(local isolate)of field serum bali cattle

66
TESIS EVALUASI UJI ELISA DENGAN CRUDE ANTIGENCYSTICERCUSTAENIA SAGINATAISOLAT LOKAL PADA SERUM LAPANGAN SAPI BALI PRATIWI DEVI GM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Transcript of (local isolate)of field serum bali cattle

Page 1: (local isolate)of field serum bali cattle

i

TESIS

EVALUASI UJI ELISA DENGAN CRUDE

ANTIGENCYSTICERCUSTAENIA SAGINATAISOLAT

LOKAL PADA SERUM LAPANGAN SAPI BALI

PRATIWI DEVI GM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 2: (local isolate)of field serum bali cattle

i

TESIS

EVALUASI UJI ELISA DENGAN CRUDE

ANTIGENCYSTICERCUSTAENIA SAGINATA ISOLAT

LOKAL PADA SERUM LAPANGAN SAPI BALI

PRATIWI DEVI GM

1192361014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 3: (local isolate)of field serum bali cattle

ii

EVALUASI UJI ELISA DENGAN CRUDE

ANTIGENCYSTICERCUS TAENIA SAGINATAISOLAT

LOKAL PADA SERUM LAPANGAN SAPI BALI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kedokteran Hewan

Program Pascasarjana Universitas Udayana

PRATIWI DEVI GM

NIM 1192361014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN HEWAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 4: (local isolate)of field serum bali cattle

iii

Lembar pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL ………………..

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, MSProf.Dr.Nyoman Sadra Dharmawan,MS

NIP 19621231 198803 1 017 NIP 19581005 198403 1 002

Mengetahui

Ketua

Program StudiKedokteran Hewan

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof.Dr.drh. I Ketut Puja, M.Kes Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)

NIP 19621231 198903 1 315 NIP 19590215 198510 2 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Page 5: (local isolate)of field serum bali cattle

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal…………….

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No 3437/a/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 21 Desember 2013

Ketua : Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, MS.

Anggota :

1. Prof. Dr.drh. Nyoman Sadra Dharmawan,MS.

2. Dr.drh. Nyoman Adi Suratma, MP.

3. Prof.Dr.drh. I Ketut Berata, M.Si.

4. Prof. Dr.drh. I Ketut Puja, M.Kes.

Page 6: (local isolate)of field serum bali cattle

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Pratiwi Devi GM

NIM : 1192361014

Program Studi : Ilmu Kedokteran Hewan

Judul Tesis/Disertasi :Evaluasi uji ELISA dengan crude

antigencysticercusTaenia saginataisolat lokal pada

serum lapangan sapi bali.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Disertasi * ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan

peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 21 Desember 2013

Yang membuat pernyataan

Pratiwi Devi GM

*Coret yang tidak perlu

Page 7: (local isolate)of field serum bali cattle

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar pasir Mandogepada tanggal 23 Juli 1989. Penulis

merupakan anak kedua dari lima bersaudara, putri dari pasangan Bapak Alm.

A.Ginting, S.Pd. dan ibu A.br. Tampubolon, S.Pd.Penulis memulai jenjang

pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1995 di SDN 010113 Bandar pasir

Mandoge (Kelas 1 SD), kemudian pada tahun 1996-2001 di SDN 016528 Bandar

pasir Mandoge (kelas 2 hingga 6 SD), Tamat Sekolah Menengah Pertama tahun

2004 dari SMP Swasta Methodist-2 Kisaran dan Pendidikan Sekolah Menengah

Atas di SMAN-2 Tebing Tinggi tamat pada tahun 2007. Selanjutnyapenulis

menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,

menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) tahun 2011 dan

menyelesaikan Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan tahun 2012. Pada tahun

2011 penulis menempuh Pendidikan Program Magister Program Studi S2

Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Page 8: (local isolate)of field serum bali cattle

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan kehendak dan kasih-Nya, tesis dengan judul”EVALUASI UJI ELISA

DENGAN CRUDE ANTIGENCYSTICERCUS TAENIA SAGINATA ISOLAT

LOKAL PADA SERUM LAPANGAN SAPI BALI”dapat diselesaikan.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. I Made

Damriyasa, MS selaku pembimbing I yang telah membagi pengetahuan dan

banyak memberi masukan kepada penulis; Prof. Dr.drh.Nyoman Sadra

Dharmawan,MS selaku pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan

arahan, masukan, dukungan serta dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan

tulisan ini; Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi. Sp.S (K) selaku Direktur Program

Pascasarjana, Universitas Udayana atas segala fasilitas yang diberikan selama

penulis menempuh pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Kedokteran

Hewan Universitas Udayana; Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kesselaku Ketua

Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah

memberikan fasilitas selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi

Magister Ilmu Kedokteran Hewan Universitas Udayana, serta meluangkan waktu

sebagai penguji dan memberikan masukan demi menyempurnakan tulisan ini;

Dr.drh. Nyoman Adi Suratma, MP dan Prof. Dr.drh. I Ketut Berata, M.Si yang

telah meluangkan waktu untuk menguji tesis ini dan memberikan banyak masukan

untuk menyempurnakannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada drh. I Wayan Masa

Tenaya, M.Phil,Ph.D. yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan

masukan dan arahan kepada penulis, terutama dalam pemeriksaan sampel di

laboratorium. Kepada para dosen di Laboratorium Parasitologi, Fakultas

Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, penulis ucapkan terima kasih atas

masukan dan bimbingannya.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

ayahanda Alm. A. Ginting, S.Pd. yang terkasih. Terima kasih sudah

membesarkan, membimbing, memberi nasehat, mendoakan, mencurahkan kasih

sayang yang tiada henti; ibunda A. br Tampubolon, S.Pd. yang saya banggakan,

Page 9: (local isolate)of field serum bali cattle

viii

terimakasih telah menjadi ibu terhebat. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada abang Jimmi Ricardo GM, adek Sonia Sinalsal GM, Rehjorena Ivana GM

dan H. Rahmadhan Samuel GM yang telah memberikan motivasi dan dukungan

guna terselesaikannya studi di Program Magister, Program Studi Kedokteran

Hewan, Universitas Udayana.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan tesis ini.Namun

dengan adanya bimbingan, saran, serta dorongan dari semua pihak, maka tulisan

ini dapat diselesaikan.Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca, semoga

tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi berbagai

pihak.Segala saran dan kritik guna perbaikan tulisan di masa depan, sangat penulis

harapkan.

Denpasar, 21 Desember 2013

Penulis

Page 10: (local isolate)of field serum bali cattle

ix

ABSTRAK

EVALUASI UJI ELISA DENGAN CRUDE ANTIGENCYSTICERCUS

TAENIA SAGINATAISOLAT LOKAL PADA SERUM LAPANGAN

SAPI BALI

Tujuan penelitianini adalah untuk mengevaluasi uji ELISA dengan crude

antigenisolat lokal menggunakan serum lapangan di Bali serta untuk mengetahui

kejadian sistiserkosis Taenia saginata di Bali. Sampel serum diperoleh dari sapi-

sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) dan sapi yang dipelihara

peternak. Hasil pemeriksaan menunjukkan 237 (87,7%) terdeteksi antibodi

Cystisercus T.saginata. Selanjutnya, sebanyak 90 (33,33%) dari 270 sapi bali

yang diambil serumnya, juga diambil fesesnya untuk pemeriksaan telur cacing.

Hasil pemeriksaan feses menunjukkan sebanyak 80 (88,9%) terinfeksi trematoda

dan 14 (15,5%) terinfeksi campuran trematoda dan nematoda. Dengan

membandingkan hasil serologi ELISA dan hasil pemeriksaan feses pada 90

sampel menggunakan pendekatan Uji Sensitifitas dan Spesifisitas atau Tabel 2 x

2, hasil penelitian ini menunjukkan adanya reaksi silang (cross reaction) antara

Cysticercus T. saginata dan cacing trematoda. Dengan demikian, masih

diperlukan upaya-upaya pemurnian antigen Cysticercus T. saginata isolat lokal

yang dipakai, agar uji lebih sensitif dan spesifik hanya untuk Cysticercus T.

saginata.

Kata Kunci: Sapi bali, ELISA, crude antigenisolat lokal, Cysticercus T. saginata

Page 11: (local isolate)of field serum bali cattle

x

ABSTRACT

ELISA EVALUATION WITH TAENIA SAGINATA CYSTICERCUS

CRUDE ANTIGEN (LOCAL ISOLATE)OF FIELD SERUM

BALI CATTLE

The purpose of this study was to evaluate the ELISA test with crude

antigen local isolate using field serum in Bali as well as to determine the

incidence ofCysticercosis T. saginata in Bali. Serum’s sample obtained from bali

cattles that slaughtered at the abattoir and bali cattle that are raised by farmer at

the field. The result of sera examination showed that 237 (87,7%) detected

antibodies of Cystisercus T. saginata. Furthermore, as many as 90 (33,33%) of the

270 bali cattle, their feces were also taken for examination of worm eggs. Results

of stool examination showed 80 (88,9%) infected with trematodes and 14 (15,5%)

infected with a mixture of trematodes and nematodes. By comparing the results of

ELISA serology and the resultsof stool examination on 90 samples using the test

of sensitivity and specificity approach or Table 2 x 2, the results of this study

showed a cross-reaction between Cysticercus T. saginata and trematode. Further

efforts are still needed for purification of CysticercusT. saginatalocalantigen

isolates for more sensitive and specific just to Cysticercus T. saginata.

Keywords: Bali cattle, ELISA, crude antigen local isolate, Cysticercus T.

saginata.

Page 12: (local isolate)of field serum bali cattle

xi

RINGKASAN

EVALUASI UJI ELISA DENGAN CRUDE

ANTIGENCYSTICERCUSTAENIA SAGINATAISOLAT LOKAL PADA

SERUM LAPANGAN

SAPI BALI

Sampai saat ini data mengenai kejadian sistiserkosis pada sapi bali di Bali

belum pernah dilaporkan. Hal ini disebabkan karena diagnosis sistiserkosis pada

hewan hidup memiliki sensitifitas yang rendah.Diagnosis sistiserkosis biasanya

dilakukan dengan carapost mortem, yakni dengan pemeriksaan kesehatan daging.

Dengan telah dikembangkannya metode pemeriksaan Enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA) menggunakan antigen isolat lokal oleh Lubis et al.

(2013), penelitian ini dibuat untuk mengevaluasi uji ELISA tersebut,

menggunakan serum lapangan di Bali. Mengingat uji serologi ini baru

diperkenalkan, perlu dilakukan evaluasi terhadap sensitifitas dan spesifisitasnya

dengan membandingkan hasil uji serologi dan hasil pemeriksaan feses.

Sampel serum diperoleh dari sapi baliyang dipotong di RPH Pesanggaran

dan dari sapi bali yang dipelihara peternak di lapangan. Pemeriksaan serum

dilakukan dengan uji ELISA menggunakan antigen isolat lokal CysticercusT.

saginatadari hasil penelitian sebelumnya.Feses diperiksa dengan metode apung

dan sedimen. Evaluasi antigen yang digunakan dalam uji ELISA ini dilakukan

dengan cara membandingkan hasil uji serologi dan hasil pemeriksaan feses

dengan menerapkan uji sensitifitas dan spesifisitas menggunakan Tabel 2 x 2.

Dari 270 sampel serum yang diperiksa, 237 (87,7%) terdeteksi antibodi

Cystisercus T.saginata. Sebanyak 90 (33,3%) dari 270 sapi bali yang diambil

serumnya untuk uji ELISA, juga diambil fesesnya untuk pemeriksaan telur cacing.

Dari uji sedimentasi dan uji apung yang dilakukan, ditemukan telur cacing

trematoda sebanyak 80 (88,9%) sampel; telur nematoda pada 1 (1,1%) sampel;

dan campuran antara telur trematoda dan nematoda pada 14 (15,5%) sampel.

Dengan membandingkan hasil serologi ELISA dan hasil pemeriksaan feses pada

90 sampel menggunakan pendekatan Uji Sensitifitas dan Spesifisitas atau Tabel 2

x 2, diketahui adanya reaksi silang (cross reaction) antara Cysticercus T. saginata

dan cacing trematoda.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa uji serologi ELISA dengan

antigen isolat lokal yang dipakai mendeteksi antibodi Cysticercus T. saginata

pada sapi bali, masih memberikan reaksi silang dengan cacing trematoda. Oleh

karena itu, ke depan masih diperlukan upaya-upaya pemurnian antigen isolat lokal

tersebut, agar lebih sensitif dan spesifik hanya untuk Cysticercus T. saginata.

Page 13: (local isolate)of field serum bali cattle

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM .................................................................................................. i

PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................ v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. vii

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

ABSTRACT ............................................................................................................ x

RINGKASAN ........................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

BAB IIKAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 4

2.1 Sapi Bali ........................................................................................... 4

2.2 T. saginata ........................................................................................ 5

2.3 Prevalensi T. saginata ...................................................................... 8

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN .................. 10

3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 10

3.2 Konsep Penelitian............................................................................................ 12

BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 13

4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 13

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 13

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 13

4.4 Bahan Penelitian.............................................................................................. 14

4.5 Instrumen Penelitian....................................................................................... 14

4.6 Prosedur Penelitian.......................................................................................... 14

4.6.1 Pemilihan dan Pengambilan Sampel ................................. 14

4.6.2 Pemeriksaan Serologi ................................................................................... 15

4.6.3 Pemeriksaan Feses ....................................................................................... 16

4.6.3.1 Pemeriksaan Konsentrasi Pengendapan .................................................... 16

4.6.3.2 Pemeriksaan Konsentrasi Pengapungan…… ............................................ 16

4.7 Analisis Data ................................................................................................. ..17

Page 14: (local isolate)of field serum bali cattle

xiii

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 18

5.1 Uji Serologi .................................................................................... 18

5.2 Pemeriksaan Feses ......................................................................... 19

BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 22

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

LAMPIRAN .......................................................................................................... 33

Page 15: (local isolate)of field serum bali cattle

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Hasil Uji ELISA Serum Sapi bali di Bali terhadap Antibodi CysticercusT.

saginata ............................................................................................................. 18

5.2 Sensitifitas dan Sfesifisitas Uji ELISA dengan Infeksi Trematoda .................. 20

5.3 Sensitifitas dan Sfesifisitas Uji ELISA dengan Infeksi Nematoda ................... 20

5.4 Sensitifitas dan Sfesifisitas Uji ELISA dengan Infeksi campuran

Trematodadan Nematoda .................................................................................. 21

Page 16: (local isolate)of field serum bali cattle

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2.1 Siklus Hidup T. saginata ....................................................................... 6

Gambar 3.2.1 Konsep Penelitian ................................................................................ 12

Page 17: (local isolate)of field serum bali cattle

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA ............................................................................ 32

Lampiran 2. Data Hasil Pemeriksaan Feses ............................................................... 44

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Feses di Mikroskop Pembesaran Objektif 40 x ...... 48

Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 49

Page 18: (local isolate)of field serum bali cattle

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hewan yang dapat menular ke manusia masih merupakan

masalah besar di hampir semua negara baik pada negara berkembang maupun

negara maju.Penyakit ini dikenal dengan zoonosis.Zoonosis dapat ditularkan dari

hewan ke manusia melalui beberapa cara, baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Secara langsung kontak antara hewan dengan manusia, secara tidak

langsung misalnya melalui hewan perantara. Salah satu zoonosis yang dapat

ditularkan melalui pangan adalah infeksi Taenia saginata (Suharsono, 2002;

Nichlos dan Smith, 2003).

Cacing T. saginata berparasit pada usus manusia, sementara bentuk

larvanya yang dikenal dengan Cysticercus T. saginata menginfeksi otot-otot

sapi.Manusia terinfeksi taeniasis bila mengkonsumsi daging sapi yang tidak

dimasak atau kurang matang yang mengandung sistiserkosis T. saginata.

Sebaliknya sapi akan terinfeksi sistiserkosis bila menelan telur atau proglotid T.

saginata yang dikeluarkan melalui feses manusia (Dharmawan et al., 2012).

Kasus sistiserkosis pada sapi di Provinsi Bali belum pernah dilaporkan

oleh instansi resmi pemeriksaan daging maupun peneliti.Itu tidak berarti bahwa

kasus tidak ada karena kasus taeniasis pada manusia masih sering dilaporkan.

Menurut Wandra et al., (2007) kasus taeniasis dilaporkan di empat kabupaten di

Bali (Gianyar, Badung, Denpasar, Karangasem) sejak tahun 2002-2005. Dari 540

orang yang disurvei, prevalensi taeniasis T. saginata berkisar antara 1,1%-27,5%.

Prevalensi taeniasis T. saginata meningkat secara cepat di Gianyar, tahun 2002

(25,6%) dan tahun 2005 (23,8%), dibandingkan dengan survei sebelumnya pada

tahun 1977 (2,1%) dan 1999 (1,3%) (Simanjuntak et al., 1997; Sutisna et al.,

2000) sedangkan hasil survei yang dilakukan di Bali pada tahun 2002-2009

menemukan 80 kasus taeniasis T. saginata dari 660 orang yang diperiksa (Wandra

et al., 2011).

Page 19: (local isolate)of field serum bali cattle

2

Tingginya kasus taeniasis di Bali diduga karena masih banyak ditemukan

keluarga yang gemar mengkonsumsi daging sapi mentah berupa lawar.Lawar

merupakan makanan khas Bali yang dibuat dari daging babi atau daging sapi

mentah yang dicampur bumbu, sayuran dan parutan kelapa. Di sisi lain, ternak

terinfeksi saat memakan rumput yang tercemar telur cacing yang terkandung

dalam kotoran manusia.

Sampai saat ini data mengenai kejadian sistiserkosis pada sapi bali di Bali

belum pernah dilaporkan. Hal ini disebabkan karena diagnosis sistiserkosis pada

hewan hidup memiliki sensitifitas yang rendah. Saat ini biasanya diagnosis

sistiserkosis dilakukan dengan cara post mortem yakni dengan melakukan

pemeriksaan kesehatan daging dengan menemukan parasit. Dengan adanya

metode pemeriksaan Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) menggunakan

antigen isolat lokal yang dikembangkan oleh Lubis et al. (2013), penelitian ini

dibuat untuk mengevaluasi uji ELISA tersebut dengan menggunakan serum

lapangan di Bali. Uji serologi terhadap kejadian sistiserkosis T. saginata pada sapi

bali di Bali merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan, karena itu

dilakukan juga evaluasi terhadap sensitifitas dan spesifisitas uji dengan

membandingkan hasil uji serologi dan hasil pemeriksaan feses.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini maka permasalahan yang

diangkat adalah;

a. apakah uji ELISA dengan antigen isolat lokal tersebut dapat diterapkan/

cukup valid?

b. dengan menggunakan metode yang dikembangkan tersebut, berapa

prevalensi sistiserkosis T. saginata pada sapi bali di Bali?

Page 20: (local isolate)of field serum bali cattle

3

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. mengevaluasi uji ELISA yang dikembangkan oleh Lubis et al. (2013).

b. mengetahui kejadian sistiserkosis T. saginata di Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan ilmu tentang

potensi antigen isolat lokal Cysticercus T. saginata yang dipakai uji ELISA dan

sekaligus mengetahui kejadian sistiserkosis pada sapi bali di Bali.

Page 21: (local isolate)of field serum bali cattle

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Sapi Bali

Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi

berabad-abad lalu. Sapi bali termasuk Famili Bovidae, Genus Bos dan Subgenus

Bibovine (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Sapi bali merupakan kekayaan plasma

nutfah Indonesia yang perlu dipertahankan kelestariannya (Wiryosuhanto, 1996).

Tempat dimulainya domestikasi sapi bali masih terdapat perbedaan pendapat,

dimana Meijer (1962) berpendapat proses domestikasi terjadi di Jawa, namun

Payne dan Rollinson (1973) menduga bahwa asal mula sapi bali adalah dari Pulau

Bali mengingat tempat ini merupakan pusat distribusi sapi bali di Indonesia.

Nozawa (1979) menduga gen asli sapi bali berasal dari Pulau Bali yang kemudian

menyebar luas ke daerah Asia Tenggara, dengan kata lain bahwa pusat gen sapi

bali adalah di Pulau Bali. Sapi bali memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1)

tingkat kesuburan sangat tinggi, (2) merupakan sapi pekerja yang baik dan efisien,

(3) dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi, (4) persentase karkas tinggi,

(5) daging rendah lemak subkutan, (6) heterosis positif tinggi pada persilangan

(Pane, 1990).

Menurut Wiliamson dan Payne (1993), ciri-ciri fisik sapi bali adalah

berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah

bata dan coklat tua.Bibir, kaki, ekor berwarna hitam, kaki berwarna putih dari

lutut ke bawah (white stocking), ditemukan warna putih di bawah paha dan bagian

oval putih yang amat jelas pada bagian pantat.Pada punggung ditemukan garis

hitam di sepanjang garis punggung yang disebut garis belut.Pada waktu lahir, baik

jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas

pada bagian belakang kaki.Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat

mencapai dewasa dan jantan lebih gelap daripada betina.Warna hitam menghilang

dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri.Bulu pendek,

halus dan licin.Kulit berpigmen dan halus.Kepala lebar dan pendek dengan

puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Sapi bali jantan

Page 22: (local isolate)of field serum bali cattle

5

maupun betina mempunyai tanduk, yang berbeda dalam ukuran dan bentuknya

dan ada beberapa variasi tipe tanduk pada kedua jenis kelamin tersebut. Panjang

tanduk sapi jantan biasanya 20-25 cm, bentuk tanduk yang ideal pada sapi jantan

disebut bentuk tanduk silak conglok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-

mula dari dasar sedikit keluar (tumbuh ke arah samping), lalu membengkok ke

atas dan kemudian pada ujungnya membengkok sedikit ke arah luar. Pada sapi

betina, bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa yaitu jalannya

pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi mengarah ke atas dan pada ujungnya

sedikit mengarah ke belakang dan kemudian melengkung ke bawah lagi mengarah

ke kepala (ke dalam).

2.2 T. saginata

Taenia saginata merupakan cacing pita pada sapi.Manusia berperan

sebagai hospes definitif sedangkan sapi maupun kerbau berperan sebagai hospes

perantara (Wandra et al., 2006).Skoleks T. saginata berbentuk segiempat, dengan

garis tengah 1-2 milimeter, dan mempunyai 4 alat isap (sucker).Tidak ada

rostelum maupun kait pada skoleks. Leher T. saginata berbentuk sempit

memanjang, dengan lebar sekitar 0,5 milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di

dalamnya tidak terlihat struktur (Handojo dan Margono, 2008).Segmen T.

saginata dapat mencapai 2000 buah. Segmen mature mempunyai ukuran panjang

3-4 kali ukuran lebar. Segmen gravid paling ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm.

Lubang genital terletak di dekat ujung posterior segmen. Uterus pada segmen

gravid uterus berbentuk batang memanjang di pertengahan segmen, mempunyai

15–30 cabang di setiap sisi segmen.Segmen gravid dilepaskan satu demi satu, dan

tiap segmen gravid dapat bergerak sendiri di luar anus.Segmen gravid T. saginata

lebih cenderung untuk bergerak dibandingkan dengan segmen gravid cacing pita

babi (CFSPH, 2005).

Fase larva dari T. saginata disebut Cysticercus bovis.Cysticercus bovis terdapat di

dalam tubuh hospes perantara (sapi) terdiri dari kantong tipis yang dindingnya

mengandung skoleks dan rongga ditengahnya berisi sedikit cairan jernih

(Iskandar, 2005).Penyakit parasitik yang disebabkan oleh Cysticercusdisebut

Page 23: (local isolate)of field serum bali cattle

6

Sistiserkosis.Sistiserkosis ditandai dengan adanya kista pada otot skeletal dari

hospes.Kista juga sering dijumpai pada otot masseter, jantung dan

diafragma.Kista Cysticercus bovis berukuran 6-9 mm, diameternya sekitar 5 mm

ketika sudah berkembang sempurna (Pustekkom, 2005).

Gambar 2.2.1 Siklus hidup T. saginata

Sumber: CDC, Center for Disease Control and Prevention, Department of Health

and Human Services (http://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/biology.html).

Dalam usus manusia terdapat proglotid gravidyang mengandung banyak

telur Bila telur atau proglotid gravid yang keluar termakan sapi, akan berkembang

menjadi larva onkosfer. Larva onkofter menembus usus dan masuk kedalam

pembuluh darah atau pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot lurik dan

membentuk kista Cysticercus bovis. Manusia akan tertular cacing ini apabila

memakan daging sapi mentah atau setengah matang. Dinding Cysticercus

bovisakan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada

Page 24: (local isolate)of field serum bali cattle

7

usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang dapat

menghasilkan telur. Proglotid dewasa akan keluar bersama feses, kemudian

termakan oleh sapi. Selanjutnya proglotid gravid dalam usus sapi akan menetas

menjadi larva onkosfer. Setelah itu larva akan tumbuh dan berkembang mengikuti

siklus hidup seperti Gambar 2.2.1 diatas (CDC, 2011).

Diagnosis sistiserkosis dilakukan dengan cara post mortem yakni dengan

melakukan pemeriksaan kesehatan daging dengan menemukan parasit. Selain itu

metode diagnosa yang dipakai untuk mendiagnosa sistiserkosis adalah palpasi.

Diagnosa sistiserkosis dengan cara palpasi pada hewan telah dilaporkan sangat

spesifik, tetapi sensitifitasnya rendah terutama pada hewan dengan infeksi sedang

(Gonzales et al., 2001). Oleh sebab itu dikembangkan metode diagnosa yang

mudah dan dapat dipercaya, salah satu metode yang dikembangkan adalah uji

imunodiagnostik ELISA. Menurut da Silva et al. (2000) uji ELISA terhadap kasus

neurocysticerkosis pada manusia memiliki tingkat sensitifitas 95%, sementara

Pinto et al. (2000) mengatakan bahwa diagnosis sistiserkosis pada babi dengan

menggunakan uji ELISA menggunakan sampel antigen cairan vesikel memiliki

tingkat sensitifitas 80-96 % dan spesifisitas 97,5-100%. Husain et al.(2001)

menggunakan ekstrak membrane cysticercus fasciolaris untuk imunodiagnostik

neurocysticercosis, tes ini memiliki sensitifitas secara keseluruhan 93,54% dan

spesifisitas 84,2% dengan nilai prediksi positif 93,54% dan nilai prediksi negatif

84,2%. Das et al. (2002) mengatakan bahwa ELISA memiliki tingkat sensitifitas

yang baik terhadap diagnostik neurocysticercosis. Dari uraian diatas dapat

dikatakan bahwa ELISA merupakan uji yang paling banyak digunakan dan teknik

ini umumnya memberi hasil yang baik. Menurut Ito et al. (2002) bahkan dewasa

ini, telah umum diketahui bahwa laporan tentang epidemiologi kejadian

sistiserkosis di beberapa negara, datanya diperoleh dari pemeriksaan serologis.

Sistiserkosis pada hewan dapat ditekan dengan cara mengobati induk

semang definitif yang menderita Taeniasis. Selain itu, untuk mencegah terjadinya

infeksi T. saginata, sapi dikandangkan sehingga kontak langsung antara sapi

dengan feses manusia dapat diminimalisir. Pengobatan Taeniasis pada hewan bisa

dilakukan dengan pemberian obat cacing praziquantel, epsiprantel, mebendazole,

Page 25: (local isolate)of field serum bali cattle

8

febantel dan fenbendazole.Demikian juga untuk pengobatan taeniasis pada

manusia, pemberian obat cacing praziquantel, niclosamide, buclosamide atau

mebendazole dapat membunuh cacing dewasa dalam usus (OIE, 2005).

2.3 Prevalensi T. saginata

Taenia saginata merupakan penyakit parasitik zoonosis di seluruh dunia

dengan perkiraan sekitar 50 juta kasus infeksi (Wanzala et al., 2003).Selanjutnya

Wanzala (2003) melaporkan bahwa 50.000 orang meninggal akibat infeksi T.

saginata. Endemitas taeniasis dan sistiserkosis di suatu wilayah dipengaruhi oleh

adanya beberapa faktor yaitu: (1) pembuangan kotoran manusia yang tidak

memenuhi syarat kesehatan, misalnya kebiasaan buang air besar disembarang

tempat sehingga telur taenia menyebar melalui air, lalat dan mobilitas manusia;

(2) pemeliharaan sapi dan babi yang tidak dikandangkan, sehingga

memungkinkan sapi dan babi memakan feses manusia; (3) hygiene-sanitasi

individu yang rendah, misalkan kebiasaan tidak membersihkan tangan sebelum

makan; dan (4) kebiasaan tertentu sehubungan dengan makanan, misalnya

hidangan yang mengandung daging sapi atau daging babi mentah ( Batero, 1989).

Infeksi T. saginata ditemukan di Afrika, Timur Tengah dan beberapa

bagian dari Eropa.Infeksi jarang terjadi di negara-negara seperti Amerika Serikat,

Kanada dan Australia (J, Howell dan Brown G, 2008).Prevalensi infeksi T.

saginata berbeda disetiap negara, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Asia

Tengah, sekitar Asia Timur, Afrika Tengah, dan Afrika Timur (lebih dari 10%).

Daerah dengan prevalensi infeksi 0,1% hingga 10% seperti negara pada daerah

Asia Tenggara seperti Thailand, India, Vietnam, dan Filipina. Daerah dengan

prevalensi rendah (sekitar 1% penderita) seperti beberapa negara di Asia

Tenggara, Eropa, serta Amerika Tengah dan Selatan (Sheikh, et al., 2008; Del

Brutto, 2005).

Page 26: (local isolate)of field serum bali cattle

9

Tiga provinsi di Indonesia yang merupakan daerah endemis

taeniosis/sistiserkosis adalah Bali (T. solium) dan (T. saginata), Sumatera Utara

(T. asiantica), dan Papua (T. solium). Survei yang dilakukan di Bali pada empat

desa diempat kecamatan (Kecamatan Gianyar, Badung, Denpasar, Karangasem)

pada tahun 2002-2004, tingkat prevalensi taeniosis T. saginata 1,1%-27,5%.

Tingkat prevalensi taeniosis T. saginata meningkat secara cepat di Gianyar, tahun

2002 (25,6%) dan tahun 2005 (23,8%), dibandingkan dengan survey sebelumnya

pada tahun 1977(2,1%) dan tahun 1999 (1,3%) (Wandra et al., 2006, Dharmawan

et al., 2009). Pada penelitian yang dilakukan Sutisna tahun 2000 di Br. Pamesan,

Desa Ketewel, Gianyar (penduduk sebanyak 765 orang), dari 156 feses yang

diperiksa 2 mengandung Taenia (Prevalensi1,3%). Kedua kasus tersebut ternyata

disebabkan oleh T. saginata. Dari 115 serum yang diperiksa, 6 menunjukkan

seropositif (5,2%). Kasus tersebut terdiri dari 3 laki-laki dan 3 perempuan,

berumur 26-46 tahun.Di samping kelompok penelitian, 13 orang mengeluh

mengeluarkan proglotida juga diperiksa, dan ternyata mengandung infeksi Taenia,

terdiri dari T. saginata dan T. solium.Dua diantaranya menunjukkan hasil

seropositif, seorang terinfeksi T. solium dan yang lainnya T. saginata.Hal tersebut

menunjukkan bahwa taeniosis dan sistiserkosis memang endemis pada penduduk

Pulau Bali (Sutisna et al.,2000).

Kasus sistiserkosis pada sapi ditemukan hampir diseluruh dunia, dengan

kategori prevalensi rendah di negara maju, moderat di negara-negara Asia selatan,

dan tinggi di negara-negara sedang berkembang dan di Sub Sahara Afrika (Taresa

et. al., 2011; Dharmawan et. al., 2012).Data kejadian sistiserkosis karena

Cystiserkus T. saginata di beberapa negara kebanyakan diambil dari laporan-

laporan pemeriksaan kesehatan daging (Dharmawan, 1995).Sementara untuk

kasus Cystiserkus T. saginata di Bali belum pernah secara resmi dilaporkan.

Page 27: (local isolate)of field serum bali cattle

10

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Sistiserkosis dan taeniasis selain merupakan masalah kesehatan

masyarakat, juga menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi.Sistiserkosis

dapat menurunkan nilai jual daging karena daging yang terinfeksi harus

dimusnahkan (Flisser et al., 2006).Seperti yang dilaporkan angka prevalensi

penyakit ini tersebar diberbagai wilayah Indonesia dengan tingkat prevalensi yang

bervariasi. Namun data tentang prevalensi sistiserkosis T. saginata pada sapi bali

di Bali sampai saat ini belum tersedia.

Upaya penanggulangan sistiserkosis dan taeniasis sebenarnya tidak sulit,

namun di Indonesia penyakit ini masih terabaikan.Salah satu metode

penanggulangan yang efisien terhadap sistiserkosis dan taeniasis adalah dengan

memutus rantai daur hidup parasit tersebut.Manusia terinfeksi taeniasis bila

mengkonsumsi daging sapi yang tidak dimasak atau kurang matang yang

mengandung sisitiserkosis T. saginata. Sebaliknya, sapi akan terinfeksi

sistiserkosis bila menelan telur atau proglotid T. saginata yang dikeluarkan

melalui feses manusia (Dharmawan et al., 2012).

Kendalanya sampai saat ini adalah kurangnya data tentang keberadaan

sistiserkosis tersebut pada sapi bali di Bali. Ketiadaan informasi ini, disebabkan

karena kurangnya perhatian terhadap pemeriksaan kesehatan daging baik di RPH

maupun di tempat-tempat pemotongan sapi tradisional.Selain itu, teknik

diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi sistiserkosis pada hewan lebih

banyak menggunakan uji-uji yang dilakukan post mortem. Hal ini juga

menyebabkan upaya untuk mengetahui prevalensi kejadian sistiserkosis pada

sapibali di Bali tidak optimal. Dengan adanya teknik diagnostik yang

dipermudah, misalnya dengan menggunakan antigen isolat lokal yang

Page 28: (local isolate)of field serum bali cattle

11

dikembangkan Lubis et al. (2013), dapat di deteksi keberadaan antibodi

Cysticercus T. saginata.

Akan tetapi, dari beberapa laporan tentang pengembangan uji diagnostik

serologi untuk sistiserkosis dan taeniasis, diketahui bahwa uji serologi sering kali

belum optimal, karena hasil yang diperoleh masih menunjukkan reaksi silang

(cross reaction) dengan parasit lain. Kumar dan Tadesse (2011) melaporkan

bahwa uji serologi dengan menggunakan crude antigen yang dipakai untuk

mendeteksi antibodi cysticercus/taenia sering bermasalah dari segi spesifisitasnya,

terutama bila diterapkan pada ternak yang terpapar oleh parasit lain yang

mengakibatkan timbulnya reaksi silang. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ito

(2013), yang menyatakan bahwa dari hasil penelitian dan pengamatannya

menemukan bahwa penggunaan crude antigen untuk uji serologi terhadap infeksi

cestoda, sering memberi hasil positif palsu (false positives). Tingginya persentase

kejadian sistiserkosis pada sapi yang ditunjukkan dari hasil pemeriksaan serologi,

oleh Kandil et al. (2012) dilaporkan juga dapat disebabkan oleh adanya reaksi

silang dengan parasit lain.

Sementara itu, Oliveira et al. (2007) secara spesifik melaporkan bahwa

penggunaan antigen Cysticercus T. saginata untuk uji serologi, memperlihatkan

reaksi silang antara infeksi Taenia sp, Hymenolepis nana dan infeksi

Echinococcus granulosus.Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya variasi

dari antigenic epitopes masing-masing spesies.Reaksi silang yang terjadi di antara

Taenia sp. dan Hymenolepis sp. sangat terkait dengan hubungan filogenetiknya,

kedua sepesies cacing pita tersebut berasal dari Family Taeneiidae (Oliveire et al.,

2007). Saat ini, ELISA sebagai uji serologi telah digunakan secara ekstensif dan

universal untuk diagnosis sistiserkosis, dan tidak jarang memiliki nilai sensistifitas

dan spesifisitas yang tinggi (dari 90% sampai 100%), tergantung dari antigen

spesifik yang digunakan (Cai et al., 2006).

Page 29: (local isolate)of field serum bali cattle

12

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas yang dilandasi kepustakaan dan

dasar teori, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut.

Gambar 3.2.1: Konsep Penelitian

Sapi bali

Daerah endemis RPH Pesanggaran

dan daerah endemis

Serum Feses

ELISA, antigen

isolat lokal

Pemeriksaan feses,

sedimentasi dan

pengapungan

Hasil uji serologi,

Prevalensi

Hasil pemeriksaan

telur cacing

Evaluasi Antigen uji ELISA

Uji sensitifitas dan spesifisitas hasil uji serologi dan pemeriksaan feses

Page 30: (local isolate)of field serum bali cattle

13

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian obervasional untuk mengevaluasi uji

ELISA dengan crude antigen isolat lokal menggunakan serum sapi lapangan di

Bali dan untuk mengetahui prevalensi sistiserkosis T. saginata di Bali. Oleh

karena uji serologi dengan menggunakan antigen isolat lokal ini baru pertama kali

diterapkan di lapangan, evaluasi sensitifitas dan spesifisitas uji dilakukan dengan

membandingkan hasil uji serologi dan hasil pemeriksaan feses. Angka prevalensi

ditetapkan menggunakan point prevalence-rate.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Pengambilan sampel serum sapi bali dan pengambilan sampel feses di

lapangan dilakukan di beberapa daerah di Bali (Gianyar, Karangasem, Jembrana,

Badung, dan Klungkung) secara purposive. Sampel serum juga diambil pada

sapi-sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan Pesanggaran.Penelitian

laboratorium dikerjakaan di Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar dan

Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Denpasar.Penelitian dilakukan pada bulan Mei – September 2013.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah evaluasi uji ELISA dengan crude antigen

isolat lokal menggunakan serum lapangan di Bali dan penetapan prevalensi

sistisserkosis T. saginata pada sapi bali di Bali. Sampel serum sapi bali diperoleh

dari beberapa daerah dan dari sapi-sapi yang disembelih di RPH Pesanggaran dan

di daerah endemis taeniasisis-sistiserkosis. Teknik diagnostik dengan uji

ELISAmenggunakan antigen lokal berupa crude antigenCysticercusT. saginata

hasil penelitian sebelumnya.Untuk mengevaluasi uji serologis dilakukan

perbandingan hasil pemeriksaan ELISA dan hasil pemeriksaan feses.

Page 31: (local isolate)of field serum bali cattle

14

4.4 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: antigen Cysticercus T.

saginata, konjugat (IgG-Peroxidase antibody produced in rabbit(Sigma), substrat

ABTS mengandung 2,2’–azino-di-(3-ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid)

hydrogen peroxydase (BIORAD), skim milk 5%, serum sapi bali, feses sapi bali,

PBS, PBS-Tween, Larutan stopper (oxalic acid), coating buffer (0,1M larutan

karbonat pH 9,6), Alkohol 70 %, aquadest, formalin dan NaCl.

4.5 Instrumen Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: spuit, stiker

kertas, tabung sentrifuge, sentrifugator, inkubator (37ºC), komputer, ELISA

reader (mikroplate reader Bio-Rad model 550), ELISA washer (Imunowash Bio-

rad model 1575), shaker (Tirtex), multichannel pippet, tip, plate ELISA, kulkas 4

oC , magnetic stirrer, rak shaker, gelas beker, saringan teh, objek gelas, gelas

penutup, mikroskop, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet Pasteur.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Pemilihan dan pengambilan sampel

Target populasi dalam penelitian ini adalah sapi bali yang dipotong di

RPH Pesanggaran dan daerah endemis. Dipilihnya sapi bali yang dipotong di

rumah potong hewan karena daging sapi tersebut sangat potensial dalam

penularan zoonosis tersebut ke manusia, sedangkan sampel daerah endemis dipilih

untuk pencegahan/pemutusan siklus hidup T. saginata. Sampel yang diambil

berupa darah sapi bali dan beberapa sampel feses. Sampel darah yang diperoleh

disentrifius untuk memperoleh serum. Serum yang didapat disimpan pada suhu -

20oC sampai akan digunakan. Sesuai dengan Thrusfield (2007) penentuan jumlah

sampel dilakukan dengan rumus:

n=1,962Pexp(1-Pexp),

d2

Page 32: (local isolate)of field serum bali cattle

15

Dimana n = Jumlah sampel

Pexp= Prevalensi yang diperkirakan

d = Selang kepercayaan

Diketahui, Pexp= 20%

d = 0,5

n = 1,962 x 0, 2 (1 - 0,2)

0,25

= 246 sampel

4.6.2 Pemeriksaan Serologi

Deteksi antibodi terhadap Cysticercus T. saginata serum sapi bali yang

diperoleh dari peternak maupun rumah potong hewan dilakukan dengan uji

ELISA. Tahapan pemeriksaan antibodi dengan uji ELISA dilakukan dengan

mempersiapkan 96-well polystyrene ELISA plates dilapisi dengan crude antigen,

kemudian diinkubasi selama 15 jam pada suhu 4oC dengan konsentrasi sesuai

dengan hasil titrasi antigen. Setelah inkubasi dicuci 3 kali dengan PBS-0,5 yang

mengandung 0,1% Tween 20 (PBS-0,5 Tween). Sampel serum diencerkan PBS-

0,5 Tween sesuai dengan hasil titrasi sampel kemudian diinkubasikan selama 1

jam pada temperatur kamar. Setelah inkubasi dicuci lagi sebanyak 3 kali dengan

PBS-0,5 Tween. Selanjutnya ditambahkan konjugat dengan pengenceran sesuai

dengan hasil titrasi. Setelah dilakukan pencucian 3 kali dengan PBS-0,5 Tween

maka dilakukan penambahan substrat yang mengandung o-phenylenediamine

dihydrochloride (Sigma) dan 0,0012% hydrogen peroxydase. Reaksi dihentikan

dengan penambahan asam sulfat 0,5 M setelah inkubasi pada ruang gelap selama

15 menit. Optical density kemudian dibaca pada ELISA-reader pada 490 nm. Dari

hasil pembacaan tersebut kemudian ditentukan index OD (OD sampel-OD

Kontrol negatif: OD Kontrol positif – OD Kontrol negatif).

Page 33: (local isolate)of field serum bali cattle

16

4.6.3. Pemeriksaan feses

4.6.3.1 Pemeriksaan konsentrasi pengendapan (sedimentasi)

Feses sebesar biji kemiri (± 3 gram) dimasukkan kedalam gelas beker,

kemudian ditambahkan aquades sampai konsentrasi kira-kira 10%.Larutan

kemudian diaduk sampai homogen.Lalu disaring memakai saringan teh untuk

menghilangkan bagian yang berukuran besar.Hasil saringan masukkan kedalam

tabung sentrifuge sampai volume ¾.Sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm

selama 2-3 menit.Kemudian tabung sentrifuge dikeluarkan dari sentrifugator,

sepernatan dibuang lalu sedimen yg ada didasar tabung diaduk sampai homogen.

Bahan tersebut dibuat preparat dan dilakukan pemeriksaan menggunakan

mikroskop pembesaran objektif 40 x.

4.6.3.2 Pemeriksaan Konsentrasi Pengapungan

Feses sebesar biji kemiri (± 3 gram) dimasukkan kedalam gelas beker,

kemudian ditambahkan aquades sampai konsentrasi kira-kira 10%.Larutan

kemudian diaduk sampai homogen, lalu disaring memakai saringan teh untuk

menghilangkan bagian yang berukuran besar.Hasil saringan kemudian

dimasukkan kedalam tabung sentrifuge sampai volume ¾.Sentrifuge dengan

kecepatan 1500 rpm selama 2-3 menit. Tabung sentrifuge dikeluarkan dari

sentrifugator, sepernatan dibuang kemudian ditambahkan larutan pengapung NaCl

jenuh ¾ volume, diaduk hingga homogen. Tabung dimasukkan kembali kedalam

sentrifugator dan selanjutnya ditaruh pada rak tabung reaksi dengan posisi tegak

lurus. Tetesi tabung reaksi dengan larutan NaCl jenuh dengan menggunakan pipet

Pasteur secara perlahan sampai permukaan cairan cembung (penambahan cairan

pengapung tidak boleh sampai tumpah). Ditunggu 1-2 menit, ambil gelas penutup

kemudian disentuhkan pada permukaan cairan pengapung dan setelah itu

ditempelkan diatas gelas obyek. Diperiksa dengan menggunakan mikroskop

pembesaran objektif 40 x.

Page 34: (local isolate)of field serum bali cattle

17

4.7 Analisa data

Data pemeriksaan serologi berupa nilai optical density (OD) dari serum

yang dinyatakan positif dicatat, lalu ditabulasi dalam bentuk tabel sesuai asal

sampel. Penetapan angka prevalensi dilakukan sesuai dengan metode point

prevalence rate dengan membagi jumlah sampel positif dengan jumlah sampel

yang diperiksa, dikalikan 100% (Thrusfield, 2007).Untuk evaluasi antigen yang

digunakan dalam uji ELISA, hasil uji serologi dan hasil pemeriksaan feses

dianalissis dengan uji sensitifitas dan spesifisitas menggunakan Tabel 2 x 2

(Thrusfield, 2007).

Page 35: (local isolate)of field serum bali cattle

18

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Serologi

Untuk mengevaluasi uji ELISA dengan crude antigen isolat lokal telah

diperiksa 270 sampel serum sapi yang berasal dari beberapa kabupaten. Serum

tersebut diperoleh dari sapi-sapi bali yang dipelihara oleh peternak di Kabupaten

Gianyar, Karangasem, Jembrana, Badung, dan Klungkung, dengan jumlah

berturut-turut: 10 (3,7%), 30 (11,1%), 52 (19,3%), 30 (11,1%), dan 25 (9,3%).

Selain itu, sampel serum juga diperoleh dari sapi bali yang disembelih di Rumah

Potong Hewan (RPH) Pesanggaran sebanyak 123 (45,5%). Dari hasil uji ELISA

yang dilakukan terhadap semua serum, ditemukan 237 (87,7%) terdeteksi antibodi

Cystisercus T. saginata. Uji ELISA dinyatakan positif, bila hasil pembacaan

menunjukkan nilai yang sama atau di atas 0.468. Selengkapnya data hasil uji

ELISA dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1 Hasil Uji ELISA Serum Sapi Bali di Bali Terhadap Antibodi Cysticer-

cus T. saginata

Asal Sampel

Jumlah

Sampel

Hasil Pemeriksaan ELISA

Positif (%) Negatif (%)

Gianyar 10 10 100 0 0

Karangasem 30 25 83,3 5 16,7

Jembrana 52 48 92,3 4 7,7

Badung 30 27 90 3 10

Klungkung 25 25 100 0 0

RPH Pesanggaran 123 102 82,9 21 17,1

Total 270 237 87,7 33 12,3

Page 36: (local isolate)of field serum bali cattle

19

Dari Tabel 5.1, diketahui bahwa 237 (87,7%) serum postif terdeteksi antibodi

Cysticercus T. saginata dan 33 (12,3%) negatif. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

dinyatakan bahwa prevalensi kejadian sistiserkosis T. saginata pada sapi bali di

Bali sebesar 87,7%.

5.2 Pemeriksaan Feses

Sebanyak 90 (33,3%) dari 270 sapi bali yang diambil serumnya untuk uji

ELISA, juga diambil fesesnya untuk pemeriksaan telur cacing. Sampel feses ini

diambil bersamaan saat pengambilan sampel serum sapi-sapi tersebut di

lapangan.Sampel feses tersebut berasal dari Kabupaten Gianyar, Karangasem dan

Jembrana. Dari uji sedimentasi dan uji apung yang dilakukan, ditemukan telur

cacing sebagai berikut: 1) hanya telur trematoda pada 80 (88,9%) sampel; hanya

telur nematoda pada 1 (1,1%) sampel; dan campuran antara telur trematoda dan

nematoda pada 14 (15,5%) sampel. Data lengkap hasil pemeriksaan feses dapat

dilihat pada Lampiran 2.

Dengan membandingkan hasil serologi ELISA dan hasil pemeriksaan

feses pada 90 sampel menggunakan pendekatan Uji Sensitifitas dan Spesifisitas

atau Tabel 2 x 2 (Thrusfield, 2007), diketahui bahwa kemungkinan cacing dari

golongan trematoda mempunyai kecenderungan mengaburkan tingginya

prevalensi sistiserkosis yang diperoleh.Hal ini terlihat dari hasil sensitifitas dan

spesifisitas uji serologi (uji diagnostik ELISA) bila dipasangkan dengan hasil

pemeriksaan feses. Secara lengkap hasil pendekatan dari masing-masing Tabel 2

x 2 tersebut, dapat dilihat pada Tabel 5.2, Tabel 5.3, dan Tabel 5.4. Dengan

berasumsi bahwa antigen yang digunakan pada uji ELISA juga mendeteksi

adanya antibodi cacing lainnya, maka hasil penelitian ini menunjukkan adanya

reaksi silang (cross reaction) antara Cysticercus T. saginata dan cacing trematoda.

Page 37: (local isolate)of field serum bali cattle

20

Tabel 5.2 Sensitifitas dan Sfesifisitas Uji ELISA dengan Infeksi Trematoda

Hasil Uji ELISA Positif Trematoda Negatif Trematoda Total

Positif 80 1 81

Negatif 0 9 9

Total 80 10 90

Sensitifitas: 80/(80+0) = 80/80 = 1 (100%)

Sfesifisitas: 9/(1+9) = 9/10 = 0,9 (90%)

Tabel 5.3 Sensitifitas dan Sfesifisitas Uji ELISA dengan Infeksi Nematoda

Hasil Uji ELISA Positif Nematoda Negatif Nematoda Total

Positif 15 66 81

Negatif 0 9 9

Total 15 75 90

Sensitifitas: 15/(15+0) = 15/15 = 1 (100%)

Sfesifisitas: 9/(66+9) = 9/75 = 0,12 (12%)

Page 38: (local isolate)of field serum bali cattle

21

Tabel 5.4 Sensitifitas dan Sfesifisitas Uji ELISA dengan Infeksi Campuran

Trematoda dan Nematoda

Hasil Uji

ELISA

Positif Trematoda

dan Nematoda

Negatif Trematoda

dan Nematoda

Total

Positif 14 67 81

Negatif 0 9 9

Total 14 76 90

Sensitifitas: 14/(14+0) = 14/14 = 1 (100%)

Sfesifisitas: 9/(67+9) = 9/76 = 0,11 (11%)

Page 39: (local isolate)of field serum bali cattle

22

BAB VI

PEMBAHASAN

Dari hasil evaluasi uji ELISA dengan crude antigen isolat lokal

menggunakan serum lapangan di Bali, diketahui bahwa seroprevalensi

sistiserkosis T. saginata pada sapi bali di Bali sebesar 87,7%. Secara rinci

kejadiannya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pada Tabel 5.1. tersebut dapat diketahui

bahwa 237 (87,7%) serum postif terdeteksi antibodi Cysticercus T. saginata dan

33 (12,3%) negatif. Tingginya angka prevalensi ini bisa dikaitkan dengan tinggi

kejadian taeniasis pada penduduk di Bali.

Menurut Wandra et al. (2007) dari hasil penelitian kejadian taeniasis pada

masyarakat di empat kabupaten di Bali, yaitu Gianyar, Badung, Denpasar dan

Karangasem, pada kurun waktu 2002-2006, diketahui di antara 540 orang yang

diperiksa, prevalensi taeniasis akibat T. saginata berkisar antara 1,1% (di Badung

dan di Karangasem) sampai 27,5% (di Gianyar). Prevalensi kejadian ini

dilaporkan meningkat secara drastis di Gianyar, menjadi 25,6% (pada 2002) dan

23,8% (pada 2005), dibandingkan dengan penelitian sebelumnya 2,1 % (pada

tahun1977) dan 1,3% (pada tahun 1999) (Simanjuntaket al, 1997;

Sutisnaetal,2000; Wandra et al., 2007). Tingginya kejadian ini diduga karena

meningkatnya jumlah keluarga yang mengkonsumsi daging mentah berupa lawar

sapi (Wandra et al., 2006; 2007).

Wandra et al (2013) kembali melaporkan hasil penelitiannya yang dilakukan pada

2002-2013, di sembilan kabupaten (Gianyar, Badung, Denpasar, Bangli, Tabanan,

Jembrana, Klungkung, Buleleng dan Karangasem). Dari hasil penelitian tersebut

diketahui bahwa 123 (8,24%) dari 1492 orang yang diperiksa terinfeksi cacing T.

saginata. Pemeriksaan dilakukan dengan metode kuesioner, pemeriksaan feses

(Kato-Katz), serologi (ELISA) dan analisis mitochondria DNA.Infeksi taeniasis T.

saginata tersebut ditemukan di empat kabupaten yaitu Gianyar (107 kasus),

Badung (1 kasus), Denpasar (14 kasus) dan Karangasem (1 kasus). Pada

Page 40: (local isolate)of field serum bali cattle

23

penelitian yang kami lakukan, prevalensi kejadian sistiserkosis T. saginata pada

sapi bali di Gianyar, Badung, dan Karangasem berturut-turut adalah 100%; 90%

dan 83,3%.

Prevalensi sistiserkosis T. saginata pada sapi bali ini sangat tinggi bila

dibandingkan dengan laporan kejadian yang sama di negara-negara lain.

Garedaghi et al. (2011) yang melakukan penelitian di Rumah Potong Hewan

Meshkinshahr, Iran pada September 2010 – Agustus 2011, melaporkan dari 500

ekor sapi yang diperiksa secara acak dengan pemeriksaan kesehatan daging

menemukan 15 (3%) terinfeksi Cysticercus T. saginata. Kandil et al. (2012) yang

melakukan penelitian dengan mengamati sapi-sapi yang dipotong di Rumah

Potong Hewan El-Basateen, Kairo secara serologi dan pemeriksaan kesehatan

daging, melaporkan bahwa prevalensi sistiserkosis T. saginata berturut-turut

adalah 29,3% dan 4%.

Kumar dan Tadesse (2011) melaporkan prevalensi Bovine cysticercosis

(sistiserkosis T. saginata) di wilayah Ethiopia bervariasi, dengan kisaran 2,2%

sampai 26,25%. Angka ini dinilai masih rendah dari perkiraan, karena metode

yang digunakan hanya mengandalkan hasil pemeriksaan kesehatan daging.Di

samping itu, perkiraan tadi juga diperkuat dari kebiasaan penduduk Ethopia yang

sangat gemar mengkonsumsi daging sapi mentah, rendahnya tingkat penggunaan

jamban, rendahnya sanitasi lingkungan, dan terbatasnya ketersediaan taenicides

(Kumar dan Tadesse, 2011). Sementara itu, menurut Taeresa et al. (2011) yang

melakukan penelitian cross sectional mulai Oktober 2010 hingga Maret 2011 di

Kota Jimma Ethiophia, melaporkan bahwa dari 520 karkas yang diamati dengan

cara pemeriksaan kesehatan daging, menemukan 19 (3,65%) terinfeksi sistiserkus.

Pada penelitian yang kami lakukan, dari 270 sapi bali yang serumnya

diuji ELISA, 90 (33,3%) diantaranya dilakukan pemeriksaan feses. Hasil

pemeriksaan menunjukkan infeksi trematoda yang cukup tinggi. Sebanyak 80

(88,9%) terinfeksi trematoda dan 14 (15,5%) terinfeksi campuran trematoda dan

nematoda. Dengan berasumsi bahwa antigen untuk uji ELISA yang dipakai juga

Page 41: (local isolate)of field serum bali cattle

24

menimbulkan antibodi terhadap infeksi cacing lain, maka hasil penelitian ini

menunjukkan adanya reaksi silang (cross reaction) antara Cysticercus T. saginata

dan cacing trematoda. Menurut Dharmawan (2009) uji serologi untuk deteksi

sistiserkosis memiliki kendala dalam hal terjadinya reaksi silang dengan parasit

lain, seperti dengan kista hydatida, Multiceps multiceps, Taenia spp. dan

Schistosoma spp. El-Moghazy dan Abdel-Rahman (2012), menyatakan bahwa

reaksi silang tidak hanya terjadi pada spesies dalam satu filum, seperti antara T.

solium, Hymenolepis nana, dan Echinococcus granulosus; tetapi juga dapat

diperluas pada infeksi cacing dari filum yang berbeda, seperti pada infeksi

Fasciola gigantica, T. spiralis, dan E. granulosus (El-Moghazy dan Abdel-

Rahman, 2012).

Pada studi yang dilakukan dalam rangka pengembangan dan evaluasi uji

serologi terhadap Cysticercus bovis, Kabede (2004) melaporkan uji ELISA untuk

deteksi C. bovis pada sapi menunjukkan reaksi silang dengan cacing lain.

Dinyatakan bahwa lewat pemeriksaan feses yang dilakukan dengan teknik apung

dan sedimentasi, sapi yang diamati terinfeksi trematoda (Fasciola sp. dan

Parmphistomum sp.).Pendapat seperti ini sebelumnya telah dinyatakan

Lightowlers (1990), yang melaporkan bahwa penggunaan antigen cestoda pada uji

serologi untuk deteksi cacing pita pada ruminansia, memperlihatkan reaksi silang

antara Taenia spp. dan Fasciola hepatica.Ridwan (2008) yang juga melakukan

evaluasi terhadap crude antigenCysticercus bovis yang digunakan untuk

mendiagnosis Cysticercosis bovis pada sapi, melaporkan antigen ini memberi

reaksi silang, diantaranya dengan Fasciola gigantica.

Dengan demikian, crude antigen yang digunakan dalam penelitian ini

sudah bersifat antigenik, namun masih dikenali oleh parasit lain yang bukan

menjadi sasaran. Dengan kata lain, protein yang digunakan sebagai antigen dalam

uji ELISA ini masih perlu dimurnikan, sehingga spesifik dan hanya dikenal oleh

Cysticercus T. saginata saja.Berdasarkan pengalaman, penggunaan crude

antigenCysticercus T. saginata memiliki kelemahan, karena saat ekstraksi

Page 42: (local isolate)of field serum bali cattle

25

kemungkinan protein pada daging juga terikut, hal ini dapat mengakibatkan

terjadinya positif palsu.White (1997) menyatakan bahwa uji serologi dengan

menggunakan antigen yang tidak terfraksi dapat menyebabkan terjadinya positif

dan negatif palsu.Beberapa peneliti yang membandingkan penggunaan ekstrak

kista, cairan kista dan ekstrak cacing pita sebagai antigen uji ELISA,

menyimpulkan bahwa antigen yang berasal dari cairan kista memberi hasil yang

paling baik (Dharmawan, 2009).

Page 43: (local isolate)of field serum bali cattle

26

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

1. Uji ELISA dengan crude antigen isolat lokal yang digunakan untuk

mendeteksi antibodi Cysticercus T. saginata pada sapi bali, menunjukkan

adanya reaksi silang (crossreaction) antara Cysticercus T. saginatadengan

cacing trematoda.

2. Dengan menggunakan crude antigen isolat lokal tersebut, diketahui prevalensi

Cysticercus T. saginata pada sapi bali di Baliadalah 87,7%.

3. Diperlukan upaya-upaya pemurnian crude antigenisolat lokal agar lebih

sensitif dan spesifik, hanya mendeteksi Cysticercus T. saginata.

Page 44: (local isolate)of field serum bali cattle

27

DAFTAR PUSTAKA

Batero, D. 1989. Cysticercosis.In Textbook of Tropical Medicine and

Parasitology. Goldsmith R, Heyneman D (Eds). Appleton and Lange: pp 497-

502.

Cai, X., Zheng, Y., Luo, X., Jing, Z., Hu, Z., Lu, C. 2006. Immunodiagnosis of

cysticercosis in China. J. Appl. Res. 6 (1): 69-76.

(CDC) Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Cysticercosis.

http://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/biology.html. Diakses 16

Maret 2013.

(CFSPH) Center for Food Security and Public Health. 2005. Taenia Infections.

http://www.cfsph.iastate.edu. Diakses16 Maret 2013.

da Silva AD, Quagliato EM, Rossi CL. 2000. A quantitative enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA) for the immunodiagnosis of

neurocysticercosis using a purified fraction from Taenia solium cysticerci.

Diagn Microbio l Infec Dis. 37 (2): 87-92.

Das S, Mahajan RC, Ganguly NK, Sawhney IM, Dhawan V, Malla N. 2002.

Detection of antigen B of Cysticercus cellulosae in cerebrospinal fluid for

the diagnosis of human neurocysticercosis.Trop Med Int Health. 7 (1): 53-

58.

Del Brutto O.H., 2005. Neurocysticercosis.Semin Neurol 25(3): 243-251

(Abstract).

Dharmawan N.S. 1995. Pelacakan terhadap kehadiran Taenia saginata

taiwanesis di

Bali melalui kajian parasitologi dan serologi. Disertasi S3. Institut

Pertanian Bogor.

Dharmawan N.S. 2009. Fenomena penyakit cacing pita daging babi di Bali dan

peran Laboratorium klinik dalam menegakkan diagnosis. Hal.: 152-164.

Dalam Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana. Bidang

Agrokomplek. Editor: Tim BPMU Unud. Vol 1.Cetakan II.Udayana

University Press.Denpasar.

Dharmawan, N.S., Dwinata, IM., Swastika, K., Damriyasa, IM., Oka, I.B.M.,

Agustina, K.K. 2012.Studi biologi perkembangan metacestoda Taenia

saginata pada sapi bali. Prosiding Seminar Nasional “Peningkatan

Page 45: (local isolate)of field serum bali cattle

28

Produksi dan Kualitas Daging Sapi Bali Nasional” Bali, 14 September

2012.

El-Moghazy, F.M. and Abdel-Rahman, E.H. 2012. Cross-raction as common

phenomenon among tissue parasites in farms animals. Global Vet. 8 (4):

367-373.

Flisser A, Rodriguez-Canul R, Willingham AL III. 2006. Control of the

taeniosis/cysticercos is complex: future developments. Vet. Parasitol. 104

(3): 211-215.

Garedaghi, Y., Saber, A.P.R., Khosroshahi, M.S. 2011. Prevalence of bovine

cysticercosis of slaughtered cattle in Meshkinshahr Abattoir. American J.

Anim. and Vet. Sci. 6 (3): 121-124.

Gonzales, A.E., C. Gavidia, N. Falcon, T. Bernal, M. Verastequi, H.H. Garcia,

R.H. Gilman and V.C.W. Tsang. 2001. Protection of pigs with

cysticercosis from further infections after treatment with oxfendazole. Am.

J. Trop. Med. Hygiene 65: 15 – 18

Handojo, I., dan Margono, S.S., 2008. Taenia saginata.Dalam: Sutanto I., Ismid,

I.S., Sjarifuddin, P.K., dan Sungkar, S., ed. Buku Ajar

ParasitologiKedokteran Ed 4. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.79-82.

Hardjosubroto, W. dan Astuti, M. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta; PT.

Gramedia Widiasarana. Indonesia.

Husain N, Jyotsna, Bagchi M, Huasain M, Mishra MK, Gupta S. 2001. Evaluation

of Cysticercus fasciolaris antigen for immunodiagnosis of

neurocysticercosis.Neurol India. 49 (4): 375-379.

Iskandar, Tolan, Subakti, D.T dan Suhardono. 2005. Isolasi Antigen Sistiserkosis

Pada Babi dan sapi. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Ito A, Sako Y, Ishikawa Y, Nakao M, Nakaya K, Yamasaki H. 2002. Differential

serodiagnosis for alveolar echinococcosisby Em18-immunoblot and

Em18-ELISA in Japan and China. 147-155. In P. Craig and Z. Pawlowski

(Eds.) Cestode Zoonoses: Echinococcosis and Cysticercosis – An

Emergent and Global Problem. IOS Press. Amsterdam.

Ito, A. 2013.Nothing is perfect. Trouble-shooting in immunological and

molecular studies of cestode infections.Parasitology. Cambridge

University Press.doi: 10.1017/S0031182013000966.

Page 46: (local isolate)of field serum bali cattle

29

J, Howell and Brown G. 2008. Gastrointestinal: beef tapeworm (Taenia

saginata). Journal of Gastroenterology and Hepatology Foundation and

Blackwell Publishing Asia.

Kabede, N. 2004. Cysticercus bovis: Development and evaluation of serological

tests and prevalence at addis ababa abattoir. http://etd.aau.edu.et/.

Diakses 3 september 2013.

Kandil, M., Mona, S., Mahmoud., Shalaby, H.A. 2012. Value of Taenia saginata

Crude Antigen in Diagnosis of Bovine Cystisercosis With Referenceti its

Characterization.Global Veterinaria. 9(4): 474-478.

Kandil, O.M., Nasr, S.M., Mahmoud, M.S., Nassar, S.A., El-Metanawey, T.M.,

Abd El-Aziz, M.H., Abu El Ezz, N.M.T. 2012.Serological and

biochemical studies on cattle naturally infested with Taenia saginata

cysticercosis. Global Vet. 9 (5): 571-579.

Kumar, A. and Tadesse, G. 2011. Bovine cysticercosis in Ethiopia: a review.

Ethiop. Vet. J. 15 (1): 15-35.

Lightowlers, M.W. 1990. Cestode infections in animals: immunological

diagnosis and vaccination. Res. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 9 (2): 463-487.

Lubis, H, Damriyasa, I.M, and Dharmawan, N.S. 2013.“Crude antigen

Cysticercus Taenia saginata isolat bali untuk deteksi sistiserkosis pada

sapi bali”.Veterinary Science and Medicine Journal.(Inpress).

Meijer, W.C.P. 1962. Das Balirind. A. Ziemsen Verslag, Wittenberg

Lutherstandt.

Nichlos, R. and H. Smith. 2003. Parasites: Cryptosporidium, Giardia and

Cyclospora as foodborne pathogens. In: Foodborne pathogens. Hazards,

risk analysis and control. Blackburn, C.W. and P.J MC. Clure (Eds). Pp.

453-478.

Nozawa, K. 1979. Phylogenetic studies on the native domestic animals in East

and Southeast Asia. Proceeding Workshop Animal Genetic Resources in

Asia and Oceania. Tsukuba, 3-7 September 1979. Tsukuba: Society for

the Advancement of Breeding Researches in Asia and Oceania

(SABRAO). Hlm 23-43.

OIE. 2005. Taenia Infection. http://www.cfsph.iastate.edu/ Factsheets/pdf/

taenia.pdf.Diakses 16 Maret 2013.

Page 47: (local isolate)of field serum bali cattle

30

Oliveira, H., Machado, G.A., Cabral, D.D., Costa-Cruz, J.M. 2007. Application

of taenia saginata metacestodes as an alternative antigen for the

serological diagnosis of human neurocysticercosis. Parasitol Res. 101:

1007-1013.

Pane, I. 1990.Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi bali di P3 Bali. Makalah

seminar Nasional Sapi Bali FAPET UNUD- Denpasar 20-22 September

1990.

Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali cattle. World Anim. Rev. 7: 13-

21.

Pinto PS, Vaz AJ, Germano PM, Nakamura PM. 2000.Performance of the ELISA

test for swine cysticercosis using antigens of Taenia solium and Taenia

crassiceps cysticerci. Vet Parasitol. 88 (1-2): 127-130.

Pustekkom.2005.Platyhelmines (cacing

pipih)http://www.edukasi.net/mol/datafitur/modul_online/. Diakses 18

Maret 2013.

Ridwan, I.G.H. 2008. Evaluation of Cysticercus bovis antigen for diagnosis

Cysticercus bovis in cattle. Egypt. J. Path. & Clinic Path. 21 (3): 250-262.

Sheikh, M., Sheikh, I., Ali, I., and Reshi, F., 2008.Nasal Expulsion of Taenia

saginata: a Rare Route of Expulsion. The Internet Journal of Surgery16

(2).

Simajuntak, G.M., S.S. Margono, M. Okamoto and A. Ito. 1997.

Taeniasis/cysticercosis in Indonesia as an emerging disease. Parasitol.

Today 13: 321 – 323.

Suharsono. 2002. Zoonosis. Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Penerbit

Kanisius.

Sutisna, P., Kapti, I.N., Allan, J.C., Rodriguez-Canul, R., 2000.Prevalence of

taeniasis and cysticercosis in Banjar Pamesan, Ketewel Village, Gianyar,

Bali.Maj.Ked Ud.31, 226-234.

Taresa G, Melaku A, Bogale B, Chanie M. 2011. Cyst viability, body site

distribution and public health significance of bovine cysticercosis at

Jimma, South West Ethiopia. Global Veterinaria. 7(2): 164-168.

Thrusfield, M. 2007. Veterinary Epidemiology 3 edition.Blackwell Science.

Oxford.

Page 48: (local isolate)of field serum bali cattle

31

Wandra T, Sutisna P, Dharmawan NS, Margono SS, Sudewi R, Suroso T, Craig

PS, and Ito A. 2006. High prevalence of Taenia saginata taeniasis and

status of Taenia solium cysticercosis in Bali, Indonesia, 2002-2004. Trans

R Soc Trop Med Hyg. 100: 346-353.

Wandra T, Margono SS, Gafat MS, Saragih JM, Sutisna P, Dharmawan NS,

Sudewi AAR, Depary AA, Yulfi H, Darlan DM, Samad I, Okamoto M,

Sato MO, Yamasaki H, Nakaya K, Craig PS, Ito A. 2007.

Taeniasis/cysticercosis in Indonesia, 1996-2006.Southeast Asia J. Trop

Med Public Health 38 (supp 1): 140-143.

Wandra T, Raka Sudewi AA, Swastika IK, Sutisna P, Dharmawan NS, Yulfi H,

Darlan DM, Kapti IN, Samaan G, Sato OM, Okamoto M, Sako Y, Ito A.

2011. Taeniasis/ Cysticercosis in Bali, Indonesia.Southeast Asian J. Trop.

Med. Public Health. 42 (4): 793-802.

Wandra, T., Ito, A., Swastika, K., Dharmawan, N.S., Sako, Y., and Okamoto, M.

2013. Taeniasis and Cysticercosis in Indonesia: Past and Present

Situations. Parasitology. © Cambridge University Press. doi:

10.1017/S0031182013000863. 9 pages.

Wanzala,W., J.A.A, Onyango., Kang’ethe., Zessin, K.H., Kyule,N.M.,

Baumann,M.P.O., H,Ochanda., L.J.S. 2003. Control of Taenia saginata by

post-mortem examination of carcasses.African Health Sciences Vol 3 No

2 August 2003.

Williamson dan Payne G. 1993.Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

Diterjemahkan oleh Djiwa Darmaja.Yogyakarta : UGM Press.

Wiryosuhanto, S. 1996. Bali Cattle-Their Economic Importance in

Indonesia.ACIAR Proseding.75 : 34-42

White Jr.,A.C. 1997. Neurocysticercosis: a major cause of neurological disease

worldwide. Clincal Infectious Dis.1997;24:101–115.

Page 49: (local isolate)of field serum bali cattle

32

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Gianyar

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

0.959

1.07

1.089

1.231

1.019

0.902

0.638

0.744

0.899

0.571

0.285

0.334

1.149

0.942

1.081

1.144

1.229

0.905

0.947

0.891

0.634

0.622

Page 50: (local isolate)of field serum bali cattle

33

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Karangasem

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

0.399

0.283

1.034

1.188

0.912

1.056

1.078

0.97

1.013

0.812

0.719

0.845

0.307

1.119

1.258

1.078

1.094

0.984

1.135

0.781

1.036

0.869

Page 51: (local isolate)of field serum bali cattle

34

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

45

46

47

48

49

50

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

0.663

0.424

0.86

0.931

1.273

1.007

1.142

0.986

0.848

0.743

0.915

0.946

0.125

0.788

0.908

1.2

1.085

1.264

0.888

0.931

0.52

Page 52: (local isolate)of field serum bali cattle

35

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

0.651

0.574

0.716

1.083

1.001

0.956

1.256

1.376

1.111

1.212

1.18

0.803

0.619

1.075

0.827

1.021

0.341

0.708

0.928

0.184

0.895

Page 53: (local isolate)of field serum bali cattle

36

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

105

106

107

108

109

110

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Jembrana

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

0.512

0.365

0.606

0.604

0.595

0.597

0.601

0.627

0.654

0.635

0.591

0.949

0.649

0.097

0.624

0.673

0.655

0.638

0.678

0.657

0.614

0.635

Page 54: (local isolate)of field serum bali cattle

37

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

111

112

113

114

115

116

117

118

119

120

121

122

123

124

125

126

127

128

129

130

131

132

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Badung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

0.654

0.95

0.654

0.145

0.648

0.632

0.647

0.679

0.636

0.589

0.285

0.622

0.597

0.791

0.585

0.542

0.573

0.644

0.61

0.59

0.66

0.621

Page 55: (local isolate)of field serum bali cattle

38

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

133

134

135

136

137

138

139

140

141

142

243

144

145

146

147

148

149

150

151

152

153

154

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

Klungkung

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

0.637

0.525

0.879

0.614

0.531

0.621

0.655

0.584

0.637

0.612

0.632

0.662

0.652

0.854

0.619

0.535

0.62

0.621

0.603

0.613

0.616

0.565

Page 56: (local isolate)of field serum bali cattle

39

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

155

156

157

158

159

160

161

162

163

164

165

166

167

168

169

170

171

172

173

174

175

176

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

0.6

0.556

0.862

0.634

0.593

0.582

0.566

0.46

0.668

0.529

0.676

0.615

0.601

0.909

0.622

0.572

0.321

0.345

0.428

0.412

0.376

0.464

Page 57: (local isolate)of field serum bali cattle

40

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

177

178

179

180

181

182

183

184

185

186

187

188

189

190

191

192

193

194

195

196

197

198

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

0.436

0.489

0.589

0.627

0.584

0.599

0.326

0.435

0.504

0.428

0.536

0.54

0.567

0.631

0.551

0.546

0.564

0.593

0.22

0.504

0.338

0.409

Page 58: (local isolate)of field serum bali cattle

41

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

199

200

201

202

203

204

205

206

207

208

209

210

211

212

213

214

215

216

217

218

219

220

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

0.43

0.548

0.469

0.535

0.465

0.575

0.62

0.546

0.574

0.594

0.583

0.568

0.52

0.594

0.611

0.499

0.643

0.623

0.455

0.553

0.546

0.547

Page 59: (local isolate)of field serum bali cattle

42

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

221

222

223

224

225

226

227

228

229

230

231

232

233

234

235

236

237

238

239

240

241

242

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

0.562

0.545

0.543

0.602

0.656

0.598

0.576

0.491

0.574

0.592

0.55

0.559

0.544

0.584

0.606

0.652

0.627

0.526

0.491

0.592

0.55

0.559

Page 60: (local isolate)of field serum bali cattle

43

Lampiran 1. Data Hasil Uji ELISA

No Asal sampel ELISA

265

266

267

268

269

270

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

RPH Pesanggaran

0.569

0.637

0.611

0.568

0.418

0.607

Page 61: (local isolate)of field serum bali cattle

44

Lampiran 2. Data Hasil Pemeriksaan Feses

No Trematoda Nematoda ELISA Asal sampel

1 + - Positif Gianyar

2 + - Positif Gianyar

3 + - Positif Gianyar

4 + - Positif Gianyar

5 + + Positif Gianyar

6 + + Positif Gianyar

7 + - Positif Gianyar

8 + - Positif Gianyar

9 + - Positif Gianyar

10 + + Positif Gianyar

11 - - Negatif Karangasem

12 - - Negatif Karangasem

13 + - Positif Karangasem

14 + - Positif Karangasem

15 + - Positif Karangasem

16 + + Positif Karangasem

17 + - Positif Karangasem

18 + - Positif Karangasem

19 + - Positif Karangasem

20 + - Positif Karangasem

21 + - Positif Karangasem

22 + - Positif Karangasem

23 - - Negatif Karangasem

Page 62: (local isolate)of field serum bali cattle

45

Lampiran 2. Data Hasil Pemeriksaan Feses

No Trematoda Nematoda ELISA Asal sampel

24 - - Negatif Karangasem

25 + - Positif Karangasem

26 + - Positif Karangasem

27 + - Positif Karangasem

28 + - Positif Karangasem

29 + - Positif Karangasem

30 + - Positif Karangasem

31 + - Positif Karangasem

32 + + Positif Karangasem

33 + - Positif Karangasem

34 + - Positif Karangasem

35 - - Negatif Karangasem

36 + - Positif Karangasem

37 + - Positif Karangasem

38 + - Positif Karangasem

39 + - Positif Karangasem

40 + - Positif Karangasem

41 + - Positif Jembrana

42 + - Positif Jembrana

43 + - Positif Jembrana

44 + - Positif Jembrana

45 + + Positif Jembrana

46 + - Positif Jembrana

Page 63: (local isolate)of field serum bali cattle

46

Lampiran 2. Data Hasil Pemeriksaan Feses

No Trematoda Nematoda ELISA Asal sampel

47 - - Negatif Jembrana

48 + - Positif Jembrana

49 + - Positif Jembrana

50 + - Positif Jembrana

51 + - Positif Jembrana

52 + - Positif Jembrana

53 + - Positif Jembrana

54 + - Positif Jembrana

55 + - Positif Jembrana

56 + - Positif Jembrana

57 + - Positif Jembrana

58 + - Positif Jembrana

59 + - Positif Jembrana

60 + - Positif Jembrana

61 + - Positif Jembrana

62 + - Positif Jembrana

63 + + Positif Jembrana

64 + - Positif Jembrana

65 + - Positif Jembrana

66 + + Positif Jembrana

67 + + Positif Jembrana

68 + + Positif Jembrana

69 - + Positif Jembrana

Page 64: (local isolate)of field serum bali cattle

47

Lampiran 2. Data Hasil Pemeriksaan Feses

No Trematoda Nematoda ELISA Asal sampel

70 + - Positif Jembrana

71 + + Positif Jembrana

72 + + Positif Jembrana

73 + - Positif Jembrana

74 + + Positif Jembrana

75 + - Positif Jembrana

76 + - Positif Jembrana

77 + - Positif Jembrana

78 + - Positif Jembrana

79 + - Positif Jembrana

80 + - Positif Jembrana

81 + - Positif Jembrana

82 + - Positif Jembrana

83 - - Negatif Jembrana

84 + - Positif Jembrana

85 + - Positif Jembrana

86 - - Negatif Jembrana

87 + - Positif Jembrana

88 + + Positif Jembrana

89 - - Negatif Jembrana

90 + - Positif Jembrana

Page 65: (local isolate)of field serum bali cattle

48

Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Feses Pembesaran Objektif 40x

Gambar 1. Telur cacing trematoda

Gambar 2. Telur cacing nematoda

Page 66: (local isolate)of field serum bali cattle

49

Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian

Gambar 1. Konjugat

Gambar 2. Substrat

Gambar 3. ELISA washer

Gambar 4. ELISA reader