Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

25
BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) DAN KOPERASI SYARIAH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LKS Non-bank Dosen pembimbing : Yuke Rahmawati Disusun oleh: Akhmad Aminullah 108046100161 Annisa Fathih Kurnia 108046100163 Fatimah Azzahra 108046100165 Gilang Aji Sulastomo 108046100169 Putri Lailatina 108046100176 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

Transcript of Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Page 1: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT)

DAN

KOPERASI SYARIAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LKS Non-bank

Dosen pembimbing :

Yuke Rahmawati

Disusun oleh:

Akhmad Aminullah 108046100161

Annisa Fathih Kurnia 108046100163

Fatimah Azzahra 108046100165

Gilang Aji Sulastomo 108046100169

Putri Lailatina 108046100176

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga keuangan bank dan non bank memiliki peranan penting dalam sistem

keuangan suatu negara. Salah satunya adalah menjaga stabilitas keuangan dalam

perekonomian suatu negara. Karena itu lembaga keuangan bank dan non bank menjadi

salah satu pilar stabilitas ekonomi keuangan.

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia secara otomatis

ikut memacu perkembangan lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank.

Oleh karena itu banyak inovasi-inovasi dari lembaga keuangan baik bank maupun non

bank.

Baitul maal wa tamwil dan koperasi syariah sebagai lembaga keuangan mikro

berperan sangat penting dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Karena lembaga-

lembaga tersebut langsung bersentuhan dengan industri mikro yang dijalankan oleh

masyarakat luas. Untuk itu penulis akan membahas lebih jauh mengenai BMT dan

koperasi syariah beserta mekanisme dan sistem operasinya dalam membantu usaha mikro

di masyarakat.

B. Manfaat dan Tujuan Penulisan

Manfaat dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peran dan fungsi dari BMT dan koperasi syariah dalam

perekonomian indonesia

2. Memahami mekanisme dan sistem operasi dari BMT dan koperasi syariah

3. Mengetahui produk BMT dan koperasi syariah

C. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan membatasi masalah pada:

1. Apa yang dimaksud dengan BMT dan koperasi syariah ?

2. Bagaimana prinsip BMT dan koperasi syariah ?

Page 3: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

3. Apa pebedaan dari koperasi syariah dan BMT ?

4. Bagaimana mekanisme dan sistem operasi dari BMT dan koperasi syariah ?

5. Apa saja produk-produk yang ada dalam BMT dan koperasi syariah ?

D. Metodologi Penulisan

Dalam penulisan makalah ini metodologi yang digunakan adalah metode

kepustakaan dimana penulis mengambil bahan makalah dari berbagai sumber

bahan bacaan yang terkait dengan makalah. Selain itu penulis mengambil

referensi dari digital library, yaitu melalui browsing internet.

E. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang masalah

B. Manfaat dan tujuan penulisan

C. Rumusan masalah

D. Metodologi penulisan

E. Sitematika penulisan

Bab II Pembahasan

A. Pengertian BMT dan koperasi syariah

B. Prinsip BMT dan koperasi syariah

C. Perbedaan BMT dan koperasi syariah

D. Produk dan mekanisme operasional BMT dan koperasi syariah

E. Peraturan hukum dan BMT

F. Prospek dan pengembangan BMT

Bab III Penutup

Kesimpulan

Page 4: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian BMT dan Koperasi Syariah

BMT kepanjangan dari Balai Usaha Mandiri Terpadu atau yang lebih dikenal

dengan kepanjangan dari Baitul Maal Wat Tamwiil . Baitul maal wat tamwil (BMT)

sendiri terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul Maal terdiri dari

kata bait yang berarti rumah sedangkan maal berasal dari kata mall yang artinya harta,

jadi baitul maal artinya rumah harta. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha – usaha

pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti; zakat, infaq dan shadaqah

serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan

baitut tamwiil secara etimologi berasal dari kata baitun dan mawala, tetapi jamaknya

tamwil yang artinya berputar atau produktif sehingga dana yang ada dapat disimpan

untuk dibiayakan atau diputar melalui usaha agar produktif, jadi dengan kata lain baitut

tamwil adalah usaha yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan

investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan

antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan

ekonomi.

Sedangkan “koperasi”, dari segi etimologi berasal dari bahasa Inggris yaitu

cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi koperasi syariah

ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan

hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan

anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan dengan berpegang pada Al-qur’an dan

Sunnah sehingga sesuai dengan syariat islam.

Dalam hal ini visi dari adanya kegiatan BMT adalah mengarah pada upaya untuk

mewujudkan BMT menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat, dan kuat, yang

mampu meningkatkan kualitas ibadah anggotanya (ibadah dalam arti yang luas),

sehingga mampu berperan sebagai wakil-pengabdi Allah SWT, memakmurkan

kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Page 5: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Sedangkan tujuan dari didirikannya BMT adalah untuk meningkatkan kualitas

usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya. Sama halnya dengan BMT, koperasi syariah juga dalam perkembangannya

memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang

berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Di sisi lain, BMT memiliki fungsi antara

lain:

a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan

potensi serta kemampuan ekonomi anggota, Kelompok Usaha Anggota Muamalat

(Pokusma) dan kerjanya,

b. Mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma agar menjadi lebih profesional

dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam mengahadapi tantangan global,

c. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan anggota.1

BMT, dalam perkembangannya memiliki ciri-ciri utama, yaitu:

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi

paling banyak untuk anggota dan lingkungannya,

2. Bukan lembaga sosial, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan

pendistribusian zakat, infak, sedeka, bagi kesejahteraan orang banyak,

3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya,

4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT sendiri, bukan

milik orang seorang atau bukan pula milik orang dari luar masyarakat itu.

Sedangkan koperasi syariah, memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Mengakui hak milik individu terhadap modal usaha

2. Tiadanya transaksi yang berbasis bunga (riba)

3. Berfungsi sebagai institusi zakat

4. Mengakui mekanisme pasar

5. Mengakui motif mencari keuntungan

6. Mengakui kebebasan berusaha

7. Mengakui adanya hak bersama

1 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 448-450.

Page 6: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

2.2 Prinsip BMT dan Koperasi Syariah

Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan 3 prinsip:

1. Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha

antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini

dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana

(penyimpan dan penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah

Mudharabah dan Musyarakah.

2. Prinsip Jual-beli dengan Keuntungan (Mark-Up)

Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT

mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberikuasa) melakukan pembelian barang atas

nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada

nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering

disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada

penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Mudharabah dan

Bai’bitsaman ajil.

3. Prinsip Non-profit

Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat

sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan

biaya (non cost of money) yang disebut pembiayaan Qardul Hasan.

Seperti halnya BMT, koperasi syariah juga memiliki prinsip-prinsip yang

terangkum dalam fungsinya sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dan

menyalurkan dananya ke masyarakat. Sehingga dalam hal ini koperasi memiliki fungsi:

Fungsi sebagai Manajer Investasi

Koperasi Syari’ah merupakan manajer Investasi dari pemilik dana yang

dihimpunnya. Besar kecilnya Hasil Usaha Koperasi tergantung dari keahlian, kehati-

hatian, dan profesionalisme koperasi Syari’ah. Penyaluran dana yang dilakukan koperasi

syari’ah memiliki implikasi langsung kepada berkembangnya sebuah koperasi syari’ah.

Koperasi Syari’ah melakukan fungsi ini terutama dalam akad pembiayaan Mudharabah,

Page 7: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

dimana posisi bank sebagai “agency contract” yaitu sebagai lembaga yang

menginvestasikan dana-dana pihak lain pada usaha-usaha yang menguntungkan. Jika

terjadi kerugian maka Koperasi syari’ah tidak boleh meminta imbalan sedikitpun karena

kerugian dibebankan pada pemilik dana. Fungsi ini terlihat pada penghimpunan dana

khususnya dari bentuk tabungan Mudharabah maupun investasi pihak lain yang tidak

terikat. Oleh karenanya tidak sepatutnya koperasi syari’ah menghimpun dana yang

bersifat mudharabah baik tabungan maupun investasi tidak terikat jika tidak memiliki

obyek usaha yang jelas dan menguntungkan.

Fungsi sebagai Investor

Koperasi Syari’ah menginvestasikan dana yang dihimpun dari anggota maupun

pihak lain dengan pola investasi yang sesuai dengan syar’ah. Investasi yang sesuai

meliputi akad jual beli secara tunai (Al Musawamah) dan tidak tunai (Al Murabahah),

Sewa-menyewa (Ijarah), kerjasama penyertaan sebagian modal (Musyarakah) dan

penyertaan modal seluruhnya (Mudharabah). Keuntungan yang diperoleh dibagikan

secara proporsional (sesuai kesepakatan nisbah) pada pihak yang memberikan dana

seperti tabungan sukarela atau investasi pihak lain sisanya dimasukan pada pendapatan

Operasi Koperasi Syari’ah.

Fungsi sosial

Konsep Koperasi Syari’ah mengharuskan memberikan pelayanan sosial baik

kepada anggota yang membutuhkannya maupun kepada masyarakat dhu’afa. Kepada

anggota yang membutuhkan pinjaman darurat (mergency loan) dapat diberikan pinjaman

kebajikan dengan pengembalian pokok (Al Qard) yang sumber dananya berasal dari

modal maupun laba yang dihimpun. Di mana anggota tidak dibebankan bunga dan

sebagainya seperti di koperasi konvensional. Sementara bagi anggota masyarakat dhuafa

dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan atau tanpa pengembalian pokok (Qardhul

Hasan) yang sumber dananya dari dana ZIS (zakat, infak dan shadaqoh). Pinjaman

Qardhul Hasan ini diutamakan sebagai modal usaha bagi masyarakat miskin agar

usahanya menjadi besar, jika usahanya mengalami kemacetan, ia tidak perlu dibebani

dengan pengembalian pokoknya.

2.3 Perbedaan BMT dan Koperasi Syariah

Page 8: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Dalam operasionalnya, BMT dan KJKS (koperasi Jasa Keuangan Syariah)

sebenarnya tidak terlalu banyak perbedaannya. Sebagai lembaga keuangan, keduanya

mempunyai fungsi yang sama dalam penghimpunan dan penyaluran dana. Istilah-istilah

yang digunakan juga tidak ada bedanya. Dalam proses penghimpunan dana, keduanya

menggunakan istilah simpanan atau tabungan. Begitu pula dalam penyaluran dananya,

keduanya menggunakan istilah pembiayaan. Sedang syarat pendirian kedua lembaga

tersebut mengharuskan minimal 20 orang.

Selain itu, dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah

yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada pasal 25 ditegaskan bahwa

operasional KJKS juga memungkinkan untuk melaksankan fungsi ‘Maal’ dan fungsi

‘Tamwil’, sebagaimana yang selama ini dijalankan oleh BMT. Dalam hal ini, KJKS

harus dapat membedakan secara tegas antara fungsi ‘Maal’ dan fungsi ‘Tamwil’.

Permasalahan yang terjadi di BMT saat ini, terletak pada legalitas hukumnya.

Realita yang terjadi selama ini, legalitas eksistensi BMT belum mempunyai payung

hukum yang jelas. Rancangan Undang-Undang LKMS yang selama ini dapat diharapkan

untuk menjadi payung hukum BMT belum juga ada kejelasannya. Jika RUU LKMS

sudah disahkan, maka keberadaan BMT dapat dicantolkan di UU LKMS.

Melihat kondisi yang seperti ini, agar BMT tidak dianggap sebagai lembaga

keuangan yang ilegal (gelap), akhirnya beberapa BMT beroperasi dengan berbadan

hukum koperasi, yaitu dengan cara mendaftarkan operasionalnya ke Kantor Dinas

Koperasi dan UKM di tingkat Kabupaten atau Kotamadya.

Adapun yang sedikit membedakan adalah dalam pelaksanaannya. Pada BMT

memungkinkan penyaluran dananya pada pihak luar, yaitu pihak yang belum menjadi

anggota BMT. Sedangkan, dalam operasional KJKS, penyaluran dananya hanya

diperuntukkan pada pihak yang telah terdaftar menjadi anggota KJKS. Dalam hal ini,

KJKS hanya diperbolehkan memberikan pembiayaan kepada anggota. Hal ini sesuai

dengan prinsip dasar koperasi, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota.

Adanya koperasi syariah (KJKS) yang telah menjadi salah satu program

Kementerian Negara Koperasi dan UKM merupakan solusi bagi pemecahan kebuntuan

legalitas BMT. Sehingga, diharapkan BMT-BMT yang saat ini belum berbadan hukum

dapat mengkonversi menjadi koperasi syariah.

Page 9: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

2.4 Produk dan Mekanisme Operasional BMT dan Koperasi Syariah

Dalam BMT ada macam-macam produk yang di tawarkan, yaitu:

a. Produk Penghimpunan Dana

Al- Wadi’ah. Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa

mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung. Dengan sistem ini BMT

tetap memberikan bagi hasil namun nisbah bagi penabung sangat kecil.

Mudharabah. Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh keuntungan dari

tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah

dan sejarah keuntungan bulan lalu.

Amanah. Penabung memiliki keinginan tertentu yang di-aqad-kan atau

diamanahkan kepada BMT. Misalnya, tabungan ini dimintakan kepada BMT

untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu ‘afa atau orang tertentu. Dengan

demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil.

b. Produk Penyaluran Dana

Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh

BMT kepada anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepada

anggota sebagai nasabah debitur. Dalam ha1 ini anggota (nasabah) menyediakan

usaha dan sistem pengelolaannya (manajemennya). Hasil keuntungan akan dibagi

sesuai dengan kesepakatan bersama.

Pembiayaan Musyarakah yaitu pembiayaan yang menggabungkan modal dan

melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai

dengan kesepakatan kedua belah.

Pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan yang diberikan kepada anggota

untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini

diberikan untuk jangka pendek tidak boleh lebih 6 (enam) sampai 9 (sembilan)

bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang

dinaikkan.

Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil. Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan

murabahah, yang berbeda adalah pembayarannya dilakukan dengan cicilan dalam

Page 10: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan

investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan

Pembiayaan Qardul Hasan merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada

anggota yang benar-benar kekurangan modal/kepada mereka yang sangat

membutuhkan untuk keperluan-keperluan yangsifatnya darurat. Nasabah

(anggota) cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan

oleh BMT.

Peraturan Hukum dalam BMT

Baitul Mal wat Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan

syariah nonperbankan yang sifatnya informal. Disebut bersifat informal karena lembaga

keuangan ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda

dengan lembaga keuangan formal lainnya.

BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses legalitas hukum

yang bertahap. Awalnya dapat dimulai dengan kelompok swadaya masyarakat dengan

mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan

Menengah (PINBUK) dan jika telah mencapai nilai aset tertentu segera menyiapkan diri

ke dalam badan hukum koperasi.2

Penggunaan badan hukum kelompok swadaya masyarakat dan koperasi untuk

BMT disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang

dijelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan

untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut aturan yang berlaku,

pihak yang berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum

dan bank perkreditan rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun

dengan prinsip bagi hasil.3 Namun demikian, jika BMT dengan badan hukum KSM atau

koperasi telah berkembang dan memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak menajemen

dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai Bank

Perkreditan Rakyat Syariah dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.

2 Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami, Depok, 1996, hlm. 216.3 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT Citra aditiya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 53-57

Page 11: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Prospek dan Pengembangan BMT

Sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, BMT dipercaya lebih mempunyai

peluang untuk berkembang dibanding dengan lembaga keuangan lain yang beroperasi

secara konvensional karena hal-hal sebagai berikut:

1. Lembaga keuangan sayriah dijalankan dengan prinsip keadilan, wajar dan rasional, di

mana keuntungan yang diberikan kepada nasabah penyimpanan adalah benar dari

keuntungan penggunaan dana oleh para pengusaha lembaga keuangan sayriah.

Dengan pola ini, maka lembaga keuangan syariah terhindar dari negative spread,

sebagaimana yang tercitra dari lembaga konvensional.

2. Lembaga keuangan sayriah memiliki misi yang sejalan dengan program pemerintah,

yaitu pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga berpeluang menjalin kerjasama yang

saling bermanfaatdalamupaya pencapaian masing-masing tujuan. Sebagaimana

diketahui, pemerintah telah mengmbangkan perekonomian yang berbasis pada

ekonomi kerakyatan melalui kredit-kredit program KKPA Bagi Hasil, Pembiayaan

Modal Kerja (PMK) BPRS, Pembiayaan Usaha Kecil dan Mikro (PPKM). Hal ini

tentu saja membuka peluang bagi BMT untuk mengembangkan pola kemitraan.

3. Sepanjang nasabah peminjam dan nasabah pengguna dana taat asas terhadap sistem

bagi hasil, maka sistem syariah sebenarnya tahan uji atas gelombang ekonomi.

Lembaga keuangan syariah tidak mengenal pola eksploitasi oleh pemilik dana kepada

pengguna dana dalam bentuk beban bunga tinggi sebagaimana berlaku pada sistem

konvensional.4

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa BMT memiliki peluang cukup besar

dalam keikutsertaannya berperan mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi

kerakyatan. Hal ini disebabkan karena BMT ditegakkan di atas prinsip syariah yang lebih

memberikan kesejukan dalam memberikan ketenangan baik bagi para pemilik dana

maupun kepada para pengguna dana.

Berdasarkan data yang ada, jumlah BMT pada akhir 1998 telah berjumlah 1.957

buah, dan 2.938 BMT terdaftar pada tahun 2001, kini angkanya jauh lebih besar. Dengan

anggapan tingkat pertumbuhan serupa dengan apa yang terjadi pada masa lalu, kini

jumlah BMT terdaftar bisa saja berada di sekitar angka 4.000an.

4 Zainul Arifin, Mwmahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, ALvabet, Jakarta, 2000, hlm. 137.

Page 12: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Namun demikian harus diakui bahwa pengembangan BMT masih membutuhkan

kerja keras. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Minako Sakai dan Kacung

Marijan mengenai pertumbuhan BMT di Indonesia,5 terdapat beberapa rekomendasi yang

diusulkan dalam rangka pengembangan BMT, yaitu:

1. BMT seharusnya berkonsentrasi pada pengelolaan pinjaman–pinjaman bernilai kecil

kepada usaha-usaha mikro dan kecil (dibawah Rp 50.000.000,-). Pada nasabah yang

membutuhkan jumlah pinjaman lebih besar sebaiknya mendapatkan pembiayaan dari

bank-bank.

2. BMT seharusnya menyelenggarakan program-program pelatihan bisnis /

kewirausahaan secara berkala bagi anggota-anggotanya (misalnya melalui pengajian

dan rapat-rapat), kegiatan ini akan membantu meningkatkan modal sosial yang

diperlukan guna pengembangan BMT lebih lanjut di Indonesia.

3. Departemen Koperasi seharusnya memprakarsai kegiatan-kegiatan merancang dan

mendanai program-program peningkatan kemampuan bagi BMT yang sesuai dengan

sifat-sifat kelembagaannya yang unik dan tujuan sosialnya.

4. Upaya-upaya untuk memberi inspirasi kepada masyarakat agar giat memecahkan

masalah melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif yang nyatanya hal itu saat ini

dirasakan masih lemah. Menciptakan suatu penghargaan yang prestisius juga dapat

meningkatkan kebanggaan dan kesadaran masyarakat terhadap usaha-usaha sosial.

5. Departemen Koperasi seharusnya menghimpun pedoman informasi wilayah yang

memuat keterangan mengenai BMT-BMT yang ada dan menonjolkan berbagai

strategi bisnis, produk dan jasa BMT-BMT terkemuka. Versi elektronik (web site)

juga dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan akses terhadap informasi-informasi

tersebut.

6. Dinas Koperasi dan Departemen Koperasi seharusnya memperjuangkan peran yang

lebih besar bagi usaha-usaha sosial dalam pengembangan masyarakat. Sesi-sesi

pelatihan untuk mengajarkan masyarakat bagaimana mendiirikan dan menjalankan

BMT memang direkomendasikan, namun akuntabilitas yang lebih ketat juga

diperlukan. Dinas Koperasi seharusnya mendanai BMT-BMT yang sudah mapan dan

mempunyai program pelatihan untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tersebut.

5 http://www.pkesinterakitf.com/content/vie/3654/204/lang.id/

Page 13: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

7. Asosiasi-asosiasi BMT di daerah sebaiknya direformasi. Kelompok-kelompok ini

seharusnya berbagi informasi dan mengembangkan prosedur operasi yang baku

sebagai langkah awal menjadi lembaga yang dapat pengaturan dirinya sendiri.

8. BMT-BMT seharusnya memanfaatkan pengetahuan lokal dan modal sosial untuk

memperluas bisnisnya.

9. BMT-BMT memang seharusnya menjamin dana para anggotanya aman, namun perlu

diingat bahwa usaha-usaha sosial membutuhkan kebijakan-kebijakan pemerintah

yang memungkinkan keluwesan yang diperlukan kegiatan-kegiatan sosial. Mengatur

BMT dengan dasar-dasar hukum perbankan yang sudah ada kemungkinan akan

menghancurkan fungsi utama BMT-BMT.

10. Dalam jangka pendek, memasukan BMT ke dalam UU tentang koperasi lebih layak.

Proses perubahan undang-undang sebaiknya melibatkan konsultasi-konsultasi dengan

para operator BMT yang aktif dewasa ini.

11. Dalam jangka panjang, perlu dibuat satu UU khusus dan menyeluruh yang dirancang

untuk memenuhi kebutuhan BMT (pembiayaan mikro, pelatihan bisnis dan

pengelolaan zakat melalui konsultasi para pihak yang berkepentingan).

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Page 14: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Dari makalah tersebut kita dapat mengambil kesimpulan mengenai BMT dan

Koperasi Syariah yaitu

1. Bahwa BMT dan koperasi Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah

mikro yang memiliki payung hukum yang sama, selain itu kedua lembaga tersebut

juga memiliki peran dan fungsi yang sama dalam sistem keuangan dan

perekonomian dan membantu dalam perekonomian masyarakat.

2. Perbedaan BMT dan Koperasi Syariah adalah dalam penghimpunan dananya

BMT mengambil dana dari masyarakat melalui dana tabungan. Sedangkan dalam

Koperasi Syariah penghimpunan dana hanya diperbolehkan melalui sistem

perkoperasian yang telah ditentukan sebelumnya. Dan dalam hal penyaluran

pembiayaan, BMT dapat menyalurkan pembiayaan kepada siapa saja yang

termasuk ke dalam nasabahnya. Sedangkan koperasi syariah, hanya boleh

menyalurkan pembiayaan kepada sesama anggota koperasi.

3. Sejauh ini produk-produk yang terdapat dalam BMT tidak jauh berbeda dengan

yang telah ada di perbankan syariah, hanya saja masih berskala mikro.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta, 2000.

Page 15: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Perwataatmadja, Karnaen A., Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami,

Depok, 1996.

Sudarsono,Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi.

Depok:Ekonisia,2007,Ed.2,Cet.4

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2009.

Usman,Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT Citra aditiya

Bakti, Bandung, 2002.

http://bildri.blogspot.com/2010/03/pertumbuhan-perbankan-syariah-lebih.html

http://blog.re.or.id/koperasi-sirkah-ta-awuniyah-dalam-pandangan-islam.htm

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:RdH04qyFpPYJ:idb2.wikispaces.com/

file/view/rd2012.pdf+Andriani,+Baitul+Mall+wat+Tamwil&hl=id&gl=id&sig=AHIE

tbRPYtfCaJmePC7l8MGF-pfoW6HVTg

http://www.pkesinterakitf.com/content/vie/3654/204/lang.id/

Lampiran

Mekanisme Operasional

Page 16: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)

Diagram Mekanisme Perputaran Dana BMT

Penggalangan Dana (Funding)

Operasional BMT Penyaluran Dana (Financing)

Modal Dasar:Simp.Pokok khususSimp.pokokSimp. wajib

Simp. SukarelaBagi Hasil

Simp.Mudharabah biasaSimp.pendidikanSimp.HajiSimp.UmrahSimp.Kurban,dllSimp. Berjangka (1,3,6,12 bulan)

Simp.Sukarela Titipan:Simp. Wadi’ah Amanah /ZISSimp. Wadi’ah Dhamanah

MudharabahPembiayaan total

Bagi hasil

MusyarakahPembiayaan bersama

Bagi hasil

MurabahahKepemilikan barang

Jatuh tempo

BBAKepemilikan barang

angsuran

Qard al-HasanPinjaman kebajikan

SHU dibagikan

SHU

Bagi hasil

Margin

Infak

Pool PendapatanBiaya Operasional

Bagi hasil

Bonus

Page 17: Lks Non Bank (Baitul Mal Wa Tamwil)