Lisdawati

96
 HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN INFEKSI CACING  ASCARIS DAN TRICHURIS PADA SISWA SDN BALANG BARU KELURAHAN. BALANG BARU KEC. T AMALATE KOTA MAKASSAR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Te knologi UIN Alauuddin Makassar Oleh : LISDAWATI  NIM. 60300107016 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2011 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Transcript of Lisdawati

Page 1: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 1/96

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN INFEKSI CACING

 ASCARIS DAN TRICHURIS PADA SISWA SDN BALANG BARU

KELURAHAN. BALANG BARU KEC. TAMALATEKOTA MAKASSAR

SkripsiDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains

Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauuddin Makassar

Oleh :

LISDAWATI

NIM. 60300107016

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2011

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Page 2: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 2/96

Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini

menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di

kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau

dibuat orang lain, sebagaian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang

diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 05 Oktober 2011

( Lisdawati )

NIM: 60300107016

KATA PENGANTAR

Page 3: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 3/96

 

Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah Rabb semesta alam yang

maha terpuji sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya atas segala limpahan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan judul: “Hubungan sanitasi lingkungan dengan

infeksi cacing  Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang  Baru Kelurahan

Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar”.

Salawat dan salam penulis kirimkan kepada tauladan manusia Rasulullah

Muhammad Shallallahu alahi wa salam beserta keluarga dan para sahabatnya dan

orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.

Secara khusus penulis haturkan rasa terima kasih dan penghargaan

teristimewa kepada Ayahanda Calatta dan Ibunda Rosmiati serta saudara-

saudaraku Abd. Rahman, Abd. Latif, Kasmawati S.Pd, Sukmawati S.Pd. dan

A.Ruswadi S.Si yang tiada henti memberi semangat serta kasih sayang dan

segenap harapan terbaiknya mengiringi langkah penulis dengan pengorbanan dan

untaian do’a-do’a mereka demi keberhasilan penulis. 

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada akan senantiasa

menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis juga menyadari

bahwa sejak awal sampai selesainya skripsi ini penulis banyak menemui

kesulitan, Namun berkat bantuan dan dukungan berupa dukungan moril dan

materil dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat terminimalisir dan

Page 4: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 4/96

teratasi, karenanya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1.  Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS. Selaku Rektor Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar.

2.  Bapak Dr. Muh. Khalifah Mustami, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

3.  Ibu Fatmawati Nur K.S.Si.,M.Si. dan Ibu Hafsah S.Si., M.Pd, selaku Ketua

Jurusan dan sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Alauddin Makassar.

4.  Bapak Mashuri Masri, S.Si., M.Kes dan Ibu Cut Muthiadin, S.Si., M.Si,

selaku pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk 

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5.  Ibu Syahribulan, S.Si., M.Si, Ibu Gemy Nastity Handayany, S.Si., M.Si, APt,

dan Bapak Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M.S, selaku tim penguji yang telah

memberikan bimbingan, saran dan masukannya kepada penulis.

6.  Para Bapak/ Ibu Dosen dan para Staf Fakultas Sains dan Teknologi yang

senantiasa membimbing pada jurusan Biologi.

7.  Saudara-saudaraku ade tendri, yanti, wati, mailo, ery, sul, ilham ,dedy, ifha,

uni, ancha, aris, anha, junet, dewi, yang selalu memberi dukungan dan

semangat kepada penulis.

8.  Teman-teman Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi khususnya teman-

teman Mahasiswa Biologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang

Page 5: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 5/96

tidak sempat penulis tulis satu per satu yang menaruh perhatian dan dukungan

hingga penyelesaian skripsi ini.

Semoga segenap bantuan dan partisipasinya bernilai ibadah dan mendapat

balasan yang berlipat disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Amien.

Makassar, Juni 2011

Penulis.

Page 6: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 6/96

ABSTRAK

Nama Penyusun : LisdawatiNim : 60300107016

Judul Skripsi : “Hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing

 Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang Baru

Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar”

Permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan sanitasi lingkungan

dengan infeksi cacing  Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang  BaruKelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar.

Jenis penelitian adalah analitik observasional yang bersifat cross-sectional.

Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas I, II dan III sejumlah 180 siswa.

Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling kemudian besarsampel minimal diperoleh 25 siswa sebagai sampel. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah (1) uji laboratorium, (2) kuesioner. Data diperoleh (1)

uji laboratorium, dan (2) kuesioner. Data yang dianalisis dengan statistik uji

Chisquare dengan derajat kemaknaan (α=0,05). Berdasarkan analisis Chi-square hubungan sanitasi lingkungan dengan

infeksi cacing  Ascaris dan Trichuri diperoleh bahwa tempat pembuangan tinja( p=0,033 dan 0,037), tempat pembuangan sampah p=0,043 dan 0,39), dan cara

pengaliran air limbah (P=0,023 dan 0,12). Hasil penelitian memperoleh bahwaada hubungan sanitasi lingkungan (tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan

sampah dan cara pengaliran air limbah) dengan infeksi cacing  Ascaris dan

Trichuris. 

Kata Kunci : Sanitasi, Lingkungan, Penyakit, Cacingan.

Page 7: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 7/96

ABSTRACT 

Name : LisdawatiNIM : 60300107016

Thesis : “Relation of Environmental Sanitation with Ascaris and Trichuris-

worm Infection at the Student of SDN Balang Baru Balang Baru

village Tamalate Subdistrict Makassar”

The problem in this research is the relation of environmental santiationwith Ascaris and trichuris-worm infection at the student of SDN Balang Baru

Balang Baru village Tamalate Subdistrict Makassar.

This research is abservational analityc that has cross-sectional character.

Population in this research are the student of the first, second and third class

ammount 180 students. The technique of sample taking using purposive samplingand then total sample taking from minimal 25 student as a semples.The

instruments in this research are (1) laboratory test, (2) Quetionare. The data is

taken from (1) laboratory test (2) quetionare. The data analyst by statistic chi-

square test with degree of significance (α = 0,05). Based on chi-square analisys relation of environmental sanitation with

ascaris and trichuri-worm found that excreta disposal ( p=0,033 and 0,037),

garbage disposal place( p= 043 and 0,39) and the way of flowing waste water

( p=023 and 0,12). From the result of the research, the explanation can be conclude

that there is a relation of environmental sanitation (garbage disposal place, excreta

disposal and the way of flowing waste water) with ascaris and trichuris-worm

infection.

Keyword : Sanitation, Environment, Desease, Wormy.

Page 8: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 8/96

 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................ viiDAFTAR TABEL .................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang ....................................................................................... 1

B.  Rumusan Masalah ................................................................................... 6

C.  Tujuan Penelitian .................................................................................... 7

D.  Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.  Tinjauan Umum Sanitasi Lingkungan .................................................. 8

B.  Tinjauan Umum Tentang Infeksi Cacing .............................................. 23

1.  Gejala, Penularan, dan Akibat Penyakit Cacingan ............................... 23

2.  Pemberantasan Penyakit Cacing ................................ .......................... 38

C.  Gambaran Umun Lokasi Penelitian ..................................................... 41

1.  Jumlah Murid SDN Balang Baru ................................ ......................... 41

2.  Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ................................ ............... 41

D.  Hipotesis Penelitian ................................................................................ 43

E.  Pola Pikir Variabel yang Diteliti ............................................................ 44

BAB III METODE PENELITAN

A.  Jenis Penelitian ...................................................................................... 45

Page 9: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 9/96

B.  Variabel Penelitian ................................................................................. 45

C.  Defenisi Operasional Variabel ................................................................ 45

D.  Ruang Lingkup dan Batasan penelitian .................................................. 47

E.  Alat dan Bahan .......................................................................................... 49

F.  Tahap Pelaksanaan ..................................................................................... 50

G.  Cara Kerja .................................................................................................. 50

H.  Teknik Pengambilan Data .......................................................................... 51

I.  Analisis Data ............................................................................................. 51

J.  Analisis Univariat ...................................................................................... 52

K.  Analisis Bivariat ........................................................................................ 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Penelitian ..................................................................................... 53

1.  Siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi

cacing Ascaris dan Trichuris ................................................................. 53

2.  hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah

dan cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris

dan Trichuris ........................................................................................ 59

B.  Pembahasan ............................................................................................ 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan ............................................................................................ 71

B.  Saran ....................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 73

LAMPIRAN .............................................................................................................. 76

DAFTAR TABEL

Page 10: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 10/96

Nomor

Hal

Tabel Teks

1.  Jumlah Murid Setiap Kelas SDN Balang Baru Kel. Balang Baru. Kec.

Tamalate Kotamadya Makassar ............................................................................... 41

2.  Distribusi Frekuensi Umur ...................................................................................... 53

3.  Frekuensi Jenis Kelamin Siswa ............................................................................... 54

4.  Distribusi Pekerjaan Orang Tua Siswa ................................ .................................... 55

5.  Distribusi Kejadian Penyakit Cacingan ................................................................... 56

6.  Distribusi Tempat Pembuangan Tinja Siswa SDN Balang Baru Keluruhan

Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar. ............................................................ 57

7.  Distribusi Tempat Pembuangan Sampah Siswa SDN Balang Baru Kelurahan

Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar................................ ............................. 57

8.  Distribusi Cara Pengaliran Air Limbah Siswa SDN Balang Baru Kelurahan

Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar................................ ............................. 58

9.  Hubungan antara Kepemilikan Tempat Pembuangan Tinja dengan Kejadian

Penyakit Infeksi Cacing .......................................................................................... 59

10. Hubungan Tempat Pembuangan Sampah dengan Kejadian Penyakit Infeksi

cacing.................................................................................................................

61

11. Hubungan Pengaliran Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Infeksi

Cacing .............................................................................................................. 62

Page 11: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 11/96

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal

Gambar Teks

12. Skema penyebaran penyakit melalui tinja ................................ ................................ 13 

13. Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides) .................................................................... 28 

14. Telur Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides) ........................................................... 30 

15. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ...................................................................... 34 

16. Telur Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ............................................................. 35 

17. Daur Hidup Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ................................................... 36 

18. Histogram Distribusi Presentase Umur ................................ .................................... 54 

19. Histogram Distribusi Jenis Kelamin Siswa ................................ .............................. 54 

20. Histogram Distribusi Pekerjaan orang Tua Siswa ................................ .................... 55 

21. Histogram Distribusi Presentase Kejadian Penyakit Cacingan ................................ . 56 

22. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Tinja ................................ ... 57 

23. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah ............................... 58 

24. Histrogram Distribusi Presentase Cara Pengaliran Air Limbah Siswa ...................... 59 

25. Histrogram Distribusi Presentase Kepemilikan Tempat Pembuanga Tinja ............... 60 

26. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah ............................... 62 

27. Histogram Distribusi Presentase Pengaliran Air Limbah.......................................... 63 

Page 12: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 12/96

LAMPIRAN

Nomor Hal

1.  Kuesioner Penelitian ..............................................................................................

77

2.  Daftar Nama Siswa Kuesioner ................................................................................ 78

3.  Analisis Bivariat ..................................................................................................... 80

4.  Dokumentasi Penelitian .........................................................................................

84

Page 13: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 13/96

 

BAB I

PENDAHULUAN

 A.  Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan

bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat, melalui sanitasi lingkungan baik pada lingkungan tempat

maupun terhadap bentuk berupa fisik, kimia atau biologis termasuk perubahan

prilaku1.

Islam mengajarkan kepada umat manusia agar senantiasa menjaga

lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat merusak 

lingkungan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Ruum/30:41

yang berbunyi:

                                                                                          

Terjemahnya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

 perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagiandari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

2.

Ayat ini menjelaskan tentang terjadinya kerusakan lingkungan yang

diakibatkan oleh perbuatan manusia. Allah menciptakan alam semesta beserta

1Departemen kesehatan RI, Undang-undang Kesehatan (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006),

h. 15.2

Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit J-ART,2005), h. 647.

Page 14: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 14/96

isinya untuk kepentingan dan kesejahteraan semua mahluk-Nya, khususnya untuk 

manusia bukan merusak melainkan dimanfaatkan dan dipelihara. Keserakahan dan

perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia

itu sendiri. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada manusia supaya berbuat

baik dan tidak membuat kerusakan, hubungan ini dapat dilihat firman Allah SWT

dalam QS. Al- Qashash/ 28:77 yang berbunyi:

                                                                                                                      

        

Terjemahnya:

  Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari

(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana

 Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan

3.

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang

saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari

segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya

terhadap masalah sehat, sakit atau kesehatan tersebut4.

Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif 

bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi,

3 Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya , op, cit., h. 623. 

4 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2007), h. 165.

Page 15: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 15/96

tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan

pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta

terwujudnya kehidupan yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-

nilai budaya bangsa. Prilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 yang diharapkan

adalah yang bersifat produktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta

berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat5.

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut

antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),

penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, rumah

hewan ternak, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan

lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan

lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya

kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya6.

Salah satu masalah kesehatan yang tidak kurang pentingnya di negara-

negara sedang berkembang khususnya di daerah tropis ialah penyakit cacing. Di

Indonesia, prevalensi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (“soil

5 Depertemen Kesehatan RI,  Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia 2010

(Jakarta: Depertemen Kesehatan RI, 1999), h. 56.6 . Soekidjo Notoatmodjo, loc. cit.

Page 16: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 16/96

transmitted helminthes”) yang paling sering ditemukan ada 2 spesies yaitu Ascaris

lumbricoides dan Trichuris trichiura7

Banyak penelitian telah dilakukan di berbagai tempat di Indonesia

umumnya menunjukkan prevalensi tinggi untuk kedua jenis cacing ini. Secara

nasional diperkirakan sebesar 20 - 90% untuk infeksi cacing gelang ( Ascaris

lumbricoides) dan 75 – 90% untuk cacing cambuk (Trichuris trichiuria). Pada

umumnya angka prevalensi cacing gelang dan cacing cambuk ini ditemukan lebih

tinggi pada daerah kumuh8.

Penelitian sebelumnya dilakukan terhadap murid SD di daerah kumuh

Kecamatan Mariso Kota Makassar dengan hasil prevalensi infeksi cacing yang

tinggi 2,31% yang terinfeksi cacing gelang (  A. lumbricoides) dan 14,6% yang

terinfeksi cacing cambuk (T. trichiuria). Ditemukan pula pada anak usia sekolah

dasar yang terinfeksi cacing di Kelurahan Pampang Kecamatan Panakukkang

sebanyak 15 anak (38,46%), sedangkan di Kelurahan kampong Buyang

Kecamatan Mariso sebanyak 87 anak (79,09)%9. 

Tingginya prevalensi infeksi cacing usus tersebut di Indonesia dipengaruhi

oleh daerah beriklim tropis dengan kelembabannya tinggi, keadaan sosial

ekonomi rendah, pencegahan dan cara pengobatan dari penyakit cacingan masih

kurang dan kepadatan penduduk yang tinggi. Anak umur sekolah dasar termasuk 

usia yang memiliki resiko tinggi tertular penyakit cacing yang ditularkan melalui

7 Mira T Windy, Kesehatan Anak Di daerah Tropis (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h.

70.8Hj Rosdiana safar, Parasitologi Kedokteran Protozoologi, Helmintologi, Entomologi

(Bandung: Yrama Widya, 2009), h. 155- 159. 9

Elis Nurbaeti, Studi Lingkungan dan Investasi cacing pada Usia Sekolah Dasar diKecamatan Panakukang dan Kecamatan Mariso Kota Makassar (Makassar: Skripsi, 2001), h. 41.

Page 17: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 17/96

tanah, oleh karena anak usia tersebut masih senang bermain tanah dan kebersihan

tangan kurang diperhatikan. Di samping prevalensi yang tinggi ternyata derajat

infeksi (intensitasnya) juga tinggi dibanding kelompok umur lainnya10

.

Dampak yang diberikan infeksi cacing sangat merugikan kesehatan,

misalnya gangguan pencernaan, anemia dan menurunnya aktivitas anak. Padahal

sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi bila ada usaha untuk mencegah infeksi yang

terus menerus misalnya dengan pemutusan rantai daur hidup, menjaga kebersihan

atau dengan pemberian obat anti helmentik yang teratur. Pemerintah sendiri telah

memprogramkan pemberantasan penyakit ini sejak tahun 1975 dan sejak Pelita IV

(1984) program pemberantasan penyakit cacing ini termasuk program

pemberantasan penyakit diare11.

Golongan rawan infeksi cacing ini adalah anak usia sekolah terutama yang

tinggal di daerah dengan iklim tropis dan keadaan tanah yang mengandung

parasit. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan

dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa akan datang

sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik 

fisik dan intelektualnya. Dalam hubungan dengan infeksi kecacingan, beberapa

penelitian menunjukkan bahwa anak usia sekolah merupakan golongan yang

sering terkena infeksi kecacingan12

.

Hasil observasi peneliti yang melihat keadaan lingkungan di sekitar SDN

Balang Baru Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate Kotamadya Makassar masih

10 Mira T Windy, loc. cit.

11 Hj Rosdiana safar, loc. cit.

12

Mira T Windy; loc. cit.

Page 18: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 18/96

 jauh dari tahap lingkungan sehat, hal ini disebabkan karena perilaku, lingkungan

tempat tinggal, misalnya tidak tersedianya air bersih dan tempat pembuangan

 feces yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dan merupakan daerah

perkampungan padat. Selokan, pekarangan rumah dan tempat-tempat MCK nya

tidak teratur dan tidak terpelihara sebagaimana mestinya.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

yang berjudul “Hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing  Ascaris dan

Trichuris pada siswa SDN Balang  Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate

Kota Makassar”.

 B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1.  Apakah ada siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi

cacing  Ascaris dan Trichuris?

2.  Bagaimana hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah

dan cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris dan Trichuris?

C.  Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan, maka tujuan yang akan dicapai dari hasil

penelitian ini yaitu:

1.  Diketahuinya siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi

cacing Ascaris dan Trichuris. 

Page 19: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 19/96

2.  Diketahuinya hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan

sampah dan cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing  Ascaris dan

Trichuris. 

 D.  Manfaat Penelitian

1.  Sebagai bahan masukan bagi anak sekolah dan masyarakat sekitarnya

sehingga mereka memperhatikan kesehatan agar terhindar dari penyakit

cacingan

2.  Data yang diperoleh diharapkan menjadi masukan bagi instansi guna lebih

memberi dorongan dan bantuan pencegahan dan cara pengobatan dari

permasalahan kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan penyakit

cacingan demi meningkatkan status kesehatan masyarakat dalam program

PHBS.

3.  Bagi peneliti merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dalam melakukan

penelitian .

Page 20: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 20/96

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 A.  Tinjauan Umum Sanitasi Lingkungan

Lingkungan hidup serta manusia dengan segala faktornya merupakan

bagian dari lingkungan kehidupan manusia. Lingkungan kehidupan antara

manusia dengan lingkungannya merupakan suatu sistem yang disebut ekologi. Di

dalam ekosistem tersebut manusia di satu pihak berusaha menciptakan lingkungan

yang nyaman untuk kehidupannya dengan cara mempengaruhi lingkungan.

Sedangkan di pihak lain manusia senantiasa terancam oleh lingkungan itu

sendiri13

.

Menurut UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang kesehatan, dikatakan bahwa:

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Banyak 

faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan

masyarakat yaitu faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.14

.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-A’raaf/7:56

                                                                               

Terjemahnya:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan

13 Depertemen Kesehatan RI,  Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia

2010 (Jakarta: Depertemen Kesehatan RI, 1999), h. 55.14

 Departemen kesehatan RI, Undang-undang Kesehatan (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006),h. 16.

Page 21: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 21/96

diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat 

dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”15

.

Ayat ini menerangkan kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap

lingkungan dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Informasi tersebut akan

memberikan teguran bahwa manusia harus selalu menjaga dan melestarikan

lingkungan agar tidak menjadi rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa

yang Allah SWT berikan kepada manusia semata-semata merupakan suatu

amanah.

Setiap orang akan tinggal dalam sebuah lingkungan hidup, lingkungan

hidup itu terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan biologi.

Lingkungan fisik adalah semua yang tak bernyawa terbuat dari tanah, air dan

udara. Misalnya bangunan, sampah, dan lain-lain. Lingkungan sosial adalah

hubungan antar manusia. Lingkungan biologi adalah semua makhluk hidup,

termasuk tumbuhan, kecuali manusia, karena manusia sudah masuk dalam

kategori lingkungan sosial. Di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

angka kesakitan (morbiditas) penyakit menular masih cukup tinggi. Hal ini antara

lain dipengaruhi oleh keadaan lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi,

misalnya infeksi karena bakteri, virus, dan parasit yang umumnya tumbuh subur

pada iklim tropis yang lembab dan kotor16.

Tingkat kesehatan lingkungan dapat diukur dengan parameter sebagai

berikut:

15Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit J-ART,

2005), h. 230.

16 Ircham Machfoedz, Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit Bagian

Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi Pedesaan & Perkotaan (Yogyakarta:Fitramaya, 2008), h. 26.

Page 22: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 22/96

1.  Penyediaan air bersih

2.  Pembuangan (drainase) air limbah/comberan yang memenuhi syarat kesehatan

3.  Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran serta cara buang

kotoran yang sehat

4.  Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan sampah rumah tangga dan

tempat-tempat umum yang memenuhi persyaratan kesehatan

Mengingat bahwa masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang

sedang berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air

minum, pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor) maka

berikut ini akan dibahas masalah tersebut.

1.  Penyediaan air bersih

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Tubuh manusia itu sendiri

sebagian besar terdiri dari air. Pada orang dewasa, sekitar 55% - 60%, pada anak-

anak sekitar 65%, dan pada bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat

kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, dan mencuci. Syarat-syarat air

minum sehat, dengan melihat dari fisik, bakteriologis dan syarat kimianya agar air

minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan

memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan

mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan

sebagai berikut:

1.  Fisik 

Page 23: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 23/96

Air minum yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bening (tidak 

berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara 200

C, cara mengenal air yang

memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

2.  Bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri

patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri

patogen, dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri  E.

coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.

3.  Syarat kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah

yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air,

akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia pada tingkat sel, organ dan

sistem organ dalam tubuh17.

2.  Pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari

rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan

manusia serta menganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air

limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah

permukiman, perdagangan perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air

tanah. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang

tersisa dari kegiatan manusia. Untuk mencegah atau mengurangi akibat-akibat

17Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2007), h. 172-174. 

Page 24: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 24/96

buruk tersebut diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya-upaya sedemikian rupa

air limbah tersebut:

a.  Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air minum

b.  Tidak mengakibatkan pencemaran terhadap permukaan tanah

c.  Tidak menyebabkan pencemaran air untuk mandi perikanan, air sungai, atau

tempat-tempat rekreasi

d.  Tidak dapat dihinggapi serangga, tikus, dan tidak menjadi tempat berkembang

biaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

e.  Tidak terbuka, kena udara luar (jika tidak diolah) serta tidak dapat dicapai oleh

anak-anak.

f.  Baunya tidak menganggu18.

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup

terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan

mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul

karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam mempunyai

kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu

diolah sebelum dibuang19.

3.  Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran serta cara buang

kotoran yang sehat

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat, dilihat dari segi

kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah

18

  Ibid, h. 194-195.19  Ibid.

Page 25: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 25/96

yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia ( feces) adalah

sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang

bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat

diilustrasikan seperti pada skema dibawah ini:

Gambar 1

Skema penyebaran penyakit melalui tinja(Sumber: Soekidjo Notoadmodjo, 2007:181).

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran

penyakit sangat besar. Di samping secara langsung mengkontaminasi makanan,

minuman, sayuran, dan sebagainya, dan bagian-bagian tubuh kita dapat

terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit

bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan

pertambahan penduduk yang cepat, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-

penyakit yang ditularkan melalui tinja. Penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja

manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing

gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan

sebagainya. Hasil penelitian menyatakan bahwa, seorang yang normal

TINJA

AIR

TANGA

LALAT

TANA 

MAKANANMINUMAN

SAYURAN

DSB

HOST

MATI

SAKIT

Page 26: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 26/96

diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 330 gram. Jadi bila penduduk 

Indonesia dewasa saat ini 200 juta, maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar

194.000 juta gram (194.000 ton). Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas

penyakit akan mudah tersebar20

.

Jamban adalah bangunan untuk tempat buang air besar dan buang air kecil.

Buang air besar dan buang air kecil harus di dalam jamban, jangan di sungai atau

di sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit. Pembuangan tinja yang

tidak sesuai dengan dapat menyebabkan penyebaran berbagai macam penyakit.

Hal ini dimulai dari tinja yang terinfeksi mencemari air tanah atau air permukaan

yang terkontaminasi bibit penyakit yang berasal dari tinja diminum manusia. Bisa

 juga tinja yang terinfeksi dihinggapi kecoak atau lalat, kemudian kecoak atau lalat

merayap atau hinggap pada makanan atau tempat meletakkan makanan seperti

piring atau sendok untuk makan. Penyakit-penyakit seperti tifus abdominalis,

cholera dan berbagai jenis cacing dapat disebarkan lewat tinja. Bila tinja dibuang

dalam jamban sederhana, yakni jamban cemplung, maka jasad renik dapat masuk 

lagi ke dalam tanah secara vertikal paling dalam 3 meter. Ke samping tergatung

 jenis dan keadaan tanah21.

Syarat-syarat jamban sehat adalah sebagai berikut : jamban harus

mempunyai dinding dan pintu agar orang yang berada di dalam tidak terlihat,

 jamban sebaiknya mempunyai atap untuk perlindungan terhadap hujan dan panas,

cahaya dapat masuk ke dalam jamban karena cahaya matahari berguna untuk 

20 Ibid, h. 181.

21 Umar A, Penerapan Metode Pengolahan dan Pembuangan Limbah (Jakarta: PT.

Rineka Cipta: 1997), h. 105.

Page 27: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 27/96

mematikan kuman, lantai terbuat dari bahan yang tidak tembus air seperti semen

atau papan yang disusun rapat. Hal ini perlu agar air kotor tidak meresap ke dalam

tanah dan lantai mudah dibersihkan, jamban harus mempunyai ventilasi yang

cukup untuk pertukaran udara agar udara di dalam jamban tetap segar. Lubang

penampungan kotoran letaknya antara 10 sampai 15 meter dari sumber air bersih

agar sumber air tidak tercemar. Di dalam jamban harus tersedia air bersih dan

sabun untuk membersihkan diri, untuk jamban model cemplung lubang jamban

harus mempunyai tutup yang rapat agar lalat, kecoa, dan serangga lain tidak dapat

keluar masuk tempat penampungan kotoran. Lubang saluran saluran air kotor

pada lantai letaknya lebih rendah daripada lubang jamban, jamban sebaiknya tidak 

dibuat di tempat yang digenangi air. Untuk daerah rawa atau daerah yang sering

banjir letak lantai jamban dibuat lebih tinggi daripada permukaan air yang

tertinggi pada waktu banjir. Jamban sebaiknya diberi lampu untuk penerangan,

lubang penampungan kotoran harus mempunyai pipa saluran udara yang cukup

tinggi agar gas yang timbul dapat disalurkan ke luar22

.

Pengelolaan pembuangan kotoran manusia untuk mencegah sekurang-

kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan

kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran

harus di suatu tempat tertentu atau jamban sehat. Suatu jamban disebut sehat

untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai

berikut:

1.  Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut

22

Suharto, Pendidikan Kesehatan untuk Sekolah Dasar Kelas 6  (Jakarta: DepartemenPendidikan dan kebudayaan: Jakarta: 1997), h. 5.

Page 28: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 28/96

2.  Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3.  Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4.  Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-

binatang lainnya

5.  Tidak menimbulkan bau

6.  Mudah digunakan dan dipelihara

7.  Sederhana desainnya

8.  Murah

9.  Dapat diterima oleh pemakainya23

.

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan

antara lain:

1.  Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari

panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari

pandangan orang dan sebagainya.

2.  Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak 

yang kuat dan sebagainya

3.  Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak 

menganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.

4.  Sebaiknya disediakan alat pembersih24

.

Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain:

1.  Jamban lubang gali atau jamban plung ( pit privy)

23

 Soekidjo Notoatmodjo, loc. cit. 24 Ibid, h. 181-182. 

Page 29: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 29/96

Jamban ini berupa lubang di dalam tanah. Diameter umumnya 60 – 120

cm. kedalaman mulai dari 2,5 sampai beberapa meter. Dinding batu bata atau

disemen. Bila sudah mencapai ketinggian 50 cm, tinja ditimbun tanah. Ditunggu

sekitar 10 tahun, akan berubah komposisinya sehingga dapat dipakai pupuk, untuk 

menghindari nyamuk, tiap beberapa hari bisa disiram minyak tanah dan kapur

barus (kamfer ) dapat dipakai menghilangkan bau.

2.   Aqua privy (Jamban cubluk berair)

Proses pembusukan dalam jamban ini memakai air. Oleh karena itu harus

banyak disiram air. Bila air hampir penuh dapat dialirkan ke sumur resapan

(seepage pit ), sistem roil atau cesspool. Sebenarnya cesspool berfungsi untuk 

pembuangan limbah cair yang umumnya bukan dari pembuangan tinja. Pada

sistem rool haruslah dialirkan pada suatu terminal berupa sistem pengolahan

limbah organik lembut, termasuk tinja sedemikian rupa, sehingga dihasilkan gas

metan dan pupuk.

3.  Angsa – trine atau water - sealed latrine 

Yang penting pada bentuk jamban ini adalah closetnya, yang menyerupai

leher angsa, demikian rupa bentuknya sehingga air selalu menggenang di leher

angsa ini. Guna air tersebut adalah menyumbat agar bau tidak menyebar.

Meskipun di daerah pedesaan leher angsa masih dikombinasikan dengan jamban

plung, namun sebaiknya, leher angsa dikombinasikan dengan sistem septic-tank 

dan peresapan.

4.   Bucket  latrine

Page 30: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 30/96

Tinja ditampung pada tempat khusus dari semacam bejana, untuk 

kemudian dibuang ke tempat yang semestinya. Ini umum dilakukan di rumah sakit

bagi pasien yang tidak bisa buang hajat ke jamban

5.   Bore-hole latrine 

Sama dengan jamban cubluk, tetapi lebih kecil, karena hanya untuk 

sementara sekali dipakai, misal di pemukiman sementara.

6.  Overhung latrine 

Jamban yang dibuat di rawa, kolam, sungai, dan lain-lain.

7.  Trench latrine 

Tempat membuang tinja dengan menggali tanah sedikit, kemudian setelah

dipakai buang tinja ditimbun lagi25

.

4.  Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan sampah rumah tangga dan

tempat-tempat umum yang memenuhi persyaratan kesehatan

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai

lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu

kegiatan manusia dan dibuang. Pengelolaan sampah padat banyak cara orang

mengelola sampah padat mulai dari yang paling sederhana, sampai dengan cara-

cara modern. Umumnya orang berupaya untuk mengelola sampah padat sebaik-

baiknya sehingga tidak menganggu ketenteraman. Baik keindahan maupun

25 Ircham Machfoedz, loc. cit. 

Page 31: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 31/96

baunya, kalau kita kaji cara-cara pengelolahan tersebut yaitu asal buang atau asal

tumpuk, pakai ulang, daur ulang, dibuat pupuk, bakar teknis, pendam urug

berlapis, pirolisis, pemadatan, pemanfaatan terpadu, disamping itu masih banyak 

cara-cara sederhana yang dilakukan orang. Misalnya dikumpulkan kemudian

dibakar, dibuang ke lubang khusus untuk sampah, setelah penuh baru dibakar atau

ditimbun dengan tanah. Ada pula yang dibuang ke tempat bak sampah keluarga

yang terbuat dari beton, pada saat tertentu baru dibakar. Ada juga yang kemudian

diambil tukang sampah, dikirim ke bak sampah umum. Dari bak sampah umum

diambil truk sampah, diangkut ke pembuangan sampah umum26

.

Sampah padat yang tidak dikelola dengan baik, asal buang saja, akan

menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena sampah

tersebut akan dapat menjadi sarang vektor-vektor penyakit. Sampah padat yang

mengandung makanan yang disukai lalat sehingga mengudang lalat hinggap dan

bahkan bertelur di tumpukan sampah itu, berkembang biaknya lalat di sampah

  juga merupakan bahaya penularan penyakit, karena makin banyak lalat akan

makin banyak penyakit yang ditularkan27.

Allah SWT berfirman Q.S Al-Baqarah/2:164

                                                                                                                                                                

                                                                       

Terjemahnya:

26

 Soekidjo Notoatmodjo, op. cit , h. 189-190. 27 Ircham Machfoedz, op. cit. h.71-72. 

Page 32: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 32/96

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya

malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna

bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu denganair itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu

segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara

langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)bagi kaum yang memikirkan”

28. 

Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai mahluk yang paling mulia,

sedangkan bumi dan seisinya atau alam sekitar itu diciptakan Tuhan untuk 

kepentingan manusia karena itu segala apa yang ada di dalam bumi ini

hendakklah diolah, diatur (bukan dirusak) dan dipelihara oleh manusia dengan

sebaik-baiknya untuk kesejahteraan hidup manusia.

Sampah padat yang kotor itu juga bisa menjadi sarang kecoak. Kecoak pun

seperti halnya lalat dapat menyebar luas bibit penyakit. Sampah padat yang

teronggok di atas tanah yang lembab, merupakan tempat yang baik bagi cacing-

cacing tertentu yang bisa membahayakan kesehatan pula seperti halnya cacing

cambuk (T. trichiura) dan cacing gelang ( A. lumbricoides)29.

Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Cacingan.

Peter J. Hotes (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor risiko ( Risk 

 factors) yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan yang

penyebarannya melalui tanah antara lain :

1.  Lingkungan

Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh terutama di

daerah kota atau daerah pinggiran. Menurut Phiri (2000) yang dikutip Peter J.

Hotes bahwa jumlah prevalensi  A.  lumbricoides banyak ditemukan di daerah

28 Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, loc. Cit., h. 40.

29 Ircham Machfoedz, op. cit. h.71-72. 

Page 33: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 33/96

perkotaan. Sedangkan menurut Albonico (2003) peter J. Hotes bahwa jumlah

prevalensi tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakat

sebagian besar masih hidup dalam kekurangan30

.

2.  Tanah

Penyebaran penyakit cacingan dapat terjadi melalui tanah yang

terkontaminasi dengan tinja yang mengandung telur T. Trichiura. Telur tumbuh

dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30◦C . Tanah liat

dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar antara 25◦C-30◦C sangat baik

untuk berkembangnya telur A. lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif 31

.

3.  Iklim

Penyebaran A. lumbricoides dan T. trichiura yaitu di daerah tropis karena

tingkat kelembabannya cukup tinggi. Lingkungan yang paling cocok sebagai

habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi terutama di daerah perkebunan

dan pertambangan32

.

4.  Perilaku

Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu yang ditularkan

lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena

30 Peter J. Hotes, Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes and Burden of 

the condition (WHO: Departemen of Mikrobiologi and Tropical Medicine The GeorgeWashington University: 2003), h. 17. 

31 Srisasi Gandahusada, Dkk, Parasitologi Kedokteran Edisi 3 (Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2004), h. 11. 32

Jangkung Samidjo Onggowaluyo, Parasitologi Medik (Helmintologi) Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnostik dan Klinik (Jakarta: EGC: 2002), h. 24. 

Page 34: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 34/96

biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi

tanpa mencuci tangan33

.

5.  Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan Menurut

Tshikuka (1995) dikutip Peter J. Hotes (2003) faktor sanitasi yang buruk 

berhubungan dengan sosial ekonomi yang rendah34

.

6.  Status Gizi

Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif ),

penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan

(kumulatif ), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa

kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan darah. Selain

dapat menghambat perkembangan fisik,anemia, kecerdasan dan produktifitas

kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga

mudah terkena penyakit lainnya35.

 B.  Tinjauan Umum Tentang Infeksi Cacing 

1.  Gejala, penularan, dan akibat penyakit cacingan

Cacing memang bisa menyerang setiap orang. Penderita penyakit cacingan

di Indonesia boleh dikatakan masih cukup tinggi dan merata, tidak hanya di

33Peter J. Hotes, op. cit., h. 24.

34  Ibid., h. 22.35

 Departemen Kesehatan R.I,  Materi Pelatihan Dokter Kecil (Jakarta: Depkes R.I:2006), h. 6.

Page 35: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 35/96

lingkungan yang kumuh dan buruk sanitasinya saja. Oleh karena itu tidak aneh

 jika ibu-ibu langsung menduga bahwa anaknya terkena cacingan, ketika melihat

anaknya lesu, kurang semangat dan mudah menangis. Oleh karena itu penyakit

cacingan jangan dianggap enteng, khususnya di daerah-daerah yang sanitasinya

masih kurang baik, cacing yang menganggu kesehatan pun bukan sekedar cacing

gelang, tetapi masih ada beberapa cacing lainnya yang juga dapat menganggu

kesehatan36.

Cacing-cacing itu masuk ke dalam tubuh kita melalui mulut dan kaki

telanjang. Makanan yang masuk ke dalam mulut kita harus bersih. Kita juga harus

memakai sandal atau sepatu sehingga kuman tidak akan masuk ke sela-sela jari-

 jari kita, jika kuman masuk kedalam perut melalui aliran darah maka hal ini akan

mengakibatkan anak akan jatuh sakit37.

Cacing dipermasalahkan oleh manusia karena umumnya cacing

mengambil bahan makanan dari usus. Ukurannya wujudnya memang tidak 

seberapa tapi kerugian yang disebabkan oleh hilangnya bahan makanan yang

dicuri cacing itu cukup besar. Selain cacing usus, cacing lainnya adalah cacing

cambuk dan cacing tambang. Infeksi cacing pada umumnya terjadi pada

penduduk yang tinggal di daerah kumuh, dibanding dengan di daerah lainnya

khususnya untuk cacing gelang dan cacing cambuk. Untuk menurunkan angka

penyakit cacingan, perhatian utama ditujukan pada anak-anak usia sekolah dasar

dan balita yang mengidap cacingan itu cukup tinggi jumlahnya. Selain itu

diberikan pengobatan pada anak sekolah. Juga dilakukan pengarahan secara terus-

 36

 Sitorus H Ronald, Pedoman Perawatan Kesehatan Anak (Bandung: Yrama Widya,

2008), h. 102 – 103.37 Tri Wagiyati, Bimbingan Kesehatan di Sekolah (Bandung: Medium, 2007), h. 86.

Page 36: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 36/96

menerus kepada anak sekolah, khususnya tentang tata cara menjaga kebersihan,

sebagai pangkal tingginya angka pengidap cacingan karena anak seusia itu dapat

membentuk norma38

.

Tingginya angka pengidap cacingan pada umumnya disebabkan karena

sanitasi lingkungan yang kurang baik, perilaku kebersihan yang kurang, debu

yang berterbangan, dan makanan jalanan yang kurang terjaga kebersihannya. Oleh

karena itu meski seorang anak berasal dari kalangan berada dan tinggal di tempat

yang baik lingkungannya tak jarang dijumpai penderita cacingan. Cacing masuk 

ke dalam tubuh melalui telur yang tertelan. Mungkin tertelan bersama makanan

  jajanan, atau juga bersama debu yang berterbangan. Telur cacing dapat juga

dibawa oleh binatang seperti: kecoak, tikus, lalat, dan binatang lainnya, selain

diterbangkan oleh angin. Meskipun suatu kelurga sudah memiliki WC

sebagaimana mestinya dan menjaga kebersihan lainnya, namun bila lingkungan

sekitar masih tetap hidup dengan pola lama, kurang memelihara kebersihan, maka

kemungkinan cacing pun masih akan tetap jadi masalah yang harus diwaspadai39

.

Kehilangan unsur makanan yang sangat dibutuhkan, jelas akan

menganggu proses pertumbuhan bagi anak-anak dan menghambat produktivitas

kerja bagi orang dewasa. Penderita cacingan secara berangsur-angsur akan

kekurangan gizi, akibatnya selain menyebabkan kurang gairah, juga daya tahan

tubuhnya akan menurun, mudah sakit, dan bagi anak-anak tentu akan mengalami

kesulitan untuk belajar secara optimal. Penyakit cacingan memang jarang

menyebabkan kematian namun, bukan berarti membiarkan cacing berkembang

38

 Sitorus H Ronald, op. cit, h.103. 39 Tri Wagiyati, loc. cit  

Page 37: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 37/96

biak di perut tidak membahayakan. Sebenarnya gejala klinis cacingan ada yang

dapat menyebabkan penyumbatan usus dan mendatangkan kematian misalnya bila

seorang anak yang menderita cacingan itu suhu badanya panas maka sejumlah

cacing yang terdapat dalam perutnya akan lebih aktif sehingga bisa bergumpal di

dalam usus yang disebut abdomen akut. Kondisi yang lebih parah lagi terdapat

cacing yang sempat menggeroti otak karena larva cacing itu berkelana kemana-

kemana, sampai mencapai otak dan makanannya40.

Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang penting . Cacing yang paling sering

ditemukan adalah A. lumbricoides dan T. trichiuria.41

.

1.   Ascaris lumbricoides 

a.  Hospes dan nama penyakit

Manusia merupakan satu-satunya hospes   A. lumbricoides. Penyebab

penyakit ini disebut askariasis42

.

b.  Distribusi geografis

Pada manusia yang paling umum dan tersebar luas (cosmopolitan) dan

insidennya yang tinggi terutama di daerah beriklim lembab dan panas. Prevalensi

infeksi secara geografis bervariasi, yaitu di Cina dan Asia Tenggara prevalensinya

tinggi, di negara-negara Asia Tengah, terutama di daerah lembab, Amerika

Tengah dan Selatan infeksi ditemukan rata-rata 45%. Di Eropa pada umumnya

rendah, Amerika serikat bagian selatan angka infeksinya sedang dan prevalensi

40 Sitorus H Ronald, op. cit., h.105-106. 

41 Suhintam Pusarawati,  Helmintologi Kedokteran (Surabaya: Airlangga University Press,

2007), h, 10.42

 Srisasi Gandahusada, Dkk, Parasitologi Kedokteran Edisi 3 (Jakarta: FakultasKedokteran Universitas Indonesia, 2004), h. 8.

Page 38: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 38/96

cacing di Indonesia tinggi berkisar antara 20 – 90%, dimana sebelumnya telah

dilakukan penelitian pada murid-murid SD di daerah kumuh Kecamatan Mariso

Kota Makassar dengan hasil prevalensi infeksi cacing yang tinggi 2,31%43

.

c.  Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Fhilum : Nematoda

Klas : Secernentae

Ordo : Acaridida

Famili : Ascarididae

Genus :  Ascaris 

Species :  Ascaris lumbricoides44

 

d.  Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa berwarna agak kemerah-merahan atau putih kekuning-

kuningan. Bentuknya silindris memanjang, ujung anterior tumpul memipih dan

ujung posteriornya agak meruncing. Terdapat garis-garis lateral yang mudah

dilihat, ada sepasang, warnanya agak putih sepanjang tubuhnya, cacing dewasa

yang jantan berukuran panjang 15 cm sampai 31 cm dengan diameter 2 mm

sampai 4 mm. sedangkan cacing betina panjangnya berukuran 20 cm sampai 35

cm, dan kadang-kadang sampai mencapai 49 cm dengan diameter 3 mm sampai 6

mm. Cacing jantan ujung ekornya melengkung ke arah ventral. Cacing jantan

mempunyai sepasang spikula yang bentuknya sederhana dan silindris, sebagai alat

kopulasi dengan ukuran panjang 2 mm sampai 3,5 mm dan ujungnya meruncing.

43Bariah Ideham,  Helmintologi Kedokteran (Surabaya: Airlangga University Press,

2007), h. 11.44 Jasin M. Zoologi Invertebrata. (Surabaya: Sinar Surya Wijaya,1992). h. 34

Page 39: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 39/96

Bagian kepala dilengkapi dengan tiga buah bibir yaitu, satu dibagian mediodorsal

dan dua lagi berpasangan di bagian lateroventral.

Gambar 2 Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides)

(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « GuruNgeBlog_files Evi Yulianto, S.Si.)

Pada masing-masing bibir terdapat sepasang papila-papila, di bagian pusat

di antara ketiga bibir terdapat lubang mulut yang berbentuk segitiga. Pada bagian

posterior terdapat anus yang letaknya melintang. Cacing betina mempunyai vulva

yang letaknya di bagian ventral sepertiga panjang tubuh dari ujung kepala. Vagina

bercabang membentuk sepasang saluran genital. Saluran genital terdiri dari

seminal reseptakulum, oviduk, ovarium, dan salurannya berkelok-kelok menuju

bagian posterior tubuhnya yang dapat berisi 27 juta telur. Tiap hari seekor cacing

 Ascaris betina dapat menghasilkan 200.000 telur. Telur berbentuk ovoid dengan

kulit yang tebal dan transparan, yang terdiri dari membrane lipoid vitelin yang

relatif tidak permeable, lapisan tengah tebal transparan dibentuk dari glikogen dan

pada lapisan luar terdapat tonjolan-tonjolan yang kasar, yaitu lapisan albumin

Page 40: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 40/96

yang berwarna coklat terang. Membran vitelin berguna untuk melindungi

embrio45

.

Cacing betina bertelur, dan terdapat 4 macam telur:

1.  Telur dibuahi, berkortika ( fertile corticaded )

Bentuk oval sampai bulat, berukuran mikron (µm), berkulit ganda dengan

batas jelas, kulit bagian luar berkortika (dilapisi albumin) berwarna coklat karena

menyerap warna albumin. Kulit bagian dalam halus, tebal, tidak berwarna sampai

berwarna kuning pucat. Telur berisi masa bulat bergranula. Pada bagian kutub

terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk mirip

bulan sabit.

2.  Telur dibuahi, tidak berkortika ( fertile decorticated )

Morfologinya mirip dengan telur fertile berkortika, tetapi kulit bagian luar

tidak dilapisi albumin.

3.  Telur (tidak dibuahi, berkortika (unfertile corticated )

Berbentuk telur memanjang (elips atau tidak teratur), berukuran sekitar

88x55 µm. Berkulit ganda dengan batas tidak jelas. Kulit bagian luar dilapisi

albumin yang permukaannya tidak rata dan berwarna coklat. Kulit bagian dalam

tipis, dan tampak satu atau dua garis. Isi telur dipenuhi butiran-butiran bulat,

besar, dan sangat membias, pada daerah kutubnya tidak berongga udara.

4.  Telur tidak dibuahi, tidak berkortika (unfertile decorticated)

45 Kus Irianto, Kusno waluyo, Gizi dan Pola Hidup Sehat (Bandung: Yrama Widya,

2004), h.209-210.

Page 41: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 41/96

Morfologinya mirip telur unfertile corticaded, tetapi bagian luar tidak 

dilapisi albumin. Kulit halus-tipis, tampak sebagai garis ganda, dan tidak 

berwarna. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi

bentuk infektif dalam kurang lebih 3 minggu, bentuk infektif ini, bila tertelan oleh

manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju

pembuluh darah atau saluran limfe, lalu di alirkan ke jantung, kemudian

mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh

darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea

melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju faring, sehingga

menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini akan

menyebabkan larva masuk ke dalam esophagus, dan menuju usus halus. Di usus

halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai

cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang 2 bulan46.

Gambar 3 Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides)

(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « GuruNgeBlog_files Evi Yulianto S.Si.)

46 Heru Prasetyo, Parasitologi-Atlas (Surabaya: Airlangga Universty Press, 2003), h. 2-3.

Page 42: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 42/96

e.  Patologi dan gejala klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa

dan larva, gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada

ornag yang rentan terjadi terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus dan

timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, deman dan eosinofilia.

Pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu.

Keadaan ini disebut sindrom loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa

biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, konstipasi, pada

infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat

keadaan malnutrisi. Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran

empedu, apendiks, atau bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat

sehingga kadang-kadang perlu tindakan perawatan47.

f.  Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja

secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis, selain

itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut

atau hidung, maupun melalui tinja48.

g.  Pengobatan

Piperazin digunakan untuk mengobati infeksi cacing gelang ini, diberikan

lewat mulut dan akan melumpuhkan cacing sehingga akhirnya dikeluarkan hidup-

hidup di tinja, obat pencahar tidak diperlukan, pada anak sampai umur 2 tahun

dosisnya adalah 2 gr, pada umur 2 – 5 tahun dosisnya 3 gr dan untuk anak yang

47

  Ibid.48 Ibid.

Page 43: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 43/96

berumur di atas 5 tahun 4 gr. Pengobatan ini dapat diulang 3 hari berturut-turut,

bila diperlukan49

.

h.  Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan

infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan

pengobatan, kesembuhan diperoleh antara 70 – 80%50.

i.  Epidemiologis

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak.

Frekuensinya antara 60 – 90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga

menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah

pohon, di tempat pembuangan tinja dan di tempat pembuangan sampah. Anjuran

mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian

  jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat

mencegah askariasis51

.

2.  Trichuris trichiura 

1.  Hospes dan nama penyakit

49Mira T Windy, loc. cit. 

50 Indan Entjang, Mikrobiologi & Parasitologi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),

h. 235.  51Srisasi Gandahusada, Dkk; loc. cit.

Page 44: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 44/96

Manusia merupakan hospes cacing ini, penyakit yang disebabkannya

disebut trikuriasis52

.

2.  Distribusi geografis

Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan

lembab, seperti di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang dikemukakan

oleh Depertemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53% pada

masyarakat Bali, 36,2% pada di perkebunan di Sumatra Selatan, 51,6% pada

sejumlah sekolah di Jakarta. Prevalensi di bawah 10% ditemukan pada pekerja

pertambangan di Sumatra Barat (2,84%) dan sekolah-sekolah di Sulawesi Utara

(7,42%). Pada tahun 1996 infeksi Trichuris ditemukan sebanyak 60% di antara

365 di Musi Banyuasin, Sumatra selatan anak sekolah dasar.

3.  Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Fhilum : Nematoda

Klas : Adenophorea

Ordo : Trichurida

Famili : Trichuridae

Genus : Trichuris 

Species : Trichuris trichiuria53

.

4.  Morfologi dan daur hidup

52

  Ibid. 53 Jasin, loc.cit. 

Page 45: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 45/96

Cacing betina panjangnya kira-kira 5cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm.

Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang

seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina

bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu

spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian

anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.

Gambar 5 Cacing Cambuk (Trichuris trichiuria)

(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « Guru

NgeBlog_files Evi Yulianto S.Si.)

Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara

3000 – 10.000 butir. Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk 

seperti tempayan dengan semacam penonjalan yang jernih pada kedua kutub.

Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja54

.

54

 Yoes Prijatna Dachlan, penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran (Surabaya:Airlangga University Press, 2007), h.4.

Page 46: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 46/96

 

Gambar 6 Cacing Cambuk (Trichuris trichiuria)

(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « GuruNgeBlog_files Evi Yulianto, S,Si.).

Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam

lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat teduh. Cara

infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar

melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa

cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum.

Page 47: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 47/96

Jadi cacing ini mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang

tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30 – 90 hari55

 

Gambar 7 Daur Hidup Cacing Cambuk (Trichuris trichiuria)

(Sumber: Surat Keputusan Menteri Nomor: 424/MENKES/SK/VI/2006:10)

5.  Patologi dan gejala klinis

Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat

 juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing

ini tersebar di seluruh kolon dan rectum. Kadang-kadang terlihat di mukosa yang

mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing

ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang

55Srisasi Gandahusada, Dkk; op. cit. h. 17-19. 

Page 48: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 48/96

menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya

dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini rupanya cacing ini

menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia, penderita

terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun, menunjukkan

gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,

anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rectum56.

6.  Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja57

 

7.  Pengobatan

Mebendazol dan Oxantel pamoat58

.

8.  Epidemiologi

Penyebaran penyakit melalui kontaminasi tanah dengan tinja. Telur

tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira

300C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan

sumber infeksi.. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar

antara 30 – 90%. Pembuatan jamban yang baik dan pendidikan sanitasi dan

kebersihan perorangan, terutama anak-anak, mencuci tangan sebelum makan,

mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di

negeri-negeri yang memakai tinja sebagai pupuk, merupakan salah satu cara

mencegah penyakit cacingan59

.

56  Ibid.

57 Ibid  

58

 Hj Rosdiana safar, op. cit., h. 168.59Srisasi Gandahusada, Dkk   , loc. cit. 

Page 49: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 49/96

2.  Pemberantasan penyakit cacing

Usaha kegiatan pemberantasan penyakit cacing sebaiknya dilakukan

secara terpadu yaitu:

1.  Penyuluhan kesehatan

Langkah terpenting untuk pemberantasan infeksi ialah memberikan

penyuluhan dan kesadaran kepada masyarakat, sebab walaupun infeksi sangat

luas dan umum di kalangan masyarakat Indonesia dan dipandang oleh pemerintah

sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat, namun masyarakat dapat

mentoleransinya karena infeksi ini prosesnya menahun dan jarang berakibat fatal,

kematian bisa terjadi akibat malnutrisi antara lain sebagai akibat infeksi cacing.

Imunisasi terhadap penyakit seperti, cacar, poliomyelitis, tuberculosis, dapat

dikerjakan di sekolah. Praktek ini seringkali dapat pula menjadi cara yang

menarik minat masyarakat di sekitar untuk ikut diimunisasi60.

2.  Sanitasi lingkungan

Kemungkinan infeksi cacing yang menjadi wabah di sekolah dapat

dicegah dengan memberi perhatian khusus pada kebersihan lingkungan,

imunisasi, diagnosis dini dan pengobatan. Suatu kenyataan bahwa iklim yang

sangat cocok bagi perkembangan cacing di daerah tropis ditunjang oleh sanitasi

lingkungan yang buruk. Dengan adanya program sarana air minum dan jamban

keluarga termasuk di dalamnya penyuluhan kesehatan yang terus menerus, maka

diharapkan rantai siklus penghidupan parasit cacing dapat diputuskan61.

3.  Pengobatan masal

60

Sitorus H Ronald, o p. cit., h. 105-106. 61 Ibid.

Page 50: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 50/96

Beberapa kriteria syarat obat antihelmentik bagi pemberantasan yaitu tidak 

toksis dan tidak memberi efek samping, sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal,

mempunyai khasiat polivalen terhadap spesies-spesies cacing, murah serta mudah

dalam pengadaan. Untuk mengatasi infeksi parasit cacing  Ascaris dan trichuris,

banyak obat yang dapat digunakan antara lain:

1.  Albendazol

Albendazol mempunyai struktur mirip dengan Tiabendazol. Efek samping yang

dapat timbul antara lain sakit kepala, kepala pening, dan gangguan saluran cerna.

2.  Levamisol

Levamisol mudah terabsorpsi dalam saluran cerna dan dengan cepat

dikeluarkan dalam urine dan feces. Efek samping antara lain mual, muntah, sakit

kepala dan kepala pening yang jarang terjadi.

3.  Mebendazol

Absorbsi minimal dari saluran cerna 90% dikeluarkan dalam urine dan 5 –

10% dalam feses. Efek samping tidak terlihat, sebagai obat tunggal dan baik 

terhadap enterobiasis.

4.  Oksantel pamoat

Oksantel pamoat dan pirantel pamoat mempunyai struktur kimia yang

berkaitan, dan digunakan dalam kombinasi.

5.  Piperazin

Page 51: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 51/96

Piperazin diabsorpsi dari usus, dan 75% dikeluarkan dalam urine. Efek 

samping kadang-kadang dapat terjadi seperti mual, muntah, perut terasa tidak 

enak, dan diare. Selain merupakan obat pilihan yang mengandung piperazin mulai

 jarang digunakan.

6.  Pirantel pamoat

Dapat dikatakan tidak di obdopsi dari saluran cerna dan lebih 50% dari

dosis yang diberikan keluar dalam feces. Efek samping muntah, sakit kepala,

kepala pening, dan diare jarang terjadi.

Pada A. lumbricoides obat yang digunakan:

a.  Pirantel pamoat dengan dosis, oral, dosis tunggal 10 mg/kg untuk semua umur

b.  Levamisol dengan dosis, oral, untuk anak-anak dosis tunggal 2,5 – 5 mg/kg

c.  Piperazin dengan dosis, oral, untuk anak-anak 75 mg/kg/hari (maksimum 3,5

g) sebagai dosis tunggal atau 3 hari.

d.  Mebendazol dengan dosis, oral sehari 2 kali 100 mg selama 1 hari, untuk 

semua umur

e.  Albendazol, dengan dosis, oral, anak umur 2 – 5 tahun 200 mg sebagai dosis

tunggal lebih dari 5 tahun, 400 mg

Pada T. trichiura obat yang digunakan:

a.  Mebendazol dengan dosis, oral anak kurang 5 tahun sehari 100 mg selama 3

hari

Page 52: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 52/96

b.  Oksantel pamoat dengan dosis, oral, sehari 10 – 20 mg/kg selama 2 hari untuk 

semua umur62

.

C.  Gambaran Umum Lokasi Penelitian 

1.  Jumlah Murid SDN Balang Baru

Adapun jumlah murid pada SDN Balang Baru secara jelas tampak pada

tabel di sbb:

Tabel 1. Jumlah Murid Setiap Kelas SDN Balang Baru Kel. Balang Baru. Kec.

Tamalate Kotamadya Makassar.Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

I

II

IIIIV

V

IV

30

37

2728

27

22

25

33

2830

28

15

55

70

5558

55

37

Total 171 159 330

Sumber: SDN Balang Baru (Tahun ajaran 2010/2011).

2.  Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti:

Infeksi cacingan adalah terdapatnya cacing dalam usus yang menimbulkan

gejala-gejala dan tanda-tanda yaitu merasa mual, lesu, nafsu makan berkurang,

pada anak badan kurus tapi perut buncit, pucat pada selaput mata, muka dan

telapak tangan, batuk atau sesak napas, sakit perut atau diare serta menimbulkan

defesiensi zat gisi yang dapat menyebabkan gangguan dan kecerdasan anak.

Terinfeksinya seseorang oleh parasit cacing sangat ditentukan oleh

hygiene perorangan, keadaan lingkungan sebagai tempat yang subur, ditunjang

62Sartono, Obat dan Anak (Bandung: ITB, 2005, h. 34-36.

Page 53: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 53/96

oleh kebiasaan buruk manusia. Sanitasi lingkungan sebagai variabel masing-

masing diuraikan secara sistematis sebagai berikut:

1.  Tempat Pembuangan Tinja

Telah diketahui bahwa cacing usus nantinya akan bertelur dan dikeluarkan

lewat tinja. Pembuangan tinja di sembarang tempat akan membuat telur cacing

tersebut menetes dan bila lingkungan menguntungkan sementara itu tempat yang

tercemar cacing ini juga digunakan sebagai tempat bermain bagi anak-anak, maka

dengan mudah infeksi akan terjadi.

2.  Tempat Pembuangan Sampah

Sampah ada 2 jenis yaitu sisa pengolahan atau sisa makanan yang dapat

membusuk. Dan ada juga yang tidak membusuk. Sampah yang membusuk ini

dapat merupakan tempat hidup yang nyaman bagi parasit. Dengan demikian bila

sampah tidak diolah atau dibiarkan di sembarang tempat, maka dapat diduga

bahwa telur cacing yang ada di tempat tersebut dengan mudah berkembang biak,

karena suasana untuk kelangsungan hidupnya dengan mudah diperoleh.

3.  Cara Pengaliran Air Buangan

Air limbah rumah tangga atau comberan yang digunakan sehari-hari bila

tidak dialirkan cukup membuat di sekitar rumah menjadi lembab bahkan menjadi

becek. Lingkungan ini sangat disenangi cacing untuk kelangsungan hidupnya.

Pengaruh air buangan yang lain bila pengalirannya tidak bagus akan

mengkontaminasi sayuran dan makanan lain, padahal air buangan ini berasal dari

kotoran manusia, kotoran dapur dan kamar mandi.

 D.  Hipotesis Penelitian

Page 54: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 54/96

Ho : Tidak ada hubungan sanitasi lingkungan (tempat pembuangan tinja,

tempat pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah) dengan

infeksi cacing Ascaris dan Trichuris   jika hasil analisisChi-square p-

value > (α=0,05) 

H1 : Ada hubungan sanitasi lingkungan (tempat pembuangan tinja, tempat

pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah) dengan infeksi

cacing Ascaris dan Trichuris jika hasil analisis Chi-square p-value <

(α=0,05) 

Page 55: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 55/96

 E.  Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep variabel yang diteliti

digambarkan sebagai berikut:

Keter angan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak ditelit

Tempat pembuangan tinja

Tempat pembuangan sampah

Cara pengaliran air buangan

Penyediaan air bersih sarana

perumahan

Infeksi

Cacing

Variabel bebas

Variabel terikat

Page 56: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 56/96

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 A.  Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang bersifat cross-

sectional yaitu bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan dan hal-hal yang

berhubungan pada sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing  Ascaris dan

trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate

Kotamadya Makassar yang diteliti secara obyektif 

 B.  Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel bebas

dan variabel terikat:

1.  Variabel bebas yaitu Sanitasi lingkungan terdiri dari tempat pembuangan tinja,

tempat pembuangan sampah, dan cara pengaliran air limbah.

2.  Variabel terikat yaitu Infeksi cacing Ascaris dan Trichuris 

C.  Defenisi Operasional Variabel 

1.  Yang dimaksud dengan infeksi cacing adalah terdapatnya cacing dalam usus

manusia dan menimbulkan gejala-gejala: mual, lesu, pucat dan gangguan

nafsu makan.

Kriteria obyektif:

a.  Terinfeksi: ditemukan telur cacing dalam tinja

b.  Tidak terinfeksi: tidak ditemukan telur cacing dalam tinja.

Page 57: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 57/96

2.  Tempat pembuangan tinja:

Yang dimaksud tempat pembuangan tinja adalah suatu tempat atau bangunan

yang digunakan untuk tempat pembuangan tinja, baik digunakan sendiri,

dengan keluarga atau bersama keluarga lain.

Kriteria obyektif:

a.  Memenuhi syarat: Pembuangan tinja pada jamban tipe leher angsa dan

 jamban cemplung yang tertutup, bersih dan berfungsi.

b.  Tidak memenuhi syarat: tidak memenuhi kriteria di atas

3.  Tempat pembuangan sampah:

Yang dimaksud dengan tempat pembuangan sampah adalah suatu bangunan

yang digunakan untuk menampung semua zat atau benda yang tidak terpakai

yang berasal dari rumah tangga.

Kriteria obyektif:

a.  Memenuhi syarat: terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak 

mudah rusak atau dikumpulkan di lubang sampah kemudian dibakar

b.  Tidak memenuhi syarat: tidak memenuhi kriteria di atas.

4.  Cara pengaliran air limbah keluarga

Yang dimaksud dengan air limbah keluarga adalah air yang berasal dari rumah

tangga yang terdiri dari kotoran manusia yang dialirkan ke septik tank 

(penampungan kotoran manusia), air kotoran dapur, dan kamar mandi

dialirkan ke suatu tempat dan alirannya lancar seperti parit-parit terbuka.

Kriteria obyektif:

Page 58: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 58/96

a.  Memenuhi syarat: air buangan keluarga seperti kotoran manusia dialirkan

ke septik tank, air kotoran dapur, dan kamar mandi dialirkan ke suatu

tempat dan alirannya lancar.

b.  Tidak memenuhi syarat: tidak memenuhi kriteria di atas.

 D.  Ruang Lingkup dan Batasan penelitiaan

1.  Populasi adalah keseluruhan generalisasi yang akan diamati, terdiri atas obyek 

dan subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru

Kec. Tamalate Kotamadya Makassar.

2.  Sampel penelitian ini adalah feces siswa kelas I, II dan III SDN Balang Baru

Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kotamadya Makassar. Penentuan

sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive

sampling yaitu dengan pertimbangan tertentu bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.. Sampel dalam penelitian

ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

N =  α /   (  ).

( )   α /   (  ) 

Keterangan

n : Besar sampelN : Jumlah populasi kriteria (27 siswa)

(Jumlah Populasi di ambil berdasarkan kriteria di bawah)P : Peneliti tidak mengetahui besarnya P dalam populasi,

maka P : 0,5

Page 59: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 59/96

Z2 1-α : 1,96, untuk tingkat kepercayaan 95%

d2 :0,05, untuk presesi jarak nilai P yang sesungguhnya63

.

Berdasarkan rumus diatas, maka besarnya sampel minimal yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

N =(,).,().

(,)( )(,)., ( – ,)= 25,28847 dibulatkan menjadi 25 anak 

3.  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 dengan data yang

dikumpulkan melalui observasi langsung terhadap penyediaan sarana

pembuangan sampah, jamban, dan penyediaan air, serta kuesioner dibagikan

pada siswa kelas I, II, dan III SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec.

Tamalate Kotamadya Makassar.dan pemeriksaan tinja segar di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Makassar.

 E.  Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan pada pemeriksaan loboratorium adalah:

1.  Selofan selebar ± 2,5 x 3 cm

2.  Larutan untuk memulai selofan terdiri atas

- 100 bagian aquades (atau 6% fenol

- 100 bagian gliserin

- 1 bagian larutan hijau malachite 3%

3.  Selofan direndam dan larutan selama 18-24 jam sebelum digunakan

4.  Kawat kasa selebar ± 3 x 4 cm untuk menyaring tinja

5.  Kertas karton tebal selebar ± 3 x 4 cm di tengah berlubang

63 Lemeshow Stanley. Besar sampel dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Gajah

Mada Press: 1997),

Page 60: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 60/96

6.  Isi lubang karton telah diketahui sebelumnya ± 50 mg

7.  Kertas saring selebar ± 10 x 10 cm

8.  Kertas berminyak tidak tembus air selebar ± 10 x 10 cm

9.  Tinja yang akan diperiksa

10. Potongan bambu/lidi

11. Tutup botol dari karet

12. Kaca benda

13. Kamera

 F.  Tahap Pelaksanaan

Persiapan survei dengan menyediakan alat-alat dan kuesioner yang akan

dibagikan pada siswa kelas III SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec,

Tamalate Kotamadya Makassar. dan uji laboratorium.

G.  Cara Kerja

Pemeriksaan tinja dengan teknik Kato katz dengan menghitung telur cacing

sebagai berikut: (Pinardi Hadidjaja, 1994:10). 

Menaruh kertas saring di atas kertas berminyak di meja laboratorium yang steril

kemudian mengambil tinja sebanyak-banyaknya dengan lidi dan meletakkan di

atas kertas saring dan meletakkan kawat kasa di atas tinja. Selanjutnya mengambil

kaca benda dan meletakkan kertas karton di atas kaca benda tersebut, kertas

karton dilubang dan harus berada di tengah kaca benda, kemudian menekan

tinja dengan lidi kawat kasa tinja tersebut, masukkan ke dalam lubang kertas

Page 61: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 61/96

karton, selanjutnya mengangkat di atas kaca benda dan menutup dengan selofan

kemudian menekan selofan di atas kaca benda dengan menggunakan tutup botol

atau karet untuk meratakan tinja di bawah selofan, selanjutnya meletakkan sedian

terbalik di atas kertas saring dan membiarkan sediaan selama 20 – 30 menit

selanjutnya menghitung telur cacing dengan menggunakan mikroskop64

. Rumus

yang digunakan untuk menghitung telur cacing adalah sbb:

 H.  Teknik Pengambilan data

1.  Uji Laboratorium

Pemeriksaan tinja untuk mendapat informasi yang lebih akurat mengenai

pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan teknik  Kato katz. Teknik ini

menggunakan selembar selofan atau cellopane tape sebagai pengganti kaca

penutup. Dengan teknik ini akan lebih banyak telur cacing yang dapat ditemukan,

oleh karena tinja yang dipakai lebih banyak. Selain itu sediaan dapat disimpan

selama beberapa hari.

2.  Kuesioner

Kuesioner diberikan pada siswa kelas I, II, III Sekolah Dasar Negeri

Balang Baru Kelurahan Balang baru Kec. Tamalate Kotamadya Makassar Tahun

64 Hadidjaja, Pinardi, Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran, (Jakarta: FKUI:

1994), h. 10.

Jumlah telur cacing x

=1 gram tinja

Page 62: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 62/96

Ajaran 2010 -2011. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data perorangan

dan sanitasi lingkungan dengan kejadian penyakit cacingan

Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik 

tentang sanitasi lingkungan dimana tempat pembuangan tinja, tempat

pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah.

 I.   Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Editing data dan kuesioner yang telah diisi.

2) Pengkodean jawaban dari responden.

3) Penentuan variabel yang akan dihubungkan.

4) Pengolahan data menggunakan program SPSS 17 dengan Uji Chi square untuk 

melihat hubungan infeksi cacing dengan sanitasi lingkungan di SDN Balang

Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar.

 A.  Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.

Dengan menggunakan distribusi frekuensi untuk mengetahui gambaran

terhadap variabel yang diteliti.

 B.   Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilaukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkorelasi. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan

membutikan hipotesis dua variabel. Uji statistik yang digunakan Chi- square

karena digunakan untuk menguji hipotesis bila populasi terdiri atas dua kelas,

data berbentuk nominal dan sampelnya besar. 

Page 63: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 63/96

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 A.  Hasil Penelitian

1.  Siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi cacing

 Ascaris dan Trichuris

a.  Deskripsi Data 

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru

Kec. Tamalate Kota Makassar dari tanggal 13 sampai 21 Desember 2010

dengan jumlah sampel 25 siswa.

b.  Analisis Univariat

1)  Distribusi Umur Siswa

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh frekuensi umur dari 25 siswa kelas

I, II, III SDN Balang Baru. Tahun 2010 yang berumur 9 tahun sebanyak 9

siswa (36%), berumur 8 tahun berjumlah 7 siswa (28%), 7 tahun sebanyak 

7 siswa (28%), 6 tahun sebanyak 2 siswa (8%) (Table 2).

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Umur

No Umur Frekuensi Presentase%

1. 6 2 8

2. 7 7 28

3. 8 7 28

4. 9 9 36

Jumlah 25 100

Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010

Page 64: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 64/96

 

Gambar 7. Histogram Distribus Presentase Umur

2)  Distribusi Jenis Kelamin Siswa

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa frekuensi siswa yang

berjenis kelamin laki-laki berjumlah 10 siswa (40%) dan yang berjenis

kelamin perempuan berjumlah 15 siswa (60%) (Tabel 3).

Tabel 3

Frekuensi Jenis Kelamin Siswa

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase%

1. Laki-laki 10 40

2. Perempuan 15 60

Jumlah 25 100

Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010

Gambar 8. Histogram Distribusi Jenis Kelamin Siswa

3)  Distribusi Pekerjaan Orang Tua Siswa

6 tahun

8%

7 tahun,28%

8 tahun,28 %

9 tahun

36 %

Presentase

laki-laki

40%

perempuan,60%

Presentase

Page 65: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 65/96

 

Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi orang tua siswa yang

bekerja sebagai PNS sebanyak 4 siswa (16%), orang tua siswa yang

bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 13 siswa (52%), orang tua siswa

yang bekerja sebagai Buruh harian sebanyak 3 siswa (12%), orang tua

siswa yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 2 siswa (8%), dan orang

tua siswa yang bekerja sebagai sopir sebanyak 2 siswa (8%) (Tabel 4).

Tabel 4.Distribusi Pekerjaan Orang Tua Siswa

No Pekerjaan Frekuensi Presentase%

1. PNS 4 16

2. Wiraswasta 13 52

3. Buruh harian 3 12

4. Pedagang 2 8

5. Sopir 2 8

Jumlah 25 100

Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010

Gambar 9. Histogram Distribusi Presentase Pekerjaan Orang Tua Siswa

1 PNS,16%

Wiraswasta,

52%

Buruh Harian,

12%

pedagang,

8 %

Sopir,8 %

Presentase

Page 66: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 66/96

 

4)  Distribusi Kejadian Penyakit Cacingan

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi siswa yang positif cacingan yaitu

terinfeksi cacing gelang (  Ascaris lumbricoides) dan cacing cambuk 

(Trichuris  trichiura) sebanyak 2 siswa (8%) dan yang negatif cacingan

sebanyak 23 siswa (92%) (tabel 5).

Tabel 5.

Distribusi Kejadian Penyakit Cacingan

No Kejadian

Penyakit

Cacingan

Jumlah telur cacing Frekuensi Presentase%

1. Positif   Ascaris lumbricoides (2)

Trichuris  trichiura (14)

2 8

2. Negatif - 23 92

Jumlah 25 100

Sumber Data: Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar 2010 

Gambar 10. Distribusi Presentase Kejadian Penyakit Cacingan

2 positif,8 %

23 negatif92%

Presentase

Page 67: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 67/96

5)  Distribusi Tempat Pembuangan Tinja Siswa SDN Balang Baru

Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar. 

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi menunjukkan tempat pembuangan

tinja yang digunakan di kebun/sungai sebanyak 2 siswa (8%), Jamban/WC

sebanyak 22 siswa (88%), dan sembarang tempat sebanyak 1 siswa (4%).

(Tabel 6).

Tabel 6.1

Distribusi Tempat Pembuangan Tinja Siswa SDN Balang BaruKelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar

No Tempat

Pembuangan Tinja

Frekuensi Presentase%

1. Di kebun/Sungai 2 8

2. Jamban/WC 22 88

3. Sembarang Tempat 1 4

Jumlah 25 100

Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010

Gam

bar

11. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Tinja

8%

88%

4%

Presentase

1 Dikebun/Sungai 2 Jamban/WC 3 Sembarang Tempat

Page 68: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 68/96

6)  Distribusi Tempat Pembuangan Sampah Siswa SDN Balang Baru

Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar. 

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi menunjukkan tempat pembuangan

sampah yang ditumpuk kemudian dibakar sebanyak 2 siswa (8%), di

tempat sampah sebanyak 19 siswa (76%), dan sembarang tempat sebanyak 

4 siswa (16%). (tabel 7).

Tabel 7.

Distribusi Tempat Pembuangan Sampah Siswa SDN Balang BaruKelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar

No Tempat

Pembuangan

Sampah

Frekuensi Presentase%

1. Ditumpuk

kemudian dibakar

2 8

2. Di tempat sampah 19 76

3. Sembarang Tempat 4 16

Jumlah 25 100

Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010

Gambar 12. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah

7)  Distribusi Cara Pengaliran Air Limbah Siswa SDN Balang Baru

Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar. 

8%

76%

16%

Presentase

1 Ditumpuk kemudian dibakar 2 Di tempat sampah 3 Sembarang Tempat

Page 69: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 69/96

Berdasarkan hasil penelitian frekuensi menunjukkan cara pengaliran air

limbah dialirkan kesuatu tempat sebanyak 20 siswa (80%), tidak dialirkan

sebanyak 5 siswa (20%). (tabel 8).

Tabel 8.

Distribusi Cara Pengaliran Air Limbah Siswa SDN Balang Baru

Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar

No Cara Pengaliran Air

Buangan

Frekuensi Presentase%

1. Dialirkan kesuatu

tempat

20 80

2. Tidak dialirkan 5 20

Jumlah 25 100

Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010

Gambar 13. Histogram Distribusi Presentase Cara Pengaliran Air Limbah

Siswa

2.  Hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah dan

cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris dan Trichuris 

a.  Analisis Bivariat

1

80%

2

20%

Presentase

Page 70: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 70/96

Hasil analisis bivariat yang diperoleh mengenai hubungan infeksi cacing

dengan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah dan tempat

car pengaliran air limbah disajikan sbb:.

1)  Hubungan antara Kepemilikan Tempat Pembuangan Tinja dengan

Kejadian Penyakit Infeksi Cacing

Hasil penelitian memperoleh bahwa frekuensi siswa yang memiliki

tempat pembuangan tinja sebanyak 22 siswa (88%) dan siswa yang tidak 

memiliki tempat pembuangan tinja sebanyak 3 siswa (12%). Siswa yang

tidak mempunyai tempat pembuangan tinja dan positif terkena penyakit

infeksi cacing sebesar 66,67% dan siswa yang negatif terkena penyakit

infeksi cacing sebesar 33,3% sedangkan yang memiliki tempat

pembuangan tinja 100% negatif tidak terkena penyakit. (Tabel. 9.) 

Hasil uji chi-square antara faktor kepemilikan tempat pembuangan tinja

dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan  p-value sebesar

0,033< (0,05) untuk 2-sided dan 0,037 < (0,05) untuk 1-sided artinya ada

hubungan antara tempat pembuangan tinja dengan kejadian penyakit

infeksi cacing. (Lampiran 3).

Tabel 9.

Hubungan antara Kepemilikan Tempat Pembuangan Tinja dengan

Kejadian Penyakit Infeksi Cacing

No Kepemilikan

tempat

pembuangan

Kejadian penyakit infeksi cacing

TotalNegatif Posotif 

n % n % n %

Page 71: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 71/96

tinja

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Tidak memenuhi 1 33,3 2 66,67 3 100

2 Memenuhi 22 100 0 0 22 100

Jumlah 23 92 2 8 25 100

Sumber Data: Hasil Analisis Statistik 2011.

Gambar 14. Histogram Distribusi Presentase Kepemilikan TempatPembuangan Tinja

2)  Hubungan Tempat Pembuangan sampah dengan Kejadian Penyakit

Infeksi Cacing.

Hasil penelitian memperoleh bahwa frekuensi siswa yang memiliki

tempat pembuangan sampah sebanyak 19 siswa (76%) dan siswa yang

tidak memiliki tempat pembuangan sampah sebanyak 6 siswa (24%).

Siswa yang tidak mempunyai tempat pembuangan sampah dan positif 

terkena penyakit infeksi cacing sebesar 33,3% dan siswa yang negatif 

terkena penyakit infeksi cacing sebesar 66,67% sedangkan yang memiliki

tempat pembuangan sampah 100% negatif tidak terkena penyakit (Tabel

10).

3

22

Kepemilikan Tempat Pembuangan TinjaTidak memenuhi Memenuhi

Page 72: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 72/96

Hasil uji chi-square antara variabel kepemilikan tempat pembuangan

sampah dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan  p-value 

sebesar 0,043 < 0,05 untuk 2-sided dan 0,039 < 0,05 untuk 1-sided artinya

ada hubungan antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian

penyakit infeksi cacing.(Lampiran 3).

Tabel 10.

Hubungan Tempat Pembuangan sampah dengan Kejadian Penyakit

Infeksi Cacing

No Tempat

pembuangan

sampah

Kejadian penyakit infeksi

cacing Total

Negatif Posotif 

N % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Tidak memenuhi 4 66,67 2 33,3 6 100

2 Memenuhi 19 100 0 0 19 100

Jumlah 23 92 2 8 25 100

Sumber Data: Hasil Analisis Statistik 2011.

Gambar 15. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah

3)  Hubungan Pengaliran Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Infeksi

Cacing.

6

19

Tempat Pembuangan Sampah

Tidak memenuhi Memenuhi

Page 73: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 73/96

Hasil penelitian memperoleh bahwa frekuensi siswa yang memiliki

tempat pengaliran air limbah sebanyak 20 siswa (80%) dan siswa yang

tidak memiliki tempat pengaliran air limbah sebanyak 5 siswa (20%).

Siswa yang tidak mempunyai tempat pengaliran air limbah dan positif 

terkena penyakit infeksi cacing sebesar 40% dan siswa yang negatif 

terkena penyakit infeksi cacing sebesar 60% sedangkan yang memiliki

tempat pengaliran air limbah 100% negatif tidak terkena penyakit (Tabel

11)

Uji statistik chi-square antara variabel kepemilikan tempat pengaliran air

limbah dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan  p-value 

sebesar 0,023 < 0,05 untuk 2-sided dan 0,012 < 0,05 untuk 1-sided yang

artinya ada hubungan antara tempat pengaliran air limbah dengan kejadian

penyakit infeksi cacing. (Lampiran 3).

Tabel 11.

Hubungan Pengaliran Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Infeksi

Cacing

No Pengaliran air

limbah

Kejadian penyakit infeksi

cacing Total

Negatif Posotif 

n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Tidak memenuhi 3 60 2 40 5 100

2 Memenuhi 20 100 0 0 20 100

Jumlah 23 92 2 8 25 100

Sumber Data: Hasil Analisis Statistik 2011.

Page 74: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 74/96

 

Gambar 16. Histogram Distribusi Presentase Pengaliran Air Limbah

 B. PembahasanBerdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa siswa yang terinfeksi

cacing sebanyak 2 orang, 1 siswa duduk di kelas I yang berumur 7 tahun dan 1

siswa yang duduk di kelas II yang berumur 8 tahun, Anak yang berumur 7

sampai 8 tahun termasuk memiliki resiko tinggi tertular penyakit cacing, karena

anak usia tersebut masih senang bermain tanah dan kebersihan tangan kurang

diperhatikan. Dalam hubungan dengan infeksi cacing, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa anak 7 sampai 8 tahun merupakan golongan yang sering

terkena infeksi cacing karena sering berhubungan dengan tanah akibat rendahnya

tingkat kebersihan65.

Jumlah frekuensi jenis kelamin laki-laki yaitu 10 siswa (40%) dan

frekuensi jenis kelamin perempuan 15 siswa (60%) Berdasarkan frekuensi

pekerjaan orang tua siswa pada umumnya adalah wirsawasta sebanyak 13 orang

(52%), PNS 4 orang (16%), Buruh harian 3 orang (12%), dan pedagang 2 orang

(8%) dan supir 2 orang (8%).

65 Mira T Windy, loc. cit.

5

20

Pengaliran Air LimbahTidak memenuhi Memenuhi

Page 75: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 75/96

Dari 25 siswa SDN Balang Baru Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate

Kota Makassar dalam penelitian ini, ditemukan 1 siswa (4%) yang terinfeksi

cacing  Ascaris (2) dan Trichuris (10), 1 siswa (4%) hanya terinfeksi cacing

Trichuris sebanyak (4) dan 23 siswa (92%) yang tidak terinfeksi cacing Ascaris

dan Trichuris. Angka ini lebih rendah dibanding penelitian yang dilakukan oleh

Novayanti dan Syafari66

di Kecamatan Mariso yang melaporkan bahwa jumlah

siswa yang terinfeksi cacing sebanyak 33% dan jumlah siswa yang tidak terinfeksi

sebanyak 34,7%. Peneliti yang sama dilaporkan oleh Hadju67 bahwa tidak 

satupun siswa SD di pemukiman kumuh Kotamadya Ujung Pandang yang tidak 

menderita infeksi cacing.

Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacing yaitu yang ditularkan

lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena

biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi

tanpa cuci tangan68

. Tingginya angka pengidap cacing pada umumnya disebabkan

karena sanitasi lingkungan yang kurang baik, perilaku kebersihan yang kurang,

debu yang berterbangan, dan makanan yang dijual di jalanan yang kurang terjaga

kebersihannya. Oleh karena itu meski seorang anak berasal dari kalangan berada

dan tinggal di tempat yang baik lingkungannya namun tak jarang dijumpai

penderita cacingan. Cacing masuk ke dalam tubuh melalui telur yang tertelan.

Mungkin tertelan bersama makanan jajanan, atau bersama debu yang

66Novayanti, RT, Syafari D.M. “ Hubungan Sosial Ekonomi dengan Infeksi Kecacingan

Pada Murid SDN Mattoangin I dan SDN Garuda, Kecamatan Mariso, Kotamadya Ujung

Pandang” .Terhadap Kualitas hidup Bangsa. Ujung Pandang. 1997.67

Hadju V. “ Kontribusi Penyakit Kecacingan terhadap Masalah Kekuramgan Gizi”,dalam kumpulan makalah Simposium Sehari Penyakit Kecacingan dan Kurang Gizi pada Anak,

Dampaknya Terhadap Kualitas Hidup Bangsa, Ujung Pandang. 1992.68 Peter J. Hotes , loc. cit. 

Page 76: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 76/96

berterbangan. Telur cacing dapat juga dibawa oleh binatang seperti: kecoak,

tikus, lalat, dan binatang lainnya, selain diterbangkan oleh angin69

 

Siswa kelas I dan kelas II yang terinfeksi cacing menggunakan jamban

sebagai tempat pembuangan tinja dimana tidak memenuhi kriteria sanitasi

lingkungan yang bersih dan sehat. Yang memenuhi kriteria sanitasi lingkungan

yaitu dengan menggunakan tempat pembuangan tinja pada tipe leher angsa dan

tipe cemplung. .Meskipun suatu kelurga sudah memiliki WC sebagaimana

mestinya dan menjaga kebersihan lainnya, namun bila lingkungan sekitar masih

tetap hidup dengan pola lama yang kurang memelihara kebersihan, maka

kemungkinan cacing pun masih akan tetap jadi masalah yang harus diwaspadai.

Sebagian besar responden telah memiliki tempat pembuangan tinja, hal ini

terlihat sebanyak 22 (88%) dari 25 responden di kelurahan Tamalate memiliki

tempat pembuangan tinja keluarga, responden yang tidak memiliki tempat

pembuangan tinja keluarga memanfaatkan WC umum atau WC milik 

keluarganya, mereka juga memanfaatkan sungai sebagai tempat membuang

tinja sebanyak 2 orang (8%), dan selokan besar yang mengalir ke sungai (1%).

Orang-orang yang bterkena penyakit infeksi cacing, dan membuang tinja di

sembarang tempat yang sering dikunjungi oleh orang lain, banyaknya tinja di

tempat-tempat terpencil di dekat rumah, biasa menyebabkan anggota keluarga lain

terinfeksi. Tempat pembuangan tinja adalah bangunan untuk tempat buang air

69 Tri Wagiyati, loc. cit. 

Page 77: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 77/96

besar dan buang air kecil. Buang air besar dan air kecil harus di dalam jamban,

 jangan di sungai atau di sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit70 

Sebanyak 19 responden (76%) mengelola sampahnya dengan baik dengan

cara membuang di tempat pembuangan sampah, sebanyak 2 responden (8%)

mengelola sampahnya dengan cara ditumpuk kemudian dibakar, dan 4 responden

(16%) membuang sampahnya di sembarang tempat. 2 responden dari 4 responden

yang membuang sampahnya di sembarang tempat adalah siswa yang duduk di

kelas I dan kelas II yang terinfeksi penyakit cacing   Ascaris dan Trichuris.

Pengelolaan sampah yang tidak baik mempengaruhi sanitasi lingkungan.

Pengelolahan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengundang

beberapa parasit untuk berkembang. Apalagi dengan kelembapan tanah yang

tinggi merupakan tempat baik untuk perkembangan cacing terutama untuk  A.

lumbricoides dengan T. trichura71.

Frekuensi menunjukkan cara pengaliran air buangan responden yang

dialirkan ke suatu tempat yang memenuhi syarat air buangan dialirkan ke septik 

tank, air kotoran dapur, dan kamar mandi yang alirannya lancar sebanyak 20

(80%), dan sebanyak 5 (20%) responden yang tidak memenuhi syarat air

buangan. Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan

hidup terhadap pencemaran lingkungan, dimana air yang tergenang bisa

menimbulkan beberapa parasit untuk berkembang dengan baik.

Hasil analisis bivariat “Chi square” dimana melihat kriteria pengujian

hipotesis bila harga chi-square lebih kecil dari derajat kemaknaan (α = 0,05) maka

70Soekidjo, Notoatmodjo,  Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar , (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 1997), h. 159.71  Ibid., h. 162. 

Page 78: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 78/96

H1 diterima dan jika lebih besar dari derajat kemaknaan(α = 0,05) maka Ho

diterima, setelah uji statistik diperoleh gambaran hubungan sebagai berikut:

1.  Terdapat hubungan tempat pembuangan tinja dengan infeksi cacing  Ascaris

dan Trichuris. Berdasarkan hasil penelitian dari 2 (8%) responden yang tidak 

memiliki tempat pembuangan tinja terkena penyakit infeksi cacingan,

sedangkan banyaknya responden yang sudah mempunyai tempat pembuangan

tinja sebanyak 22 dari 25 responden (88%) Siswa yang tidak mempunyai

tempat pembuangan tinja dan positif terkena penyakit infeksi cacing sebesar

66,67% dan siswa yang negatif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 33,3%

sedangkan yang memiliki tempat pembuangan tinja 100% negatif tidak 

terkena penyakit.

Hasil uji statistik  chi-square antara variabel kepemilikan tempat

pembuangan tinja dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan  p-

value < 0,05) yang artinya ada hubungan antara tempat pembuangan tinja

dengan kejadian penyakit infeksi cacing. Pertambahan penduduk yang tidak 

seimbang dengan terjadinya area pemukiman menimbulkan masalah yang

berakibat kepada pembuangan kotoran manusia yang meningkat. Dilihat dari

kesehatan masyarakat, pembuangan kotoran manusia merupakan masalah

pokok yang harus diatasi karena kotoran manusia ( faeces) adalah sumber

penyebaran penyakit yang multi kompleks.72

Hasil penelitian Elis Nurbaeti73

 

bahwa tidak terdapat hubungan tempat pembuangan tinja dengan infeksi

cacing, karena siswa SD Pulau Barang Lompo dimana sebagian besar

72

 Soekidjo, Notoatmodjo, loc cit.73Elis Nurbaeti, op cit., h. 56. 

Page 79: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 79/96

membuang tinja di pantai sehingga didaerah tersebut masih diabaikan untuk 

memiliki tempat pembuangan tinja keluarga.

2.  Terdapat hubungan antara faktor tempat pembuangan sampah dengan infeksi

cacing Ascaris dan Trichuris. Hasil penelitian diperoleh banyaknya responden

yang mengelolah sampahnya dengan baik, 19 responden (76%), sedangkan

dari 4 responden (16%) lainnya membuang sampahnya disembarang tempat.

Dari 4 responden tersebut 2 diantaranya terkena infeksi cacing  Ascaris dan

Trichuris. Siswa yang tidak mempunyai tempat pembuangan sampah dan

positif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 33,3% dan siswa yang negatif 

terkena penyakit infeksi cacing sebesar 66,67% sedangkan yang memiliki

tempat pembuangan sampah 100% negatif tidak terkena penyakit . Hasil uji

chi-square antara variabel kepemilikan tempat pembuangan sampah dengan

kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan  p-value < 0,05 yang artinya ada

hubungan antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian penyakit

infeksi cacing.

Sampah padat yang bertumpuk di atas tanah yang lembab, merupakan

tempat yang baik bagi cacing-cacing tertentu yang bisa membahayakan

kesehatan pula seperti halnya cacing cambuk (T. trichiura) dan cacing gelang

( A. lumbricoides).

3.  Terdapat hubungan antara cara pengaliran air buangan dengan infeksi cacing

 Ascaris dan Trichuris. Hasil penelitian banyaknya responden 20 (80%) yang

mengalirkan air buangannya di suatu tempat yang memenuhi syarat sebanyak 

20(8%) sedangkan siswa yang tidak memiliki tempat pengaliran air limbah

Page 80: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 80/96

sebanyak 5 siswa (20%). Siswa yang tidak mempunyai tempat pengaliran air

limbah dan positif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 40% dan siswa

yang negatif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 60% sedangkan yang

memiliki tempat pengaliran air limbah 100% negatif tidak terkena penyakit.

Hasil uji chi-square antara variabel kepemilikan tempat pengaliran air limbah

dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan  p-value <0,05 yang

artinya ada hubungan antara tempat pengaliran air limbah dengan kejadian

penyakit infeksi. Disamping variable-variabel yang diteliti di atas, banyak 

faktor lain yang turut berpengaruh pada tingginya prevalensi infeksi cacingan

ini. Misalnya penyediaan air bersih, sarana perumahan dan lain-lain, selain itu

dengan kebiasaan buruk masyarakat yang tidak membiasakan anak-anak 

mereka menjaga kesehatan atau hygiene perorangan. Dari hal tersebut

diketahui masalah timbul karena kurangnya kesadaran anggota masyarakat

akan pentingnya perilaku sehat, oleh sebab itu peranan usaha-usaha

penyuluhan perlu dilakukan untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya

peranan lingkungan yang sehat bagi kesejahteraan anggota masyarakat.

Karena hal ini bukan usaha yang mudah, maka kerja yang sabar dan terus

menerus harus melibatkan pihak-pihak pemerintah termasuk petugas

kesehatan dan tokoh masyarakat. Dengan usaha yang sabar ini, harapan akan

tercapainya kesejahteraan kiranya bukan suatu hal yang mustahil.

Page 81: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 81/96

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan Hasil penelitian mengenai hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi

cacing Ascaris  dan Trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru

Kec. Tamalate Kota Makassar maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1.  Dari 25 siswa pada siswa SDN Balang  Baru Kelurahan Balang Baru Kec.

Tamalate Kota Makassar. Ditemukan 2 siswa (8%) terinfeksi cacing Ascaris 

danTrichuris , sedangkan 23 siswa (92%) tidak terinfeksi Ascaris dan Trichuris .

2.  Hasil chi-square  menyebabkan adanya hubungan antara tempat

pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah, dan cara pengaliran air

limbah p-value < 0,05 artinya ada hubungan antara tempat pembuangan

tinja, tempat pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah dengan

kejadian penyakit infeksi cacingAscaris dan Trichuris 

B.  Saran 

Page 82: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 82/96

1.  Kepada pusat-pusat pelayanan kesehatan perlu meningkatkan kegiatan

penyuluhan kesehatan khususnya sanitasi lingkungan sehingga dapat

dicapai pemutusan rantai hidup cacing dalam program PHBS.

2.  Memberikan pengobatan secara dini pada penderita utamanya anak-anak

sekolah dasar, baik untuk menghilangkan parasit dari dalam tubuh,

maupun menghilangkan gejala yang dit imbulkannya.

3.  Peningkatan kerjasama antara kepala sekolah dan guru untuk memberi

bimbingan, pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi

lingkungan kepada siswa dalam upaya menurunkan prevalensi penyakit

cacingan.

4.  Diharapkan ada peran serta orang tua dalam usaha pencegahan dan

pengobatan penyakit cacingan

Page 83: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 83/96

 

DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Kesehatan RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju

 Indonesia sehat 2010. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. h. 55,56,

Depertemen Kesehatan RI. 2006. Undang-Undang Kesehatan. Jakarta: PustakaPelajar. h. 15,16

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Materi Pelatihan Dokter Kecil, Jakarta: Depkes

R.I. h. 6

Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi & Parasitologi. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti. h. 235.

Elis Nurbaeti, 2001 ,“Studi Sanitasi Lingkungan dan Investasi Cacing Pada Anak 

Usia sekolah Dasar Dikecamatan Panakkukang dan kecamatan MarisoKota Makassar”.(Skripsi.Makassar.).h. 41.

Gandahusada, Srisasi, DKK. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 8, 17-19.

Hadju V. 1992 “ Kontribusi Penyakit Kecacingan terhadap Masalah Kekuramgan

Gizi”, dalam kumpulan makalah Simposium Sehari Penyakit Kecacingan

dan Kurang Gizi pada Anak, Dampaknya Terhadap Kualitas Hidup

Bangsa, Ujung Pandang.

Ideham, Beriah. 2007. Helmitologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga UniversityPress. h. 11.

Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi. Bandung: CV. Yrama Widya.

Irianto, kus & Waluyo, Kusno. 2007.Gizi dan Pola Hidup sehat. Bandung: CV.

Yrama Widya. h. 209-210.

Jangkung Samidjo Onggowaluyo. 2002, Parasitologi Medik (Helmintologi)

Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnostik dan Klinik , Jakarta: EGC. h.

24.

Page 84: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 84/96

Machfoedz, Ircham. 2008. Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit 

 Bagian dari Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi

Pedesaan & Perkotaan. Yogyakarta: Fitramaya. h. 26,71-72,

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni. Jakarta:

Rineka Cipta.h.165,172-174,194-195, 181,182, 189,190.

Notoatmodjo, Soekidjo.1997, Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar ,

Jakarta: PT. Rineka Cipta. h. 159,162.

Peter J. Hotes, 2003, Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes

and Burden of the condition, WHO: Departemen of Mikrobiologi and 

Tropical Medicine The George Washington University. h. 17,24, 22.

Pinardi Hadidjaja. 1994, Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran,

Jakarta: FKUI. h. 10.

Prasetyo, Heru. 2003. Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran. Surabaya:

Airlangga University Press. h. 2,3.

Prijatna Dachlan, Yoes. 2007. Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran.

Surabaya: Airlangga University Press. h. 4

Ronald H, Sitorus. 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak. Bandung: Yrama

Widya. h. 102, 103, 105,106.

Safar Hj, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi, Helmintologi,

 Entomologi. Bandung: Yrama Widya.h. 155-159, 169.

Sartono. 2009. Obat dan Anak. Bandung: ITB. h. 34-36.

Stanley Lemeshow. 1997, Besar sampel dalam Penelitian Kesehatan,Yogyakarta: Gajah Mada Press. h. 54.

Wagiyati, Tri. 2007. Bimbingan Kesehatan di Sekolah. Bandung: Medium. h. 86.

Windy, Mira T. 2006. Kesehatan Anak di Daerah Tropis. Jakarta: PT Bumi

Aksara. h. 70.

Umar A, 1997. Penerapan Metode Pengolahan dan Pembuangan Limbah .Jakarta: PT. Rineka Cipta. h. 105.

Novayanti, RT, Syafari D.M. 1997 “ Hubungan Sosial Ekonomi dengan Infeksi

Kecacingan Pada Murid SDN Mattoangin I dan SDN Garuda, Kecamatan Mariso, Kotamadya Ujung Pandang” .Terhadap Kualitas hidup Bangsa.

Ujung Pandang.

Page 85: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 85/96

Lampiran 1

Kuesioner PenelitianJudul ” “Hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing  Ascaris dan

Trichuris pada siswa SDN Balang  Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate

Kota Makassar”

1. Identitas Responden

a. Kode Sampel :

b. Nama :

c. Tempat Tanggal Lahir :

d. Jenis Kelamin :

e. Kelas :

f. Nama Orang Tua :

g. Pekerjaan Orang Tua :

h. Alamat :

2. Kepemilikan jamban

1.  Dimana kamu Buang Air Besar (BAB) di rumah?

a.  Dikebun/ Sungai

b.  Jamban/ WC

c.  Sembarang tempat

2.  Bila punya WC sendiri bagaimana modelnya?

a.  Leher angsa

b.  WC cemplung

3.  Bila menggunakan WC, berapa kali jamban dibersihkan?

a.  Tidak pernah

b.  1 kali dalam seminggu

3. Air

4.  Air yang digunakan sehari-hari berasal dari?

a.  Air PAM

b.  Air sumur gali

Page 86: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 86/96

5.  Kualitas fisik air

a.  Tidak memenuhi syarat(berbau, berasa, dan berwarna).

b.  Memenuhi syarat tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.

6.  Bagaimana anda membuang air limbah rumah tangga (air dari dapur, kamar

mandi, dan sebagainya:

a.  Dialirkan ke suatu tempat

b.  Tidak dialirkan/dibiarkan menggenang

7.  Apakah air limbah tersebut sering membuat pekarangan rumah anda jadi

becek?

a.  Ya

b.  Tidak 

4. Sampah

8.  Di mana biasanya anda membuang sampah?

a.  Dekat rumah

b.  Di tempat sampah

c.  Sembarang tempat

9.  Bila anda menumpuk sampah dekat rumah apakah dibakar atau tidak?

a.  Ya

b.  Tidak 

Page 87: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 87/96

Lampiran 2

Daftar Nama Responden

No Ko

de

sa

mp

el

Kls JK Nama

Respo

nden

Umu

r

Pekerjaan

orang Tua

Tempat

pembuanga

n Tinja

Sampah Air Tempat

Pengaliran air

limbah

Ada tidak Ada tidak Ada tidak Ada tidak 

1. 01 I L Iv 8 thn Sopir √ - - √  √ - - √ 

2. 02 I P Sn 7 thn Buru harian √ - - √ - √ - √ 

3. 03 I P Aa 6 thn Pedagang √ - √ - √ - - √ 4. 04 I P Nu 7 thn Wiraswasta √ - - √  √ - √ -

5. 05 I P Ri 7 thn Wiraswasta √ - √ - - √  √ -

6. 06 I L Ma 7 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

7. 07 I P Ma 7 thn Buru harian - √ - √ - √ - √ 

8. 08 I P Bms 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

9. 09 II P Rs 8 thn Buru harian - √ - √ - √ - √ 

10. 10 II L Am 8 thn PNS √ - √ - √ - √ -11. 11 II L Dani 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

12. 12 II L Mna 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

13. 13 II P Wu 7 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

14. 14 II P Mr 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

15. 15 II P Nr 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

16. 16 II L Nl 8 thn Wiraswasta √ - √ - - √  √ -

17. 17 II P Pu 7 thn PNS √ - √ - √ - √ -

18. 18 III L As 8 thn Wiraswasta √ - √ - √  - √ -

19. 19 III P Ir 9 thn PNS √ - √ - √ - √ -

20. 20 III P Ap 9 thn PNS √ - √ - √ - √ -

21. 21 III P Mh 9 thn Supir √ - √ - - √  √ -

22. 22 III P Nf 9 thn Pedagang √ - - √  √ - √ -

23. 23 III L Mh 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

24. 24 III L Mf 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

Page 88: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 88/96

25. 24 III P Rps 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -

Keterangan :

JK : Jenis Kelamin

P : Perempuan

L : Laki-laki

√ : Memiliki

- : Tidak memiliki

Page 89: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 89/96

Lampiran 3

Hasil Analisis Bivariat

1.  Crosstab Kepemilikan jamban (pembuanagn Tinja) responden

KecacinganTotal

Tidak Ya

Pembuangan Tinja Tidak memenuhi syarat

Memenuhi

Total

CountExpected Count% within Pembuangan tinja% withinKecacingan% of TotalCountExpected Count% within Pembuangan Tinja% withinKecacingan

Pembuanagan Tinja% of TotalCountExpected Count% within Pembuangan Tinja% withinKecacingan% of Total

10.5

33,33%2%

4%22

22.0100%88%

88%23

23.092%

100%

92%

22.5

66,67%10%

8%0

0.00%0%

0%2

2.08%

100%

8%

33.0

100%12%

12%22

22.0100%88%

88%25

25.0100%100%

100%

Uji Chi square kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit cacingan

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided) Pearson Chi-SquareContinuityCorrection (a).Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

4.546(b)4.6703.560

3.2325

111

1

.041

.034

.044

.035

.033 .037

a Computed only for a 2x2 table1b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.

Symmetric Measures

Value 

Asymp.Std.

Error(a) Approx.

T(b) Approx.

Sig. 

Nominal byNominalInterval byIntervalOrdinal byOrdinalN of ValidCases

ContingencyCoefficientPearson's RSpearmanCorrelation 

.223

-.245-.245

25

.101

.101-1.231-1.231

.002

.002(c)

.002(c)

a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

 2.  Crosstab tempat pembuangan sampah responden

Page 90: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 90/96

 Kecacingan

TotalTidak Ya

Pembuangan Sampah Tidak memenuhi

Memenuhi

Total

CountExpected Count% within Pembuangansampah% withinKecacingan% of TotalCountExpected Count% within PembuanganSampah% withinKecacinganPembuanagan Sampah% of TotalCountExpected Count% within PembuanganSampah% withinKecacingan% of Total

44.5

66,67%

18%

16%19

19.0100%76%

76%23

23.092%

100%

92%

21.5

33,33%

6%

8%0

0.00%0%

0%2

0.08%

100%

8%

66.0

100%

24%

24%19

19.0100%76%

76%25

25.0100%

100%

100%

Uji Chi square tempat pembuanagan sampah dengan kejadian penyakit

cacingan

Chi-Square Tests

Value DfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided) 

Pearson Chi-SquareContinuityCorrection (a).Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

5.675(b)4.2704.348

3.22225

111

1

.044

.034

.047

.042

.043 .039

a Computed only for a 2x2 table1b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.

Symmetric Measures

Value 

Asymp.Std.

Error(a) 

Approx.

T(b) 

Approx.

Sig. 

Nominal byNominalInterval byIntervalOrdinal byOrdinalN of ValidCases

ContingencyCoefficientPearson's RSpearmanCorrelation 

.273

.265

.265

25

.132

.1321.1611.161

.032

.032(c)

.032(c)

a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

 3.  Crosstab pengaliran air limbah responden

Kecacingan Total

Page 91: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 91/96

Tidak Ya

Pengaliran air limbah Tidak

ya

Total

CountExpected Count

% within Pengaliran air limbah% withinKecacingan% of TotalCountExpected Count% within Pengaliran air limbah% withinKecacinganPengaliran air limbah% of TotalCountExpected Count% within Pengaliran air limbah% withinKecacingan

% of Total

34.0

60%

16%

12%20

20.0100%80%

80%23

23.092%

100%

92%

21.0

40%

4%

8%0

0.00%0%

0%2

2.08%

100%

8%

54.0

100%

20%

20%20

20.068%80%

80%25

25.0100%100%

100%

Uji Chi square pengaliran air limbah dengan kejadian penyakit cacingan

Chi-Square Tests

Value DfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided) 

Pearson Chi-SquareContinuityCorrection (a).Likelihood Ratio

Fisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

5.543(b)4.7003.590

3.22325

111

1

.021

.012

.023

.025

.023 .012

a Computed only for a 2x2 table1b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.

Symmetric Measures

Value 

Asymp.Std.

Error(a) Approx.

T(b) Approx.

Sig. 

Nominal byNominalInterval byIntervalOrdinal byOrdinalN of ValidCases

ContingencyCoefficientPearson's RSpearmanCorrelation 

.211

-.215-.215

25

.100

.100-0.533-0.533

.001

.001(c)

.001(c)

a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 92: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 92/96

 Lampiran 4

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. SDN Balang Baru Kelurahan. Balang Baru Kec. TamalateKota Makassar

Gambar 2. Prilaku siswa dalam ruang lingkup sekolah

Page 93: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 93/96

 Gambar 3. Pengisian kuesioner kelas II

Gambar 4. Pengisian kuesioner dibantu oleh orang tua murid

Page 94: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 94/96

 

Gambar 5. Persiapan cara kerja Tinja

Gambar 6. Sediaan tinja yang akan diperiksa pada mikroskop

Page 95: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 95/96

RIWAYAT HIDUP

Lisdawati, lahir pada tanggal 01 Januari 1990 di Kabupaten

Bone Propinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kelima

dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda Calatta dan

Ibunda Rosmiati. Penulis mulai jenjang pendidikan Sekolah

Dasar Pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Inpres 5/81 Buareng

dan tamat pada tahun 2001, kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan

ke jenjang studi di SLTP Negeri 3 Sinjai Utara Kabupaten Sinjai dan tamat pada

tahun 2004, selanjutnya memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas pada tahun

2004 di MAN Sinjai Timur dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun 2007 melalui

  jalur SPMB terdaftar sebagai salah satu Mahasiswi jurusan Biologi Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. selain aktif 

dalam mengikuti perkuliahan penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi

pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi periode 2007/2008.

Page 96: Lisdawati

5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 96/96