Lisdawati
Transcript of Lisdawati
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 1/96
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN INFEKSI CACING
ASCARIS DAN TRICHURIS PADA SISWA SDN BALANG BARU
KELURAHAN. BALANG BARU KEC. TAMALATEKOTA MAKASSAR
SkripsiDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains
Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauuddin Makassar
Oleh :
LISDAWATI
NIM. 60300107016
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2011
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 2/96
Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini
menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di
kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau
dibuat orang lain, sebagaian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang
diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 05 Oktober 2011
( Lisdawati )
NIM: 60300107016
KATA PENGANTAR
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 3/96
Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah Rabb semesta alam yang
maha terpuji sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul: “Hubungan sanitasi lingkungan dengan
infeksi cacing Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan
Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar”.
Salawat dan salam penulis kirimkan kepada tauladan manusia Rasulullah
Muhammad Shallallahu alahi wa salam beserta keluarga dan para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.
Secara khusus penulis haturkan rasa terima kasih dan penghargaan
teristimewa kepada Ayahanda Calatta dan Ibunda Rosmiati serta saudara-
saudaraku Abd. Rahman, Abd. Latif, Kasmawati S.Pd, Sukmawati S.Pd. dan
A.Ruswadi S.Si yang tiada henti memberi semangat serta kasih sayang dan
segenap harapan terbaiknya mengiringi langkah penulis dengan pengorbanan dan
untaian do’a-do’a mereka demi keberhasilan penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada akan senantiasa
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis juga menyadari
bahwa sejak awal sampai selesainya skripsi ini penulis banyak menemui
kesulitan, Namun berkat bantuan dan dukungan berupa dukungan moril dan
materil dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat terminimalisir dan
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 4/96
teratasi, karenanya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS. Selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.
2. Bapak Dr. Muh. Khalifah Mustami, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
3. Ibu Fatmawati Nur K.S.Si.,M.Si. dan Ibu Hafsah S.Si., M.Pd, selaku Ketua
Jurusan dan sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Alauddin Makassar.
4. Bapak Mashuri Masri, S.Si., M.Kes dan Ibu Cut Muthiadin, S.Si., M.Si,
selaku pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Syahribulan, S.Si., M.Si, Ibu Gemy Nastity Handayany, S.Si., M.Si, APt,
dan Bapak Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M.S, selaku tim penguji yang telah
memberikan bimbingan, saran dan masukannya kepada penulis.
6. Para Bapak/ Ibu Dosen dan para Staf Fakultas Sains dan Teknologi yang
senantiasa membimbing pada jurusan Biologi.
7. Saudara-saudaraku ade tendri, yanti, wati, mailo, ery, sul, ilham ,dedy, ifha,
uni, ancha, aris, anha, junet, dewi, yang selalu memberi dukungan dan
semangat kepada penulis.
8. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi khususnya teman-
teman Mahasiswa Biologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 5/96
tidak sempat penulis tulis satu per satu yang menaruh perhatian dan dukungan
hingga penyelesaian skripsi ini.
Semoga segenap bantuan dan partisipasinya bernilai ibadah dan mendapat
balasan yang berlipat disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Amien.
Makassar, Juni 2011
Penulis.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 6/96
ABSTRAK
Nama Penyusun : LisdawatiNim : 60300107016
Judul Skripsi : “Hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing
Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang Baru
Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar”
Permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan sanitasi lingkungan
dengan infeksi cacing Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang BaruKelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar.
Jenis penelitian adalah analitik observasional yang bersifat cross-sectional.
Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas I, II dan III sejumlah 180 siswa.
Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling kemudian besarsampel minimal diperoleh 25 siswa sebagai sampel. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah (1) uji laboratorium, (2) kuesioner. Data diperoleh (1)
uji laboratorium, dan (2) kuesioner. Data yang dianalisis dengan statistik uji
Chisquare dengan derajat kemaknaan (α=0,05). Berdasarkan analisis Chi-square hubungan sanitasi lingkungan dengan
infeksi cacing Ascaris dan Trichuri diperoleh bahwa tempat pembuangan tinja( p=0,033 dan 0,037), tempat pembuangan sampah p=0,043 dan 0,39), dan cara
pengaliran air limbah (P=0,023 dan 0,12). Hasil penelitian memperoleh bahwaada hubungan sanitasi lingkungan (tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan
sampah dan cara pengaliran air limbah) dengan infeksi cacing Ascaris dan
Trichuris.
Kata Kunci : Sanitasi, Lingkungan, Penyakit, Cacingan.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 7/96
ABSTRACT
Name : LisdawatiNIM : 60300107016
Thesis : “Relation of Environmental Sanitation with Ascaris and Trichuris-
worm Infection at the Student of SDN Balang Baru Balang Baru
village Tamalate Subdistrict Makassar”
The problem in this research is the relation of environmental santiationwith Ascaris and trichuris-worm infection at the student of SDN Balang Baru
Balang Baru village Tamalate Subdistrict Makassar.
This research is abservational analityc that has cross-sectional character.
Population in this research are the student of the first, second and third class
ammount 180 students. The technique of sample taking using purposive samplingand then total sample taking from minimal 25 student as a semples.The
instruments in this research are (1) laboratory test, (2) Quetionare. The data is
taken from (1) laboratory test (2) quetionare. The data analyst by statistic chi-
square test with degree of significance (α = 0,05). Based on chi-square analisys relation of environmental sanitation with
ascaris and trichuri-worm found that excreta disposal ( p=0,033 and 0,037),
garbage disposal place( p= 043 and 0,39) and the way of flowing waste water
( p=023 and 0,12). From the result of the research, the explanation can be conclude
that there is a relation of environmental sanitation (garbage disposal place, excreta
disposal and the way of flowing waste water) with ascaris and trichuris-worm
infection.
Keyword : Sanitation, Environment, Desease, Wormy.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 8/96
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viiDAFTAR TABEL .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
D. Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Sanitasi Lingkungan .................................................. 8
B. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Cacing .............................................. 23
1. Gejala, Penularan, dan Akibat Penyakit Cacingan ............................... 23
2. Pemberantasan Penyakit Cacing ................................ .......................... 38
C. Gambaran Umun Lokasi Penelitian ..................................................... 41
1. Jumlah Murid SDN Balang Baru ................................ ......................... 41
2. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ................................ ............... 41
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................ 43
E. Pola Pikir Variabel yang Diteliti ............................................................ 44
BAB III METODE PENELITAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 45
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 9/96
B. Variabel Penelitian ................................................................................. 45
C. Defenisi Operasional Variabel ................................................................ 45
D. Ruang Lingkup dan Batasan penelitian .................................................. 47
E. Alat dan Bahan .......................................................................................... 49
F. Tahap Pelaksanaan ..................................................................................... 50
G. Cara Kerja .................................................................................................. 50
H. Teknik Pengambilan Data .......................................................................... 51
I. Analisis Data ............................................................................................. 51
J. Analisis Univariat ...................................................................................... 52
K. Analisis Bivariat ........................................................................................ 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 53
1. Siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi
cacing Ascaris dan Trichuris ................................................................. 53
2. hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah
dan cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris
dan Trichuris ........................................................................................ 59
B. Pembahasan ............................................................................................ 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 71
B. Saran ....................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 73
LAMPIRAN .............................................................................................................. 76
DAFTAR TABEL
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 10/96
Nomor
Hal
Tabel Teks
1. Jumlah Murid Setiap Kelas SDN Balang Baru Kel. Balang Baru. Kec.
Tamalate Kotamadya Makassar ............................................................................... 41
2. Distribusi Frekuensi Umur ...................................................................................... 53
3. Frekuensi Jenis Kelamin Siswa ............................................................................... 54
4. Distribusi Pekerjaan Orang Tua Siswa ................................ .................................... 55
5. Distribusi Kejadian Penyakit Cacingan ................................................................... 56
6. Distribusi Tempat Pembuangan Tinja Siswa SDN Balang Baru Keluruhan
Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar. ............................................................ 57
7. Distribusi Tempat Pembuangan Sampah Siswa SDN Balang Baru Kelurahan
Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar................................ ............................. 57
8. Distribusi Cara Pengaliran Air Limbah Siswa SDN Balang Baru Kelurahan
Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar................................ ............................. 58
9. Hubungan antara Kepemilikan Tempat Pembuangan Tinja dengan Kejadian
Penyakit Infeksi Cacing .......................................................................................... 59
10. Hubungan Tempat Pembuangan Sampah dengan Kejadian Penyakit Infeksi
cacing.................................................................................................................
61
11. Hubungan Pengaliran Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Infeksi
Cacing .............................................................................................................. 62
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 11/96
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal
Gambar Teks
12. Skema penyebaran penyakit melalui tinja ................................ ................................ 13
13. Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides) .................................................................... 28
14. Telur Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides) ........................................................... 30
15. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ...................................................................... 34
16. Telur Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ............................................................. 35
17. Daur Hidup Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ................................................... 36
18. Histogram Distribusi Presentase Umur ................................ .................................... 54
19. Histogram Distribusi Jenis Kelamin Siswa ................................ .............................. 54
20. Histogram Distribusi Pekerjaan orang Tua Siswa ................................ .................... 55
21. Histogram Distribusi Presentase Kejadian Penyakit Cacingan ................................ . 56
22. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Tinja ................................ ... 57
23. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah ............................... 58
24. Histrogram Distribusi Presentase Cara Pengaliran Air Limbah Siswa ...................... 59
25. Histrogram Distribusi Presentase Kepemilikan Tempat Pembuanga Tinja ............... 60
26. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah ............................... 62
27. Histogram Distribusi Presentase Pengaliran Air Limbah.......................................... 63
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 12/96
LAMPIRAN
Nomor Hal
1. Kuesioner Penelitian ..............................................................................................
77
2. Daftar Nama Siswa Kuesioner ................................................................................ 78
3. Analisis Bivariat ..................................................................................................... 80
4. Dokumentasi Penelitian .........................................................................................
84
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 13/96
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,
dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan
bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, melalui sanitasi lingkungan baik pada lingkungan tempat
maupun terhadap bentuk berupa fisik, kimia atau biologis termasuk perubahan
prilaku1.
Islam mengajarkan kepada umat manusia agar senantiasa menjaga
lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat merusak
lingkungan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Ruum/30:41
yang berbunyi:
Terjemahnya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagiandari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
2.
Ayat ini menjelaskan tentang terjadinya kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh perbuatan manusia. Allah menciptakan alam semesta beserta
1Departemen kesehatan RI, Undang-undang Kesehatan (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
h. 15.2
Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit J-ART,2005), h. 647.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 14/96
isinya untuk kepentingan dan kesejahteraan semua mahluk-Nya, khususnya untuk
manusia bukan merusak melainkan dimanfaatkan dan dipelihara. Keserakahan dan
perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia
itu sendiri. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik dan tidak membuat kerusakan, hubungan ini dapat dilihat firman Allah SWT
dalam QS. Al- Qashash/ 28:77 yang berbunyi:
Terjemahnya:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
3.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari
segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya
terhadap masalah sehat, sakit atau kesehatan tersebut4.
Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif
bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi,
3 Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya , op, cit., h. 623.
4 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2007), h. 165.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 15/96
tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan
pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-
nilai budaya bangsa. Prilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 yang diharapkan
adalah yang bersifat produktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat5.
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut
antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, rumah
hewan ternak, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan
lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan
lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya
kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya6.
Salah satu masalah kesehatan yang tidak kurang pentingnya di negara-
negara sedang berkembang khususnya di daerah tropis ialah penyakit cacing. Di
Indonesia, prevalensi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (“soil
5 Depertemen Kesehatan RI, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia 2010
(Jakarta: Depertemen Kesehatan RI, 1999), h. 56.6 . Soekidjo Notoatmodjo, loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 16/96
transmitted helminthes”) yang paling sering ditemukan ada 2 spesies yaitu Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura7
.
Banyak penelitian telah dilakukan di berbagai tempat di Indonesia
umumnya menunjukkan prevalensi tinggi untuk kedua jenis cacing ini. Secara
nasional diperkirakan sebesar 20 - 90% untuk infeksi cacing gelang ( Ascaris
lumbricoides) dan 75 – 90% untuk cacing cambuk (Trichuris trichiuria). Pada
umumnya angka prevalensi cacing gelang dan cacing cambuk ini ditemukan lebih
tinggi pada daerah kumuh8.
Penelitian sebelumnya dilakukan terhadap murid SD di daerah kumuh
Kecamatan Mariso Kota Makassar dengan hasil prevalensi infeksi cacing yang
tinggi 2,31% yang terinfeksi cacing gelang ( A. lumbricoides) dan 14,6% yang
terinfeksi cacing cambuk (T. trichiuria). Ditemukan pula pada anak usia sekolah
dasar yang terinfeksi cacing di Kelurahan Pampang Kecamatan Panakukkang
sebanyak 15 anak (38,46%), sedangkan di Kelurahan kampong Buyang
Kecamatan Mariso sebanyak 87 anak (79,09)%9.
Tingginya prevalensi infeksi cacing usus tersebut di Indonesia dipengaruhi
oleh daerah beriklim tropis dengan kelembabannya tinggi, keadaan sosial
ekonomi rendah, pencegahan dan cara pengobatan dari penyakit cacingan masih
kurang dan kepadatan penduduk yang tinggi. Anak umur sekolah dasar termasuk
usia yang memiliki resiko tinggi tertular penyakit cacing yang ditularkan melalui
7 Mira T Windy, Kesehatan Anak Di daerah Tropis (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h.
70.8Hj Rosdiana safar, Parasitologi Kedokteran Protozoologi, Helmintologi, Entomologi
(Bandung: Yrama Widya, 2009), h. 155- 159. 9
Elis Nurbaeti, Studi Lingkungan dan Investasi cacing pada Usia Sekolah Dasar diKecamatan Panakukang dan Kecamatan Mariso Kota Makassar (Makassar: Skripsi, 2001), h. 41.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 17/96
tanah, oleh karena anak usia tersebut masih senang bermain tanah dan kebersihan
tangan kurang diperhatikan. Di samping prevalensi yang tinggi ternyata derajat
infeksi (intensitasnya) juga tinggi dibanding kelompok umur lainnya10
.
Dampak yang diberikan infeksi cacing sangat merugikan kesehatan,
misalnya gangguan pencernaan, anemia dan menurunnya aktivitas anak. Padahal
sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi bila ada usaha untuk mencegah infeksi yang
terus menerus misalnya dengan pemutusan rantai daur hidup, menjaga kebersihan
atau dengan pemberian obat anti helmentik yang teratur. Pemerintah sendiri telah
memprogramkan pemberantasan penyakit ini sejak tahun 1975 dan sejak Pelita IV
(1984) program pemberantasan penyakit cacing ini termasuk program
pemberantasan penyakit diare11.
Golongan rawan infeksi cacing ini adalah anak usia sekolah terutama yang
tinggal di daerah dengan iklim tropis dan keadaan tanah yang mengandung
parasit. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan
dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa akan datang
sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik
fisik dan intelektualnya. Dalam hubungan dengan infeksi kecacingan, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak usia sekolah merupakan golongan yang
sering terkena infeksi kecacingan12
.
Hasil observasi peneliti yang melihat keadaan lingkungan di sekitar SDN
Balang Baru Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate Kotamadya Makassar masih
10 Mira T Windy, loc. cit.
11 Hj Rosdiana safar, loc. cit.
12
Mira T Windy; loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 18/96
jauh dari tahap lingkungan sehat, hal ini disebabkan karena perilaku, lingkungan
tempat tinggal, misalnya tidak tersedianya air bersih dan tempat pembuangan
feces yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dan merupakan daerah
perkampungan padat. Selokan, pekarangan rumah dan tempat-tempat MCK nya
tidak teratur dan tidak terpelihara sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian
yang berjudul “Hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing Ascaris dan
Trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate
Kota Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi
cacing Ascaris dan Trichuris?
2. Bagaimana hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah
dan cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris dan Trichuris?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan, maka tujuan yang akan dicapai dari hasil
penelitian ini yaitu:
1. Diketahuinya siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi
cacing Ascaris dan Trichuris.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 19/96
2. Diketahuinya hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan
sampah dan cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris dan
Trichuris.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi anak sekolah dan masyarakat sekitarnya
sehingga mereka memperhatikan kesehatan agar terhindar dari penyakit
cacingan
2. Data yang diperoleh diharapkan menjadi masukan bagi instansi guna lebih
memberi dorongan dan bantuan pencegahan dan cara pengobatan dari
permasalahan kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan penyakit
cacingan demi meningkatkan status kesehatan masyarakat dalam program
PHBS.
3. Bagi peneliti merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dalam melakukan
penelitian .
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 20/96
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Sanitasi Lingkungan
Lingkungan hidup serta manusia dengan segala faktornya merupakan
bagian dari lingkungan kehidupan manusia. Lingkungan kehidupan antara
manusia dengan lingkungannya merupakan suatu sistem yang disebut ekologi. Di
dalam ekosistem tersebut manusia di satu pihak berusaha menciptakan lingkungan
yang nyaman untuk kehidupannya dengan cara mempengaruhi lingkungan.
Sedangkan di pihak lain manusia senantiasa terancam oleh lingkungan itu
sendiri13
.
Menurut UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang kesehatan, dikatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Banyak
faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat yaitu faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.14
.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-A’raaf/7:56
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
13 Depertemen Kesehatan RI, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia
2010 (Jakarta: Depertemen Kesehatan RI, 1999), h. 55.14
Departemen kesehatan RI, Undang-undang Kesehatan (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006),h. 16.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 21/96
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”15
.
Ayat ini menerangkan kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap
lingkungan dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Informasi tersebut akan
memberikan teguran bahwa manusia harus selalu menjaga dan melestarikan
lingkungan agar tidak menjadi rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa
yang Allah SWT berikan kepada manusia semata-semata merupakan suatu
amanah.
Setiap orang akan tinggal dalam sebuah lingkungan hidup, lingkungan
hidup itu terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan biologi.
Lingkungan fisik adalah semua yang tak bernyawa terbuat dari tanah, air dan
udara. Misalnya bangunan, sampah, dan lain-lain. Lingkungan sosial adalah
hubungan antar manusia. Lingkungan biologi adalah semua makhluk hidup,
termasuk tumbuhan, kecuali manusia, karena manusia sudah masuk dalam
kategori lingkungan sosial. Di negara-negara berkembang khususnya Indonesia
angka kesakitan (morbiditas) penyakit menular masih cukup tinggi. Hal ini antara
lain dipengaruhi oleh keadaan lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi,
misalnya infeksi karena bakteri, virus, dan parasit yang umumnya tumbuh subur
pada iklim tropis yang lembab dan kotor16.
Tingkat kesehatan lingkungan dapat diukur dengan parameter sebagai
berikut:
15Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV. Penerbit J-ART,
2005), h. 230.
16 Ircham Machfoedz, Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit Bagian
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi Pedesaan & Perkotaan (Yogyakarta:Fitramaya, 2008), h. 26.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 22/96
1. Penyediaan air bersih
2. Pembuangan (drainase) air limbah/comberan yang memenuhi syarat kesehatan
3. Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran serta cara buang
kotoran yang sehat
4. Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan sampah rumah tangga dan
tempat-tempat umum yang memenuhi persyaratan kesehatan
Mengingat bahwa masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang
sedang berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air
minum, pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor) maka
berikut ini akan dibahas masalah tersebut.
1. Penyediaan air bersih
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Tubuh manusia itu sendiri
sebagian besar terdiri dari air. Pada orang dewasa, sekitar 55% - 60%, pada anak-
anak sekitar 65%, dan pada bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, dan mencuci. Syarat-syarat air
minum sehat, dengan melihat dari fisik, bakteriologis dan syarat kimianya agar air
minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan
mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan
sebagai berikut:
1. Fisik
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 23/96
Air minum yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bening (tidak
berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara 200
C, cara mengenal air yang
memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
2. Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri
patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri
patogen, dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E.
coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3. Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah
yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air,
akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia pada tingkat sel, organ dan
sistem organ dalam tubuh17.
2. Pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan
manusia serta menganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
permukiman, perdagangan perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air
tanah. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang
tersisa dari kegiatan manusia. Untuk mencegah atau mengurangi akibat-akibat
17Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2007), h. 172-174.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 24/96
buruk tersebut diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya-upaya sedemikian rupa
air limbah tersebut:
a. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air minum
b. Tidak mengakibatkan pencemaran terhadap permukaan tanah
c. Tidak menyebabkan pencemaran air untuk mandi perikanan, air sungai, atau
tempat-tempat rekreasi
d. Tidak dapat dihinggapi serangga, tikus, dan tidak menjadi tempat berkembang
biaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.
e. Tidak terbuka, kena udara luar (jika tidak diolah) serta tidak dapat dicapai oleh
anak-anak.
f. Baunya tidak menganggu18.
Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup
terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan
mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul
karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam mempunyai
kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu
diolah sebelum dibuang19.
3. Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran serta cara buang
kotoran yang sehat
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat, dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
18
Ibid, h. 194-195.19 Ibid.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 25/96
yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia ( feces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat
diilustrasikan seperti pada skema dibawah ini:
Gambar 1
Skema penyebaran penyakit melalui tinja(Sumber: Soekidjo Notoadmodjo, 2007:181).
Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran
penyakit sangat besar. Di samping secara langsung mengkontaminasi makanan,
minuman, sayuran, dan sebagainya, dan bagian-bagian tubuh kita dapat
terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit
bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan
pertambahan penduduk yang cepat, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui tinja. Penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja
manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing
gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan
sebagainya. Hasil penelitian menyatakan bahwa, seorang yang normal
TINJA
AIR
TANGA
LALAT
TANA
MAKANANMINUMAN
SAYURAN
DSB
HOST
MATI
SAKIT
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 26/96
diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 330 gram. Jadi bila penduduk
Indonesia dewasa saat ini 200 juta, maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar
194.000 juta gram (194.000 ton). Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas
penyakit akan mudah tersebar20
.
Jamban adalah bangunan untuk tempat buang air besar dan buang air kecil.
Buang air besar dan buang air kecil harus di dalam jamban, jangan di sungai atau
di sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit. Pembuangan tinja yang
tidak sesuai dengan dapat menyebabkan penyebaran berbagai macam penyakit.
Hal ini dimulai dari tinja yang terinfeksi mencemari air tanah atau air permukaan
yang terkontaminasi bibit penyakit yang berasal dari tinja diminum manusia. Bisa
juga tinja yang terinfeksi dihinggapi kecoak atau lalat, kemudian kecoak atau lalat
merayap atau hinggap pada makanan atau tempat meletakkan makanan seperti
piring atau sendok untuk makan. Penyakit-penyakit seperti tifus abdominalis,
cholera dan berbagai jenis cacing dapat disebarkan lewat tinja. Bila tinja dibuang
dalam jamban sederhana, yakni jamban cemplung, maka jasad renik dapat masuk
lagi ke dalam tanah secara vertikal paling dalam 3 meter. Ke samping tergatung
jenis dan keadaan tanah21.
Syarat-syarat jamban sehat adalah sebagai berikut : jamban harus
mempunyai dinding dan pintu agar orang yang berada di dalam tidak terlihat,
jamban sebaiknya mempunyai atap untuk perlindungan terhadap hujan dan panas,
cahaya dapat masuk ke dalam jamban karena cahaya matahari berguna untuk
20 Ibid, h. 181.
21 Umar A, Penerapan Metode Pengolahan dan Pembuangan Limbah (Jakarta: PT.
Rineka Cipta: 1997), h. 105.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 27/96
mematikan kuman, lantai terbuat dari bahan yang tidak tembus air seperti semen
atau papan yang disusun rapat. Hal ini perlu agar air kotor tidak meresap ke dalam
tanah dan lantai mudah dibersihkan, jamban harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara agar udara di dalam jamban tetap segar. Lubang
penampungan kotoran letaknya antara 10 sampai 15 meter dari sumber air bersih
agar sumber air tidak tercemar. Di dalam jamban harus tersedia air bersih dan
sabun untuk membersihkan diri, untuk jamban model cemplung lubang jamban
harus mempunyai tutup yang rapat agar lalat, kecoa, dan serangga lain tidak dapat
keluar masuk tempat penampungan kotoran. Lubang saluran saluran air kotor
pada lantai letaknya lebih rendah daripada lubang jamban, jamban sebaiknya tidak
dibuat di tempat yang digenangi air. Untuk daerah rawa atau daerah yang sering
banjir letak lantai jamban dibuat lebih tinggi daripada permukaan air yang
tertinggi pada waktu banjir. Jamban sebaiknya diberi lampu untuk penerangan,
lubang penampungan kotoran harus mempunyai pipa saluran udara yang cukup
tinggi agar gas yang timbul dapat disalurkan ke luar22
.
Pengelolaan pembuangan kotoran manusia untuk mencegah sekurang-
kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran
harus di suatu tempat tertentu atau jamban sehat. Suatu jamban disebut sehat
untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai
berikut:
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut
22
Suharto, Pendidikan Kesehatan untuk Sekolah Dasar Kelas 6 (Jakarta: DepartemenPendidikan dan kebudayaan: Jakarta: 1997), h. 5.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 28/96
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-
binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya23
.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan
antara lain:
1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari
panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari
pandangan orang dan sebagainya.
2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat dan sebagainya
3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
menganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.
4. Sebaiknya disediakan alat pembersih24
.
Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain:
1. Jamban lubang gali atau jamban plung ( pit privy)
23
Soekidjo Notoatmodjo, loc. cit. 24 Ibid, h. 181-182.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 29/96
Jamban ini berupa lubang di dalam tanah. Diameter umumnya 60 – 120
cm. kedalaman mulai dari 2,5 sampai beberapa meter. Dinding batu bata atau
disemen. Bila sudah mencapai ketinggian 50 cm, tinja ditimbun tanah. Ditunggu
sekitar 10 tahun, akan berubah komposisinya sehingga dapat dipakai pupuk, untuk
menghindari nyamuk, tiap beberapa hari bisa disiram minyak tanah dan kapur
barus (kamfer ) dapat dipakai menghilangkan bau.
2. Aqua privy (Jamban cubluk berair)
Proses pembusukan dalam jamban ini memakai air. Oleh karena itu harus
banyak disiram air. Bila air hampir penuh dapat dialirkan ke sumur resapan
(seepage pit ), sistem roil atau cesspool. Sebenarnya cesspool berfungsi untuk
pembuangan limbah cair yang umumnya bukan dari pembuangan tinja. Pada
sistem rool haruslah dialirkan pada suatu terminal berupa sistem pengolahan
limbah organik lembut, termasuk tinja sedemikian rupa, sehingga dihasilkan gas
metan dan pupuk.
3. Angsa – trine atau water - sealed latrine
Yang penting pada bentuk jamban ini adalah closetnya, yang menyerupai
leher angsa, demikian rupa bentuknya sehingga air selalu menggenang di leher
angsa ini. Guna air tersebut adalah menyumbat agar bau tidak menyebar.
Meskipun di daerah pedesaan leher angsa masih dikombinasikan dengan jamban
plung, namun sebaiknya, leher angsa dikombinasikan dengan sistem septic-tank
dan peresapan.
4. Bucket latrine
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 30/96
Tinja ditampung pada tempat khusus dari semacam bejana, untuk
kemudian dibuang ke tempat yang semestinya. Ini umum dilakukan di rumah sakit
bagi pasien yang tidak bisa buang hajat ke jamban
5. Bore-hole latrine
Sama dengan jamban cubluk, tetapi lebih kecil, karena hanya untuk
sementara sekali dipakai, misal di pemukiman sementara.
6. Overhung latrine
Jamban yang dibuat di rawa, kolam, sungai, dan lain-lain.
7. Trench latrine
Tempat membuang tinja dengan menggali tanah sedikit, kemudian setelah
dipakai buang tinja ditimbun lagi25
.
4. Penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan sampah rumah tangga dan
tempat-tempat umum yang memenuhi persyaratan kesehatan
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai
lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang. Pengelolaan sampah padat banyak cara orang
mengelola sampah padat mulai dari yang paling sederhana, sampai dengan cara-
cara modern. Umumnya orang berupaya untuk mengelola sampah padat sebaik-
baiknya sehingga tidak menganggu ketenteraman. Baik keindahan maupun
25 Ircham Machfoedz, loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 31/96
baunya, kalau kita kaji cara-cara pengelolahan tersebut yaitu asal buang atau asal
tumpuk, pakai ulang, daur ulang, dibuat pupuk, bakar teknis, pendam urug
berlapis, pirolisis, pemadatan, pemanfaatan terpadu, disamping itu masih banyak
cara-cara sederhana yang dilakukan orang. Misalnya dikumpulkan kemudian
dibakar, dibuang ke lubang khusus untuk sampah, setelah penuh baru dibakar atau
ditimbun dengan tanah. Ada pula yang dibuang ke tempat bak sampah keluarga
yang terbuat dari beton, pada saat tertentu baru dibakar. Ada juga yang kemudian
diambil tukang sampah, dikirim ke bak sampah umum. Dari bak sampah umum
diambil truk sampah, diangkut ke pembuangan sampah umum26
.
Sampah padat yang tidak dikelola dengan baik, asal buang saja, akan
menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena sampah
tersebut akan dapat menjadi sarang vektor-vektor penyakit. Sampah padat yang
mengandung makanan yang disukai lalat sehingga mengudang lalat hinggap dan
bahkan bertelur di tumpukan sampah itu, berkembang biaknya lalat di sampah
juga merupakan bahaya penularan penyakit, karena makin banyak lalat akan
makin banyak penyakit yang ditularkan27.
Allah SWT berfirman Q.S Al-Baqarah/2:164
Terjemahnya:
26
Soekidjo Notoatmodjo, op. cit , h. 189-190. 27 Ircham Machfoedz, op. cit. h.71-72.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 32/96
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu denganair itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)bagi kaum yang memikirkan”
28.
Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai mahluk yang paling mulia,
sedangkan bumi dan seisinya atau alam sekitar itu diciptakan Tuhan untuk
kepentingan manusia karena itu segala apa yang ada di dalam bumi ini
hendakklah diolah, diatur (bukan dirusak) dan dipelihara oleh manusia dengan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan hidup manusia.
Sampah padat yang kotor itu juga bisa menjadi sarang kecoak. Kecoak pun
seperti halnya lalat dapat menyebar luas bibit penyakit. Sampah padat yang
teronggok di atas tanah yang lembab, merupakan tempat yang baik bagi cacing-
cacing tertentu yang bisa membahayakan kesehatan pula seperti halnya cacing
cambuk (T. trichiura) dan cacing gelang ( A. lumbricoides)29.
Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Cacingan.
Peter J. Hotes (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor risiko ( Risk
factors) yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan yang
penyebarannya melalui tanah antara lain :
1. Lingkungan
Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh terutama di
daerah kota atau daerah pinggiran. Menurut Phiri (2000) yang dikutip Peter J.
Hotes bahwa jumlah prevalensi A. lumbricoides banyak ditemukan di daerah
28 Depertemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, loc. Cit., h. 40.
29 Ircham Machfoedz, op. cit. h.71-72.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 33/96
perkotaan. Sedangkan menurut Albonico (2003) peter J. Hotes bahwa jumlah
prevalensi tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakat
sebagian besar masih hidup dalam kekurangan30
.
2. Tanah
Penyebaran penyakit cacingan dapat terjadi melalui tanah yang
terkontaminasi dengan tinja yang mengandung telur T. Trichiura. Telur tumbuh
dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30◦C . Tanah liat
dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar antara 25◦C-30◦C sangat baik
untuk berkembangnya telur A. lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif 31
.
3. Iklim
Penyebaran A. lumbricoides dan T. trichiura yaitu di daerah tropis karena
tingkat kelembabannya cukup tinggi. Lingkungan yang paling cocok sebagai
habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi terutama di daerah perkebunan
dan pertambangan32
.
4. Perilaku
Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu yang ditularkan
lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena
30 Peter J. Hotes, Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes and Burden of
the condition (WHO: Departemen of Mikrobiologi and Tropical Medicine The GeorgeWashington University: 2003), h. 17.
31 Srisasi Gandahusada, Dkk, Parasitologi Kedokteran Edisi 3 (Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2004), h. 11. 32
Jangkung Samidjo Onggowaluyo, Parasitologi Medik (Helmintologi) Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnostik dan Klinik (Jakarta: EGC: 2002), h. 24.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 34/96
biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi
tanpa mencuci tangan33
.
5. Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan Menurut
Tshikuka (1995) dikutip Peter J. Hotes (2003) faktor sanitasi yang buruk
berhubungan dengan sosial ekonomi yang rendah34
.
6. Status Gizi
Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif ),
penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan
(kumulatif ), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa
kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan darah. Selain
dapat menghambat perkembangan fisik,anemia, kecerdasan dan produktifitas
kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga
mudah terkena penyakit lainnya35.
B. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Cacing
1. Gejala, penularan, dan akibat penyakit cacingan
Cacing memang bisa menyerang setiap orang. Penderita penyakit cacingan
di Indonesia boleh dikatakan masih cukup tinggi dan merata, tidak hanya di
33Peter J. Hotes, op. cit., h. 24.
34 Ibid., h. 22.35
Departemen Kesehatan R.I, Materi Pelatihan Dokter Kecil (Jakarta: Depkes R.I:2006), h. 6.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 35/96
lingkungan yang kumuh dan buruk sanitasinya saja. Oleh karena itu tidak aneh
jika ibu-ibu langsung menduga bahwa anaknya terkena cacingan, ketika melihat
anaknya lesu, kurang semangat dan mudah menangis. Oleh karena itu penyakit
cacingan jangan dianggap enteng, khususnya di daerah-daerah yang sanitasinya
masih kurang baik, cacing yang menganggu kesehatan pun bukan sekedar cacing
gelang, tetapi masih ada beberapa cacing lainnya yang juga dapat menganggu
kesehatan36.
Cacing-cacing itu masuk ke dalam tubuh kita melalui mulut dan kaki
telanjang. Makanan yang masuk ke dalam mulut kita harus bersih. Kita juga harus
memakai sandal atau sepatu sehingga kuman tidak akan masuk ke sela-sela jari-
jari kita, jika kuman masuk kedalam perut melalui aliran darah maka hal ini akan
mengakibatkan anak akan jatuh sakit37.
Cacing dipermasalahkan oleh manusia karena umumnya cacing
mengambil bahan makanan dari usus. Ukurannya wujudnya memang tidak
seberapa tapi kerugian yang disebabkan oleh hilangnya bahan makanan yang
dicuri cacing itu cukup besar. Selain cacing usus, cacing lainnya adalah cacing
cambuk dan cacing tambang. Infeksi cacing pada umumnya terjadi pada
penduduk yang tinggal di daerah kumuh, dibanding dengan di daerah lainnya
khususnya untuk cacing gelang dan cacing cambuk. Untuk menurunkan angka
penyakit cacingan, perhatian utama ditujukan pada anak-anak usia sekolah dasar
dan balita yang mengidap cacingan itu cukup tinggi jumlahnya. Selain itu
diberikan pengobatan pada anak sekolah. Juga dilakukan pengarahan secara terus-
36
Sitorus H Ronald, Pedoman Perawatan Kesehatan Anak (Bandung: Yrama Widya,
2008), h. 102 – 103.37 Tri Wagiyati, Bimbingan Kesehatan di Sekolah (Bandung: Medium, 2007), h. 86.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 36/96
menerus kepada anak sekolah, khususnya tentang tata cara menjaga kebersihan,
sebagai pangkal tingginya angka pengidap cacingan karena anak seusia itu dapat
membentuk norma38
.
Tingginya angka pengidap cacingan pada umumnya disebabkan karena
sanitasi lingkungan yang kurang baik, perilaku kebersihan yang kurang, debu
yang berterbangan, dan makanan jalanan yang kurang terjaga kebersihannya. Oleh
karena itu meski seorang anak berasal dari kalangan berada dan tinggal di tempat
yang baik lingkungannya tak jarang dijumpai penderita cacingan. Cacing masuk
ke dalam tubuh melalui telur yang tertelan. Mungkin tertelan bersama makanan
jajanan, atau juga bersama debu yang berterbangan. Telur cacing dapat juga
dibawa oleh binatang seperti: kecoak, tikus, lalat, dan binatang lainnya, selain
diterbangkan oleh angin. Meskipun suatu kelurga sudah memiliki WC
sebagaimana mestinya dan menjaga kebersihan lainnya, namun bila lingkungan
sekitar masih tetap hidup dengan pola lama, kurang memelihara kebersihan, maka
kemungkinan cacing pun masih akan tetap jadi masalah yang harus diwaspadai39
.
Kehilangan unsur makanan yang sangat dibutuhkan, jelas akan
menganggu proses pertumbuhan bagi anak-anak dan menghambat produktivitas
kerja bagi orang dewasa. Penderita cacingan secara berangsur-angsur akan
kekurangan gizi, akibatnya selain menyebabkan kurang gairah, juga daya tahan
tubuhnya akan menurun, mudah sakit, dan bagi anak-anak tentu akan mengalami
kesulitan untuk belajar secara optimal. Penyakit cacingan memang jarang
menyebabkan kematian namun, bukan berarti membiarkan cacing berkembang
38
Sitorus H Ronald, op. cit, h.103. 39 Tri Wagiyati, loc. cit
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 37/96
biak di perut tidak membahayakan. Sebenarnya gejala klinis cacingan ada yang
dapat menyebabkan penyumbatan usus dan mendatangkan kematian misalnya bila
seorang anak yang menderita cacingan itu suhu badanya panas maka sejumlah
cacing yang terdapat dalam perutnya akan lebih aktif sehingga bisa bergumpal di
dalam usus yang disebut abdomen akut. Kondisi yang lebih parah lagi terdapat
cacing yang sempat menggeroti otak karena larva cacing itu berkelana kemana-
kemana, sampai mencapai otak dan makanannya40.
Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang penting . Cacing yang paling sering
ditemukan adalah A. lumbricoides dan T. trichiuria.41
.
1. Ascaris lumbricoides
a. Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan satu-satunya hospes A. lumbricoides. Penyebab
penyakit ini disebut askariasis42
.
b. Distribusi geografis
Pada manusia yang paling umum dan tersebar luas (cosmopolitan) dan
insidennya yang tinggi terutama di daerah beriklim lembab dan panas. Prevalensi
infeksi secara geografis bervariasi, yaitu di Cina dan Asia Tenggara prevalensinya
tinggi, di negara-negara Asia Tengah, terutama di daerah lembab, Amerika
Tengah dan Selatan infeksi ditemukan rata-rata 45%. Di Eropa pada umumnya
rendah, Amerika serikat bagian selatan angka infeksinya sedang dan prevalensi
40 Sitorus H Ronald, op. cit., h.105-106.
41 Suhintam Pusarawati, Helmintologi Kedokteran (Surabaya: Airlangga University Press,
2007), h, 10.42
Srisasi Gandahusada, Dkk, Parasitologi Kedokteran Edisi 3 (Jakarta: FakultasKedokteran Universitas Indonesia, 2004), h. 8.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 38/96
cacing di Indonesia tinggi berkisar antara 20 – 90%, dimana sebelumnya telah
dilakukan penelitian pada murid-murid SD di daerah kumuh Kecamatan Mariso
Kota Makassar dengan hasil prevalensi infeksi cacing yang tinggi 2,31%43
.
c. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Fhilum : Nematoda
Klas : Secernentae
Ordo : Acaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides44
d. Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa berwarna agak kemerah-merahan atau putih kekuning-
kuningan. Bentuknya silindris memanjang, ujung anterior tumpul memipih dan
ujung posteriornya agak meruncing. Terdapat garis-garis lateral yang mudah
dilihat, ada sepasang, warnanya agak putih sepanjang tubuhnya, cacing dewasa
yang jantan berukuran panjang 15 cm sampai 31 cm dengan diameter 2 mm
sampai 4 mm. sedangkan cacing betina panjangnya berukuran 20 cm sampai 35
cm, dan kadang-kadang sampai mencapai 49 cm dengan diameter 3 mm sampai 6
mm. Cacing jantan ujung ekornya melengkung ke arah ventral. Cacing jantan
mempunyai sepasang spikula yang bentuknya sederhana dan silindris, sebagai alat
kopulasi dengan ukuran panjang 2 mm sampai 3,5 mm dan ujungnya meruncing.
43Bariah Ideham, Helmintologi Kedokteran (Surabaya: Airlangga University Press,
2007), h. 11.44 Jasin M. Zoologi Invertebrata. (Surabaya: Sinar Surya Wijaya,1992). h. 34
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 39/96
Bagian kepala dilengkapi dengan tiga buah bibir yaitu, satu dibagian mediodorsal
dan dua lagi berpasangan di bagian lateroventral.
Gambar 2 Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides)
(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « GuruNgeBlog_files Evi Yulianto, S.Si.)
Pada masing-masing bibir terdapat sepasang papila-papila, di bagian pusat
di antara ketiga bibir terdapat lubang mulut yang berbentuk segitiga. Pada bagian
posterior terdapat anus yang letaknya melintang. Cacing betina mempunyai vulva
yang letaknya di bagian ventral sepertiga panjang tubuh dari ujung kepala. Vagina
bercabang membentuk sepasang saluran genital. Saluran genital terdiri dari
seminal reseptakulum, oviduk, ovarium, dan salurannya berkelok-kelok menuju
bagian posterior tubuhnya yang dapat berisi 27 juta telur. Tiap hari seekor cacing
Ascaris betina dapat menghasilkan 200.000 telur. Telur berbentuk ovoid dengan
kulit yang tebal dan transparan, yang terdiri dari membrane lipoid vitelin yang
relatif tidak permeable, lapisan tengah tebal transparan dibentuk dari glikogen dan
pada lapisan luar terdapat tonjolan-tonjolan yang kasar, yaitu lapisan albumin
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 40/96
yang berwarna coklat terang. Membran vitelin berguna untuk melindungi
embrio45
.
Cacing betina bertelur, dan terdapat 4 macam telur:
1. Telur dibuahi, berkortika ( fertile corticaded )
Bentuk oval sampai bulat, berukuran mikron (µm), berkulit ganda dengan
batas jelas, kulit bagian luar berkortika (dilapisi albumin) berwarna coklat karena
menyerap warna albumin. Kulit bagian dalam halus, tebal, tidak berwarna sampai
berwarna kuning pucat. Telur berisi masa bulat bergranula. Pada bagian kutub
terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk mirip
bulan sabit.
2. Telur dibuahi, tidak berkortika ( fertile decorticated )
Morfologinya mirip dengan telur fertile berkortika, tetapi kulit bagian luar
tidak dilapisi albumin.
3. Telur (tidak dibuahi, berkortika (unfertile corticated )
Berbentuk telur memanjang (elips atau tidak teratur), berukuran sekitar
88x55 µm. Berkulit ganda dengan batas tidak jelas. Kulit bagian luar dilapisi
albumin yang permukaannya tidak rata dan berwarna coklat. Kulit bagian dalam
tipis, dan tampak satu atau dua garis. Isi telur dipenuhi butiran-butiran bulat,
besar, dan sangat membias, pada daerah kutubnya tidak berongga udara.
4. Telur tidak dibuahi, tidak berkortika (unfertile decorticated)
45 Kus Irianto, Kusno waluyo, Gizi dan Pola Hidup Sehat (Bandung: Yrama Widya,
2004), h.209-210.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 41/96
Morfologinya mirip telur unfertile corticaded, tetapi bagian luar tidak
dilapisi albumin. Kulit halus-tipis, tampak sebagai garis ganda, dan tidak
berwarna. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam kurang lebih 3 minggu, bentuk infektif ini, bila tertelan oleh
manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe, lalu di alirkan ke jantung, kemudian
mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju faring, sehingga
menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini akan
menyebabkan larva masuk ke dalam esophagus, dan menuju usus halus. Di usus
halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang 2 bulan46.
Gambar 3 Cacing Gelang ( Ascaris lumbricoides)
(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « GuruNgeBlog_files Evi Yulianto S.Si.)
46 Heru Prasetyo, Parasitologi-Atlas (Surabaya: Airlangga Universty Press, 2003), h. 2-3.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 42/96
e. Patologi dan gejala klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa
dan larva, gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada
ornag yang rentan terjadi terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus dan
timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, deman dan eosinofilia.
Pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu.
Keadaan ini disebut sindrom loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, konstipasi, pada
infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran
empedu, apendiks, atau bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat
sehingga kadang-kadang perlu tindakan perawatan47.
f. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja
secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis, selain
itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut
atau hidung, maupun melalui tinja48.
g. Pengobatan
Piperazin digunakan untuk mengobati infeksi cacing gelang ini, diberikan
lewat mulut dan akan melumpuhkan cacing sehingga akhirnya dikeluarkan hidup-
hidup di tinja, obat pencahar tidak diperlukan, pada anak sampai umur 2 tahun
dosisnya adalah 2 gr, pada umur 2 – 5 tahun dosisnya 3 gr dan untuk anak yang
47
Ibid.48 Ibid.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 43/96
berumur di atas 5 tahun 4 gr. Pengobatan ini dapat diulang 3 hari berturut-turut,
bila diperlukan49
.
h. Prognosis
Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan
infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan
pengobatan, kesembuhan diperoleh antara 70 – 80%50.
i. Epidemiologis
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak.
Frekuensinya antara 60 – 90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah
pohon, di tempat pembuangan tinja dan di tempat pembuangan sampah. Anjuran
mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian
jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat
mencegah askariasis51
.
2. Trichuris trichiura
1. Hospes dan nama penyakit
49Mira T Windy, loc. cit.
50 Indan Entjang, Mikrobiologi & Parasitologi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),
h. 235. 51Srisasi Gandahusada, Dkk; loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 44/96
Manusia merupakan hospes cacing ini, penyakit yang disebabkannya
disebut trikuriasis52
.
2. Distribusi geografis
Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan
lembab, seperti di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang dikemukakan
oleh Depertemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53% pada
masyarakat Bali, 36,2% pada di perkebunan di Sumatra Selatan, 51,6% pada
sejumlah sekolah di Jakarta. Prevalensi di bawah 10% ditemukan pada pekerja
pertambangan di Sumatra Barat (2,84%) dan sekolah-sekolah di Sulawesi Utara
(7,42%). Pada tahun 1996 infeksi Trichuris ditemukan sebanyak 60% di antara
365 di Musi Banyuasin, Sumatra selatan anak sekolah dasar.
3. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Fhilum : Nematoda
Klas : Adenophorea
Ordo : Trichurida
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiuria53
.
4. Morfologi dan daur hidup
52
Ibid. 53 Jasin, loc.cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 45/96
Cacing betina panjangnya kira-kira 5cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm.
Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang
seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina
bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu
spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian
anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.
Gambar 5 Cacing Cambuk (Trichuris trichiuria)
(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « Guru
NgeBlog_files Evi Yulianto S.Si.)
Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara
3000 – 10.000 butir. Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk
seperti tempayan dengan semacam penonjalan yang jernih pada kedua kutub.
Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja54
.
54
Yoes Prijatna Dachlan, penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran (Surabaya:Airlangga University Press, 2007), h.4.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 46/96
Gambar 6 Cacing Cambuk (Trichuris trichiuria)
(Sumber: PARASITOLOGI\Mengenal Phylum Nemathelminthes « GuruNgeBlog_files Evi Yulianto, S,Si.).
Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam
lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat teduh. Cara
infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa
cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 47/96
Jadi cacing ini mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang
tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30 – 90 hari55
Gambar 7 Daur Hidup Cacing Cambuk (Trichuris trichiuria)
(Sumber: Surat Keputusan Menteri Nomor: 424/MENKES/SK/VI/2006:10)
5. Patologi dan gejala klinis
Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat
juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing
ini tersebar di seluruh kolon dan rectum. Kadang-kadang terlihat di mukosa yang
mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing
ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
55Srisasi Gandahusada, Dkk; op. cit. h. 17-19.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 48/96
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya
dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini rupanya cacing ini
menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia, penderita
terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun, menunjukkan
gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,
anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rectum56.
6. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja57
7. Pengobatan
Mebendazol dan Oxantel pamoat58
.
8. Epidemiologi
Penyebaran penyakit melalui kontaminasi tanah dengan tinja. Telur
tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira
300C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan
sumber infeksi.. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar
antara 30 – 90%. Pembuatan jamban yang baik dan pendidikan sanitasi dan
kebersihan perorangan, terutama anak-anak, mencuci tangan sebelum makan,
mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di
negeri-negeri yang memakai tinja sebagai pupuk, merupakan salah satu cara
mencegah penyakit cacingan59
.
56 Ibid.
57 Ibid
58
Hj Rosdiana safar, op. cit., h. 168.59Srisasi Gandahusada, Dkk , loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 49/96
2. Pemberantasan penyakit cacing
Usaha kegiatan pemberantasan penyakit cacing sebaiknya dilakukan
secara terpadu yaitu:
1. Penyuluhan kesehatan
Langkah terpenting untuk pemberantasan infeksi ialah memberikan
penyuluhan dan kesadaran kepada masyarakat, sebab walaupun infeksi sangat
luas dan umum di kalangan masyarakat Indonesia dan dipandang oleh pemerintah
sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat, namun masyarakat dapat
mentoleransinya karena infeksi ini prosesnya menahun dan jarang berakibat fatal,
kematian bisa terjadi akibat malnutrisi antara lain sebagai akibat infeksi cacing.
Imunisasi terhadap penyakit seperti, cacar, poliomyelitis, tuberculosis, dapat
dikerjakan di sekolah. Praktek ini seringkali dapat pula menjadi cara yang
menarik minat masyarakat di sekitar untuk ikut diimunisasi60.
2. Sanitasi lingkungan
Kemungkinan infeksi cacing yang menjadi wabah di sekolah dapat
dicegah dengan memberi perhatian khusus pada kebersihan lingkungan,
imunisasi, diagnosis dini dan pengobatan. Suatu kenyataan bahwa iklim yang
sangat cocok bagi perkembangan cacing di daerah tropis ditunjang oleh sanitasi
lingkungan yang buruk. Dengan adanya program sarana air minum dan jamban
keluarga termasuk di dalamnya penyuluhan kesehatan yang terus menerus, maka
diharapkan rantai siklus penghidupan parasit cacing dapat diputuskan61.
3. Pengobatan masal
60
Sitorus H Ronald, o p. cit., h. 105-106. 61 Ibid.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 50/96
Beberapa kriteria syarat obat antihelmentik bagi pemberantasan yaitu tidak
toksis dan tidak memberi efek samping, sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal,
mempunyai khasiat polivalen terhadap spesies-spesies cacing, murah serta mudah
dalam pengadaan. Untuk mengatasi infeksi parasit cacing Ascaris dan trichuris,
banyak obat yang dapat digunakan antara lain:
1. Albendazol
Albendazol mempunyai struktur mirip dengan Tiabendazol. Efek samping yang
dapat timbul antara lain sakit kepala, kepala pening, dan gangguan saluran cerna.
2. Levamisol
Levamisol mudah terabsorpsi dalam saluran cerna dan dengan cepat
dikeluarkan dalam urine dan feces. Efek samping antara lain mual, muntah, sakit
kepala dan kepala pening yang jarang terjadi.
3. Mebendazol
Absorbsi minimal dari saluran cerna 90% dikeluarkan dalam urine dan 5 –
10% dalam feses. Efek samping tidak terlihat, sebagai obat tunggal dan baik
terhadap enterobiasis.
4. Oksantel pamoat
Oksantel pamoat dan pirantel pamoat mempunyai struktur kimia yang
berkaitan, dan digunakan dalam kombinasi.
5. Piperazin
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 51/96
Piperazin diabsorpsi dari usus, dan 75% dikeluarkan dalam urine. Efek
samping kadang-kadang dapat terjadi seperti mual, muntah, perut terasa tidak
enak, dan diare. Selain merupakan obat pilihan yang mengandung piperazin mulai
jarang digunakan.
6. Pirantel pamoat
Dapat dikatakan tidak di obdopsi dari saluran cerna dan lebih 50% dari
dosis yang diberikan keluar dalam feces. Efek samping muntah, sakit kepala,
kepala pening, dan diare jarang terjadi.
Pada A. lumbricoides obat yang digunakan:
a. Pirantel pamoat dengan dosis, oral, dosis tunggal 10 mg/kg untuk semua umur
b. Levamisol dengan dosis, oral, untuk anak-anak dosis tunggal 2,5 – 5 mg/kg
c. Piperazin dengan dosis, oral, untuk anak-anak 75 mg/kg/hari (maksimum 3,5
g) sebagai dosis tunggal atau 3 hari.
d. Mebendazol dengan dosis, oral sehari 2 kali 100 mg selama 1 hari, untuk
semua umur
e. Albendazol, dengan dosis, oral, anak umur 2 – 5 tahun 200 mg sebagai dosis
tunggal lebih dari 5 tahun, 400 mg
Pada T. trichiura obat yang digunakan:
a. Mebendazol dengan dosis, oral anak kurang 5 tahun sehari 100 mg selama 3
hari
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 52/96
b. Oksantel pamoat dengan dosis, oral, sehari 10 – 20 mg/kg selama 2 hari untuk
semua umur62
.
C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Jumlah Murid SDN Balang Baru
Adapun jumlah murid pada SDN Balang Baru secara jelas tampak pada
tabel di sbb:
Tabel 1. Jumlah Murid Setiap Kelas SDN Balang Baru Kel. Balang Baru. Kec.
Tamalate Kotamadya Makassar.Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
I
II
IIIIV
V
IV
30
37
2728
27
22
25
33
2830
28
15
55
70
5558
55
37
Total 171 159 330
Sumber: SDN Balang Baru (Tahun ajaran 2010/2011).
2. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti:
Infeksi cacingan adalah terdapatnya cacing dalam usus yang menimbulkan
gejala-gejala dan tanda-tanda yaitu merasa mual, lesu, nafsu makan berkurang,
pada anak badan kurus tapi perut buncit, pucat pada selaput mata, muka dan
telapak tangan, batuk atau sesak napas, sakit perut atau diare serta menimbulkan
defesiensi zat gisi yang dapat menyebabkan gangguan dan kecerdasan anak.
Terinfeksinya seseorang oleh parasit cacing sangat ditentukan oleh
hygiene perorangan, keadaan lingkungan sebagai tempat yang subur, ditunjang
62Sartono, Obat dan Anak (Bandung: ITB, 2005, h. 34-36.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 53/96
oleh kebiasaan buruk manusia. Sanitasi lingkungan sebagai variabel masing-
masing diuraikan secara sistematis sebagai berikut:
1. Tempat Pembuangan Tinja
Telah diketahui bahwa cacing usus nantinya akan bertelur dan dikeluarkan
lewat tinja. Pembuangan tinja di sembarang tempat akan membuat telur cacing
tersebut menetes dan bila lingkungan menguntungkan sementara itu tempat yang
tercemar cacing ini juga digunakan sebagai tempat bermain bagi anak-anak, maka
dengan mudah infeksi akan terjadi.
2. Tempat Pembuangan Sampah
Sampah ada 2 jenis yaitu sisa pengolahan atau sisa makanan yang dapat
membusuk. Dan ada juga yang tidak membusuk. Sampah yang membusuk ini
dapat merupakan tempat hidup yang nyaman bagi parasit. Dengan demikian bila
sampah tidak diolah atau dibiarkan di sembarang tempat, maka dapat diduga
bahwa telur cacing yang ada di tempat tersebut dengan mudah berkembang biak,
karena suasana untuk kelangsungan hidupnya dengan mudah diperoleh.
3. Cara Pengaliran Air Buangan
Air limbah rumah tangga atau comberan yang digunakan sehari-hari bila
tidak dialirkan cukup membuat di sekitar rumah menjadi lembab bahkan menjadi
becek. Lingkungan ini sangat disenangi cacing untuk kelangsungan hidupnya.
Pengaruh air buangan yang lain bila pengalirannya tidak bagus akan
mengkontaminasi sayuran dan makanan lain, padahal air buangan ini berasal dari
kotoran manusia, kotoran dapur dan kamar mandi.
D. Hipotesis Penelitian
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 54/96
Ho : Tidak ada hubungan sanitasi lingkungan (tempat pembuangan tinja,
tempat pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah) dengan
infeksi cacing Ascaris dan Trichuris jika hasil analisisChi-square p-
value > (α=0,05)
H1 : Ada hubungan sanitasi lingkungan (tempat pembuangan tinja, tempat
pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah) dengan infeksi
cacing Ascaris dan Trichuris jika hasil analisis Chi-square p-value <
(α=0,05)
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 55/96
E. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep variabel yang diteliti
digambarkan sebagai berikut:
Keter angan:
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak ditelit
Tempat pembuangan tinja
Tempat pembuangan sampah
Cara pengaliran air buangan
Penyediaan air bersih sarana
perumahan
Infeksi
Cacing
Variabel bebas
Variabel terikat
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 56/96
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang bersifat cross-
sectional yaitu bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan dan hal-hal yang
berhubungan pada sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing Ascaris dan
trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate
Kotamadya Makassar yang diteliti secara obyektif
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat:
1. Variabel bebas yaitu Sanitasi lingkungan terdiri dari tempat pembuangan tinja,
tempat pembuangan sampah, dan cara pengaliran air limbah.
2. Variabel terikat yaitu Infeksi cacing Ascaris dan Trichuris
C. Defenisi Operasional Variabel
1. Yang dimaksud dengan infeksi cacing adalah terdapatnya cacing dalam usus
manusia dan menimbulkan gejala-gejala: mual, lesu, pucat dan gangguan
nafsu makan.
Kriteria obyektif:
a. Terinfeksi: ditemukan telur cacing dalam tinja
b. Tidak terinfeksi: tidak ditemukan telur cacing dalam tinja.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 57/96
2. Tempat pembuangan tinja:
Yang dimaksud tempat pembuangan tinja adalah suatu tempat atau bangunan
yang digunakan untuk tempat pembuangan tinja, baik digunakan sendiri,
dengan keluarga atau bersama keluarga lain.
Kriteria obyektif:
a. Memenuhi syarat: Pembuangan tinja pada jamban tipe leher angsa dan
jamban cemplung yang tertutup, bersih dan berfungsi.
b. Tidak memenuhi syarat: tidak memenuhi kriteria di atas
3. Tempat pembuangan sampah:
Yang dimaksud dengan tempat pembuangan sampah adalah suatu bangunan
yang digunakan untuk menampung semua zat atau benda yang tidak terpakai
yang berasal dari rumah tangga.
Kriteria obyektif:
a. Memenuhi syarat: terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak
mudah rusak atau dikumpulkan di lubang sampah kemudian dibakar
b. Tidak memenuhi syarat: tidak memenuhi kriteria di atas.
4. Cara pengaliran air limbah keluarga
Yang dimaksud dengan air limbah keluarga adalah air yang berasal dari rumah
tangga yang terdiri dari kotoran manusia yang dialirkan ke septik tank
(penampungan kotoran manusia), air kotoran dapur, dan kamar mandi
dialirkan ke suatu tempat dan alirannya lancar seperti parit-parit terbuka.
Kriteria obyektif:
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 58/96
a. Memenuhi syarat: air buangan keluarga seperti kotoran manusia dialirkan
ke septik tank, air kotoran dapur, dan kamar mandi dialirkan ke suatu
tempat dan alirannya lancar.
b. Tidak memenuhi syarat: tidak memenuhi kriteria di atas.
D. Ruang Lingkup dan Batasan penelitiaan
1. Populasi adalah keseluruhan generalisasi yang akan diamati, terdiri atas obyek
dan subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru
Kec. Tamalate Kotamadya Makassar.
2. Sampel penelitian ini adalah feces siswa kelas I, II dan III SDN Balang Baru
Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kotamadya Makassar. Penentuan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive
sampling yaitu dengan pertimbangan tertentu bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.. Sampel dalam penelitian
ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
N = α / ( ).
( ) α / ( )
Keterangan
n : Besar sampelN : Jumlah populasi kriteria (27 siswa)
(Jumlah Populasi di ambil berdasarkan kriteria di bawah)P : Peneliti tidak mengetahui besarnya P dalam populasi,
maka P : 0,5
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 59/96
Z2 1-α : 1,96, untuk tingkat kepercayaan 95%
d2 :0,05, untuk presesi jarak nilai P yang sesungguhnya63
.
Berdasarkan rumus diatas, maka besarnya sampel minimal yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
N =(,).,().
(,)( )(,)., ( – ,)= 25,28847 dibulatkan menjadi 25 anak
3. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 dengan data yang
dikumpulkan melalui observasi langsung terhadap penyediaan sarana
pembuangan sampah, jamban, dan penyediaan air, serta kuesioner dibagikan
pada siswa kelas I, II, dan III SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec.
Tamalate Kotamadya Makassar.dan pemeriksaan tinja segar di Balai Besar
Laboratorium Kesehatan Makassar.
E. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada pemeriksaan loboratorium adalah:
1. Selofan selebar ± 2,5 x 3 cm
2. Larutan untuk memulai selofan terdiri atas
- 100 bagian aquades (atau 6% fenol
- 100 bagian gliserin
- 1 bagian larutan hijau malachite 3%
3. Selofan direndam dan larutan selama 18-24 jam sebelum digunakan
4. Kawat kasa selebar ± 3 x 4 cm untuk menyaring tinja
5. Kertas karton tebal selebar ± 3 x 4 cm di tengah berlubang
63 Lemeshow Stanley. Besar sampel dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Gajah
Mada Press: 1997),
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 60/96
6. Isi lubang karton telah diketahui sebelumnya ± 50 mg
7. Kertas saring selebar ± 10 x 10 cm
8. Kertas berminyak tidak tembus air selebar ± 10 x 10 cm
9. Tinja yang akan diperiksa
10. Potongan bambu/lidi
11. Tutup botol dari karet
12. Kaca benda
13. Kamera
F. Tahap Pelaksanaan
Persiapan survei dengan menyediakan alat-alat dan kuesioner yang akan
dibagikan pada siswa kelas III SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec,
Tamalate Kotamadya Makassar. dan uji laboratorium.
G. Cara Kerja
Pemeriksaan tinja dengan teknik Kato katz dengan menghitung telur cacing
sebagai berikut: (Pinardi Hadidjaja, 1994:10).
Menaruh kertas saring di atas kertas berminyak di meja laboratorium yang steril
kemudian mengambil tinja sebanyak-banyaknya dengan lidi dan meletakkan di
atas kertas saring dan meletakkan kawat kasa di atas tinja. Selanjutnya mengambil
kaca benda dan meletakkan kertas karton di atas kaca benda tersebut, kertas
karton dilubang dan harus berada di tengah kaca benda, kemudian menekan
tinja dengan lidi kawat kasa tinja tersebut, masukkan ke dalam lubang kertas
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 61/96
karton, selanjutnya mengangkat di atas kaca benda dan menutup dengan selofan
kemudian menekan selofan di atas kaca benda dengan menggunakan tutup botol
atau karet untuk meratakan tinja di bawah selofan, selanjutnya meletakkan sedian
terbalik di atas kertas saring dan membiarkan sediaan selama 20 – 30 menit
selanjutnya menghitung telur cacing dengan menggunakan mikroskop64
. Rumus
yang digunakan untuk menghitung telur cacing adalah sbb:
H. Teknik Pengambilan data
1. Uji Laboratorium
Pemeriksaan tinja untuk mendapat informasi yang lebih akurat mengenai
pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan teknik Kato katz. Teknik ini
menggunakan selembar selofan atau cellopane tape sebagai pengganti kaca
penutup. Dengan teknik ini akan lebih banyak telur cacing yang dapat ditemukan,
oleh karena tinja yang dipakai lebih banyak. Selain itu sediaan dapat disimpan
selama beberapa hari.
2. Kuesioner
Kuesioner diberikan pada siswa kelas I, II, III Sekolah Dasar Negeri
Balang Baru Kelurahan Balang baru Kec. Tamalate Kotamadya Makassar Tahun
64 Hadidjaja, Pinardi, Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran, (Jakarta: FKUI:
1994), h. 10.
Jumlah telur cacing x
=1 gram tinja
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 62/96
Ajaran 2010 -2011. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data perorangan
dan sanitasi lingkungan dengan kejadian penyakit cacingan
Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik
tentang sanitasi lingkungan dimana tempat pembuangan tinja, tempat
pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah.
I. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Editing data dan kuesioner yang telah diisi.
2) Pengkodean jawaban dari responden.
3) Penentuan variabel yang akan dihubungkan.
4) Pengolahan data menggunakan program SPSS 17 dengan Uji Chi square untuk
melihat hubungan infeksi cacing dengan sanitasi lingkungan di SDN Balang
Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate Kota Makassar.
A. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Dengan menggunakan distribusi frekuensi untuk mengetahui gambaran
terhadap variabel yang diteliti.
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilaukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
atau berkorelasi. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan
membutikan hipotesis dua variabel. Uji statistik yang digunakan Chi- square
karena digunakan untuk menguji hipotesis bila populasi terdiri atas dua kelas,
data berbentuk nominal dan sampelnya besar.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 63/96
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Siswa SDN Balang Baru yang terinfeksi dan tidak terinfeksi cacing
Ascaris dan Trichuris
a. Deskripsi Data
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru
Kec. Tamalate Kota Makassar dari tanggal 13 sampai 21 Desember 2010
dengan jumlah sampel 25 siswa.
b. Analisis Univariat
1) Distribusi Umur Siswa
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh frekuensi umur dari 25 siswa kelas
I, II, III SDN Balang Baru. Tahun 2010 yang berumur 9 tahun sebanyak 9
siswa (36%), berumur 8 tahun berjumlah 7 siswa (28%), 7 tahun sebanyak
7 siswa (28%), 6 tahun sebanyak 2 siswa (8%) (Table 2).
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Umur
No Umur Frekuensi Presentase%
1. 6 2 8
2. 7 7 28
3. 8 7 28
4. 9 9 36
Jumlah 25 100
Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 64/96
Gambar 7. Histogram Distribus Presentase Umur
2) Distribusi Jenis Kelamin Siswa
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa frekuensi siswa yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 10 siswa (40%) dan yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 15 siswa (60%) (Tabel 3).
Tabel 3
Frekuensi Jenis Kelamin Siswa
No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase%
1. Laki-laki 10 40
2. Perempuan 15 60
Jumlah 25 100
Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010
Gambar 8. Histogram Distribusi Jenis Kelamin Siswa
3) Distribusi Pekerjaan Orang Tua Siswa
6 tahun
8%
7 tahun,28%
8 tahun,28 %
9 tahun
36 %
Presentase
laki-laki
40%
perempuan,60%
Presentase
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 65/96
Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi orang tua siswa yang
bekerja sebagai PNS sebanyak 4 siswa (16%), orang tua siswa yang
bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 13 siswa (52%), orang tua siswa
yang bekerja sebagai Buruh harian sebanyak 3 siswa (12%), orang tua
siswa yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 2 siswa (8%), dan orang
tua siswa yang bekerja sebagai sopir sebanyak 2 siswa (8%) (Tabel 4).
Tabel 4.Distribusi Pekerjaan Orang Tua Siswa
No Pekerjaan Frekuensi Presentase%
1. PNS 4 16
2. Wiraswasta 13 52
3. Buruh harian 3 12
4. Pedagang 2 8
5. Sopir 2 8
Jumlah 25 100
Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010
Gambar 9. Histogram Distribusi Presentase Pekerjaan Orang Tua Siswa
1 PNS,16%
Wiraswasta,
52%
Buruh Harian,
12%
pedagang,
8 %
Sopir,8 %
Presentase
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 66/96
4) Distribusi Kejadian Penyakit Cacingan
Berdasarkan hasil penelitian frekuensi siswa yang positif cacingan yaitu
terinfeksi cacing gelang ( Ascaris lumbricoides) dan cacing cambuk
(Trichuris trichiura) sebanyak 2 siswa (8%) dan yang negatif cacingan
sebanyak 23 siswa (92%) (tabel 5).
Tabel 5.
Distribusi Kejadian Penyakit Cacingan
No Kejadian
Penyakit
Cacingan
Jumlah telur cacing Frekuensi Presentase%
1. Positif Ascaris lumbricoides (2)
Trichuris trichiura (14)
2 8
2. Negatif - 23 92
Jumlah 25 100
Sumber Data: Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar 2010
Gambar 10. Distribusi Presentase Kejadian Penyakit Cacingan
2 positif,8 %
23 negatif92%
Presentase
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 67/96
5) Distribusi Tempat Pembuangan Tinja Siswa SDN Balang Baru
Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar.
Berdasarkan hasil penelitian frekuensi menunjukkan tempat pembuangan
tinja yang digunakan di kebun/sungai sebanyak 2 siswa (8%), Jamban/WC
sebanyak 22 siswa (88%), dan sembarang tempat sebanyak 1 siswa (4%).
(Tabel 6).
Tabel 6.1
Distribusi Tempat Pembuangan Tinja Siswa SDN Balang BaruKelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar
No Tempat
Pembuangan Tinja
Frekuensi Presentase%
1. Di kebun/Sungai 2 8
2. Jamban/WC 22 88
3. Sembarang Tempat 1 4
Jumlah 25 100
Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010
Gam
bar
11. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Tinja
8%
88%
4%
Presentase
1 Dikebun/Sungai 2 Jamban/WC 3 Sembarang Tempat
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 68/96
6) Distribusi Tempat Pembuangan Sampah Siswa SDN Balang Baru
Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar.
Berdasarkan hasil penelitian frekuensi menunjukkan tempat pembuangan
sampah yang ditumpuk kemudian dibakar sebanyak 2 siswa (8%), di
tempat sampah sebanyak 19 siswa (76%), dan sembarang tempat sebanyak
4 siswa (16%). (tabel 7).
Tabel 7.
Distribusi Tempat Pembuangan Sampah Siswa SDN Balang BaruKelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar
No Tempat
Pembuangan
Sampah
Frekuensi Presentase%
1. Ditumpuk
kemudian dibakar
2 8
2. Di tempat sampah 19 76
3. Sembarang Tempat 4 16
Jumlah 25 100
Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010
Gambar 12. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah
7) Distribusi Cara Pengaliran Air Limbah Siswa SDN Balang Baru
Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar.
8%
76%
16%
Presentase
1 Ditumpuk kemudian dibakar 2 Di tempat sampah 3 Sembarang Tempat
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 69/96
Berdasarkan hasil penelitian frekuensi menunjukkan cara pengaliran air
limbah dialirkan kesuatu tempat sebanyak 20 siswa (80%), tidak dialirkan
sebanyak 5 siswa (20%). (tabel 8).
Tabel 8.
Distribusi Cara Pengaliran Air Limbah Siswa SDN Balang Baru
Kelurahan Balang Baru. Kec. Tamalate. Kota Makassar
No Cara Pengaliran Air
Buangan
Frekuensi Presentase%
1. Dialirkan kesuatu
tempat
20 80
2. Tidak dialirkan 5 20
Jumlah 25 100
Sumber Data : Hasil Analisis Data Tahun 2010
Gambar 13. Histogram Distribusi Presentase Cara Pengaliran Air Limbah
Siswa
2. Hubungan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah dan
cara pengaliran air limbah dengan infeksi cacing Ascaris dan Trichuris
a. Analisis Bivariat
1
80%
2
20%
Presentase
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 70/96
Hasil analisis bivariat yang diperoleh mengenai hubungan infeksi cacing
dengan tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah dan tempat
car pengaliran air limbah disajikan sbb:.
1) Hubungan antara Kepemilikan Tempat Pembuangan Tinja dengan
Kejadian Penyakit Infeksi Cacing
Hasil penelitian memperoleh bahwa frekuensi siswa yang memiliki
tempat pembuangan tinja sebanyak 22 siswa (88%) dan siswa yang tidak
memiliki tempat pembuangan tinja sebanyak 3 siswa (12%). Siswa yang
tidak mempunyai tempat pembuangan tinja dan positif terkena penyakit
infeksi cacing sebesar 66,67% dan siswa yang negatif terkena penyakit
infeksi cacing sebesar 33,3% sedangkan yang memiliki tempat
pembuangan tinja 100% negatif tidak terkena penyakit. (Tabel. 9.)
Hasil uji chi-square antara faktor kepemilikan tempat pembuangan tinja
dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan p-value sebesar
0,033< (0,05) untuk 2-sided dan 0,037 < (0,05) untuk 1-sided artinya ada
hubungan antara tempat pembuangan tinja dengan kejadian penyakit
infeksi cacing. (Lampiran 3).
Tabel 9.
Hubungan antara Kepemilikan Tempat Pembuangan Tinja dengan
Kejadian Penyakit Infeksi Cacing
No Kepemilikan
tempat
pembuangan
Kejadian penyakit infeksi cacing
TotalNegatif Posotif
n % n % n %
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 71/96
tinja
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Tidak memenuhi 1 33,3 2 66,67 3 100
2 Memenuhi 22 100 0 0 22 100
Jumlah 23 92 2 8 25 100
Sumber Data: Hasil Analisis Statistik 2011.
Gambar 14. Histogram Distribusi Presentase Kepemilikan TempatPembuangan Tinja
2) Hubungan Tempat Pembuangan sampah dengan Kejadian Penyakit
Infeksi Cacing.
Hasil penelitian memperoleh bahwa frekuensi siswa yang memiliki
tempat pembuangan sampah sebanyak 19 siswa (76%) dan siswa yang
tidak memiliki tempat pembuangan sampah sebanyak 6 siswa (24%).
Siswa yang tidak mempunyai tempat pembuangan sampah dan positif
terkena penyakit infeksi cacing sebesar 33,3% dan siswa yang negatif
terkena penyakit infeksi cacing sebesar 66,67% sedangkan yang memiliki
tempat pembuangan sampah 100% negatif tidak terkena penyakit (Tabel
10).
3
22
Kepemilikan Tempat Pembuangan TinjaTidak memenuhi Memenuhi
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 72/96
Hasil uji chi-square antara variabel kepemilikan tempat pembuangan
sampah dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan p-value
sebesar 0,043 < 0,05 untuk 2-sided dan 0,039 < 0,05 untuk 1-sided artinya
ada hubungan antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian
penyakit infeksi cacing.(Lampiran 3).
Tabel 10.
Hubungan Tempat Pembuangan sampah dengan Kejadian Penyakit
Infeksi Cacing
No Tempat
pembuangan
sampah
Kejadian penyakit infeksi
cacing Total
Negatif Posotif
N % n % n %
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Tidak memenuhi 4 66,67 2 33,3 6 100
2 Memenuhi 19 100 0 0 19 100
Jumlah 23 92 2 8 25 100
Sumber Data: Hasil Analisis Statistik 2011.
Gambar 15. Histogram Distribusi Presentase Tempat Pembuangan Sampah
3) Hubungan Pengaliran Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Infeksi
Cacing.
6
19
Tempat Pembuangan Sampah
Tidak memenuhi Memenuhi
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 73/96
Hasil penelitian memperoleh bahwa frekuensi siswa yang memiliki
tempat pengaliran air limbah sebanyak 20 siswa (80%) dan siswa yang
tidak memiliki tempat pengaliran air limbah sebanyak 5 siswa (20%).
Siswa yang tidak mempunyai tempat pengaliran air limbah dan positif
terkena penyakit infeksi cacing sebesar 40% dan siswa yang negatif
terkena penyakit infeksi cacing sebesar 60% sedangkan yang memiliki
tempat pengaliran air limbah 100% negatif tidak terkena penyakit (Tabel
11)
Uji statistik chi-square antara variabel kepemilikan tempat pengaliran air
limbah dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan p-value
sebesar 0,023 < 0,05 untuk 2-sided dan 0,012 < 0,05 untuk 1-sided yang
artinya ada hubungan antara tempat pengaliran air limbah dengan kejadian
penyakit infeksi cacing. (Lampiran 3).
Tabel 11.
Hubungan Pengaliran Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Infeksi
Cacing
No Pengaliran air
limbah
Kejadian penyakit infeksi
cacing Total
Negatif Posotif
n % n % n %
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Tidak memenuhi 3 60 2 40 5 100
2 Memenuhi 20 100 0 0 20 100
Jumlah 23 92 2 8 25 100
Sumber Data: Hasil Analisis Statistik 2011.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 74/96
Gambar 16. Histogram Distribusi Presentase Pengaliran Air Limbah
B. PembahasanBerdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa siswa yang terinfeksi
cacing sebanyak 2 orang, 1 siswa duduk di kelas I yang berumur 7 tahun dan 1
siswa yang duduk di kelas II yang berumur 8 tahun, Anak yang berumur 7
sampai 8 tahun termasuk memiliki resiko tinggi tertular penyakit cacing, karena
anak usia tersebut masih senang bermain tanah dan kebersihan tangan kurang
diperhatikan. Dalam hubungan dengan infeksi cacing, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak 7 sampai 8 tahun merupakan golongan yang sering
terkena infeksi cacing karena sering berhubungan dengan tanah akibat rendahnya
tingkat kebersihan65.
Jumlah frekuensi jenis kelamin laki-laki yaitu 10 siswa (40%) dan
frekuensi jenis kelamin perempuan 15 siswa (60%) Berdasarkan frekuensi
pekerjaan orang tua siswa pada umumnya adalah wirsawasta sebanyak 13 orang
(52%), PNS 4 orang (16%), Buruh harian 3 orang (12%), dan pedagang 2 orang
(8%) dan supir 2 orang (8%).
65 Mira T Windy, loc. cit.
5
20
Pengaliran Air LimbahTidak memenuhi Memenuhi
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 75/96
Dari 25 siswa SDN Balang Baru Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate
Kota Makassar dalam penelitian ini, ditemukan 1 siswa (4%) yang terinfeksi
cacing Ascaris (2) dan Trichuris (10), 1 siswa (4%) hanya terinfeksi cacing
Trichuris sebanyak (4) dan 23 siswa (92%) yang tidak terinfeksi cacing Ascaris
dan Trichuris. Angka ini lebih rendah dibanding penelitian yang dilakukan oleh
Novayanti dan Syafari66
di Kecamatan Mariso yang melaporkan bahwa jumlah
siswa yang terinfeksi cacing sebanyak 33% dan jumlah siswa yang tidak terinfeksi
sebanyak 34,7%. Peneliti yang sama dilaporkan oleh Hadju67 bahwa tidak
satupun siswa SD di pemukiman kumuh Kotamadya Ujung Pandang yang tidak
menderita infeksi cacing.
Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacing yaitu yang ditularkan
lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena
biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi
tanpa cuci tangan68
. Tingginya angka pengidap cacing pada umumnya disebabkan
karena sanitasi lingkungan yang kurang baik, perilaku kebersihan yang kurang,
debu yang berterbangan, dan makanan yang dijual di jalanan yang kurang terjaga
kebersihannya. Oleh karena itu meski seorang anak berasal dari kalangan berada
dan tinggal di tempat yang baik lingkungannya namun tak jarang dijumpai
penderita cacingan. Cacing masuk ke dalam tubuh melalui telur yang tertelan.
Mungkin tertelan bersama makanan jajanan, atau bersama debu yang
66Novayanti, RT, Syafari D.M. “ Hubungan Sosial Ekonomi dengan Infeksi Kecacingan
Pada Murid SDN Mattoangin I dan SDN Garuda, Kecamatan Mariso, Kotamadya Ujung
Pandang” .Terhadap Kualitas hidup Bangsa. Ujung Pandang. 1997.67
Hadju V. “ Kontribusi Penyakit Kecacingan terhadap Masalah Kekuramgan Gizi”,dalam kumpulan makalah Simposium Sehari Penyakit Kecacingan dan Kurang Gizi pada Anak,
Dampaknya Terhadap Kualitas Hidup Bangsa, Ujung Pandang. 1992.68 Peter J. Hotes , loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 76/96
berterbangan. Telur cacing dapat juga dibawa oleh binatang seperti: kecoak,
tikus, lalat, dan binatang lainnya, selain diterbangkan oleh angin69
Siswa kelas I dan kelas II yang terinfeksi cacing menggunakan jamban
sebagai tempat pembuangan tinja dimana tidak memenuhi kriteria sanitasi
lingkungan yang bersih dan sehat. Yang memenuhi kriteria sanitasi lingkungan
yaitu dengan menggunakan tempat pembuangan tinja pada tipe leher angsa dan
tipe cemplung. .Meskipun suatu kelurga sudah memiliki WC sebagaimana
mestinya dan menjaga kebersihan lainnya, namun bila lingkungan sekitar masih
tetap hidup dengan pola lama yang kurang memelihara kebersihan, maka
kemungkinan cacing pun masih akan tetap jadi masalah yang harus diwaspadai.
Sebagian besar responden telah memiliki tempat pembuangan tinja, hal ini
terlihat sebanyak 22 (88%) dari 25 responden di kelurahan Tamalate memiliki
tempat pembuangan tinja keluarga, responden yang tidak memiliki tempat
pembuangan tinja keluarga memanfaatkan WC umum atau WC milik
keluarganya, mereka juga memanfaatkan sungai sebagai tempat membuang
tinja sebanyak 2 orang (8%), dan selokan besar yang mengalir ke sungai (1%).
Orang-orang yang bterkena penyakit infeksi cacing, dan membuang tinja di
sembarang tempat yang sering dikunjungi oleh orang lain, banyaknya tinja di
tempat-tempat terpencil di dekat rumah, biasa menyebabkan anggota keluarga lain
terinfeksi. Tempat pembuangan tinja adalah bangunan untuk tempat buang air
69 Tri Wagiyati, loc. cit.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 77/96
besar dan buang air kecil. Buang air besar dan air kecil harus di dalam jamban,
jangan di sungai atau di sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit70
Sebanyak 19 responden (76%) mengelola sampahnya dengan baik dengan
cara membuang di tempat pembuangan sampah, sebanyak 2 responden (8%)
mengelola sampahnya dengan cara ditumpuk kemudian dibakar, dan 4 responden
(16%) membuang sampahnya di sembarang tempat. 2 responden dari 4 responden
yang membuang sampahnya di sembarang tempat adalah siswa yang duduk di
kelas I dan kelas II yang terinfeksi penyakit cacing Ascaris dan Trichuris.
Pengelolaan sampah yang tidak baik mempengaruhi sanitasi lingkungan.
Pengelolahan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengundang
beberapa parasit untuk berkembang. Apalagi dengan kelembapan tanah yang
tinggi merupakan tempat baik untuk perkembangan cacing terutama untuk A.
lumbricoides dengan T. trichura71.
Frekuensi menunjukkan cara pengaliran air buangan responden yang
dialirkan ke suatu tempat yang memenuhi syarat air buangan dialirkan ke septik
tank, air kotoran dapur, dan kamar mandi yang alirannya lancar sebanyak 20
(80%), dan sebanyak 5 (20%) responden yang tidak memenuhi syarat air
buangan. Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan
hidup terhadap pencemaran lingkungan, dimana air yang tergenang bisa
menimbulkan beberapa parasit untuk berkembang dengan baik.
Hasil analisis bivariat “Chi square” dimana melihat kriteria pengujian
hipotesis bila harga chi-square lebih kecil dari derajat kemaknaan (α = 0,05) maka
70Soekidjo, Notoatmodjo, Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar , (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1997), h. 159.71 Ibid., h. 162.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 78/96
H1 diterima dan jika lebih besar dari derajat kemaknaan(α = 0,05) maka Ho
diterima, setelah uji statistik diperoleh gambaran hubungan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan tempat pembuangan tinja dengan infeksi cacing Ascaris
dan Trichuris. Berdasarkan hasil penelitian dari 2 (8%) responden yang tidak
memiliki tempat pembuangan tinja terkena penyakit infeksi cacingan,
sedangkan banyaknya responden yang sudah mempunyai tempat pembuangan
tinja sebanyak 22 dari 25 responden (88%) Siswa yang tidak mempunyai
tempat pembuangan tinja dan positif terkena penyakit infeksi cacing sebesar
66,67% dan siswa yang negatif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 33,3%
sedangkan yang memiliki tempat pembuangan tinja 100% negatif tidak
terkena penyakit.
Hasil uji statistik chi-square antara variabel kepemilikan tempat
pembuangan tinja dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan p-
value < 0,05) yang artinya ada hubungan antara tempat pembuangan tinja
dengan kejadian penyakit infeksi cacing. Pertambahan penduduk yang tidak
seimbang dengan terjadinya area pemukiman menimbulkan masalah yang
berakibat kepada pembuangan kotoran manusia yang meningkat. Dilihat dari
kesehatan masyarakat, pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
pokok yang harus diatasi karena kotoran manusia ( faeces) adalah sumber
penyebaran penyakit yang multi kompleks.72
Hasil penelitian Elis Nurbaeti73
bahwa tidak terdapat hubungan tempat pembuangan tinja dengan infeksi
cacing, karena siswa SD Pulau Barang Lompo dimana sebagian besar
72
Soekidjo, Notoatmodjo, loc cit.73Elis Nurbaeti, op cit., h. 56.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 79/96
membuang tinja di pantai sehingga didaerah tersebut masih diabaikan untuk
memiliki tempat pembuangan tinja keluarga.
2. Terdapat hubungan antara faktor tempat pembuangan sampah dengan infeksi
cacing Ascaris dan Trichuris. Hasil penelitian diperoleh banyaknya responden
yang mengelolah sampahnya dengan baik, 19 responden (76%), sedangkan
dari 4 responden (16%) lainnya membuang sampahnya disembarang tempat.
Dari 4 responden tersebut 2 diantaranya terkena infeksi cacing Ascaris dan
Trichuris. Siswa yang tidak mempunyai tempat pembuangan sampah dan
positif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 33,3% dan siswa yang negatif
terkena penyakit infeksi cacing sebesar 66,67% sedangkan yang memiliki
tempat pembuangan sampah 100% negatif tidak terkena penyakit . Hasil uji
chi-square antara variabel kepemilikan tempat pembuangan sampah dengan
kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan p-value < 0,05 yang artinya ada
hubungan antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian penyakit
infeksi cacing.
Sampah padat yang bertumpuk di atas tanah yang lembab, merupakan
tempat yang baik bagi cacing-cacing tertentu yang bisa membahayakan
kesehatan pula seperti halnya cacing cambuk (T. trichiura) dan cacing gelang
( A. lumbricoides).
3. Terdapat hubungan antara cara pengaliran air buangan dengan infeksi cacing
Ascaris dan Trichuris. Hasil penelitian banyaknya responden 20 (80%) yang
mengalirkan air buangannya di suatu tempat yang memenuhi syarat sebanyak
20(8%) sedangkan siswa yang tidak memiliki tempat pengaliran air limbah
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 80/96
sebanyak 5 siswa (20%). Siswa yang tidak mempunyai tempat pengaliran air
limbah dan positif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 40% dan siswa
yang negatif terkena penyakit infeksi cacing sebesar 60% sedangkan yang
memiliki tempat pengaliran air limbah 100% negatif tidak terkena penyakit.
Hasil uji chi-square antara variabel kepemilikan tempat pengaliran air limbah
dengan kejadian penyakit infeksi cacing di dapatkan p-value <0,05 yang
artinya ada hubungan antara tempat pengaliran air limbah dengan kejadian
penyakit infeksi. Disamping variable-variabel yang diteliti di atas, banyak
faktor lain yang turut berpengaruh pada tingginya prevalensi infeksi cacingan
ini. Misalnya penyediaan air bersih, sarana perumahan dan lain-lain, selain itu
dengan kebiasaan buruk masyarakat yang tidak membiasakan anak-anak
mereka menjaga kesehatan atau hygiene perorangan. Dari hal tersebut
diketahui masalah timbul karena kurangnya kesadaran anggota masyarakat
akan pentingnya perilaku sehat, oleh sebab itu peranan usaha-usaha
penyuluhan perlu dilakukan untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya
peranan lingkungan yang sehat bagi kesejahteraan anggota masyarakat.
Karena hal ini bukan usaha yang mudah, maka kerja yang sabar dan terus
menerus harus melibatkan pihak-pihak pemerintah termasuk petugas
kesehatan dan tokoh masyarakat. Dengan usaha yang sabar ini, harapan akan
tercapainya kesejahteraan kiranya bukan suatu hal yang mustahil.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 81/96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi
cacing Ascaris dan Trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru
Kec. Tamalate Kota Makassar maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dari 25 siswa pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec.
Tamalate Kota Makassar. Ditemukan 2 siswa (8%) terinfeksi cacing Ascaris
danTrichuris , sedangkan 23 siswa (92%) tidak terinfeksi Ascaris dan Trichuris .
2. Hasil chi-square menyebabkan adanya hubungan antara tempat
pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah, dan cara pengaliran air
limbah p-value < 0,05 artinya ada hubungan antara tempat pembuangan
tinja, tempat pembuangan sampah dan cara pengaliran air limbah dengan
kejadian penyakit infeksi cacingAscaris dan Trichuris
B. Saran
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 82/96
1. Kepada pusat-pusat pelayanan kesehatan perlu meningkatkan kegiatan
penyuluhan kesehatan khususnya sanitasi lingkungan sehingga dapat
dicapai pemutusan rantai hidup cacing dalam program PHBS.
2. Memberikan pengobatan secara dini pada penderita utamanya anak-anak
sekolah dasar, baik untuk menghilangkan parasit dari dalam tubuh,
maupun menghilangkan gejala yang dit imbulkannya.
3. Peningkatan kerjasama antara kepala sekolah dan guru untuk memberi
bimbingan, pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi
lingkungan kepada siswa dalam upaya menurunkan prevalensi penyakit
cacingan.
4. Diharapkan ada peran serta orang tua dalam usaha pencegahan dan
pengobatan penyakit cacingan
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 83/96
DAFTAR PUSTAKA
Depertemen Kesehatan RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia sehat 2010. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI. h. 55,56,
Depertemen Kesehatan RI. 2006. Undang-Undang Kesehatan. Jakarta: PustakaPelajar. h. 15,16
Departemen Kesehatan R.I. 2006. Materi Pelatihan Dokter Kecil, Jakarta: Depkes
R.I. h. 6
Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi & Parasitologi. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. h. 235.
Elis Nurbaeti, 2001 ,“Studi Sanitasi Lingkungan dan Investasi Cacing Pada Anak
Usia sekolah Dasar Dikecamatan Panakkukang dan kecamatan MarisoKota Makassar”.(Skripsi.Makassar.).h. 41.
Gandahusada, Srisasi, DKK. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 8, 17-19.
Hadju V. 1992 “ Kontribusi Penyakit Kecacingan terhadap Masalah Kekuramgan
Gizi”, dalam kumpulan makalah Simposium Sehari Penyakit Kecacingan
dan Kurang Gizi pada Anak, Dampaknya Terhadap Kualitas Hidup
Bangsa, Ujung Pandang.
Ideham, Beriah. 2007. Helmitologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga UniversityPress. h. 11.
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi. Bandung: CV. Yrama Widya.
Irianto, kus & Waluyo, Kusno. 2007.Gizi dan Pola Hidup sehat. Bandung: CV.
Yrama Widya. h. 209-210.
Jangkung Samidjo Onggowaluyo. 2002, Parasitologi Medik (Helmintologi)
Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnostik dan Klinik , Jakarta: EGC. h.
24.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 84/96
Machfoedz, Ircham. 2008. Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit
Bagian dari Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi
Pedesaan & Perkotaan. Yogyakarta: Fitramaya. h. 26,71-72,
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta.h.165,172-174,194-195, 181,182, 189,190.
Notoatmodjo, Soekidjo.1997, Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar ,
Jakarta: PT. Rineka Cipta. h. 159,162.
Peter J. Hotes, 2003, Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes
and Burden of the condition, WHO: Departemen of Mikrobiologi and
Tropical Medicine The George Washington University. h. 17,24, 22.
Pinardi Hadidjaja. 1994, Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran,
Jakarta: FKUI. h. 10.
Prasetyo, Heru. 2003. Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran. Surabaya:
Airlangga University Press. h. 2,3.
Prijatna Dachlan, Yoes. 2007. Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran.
Surabaya: Airlangga University Press. h. 4
Ronald H, Sitorus. 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak. Bandung: Yrama
Widya. h. 102, 103, 105,106.
Safar Hj, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi, Helmintologi,
Entomologi. Bandung: Yrama Widya.h. 155-159, 169.
Sartono. 2009. Obat dan Anak. Bandung: ITB. h. 34-36.
Stanley Lemeshow. 1997, Besar sampel dalam Penelitian Kesehatan,Yogyakarta: Gajah Mada Press. h. 54.
Wagiyati, Tri. 2007. Bimbingan Kesehatan di Sekolah. Bandung: Medium. h. 86.
Windy, Mira T. 2006. Kesehatan Anak di Daerah Tropis. Jakarta: PT Bumi
Aksara. h. 70.
Umar A, 1997. Penerapan Metode Pengolahan dan Pembuangan Limbah .Jakarta: PT. Rineka Cipta. h. 105.
Novayanti, RT, Syafari D.M. 1997 “ Hubungan Sosial Ekonomi dengan Infeksi
Kecacingan Pada Murid SDN Mattoangin I dan SDN Garuda, Kecamatan Mariso, Kotamadya Ujung Pandang” .Terhadap Kualitas hidup Bangsa.
Ujung Pandang.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 85/96
Lampiran 1
Kuesioner PenelitianJudul ” “Hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing Ascaris dan
Trichuris pada siswa SDN Balang Baru Kelurahan Balang Baru Kec. Tamalate
Kota Makassar”
1. Identitas Responden
a. Kode Sampel :
b. Nama :
c. Tempat Tanggal Lahir :
d. Jenis Kelamin :
e. Kelas :
f. Nama Orang Tua :
g. Pekerjaan Orang Tua :
h. Alamat :
2. Kepemilikan jamban
1. Dimana kamu Buang Air Besar (BAB) di rumah?
a. Dikebun/ Sungai
b. Jamban/ WC
c. Sembarang tempat
2. Bila punya WC sendiri bagaimana modelnya?
a. Leher angsa
b. WC cemplung
3. Bila menggunakan WC, berapa kali jamban dibersihkan?
a. Tidak pernah
b. 1 kali dalam seminggu
3. Air
4. Air yang digunakan sehari-hari berasal dari?
a. Air PAM
b. Air sumur gali
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 86/96
5. Kualitas fisik air
a. Tidak memenuhi syarat(berbau, berasa, dan berwarna).
b. Memenuhi syarat tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
6. Bagaimana anda membuang air limbah rumah tangga (air dari dapur, kamar
mandi, dan sebagainya:
a. Dialirkan ke suatu tempat
b. Tidak dialirkan/dibiarkan menggenang
7. Apakah air limbah tersebut sering membuat pekarangan rumah anda jadi
becek?
a. Ya
b. Tidak
4. Sampah
8. Di mana biasanya anda membuang sampah?
a. Dekat rumah
b. Di tempat sampah
c. Sembarang tempat
9. Bila anda menumpuk sampah dekat rumah apakah dibakar atau tidak?
a. Ya
b. Tidak
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 87/96
Lampiran 2
Daftar Nama Responden
No Ko
de
sa
mp
el
Kls JK Nama
Respo
nden
Umu
r
Pekerjaan
orang Tua
Tempat
pembuanga
n Tinja
Sampah Air Tempat
Pengaliran air
limbah
Ada tidak Ada tidak Ada tidak Ada tidak
1. 01 I L Iv 8 thn Sopir √ - - √ √ - - √
2. 02 I P Sn 7 thn Buru harian √ - - √ - √ - √
3. 03 I P Aa 6 thn Pedagang √ - √ - √ - - √ 4. 04 I P Nu 7 thn Wiraswasta √ - - √ √ - √ -
5. 05 I P Ri 7 thn Wiraswasta √ - √ - - √ √ -
6. 06 I L Ma 7 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
7. 07 I P Ma 7 thn Buru harian - √ - √ - √ - √
8. 08 I P Bms 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
9. 09 II P Rs 8 thn Buru harian - √ - √ - √ - √
10. 10 II L Am 8 thn PNS √ - √ - √ - √ -11. 11 II L Dani 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
12. 12 II L Mna 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
13. 13 II P Wu 7 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
14. 14 II P Mr 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
15. 15 II P Nr 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
16. 16 II L Nl 8 thn Wiraswasta √ - √ - - √ √ -
17. 17 II P Pu 7 thn PNS √ - √ - √ - √ -
18. 18 III L As 8 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
19. 19 III P Ir 9 thn PNS √ - √ - √ - √ -
20. 20 III P Ap 9 thn PNS √ - √ - √ - √ -
21. 21 III P Mh 9 thn Supir √ - √ - - √ √ -
22. 22 III P Nf 9 thn Pedagang √ - - √ √ - √ -
23. 23 III L Mh 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
24. 24 III L Mf 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 88/96
25. 24 III P Rps 9 thn Wiraswasta √ - √ - √ - √ -
Keterangan :
JK : Jenis Kelamin
P : Perempuan
L : Laki-laki
√ : Memiliki
- : Tidak memiliki
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 89/96
Lampiran 3
Hasil Analisis Bivariat
1. Crosstab Kepemilikan jamban (pembuanagn Tinja) responden
KecacinganTotal
Tidak Ya
Pembuangan Tinja Tidak memenuhi syarat
Memenuhi
Total
CountExpected Count% within Pembuangan tinja% withinKecacingan% of TotalCountExpected Count% within Pembuangan Tinja% withinKecacingan
Pembuanagan Tinja% of TotalCountExpected Count% within Pembuangan Tinja% withinKecacingan% of Total
10.5
33,33%2%
4%22
22.0100%88%
88%23
23.092%
100%
92%
22.5
66,67%10%
8%0
0.00%0%
0%2
2.08%
100%
8%
33.0
100%12%
12%22
22.0100%88%
88%25
25.0100%100%
100%
Uji Chi square kepemilikan jamban dengan kejadian penyakit cacingan
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided) Pearson Chi-SquareContinuityCorrection (a).Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
4.546(b)4.6703.560
3.2325
111
1
.041
.034
.044
.035
.033 .037
a Computed only for a 2x2 table1b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.
Symmetric Measures
Value
Asymp.Std.
Error(a) Approx.
T(b) Approx.
Sig.
Nominal byNominalInterval byIntervalOrdinal byOrdinalN of ValidCases
ContingencyCoefficientPearson's RSpearmanCorrelation
.223
-.245-.245
25
.101
.101-1.231-1.231
.002
.002(c)
.002(c)
a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
2. Crosstab tempat pembuangan sampah responden
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 90/96
Kecacingan
TotalTidak Ya
Pembuangan Sampah Tidak memenuhi
Memenuhi
Total
CountExpected Count% within Pembuangansampah% withinKecacingan% of TotalCountExpected Count% within PembuanganSampah% withinKecacinganPembuanagan Sampah% of TotalCountExpected Count% within PembuanganSampah% withinKecacingan% of Total
44.5
66,67%
18%
16%19
19.0100%76%
76%23
23.092%
100%
92%
21.5
33,33%
6%
8%0
0.00%0%
0%2
0.08%
100%
8%
66.0
100%
24%
24%19
19.0100%76%
76%25
25.0100%
100%
100%
Uji Chi square tempat pembuanagan sampah dengan kejadian penyakit
cacingan
Chi-Square Tests
Value DfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Pearson Chi-SquareContinuityCorrection (a).Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
5.675(b)4.2704.348
3.22225
111
1
.044
.034
.047
.042
.043 .039
a Computed only for a 2x2 table1b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.
Symmetric Measures
Value
Asymp.Std.
Error(a)
Approx.
T(b)
Approx.
Sig.
Nominal byNominalInterval byIntervalOrdinal byOrdinalN of ValidCases
ContingencyCoefficientPearson's RSpearmanCorrelation
.273
.265
.265
25
.132
.1321.1611.161
.032
.032(c)
.032(c)
a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
3. Crosstab pengaliran air limbah responden
Kecacingan Total
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 91/96
Tidak Ya
Pengaliran air limbah Tidak
ya
Total
CountExpected Count
% within Pengaliran air limbah% withinKecacingan% of TotalCountExpected Count% within Pengaliran air limbah% withinKecacinganPengaliran air limbah% of TotalCountExpected Count% within Pengaliran air limbah% withinKecacingan
% of Total
34.0
60%
16%
12%20
20.0100%80%
80%23
23.092%
100%
92%
21.0
40%
4%
8%0
0.00%0%
0%2
2.08%
100%
8%
54.0
100%
20%
20%20
20.068%80%
80%25
25.0100%100%
100%
Uji Chi square pengaliran air limbah dengan kejadian penyakit cacingan
Chi-Square Tests
Value DfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Pearson Chi-SquareContinuityCorrection (a).Likelihood Ratio
Fisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
5.543(b)4.7003.590
3.22325
111
1
.021
.012
.023
.025
.023 .012
a Computed only for a 2x2 table1b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.
Symmetric Measures
Value
Asymp.Std.
Error(a) Approx.
T(b) Approx.
Sig.
Nominal byNominalInterval byIntervalOrdinal byOrdinalN of ValidCases
ContingencyCoefficientPearson's RSpearmanCorrelation
.211
-.215-.215
25
.100
.100-0.533-0.533
.001
.001(c)
.001(c)
a Not assuming the null hypothesis.b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 92/96
Lampiran 4
Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. SDN Balang Baru Kelurahan. Balang Baru Kec. TamalateKota Makassar
Gambar 2. Prilaku siswa dalam ruang lingkup sekolah
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 93/96
Gambar 3. Pengisian kuesioner kelas II
Gambar 4. Pengisian kuesioner dibantu oleh orang tua murid
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 94/96
Gambar 5. Persiapan cara kerja Tinja
Gambar 6. Sediaan tinja yang akan diperiksa pada mikroskop
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 95/96
RIWAYAT HIDUP
Lisdawati, lahir pada tanggal 01 Januari 1990 di Kabupaten
Bone Propinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kelima
dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda Calatta dan
Ibunda Rosmiati. Penulis mulai jenjang pendidikan Sekolah
Dasar Pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Inpres 5/81 Buareng
dan tamat pada tahun 2001, kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
ke jenjang studi di SLTP Negeri 3 Sinjai Utara Kabupaten Sinjai dan tamat pada
tahun 2004, selanjutnya memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas pada tahun
2004 di MAN Sinjai Timur dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun 2007 melalui
jalur SPMB terdaftar sebagai salah satu Mahasiswi jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. selain aktif
dalam mengikuti perkuliahan penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi
pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi periode 2007/2008.
5/14/2018 Lisdawati - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/lisdawati 96/96