LP Bronkopneumonia

24
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ASMA PNEUMONIA Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Medical Periode: 16-21 Februari 2015 Ruang 28 RSSA Malang Oleh: Farida Agustiningrum 105070201131007

description

essay

Transcript of LP Bronkopneumonia

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ASMA PNEUMONIA

Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen MedicalPeriode: 16-21 Februari 2015Ruang 28 RSSA Malang

Oleh:Farida Agustiningrum105070201131007

JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA2015DEFINISIPneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan kematian di negara berkembang. Umumnya penyebab pneumonia ialah bakteri tipik terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Pneumonia bakteri ditandai oleh gejala respiratorik akut dan gambaran foto rontgen infiltrat bercak-bercak atau infiltrat difus yang dikenal sebagai gambaran pneumonia lobaris (Said, 2011).Pneumonia adalah keradangan parenkrim paru dimana asinus terisi dengan cairan dan sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium. (Mukty dan Alsagaff, 2010 dalam Sigalingging, 2011).

KLASIFIKASI Terdapat beberapa pengklasifikasian dari Pneumonia ini yakni:1. Berdasarkan Umura. Kelompok umur < 2 bulan Pneumonia berat Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang. Bukan PneumoniaJika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.b. Kelompok umur 2 bulan 5 tahun Pneumonia sangat berat Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan. Pneumonia berat Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada. Pneumonia persisten Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003).2. Berdasarkan Etiologi

3. Berdasarkan transmisi: a. Pneumonia yang didapatkan dari tempat pelayanan kesehatanBakteri yang sulit untuk diobati dan biasanya parah ini menjadi masalah utama di tempat perawatan kesehatan, tidak hanya rumah sakit dan panti jompo, tetapi juga pusat-pusat dialisis ginjal dan tempat-tempat di mana orang-orang biasa mendapatkan perawatan kemoterapi untuk kanker dan obat intravena lainnya.Pneumonia yang didapatkan di tempat kesehatan juga dapat disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae yang biasa terjadi di masyarakat. Hanya saja, daftar bakteri penyebab pneumonia jenis ini tidak berhenti sampai di situ karena setting di rumah sakit menyebabkan bakteri dapat berkembang lebih cepat untuk resisten terhadap antibiotik standar sehingga menyebabkan jumlah bakteri yang resisten terhadap obat pun bertambah. Bakteri resisten seperti Pseudomonas aeruginosa dan MRSA membuat perawatan menjadi lebih sulit untuk dilakukan.b. Pneumonia aspirasi atau inhalasiPneumonia inhalasi atau aspirasi ini terjadi apabila seseorang menghirup benda asing ke dalam paru-paru. Ini dapat terjadi saat seseorang sedang tidur atau tidak sadar. c. Pneumonia oportunistikJenis pneumonia ini menyerang seseorang dengan sistem imun yang sedang lemah. Organisme yang pada orang sehat bersifat tidak berbahaya dapat menjadi begitu berbahaya pada orang yang telah turun imunnya akibat transplantasi organ atau orang dengan AIDS karena kondisi AIDS pun mengganggu sistem imun tubuh. Obat-obatan imunosupresi seperti kortikosteroid dan kemoterapi juga dapat menempatkan seseorang terkena pneumonia oportunistik.4. Berdasarkan predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Penyakit pneumonia dimana seluruh lobus ( biasanya 1 lobus ) terkena infeksi secara diffuse. Penyebabnya adalah streptococcus pneumonia. Lesinya yaitu bakteri yang dihasilkannya menyebar merata ke seluruh lobus.b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Pada Bronchopneumonia terdapat kelompok-kelompok infeksi pada seluruh jaringan pulmo dengan multiple focl infection yang terdistibusi berdasarkan tempat dimana gerombolan bakteri dan debrisnya tersangkut di bronchus. Penyebab utamanya adalah obstruksi bronchus oleh mucus dan aspirasi isi lambung lalu bakteri terperangkap disana kemudian memperbanyak diri lalu terjadi infeksi pada pulmo.c. Pneumonia interstisialMerupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar

ETIOLOGIDari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae/pneumococcus (30-50 % kasus) dan Haemophilus influenzae type b/Hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia sp., Pseudomonas sp, Escherichia coli (E.coli) juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di samping bakteri Gram positif seperti S.pneumoniae grup b, Streptococcus, dan Staphylococcus aureus. (Said, 2010)Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. (Said, 2010)Pada dekade terakhir ini epidemi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) berkontribusi meningkatkan insidens dan kematian pneumonia. Penyebab utama kematian pneumonia anak dengan infeksi HIV adalah karena infeksi bakteri namun sering ditemukan patogen tambahan seperti Pneumocystis jirovici (dulu Pneumocystis carinii) (Said, 2010).

FAKTOR RISIKOFaktor dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia di negara berkembang adalah : (Mulholland K. 1999 dalam Said, 2010) 1. Kemiskinan yang luas. Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk. 2. Derajat kesehatan rendah. Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk derajat kesehatan. 3. Status sosio-ekologi buruk. Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah. 4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil. Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara ber penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekuat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang 5. Proporsi populasi anak lebih besar. Di negara berkembang yang umumnya berpenghasi lan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara ber penghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.Rudan, et al 2008 dalam Said, 2010 dan melaporkan bahwa faktor-risiko pneumonia meliputi: gizi kurang, kurang pemberian vitamin AVitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman.) berat badan lahir rendah (risiko untuk meningkatnya ISPA) Pemberian imunisasi Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus tidak ada/tidak memberikan ASI, polusi udaraHasil penelitian Dherani, dkk ( 2008) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok. pemukiman padat. Faktor-risiko ini seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi-segera agar penurunan insidens pneumonia berdampak signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-Balita.

MANIFESTASI KLINISSebagian besar Gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam kehidupan dan perlu rawat-inap. Secara umum Gambaran klinis pneumonia diklasifikasi menjadi 2 kelompok (Said, 2010). 1. Pertama, gejala umum misalnya demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. 2. Kedua, gejala respiratorik seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia.Secara umum, gejala pneumonia hampir sama untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama terlihat mencolok pada pneumonia yang disebabkan bakteri. Menurut Corwin, 2008, gejala utama pada pneumonia adalah sebagai berikut:1. Peningkatan frekuensi nafas yang bermakna2. Demam dan menggigil akibat proses inflamasi dan batuk yang sering kali produktif, purulen, dan terjadi sepanjang hari. Bayi mungkin terdengar mendengkur sebagai upaya untuk memperbaiki aliran udara.3. Nyeri dada akibat iritasi pleura. Nyeri mungkin meluas ke area abdomen.4. Sputum berwarna merah karat (untuk Streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk Staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk Pseudomonas aeruginosa)5. Bunyi crackle, bunyi paru tambahan jika jalan nafas terbuka tiba-tiba. Merupakan indikasi adanya infeksi jalan nafas bawah.6. Bunyi mengi yaitu bunyi bernada tinggi yang terdengar ketika udara masuk ke orificium atau klubang yang sempit, sehingga menyumbat aliran udara.7. Keletihan akibat reaksi inflamasi akibat hipoksia, apabila infeksinya serius.8. Nyeri pleura akibat proses inflamasi dan edema9. Biasanya sering terjadi respon subjektif dispnea, karena penurunan pertukaran gas.10. Hemoptisis yaitu batuk darah dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler , atau akibat reaksi inflamasi yang menyebabkan kerusakan kapiler.Menurut Corwin, 2008 pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus terdapat 4 stadium penyakit.1. Stadium 1 (4-12 jam pertama)Disebut juga hyperemia, adalah respons inflamasi awal yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi dari sel mast setelah mengaktifkan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut antara lain histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Kompleme bekerjasama dengan histamine dan prostaglandin untuk memvasodilatasi otot polos vaskuler paru, meningkatkan aliran darah area cedera, dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon dioksida, perpindahan oksigen ke dalam darah terganggu, sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama ini infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus terdekat serta membrane kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan berlajutnya proses inflamasi.2. Stadium 2 (48 jam berikutnya)Disebut juga hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu alveolus terisi sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi inflamasi.3. Stadium 3 (3-8 hari)Disebut sebagai hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel darah putih membuat kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel debris.4. Stadium 4 (8-11 hari)Disebut stadium resolusi, terjadi sewaktu respon imun dan inflamasi mereda. Sel debris, fibrin, dan bakteri telah dicerna. Makrofag, sel pembersih pada raksi inflamasi mendominasi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKProsedur diagnostic bagi klien dengan pneumonia dapat mencakup yang berikut, namun demikian tidak terbatas hanya yang tertera di sini saja, tetapi secara umum prosedur diagnostic ini sering dilakukan. 1. Rontgen dada untuk memastikan konsolidasi dan distribusi paru, efusi pleural.Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.2. Pemeriksaan sputum untuk kultur dan sensitivitas Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, long, 1996 : 456)Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk3. Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)4. Hematologi : hitung sel darah putih (SDP) untuk pneumonia bakterialis dan agglutinin dingin dan fiksasi komplemen untuk pemeriksaan virus 5. Torasentesis untuk mendapat specimen cairan pleural bila terdapat efusi pleural. Pemeriksaan penunjang1. pemeriksaan darah bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M, Nettina, 2001 : 684)2. Laringoskopi/bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

PENATALAKSANAAN1. Pemberian AntibiotikPemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : a. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa b. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. c. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :a. Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) : Golongan Penisilin, TMP-SMZ, dan Makrolid.b. Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) : Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi, Marolid baru dosis tinggi, Fluorokuinolon respirasi c. Pseudomonas aeruginosa : Aminoglikosid, Seftazidim; Sefoperason;Sefepim, Tikarsilin, Piperasilin, Karbapenem : Meropenem; Imipenem, Siprofloksasin, Levofloksasin d. Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) : Vankomisin, Teikoplanin, Linezolid e. Hemophilus influenzae : TMP-SMZ, Azitromisin, Sefalosporin gen. 2 atau 3, Fluorokuinolon respirasi f. Legionella : Makrolid, Fluorokuinolon, Rifampising. Mycoplasma pneumoniae : Doksisiklin, Makrolid, dan Fluorokuinolon h. Chlamydia pneumoniae : Doksisikin, Makrolid, dan Fluorokuinolon2. Terapi supportifa. Rawat InapPada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap diputuskan apabila: Penderita tampak toksik Umur kurang dari 6 bulan Distres pernafasan berat Hipoksemia (saturasi oksigen kurang dari 93-94% pada kondisi ruangan) Dehidrasi atau muntah Terdapat efusi pleura atau abses paru Kondisi imunokompromais Ketidakmampuan orang tua untuk merawat Didapatkan penyakit penyerta lain, misal penyakit jangtung bawaan. Pasien membutuhkanpemberian atibiotika secara parenteralb. Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan bila terdapat gejala gagal napas.c. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai dengan BB, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral segera dapat diberikan dengan NGT (selang nasogastrik) drip susu atau makanan cair. d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk memperbaiki transpor mukolisiar.e. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi , misal hipoglikemi dan asidosis metabolik.f. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dll.g. Penanganan terhadap komplikasiPencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia.Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu (Kartasasmita, 2010):1. Pencegahan Non spesifik, yaitu:Meningkatkan derajat sosio-ekonomi Kemiskinan Tingkat pendidikan Kurang gizi Derajat kesehatan Morbiditas dan mortalitas 2. Lingkungan yang bersih, bebas polusiPencegahan Spesifik Cegah BBLR Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang3. Berikan imunisasiVaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi.a. Vaksin CampakCampak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. b. Vaksin PertusisPenyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan tetanus. c. Vaksin HibPada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). d. Vaksin PneumococcusPneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine (PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan kematian pada anak karena pneumonia.

KOMPLIKASI1. BakteremiaMerupakan komplikasi yang serius jika infeksi bergerak ke dalam darah karena dengan begitu akan dengan cepat menyebar ke organ yang lainnya termasuk otak.2. Abses paru Abses terjadi jika terbentuk nanah dalam rongga di dalam paru. Biasanya diobati dengan antibiotik. Terkadang memerlukan operasi atau drainase dengan jarum untuk mengeluarkan nanah.3. EfusipleuraPneumonia dapat menyebabkan cairan terakumulasi di dalam rongga pleura yang merupakan ruang antara dua lapisan jaringan yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Pneumonia dapat menyebabkan pleura terinfeksi dan menimbulkan pus.4. Septic shockAdanya pertumbuhan bakteri dalam aliran darah dapat menutup sirkulasi normal dan menyebabkan kebocoran kapiler, edema jaringan yang tidak terkontrol, dan mungkin hingga terjadi kegagalan organ yang menyebabkan kematian.5. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)Ketika pneumonia telah mengenai sebagian besar wilayah kedua paru-paru, maka seseorang akan mengalami sulit bernapas dan tidak mendapatkan cukup oksigen.

ASUHAN KEPERAWATANPengkajian1. Keluhan utamaTanyakan keluhan utama yang dirasakan klien. Biasanya keluhan utama adalah demam, batuk, pilek, nyeri dada, dan sesak nafas. Tanyakan dimana letak nyeri dada, kualitas dan skala nyeri. Apakah nyeri terjadi setiap saat atau pada waktu-waktu tertentu saja. Tanyakan mengenai sesak yag dirasakan, kualitas sesak dan kapan saja sesak terjadi. Tanyakan mengenai batuk. Kapan mulai batuk, apakah batuk mengeluarkan sputum, dan warna sputum. Tanyakan juga sejak kapan demma terjadi.2. Riwayat KesehatanTanyakan riwayat kesehatan sekarang dan riwayat kesehatan lalu. Apakah keluarga ada yang merokok, tinggal di lingkungan berpolusi atau tidak. Apakah keluarga ada yang memiliki penyekit serupa. Apakah imunisasi lengkap. Bagaimana riwayat nutrisi anak, apakah makanan yang dikonsumsi bergizi. 3. Pemeriksaan thoraxInspeksi: perhatikan bentuk dada, apakah ada retraksi otot bantu nafas, hitung RR. Pada bronkopneumonia RR meningkat.Palpasi : pada bronkopneumonia, biasanya normal pada pemeriksaan palpasiPerkusi: pada bronkopneumonia, biasanya bunyi perkusi adalah pekak karena adanya edema pada alveolus/Auskultasi : pada bronkopneumonia biasanya terdapat suara paru tambahan yaitu crackles. Hal ini mencerminkan inflamasi atau kongesti paru.4. Pemeriksaan diagnostik Rontgen dada untuk memastikan konsolidasi dan distribusi paru, efusi pleural. Pemeriksaan sputum untuk kultur dan sensitivitas Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. Hematologi : hitung sel darah putih (SDP) untuk pneumonia bakterialis dan agglutinin dingin dan fiksasi komplemen untuk pemeriksaan virus. pemeriksaan darah bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul Gangguan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sputum pada saluran nafas Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema alveolar akibat reaksi inflamasi

PlanningGangguan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sputum pada saluran nafasTujuan : Dalam waktu 1x24 jam bersihan jalan napas klien tercapaiKriteria Hasil : Frekuensi nafas normal (16- 20x/menit) Pasien mengatakan sesak berkurang Akumulasi sputum berkurang Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektifIntervensi1. Evaluasi keefektifan pengobatan dan perawatan yang diberikan pada klien.Rasional: untuk mengetahui apakah intervensi yang diberikan sudah benar-benar efektif untuk klien.2. Evaluasi dan analisa data klien dalam bernapas.Rasional: untuk mengetahui dan memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat pada klien.3. Edukasi klien mengenai cara batuk yang efektif dan teknik untuk bernapas dalam.Rasional: teknik batuk efektif dan bernapas dalam dapat memfasilitasi pengeluaran sekresi sputum.4. Edukasi keluarga klien mengenai perubahan warna pada sputum, karakter, jumlah, dan bau.Rasional: perubahan yang terjadi pada sputum dapat menginformasikan perubahan yang terjadi dalam tubuh klien.5. Lakukan suction jika perlu.Rasional: suction dapat membersihkan jalan nafas yang tertutup oleh sputum sehingga dapat membuka jalan nafas.Evaluasi :S : Pasien mengatakan sesak berkurangO : Frekuensi nafas normal (16- 20x/menit) Akumulasi sputum berkurang Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektifA : tujuan tercapai secara keseluruhanP : hentikan intervensi, lanjutkan monitoring

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema alveolar akibat reaksi inflamasiTujuan:Setelah 3x24 jam fungsi pertukaran gas adekuatKriteria hasil: Tidak terjadi sianosis Tidak sesak RR normal (16-24x/mnt) BGA normal PaO2: 75-100 mmHg PaCO2: 35-45 mmHg O2CT: 15-23% SaO2: 94-100% HCO-3: 22-26 meq/L pH: 7,35-7,45

Intervensi1. Berikan HE pada pasien tentang penyakitnyaR : informasi yag adekuat dapat membuat pasien lebih kooperatif2. Atur posisi semi fowlerR : jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan, proses respirasi dapat berjalan dengan lancar3. Berikan terapi oksigenasiR : memberikan oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah hipoksia.4. Observasi TTVR : Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun, timbul takikardi, dan CRT yang memanjang.5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatanR : pengobatan yang diberikan berdasarkan indikasi dapat membantu dalam proses terapi.6. Lakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan BGAR : pemeriksaan BGA utuk mengetahui kadar PaO2, PaCO2, O2CT, HCO3-, dan pH darah.7. Pantau hasil labR : hasil lab menunjukkan keadaan dan perkembangan pasien selama dirawat.8. Laporkan pada dokter jika tanda gejala semakin buruk, dan hasil lab menjauhi nilai normal.R : sebagai tindakan kolaborasi sehingga dapat mengambil tindakan secara cepat dan tepat.Evaluasi:S : klien mengatakan tidak sesakO : Tidak ada sianosis RR normal (16-24x/mnt) BGA normal PaO2: 75-100 mmHg PaCO2: 35-45 mmHg O2CT: 15-23% SaO2: 94-100% HCO-3: 22-26 meq/L pH: 7,35-7,45A : tujuan tercapai secara keseluruhan.P : hentikan intervensi, lanjutkan monitoring.