusitasi pada pasien luka bakar. Solusi yang diberikan melalui cairan intravena harus satu setengah kali normal saline dengan suplementasi potasium. Karena pada luka bakar kehilangan potasium, kebutuhan potasium pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal adalah sekitar 120 mEq/d.

Setalah resusitasi, urin output merupakan paramter yang tidak dapat diandalkan pada keadaan dehidrasi. Respiratory Water Loss, diuresis osmotik karena hiperglikemi, enteral nutrisi tinggi kalori/tinggi protein, dan mekanisme pengaturan hormon antidiuretik (ADH) ikut menyumbangkan peningkatan kehilangan cairan terlepas dari urin output. Pasien dewasa dengan luka bakar memerlukan pengeluaran urin sekitar 1000 sampai 1500 mL/24 jam ; sedangkan anak-anak membutuhkan sekitar 3 sampai 4 mL/kg per jam dalam waktu kurang lebih 24 jam.

Trauma Inhalasi

Keracunan Karbon Monoksida

Sebagian besar kematian karena kebakaran rumah adalah terjadinya keracunan CO. CO merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang berikatan kuat dengan hemoglobin (Hb) lebih kuat 200kali lipat dari ikatang oksigen. Jika terhirup atau terserap, CO akan terikat dengan Hb untuk membentuk Karboksihemoglobin (COHb). COHb mengganggu pengantaran oksigen ke jaringan.

Kadar COHb bisa diukur dengan mudah. Keadaan dimana kurang dari 10% biasanya tidak menimbulkan gejala. Klo mendekati 20%, orang yang sehat akan mengeluhkan adanya sakit kepala, mual, muntah, dan kehilangan orientasi. Klo mendekati 30%, pasien menjadi lemah, bingung dan letargia. Pada kebakaran keadaan ini bisa sangat berbahaya karena menyebagkan pasien menjadi lemah dan kehilangan semangat untuk menyelamatkan diri. Pada keadaan 40 sampai 60%, pasien bisa langsung menjadi koma, dan level diatas 60% bisa fatal. Pada kebakaran yang sangat berasap level COHb bisa mencapai sekitar 40 sampai 50% setelah beberapa menit saja terpapar.

Diagnosis dan Terapi

Pasien-pasien karena kebakaran pada tempat tertutup akan mengalami gejala dan tanda penuruna neurologis seharusnya diberikan 100% oksigen melalui sungkup sementara mengukur kadar COHb. Penggunaan SpO2 adalah kontraindikasi, karena COHb menyebabkan peningkatan yang eror pada pengukuran SpO2. Jika diperlukan intubasi harus dilakukan hiperventilasi dengan 100% oksigen.

Kerusakan Jalan Nafas Karena Panas.

Inhalasi Asap

Semua orang yang terkena luka bakar karena api pada ruangan tertutup harus diasumsikan sebagai pasien trauma pernafasan sampai terbukti sebaliknya. Bau arang pada nafas dan pakaian pasien menandakan kewaspadaan pada pasien ini. Pemeriksaan secara menyeluruh dibutuhkan dengan seksama, meliputi daerah muka dan orofaringeal airway untuk mencari adanya suara serak (hoarseness), stridor, udem, adanya jelaga; auskultasi dada untuk mencari adanya wheezing, atau rongki menandakan traumanya di distal saluran pernafasan; kesadaran berhubungan dengan hipoksemia, keracuna CO, atau keracunan sianida; dan pemeriksaan untuk mencari defisit neurologis yang terkait dengan CO. produksi mukus yang banyak, dan sputum yang berwarna kehitaman adalah tanda terjadinya trauma pernafasan.

Penanganan

Saluran Nafas Atas.

Tidak ada pengobatan yang standar untuk mematikan kehidupan setelah trauma inhalasi. Dengan peningkatan persentase dari uden laring dan faring, diperlukan tindakan intubasi yang segera. Trakeostomi bukanlah untuk keadaan yang darurat, dan sebaiknya tidak digunakan apalagi pada pasien dengan luka bakar yang mengenai wajah dan leher. Sebaliknya, penggunaan sungkup muka dan andotrakeal tube harus dimasukkan dan tetap ditinggalkan untuk mengurangi udem. Jika pada pasien dewasa sudah terlihat dpat bernafas melalui sungkup, menandakan boleh dilepaskannya sungkup tersebut. Tindakan ini sulit dilakukan untuk anak-anak karena anatominya yang kecil, penggunaan endotrakeal tube tanpa sungkup, peningkatan resiko pastekstubasi stridor, dan kebutuhan yang tinggi untuk dilakukannya reintubasi. Peningkatan insidensi dari pastekstubasi stridor pada pasien dengan luka bakar bisa sebesar 47%, dibandingkan dengan pasien operasi biasa yaitu sebesar 4% saja. Jadi penaganan pada pasien stridor post ekstubasi adalah pemberian epinefrin melalui nebulizer dan campuran helium-oksigen (heliox). Steroid tidak pernah dipergunakan.

Saluran Nafas Bagian Bawah dan Alveolus.

Trakeobronkitis sering muncul pada pasien denga trauma inhalasi. Produksi wheezing, batuk, dan sekresi mukus. Jadi penanganan secara keseluruhan adalah penaganan suportif, dengan tujuan utama adalah mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat untuk menyembuhkan paru-paru. Penggunaan ventilator mekanik adalah jika pada pemeriksaan analisa gas darah berulang didapatkan keadaan yang hipoksemia.

Trakeostomi elektif pada pasien dengan luka bakar masih merupakan kontroversi. Namun, jika saluran pernafasan atasnya dalam keadaan bahaya seperti adanya obstruksi dan pemasangan endotrakeal tube tidak berhasil maka cricothyroidektomy merupakan indikasi. Perkembanagn intubasi endotrakea dibuat untuk menghasilkan usaha untuk menghindarkan trakeostomi untuk pasien luka bakar. Belakangan ini tingkat mortalitas, komplikasi infeksi dan komplikasi jalan nafas pada pasien dewasa dan pada anak-anak dengan trakeostomi tidak berbeda dengan pasien dengan perawatan endotraleal jangka panjang. Pada pasien yang membutuhkan intubasi endotrakeal jangka panjang, harus dilakukan trakeostomi pada pasien ini. Tidak ada keuntungan tambahan pada trakeostomi pada pasien luka bakar. Pasien dengan luka bakar pada leher memerlukan trakeostomi dan harus dilakukan eksisi yang berhasil pada daerah yang utama.

Pemberian profilaksis antibiotik bukanlah indikasi pada trauma inhalasi. Terapi lika bakar pada pneumonia bisa menjadi sulit karena penggunaan awal dari antibiotik menjadikan bakteri yang bersangkutan resisten.

Penanganan Luka

Eksisi Awal dan Grafting

Selama bertahun-tahun luka bakar ditanangani dengan memebersihkan secara rutin untuk melepasakan jaringan yang mati, dan penggunaan topikal sahne-soaked sampai luka bakar menyembuh dan terjadi jaringan granulasi pada dasar luka. Pada luka bakar epidermal dan superfisial akan menyembuh dalam waktu kerang lebih tiga minggu, dan luka bakar tebal akan menyembuh dalam waktu beberapa minggu jika terjadi infeksi. Luka bakar tebal akan hilang jaringan parutnya dalam waktu 2 sampai 6 minggu karena infeksi dan debridemen harian. Jika jaringan granulasi bersih dari debris dan relatif bersih dari infeksi , maka dilakukanlah skin graf , biasanya 3 sampai 8 minggu setelah terluka. Respon inflamasi yang panjang dan lama akan menyebabkan luka parut hipertropi dan timbulnya kontraktur. Terapi fisik yang berkelanjutan, nutrisi yang baik, dukungan psikis, penanganan nyeri yang baik dibutuhkan setiap hari selama berminggu-minggu untuk hasil yang memuaskan.

Sayangnya keadaan ini sudah tidak terpakai lagi untuk luka bakar yang dalam, dari pada menunggu untuk separasi spontan, jaringan parut diangkat melalui pembedahan dan lukanya ditututp dengan graftingdan atau prosedur flap. Pendekatan bedah ini untuk luka bakar dikenal dengan istilah E & G (eksisi dan grafting). Beberapa keadaan memungkinkan keadaan ini ndilakukan termasuk tersedianya darah outologus, peralatan monitoring dan teknik monitoring yang baik, dan pemahaman yang baik tentang psikis pasien luka bakar. Kemampuan unutk menstabilkan keadaan pasien dalam beberapa hari memberikan dokter bedah izin untuk melakukan pengangkatan luka bakar yang dalam sebelum terjadi infeksi lebih lanjut.

Waktu yang optimal untuk dilakukannya E & G adalah dalam waktu 3 sampai 7 hari dan pastinya dalam waktu 10 hari. Sedangkan pendekatan bedah pada pasien luka bakar sedang dan kecil berakibat beberapa keuntungan. Sebenarnya tindakan E & G seawal mungkin bisa menurunkan mortalitas lebih dari intervensi apapun. Penutupan awal juga menurunkan angka tinggal di rumah sakit, mengurangi rasa nyeri, menurunkan tingkat infeksi, dan menurunkann kebutuhan akan tindakan besar, juga mengurangi biaya rumah sakit.

Eksisi Tangensial (sequensial)

Pada prinsipnya eksisi tangensial adalah untuk mengeksisi jaringan parut dalam posisi tangensial pada permukaan sampai terlihat jaringan dibawahnya. Luka bakarnya dapat dihilangkan dengan berbagai macam peralatan, biasanya memakai dermatom tangan (contoh; watson, goulian knives). Biasanya luka dangkal dan beberapa luka dalam akan berdarah lumayan banyak dari jutaan kapiler setelah dilakukan satu sayatan. Jika tidak terjadi perdarahan yang banyak, kita akan melakukan beberapa sayatan lagi sampai tercapai jaringan yang sehat yang menghasilkan perdarahan. Jika pada inspeksi kulit terlihat lapisan yang permukaannya berwarna abu-abu atau pucat dan mengkilap. Jarinagn lemak yang berwarna kecoklat-coklatan, patecial appereance, atau pembuluh darah.

Dua teknik nekrotomi dini yang paling sering dilakukan adalah eksisi tangensial dan eksisi fasia. Eksisi tangensial meliputi eksisi keropeng secara berurutan kearah bawah hingga mencapai jaringan hidup yang berdarah dengan suatu dermatom penjaga. Eksisi diakhiri jika dijumpai dermis yang hidup atau jaringan subkutan yang sehat.

Kulit Pengganti

Kulit pengganti dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan dari suatu penutup biologis, antara lain berupa kemungkinan penyebaran penyakit, persyaratan penyimpanan yang rumit, masa hidup yang terbatas, serta masalah suplai dan permintaan.

Jaringan Derivat Epidermis

Kemajuan-kemajuan teknik kultur jaringan telah memungkinkan peneliti menanam lembaran-lembaran epidermiskonfluens invitro yang cocok untuk pencangkokan. Suatu pencangkokan epitelial autolog yang ditumbuhkan dalam waktu 3 minggu, mampu menutup luka bakar ketebalan penuh tanpa adanya lapisan dermis dibawahnya.

Subsitusi Kulit

Suatu lembar matriks dermis terdiri dari matriks kolagen yang dioerkaya dengan kondroitin-6-sulfat dan suatu analalog epidermis silatik telah digunakan sebagai pengganti kulit bilaminer. Pada kebanyakan kasus, matriks dermis ditutupi oleh suatu autograf tipis yang sama efektifnya dengan autograf tradisional. Namun materi ini belum tersedia untuk evaluasi lanjut ataupun pemakaian klinis. Tujuan perawatan luka bakar adalah penutupan luka dengan kombinasi suatu penutup epitel dan dermis untuk dapat mencegah terjadinya kontraktur jaringan parut.

Lokasi Donor

Lokasi donor adalah luka ketebaln parsial superfisial yang sengaja dibuat melalui pembedahan, dan biasanya akan menyembuh dalam waktu 2 minggu. Penutp lokasi donor yang dapat menciptakan suatu ligkungan lembab biasanya dapat mengoptimalkan penyembuhan luka. Ada bermacam-macam jenis penutup yang dapat memberikan hasil yang sebanding, yaitu dengan menciptakan suasana lembab yang sama pula.

Faktor Pertumbuhan

Faktor pertumbuhan tengah diselidiki secara aktif sebagai suatu pemacu penyembuhan luka yang potensial. Faktor pertumbuhan epidermis, dilaporkan dapat meningkatkan epitelisasi pada lokasi donor cangkokan manusia; namun demikian, jika dibandingkan dengan lokasi donor yang tertutup, tidak memperlihatkan kelebihan dalam waktu penyembuhan. Hormon pertumbuhan manusia yang diberikan secara sistemik pada kasus luka bakar anak, tampaknya juga dapat meningkatkan penyembuhan dari lokadi donor, dan memperpendek masa rawat inap.

Pemberian Nutrisi

Karena efek nutrisianal dari respon hipermetabolik berwujud sebagai pengeluaran energi yang berlebihan dan kehilangan nitrogen dalam jumlah besar, maka pertolongan gizi dapat memberikan kalori untuk mengimbangi pengeluaran energi dan nitrogen guna menggantikan cadangan protein tubuh. Karbohidar dalam bentuk glukosa merupakan sumber kalori nonprotein yang terbaik pada pasien-pasien luka bakar. Jaringan-jaringan tertentu, termasuk jaringan yang mengalami luka bakar, jaringan saraf dan elemen-elemen darah menggunakan hanya glukosa saja. Dengan demikian jika nutrisi yang adekuat tidak tersedia, maka suplai glukosa untuk jaringan-jaringan ini akan diambil dari masa tubuh sendiri.

Perkiraan Kebutuhan Kalori

Tujuan dari pemeliharaan energi adalah penyediaan kalori dalam bentuk karbohidrat. Sejumlah metode telah dikembangkan dalam bentuk karbohidrat. Sejumlah metode telah dipertimbangkan untuk kebutuhan kalori, termasuk persamaan Harrisan-Benedict, yang dapat meramalkan pengeluaran energi basal.dengan multiplikasi persamaan ini, kan diperkirakan kebutuhan energi dari pasien-pasien luka bakar. Kalorimetri indirek dapat dilakukan pada beberapa pasien dengan problem penatalaksanaan gizi yang sulit.

Lemak

Perana lemak sebagai sumber kalori non protein tergantung pada keparaha cedera dan respon hipermetabolisme yang menyertai cedera tersebut. Pada pasien dengan luka bakar ringan dan peningkatan ekskresi metabolisme yang menyertai cidera tersebut. Pada pasien dengan luka bakar ringan dan peningkatan eksresi metabolisme sedang, maka lemak dan karbohidrat yang bial digabung dengan protein, dapat memperbaiki keseimbangna protein dalam kapasitas yang sama. Namun pada pasien dengan luka bakar yang luas, karbohidrat akan mengurangi pemakaian nitrogen, sedangkan lemak dalm porsi kalori yang sama, tidak memperlihatkan efek yang demikian. Lemak merupakan sumber kalori yang buruk untuk pemeliharaan keseimbangan nitrogen dan massa tubuh pada pasien-pasien dengan hipermetabolisme. Bila kandungan lemak dihilangkan dari larutan-larutan perenteral, maka dapat timbul defisiensi asam lemak esensial dalam jangka panjang.

Vitamin dan Mineral

Kebutuhan vitamin pada pasien luka bakar dengan hipermetabolisme yang dalam keadaan kritis belum jelas. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,dan K) disimpan pada depot lemak dan biasanya tidak cepat habis. Vitamin-vitamin yang larut dalam air. (B-kompleks, dan C) tidak disimpan dalam jumlah yang cukup dan akan sebera habis. Perlu diperhatikan agar semua vitamin memperoleh tambahan yang cukup.

Keseimbangan mineral berperan penting dalam pemberian nutrisi dan pemakaiannya untuk proses-proses metabolisme. Kadar natrium, klorida, kalsium, magnesium, dan fosfor serum merupakan petunjuk klinis terbaik untuk terapi substitusi. Seng merupakan kofaktor penting dalam penyembuyhan luka. Pengukuran kadar seng, tembaga, mangan, dan krom secara berkala dapat membantu dalam pemberian terapi pengganti.

Pemberian Nutrisi

Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar yang berat adalah untuk keseimbangan energi dan nitrogen. Pemberian kalori supranormal yang sering kali berhasildilakukan pada pasien luka bakar, namun sediaan seperti ini tidak dapat memperbaiki keseimbangan nitrogen.

Bila memungkinkan, maka zat gizi harus diberikan melalui saluran cerna; nutrisi perenteral sebaiknya hanya dicadangkan untuk pasien-pasien yang ususnya dioperasi. Pada pasien dengan luka bakar ringan, maka fungsi saluran cerna akan kembali pulih dalam waktu 24 hingga 72 jam. Jika sudah ada bukti-bukti kembalinya fungsi usus, maka pemberian makanan dapat dimulai dan dengan cepat, untuk mengejar kebutuhan lengkap. Beberapa pasien dengan luka bakar yang kecil, khususnya kasus-kasus dengan luka bakar yang berat, pasien lanjut usia, dan kasus-kasus cedera inhalasi, akan mengalami ileus paralitik yang lebih lama. Jika fungsi saluran cerna belum kembali, maka nutrisi perenteral dapat dimulai pada hari ketiga atau kelima pasca luka bakar. Nutrisi tampaknya dapat memelihara kebutuhan dari sluran cerna dan mengurangi insiden translokasi bakteri dari usus. Selain itu, masa mukosa usus dapat dipertahankan dan dipelihara, serta lebih bayak insulin yang dilepaskan, sehingga dapat memacu anabolisme.

Nutrisi perenteral total harus dilakukan bila saluran cerna terbukti tidak mampu menyediakan kalori yang memadai. Ileus yang lama, pemakaian narkotik yang berlebihan, dan konstipasi merupakan penyebab kegagalan nutrisi perenteral yang sering dijumpai. Sepsis sreing disertai ileus dan intoleransi glukosa yang berat. Nutrisi yang dapat ditoleransi sebelumnya, perlu dihenttikan sementara hiperglikemia dikendalikan. Komplikasi lanjut yang melibatkan saluran cerna dapat menyebabkan hilangnya fungsi usus dan memerlukan nutrisi perenteral.

Infeksi

Infeksi masih merupakan penyebab kematian tersering pada kasus-kasus luka bakar. Cedera panas menyebabkan imunosupresi yang hebat, dan agaknya imunosupresi global ini merupakan predisposisi infeksi pada luka bakar.

Beberapa Faktor Resiko Dari Infeksi

Perubahan imunologik. Fagosit yang bersirkulasi memperlihatkan penurunan aktivitas setelah cedera panas. Akibatnya, aktivitas membunuh intraseluler menjadi berkurang, baik terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Disamping itu, gangguan pada imunitas spesifik paling hebat pada respon perantara sel yang dikendalikan oleh limfosit T. fungsi proliferasi dari sel T menjadi tertekan pada pasien luka bakar dan sering disertai peningkatan faktor-faktor serum yang menghambat fungsi sel T.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pengawasan infeksi. Pasien luka bakar yang sudah berlangsung dua atau tiga hari yang sudah ditangani oleh fasilitas medis ditempat lain, harus menjalani pemeriksaan biopsi dari luka tersebut pada saat datang pada suatu pusat perawatan luka bakar. Dua atau tiga kali seminggu setelah masuk keperawatan tersebut, semua pasien dengan luka bakar yang luas, harus menyerahkan kultur sputum, kemih, luka (biopsi), darah dan feses (jika ada diare) untuk tujuan pengawasan. Kecuali spesimen darah, semua kultur yang positif tidaklah menunjukkan adanya infeksi, namun lebih mencerminkan adanya organisme yang bertanggung jawab jika terdapat infeksi. Diagnosis dan pemilihan terapi antibiotik yang tepat, dipermudah dengan meninjau kembali data-data kultur pengawasan dan sensitivitas.

Kontrol infeksi pada pusat perawatan luka bakar. Pasien dengan luka bakar yang berat harus dirawat disuatu ruangan terpisah. Ruangan tersebut memiliki ventilasi dengan sistem pertukartaan udara ultrafiltrasi tanpa sirkulasi ulang. Perhatian secarta menyeluruh terhadap teknik sawar, kini menjadi persyaratn dari peraturan pemerintah. Mencuci tangan merupakan cara efektif dalam mencegah infeksi nosokomial. Klorheksidin Glukonat tampaknya merupakan zat pembersih yang efektif untuk mengurangi infeksi nosokomial pada unit-unit perawatan klinis. Pasien-pasien dalam masa konvalesen merupakan reservoar utama dari infeksi nosokomial yang mengancam jiwa.

Cedera Listrik

Setiap tahunnya di Amerika, lebih dari seribu kematian disebabkan oleh sengatan listrik dan sambaran petir. Jenis cedera ini ditemukan pada kira-kira 5 % dari pasien yang datang ke unit luka bakar. Pada orang dewasa, sengatan listrik biasanya merupakan kecelakaan ditempat kerja. Sedangkan pada anak, peralatan rumah tangga dan stop kontak yang tidak dijaga merupakan penyebab sengatan listrik yang paling sering. Cedera sambaran petir dapat menyerang semua kelompok umur, khususnya didaerah pedesaan.

Perawatan pada Lokasi Kejadian

Kehilangan cairan kedalam jaringan yang rusak adalah salah-satu gangguan fisiologis utama setelah cedera listrik. Jika pasien mengalami mioglobinuria yang trerlihat secara makroskopik, maka keluaran urin harus ditingkatkan sampai 100 hingga 150 mL/jam dengan meningkatkan laju volume cairan yang diinfuskan. Jika keluaran urin masih rendah, meskipun kecepatan infus telah ditingkatkan, maka manitol 12,5 gram dapat ditambahkan pada setiap liter larutan ringer laktat. Natrium bikarbonat dalam larutan resusitasi akan membuat urin bersifat basa dan mempertinggi kelarutan mioglobin. Perawatan luka juga termasuk pengobatan cedera pada kulit dan jaringan lunak yang dalam. Cedera kulit derajat dua dan tiga dilakukan debrideme, dibersihkan, dan diolesi krim antimikroba topikal. Antibiotik profilaksis belum terbukti dapat mengurangi serangan infeksi. Tekanan kompartemen otot ekstrimitas dipantau dengan palpasi dan menggunakan USG untuk mencari denyut arteri-arteri utama. Nekrotomi dan fasiotomi dilakukan jika terdapat indikasi. Terapi cedera listrik lebih ditekankan kepada pengangkatan jaringan nekrotik pada waktu yang tepat. Amputasi pada ekstremitas yang mengalami cedera listriktidak dilakukan secara rutin. Beberapa sarana diagnostik dapat menunjukan jaringan yang dapat hidup dan yang tidak dapat hidup pada luka bakar, yang permukaannya mungkin tidak mencerminkan keadaan jaringan yang lebih dalam. Skintigrafi dengan Technetium-99m pirofosfat merupakan teknik diagnostik yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi ekstremitas yang cedera, dan dapat memberikan hasil dalam waktu 24 jam. Scanning serial dapat bermanfaat dalam menentukan perlunya dilakukan debridemen. Pada ekstremitas yang aliran darahnya tidak terganggu, maka arteriografi mungkin akan membantu. Mempersingkat aliran ke cabang nutrisi otot menunjukan suatu kerusakan yang ireversibel. Akhirnya, eksplorasi bedah secara serial pada ekstremitas yang cidera, merupakan teknik yang paling akurat.

Bagian ekstremitas yang mengalami elektrokusi, mengering dan mengalami mumifikasi, serta perlu diamputasi. Semua kelompok otot perlu diperiksa, khususnya yang menempel pada tulang. Jaringan nekrotik jelas perlu diangkat, dan segala daya perlu dilakukan untuk menyelamatkan jaringan yang masih dapat hidup. Pemeriksaan luka setiap hari, dan tindakn debridemen lanjutan, perlu dilakukan sampai semua jaringan nekrotik dibuang. Penutupan luka dini pasca amputasi untuk melanjukan tindakan ini, biasanya tidak dianjurkan. Eksisi dan pencangkokan pada luka bakar ketebalan penuh perlu ditunda sampai semua jaringan nekrotik dibuang.

Cidera kimiawi

Luka bakar karena kimia disebabkan oleh panas yang terlepas saat asam atau basa kuat bereaksi dengan jaringan hidup. Proses merusak ini berlanjut selama zat kimia tersebut masih berkontak dengan jaringan. Bahn kimia toksik lain meyebabkan cedera dengan mengeringkan jaringan; absorbs melalui luka bakar dapat menyebabkan system intoksikasi. Melepaskan diri terhadap kontak dengan zat kimia tersebut harus segera dilakukan untuk membatasi kerusakan dan intoksikasi lebih lanjut, dan ini merupakan respon pertama yang akan dilakukan untuk membatasi kerusakan dan intoksikasilebih lanjut, dan ini merupakn respon pertama yang akan dilakukan orang, terhadap cidera kimiawi selama proses ini. Luka bakar kimia menimbulkan perubahan warna kulit yang mengesankan suatu luka bakar superficial, namun seringkali seluruh ketebalan kulit dan bahkan jaringan subkutan sudah tidak hidup lagi. Irigasi segera dengan air atau larutan garam merupkan penatalaksanaan yang paling efektif untuk membatasi kerusakn jaringan.

Prioritas utama dalam pengobatan luka bakar kimiawi adalah penghentian segera proses terbakar. Semua pakaian perlu segera dilepaskan. Seluruh bagian tubuh yang terkena harus segera diirigasi dengan air atau larutan garam. Untuk asam-asam biasa, maka pencucian harus dilakukan sedikitnya 30 hingga 60 menit; pada luka bakar karena basa, pencucian dilakukan selama beberapa jam. Pencucian yang terus-menerus dengan cairan dalam jumlah besar harus dapat mempertahankan suhu jaringan yang rusak dibawah suhu yang cedera. Pemakaian larutan penetral yang spesifik sama sekali tidak diperbolehkan; panas dari proses netralisasi dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Debridement harus dilakukan dengan hati-hati. Penampilan luka bakar kimiawi sering kali mengecoh karena tampak jinak dan superficial. Tetapi setelah 7 hari barulah derajat kerusakannya menjadi nyata. Obat antimikroba topical dioleskan pada luka bakar, dan bila luka bakar cukup luas maka, perlu dilakukan resusitasi cairan. Luka bakar dengan ketebalan penuh dieksisi dan dilakukan pencangkokan pada waktu yang tepat.

Perawatan Jangka Panjang

Rehabilitasi

Mempertahankan fungsi dan mencegah komplikasi imobilisasi jangka panjang, merupakan tujuan khusus dari perawatan rehabilitasi untuk pasien luka bakar. Kepatuhan merupakan factor utama dalam suatu program rehabilitasi; ahli terapi luka bakar harus bekerja sama dengan seluruh tim luka bakar. Latihan-latihan pasif harus dilakukan dengan hati-hati, oleh karena tarikan yang berlebihan dapat menyebabkan putusnya tendon, robeknya otot, osifikasi heteropik, dan pelepasan traumatic dan kontraktur jaringan parut.

Ekstrimitas yang terbakar perlu dievaluasi dan dilatih secara aktif guna meminimalkan edema dan mengurangi keharusan melakukan nekrotomi. Pemakaian analgesic dan anti-ansietas secara tidak bijaksana akan mengganggu keberhasilan program mobilisasi. Latihan aktif dapat mempertahankan masa dan kekuatan otot. Latihan pasif biasanya dilakukan pada pasien-pasien debil dan yang mengalami gangguan jiwa. Pengukuran kekakuan sendi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan alat transducer yang digerakkan oleh piston, dan merupakan catatan yang bermanfaat mengenai perkembangan pasien.

Hipertropi jaringan parut merupakan salah satu sekuelle luka bakar kulit yang sangat mengganggu. Semua luka bakar tingkat dua dan tiga menimbulkan jaringan parut yang permanen. Beberapa individu cenderung akan membentuk jaringan parut yang hipertropik. Hipertropi ini dapat dikurangi dengan memakai obat yang pas dan dapat menekan daerah yang sedang dalam proses penyembyhan. Orang dewasa biasanya memakai bebat ini selama 3 hingga 6 bulan, sementara anak-anak memerlukan terapi kompresi yang lebih lama (dapat mencapai 4 tahun) sebelum jaringan parut menjadi matang.

Terapi Rawat Jalan

Berbagai gangguan fungsional akan menetap setelah pasien pulang dari rumah sakit. Fasilitas rawat jalan dari pusat perawatan luka bakar harus menyediakan kunjungan tindak lanjut yang sering dan continue sampai selama 10 tahun. Bebat penekan haruslah disetel secara teratur agar selalu pas. Pasien rawat jalan harus dievaluasi 1 minggu setelah dipulangkan, dan selanjutnya dalam selang waktu yang makin lama makin panjang. Cacat sisa yang permanen mungkin dapat diatasi dengan rekonstruksi pembedahan korektif. Rasa gatal yang hebat dan nyeri neutis yang hebat namun tidak tegas biasanya akan berlangsung lama dan berespon buruk dengan pemberian anti pruritus dan analgesik.

Bantuan Psikologik

Pasien luka bakar memperlihatkan respon psikologis yang berbeda-beda terhadap cidera, antaralain perasaan cemas, depresi, reaksi penolakan, menarik diri dan regresi. Reaksi menarik diri dan regresi khususnya sering diperlihatkan anak-anak. Mereka menolak untuk ikut serta dan bekerja sama dalam perawatan cidera. Terapi bermain akan memberikan suatu forum untuk berinteraksi antar sesame anak yang sering kali mengalami cedera melalui mekanisme yang sama dan dapat menderita cacat kosmetik atau fungsional yang sama pula.

Hampir dari separuh anak yang lebih besar dan orang dewasa kan mengalami stress paska trauma setelah suatu cedera panas. Gangguan ini ditandai dengan baying-bayang ingatan saat terjadinya cidera yang timbul berulang-ulang dan sangat mengganggu, sikap menghindari kejadian kejadian yang membangkitkan kenangan atas cidera, hilangnya minat terhadap aktivitas sehari-hari, perasaan diasingkan, sikap terlalu awas, gangguan memori, dan gangguan tidur. Ketidakpatuhan dalam menjalankan pengobatan merupakan suatu manifestasi keluar yang serius dari usaha pasien untuk melepaskan diri dari baying-bayang ingtan akan kejadian traumatic. Gejala ini tida ada kaitannya dengan beratnya cidera.

Masalah Rekonstruksi

Parut Hipertropik dan Pembentukan keloid

Parut luka bakar yang hipertropik biasanya timbul pada luka bakar ketebalan luka parsial dan luka bakar derajat tigayang dapat sembuh secara primer. Hipertropi dari daerah cangkokan luka bakar yang dieksisi, lebih jarang terjadi, dan tergantung dari bagian yang terkena, lamanya waktu dari cedera hingga eksisi dilakukan, bagian anatomi yang terlibat, serta teknik bedah yang digunakan. Pada eksisi tangensial, jaringan nekrotik dari luka bakar ketebalan parsial, dilepaskan lapis demi lapis hingga mencapai dermis yang masih dapat hidup; pada sebagian besar kasus, luka tersebut sering dilakukan pencangkokan. Eksisi tangensial yang tertunda, kemungkinan sisa timbulnya hipertropi parut pada luka bakar yang mendapat cangkokan. Eksisi tangensial yang tertunda, kemungkinantimbulnya sisa hipertropi parut pada luka bakar yang mendapt cangkokan, lebih besar.

Karena hanya sedikit unsur epitelial, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang tersisa pada suatu luka bakar ketebalan parsial, maka penyembuhan dari sisa-sisa ini membuthkan waktu kira-kira 3 sampai 6 minggu. Epitel jaringan parut yang terbentuk, kualitasnya buruk dan cenderung membentuk hipertropi parut. Suatu hipertropi parut perlu dibedakan dari keloid, meskipun keduanya memperlihatkan suatu pertumbuhan kolagen yang berlebihan. Pada keloid, pertumbuhan dari jaringan parut melampaui batas-batas dari cedera semula. Hipertropi parut tumbuh pada dasar jaringan yang cidera dan terbatas pada batas-batas anatomisnya semula. Dengan berjalannya waktu dan dengan pemberian takanan, hipertropi parut sering kali akan menipis, sementara tidak demikian dengan keloid. Bebat tekan dengan cepat dapat memperkecil masa jaringan parut yang belum matang, dan menumbuhkan kesadaran pasien akan manfaat dari kunjungan tindak lanjut setelah cedera. Teknik pendekatan yang dinilai paling berhasil pada jaringan parut luka bakar yang hipertropik adalah terapi tekanan sejak awal, sampai jaringan parut matang, diikiuti oleh eksisi dan pencangkokan kulit.

Keloid lebih sulit diatasi sebab cenderung kambuh kembali. Eksisi keloid dan penutupan primer, efektif pada keloid linier, dengan dasar yang sempit; namun demikian, tegangan yang berlebihan pada luka, seringkali menyebabkan kekambuhan. Keloid dengan dasar lebar dapat diangkat berikut jaringan sekitarnya, dan diatas dasar keloid dirtempatkan cangkok kulit ketebalan parsial. Injeksi kortikosteroid intralesi telah diajukan sebagai suatu cara untuk mengurangi masa keloid, dan jaringan hipertropi parut. Teknik ini dapat dilakukan bersama-sama dengan tindakan eksisi dan cangkok kulit dengan ketebalan parsial. Efek samping injeksi kortikosteroid intralesi berupa terutama berupa hipopigmentasi dan atropi dari kulit disekeliling keloid.

Sekitar 20% pasien yang dirawat pada fasilitas perawatan luka bakar akan kembali untuk menjalani pembedahan rekonstruksi. Daerah-daerah yang biasanya harus direkonstruksi adalah tangan dan pergelangan tangan, lengan dan lengan bawah, wajah, dan leher. Penatalaksanaan pasein luka bakar dan penanganan jaringan parut yang lebih baik di rumah sakit akan mengurangi perlunya dilakukan pembedahan rekonstruksi.

Ulkus Marjolin

Marjolin mengamati bahwa ulserasi kronik pada jaringan parut luka bakar sering kali mengarah pada degenerasi maligna. Bentuk yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa, meskipun kadang-kadang dapat pula terjadi karsinoma sel basal. Tumor yang jarang antara lain histiositoma fibrosa maligna, sarkoma, dan melanoma maligna neurotropik.

Osifikasi Heteropik

Osifikasi heteropik terjadi pada lebih dari 13% pasien luka bakar. Peristiwa ini paling sering terjadi 1 sampai 3 bulan setelah cidera, pada pasien-pasien dengan luka bakar ketebalan penuh yang melampaui 20% permukaan tubuh total, dan berdekatan dengan sendi yang terlibat. Siku merupakan sendi yang paling sering terkena. Diagnosis biasanya dibuat oleh ahli terapi fisik atau kerja, yang menemukan nyeri yang makin hebat dan berkurangnya gerakan pada sendi yang bersangkutan.

Keterbatasan aktivitas fisik biasanya mendahului bukti-bukti kalsifikasi secara radiografi yaitu pada otot dan jaringan lunak disekitar sendi. Immobilisasi yang lama pada suatu sendi tampaknya juga mempermudah terjadinya osifikasi hipertropik. Sebagian ahli menyarankan tindakan pengangkatan semua jaringan lunak yang mengapur melalui pembedahan, namun ada juga yang menjalankan terapi rehabilitasi dan membiarkan reabsorbsi dari jaringan yang mengalami osifikasi.