logam Cu

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logam Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546, titik lebur 1083 o C, jari-jari atom 1.173 A o dan jari-jari ion Cu 2+ 0.96 atau 71 pm. Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi makhluk hidup. Unsur tembaga dialam ditemukan dalam bentuk logam bebas atau persenyawaan. Logam tembaga dikelompokkan ke dalam logam penghantar listrik yang baik. Dalam bidang industri senyawa tembaga banyak digunakan seperti industri cat sebagai antifolig, industri peptisida dan fungisida. Logam tembaga digolongkan ke dalam logam berat esensial. Toksitisitas yang dimiliki tembaga baru akan bekerja apabila logam ini masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar. Kebutuhan manusia terhadap ion logam tembaga 30μg setiap kilogram berat badan untuk orang dewasa, 40μg setiap kilogram berat anak, sedangkan bayi membutuhkan 80μg setiap kilogram berat badan (Palar, H, 1994). Logam tembaga merupakan unsur renit yang berperan dalam tubuh misalnya dalam pembentukan melanin pada epitel kulit dan rambut. Jika kekurangan tembaga dalam tubuh akan menyebabkan dipigmentasi rambut dan kulit dan berbagai peran tembaga yang lain didalam tubuh. Tetapi bila melampaui jumlah yang dibutuhkan maka tembaga akan tertimbun di dalam organ tubuh seperti hati, ginjal dan otak sehingga menimbulkan kerusakan hati, sistem syaraf pusat pada otak dan pada wanita terjadi anerorea primer dan abortus (Sabar, 2011). Tembaga (Cu) bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan non alamiah. Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke dalam makhluk hidup, ke dalam kolom air, mengendap dan akhirnya kembali lagi ke kerak bumi. Jalur non alamiah, dalam unsure Cu masuk dalam tatanan lingkungan akibat aktivitas manusia , antar lain berasal dari 5

description

,,,

Transcript of logam Cu

  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Logam Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546, titik lebur 1083 oC, jari-jari atom 1.173 Ao dan jari-jari ion Cu2+ 0.96 atau 71 pm. Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi makhluk hidup. Unsur tembaga dialam ditemukan dalam bentuk logam bebas atau persenyawaan. Logam tembaga dikelompokkan ke dalam logam penghantar listrik yang baik. Dalam bidang industri senyawa tembaga banyak digunakan seperti industri cat sebagai antifolig, industri peptisida dan fungisida. Logam tembaga digolongkan ke dalam logam berat esensial. Toksitisitas yang dimiliki tembaga baru akan bekerja apabila logam ini masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar. Kebutuhan manusia terhadap ion logam tembaga 30g setiap kilogram berat badan untuk orang dewasa, 40g setiap kilogram berat anak, sedangkan bayi membutuhkan 80g setiap kilogram berat badan (Palar, H, 1994). Logam tembaga merupakan unsur renit yang berperan dalam tubuh misalnya dalam pembentukan melanin pada epitel kulit dan rambut. Jika kekurangan tembaga dalam tubuh akan menyebabkan dipigmentasi rambut dan kulit dan berbagai peran tembaga yang lain didalam tubuh. Tetapi bila melampaui jumlah yang dibutuhkan maka tembaga akan tertimbun di dalam organ tubuh seperti hati, ginjal dan otak sehingga menimbulkan kerusakan hati, sistem syaraf pusat pada otak dan pada wanita terjadi anerorea primer dan abortus (Sabar, 2011). Tembaga (Cu) bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan non alamiah. Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke dalam makhluk hidup, ke dalam kolom air, mengendap dan akhirnya kembali lagi ke kerak bumi. Jalur non alamiah, dalam unsure Cu masuk dalam tatanan lingkungan akibat aktivitas manusia , antar lain berasal dari

    5

  • buangan industri yang manggunakan bahan baku Cu, industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, serta limbah rumah tangga (Wahyu Widowati, 2006). 2.1.1. Logam Tembaga (Cu) Pada Manusia

    Logam Cu dibutuhkan manusia sebagai kompleks Cu-protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak. Disamping itu Cu juga terlibat dalam proses pembentukan energi untuk metabolisme serta dalam aktivitas tirosin, namum demikian, maski sangat dibutuhkan, logam Cu akan berbalik menjadi bahan racun untuk manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan (Haryando Polar, 2008). Tembaga merupakan satu unsur yang penting dan berguna untuk metabolisme. Dalam jumlah kecil Cu diperlukan untuk pembentukan sel-sel darah merah (Sutrisno, 2004).

    Dalam jumlah besar tembaga (Cu) dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah, selain dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Sutrisno, 2004).

    Menurut Haryando Polar (2008), Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan keracunan secara akut dan kronis. a. Keracunan Akut

    Gejala-gejala yang dapat di deteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut adalah adanya rasa logam pada pernafasan penderita dan adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang-ulang, dan gejala tersebut berlanjut terjadinya pendarahan pada jalur gastrointestinal. b. Keracunan Kronis

    Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat di lihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gajala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadi penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rembut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita.

  • 2.2. Membran Cair Membran cair dibuat dengan membentuk emulsi dari dua fasa yang tidak saling bercampur. Emulsi ini selanjutnya didispersikan ke dalam fasa ketiga dengan pengadukan. Fasa ketiga ini selanjutnya disebut sebagai fasa kontinu atau fasa eksternal ini secara sederhana diperlihatkan pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Dispersi emulsi membran cair Membran cair adalah fasa yang terletak antara fasa yang terbungkus dalam

    emulsi (fasa internal). Fasa kontinu adalah tempat dimana zat-zat yang akan dipisahkan (ekstraktan) terlarut. Sedangkan fasa internal adalah tempat dimana zat-zat terekstraksi terkumpul. Pada proses ekstraksi, ekstraktan berdifusi melewati membran cair dari fasa kontinu ke fasa internal (Permatasari, 2001). Pada penggunaan membran cair diperlukan adanya larutan yang bertindak sebagai emulsi. Untuk mengukur kestabilan emulsi, ke dalam fasa membran dilarutkan suatu zat aktif permukaan (surfaktan). Zat aktif permukaan mempunyai suatu bagian polar atau suatu bagian yang nonpolar. Surfaktan selalu lebih larut di dalam fasa pendispersi dari pada di dalam fasa terdispersi. Jika diinginkan emulsi O/W, digunakan surfaktan yang larut dalam air. Sebaliknya, jika diinginkan emulsi W/O, digunakan surfaktan yang larut dalam minyak. Di dalam emulsi W/O, orientasi molekul-molekul sufaktan diperlihatkan secara sederhana pada Gambar 2.2.

  • Gambar 2.2. Susunan molekul-molekul surfaktan dalam emulsi W/O Selain sufaktan, ke dalam membran biasanya dilarutkan zat-zat aditif

    tertentu. Zat-zat aditif ini digunakan untuk mengukur permeabilitas dan keselektifan membran terhadap zat-zat yang akan dipisahkan. Membran cair dapat dibuat sendiri sesuai dengan kebutuhan (Lenni, 2005).

    2.3. Pemisahan Ion Logam Dengan Emulsi Membran Cair Pemisahan ion logam dengan teknik emulsi membran cair melibatkan tiga fasa yang sangat penting, yaitu: fasa air yang merupakan sumber ion-ion logam, fasa organik yang mengandung zat pengompleks berupa penukar ion, dan fasa ketiga suatu fasa air yang berfungsi untuk menarik kembali ion-ion logam yang terekstraksi ke dalam fase organik. Larutan terkahir ini disebut sebagai larutan pembebas (Alif, 2010). Pada ekstraksi dengan teknik emulsi membran cair, emulsi didispersikan ke dalam fasa kontinu dengan pengadukan. Buti-butir emulsi yang terbentuk harus stabil dan tidak pecah selama proses pengadukan berlangsung. Ukuran butir-butir emulsi ini bergantung pada sifat dan konsentrasi surfaktan dalam emulsi, viskositas emulsi dan intensitas pengadukan. Umumnya ukran butir-butir emulsi yang terbentuk adalah antara 1 mm - 2 mm. Setiap butiran ini mengandung tetes-tetes kecil fasa internal dengan diameter sekitar 1 m. Sejumlah besar butiran emulsi dapat dibuat untuk menghasilkan luas permukaan membran yang besar, sehingga dapat mempercepat proses transfer massa dari fasa eksternal ke fasa internal, dan sebaliknya (Lenni, 2005).

    Dalam proses pemisahan, ion-ion logam bereaksi dengan zat pengompleks pada permukaan luar fase organik, membentuk logam yang larut dalam fasa

  • organik. Kompleks ini kemudian berdifusi di dalam fase organik. Pada permukaan bagian dalam fasa organik ion logam dilepaskan ke dalam larutan pembebas. Zat pengkompleks yang telah melepaskan ion logam ini bergerak kembali ke permukaan luar fasa organik untuk membentuk ion kompleks dengan logam. Hal ini berlangsung terus-menerus sehingga sebagian besar ion logam pindah ke dalam larutan fasa ketiga. Jadi pada proses pemisahan dengan teknik emulsi membran cair ini, proses ekstraksi dan proses ekstraksi balik (stripping) berlangsung secara simultan dalam satu tahap. Pemisahan ion logam dengan teknik emulsi membran cair mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: proses ekstraksi dan ekstraksi balik ion logam berlangsung dalam satu tahap, molekul pengompleks yang digunakan untuk mengkomplekskan ion logam dapat digunakan berulang kali dalam satu proses ekstrak. Kedua keuntungan ini memungkinkan proses ekstraksi dengan teknik emulsi membran cair lebih ekonomis dibandingkan dengan teknik ekstraksi pelarut (Noviandri, 1992).

    2.4. Proses Perolehan Logam dari Larutan Ion logam yang telah terperangkap di dalam emulsi mempunyai kemurnian yang lebih tinggi. Ion logam ini dapat diperoleh kembali dengan cara pemecahan emulsi atau tanpa pemecahan emulsi. Kedua cara ini telah diterapkan dengan cukup baik untuk memperoleh ion tembaga. 1. Proses perolehan kembali tembaga dengan pemecahan emulsi

    Proses ini diawali dengan ekstraksi ion tembaga dari campuran ion-ion logam menggunakan emulsi membran cair. Selanjutnya, emulsi dipisahkan dari larutan sisa ekstraksi, kemudian dipecahkan untuk memperoleh larutan pembebas yang kaya akan ion tembaga. Larutan ini dipisahkan dari fasa organik dan selanjutnya dielektrolisis untuk memperoleh logam tembaga. Larutan sisa elektrolisis dan fase organik sisa pemecahan emulsi digunakan kembali untuk membuat emulsi baru. Emulsi ini selanjutnya digunakan untuk mengekstraksi ion tembaga dari larutan ion-ion logam yang baru.

  • 2. Proses perolehan kembali tembaga tanpa pemecahan emulsi Proses ini juga diawali dengan ekstraksi ion tembaga dari larutan campuran ion-ion logam menggunakan emulsi membran cair. Selanjutnya emulsi dipisahkan dari larutan sisa ekstraksi. Ion tembaga yang terdapat di dalam emulsi diekstraksi kembali dengan suatu larutan tertentu untuk mendapatkan larutan yang kaya dengan ion tembaga. Larutan ini kemudian dipisahkan dari emulsi untuk digunakan dalam elektrolisis guna mendapatkan logam tembaga. Setelah mengalami ekstraksi balik, emulsi membran cair digunakan kembali untuk mengekstraksi ion tembaga. Sedangkan larutan sisa elektrolisis dilakukan kembali untuk melakukan ekstraksi balik ion tembaga dari emulsi membran cair (Noviandri, 1992).

    2.5. Mekanisme Pemisahan dengan Emulsi Membran Cair Ada tiga mekanisme pemisahan dengan emulsi membran cair yang digunakan secara luas:

    2.5.1. Permeasi selektif Mekanisme permeasi selektif adalah mekanisme pemisahan membran cair

    yang paling sederhana. Pemisahan terjadi hanya karena adanya perbedaan laju permeasi antara zat-zat yang akan dipisahkan melalui membran cair. Secara sederhana, mekanisme pemisahan emulsi membran cair dengan cara permeasi selektif diperlihatkan pada Gambar 2.3.

    Gambar 2.3 menunjukkan bahwa A mempunyai laju permeasi yang lebih besar dari pada B, dalam membran cair.

    Gambar 2.3. Membran permeasi selektif

  • Akibatnya setelah ekstraksi berlangsung untuk beberapa saat, konsentrasi A dalam fasa internal menjadi lebih besar dibandingkan konsentrasi B. Apabila laju permeasi B dalam membran cair sangat kecil, praktis hanya A yang ada dalam fasa internal. Keberhasilan pemisahan dengan mekanisme ini sangat ditentukan oleh cairan yang tepat untuk digunakan sebagai membran cair. Mekanisme ini telah digunakan dengan baik untuk pemisahan senyawa-senyawa hidrokarbon (Noviandri, 1992). 2.5.2. Reaksi kimia dalam fase internal

    Laju ekstraksi dan selektifitas pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara melarutkan suatu pereaksi ke dalam fasa internal. Di dalam fase internal, pereaksi ini akan mengubah zat-zat yang akan di ekstraksi menjadi bentuk yang permeable dalam fasa membran. Hal ini akan mencegah ekstraksi balik dari zat yang telah terekstraksi. Mekanisme pemisahan ini secara sederhana diperlihatkan pada Gambar 2.4.

    Gambar 2.4. Reaksi kimia dalam fasa internal Pada gambar 2.4 diperlihatkan bahwa setelah melewati membran cair,

    ekstraktan ( c ) bereaksi dengan pereaksi R pada permukaan bagian dalam membran dan membentuk hasil reaksi (P) yang tidak permeabel. Akibat reaksi ini, konsentrasi C pada permukaan luar dan permukaan dalam membran. Perbedaan konsentrasi yang besar ini menyebabkan laju difusi C dalam membran menjadi lebih besar, sehingga ekstraksi berlangsung lebih cepat (Noviandri, 1992). 2.5.3. Reaksi kimia dalam membran

    Mekanisme ini didasarkan pada reaksi yang terjadi antara pereaksi yang dilarutkan dalam membran dengan ekstraktan. pereaksi ini disebut dengan zat pembawa (carrier). Pada permukaan luar membran, zat pereaksi ini akan bereaksi

  • dengan ekstraktan, membentuk suatu kompleks yang mempunyai kelarutan yang baik dalam membran. Kompleks ini kemudian berdifusi di dalam membran menuju fasa internal. Pada permukaan dalam membran, ekstraktan dilepaskan dari senyawa kompleks tersebut akibat adanya zat pembebas (stripping agent) yang ada dalam fasa internal. Selanjutnya zat pembawa yang telah melepaskan ekstraktan, berdifusi kembali ke permukaan luar untuk membentuk kompleks dengan ekstraktan yang baru.

    Mekanisme pemisahan ini secara sederhana diperlihatkan pada Gambar 2.5, dimana ekstraktan (D) dipertukarkan dengan zat pembebas (R2) antara fasa eksternal dan fasa internal, dengan bantuan zat pembawa.

    Gambar 2.5. Reaksi kimia dalam membran cair Mekanisme ini umumnya digunakan untuk pemisahan logam-logam.

    Untuk meningkatkan kelarutan logam dalam membran (pelarut organik), ke dalam membran dilarutkan zat pengkompleks yang dapat membentuk kompleks tak bermuatan dengan logam yang akan diekstraksi. Agar dapat digunakan sebagai zat pembawa, ligan harus memiliki syarat-syarat berikut:

    a. Harus dapat larut dalam membran b. Dapat mengkomplekskan kation dengan cukup kuat pada permukaan luar

    membran, Ikatan antara logam dan ligan haruslah tidak terlalu kuat, agar kation dapat dilepaskan pada permukaan dalam membran.

    c. Dapat berfungsi dengan cepat didalam membran Dengan pemilihan zat pembawa yang tepat, keselektifan pemisahan dapat

    ditingkatkan. Beberapa zat pengkompleks komersial seperti: LIX, KELEX, ACORGA, telah dapat digunakan dengan baik.

  • Zat pembebas dalam fasa internal berfungsi untuk melepaskan logam dari ligannya. Akibat reaksi ini, konsentrasi kompleks logam pada permukaan dalam fase membran menjadi sangat kecil. Akibatnya beda konsentrasi kompleks logam pada permukaan luar dan permukaan dalam membran menjadi sangat kecil. Akibat beda konsentrasi kompleks logam pada permukaan luar dan permukaan dalam menjadi besar, sehingga laju difusi kompleks tersebut didalam fasa membran juga menjadi besar. Peningkatan laju difusi ini selanjutnya akan mempercepat laju ekstraksi (Noviandri, 1992).

    2.6. Karakteristik Tributil Fosfat (TBP) Tributil Fosfat adalah senyawa organik yang mempunyai rumus C12H27PO4 merupakan pengektraksi uranium dari senyawa uranil nitrat [UO2(NO3)2] yang mempunyai koefisien distribusi dan selektivitas yang tinggi, tahan radiasi dan tahan asam. Solven TBP-kerosin mempunyai nilai kalori pembakaran 10.000 kkal/kg. Pada pembakaran TBP-kerosin timbul uap fosfat dalam gas hasil pembakaran yang merusak filter kantong dari insenaratornya.

    Struktur Kimia TBP adalah seperti pada Gambar 2.6.

    Gambar 2.6. Struktur Kimia Tributil Fosfat Sifat kimia dari tributil fosfat adalah sebagai berikut: Densitas TBP 0.9727 gr/mL Massa Molar 266.31 gr/mol Titik Lebur -80 oC Titik Didih 289 oC Kelarutan Dalam Air 1 mL/165 mL

    Kelemahan penggunaan TBP yaitu: TBP mempunyai berat jenis yang hampir sama dengan air yaitu 0,973 g/cc sehingga menyulitkan perpindahan uranium dari fasa air ke fasa organik, maka salah satu teknik untuk menurunkan

    PO

    O

    O

    O

    CH3

    CH3

    CH3

  • berat jenis TBP perlu menambahkan pengencer organik. Dalam proses PUREX, TBP digunakan untuk pemungutan dan pemisahan uranium dan plutonium dari unsur-unsur hasil belah (Herhady, 2010).

    2.7. Spektroskopi Serapan Atom Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:

    Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.

    Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.

    Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan: Dimana: lo = intensitas sumber sinar

    lt = intensitas sinar yang diteruskan a = absortivitas molar b = panjang medium c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

    A = absorbans Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya

    berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989). 2.7.1. Cara Kerja AAS Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen berikut: 1. Unit atomisasi

    2. Sumber radiasi

    cbaTI

    ItIoA ..loglog ===

  • 3. Sistem pengukur fotometrik Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku.

    untuk mengubah unsure metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi.

    Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat sumber yang kontinu. Di samping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi dengan semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal sebagai lampu hollow catode. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-atom katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkar, S.M., 1990).

    2.8. Hipotesis Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan yang signifikan masing-

    masing variabel penelitian pada konsentrasi tributil fosfat dan lama waktu ekstraksi terhadap pemisahan ion logam Cu2+, dilakukan pengujian hipotesis:

    1. H0 : i = 0, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi tributil fosfat terhadap pemiasahan ion Cu2+.

    Ha : i 0, berarti ada pengaruh konsentrasi tributil fosfat terhadap pemisahan ion logam Cu2+.

    2. H0 : j = 0, berarti tidak ada pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap pemisahan ion logam Cu2+.

  • 3. H0 : ()ij = 0, berarti tidak ada pengaruh interaksi antara konsentrasi tributil fosfat dan lama waktu ekstraksi terhadap pemisahan ion logam Cu2+. Ha : j 0, berarti ada pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap pemisahan ion logam Cu2+.