LP.BPH

download LP.BPH

of 12

Transcript of LP.BPH

Kumpulan Askep

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Oleh :

Dhian Cattleya Putri

P.17420111048

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG2013

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAHBENIGNA PROSTAT HIPERPLASI ( BPH)

A. DefinisiBenigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

B. EtiologiPenyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong (1998) etiologi dari BPH adalah: Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen., ketidakseimbangan endokrin, faktor umur / usia lanjut.C. Anatomi FisiologiKelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: Kapsul anatomis Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone. Di sekitar uretra disebut periuretral gland.Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.D. PatofisiologiMenurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah : Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solute lainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif (2000) pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas

E. Pathway*terlampirF. Manifestasi KlinisWalaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.

2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

G. Pemeriksaan DiagnostikPada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:1. Pemeriksaan Fisika. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok septik. b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitise. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :1) Derajat I = beratnya ( 20 gram.

2) Derajat II = beratnya antara 20 40 gram.

3) Derajat III = beratnya ( 40 gram.2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.

b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.3. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :a. Flow rate maksimal ( 15 ml / dtk = non obstruktif.b. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.c. Flow rate maksimal ( 10 ml / dtk = obstruktif.4. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

a. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.b. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.c. IVP (Pyelografi Intravena)Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.d. Pemeriksaan PanendoskopUntuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli.

H. Terapi

1. Pengobatan medikamentosa

a. Mengurang resistensi leher buli buli dengan obat obatan golongan alfabloker, misal ; Fenoksi Benzamin.

b. Mengurangi volume prostat.

2. Pembedahan prostat

a. Reseksi transuretral prostat (TUR atau TUR P)

b. Prostatektomi supra-pubic

c. Prostatektomi perineal

d. Prostatektomi retropubic

e. Insisi prostat Transuretral (TUIP)

3. Terapi invasi minimal

a. Pemanasan prostat dengan memakai energi mikro (TUMT).

b. Dilatasi dengan balon (TUBD).

c. TUNA ( Trans Uretral Needle Ablation)

d. Pemasangan Stent Uretral atau prostacath yang dipasang pada uretra prostatica supaya uretra prostatica selalu terbuka

I. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah:

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.

3. Hernia / hemoroid4. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu5. Hematuria6. Sistitis dan PielonefritisJ. Fokus PengkajianDari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:1. Data subyektif : Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.2. Data Obyektif: Terdapat luka insisi Takikardi Gelisah Tekanan darah meningkat Ekspresi wajah ketakutan Terpasang kateterK. Diagnosa Keperawatan1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot detrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.L. Rencana KeperawatanNODiagnosa KeperawatanTujuanIntervensiParaf

1Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter, iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.b. Pasien dapat beristirahat dengan tenanga. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, skala, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawahd. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot detrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urinKriteria hasil : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.Menunjukkan residu pasca berkemih