Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis...

14
2 PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya. Semula batik hanya dikenal di lingkungan keraton di Jawa dan dibuat dengan sistem tulis sedangkan pewarna yang digunakan berasal dari alam baik tumbuh tumbuhan maupun binatang (Atikasari,2005). Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan, atau pemrosesan. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil, karotenoid, tanin, dan antosianin. Umumnya, pigmen - pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu (Kwartiningsih dkk.,2009). Salah satu bahan alam yang akan dimanfaatkan yaitu limbah teh, berupa ampas daun-daun teh dalam jumlah besar dari pusat-pusat produksi minuman berbahan dasar teh. Pada umumnya, cara pembuangan dan penanganan limbah teh ke tempat - tempat pembuangan tidak sesuai bila dilakukan pada kuantitas limbah yang sangat besar, karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu, sampai saat ini pemanfaatan limbah teh masih sangat sederhana yaitu sebagai pupuk kompos serta campuran makanan ternak. Maka dari itu, akan dilakukan suatu penelitian untuk lebih memaksimalkan potensi dari limbah teh yaitu sebagai pewarna alami. Dengan memanfaatkan pewarna alami dari bahan alam nantinya akan dapat mengurangi adanya pencemaran lingkungan. Limbah teh berpotensi untuk memberikan warna yang dapat dijadikan sebagai pewarna batik tulis. Secara visualisasi, warna dari limbah teh sendiri adalah cokelat kehijau- hijauan dan itu secara kimia dapat dikategorikan sebagai pigmen warna yaitu tanin. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman Industri seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp), teh (Camellia sinensis) dan sebagainya (Risnasari,2002). Zat warna alam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan zat warna alam adalah beban pencemaran yang relatif rendah dan tidak beracun, sedangkan kekurangan zat warna alam adalah belum mempunyai standar warna, ketahanan luntur

Transcript of Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis...

Page 1: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

2

PENDAHULUAN

Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang

pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya. Semula batik hanya dikenal

di lingkungan keraton di Jawa dan dibuat dengan sistem tulis sedangkan pewarna yang

digunakan berasal dari alam baik tumbuh – tumbuhan maupun binatang

(Atikasari,2005). Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam

bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan, atau pemrosesan. Beberapa

pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil, karotenoid,

tanin, dan antosianin. Umumnya, pigmen - pigmen ini bersifat tidak cukup stabil

terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu (Kwartiningsih dkk.,2009).

Salah satu bahan alam yang akan dimanfaatkan yaitu limbah teh, berupa ampas

daun-daun teh dalam jumlah besar dari pusat-pusat produksi minuman berbahan dasar

teh. Pada umumnya, cara pembuangan dan penanganan limbah teh ke tempat - tempat

pembuangan tidak sesuai bila dilakukan pada kuantitas limbah yang sangat besar,

karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu, sampai saat ini

pemanfaatan limbah teh masih sangat sederhana yaitu sebagai pupuk kompos serta

campuran makanan ternak. Maka dari itu, akan dilakukan suatu penelitian untuk lebih

memaksimalkan potensi dari limbah teh yaitu sebagai pewarna alami. Dengan

memanfaatkan pewarna alami dari bahan alam nantinya akan dapat mengurangi adanya

pencemaran lingkungan.

Limbah teh berpotensi untuk memberikan warna yang dapat dijadikan sebagai

pewarna batik tulis. Secara visualisasi, warna dari limbah teh sendiri adalah cokelat

kehijau- hijauan dan itu secara kimia dapat dikategorikan sebagai pigmen warna yaitu

tanin. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia

baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang

berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan

atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman Industri seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus

(Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp), teh (Camellia sinensis) dan sebagainya

(Risnasari,2002).

Zat warna alam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan zat warna

alam adalah beban pencemaran yang relatif rendah dan tidak beracun, sedangkan

kekurangan zat warna alam adalah belum mempunyai standar warna, ketahanan luntur

Page 2: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

3

rendah, proses untuk mendapatkan masih sulit, proses pewarnaan rumit dan koleksi

warna terbatas. Ketahanan luntur warna merupakan unsur yang sangat menentukan

mutu suatu pakaian atau bahan berwarna. Warna yang baik pada bahan tekstil nantinya

menjadi tidak diminati konsumen jika bahan tekstil tersebut pudar warnanya (Kusriniati,

2007). Penggunaan larutan fiksatif dalam proses pewarnaan kain akan membuat warna

menjadi tidak mudah pudar (Ruwana,2008), maka dari itu perlu diketahui sejauh mana

pengaruh fiksatif terhadap ketuaan dan ketahanan luntur warna limbah teh hijau pada

kain batik dengan menggunakan metode pengolahan citra digital RGB (Arham, 2004).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

menentukan pengaruh fiksasi terhadap ketuaan warna dan ketahanan luntur warna kain

mori dan sutra dengan menggunakan pewarna alami limbah teh hijau terhadap

pencucian dan panas penyetrikaan berdasarkan metoda pengolahan citra digital RGB.

METODOLOGI

Bahan dan piranti

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah teh hijau yang

diperoleh dari PT.Coca Cola Ungaran, kain mori dan kain sutra. Sedangkan bahan kimia

yang digunakan adalah tunjung (FeSO4), tawas (KAl2(SO4)2), kapur tohor (Ca(OH)2),

asam asetat (CH3COOH) 0,014%, soda abu (Na2CO3), sabun netral dan akuades.

Piranti yang digunakan antara lain : neraca Ohaus, gelas ukur, baskom, kain

penyaring, pengaduk, panci stainless steel, kompor, penjepit kain,thermometer, setrika

listrik, kipas angin (alat pengering listrik), pemindai (Scanner) Microtek 3880, program

Mathematic Laboratory (MatLab 65).

Metode penelitian

Ekstraksi limbah teh (Kusriniati, 2007)

500 gram limbah teh yang telah dikering anginkan ditambah 2,5 liter air,

kemudian direbus sampai volume menjadi ⅓ bagian dan didiamkan selama 1 malam.

Selanjutnya disaring dan siap digunakan untuk mencelup kain mori dan sutra.

Page 3: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

4

Pemasakan kain mori dan sutra (proses mordanting) (Kusriniati, 2007)

Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2 gram per 2 liter air.

Larutan dipanaskan hingga suhu mencapai 60°C, lalu kain direndam dan dibolak – balik

selama 5 menit. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas ulang dengan air dingin sampai

bersih, kemudian dikering anginkan.

Pewarnaan kain (Kusriniati, 2007)

Kain yang sudah dimordanting dicelup ke dalam ekstrak limbah teh sambil

dibolak-balik selama 3 menit. Selanjutnya kain yang sudah dicelup, kemudian dikering

anginkan di tempat yang teduh tanpa terkena sinar matahari langsung. Proses

pencelupan dilakukan sebanyak 5 kali.

Fiksasi (Kusriniati, 2007)

Kain mori dan sutra yang telah diwarnai, kemudian direndam dalam larutan

tunjung 2%, larutan kapur 2,5%, dan larutan tawas 5% selama 5 menit. Setelah itu kain

dikering anginkan sampai kering dan siap dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya.

Pengujian ketuaan warna (Kusriniati, 2007)

Kain yang telah melewati proses pewarnaan dan fiksasi dipindai dengan

menggunakan piranti pemindai. Data gambar yang diperoleh diberi kode sesuai dengan

perlakuan yang diberikan untuk masing – masing sampel kain. Selanjutnya data gambar

dianalisa dengan program Matlab dan diperoleh data RGB (Red / Green / Blue) dan

Grey.

Pengujian ketahanan luntur terhadap panas penyetrikaan (Atikasari, 2005)

Kain yang telah melewati proses fiksasi dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm,

kemudian diletakkan sepotong kain putih diatasnya. Selanjutnya permukaan kain

disetrika selama 10 detik, lalu kain yang telah disetrika dipindai dengan menggunakan

pemindai. Data gambar yang diperoleh diberi kode sesuai dengan perlakuan yang

diberikan untuk masing – masing sampel kain. Selanjutnya data gambar dianalisa

dengan program Matlab dan diperoleh data RGB (Red / Green / Blue) dan Grey.

Page 4: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

5

Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian(Atikasari, 2005)

Kain dibuat berukuran 5 x 10 cm kemudian dicuci menggunakan larutan sabun

sebanyak 5 kali. Setelah itu kain dibilas sebanyak 2 kali dengan air bersuhu 40°C, lalu

diasamkan dengan asam asetat 0,014% selama 1 menit. Selanjutnya kain dibilas

kembali dengan air dingin dan dikeringkan dengan disetrika, lalu kain yang telah

disetrika dipindai dengan menggunakan pemindai. Data gambar yang diperoleh diberi

kode sesuai dengan perlakuan yang diberikan untuk masing – masing sampel kain.

Selanjutnya data gambar dianalisa dengan program Matlab dan diperoleh data RGB

(Red / Green / Blue) dan Grey.

Analisis data

Data ketuaan warna kain mori dan sutra dianalisis dengan menggunakan

rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 3 perlakuan dan 9 kali

ulangan. Sebagai perlakuan adalah 3 jenis fiksatifyaitu tawas 5 %, kapur 2,5 % dan

tunjung 2 % sedangkan sebagai kelompok adalah waktu proses kain. Data ketahanan

luntur warna kain mori dan sutra dianalisis dengan Analisa Dwi Ragam dan Rancangan

Dasar RAK juga dengan 3 perlakuan dan 9 kali ulangan. Semua data hasil percobaan

dianalisis dengan menggunakan Analisa Sidik Ragam dan Uji F pada taraf nyata 5 %

sedangkan untuk menguji beda antar perlakuan dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie,1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketuaan warna kain mori dengan pewarnaan limbah teh hijau

Rataan ketuaan warna (±SE) kain mori dengan pewarnaan limbah teh hijau

antar berbagai jenis fiksatif yang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey berkisar

antara 0,3711 ± 0,0159 sampai dengan 0,7414 ± 0,0210. Nilai RGB dan Grey kecil

menunjukkan warna kain mori tua atau gelap, sebaliknya apabila nilai RGB dan Grey

besar menunjukkan kain mori berwarna muda atau terang (Tabel 1).

Page 5: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

6

Tabel 1. Rataan Ketuaan Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan LimbahTeh Hijau antar Berbagai Jenis Fiksatif

Keterangan :*W = BNJ 5 % *Tu = tunjung; Ka = kapur; Tw= tawas;

*Angka-angka yang disertai oleh huruf yang sama menunjukkan antarperlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna. Keterangan ini berlaku juga untuk Tabel 2 – 6.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa rataan ketuaan warna kain mori antar berbagai

jenis fiksatif menunjukkan kain mori dengan fiksatif tawas mempunyai warna paling

terang diikuti oleh kapur dan selanjutnya fiksatif tunjung memberikan warna paling

gelap (paling tua) (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram Batang Rataan Ketuaan Warna Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau antar Berbagai Jenis Fiksatif

Keterangan: R = Red / merah, G = Green / Hijau, B = Blue / Biru dan Gr = Grey / Abu – abu. Keterangan ini berlaku juga untuk Gambar 3, 4, 5, 6 dan 7.

Dari Gambar 1,terlihat bahwa kain mori dengan fiksatif tunjung memberikan

warna yang paling tua yaitu coklat kehijauan karena dalam pencelupan terjadi reaksi

Jenis Fiksatif

Red (R) w = 0,0196

Tu 2 % Ka 2,5 % Tw 5 %

0,4083 ± 0,0161

0,6715 ± 0,0067

0,7414 ± 0,0210 (a) (b) ( c )

Green (G) w = 0,0240

0,3874 ± 0,0159 0,5422 ± 0,0198 0,6689 ± 0,0074 (a) (b) ( c )

Blue (B) w = 0,0156

0,3711 ± 0,0159 0,4434 ± 0,0097 0,5537 ± 0,0030 (a) (b) ( c )

Grey (Gr) w = 0,0197

0,3906 ± 0,0164 0,5749 ± 0,0058 0,6593 ± 0,0233 (a) (b) ( c )

Page 6: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

7

antara tannin (asam tannat atau asam galotannat) pada limbah teh hijau dengan logam

Fe 2+pada fiksatif tunjung yang menghasilkan garam kompleks (ferro tanat). Garam

kompleks tersebut terbentuk karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion logam

dengan ion non logam (Taofik.,dkk 2010).

Selanjutnya untuk untuk kain mori dengan fiksatif kapur menunjukkan warna

kuning lebih tua dibandingkan daripada tawas dan warna tersebut terjadi karena adanya

reaksi ionik antara tannin (asam tannat atau asam galotannat) dengan ion Ca 2+ pada

kapur tohor yang menghasilkan endapan kuning.

Demikian pula sama halnya dengan kain mori dengan fiksatif tawas yang

menunjukkan warna paling muda diantara dua fiksatif lainnya disebabkan karena

terdapat reaksi ionik antara tannin (asam tannat atau asam galotannat) dengan ion Al 3+

pada tawas. Berbeda dengan tunjung, kedua reaksi terakhir ini (kapur dan tawas) tidak

menghasilkan garam kompleks, tetapi senyawa berikatan ionik. Lebih jelasnya,

ausokrom dalam tanin akan dapat berikatan lebih baik dengan molekul – molekul serat

kain apabila didukung dengan adanya garam – garam kompleks. Ausokrom tersebut

merupakan gugus zat warna yang bersifat mengikat warna dengan serat kain serta dapat

berikatan dengan jenis garam (Gitopadmojo (1978) dalam Ruwana, 2008). Karena

reaksi fiksatif kapur dan tawas tersebut tidak menghasilkan garam maka ikatan antara

serat kain dan tanin (asam tanat atau galotanat) kurang kuat.

Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketahanan luntur warna kain mori dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap pencucian

Rataan ketahanan luntur warna (±SE) kain mori dengan pewarnaan limbah teh

hijauterhadap pencucian antar berbagai jenis fiksatif mempunyai nilai RGB dan Grey

antara 0,4532 ± 0,0656 sampai dengan 0,7138 ± 0,0224 (Tabel 2).

Page 7: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

8

Tabel 2. Rataan Ketahanan Luntur Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau Terhadap Pencucian

Jenis Fiksatif

Tu 2% Tw 5 % Ka 2,5 %

Red (R) W = 0,0693

0,6093 ± 0,0757 (a)

0,6253 ± 0,0562 (a)

0,7138 ± 0,0224 (b)

Green (G) W = 0,0662

0,5278 ± 0,0662 (a)

0,5425 ± 0,0781 (a)

0,6533 ± 0,0173 (b)

Blue (B) W = 0,0637

0,4532 ± 0,0656 (a)

0,4577 ± 0,0793 (a)

0,5814 ± 0,0224 (b)

Grey (Gr) W = 0,0692

0,5486 ± 0,0921 (a)

0,5553 ± 0,0777 (a)

0,6585 ± 0,0196 (b)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa kain mori dengan fiksatif tunjung dan tawas tidak

luntur terhadap perlakuan pencucian sebaliknya untuk fiksatif kapur menunjukkan

adanya kelunturan. Atau dengan kata lain kain mori dengan fiksatif tunjung dan tawas

memiliki ketahanan luntur yang lebih tinggi dari pada fiksatif kapur (Gambar 2).

Gambar 2. Diagram Batang Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau Terhadap Pencucian

Adanya ketahanan luntur yang kuat pada kain mori dengan fiksatif tunjung dan

tawas terhadap pencucian berkaitan dengan terjadinya ikatan tanin limbah teh yang

mampu masuk ke dalam serat kain mori secara maksimum dan berikatan kuat dengan

serat kain mori (Sulasminingsih, 2006). Sebaliknya untuk fiksatif kapur, (menurut Asri

(2005) dalam Atikasari, 2005) zat warna tidak mampu masuk ke dalam serat secara

maksimum dikarenakan putusnya ikatan antara serat kain dengan ausokrom sehingga

daya serap serat kain hilang dan menyebabkan sisa zat warna hanya melekat pada

permukaan serat kain saja.

Page 8: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

9

Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketahanan luntur warna kain mori dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap panas penyetrikaan

Rataan ketahanan luntur warna (±SE) kain mori dengan pewarnaan limbah teh

hijau terhadap panas penyetrikaanyang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey

berkisar antara 0,4902 ± 0,0676 sampai dengan 0,6781 ± 0,0568 (Tabel 3).

Tabel 3. Rataan Ketahanan Luntur Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah Teh HijauTerhadapPanas Penyetrikaan

Jenis Fiksatif

Tw 5 % Ka 2,5 % Tu 2 %

Red (R) W = 0,0421

0,5997 ± 0,0422 (a)

0,6263 ± 0,0168 (a)

0,6781 ± 0,0568 (b)

Green (G) W = 0,0506

0,5658 ± 0,0593 (a)

0,5675 ±0,0132 (a)

0,5587 ± 0,0628 (a)

Blue (B) W = 0,0647

0,5042 ± 0,0819 (a)

0,4930 ± 0,0231 (a)

0,4902 ± 0,0676 (a)

Grey (Gr) W = 0,0569

0,5684 ± 0,0648 (a)

0,5769 ± 0,0160 (a)

0,5880 ± 0,0763 (a)

Dari Tabel 3 terlihat bahwa ketahanan luntur warna kain mori terhadap panas

penyetrikaan menunjukkan kain mori dengan fiksatif tawas, kapur, dan tunjung tidak

luntur setelah disetrika, kecuali untuk nilai Red dengan fiksatif tunjung yang luntur

setelah diberi perlakuan panas penyetrikaan(Gambar 3).

Gambar 3. Diagram Batang Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Mori Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau Terhadap Panas Penyetrikaan

Page 9: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

10

Dari Gambar 3 terlihat hanya rona merah (Red) dengan fiksatif tunjung

mengalami kelunturan setelah diberi perlakuan panas penyetrikaan. Lunturnya rona

merah (Red) tersebut dipengaruhi karena adanya pengaruh pemanasan. Sedangkan

dengan fiksatif tawas, kapur dan tunjung dengan rona hijau (Green), biru (Blue) dan abu

– abu (Grey) tidak luntur. Hal ini terjadi karena tanin (asam tanat atau asam galotanat)

dari limbah teh dalam serat kain mori tahan terhadap suhu tinggi. Menurut

( Khayati(1997) dalam Atikasari, 2005) serat mori tahan terhadap suhu tinggi dan

merupakan kain tahan panas setrika. Oleh karena itu zat warna tanin pada serat kain

mori tidak luntur setelah disetrika.

Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketuaan warna kain sutra dengan pewarnaan limbah teh hijau

Rataan ketuaan warna (±SE) kain sutera dengan pewarnaan limbah teh antar

berbagai jenis fiksatif yang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey berkisar antara

0,5663 ± 0,0204 sampai dengan 0,7908 ± 0,0138. Nilai RGB dan Grey kecil

menunjukkan warna kain sutra tua atau gelap, sebaliknya apabila nilai RGB dan Grey

besar menunjukkan kain sutra berwarna muda atau terang (Tabel 4).

Tabel 4. Rataan Ketuaan Warna (±SE) Kain Sutra Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau antar Berbagai Jenis Fiksatif

Dari Tabel 4 terlihat bahwa rataan ketuaan warna kain sutra antar berbagai

jenis fiksatif menunjukkan kain sutera dengan fiksatif tawas menghasilkan warna

paling terang (muda) diikuti oleh kapur (kurang terang) dan selanjutnya fiksatif tunjung

paling gelap (tua) (Gambar 4).

Jenis fiksatif Red (R) w = 0,0064

Tu 2 % Ka 2,5 % Tw 5 %

0,5794 ± 0,0170

0,7798 ± 0,0189

0,7908 ± 0,0138 (a) (b) ( c )

Green (G) w = 0,0085

0,5663 ± 0,0204 0,7062 ± 0,0271 0,7256 ± 0,0196 (a) (b) ( c )

Blue (B) w = 0,0092

0,5677 ± 0,0205 0,6460 ± 0,0339 0,6700 ± 0,0214 (a) (b) ( c )

Grey (Gr) w = 0,0073

0,5712 ± 0,0194 0,7214 ± 0,0235 0,7393 ± 0,0158 (a) (b) ( c )

Page 10: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

11

Gambar 4. Diagram Batang Rataan Ketuaan Warna Kain Sutra Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau antar Berbagai Jenis Fiksatif

Pengaruh dari ketiga jenis fiksatif (tunjung, kapur dan tawas) terhadap ketuaan

warna kain sutra ternyata sama dengan kain mori. Dengan menggunakan fiksatif

tunjungakan menghasilkan garam kompleks sedangkan dengan fiksatif kapur dan tawas

tidak menghasilkan garam kompleks, tetapi senyawa berikatan ionik yang sangat

berperan penting dalam ketuaan warna. Menurut (Djufri (1985) dalam Asih, 2008)

pewarna yang telah menempel pada serat kain sutra setelah difiksasi dengan tunjung

akan menyebabkan ikatan serat kain dengan pewarna tersebut menjadi lebih kuat karena

terjadi reaksi antara pewarna dengan fiksatif tunjung yang menghasilkan garam

kompleks.

Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketahanan luntur warna kain sutra dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap pencucian

Rataan ketahanan luntur warna (±SE) kain sutera dengan pewarnaan limbah teh

hijau antar berbagai jenis fiksatif yang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey

berkisar antara 0,6223 ± 0,0732 sampai dengan 0,8379 ± 0,0468 (Tabel 5).

Page 11: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

12

Tabel 5. Rataan Ketahanan Luntur Warna (±SE) Kain Sutra Hasil Pewarnaan Limbah Teh HijauTerhadap Pencucian

Dari Tabel 5 terlihat bahwa ketahanan luntur warna kain sutra terhadap

pencucian menunjukkan bahwa kain sutra dengan fiksatif tawas dan kapur luntur

terhadap perlakuan pencucian, sebaliknya dengan fiksatif tunjung lebih tahan luntur

dengan perlakuan pencucian (Gambar 5).

Gambar 5. Diagram Batang Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Sutra

Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau Terhadap Pencucian

Dari Gambar 5 terlihat bahwa fiksatif tunjung mempunyai ketahanan luntur

yang paling kuat dibandingkan fiksatif tawas dan kapur. Kain sutra dengan fiksatif

tunjung tidak luntur apabila diberi perlakuan pencucian, karena pada proses fiksasi

terjadi reaksi yang menghasilkan garam kompleks antara bahan sutra dengan tannin

(asam tanat atau asam galotanat) pada limbah teh hijau dan ferrosulfat. Hal tersebut

dapat terjadi karena fiksatif tunjung merupakan zat pewarna yang reaktif sehingga akan

Jenis Fiksatif

Tu 2% Tw 5% Ka 2,5%

Red (R) W = 0,0662

0,7167 ± 0,0954 (a)

0,8166 ± 0,0540 (b)

0,8379 ± 0,0468 (b)

Green (G) W = 0,0662

0,6669 ± 0,0914 (a)

0,7809 ± 0,0580 (b)

0,8130 ± 0,0432 (b)

Blue (B) W = 0,0692

0,6223 ± 0,0732 (a)

0,7470 ± 0,0562 (b)

0,7981 ± 0,0380 (b)

Grey (Gr) W = 0,0783

0,6682 ± 0,1109 (a)

0,7935 ± 0,0678 (b)

0,8217 ± 0,0512 (b)

Page 12: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

13

menjadikan kain mempunyai ketahanan luntur yang kuat baik terhadap pencucian

maupun penyetrikaan (Asih,2008).

Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketahanan luntur warna kain sutra dengan pewarnaan limbah teh hijau terhadap panas penyetrikaan

Rataan ketahanan luntur warna (±SE) kain sutera antar berbagai jenis fiksatif

terhadap panas penyetrikaan yang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey berkisar

antara 0,6443 ± 0,0938 sampai dengan 0,7719 ± 0,1467 (Tabel 6).

Tabel 6. Rataan Ketahanan Luntur Warna (±SE) Kain Sutra Hasil Pewarnaan Limbah Teh HijauTerhadap Panas Penyetrikaan

Jenis Fiksatif

Tw 5% Ka 2,5% Tu 2%

Red (R) W = 0,1014

0,7365 ± 0,0814 (a)

0,7410 ± 0,0703 (a)

0,7719 ± 0,1467 (a)

Green (G) W = 0,0825

0,6911 ± 0,0701 (a)

0,7050 ± 0,0521 (a)

0,7188 ± 0,1109 (a)

Blue (B) W = 0,1575

0,6598 ± 0,1384 (a)

0,6576 ± 0,1801 (a)

0,6443 ± 0,0938 (a)

Grey (Gr) W = 0,0831

0,6894 ± 0,0710 (a)

0,7048 ± 0,0536 (a)

0,7478 ± 0,1162 (a)

Dari Tabel 6 terlihat bahwa ketahanan luntur kain sutra terhadap panas

penyetrikaan menunjukkan bahwa tunjung, kapur, dan tawas pada kain sutra tidak akan

luntur oleh adanya perlakuan penyetrikaan(Gambar 6).

Gambar 6. Diagram Batang Rataan Ketahanan Luntur Warna Kain Sutra

Hasil Pewarnaan Limbah Teh Hijau Terhadap Panas Penyetrikaan

Page 13: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

14

Dari Gambar 6 terlihat bahwa ketahanan luntur warna pada kain sutra

terhadap panas penyetrikaan menunjukkan ketiga jenis fiksatif (tawas, kapur, dan

tunjung) tidak mengalami kelunturan. Hal ini dapat terjadi karena tannin (asam tanat

atau asam galotanat) dari limbah teh hijau pada kain sutra masih dapat tahan panas pada

penyetrikaan yang bersifat suam – suam kuku (suhu sedang). Lebih jelasnya, menurut

(Soeprijono (1974) dalam Atikasari, 2005) serat kain sutra bersifat tahan terhadap panas

sampai suhu 64° C dalam waktu yang tidak lama. Itu sebabnya zat warna tanin yang ada

di dalam serat kain sutra tidak akan luntur setelah disetrika.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan :

1. Fiksatif tunjung pada kain mori dan sutra menghasilkan warna yang paling gelap, diikuti kapur dan tawas menghasilkan warna paling terang.

2. Kain mori dengan fiksatif tunjung dan tawas tidak luntur terhadap pencucian, sedangkan fiksatif kapur menunjukkan kelunturan. Sebaliknya kain sutra dengan fiksatif tunjung tidak luntur terhadap pencucian, sedangkan fiksatif tawas dan kapur menunjukkan adanya kelunturan.

3. Kain mori dengan fiksatif kapur dan tawas tidak luntur terhadap panas penyetrikaan, sedangkan dengan fiksatif tunjung menunjukkan adanya kelunturan untuk rona merah (Red). Sebaliknya kain sutra tidak luntur terhadap penyetrikaan untuk ketiga jenis fiksatif.

DAFTAR PUSTAKA

Arham, Z., 2004.Evaluasi Mutu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Dengan

Pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan. [Diunduh tanggal 16 Februari 2010]

Asih, P., 2008. Perbandingan Kualitas Kain Batik Sutra dengan Berbagai macam proses Fiksasi.Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Yogyakarta

Atikasari, A., 2005.Kualitas Tahan Luntur Warna Batik Cap Di Griya Batik Larissa Pekalongan.Universitas Negeri Semarang. Semarang

Kusriniati, D., 2007.Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia falcataria) Sebagai Pewarna Kain Sutera MenggunakanMordan Tawas Dengan Konsentrasi Yang BerbedaPada BusanaCamisol.Universitas Negeri Semarang. Semarang

Kwartiningsih.,D.A Setyawardhani, A. Wiyatno, A.Triyono.2009.Zat Pewarna Alami Tekstil Dari Kulit Buah Manggis. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Risnasari, 2002.Pemanfaatan Tanin Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Universitas Negeri Semarang. Semarang

Page 14: Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2356/2/T1_652006012_Full... · Disiapkan larutan soda abu dengan komposisi soda abu 2

15

Ruwana, I., 2008.Pengaruh Zat Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada Proses Pencelupan Kain Kapas Dengan Menggunakan Zat Warna Dari Limbah Kayu Jati(Tectonagrandis).Universitas Negeri Semarang. Semarang

Steel, R.G.D. dan J.H.Torrie.1980.Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia, Jakarta.

Sulasminingsih, 2006.Studi Komparasi Kualitas Kain Kapas Pada Pencelupan Ekstrak Kulit Kayu Pohon Mahoni Dengan Mordan Tawas Dan Garam Diazo.Universitas Negeri Semarang. Semarang

Taofik., E. Yulianti, A. Barizi, E.K Hayati. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) Sebagai Bahan Insektisida Botani Untuk Pengendalian Hama Tungau Eriophyidae. Universitas Maulana Malik Ibrahim. Malang