LEPSINDO -...

175
Kata Pengantar Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si. Kata Pengantar Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si. LEPSINDO Dr. H. O bsatar S inaga Dr. H. O bsatar S inaga

Transcript of LEPSINDO -...

Page 1: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

Kata Pengantar Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si.

Kata Pengantar Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si.

LEPSINDODr. H. O bsatar S inagaDr. H. O bsatar S inaga

Page 2: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi
Page 3: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidanapenjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda palingsedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000.00 (limamiliar rupiah)

2.Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, ataumenjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Ciptaatau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidanapenjarapaling lama 5(lima) tahundan/ataudendapalingbanyakRp.500.000.000.00(lima ratus juta rupiah)

Kutipan Pasal 72:Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002)

Page 4: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

“Kupersembahkan karya iniuntuk anak-anak dan istriku“

Page 5: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

Penul is :Dr. H. Obsatar Sinaga

Editor :Dadi J. Iskandar

Desain Sampul :Nova E. Prastyo

Lay Out :Adhy M. Nuur

Diterbitkan oleh:LEPSINDO

[email protected]

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan (KDT)ISBN : 978-602-96935-2-2

Cetakan Pertama : Juli 2010

Page 6: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

i

Pengantar Penerbit

Tidak kurang dari dua bulan, setelah terbitnya buku

Implementasi Kebijakan Asean Free Trade Agrement diJawa Barat karya Dr H Obsatar Sinaga (Mei 2010), dan

ternyata mendapat sambutan yang baik dari masyarakat

pembaca, Lepsindo kembali menerbitkan buku berjudul

Implementasi Otonomi Daerah & Kebijakan Pemerintahkarya penulis yang sama.

Buku ini merupakan buku yang ke dua, buah karya

Dr H Obsatar Sinaga, yang di dalamnya membahas

beberapa isu penting sekitar penerapan otonomi daerah

dankerja sama luarnegeri (kerja sama internasional),misal-

nya melalui program sister city, khusus-nya yang telah,

sedang dan terus dilakukan oleh pemerintah Kota

Bandung; masalah implementasi kebijakan tata ruang dan

dan lingkungan kawasan, khususnya tentang Kawasan

Bandung Utara (KBU); juga masalah konflik Aceh dan

implementasi kebijakan otonomi daerah di Kota Serambi

Mekkah tersebut. Butir-butir gagasan sebagaimana

dituangkan dalam naskah aslinya, kemudian mengalami

suntingan kecil di sana-sini, sehingga terwujud menjadi

sebuah buku.

Dr H Obsatar Sinaga, dikenal sebagai seorang

penulis produktif dan mahir merumuskan masalah sulit

dalam bahasa yang mudah dicerna, sering tanpa tedeng

aling-aling dalam “membahasakan” berbagai gejala yang

menurut latar berpikirnya tidak sehat. Ini tentu sebuah

buku yang berharga dalam memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan kita, khususnya dalam bidang kajian

kebijakan publik.

Bandung, Juli 2001

Page 7: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

ii

Page 8: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

iii

Kata PengantarKetua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI)

Cabang Bandung

Dewasa ini kita berada dalam sebuah zaman dimana nilai-nilai kehidupan global seperti jaminan danperwujudan hak-hak asasi manusia, demokratisasi,supremasi hukum, pembangunan berwawasanlingkungan dan kepemerintahan yang baik (goodgovernance) semakin mengkristal menjadi suatutuntutan tak terhindarkan dalam khasanah pergaulanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fenomenaglobalisasi telah menghablurkan gerak sentrifugal yangsecara nyata menandai berbagai perkembangan danperubahan dinamis lingkungan strategis global.

Dampak perubahan dan akselerasi globalisasi—yang bagi suatu negara merupakan tantangan eksternal,ternyata juga berpengaruh langsung terhadap dinamikadan tatanan kehidupan manusia dalam berbagai bidangkehidupan. Dengan kata lain, pengaruh perubahanglobal telah ikut memengaruhi perubahan lingkunganstrategis global dimana kehadirannya tidak lepas darikemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,khususnya teknologi informasi. Sinyal-sinyal darisituasi, kondisi dan dinamika milenium ke tiga tersebut,secara otomatis merefleksikan perspektif-perspektifbaru, yang pada dasarnya memberikan kontribusioptimal bagi hadir dan terwujudnya paradigma barutata nilai kehidupan manusia dalam berbagai bentukdan manifestasi yang semakin menjunjung tinggi harkatderajat kemanusiaan.

Page 9: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

iv

Sejalan dengan itu, bangsa Indonesia dihadapkankepada tantangan strategis pembangunan nasionalyang semakin kompleks, termasuk dalam meng-antisipasi tantangan global dalam merumuskan suatukonsep kinerja sistem nasional yang mampu dankompatibel dengan perubahan dan perkembanganzaman. Salah satu variabel penting dalam kontekstersebut adalah bagaimana membangun grand-designmanajemen pemerintahan dan pembangunan dalamsuatu model kepolitikan dan pembangunan yangsecara signifikan dapat memperkuat kinerja sistemnasional di satu sisi, dan memberikan ruangotonomisasi, demokrasi lokal, dan keadilan sertakesejahteraan masyarakat di berbagai bidangkehidupandi sisi lainnya.

Salah satu dimensi penting yang menjadialternatif pilihan yang bijaksana adalah menerapkanparadigma baru dalam pola penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan melalui konsepotonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab. Dalam kaitan ini, lahirnya Undang-undangRepublik Indonesia No. 22 Tahun 1999 yang telahdiperbarui dengan Undang-undang Republik IndonesiaNo. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,dan Undang-undang nomor 25/1999, merupakanlangkah nyata dalam membangun pola representasipolitik yang komprehensif dan multimatra. Undang-undang tersebut, yang lebih dikenal dengan sebutanUndang-undang Otonomi Daerah, kendatipun bukanhal baru, dan tidak jarangmenimbulkan“debat publik”,akan tetapi bila dilihat dari visi, makna dan semangat-nya dengan jelas menunjukkan adanya komitmenpolitik yang kuat untuk mengedepankan paradigma

Page 10: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

v

baru pemerintahan dan pembangunan dari modelkepolitikan yang sentralistik ke pendekatan desentra-listik. Intinya, bahwa Undang-undang tentangPemerintahan Daerah tersebut, dimaksudkan untukmenjamin terselenggaranya pemerintahan daerah yangdesentralistis dan otonom, sehingga dapat memberikanrasa aman dan keadilan bagi masyarakat di daerah(lokal).

Implementasi otonomi daerah, tidak hanyabahwa pelayanan pemerintahan—termasuk para elitepolitiknya, semakin dekat dengan rakyat, dapatmemberikan pelayanan yang optimal atau pelayananprima sebagai bagian penting dari reformasi birokrasidan pelayanan publik; tapi juga bahwa melaluipenerapan otonomi daerah maka menuntut adanya“ruang publik” atau “ruang dialog” yang dialogis-demokratis-partisipatif untuk merumuskan kebijakanpublik yang semakin berpihak pada rakyat.

Dalam buku ini sdr. Dr. H. Obsatar Sinagamenguraikan bahwa dengan diberlakukannya sistemOtonomiDaerahmaka memberikan kewenanganpadadaerah untuk menjalankan urusan rumah tangganyasendiri (desentralisasi), yang nantinya akan membukapeluang keikutsertaan Daerah sebagai salah satukomponen dalam penyelenggaraan hubungan dankerja sama luar negeri, contohnya dalam bentuk sistercity. Bahkan, seirama dengan perkembangan yangpesat di tingkat nasional dan internasional dewasa ini,ternyata telah memunculkan subyek nonnegara (“nonstate actor”) sebagai pelaku baru dalam hubunganinternasional, dan hal ini berhubungan denganimplementasi otonomi daerah di Indonesia.

Page 11: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

vi

Buku ini diharapkan dapat menjadi sumbanganpemikiran dalam pelaksanaan otonomi daerah, khusus-nya dalam memahami persoalan dan problematikimplementasi otonomi daerah dan masalah imple-mentasi kebijakan publik dari beberapa perspektif yangmenukik pada kajian studi kasus.

Semoga upaya penulis mendadarkan per-masalahan berikut pembahasannya di dalam buku inimemberi refleksi ke depan: ke mana arah kita berjalan,dan bagaimana cara kita mencapai tujuan dalammewujudkan otonomi daerah dengan visi yang jernih,dan sekaligus visioner dalam membangun kebhinekaandan ketunggalan Indonesia.

Bandung, Juli 2010

Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si.

Page 12: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

vii

Prakata

Implementasi otonomi daerah merupakanbagian penting sekaligus tak terpisahkan dari konseppembangunan politik, karena otonomi merupakanjembatan menuju demokratisasi, baik dalam prosesperumusan (perencanaan), pelaksanaan maupunpengawasan pembangunan di daerah. Tidak heran, bilasalah satu isu kebijakan publik yang paling ramaidiperbincangkan semenjak kejatuhan pemerintahanPresiden Soeharto adalah kebijakan otonomi daerah.Otonomi daerah ditempatkan sebagai salah satuagenda reformasi. Lantas, untuk apa otonomi daerahdiagendakan? Jawabannya tentu saja bermacam-macam, namun yang jelas bukan untuk otonomi itusendiri.

Dalam tataran empiris, pelaksanaan desentralisasitidak seindah yang diungkapkan. Penerapandesentralisasi di negara-negara berkembang perludipersiapkan dan dilaksanakan secara saksama, karenabila tidak, tidak tertutup kemungkinan menimbulkanpermasalahan yang jauh lebih kompleks.

Otonomi daerah bisa dibilang sebagai suatu‘kondisi antara’ untuk memungkinkan terwujudnyasuatu idealitas tertentu. Namun kadang-kadang dalammewujudkan ‘kondisi antara’ ini, menjadikan kitakhilaf: membayangkannya sebagai tujuan akhir. Kalauotonomi daerah sudah diperlakukan sebagai tujuanakhir, maka agenda reformasi menjadi tereduksi danterpatah-patah.

Otonomi daerah digulirkan untuk memastikanbahwa penyelenggaraan pemerintahan bersifat

Page 13: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

viii

kontekstual dan bahkan konsensual, sesuai denganvariasi dinamika lokal. Keberhasilan kebijakan otonomidaerah, tidak cukup diukur dari sejauh mana ketentuanperundang-undangan tentang hal itu —khususnya UU22/1999 jo UU No. 32/2004 dan UU 25 tahun 1999—berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya—terimplementasikan. Namun bagaimana kondisikemakmuran masyarakat di daerah terwujudkan,karena hal itulah tolok ukur keberhasilan pelaksanaanotonomi daerah di negeri ini.

Buku ini berisi kompilasi tulisan, dimana materipemikiran atau butir-butir gagasan yang dituangkandalam naskah aslinya, kemudian mengalami suntingankecil di sana-sini. Sebagai sebuah buku yang merupakankumpulan tulisan, tentu saja tak terhindarkan adanyakelemahan dalam menyajikannya menjadi sebuahbukuyang tersusun secara sistematis dan runtut, terutamaketika mencoba mencari benang merah antarkajian didalamnya. Namun demikian, barangkali dapatdikemukakan, bahwa salah satu isu dan bahasan utamadalam buku ini mengandung tema sentral yang sama,yaitu berusaha mengangkat persoalan dan problematikimplementasi otonomi daerah dan masalah imple-mentasi kebijakan publik dari beberapa perspektif yangmenukik pada kajian studi kasus.

Susunan tulisan di dalam buku ini dibagi ke dalamtiga bagian. Bagian ke satu memfokuskan pada kajiantentang implementasi kebijakan otonomi daerah danbagaimana upaya konkret pemerintah Kota Bandungdalam mewujudkan kerja sama luar negeri melaluisister city atau dikenal juga dengan town twinning(kota kembar). Seperti diketahui sister city merupakansuatu konsep kerja sama antara dua kota yang secara

Page 14: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

ix

geografis dan politik serupa dan bertujuan untukmeningkatkan hubungan antar budaya dan individu.

Undang-undang mengenai otonomi daerah danperaturan-peraturan terkait lainnya, selain sebagaisebuah dokumen politik penting dalam tatanankehidupan di negeri ini, sekaligus juga merupakansuatu kewajiban bagi pemerintah tiap daerah (Kota/Kabupaten) untuk melaksanakannya. Begitu puladengan Pemerintah Kota Bandung. Sebagai responsproaktif terhadap pemberlakuan paket Undang-undang Otonomi Daerah, maka program-programdirancang sedemikian rupa untuk mewujudkan rencanapengembangan otonomi daerah, menciptakan danmemfasilitasi kerja sama antar Daerah Kabupaten/Kota,Provinsi maupun Hubungan kerja sama dengan luarnegeri.

Dalam konteks Kota Bandung, maka hal inimerupakan bagian dari visi dan misi kerja PemerintahKota Bandung. Salah satu contoh bentuk hubungan luarnegeri yang dibina oleh Kota Bandung adalah kerjasama luar negeri dengan kota lain yang berasal darinegara lain yang memiliki tujuan sama yaitu ingin salingmemberi masukan bagi perkembangan masing-masingpihak, kerja sama ini dikenal dengan sebutan sister cityatau mitra kota kembar.

Berlakunya otonomi daerah maka memberikesempatan bagi daerah-daerah yang ada di Indonesiauntuk menggalang kerja sama luar negeri secaralangsung dalam rangka mengembangkan daerahnyamasing-masing dan memperoleh manfaat dari programkerja sama tersebut, kecuali dalam bidang-bidang yangmenyangkut kewenangan yang masih menjaditanggung jawab pemerintah pusat yaitu: urusan luar

Page 15: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

x

negeri yang mencakup pertahanan keamanan, fiskal,moneter, peradilan serta urusan agama.

Fenomena tersebut sangat menarik untuk dikajilebih dalam, dengan alasan:

Pertama, masalah Otonomi Daerah merupakankonsep yang “baru” diterapkan di Indonesia, danperkembangannya perlu dicermati oleh seluruh warganegara Indonesia. Masalah otonomi daerah senantiasamenjadi perhatian yang menarik untuk dibicarakan,baik di kalangan ilmuwan bidang ilmu politik,administrasi negara, ilmu pemerintahan, praktisi,maupun para pengamat.

Kedua, dengan diberlakukannya sistem OtonomiDaerah maka memberikan kewenangan pada daerahuntuk menjalankan urusan rumah tangganya sendiri(desentralisasi), yang nantinya akan membuka peluangkeikutsertaan Daerah sebagai salah satu komponendalam penyelenggaraan hubungan dan kerja sama luarnegeri, contohnya dalam bentuk sister city.

Ketiga, seirama dengan perkembangan yangpesat di tingkat nasional dan internasional dewasa ini,ternyata telah memunculkan subyek nonnegara (“nonstate actor”) sebagai pelaku baru dalam hubunganinternasional, dan hal ini berhubungan denganimplementasi otonomi daerah di Indonesia.

Keempat, keterkaitannya dengan masalahekonomi. Berbicara otonomi daerah tidak dapatdilepaskan dari isu kapasitas keuangan dari tiap-tiapdaerah.

Kelima, berkaitan erat dengan upaya pemerintahdalam menyelenggarakan prinsip Good Governancedan tekad menyelenggarakan negara yang bersih danbebas korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagaimana

Page 16: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xi

diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 28/1999dan TAP MPR Nomor XI/MPR/1998.

Apabila hal tersebut dimasukkan pada kondisiKota Bandung, maka bagi Kota Bandung sendiri,pelaksanaan kebijakan otonomi daerah juga memilikikonsekuensi yang cukup berat, karena sama halnyadengan daerah-daerah yang lain, Kota Bandung punberada dalam keadaan transisi, meskipun KotaBandung menjadi daerah percontohan pelaksanaanotonomi daerah.

Hubungan dalam konsep sister city inidiwujudkan melalui kesepakatan formal antara duapemerintah lokal dari dua negara yang berbeda,dimana biasanya dalam suatu negara hanya terdapatsatu kerja sama sister city saja. Tujuan dari sister citysendiri untuk mengembangkan program kerja samayang sedang berjalan dan biasanya meliputi investasidan manajemen dari ke dua pemerintah lokal, dan jugauntuk meningkatkan peranan masyarakat kota ke duanegara yang melakukan program ini dalam kerja samayang dilakukan. Misinya antara lain untukmeningkatkan hubungan internasional yang memilikikeuntungan bermutu untuk kedua belah pihak (dalamhal ini ke dua kota).

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri danUndang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentangPerjanjian Internasional. Ke dua Undang-undang inimemberikan landasan hukum yang kuat bagipenyelenggaraan hubungan luar negeri, pelaksanaanpolitik luar negeri dan pembuatan perjanjianinternasional. Ke dua perangkat hukum ini menandaidibukanya paradigma baru bagi Indonesia dalam

Page 17: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xii

melakukan hubungan luar negeri untuk memenuhituntutan zaman yang bergerak cepat.

Dengan adanya paradigma baru ini, tentunyamengubah pemahaman yang selama ini ada bahwahubungan luar negeri merupakan monopoli negara(state actors). Sebagai contoh Undang-undangmengenai Pemerintahan Daerah (Undang-undangOtonomi Daerah) memberikan kemungkinan Daerahuntuk mengadakan hubungan dan kerja sama denganpihak asing, termasuk bagi Pemerintah dan masyarakatKota Bandung.

Pada bagian ke dua, membahas masalahefektivitas implementasi kebijakan tata ruang danlingkungan di kawasan Bandung Utara. Pembahasandalam tulisan tersebut merupakan kajian studi kasusKebijakan Tata Ruang dan Lingkungan di KawasanBandung Utara (KBU).

Sebagaimana diketahui, kawasan Bandung Utaramerupakan bagian dari dataran tinggi Bandung yangterkenal dengan kesuburan tanahnya dan udaranyayang sejuk. Kesuburan yang dimiliki kawasan inimenjadikan tanah ini ditumbuhi berbagai macamtanaman denganberbagai variasi yangberbeda. Pendekkata, Kawasan Bandung Utara di masa lalu, sebagaibagian dari tatar sunda, merupakan kawasan yangsejahtera dan makmur, sehingga digambarkan “GemahRipah Loh Jinawi”; hutan yang lebat berdiri kokoh dikawasan ini.

Kawasan Bandung Utara kerap kali menjadibahan pembicaraan yang menarik, dan tidak pernahhabis hingga hari ini. Hal Ini terjadi karena kawasanBandung Utara mempunyai potensi yang luar biasa,khususnya dalam prospek ekonomis. Akan tetapi di

Page 18: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xiii

balik prospek ekonomis tersebut terkandung pulaancaman terhadap lingkungan di kawasan itu sendiri,yang dapat berdampak terhadap daerah sekitarnya,terutama Kota Bandung dan Kota Cimahi. MenurutDirektorat Geologi dan Tata Lingkungan, sedikitnya60% dari sekira 108 juta m3 air tanah dari datarantinggi sekitar Bandung yang masuk ke cekunganBandung berasal dari kawasan Bandung Utara. Dengandemikian, kawasan ini berfungsi sebagai kawasanresapan air yang mempunyai peran sangat pentingdalam penyediaan air tanah, baik untuk wilayahBandung Utara sendiri maupun untuk daerah cekunganBandung.

Alih-alih, seiring dengan waktu, dengan berbagaikepentingan manusia, sedikit demi sedikit, keindahanalam Kawasan Bandung Utara semakin terkoyak;tercabik-cabik. Bandung yang selama masa lalu identikdengan lahan-lahan hijau dan subur, kini semakinkehilangan identitasnya. Pembabatan hutan di kawasanlindung untuk keperluan lokasi permukiman, pabrik,bisnis, dan industri di kawasan Bandung yang kurangpeduli terhadap permasalahan lingkungan, seakanmenorehkan identitas baru bagi Bandung yang duludijuluki sebagai “Kota Kembang”; sekarang nyaristinggal kenangan. Berdasarkan data dari DewanPemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda(DPKLTS), selama kurun waktu 1994-2001 terjadiperubahan besar-besaran terhadap Kawasan BandungUtara (KBU). Hutan sekunder yang semula luasnya39.349,3 hektar menjadi tinggal 5.541,9 hektar padatahun 2001. Sebaliknya, kawasan permukiman diwilayah KBU mengalami peningkatan dari 29.914,9hektar menjadi 33.025,1 hektar. Peningkatan juga

Page 19: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xiv

terjadi untuk kawasan industri, dari 2.356,2 menjadi2.478,8 hektar.

Berdasarkan kenyataan di lapangan, terdapatsejumlah indikasi dan fakta yang menunjukkan telahterjadinya sejumlah penyimpangan di dalampengelolaan kawasan Bandung Utara. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi inilah yang membuat kitatertarik untuk menganalisis apa yang sebenarnya terjadidi lapangan. Sampai sejauh mana implementasikebijakan pemerintah menyangkut tata ruang danlingkungan ini diterapkan. Asumsi penulis, bahwamasalah ini cukup kompleks, rumit karena tali temalipermasalahannya bersifat multi dimensi. Artinya,masalah ini muncul akibat dari banyak sekali variabeldan indikator di dalamnya, sehingga penyelesaiannyatentu saja harus dilihat dari berbagai perspektif, dantentu saja jalan pemecahannya tidak semudahmembalikkan telapak tangan. Ini berarti, diperlukansebuah analisis mengenai bagaimana masalahlingkungan ini bisa diselesaikan dengan tidakberbenturan dengan kepentingan parapihak yangterlibat dan terkait di dalamnya.

Dengan menggunakan metodologi analisiskebijakan, kita bisa melihat bagaimana kekuatan sebuahkebijakan, efektif dalam implementasinya. Haltersebut, dilakukan dengan mencari pengetahuantentang seluk beluk masalah yang dikaji berdasarkanpenelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapapakar yang kompeten di bidangnya. Melihat kenyataandi lapangan dan melihat kebijakan yang ada, yangberkaitan dengan masalah yang ditemui, maka hal inimenjadi sebuah perbandingan untuk melihat apakah

Page 20: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xv

kebijakan tersebut sesuai dengan klaim pengetahuanyang ada dalam kenyataan masa lalu atau sekarang.

Sedangkan pada bagian ke tiga yang merupakanbagian terakhir dari buku ini, akan membahas masalahkonflik dan implementasi kebijakan otonomi daerah.Titik kajian bertema sentral pada masalah pengaruhkonflik Aceh terhadap implementasi kebijakanotonomi daerah dan pengaruh konflik (GAM) di Aceh.

Dalam konteks tulisan ini, penulis mencobamengelaborasi berbagai permasalahan yang meng-hinggapi Kota Serambi Mekkah selama kurun waktuyang cukup lama. Permasalahan tersebut antara lain: 1)dalam bidang politik, yakni menguatnya konflik yangterjadi antara Nangroe Aceh Darussalam (NAD) danpemerintah (pusat), 2) dalam bidang ekonomi, 3)dalam bidang pertahanan dan keamanan.

Bila kita simak, pada dasarnya tujuan yang ingindicapai dalam penerapan otonomi daerah adalah: 1)Peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 2)Peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan 3)Terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam rangkapembaharuan (reform) dan penataanpenyelenggaraanpemerintahan, terdapat perubahan dan pergeseranparadigma otonomi daerah dari sentralisasi menujudesentralisasi dalam rangka mewujudkan “goodgovernance” baik dalam domain sektor publik (publicsector), kewirausahaan/sektor swasta (private sector),maupun masyarakat madani (civil society). Pergeseranparadigma penyelenggaraan pemerintahan,mengisyaratkan kompleks, luas dan strategisnyapermasalahan otonomi daerah menuju kemandiriandaerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

Page 21: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xvi

dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.Otonomi daerah yang dikembangkan berdasarkanUndang-undang No. 32 Tahun 2004, tentunya dalamkonteks hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusatdan Daerah (harmonization) yang mengandungmuatan “sharing of power, distribution of income,democratization and empowering”.

Secara demikian, otonomi daerah mengandungmakna kewenangan dan keleluasaan daerah baik secarapolitik, ekonomi, yuridis, administrasi serta sosialbudaya sesuai dengan potensi dan keanekaragamandaerah untuk memanfaatkan, menggali danmengembangkan daerah secara optimal, sinergis danintegral melalui “regional of local development” yangberwawasan lingkungan. Otonomi daerah memberi-kan kewenangan kepada daerah otonom (Provinsi,Kabupaten dan Kota) untuk mengatur serta menguruskepentingan masyarakat setempat (local societyinterest) menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasimasyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Konflik merupakan elemen yang selalu adadalam sistem dimana tergantung penggolongan: adayang bersifat destruktif dan konstruktif. Konflik yangdestruktif memberikan efek merusak; jika dilihat dalamtataran negara maka tingkatan dari konflik ini adalahdapat mengancam eksistensi dari negara itu sendiri.Negara sebagai pihak yang mendapat legitimasi danterikat kontrak dengan rakyat memiliki kewajibansekaligus hak untuk menetapkan langkah-langkahberdasarkan kekuasaan yang dimiliki. Konflik inidigambarkan sebagai input dimana akan mem-

Page 22: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xvii

pengaruhi proses pembuatan kebijakan pemerintahselanjutnya.

Akhirnya, dapat kami kemukakan bahwa isi bukutelah mengalami suntingan kecil di sana-sini, denganharapan dapat menjaga presisi argumen yang lebihbaik, kendatipun dengan segala keterbatasan, kamimenyadari bahwa hal itu tak selamanya bisa dipenuhi.Namun yang jelas, sedapat mungkin kami berusahamempertahankan butir-butir gagasan sebagaimanadituangkan dalam naskah aslinya, ketika tulisan inidisusun.

Selamat membaca!

H. Obsatar SinagaJuli 2010

Page 23: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xviii

Page 24: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xix

Daftar ISi

Pengantar Penerbit ............................................................................................ i

Kata Pengantar ...................................................................................................... iii

Pengantar .................................................................................................................... vii

Bagian KesatuKonflik dan Implementasi KebijakanOtonomi DaerahA. Pendahuluan .......................................................................................................... 3

1. Menyingkap Permasalahan .........................................................82. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah ............113. Makna Desentralisasi ....................................................................... 16

B. Hubungan Internasional .................................................................... 231. Interaksi dan Kerja Sama Internasional ................. 252. Bentuk-bentuk Kerja Sama ......................................................263. Prinsip-Prinsip Kerja Sama ...................................................... 28

C. Gambaran Umum Kota Bandung .......................................... 311. Sister City dan Forum Kerja Sama

Kota Bandung ......................................................................................... 342. Program “Sister City”

Pemerintah Kota Bandung .......................................................37 “Sister City”

Antara Bandung – Braunschweig ..........................39 Program Kerja Sama

Bandung – Braunschweig ............................................... 41 “Sister City” Antara

Bandung – Forth Worth ...................................................41Program Kerja Sama

Bandung – Fort Worth ..................................................... 40

Page 25: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xx

D. Realisasi Program Kerja Sama ...................................................... 43Program kerja sama Bandung-Fort Worth ............ 43 “Sister City” Antara Bandung - Suwon .................... 44

E. Simpulan ............................................................................................................... 46

Bagian KeduaEfektivitas ImplementasiKebijakan Tata Ruang dan Lingkungandi Kawasan Bandung UtaraA. Pendahuluan ...................................................................................................... 51B. Menyingkap Permasalahan ..............................................................56

1. Kondisi Air Bawah Tanah di Bandung ...................... 622. Ketidakseragaman Peraturan

yang Mengatur Kawasan Bandung Utara ............ 643. Pihak Pengembang

di Kawasan Bandung Utara ............................................... 66C. Keutuhan Lingkungan Hidup

Bagi Kehidupan Manusia ............................................................... 71D. Peran Pemerintah .......................................................................................... 74E. Pentingnya Tata Ruang .........................................................................77F. Hasil Kajian tentang Kesesuaian Lahan .......................... 79G. Proses Pembuatan Kebijakan ....................................................... 81H. Analisis Kebijakan ...................................................................................... 90

Bagian KetigaKonflik dan ImplementasiKebijakan Otonomi DaerahA. Pendahuluan ....................................................................................................... 93B. Berbagai Permasalahan ......................................................................... 96C. Teori Konflik ......................................................................................................97D. Konflik Internal dalam Negara ............................................... 101

Page 26: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xxi

E. Model Pembuatan Kebijakan ......................................................1031. Model Inkrementalisme

(Policy Sebagai Kelanjutan Masa Lalu) ......................1032. Model Sistem(Policy Sebagai Hasil dari Suatu Sistem) ................ 106

F. Konflik Aceh ..................................................................................................... 1091. Draf Kesepahaman RI-GAM ................................................. 1102. Sifat Relasi Pusat-Daerah ........................................................... 1163. Respons Negara ..................................................................................118

G. Model Pembuatan Kebijakan Pemerintah .................. 120H. Implementasi Otonomi Daerah ......................................... 123

1. Pertahanan Negara .........................................................................1262. Kesatuan atau Federal? ............................................................. 126

I. Simpulan ............................................................................................................... 130

Daftar Pustaka .................................................................................................. 133Indeks ............................................................................................................................ 138Riwayat Singkat Penulis ........................................................................ 145

Page 27: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

xxii

Page 28: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi
Page 29: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi
Page 30: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

2

A. Pendahuluan

Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesiadimulai sejak kepemimpinan Presiden Habibie yangmemimpin pemerintahan transisi sejak PresidenSoeharto “lengser” dari kekuasaan pada bulan Mei1998. Pada masa kepemimpinannya, Presiden Habibiebersama DPR kala itu, merumuskan dua keputusanpolitik penting, yang di kemudian hari menjadi sumberinspirasi bagi hadirnya kebebasan, keadilan dandemokrasi dalam tatanan manajemen pemeri ntahan,sekaligus menghadirkan paradigma baru dalam politikdan pemeri ntahan. Dua keputusan politik dimaksud,yakni diterbitkannya Undang-undang Nomor 22/1999, yang sekarang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32/2004 tentang PemerintahanDaerah,dan Undang-undang Nomor 25/1999 tentangPerimbangan Keuangan Antara Pemerintah PusatDengan Daerah.

Disadari atau tidak, serentak setelah hadirnya kedua Undang-undang tersebut melahirkan konsekuensi-konsekuensi baru, baik secara politis maupun secaraadministrasi, khususnya dalam pengelolaan manajemenpemerintahan dan pembangunan di Indonesia. Politikpemerintahan yang sebelumnya berbobot sentralistismenjadi terdesentralisasi, demikian halnya dalammasalah pembangunan. “Kue” pembangunan yangsebelumnya lebih banyak dirasakan di sebagai Ibu Kotanegara dan pusat pemerintahan, belakangan makinmenetes ke daerah. Kondisi ini, secara politik maupunrealitas empirik telah pula mengurangi rasa ketidak-puasan dari banyak daerah di Indonesia. Dalam banyakkasus dan peristiwa, lahirnya ke dua Undang-undangtersebut disikapi secara bergairah oleh lapisan

Page 31: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

3

masyarakat dan pemegang tampuk pemerintahan didaerah.

Sejarah baru telah dimulai. Sebelumnya banyakdaerahkayayangberperanpentingsebagaipenyumbangpendapatan yang besar bagi negara, memiliki kondisiyang tidak sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki-nya, karena adanya kecenderungan yang masif daripemerintah pusat yang haus mengeksploitasi sumberdaya dan kekayaan alam di daerah, dimana porsiterbesar diambil oleh pusat. Tentu, kondisi ini tidaklepas dari sebuah justifikasi yuridis yang ada pada masaitu, selain disain politik dan pemerintahan yang menun-tutnya untuk itu. Alih-alih, pemicunya adalah prinsippemerataan pembangunan dan pelaksanaan Undang-undang Nomor 5/1974 tentang pemerintahan daerahyang dicanangkan oleh Soeharto, yang kemudiandiselewengkan di pusat karena pemasukan yang banyakberasal dari daerah hanya sedikit yang kembali kedaerah.

Akibat dari kondisi tersebut, ketika PresidenSoeharto “lengser” dari kursi kepresidenan, seiramadengan gelegak arus bawah yang mengusung reformasipolitikdanpemerintahanmembawa rakyat sadar untukmenuntut hak-haknya. Lebih-lebih lagi rakyat di daerah-daerah, terdengar semakinnyaringmenuntut kebebasandalam mengatur sendiri daerahnya, termasuk dalammengoptimalkanpendayagunaankekayaanalamdaerahbagi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat daerahyang bersangkutan.

Di lain pihak, akibat reformasi tersebut munculpula usulan pembentukkan negara federal seperti yangpernah dilontarkan oleh Amien Rais untuk mendukungsemakin terciptanya sebuah negara yang demokratis.

Page 32: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

4

Akan tetapidalamhal iniHabibiememilihmenggunakanlangkah-langkahbertahap untukmencapai suatubentukpenyelenggaraan otonomi di daerah, yaitu denganmengeluarkan Undang-undang Nomor 22/1999 yangsaat ini telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor32/2004 dan Undang-undang nomor 25/1999. KeduaUndang-undang ini menjadi peletak dasar hukumdimulainya pelaksanaan otonomi sebagai hak bagisetiap daerah.

Konsep Undang-undang di bidang politik yangmemperoleh persetujuan DPR pada bulan Mei 1999,selain sebagai bentuk konsesi politik, juga merupakanantisipasi dari berbagai kemungkinan yang akandilakukan oleh berbagai kekuatan sentrifugal yangmenghendaki sebuah sistem federal maupun yang inginmemisahkan diri dari Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI). Para elite lokal, baik elite politikmaupun pemerintahan, nampaknya cukup diyakinkanolehpemerintahbahwaotonomidaerahyangditawarnyasebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem federal.Begitupun otonomi daerah secara substansial adalahkemerdekaan para elite lokal secara politik untukmengurus daerahnya sendiri, kecuali lima kewenanganyang masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusatyaitu: urusan luar negeri yang mencakup pertahanankeamanan, fiskal,moneter,peradilan sertaurusanagama.

Undang-undang mengenai otonomi daerah danperaturan-peraturanterkait lainnya, selain sebagai sebuahdokumen politik penting dalam tatanan kehidupan dinegeri ini, sekaligus juga merupakan suatu kewajibanbagi pemerintah tiap daerah (Kabupaten/Kota) untukmelaksanakannya. Begitupula dengan Pemerintah KotaBandung. Sebagai respons proaktif terhadap pem-

Page 33: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

5

berlakuan paket Undang-undang Otonomi Daerah,maka program-program dirancang sedemikian rupauntuk mewujudkan rencana pengembangan otonomidaerah,menciptakandanmemfasilitasi kerja sama antarDaerah Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Hubungankerja sama dengan luar negeri.Hal inimerupakanbagiandari visi dan misi kerja Pemerintah Kota Bandung. Salahsatu contoh bentuk hubungan luar negeri yang dibinaoleh Kota Bandung adalah kerja sama luar negeridengan kota lain yang berasal dari negara lain yangmemiliki tujuansamayaitu ingin salingmemberimasukanbagi perkembangan masing-masing pihak, kerja samaini dikenal dengan sebutan sister city atau mitra kotakembar.

Singkat kata, dengan berlakunya otonomi daerahmaka memberi kesempatan bagi daerah-daerah yangada di Indonesia untuk menggalang kerja sama luarnegeri secara langsung untuk mengembangkan daerah-nya masing-masing dan memperoleh manfaat dariprogram kerja sama tersebut, kecuali dalam bidang-bidang yang menyangkut kewenangan yang masihmenjadi tanggung jawab pemerintah pusat sebagai-mana disebutkan di atas.

Fenomena tersebut sangat menarik untuk dikajilebihdalam,denganalasan: Pertama, masalahOtonomiDaerah merupakan konsep yang baru diterapkan diIndonesia, dan perkembangannya perlu dicermati olehseluruh warga negara Indonesia. Masalah otonomidaerah senantiasa menjadi perhatian yang menarikuntuk dibicarakan baik di kalangan ilmuwan bidangpolitik dan pemerintahan, praktisi, maupun parapengamat. Masalah Otonomi Daerah menyangkutmasalah kesiapan daerah-daerah di Indonesia untuk

Page 34: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

6

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Karenasistem ini baru diterapkan di Indonesia, maka daerah-daerah di Indonesia, yakni kota/kabupaten saat inimasih berada dalam proses transisi.

Kedua, dengan diberlakukannya sistem OtonomiDaerah maka memberikan kewenangan pada daerahuntuk menjalankan urusan rumah tangganya sendiri(desentralisasi), yang nantinya akan membuka peluangkeikutsertaan Daerah sebagai salah satu komponendalam penyelenggaraan hubungan dan kerja sama luarnegeri, contohnya dalam bentuk sister city.

Ketiga, seiramadenganperkembanganyangpesatdi tingkat nasional dan dewasa ini, ternyata telah me-munculkan subyeknonnegara (“non stateactor”) sebagaipelaku baru dalam hubungan , dan hal ini berhubungandengan implementasi otonomi daerah di Indonesia.

Keempat,keterkaitannyadenganmasalahekonomi.Berbicara otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dariisu kapasitas keuangan dari tiap-tiap daerah. Bahkanpada tahun-tahun sebelumnya, otonomi senantiasadikaitkan dengan automoney. Artinya, kemandiriandaerah dalam menyelenggarakan kewenangannyadiukur dari kemampuan setiap daerah dalam menggalisumber-sumber pendapatan sendiri. Implikasi daripenerapan prinsip automoney inilah yang kemudianmendorong setiap daerah untuk giat meningkatkanPAD (Pendapatan Asli Daerah), termasuk dengan men-ciptakan berbagai bentuk pajak dan retribusi daerah.Dengan diterapkannya kebijakan Otonomi daerahdiharapkan pemerintah daerah dapat lebih mampumengelola sumberdayayangdimilikinya,dandiperguna-kan untuk kepentingan daerah tersebut. Bagaimanapunmakna keberhasilan suatu daerah dalam menerapkan

Page 35: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

7

otonomi daerah adalah terwujudnya kemakmurandaerah itu sendiri.

Kelima, berkaitan erat dengan upaya pemerintahdalam menyelenggarakan prinsip Good Governancedan tekad menyelenggarakan negara yang bersih danbebas korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagaimana di-amanatkan dalam Undang-undang Nomor 28/1999dan TAP MPR Nomor XI/MPR/1998.

Apabila hal tersebut dimasukanpada kondisi KotaBandung,maka bagi Kota Bandung sendiri, pelaksanaankebijakan otonomi daerah juga memiliki konsekuensiyang cukup berat, karena sama halnya dengan daerah-daerah yang lain, Kota Bandung pun berada dalamkeadaantransisi,meskipunKotaBandungmenjadidaerahpercontohan pelaksanaan otonomi daerah.

1. Menyingkap Permasalahan

Berbagai masalah yang ada dan dirasakanmemerlukan solusi bersama yang melibatkan secarapartisipatoris-demokratis antarelemen masyarakat.Mengingat, dewasa ini daerah-daerah di Indonesiasedang mengalami masa transisi dari sistem sentralisasimenjadi desentralisasi sehingga diperlukan upaya ber-sama yang melibatkan segenap komponen masyarakatIndonesia yang ada di daerah; selain tentu saja perluadanya dukungan dari pemerintah pusat.

Selain itu, penerapan otonomi daerah yang ber-makna tunggal mencapai kemakmuran rakyat didaerah, melahirkan pula suatu tuntutan untuk menjalinkerja sama yang bertujuan untuk keperluan bersama,serta untuk mencari jalan pemecahan terbaik dan saling

Page 36: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

8

menguntungkan bagi semua pihak yang mempunyaidan menghadapi masalah serupa.

Diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor32/2004 ternyata telah dipersepsikan dan disikapisecaravariatifolehsejumlahelitepolitikdanpemerintahandi daerah. Misalnya, mereka mempersepsikan otonomisebagaimomentumuntukmemenuhikeinginan-keinginandaerahnya sendiri tanpa memperhatikan konteks yanglebih luas, yaitu kepentingan negara secara keseluruhandan kepentingan daerah lain yang berdekatan. Akibat-nya, muncul beberapa gejala negatif yang merisaukanantara lain berkembangnya sentimen primordial,menggejalanya konflik antardaerah, kecenderunganmunculnya virus KKN di daerah dengan munculnyaistilah “raja-raja kecil”di daerah, konflik antarpenduduk,dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihantanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dankehidupan (pembangunanberwawasan lingkungan).

Alih-alih, kabupaten atau kota cenderung mem-proteksi seluruh potensinya secara ketat demi kepen-tingannya sendiri, dan kadang-kadang menutup diriterhadap kabupaten atau kota lain. Dampak negatifkegiatan ekonomi di suatu daerah pada daerah lain jugatidak dihiraukan lagi. Bahkan sentimen daerah mulaitimbul dengan adanya kecenderungan umum meng-angkat “putera daerah” menjadi pegawai negeri sipildaerah, dengan sedikit atau kurang pertimbanganpada apa yang disebut dengan seleksi berdasarkankualitas, kompetensi, prestasi dan merit system.

Di samping itu, kebijakan otonomi secara luasyang terkandung dalam Undang-undang tentangSistem Pemerintahan Daerah yang ada dan berlaku

Page 37: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

9

selama ini, secaraumum disikapioleh jajaranPemerintahDaerah dalam dua bentuk, yaitu: Pertama, sikap optimisyang disertai kelegaan luar biasa, bahwa daerahmemiliki hak politik dan hak hukum untuk mengatururusan rumah tangganya sendiri. Dengan kewenangandesentralisasinya, daerah diharapkan dapat menunjuk-kan kinerja yang lebih baik dibanding pada masaberlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974,khususnya dalam hal pelayanan kepada masyarakat.

Kedua, sikappesimis sekaliguskeraguan terhadapkesungguhan pemerintah dan manfaat kebijakanotonomi.Sikap inididasarkanpada faktabahwaotonomiluas membawa dampak terhadap peningkatan bebankerjapemerintahandi tingkatKabupaten/Kota, sementaraperimbangan sumber daya antara Pusat dan Daerahbelum terumuskan secara konkret. Dalam kondisidemikian, sering muncul ungkapan bahwa kebijakanotonomi yang digulirkan pemerintah Pusat ibaratkepala dilepaskan namun ekor tetap dipegang.

Sebenarnya, prinsip desentralisasi yang di-dukung oleh adanya perangkat hukum yaitu Undang-undang Sistem Pemerintahan Daerah Nomor 22 tahun1999 yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor32/2004 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999yang mengatur masalah kerja sama luar negeri yangdilakukan oleh pemerintah daerah, maka hubungankerja sama dengan pemerintah daerah negara lainsangat menguntungkan karena selain bisa mempererathubungan antar keduanya, juga dapat lebih salingmengenal daerah masing-masing negara.

Page 38: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

10

2. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

Sebagai bagian dari program reformasi,Pemerintah Republik Indonesia telah mulai melaksana-kan otonomi daerah dan desentralisasi secara sungguh-sungguh. Hal ini didasarkan pada Undang-undang No22/1999 yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor32/2004 dan Undang-undang Nomor 25/1999.Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut,maka daerah memiliki keleluasaan untuk menentukanstrukturorganisasinyadanuntukmengelola sumber dayamanusianya.

Rondinelli, Nellis, & Cheema (dalam Hoesein,2000:32) memberikan pengertian otonomi daerahatau desentralisasi sebagai the creation or strengthening-financially or legally-of substantial unit of government,the activities of which are substantially outside the directcontrolofcentralgovernment.Otonomidaerahdimaknaiolehketigapenulis ini sebagaipenciptaanataupenguatansatuan pemerintahan di luar pemerintah pusat, baikdalam aspek keuangan maupun sisi hukum ataupengurusankewenangan, untuk melaksanakan aktivitasyang secara subtansi tidak lagi dalam pengendalianlangsung pemerintah pusat.

Sementara itu,Mawhood (1983:24) mengartikanotonomi atau desentralisasi sebagai the creation ofbodies separatedbylawfromthenationalcentre, inwhichlocal representatives are given formal power to decideona rangeofpublicmatters.Theirpolitical base is localityand not … the nation. Their area of authority is limited,but within that area their right to make decisions isentrenched by law and can only be altered by newlegislation. They have resources which, subject to thestated limits,arespentandinvestedat theirowndiscretion.

Page 39: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

11

Penyelenggaraan otonomi daerah dan desentra-lisasi ternyata tidak semudahyangdibayangkan. Banyakpermasalahan muncul karena kemampuan daerah-daerah yang variatif. Menyimak hal tersebut, kiranyaperlu pengenalan dan kajian lebih jauh untuk mengatasipersoalan yang dapat menghambat penyelenggaraanotonomi dan desentralisasi. Pengenalan permasalahandi lapangan—apakah itudariaspek sosial, budaya,politikmaupun ekonomi— ditujukan untuk mengantisipasikemampuan daerah dalam menyelenggarakan fungsidesentralisasi dan otonomi daerah. Dengan teriden-tifikasinya permasalahan yang berkaitan dengan fungsiotonomi daerah dan desentralisasi, pemerintah kota/kabupaten diharapkan semakin mampu mengelolasemua persoalan dan harapan publik sesuai denganfungsinya sebagai lembaga otonom.

Ndraha(2003:78)mengemukakanadatigamaknaotonomi daerah, yang akan menentukan efektifitaspencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu: 1) Otonomisebagai hak (reward, diakui, dilindungi); 2) Otonomisebagai kewenangan (birokratisasi); dan 3) Otonomisebagaikesanggupan(pemberdayaandandemokratisasi).

Memang,mengharapkankeberhasilanpenerapanotonomi daerah hanya dengan sekejap merupakankemustahilan. Dengan kata lain, tolok ukur keber-hasilan penerapan otonomi darah merupakan yangterus-menerus, sehingga sebagai proses pembelajaran,maka masyarakat otonom tetap saja berada dalambatas-batas kemampuan atau kesanggupannya untukmewujudkan-nya secara optimal. Namun demikian,maka pembelajaran itu sendiri, harus tetap dilakukansecara bertahap, demokratik, selektif, kondisional, tidakseragam dan tidak serentak. Harus disadari, bahwa

Page 40: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

12

otonomi sama sekali bukan untuk meringankan bebanatau tanggung jawab pemerintah pusat atas daerah;Otonomi bukan pula proses pemerataan KKN kedaerah-daerah,melainkan pemberdayaandaerahuntukmengelola sumber-sumber yang ada secara efektif danefisien.

Berdasarkan makna otonomi yang demikian,suatu daerah dikatakan otonom jika secara nyata,daerah itu telah menjadi hal-hal sebagai berikut:(1) Satuan masyarakat hukum yang meliputi posisi

daerah dan masyarakatnya sebagai rechtsperson,subjek hukum dan faktor perbuatan hukum yangharus diakui, dihormati, dilindungi dalam kerangkademokratisasi;

(2)Daerah sebagai satuan ekonomi publik yangmengelola public goods dengan sistem ekonomiyang sesuai isi urusan rumah tangga daerah menurutprinsip-prinsip oikos dan nomos, baik menyangkutproperty maupun pelayanan jasa publik danlayanan sipil;

(3)Daerah sebagai lingkungan budaya yang mem-punyai sistem nilai, identitas, sejarah, tradisi dan adatistiadat yang bersifat uniqueness dan heterogen;

(4)Daerah sebagai lebensraum, yakni sebagai suaturuang yang hidup, bukan ruang mati sehingga mem-punyai kewajiban pelestarian alam, natural resourcesdecreasing index, humandevelopment index melaluikebijakan pendekatan regional, kontinum desa-kota,dan dalam suasana kebersamaan antara stakeholderspemerintahandaerahyaitumasyarakat, pemerintah,dan swasta;

Page 41: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

13

(5)Daerah sebagai subsistem politik nasional, yaitusebagai suatu bagian kecil dari sistem negarasehingga dikembangkan community development,national integrity, bhineka tunggal ika, nationbuilding, good state governance, serta pemerataankeadilan dan kesejahteraan ke seluruh rakyat(Ndraha, 2003:176).

Dengandemikian,efektifitaspelaksanaankebijakanotonomi daerah, antara lain berkaitan dengan sejauhmana kegiatanpemerintahdaerahdapat melaksanakan,mewujudkan, dan meningkatkan pelayanan kepadamasyarakat melalui prosespengambilankeputusanyangmelibatkan secara berarti partisipasi masyarakat dalamprogram dan pelaksanaan pembangunan, termasuk didalamnya berkaitan dengan masalah penyelesaianberbagai permasalahan dalam pelaksanaan otonomidaerah.

Di dalam kenyataannya, di setiap daerah padaumumnya masih ditemui sejumlah permasalahaninternal yang menuntut adanya langkah proaktif danterprogam. Permasalahan internal dimaksud yaknisemua persoalan yang muncul karena kondisi eksistingdaerah, antara lain: 1) lemahnya inisiatif dan produk-tifitas SDM aparatur dan masyarakat, sebagai akibatpengalamanpembangunandimasa laluyang cenderungsentralistik, di mana segala inisiatif dan kebijakanditentukan oleh pusat (blue-print); 2) pelaksanaanprogram pembangunan selama ini, tampaknya masihsangat tergantung pada alokasi dana dari pusat; hampirtidak terdapat inisiatif kuat untuk mengoptimalkanpotensi PAD dalam suatu format manajemen pem-bangunan yang visioner, baik secara fungsional maupun

Page 42: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

14

administratif; 3) pemberdayaan potensi dari bawah keatas (bottom-up) belum menjadi pilihan politik darisuatu kebijakan publik yang mengandung semangat‘kepublikan’ dalam suatu format pembangunan daerahyang demokrasi dan emansipatorik; 4) cenderungmengabaikan pihak-pihak atau komponen-komponenyang berkepentingan (stakeholders) dalam pem-bangunan; 5) kemiskinan dan keterbelakangan sebagaiakibat kualitas sumber daya manusia merupakan realitamasyarakat di daerah; 6) eksploitasi dan eksplorasikekayaan alam yang berlebihan, dan berdampak burukterhadap kualitas lingkungan; 7)orientasi ekonomipenduduklebihcondongkesektorkonsumtifdibandingkandengan produktif.

Dalam mengungkap masalah-masalah otonomidaerah sebagaimana diidentifikasi di atas, tidak terlepasdari bagaimana kemampuan kita men-definisikansecara operasional mengenai kewajiban, wewenang,dan hak daerah untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi pemerintahan di bidang tertentu. Sesuai dengansemangat Undang-undang Pemerintah Daerah yangberlaku, maka prinsip yang dianut adalah otonomiyang nyata, bertanggung jawab, dan dinamis. Olehkarena itu, agar dapat menyelenggarakan fungsinyadengan benar sesuai dengan peraturan perundanganyang berlaku, maka pemerintah daerah terlebih dahuluharus mampu secara riil mengenali dan mengklasifikasipersoalan-persoalan yang mungkin dan eksisting yangada, sehingga pemerintah daerah mampu mengelolapembangunan secara efektif dan efisien dalam meng-hadapi dinamika tuntutan dan tantangan global yangsemakin kompleks dan multi dimensi.

Page 43: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

15

3. Makna Desentralisasi

Desentralisasi adalah suatu pemencaran fungsinegarakepadapemerintahanlokaluntukberhakmengurusrumah tangganya sendiri (otonomi). Pemerintah lokalyangmemilikiotonomi inimenyelenggarakanpemerinta-han sesuai dengan tugas dan kewenangan yang secaraterperinci diserahkanolehpemerintahanpusat (Surbakti,hal 173). Desentralisasi merupakan sebuah bentukpemindahan tanggung jawab, wewenang, dan sumber-sumber daya (dana, individual, dan segala sumber dayalainnya) dari pemerintah pusat ke level pemerintahandaerah.

Dasar dari inisiatif ini adalah untuk memindah-kanprosespengambilankeputusanketingkatpemerintahyang lebihdekatdenganmasyarakat,karenamasyarakat-lah yang merasakan dampak dari pengambilan suatukeputusan. Tujuan penerapan desentralisasi, antara lainuntuk mengembangkan perencanaan dan pelaksanaanpelayanan publik dengan menggabungkan kebutuhandan kondisi lokal sekaligus untuk mencapai objektivitaspembangunan sosial ekonomi pada tingkat daerah dannasional. Peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dananggaran pembangunan sosial dan ekonomi diharap-kan dapat menjamin bahwa sumber-sumber dayapemerintah yang terbatas dapat digunakan secara lebihefektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

Pemberian kewenangan kepada daerah melaluiotonomi ini dipicu oleh dua tujuan yang menjadi dasardiberlakukannya sebuah otonomi dalam satu negara.

Alasan pertama, menyangkut percepatan danperpendekan jarak antara pemerintah sebagai pemberilayanan dengan masyarakat yang dilayaninya. Melalui

Page 44: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

16

otonomi ini, diyakini bahwa kebijakan pelayananmasyarakat akan sangat pendek jaraknya, sehingga apayang menjadi kepentingan masyarakat di daerah ter-sebut dapat secara langsung direspon oleh pemerintahtanpa harus melakukan konsultasi dengan peme-rintahan atasannya. Melalui otonomi, jarak antaraaspirasi masyarakat dengan pemerintah itu menjadisangat dekat, sehingga respon dari pemerintah ataskepentingan masyarakat akan semakin cepat (Sublihardalam Nasution, 2000:25).

Alasan ke dua, menyangkut perpendekan jarakkontrol sekaligus pengendalian oleh masyarakat padaakuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, yang didalamnya termasuk pengelolaan sumber daya daerah,sehingga seluruh kebijakan publik yang diambil olehsuatu pemerintahan dapat secara mudah diakses olehmasyarakat (Bachtiar, dalam Nasution, 2000:75).

Prinsip-prinsiputamaDesentralisasi adalahmem-promosikan otonomi daerah, perencanaan ‘bottom-up’, partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam prosesyang demokratis, kendali daerah yang lebih besarterhadap sumber-sumber keuangan, serta pembagiansumber daya yang lebih berimbang antara pusat dengandaerah.

Model pemerintahan daerah yang menerapkandesentralisasi, menjadi kiblat penyelenggaraanpemerintahan daerah saat ini. Cheema dan Rondinelli(1983:14-16) mengemukakan keuntungan-keuntunganpenerapan desentralisasi sebagai berikut:

Pertama, rencana dan program pembangunandapat disesuaikandengankebutuhan-kebutuhandaerahdan kelompok yang beraneka ragam; Ke dua, dapatmemotong pemusatan kekuasaan, otoritas, dan

Page 45: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

17

penguasaan sumber-sumber berlebihan yang selama iniberada di pemerintah pusat; Ke tiga, pengetahuan dansensitivitas para pejabat pemerintah pusat mengenaimasalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan daerahakan lebihbaik; Keempat, dekatnyapemerintahdenganmasyarakat memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan efektif; Ke lima,dimungkinkan terdapatnya tekanan yang lebih besarkepada pemerintah pusat, baik secara politik maupunadministratif, untuk membuat kebijakan-kebijakanyang lebih menguntungkan daerah yang jauh dari ibukota; Ke enam, dimungkinkan akan tingkat keter-wakilan yang lebih besar dalam proses pembuatankeputusan sehingga dimungkinkan pula terdapatnyaalokasi sumber-sumber pemerintahan dan yang lebihmerata; Ke tujuh, memungkinkan adanya kemampuanadministratif yang lebih besar, baik di dalam lingkunganpemerintahan daerah maupun lembaga-lembagaswasta yang ada di daerah; Ke delapan, manajemenpemerintahan akan berjalan lebih efektif dan efisienketika ada terdapat desentralisasi; Ke sembilan,dimungkinkannya terbangunnya struktur yang lebihterkoordinasi secara efektif, baik di lingkunganpemerintahan maupun kaitannya dengan lembaga-lembaganonpemerintahan;Kesepuluh,partisipasiwarganegara di dalam perencanaan dan manajemen pem-bangunanakan lebih terlembaga. Struktur pemerintahanyang terdesentralisasi akan memungkinkan adanyapertukaran informasi, yang akan meng-hubungkantuntutan-tuntutan politik masyarakat lokal denganpemerintah pusat; Ke sebelas, merupakan tawaran baruterhadap kebijakan-kebijakan pembangunanpemerintah pusat yang sering dikritik oleh para elite

Page 46: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

18

lokal sebagai sesuatu yang tidak sensitif terhadapkebutuhan kelompok-kelompok miskin di daerahpedesaan; Ke duabelas, memungkinkan sistem ad-ministratif di semua tingkatan untuk lebih fleksibel,inovatif, dan kreatif; Ke tigabelas, pimpinan di tingkatlokal dapat meletakkan berbagai pelayanan ke arahyang lebihefektifdidalammasyarakatnya,mengembang-kan daerah-daerah terpencil ke dalam ekonomi daerah,serta mengawasi dan menilai berbagai pelaksanaanproyek-proyek pembangunan ke arah yang lebihefektif; Ke empatbelas, meningkatkan stabilitas politikdan kesatuan nasional; Ke limabelas, pelayanan danbarang-barang publik dapat disediakan secara efisiendengan biaya lebih murah.

Selain itu, manfaat Desentralisasi adalah peng-alokasian yang lebih baik dari sumber daya pemerintahyang terbatas melalui peningkatan efektifitas danefisiensi biaya pelayanan publik, meningkatkan prosesdemokratis dan membuka ruang publik yang lebihlebar dalam proses perencanaan, pelaksanaan danpengawasan pembangunan daerah, memperbesarpartisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan,termasuk membangun dialog-dialog yang produktifantarelemen masyarakat dan pemerintah dan stake-holders pembangunan di daerah, serta meningkatkantransparansi dan akuntabilitas pemerintah. Intinya, agarpemerintah semakin dekat dengan rakyat, dan semakinefektif dalam menyelenggarakan pemerintahan danpembangunan yang mendarat kepada kepentinganmasyarakat di daerah yang bersangkutan.

Esensi dari kebijakan otonomi daerah, menurutPurwo Santoso (2000), adalah transformasi sosokpenyelenggaraan pemerintahan. Semula penyeleng-

Page 47: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

19

garaan pemerintahan sifatnya sangat sentralistik.Namun ke depan, sosok tersebut harus dibuat semakindesentralistik. Corak penyelenggaraan pemerintahanyang desentralistik diperlukan agar pemerintahan itudilakukan dengan mengacupada kondisi dan keperluanlokal. Di masa lalu, yang namanya ‘lokal’ konotasinyatidak lebih dari tempat berlangsungnya sesuatu yangtelah ditentukan secara nasional. ‘Lokal’ adalah derivatdari ‘nasional’.

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya,paradigma otonomi daerah merupakan suatu konsepyang memberikan kewenangan pada pemerintahandaerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri,termasuk mengoptimalisasikan potensi sumber dayamanusia dan potensi alamnya. Tujuan ideal dari konsepini untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahandaerah agar lebih efektif dan efisien.

Dalam tataran empiris, pelaksanaan desentralisasitidakseindahyangdiungkapkan.Penerapandesentralisasidi negara-negara berkembang perlu dipersiapkan dandilaksanakan secara saksama. Apabila tidak, tidak ter-tutup kemungkinan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang jauh lebih kompleks. Hal tersebutantara lain disinyalir oleh Litvack, Ahmad, dan Birdbahwa designing decentralization policy is difficult inany country because decentralization can affect manyaspectsofpublic sectorperformanceandgenerateawiderange of outcomes. But it is particularly difficult indevelopingcountriesbecause institutions, informationandcapacity are all very weak (Litvack , 1998:7).

Dalamlatar sejarahditemuisuatukenyataan,bahwaketika Indonesia merdeka, konsep otonomi daerahsudah diundangkan sebagaimana termuat dalam

Page 48: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

20

Undang-undang Nomor 1 tahun 1945 yang kemudiandisempurnakan dalam Undang-undang Nomor 22tahun 1948 dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1957.Undang-undang tentang Pemerintah Daerah tersebutterus mengalami penyempurnaan, hingga yang terakhiradalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yangdirevisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun2004, dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999yangmerupakansuatu ‘paket’Undang-undangmengenaiOtonomiDaerah.DidalambeberapapasaldariUndang-undang tersebut, antara ada yang mengatur mengenaikerja sama luar negeri. Pada Pasal 88 ayat (1) misalnyaditegaskan,bahwadaerahdapatmengadakankerja samayang salingmenguntungkandengan lembagaataubadanluar negeri yang diatur dengankeputusanbersama.

Dengan demikian, lahirnya Undang-undangNomor 22 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32/2004 merupakan salah satu imple-mentasi dari kebijakan desentralisasi yang ditetapkanolehpemerintahpusat dalamrangka memajukan rumahtangga daerah-daerah melalui otonomi daerah.

Dillianger menyarankan tiga hal agar desentra-lisasi dapat berjalan secara efektif.(1) Merumuskan secara lebih jelas fungsi dan tanggung

jawab kepada seluruh tingkatan pemerintahan;

(2)Memberikan pada pemerintah daerah kewenanganserta pembiayaannya yang sesuai dengan fungsi yangdibebankan, memperbaharui pendapatan daerah,pemerintahdaerahmembutuhkanotonomikeuanganyang lebih besar untuk melaksanakan tanggung-jawabnya;

Page 49: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

21

(3)Keseimbangan regulasi pusat dan otonomi lokal,pengaturan secara nasional yang dapat dipertang-gungjawabkan secara tepat.(Fadilah Putra, 1999:87-88).

Selanjutnya, sebagaimana ditegaskan di dalamUndang-undang Nomor 37/1999 tentang HubunganLuar Negeri, antara lain disebutkan, bahwa hubunganluar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkutaspek regional dan yangdilakukanpemerintahdi tingkatpusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaganegara, badan usaha, organisasi masyarakat, LSM atauwarga negara Indonesia (pasal 1 ayat 1).

Uraian di atas, menukik pada suatu pemahamanbahwa setiapdaerahmemiliki kapasitasuntukmengada-kan hubungan dalam rangka memajukan daerahnyasesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlakudi dalam menjalin hubungan dan kerja sama .

B. Hubungan Internasional

Dalam memahami suatu negara dengan negaralain, maka perlu dikemukakan beberapa pendapat daripara ahli atau para pakar hubungan , dimana yangdilakukan tersebut dikenal dengan istilah hubungan,yang meskipun berbeda dalam mengemukakanpendapat atau persepsinya, sesungguhnya hal tersebutmenunjuk-kan adanya suatu dinamisasi pada disiplinilmu hubungan .

Holsti (1987:29) mengemukakan bahwa“Hubungan lebih sesuai untuk mencakup segala macamhubungan antara bangsa dan kelompok-kelompokbangsadalam masyarakatdunia dankekuatan-kekuatan,

Page 50: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

22

tekanan-tekanan, proses-proses yang menentukan carahidup, cara bertindak dan cara berpikir dari manusia”.Sedangkan dalam buku Methodology onStudy of Inter-nationalRelations,Trygve Marthsenmenyatakanbahwahubungan adalah: Suatubidang spesialisasi yangmeliputiaspek-aspek di beberapa cabang ilmu pengetahuan,sejarahbaru dalam politik dan merupakan semua aspekdari kehidupan sosial manusia dalam arti suatu negaradan dapat mempengaruhi tingkah laku manusia dinegara lain (Wiriatmadja: hal 33).

Pada dasarnya hubungan lebih mengacu kepadaseluruh bentuk hubungan, baik antarnegara secara ins-titusionalmaupun antara aktor-aktor nonnegara sebagaiunit dalamsistem .Maksudnya,bahwasistemdariprosesyang sudah berlangsung lama dan diatur di antara unit-unit yang dapat terikat dan merdeka merupakan maknapenting terjalinnya hubungan internasional. Dengandemikian, hubungan tidak hanya mengacu pada salahsatu aspek namun pada segala aspek yang menyangkuthubungan antaraktor.

Selanjutnya untuk menganalisis setiap fenomenayang terjadi dalam masyarakat , maka layak disimakapa yang dimaksud dengan sistem. Menurut K.J.Holsti(1987:32) misalnya: Sistem merupakan suatu kumpulankesatuan politik yang independen seperti suku, negara,kota, bangsa, dan kerajaan yang ber dalam frekuensitinggi dalam proses yang teratur .

Seiring dengan perkembangan yang terjadidalamsistem, terdapatperluasandalam hal isu-isu, aktor-aktor, dan arena, dimana isu-isu yang mengemukadalam hubungan tidak lagi melulu berputar di sekitarisu-isu highpolitics semata, akan tetapi juga berkembangdi sektor low politics. Sementara itu pada tataran aktor,

Page 51: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

23

terjadi perluasan dimana aktor dalam hubungan tidaklagi didominasi negara, tetapi juga ditandai olehmunculnya aktor-aktor laindi luar negara yang ternyatasignifikan dalam hubungan . Dapat dikatakan bahwadlam arena hubungan tidak lagi berkutat pada hal-hal yang rigid seperti teritorial yuridiksi, kedaulatan,ataupun negara dalam batas-batas yang ajeg. Namunterjadihubunganyang lebihdinamis, lintasbatas,bahkantanpa batas, bahkan hampir tidak mengenal jarak lagiyang disebabkan olehadanya proses globalisasi.

1. Interaksi dan Kerja Sama Internasional

Layaknya manusia, aktor-aktor yang tergabungdalam sistem tidakdapathidup sendiri untukmemenuhikebutuhan hidupnya. Manusia membutuhkan bantuanmanusia lain untuk hidup. Begitu juga dengan sebuahnegara misalnya, yangmemerlukan bantuandari negaralain.Dengan kata lain, aktor-aktor dalam sistem ituakanberinteraksi untuk memenuhi kebutuhannya.

Interaksi internasional adalahproses komunikasidan pertukaranyang secara politik relevanantara aktor-aktordalamsistem.Misalnyamerekaakanmerefleksikantujuan, sumber daya dan tindakan-tindakan dari paraaktor tersebut, dan mereka akan dipengaruhi olehkonteksnya dan tingkatan yang muncul.

Hubungan sendiri pada dasarnya merupakanantaraktor maupun kesatuan sosial tertentu, dimanatersebut biasanya berlangsung dalam suatu sistem.Sebagianbesar yang berlangsung dalam sistem ini secararesmi dimulai oleh negara, walaupun tidak menutupkemungkinan adanya organisasi-organisasi antar-

Page 52: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

24

pemerintah maupun organisasi nonpemerintah untukikut berperan serta, akan tetapi organisasi-organisasiini lebih sering digunakan sebagai setting institusionaluntuk antarnegara (Coplin, hal 252).

Dalam pelaksanaannya, ini tidakhanya terbataspada hubungan normal saja, sehingga dalam tersebutkadang mengalami kelekatan yang dapat menimbul-kan kerja sama, atau bahkan mungkin dalam tersebuttidak tercapai kesepakatan sehingga dapat juga me-nimbulkan konflik.

Sebagian besar transaksi dan antarnegara dalamsistem sekarang bersifat rutin dan hampir bebas darikonflik. Berbagai jenis masalah nasional, regional danglobal bermunculan dan memerlukan perhatian dariberbagai negara. Dalam banyak kasus yang terjadi,pemerintah saling berhubungan dengan mengajukanalternatif pemecahan perundingan atau pembicaraanmengenai masalah yang dihadapi; mengemukakanberbagai bukti teknis untuk menopang pemecahanmasalah tertentu, dan mengakhiri perundingan denganmembentuk beberapa perjanjian atau saling pengertianyang memuaskan bagi semua pihak, proses seperti inibiasa disebut kerja sama atau kooperasi (Holsti,1987:650).

Kerja sama dapat berlangsung dalam berbagaikonteks yang berbeda. Banyak di antara hubungan danyang berbentuk kerja sama, terjadi secara langsungantara dua pemerintah yang memiliki kepentingan ataumeng-hadapi masalah serupa secara bersamaan.

Page 53: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

25

2. Bentuk-bentuk Kerja Sama

Secara teoretis, istilah kerja sama (cooperation)telah lama dikenal dan dikonsepsikan sebagai suatusumber efisiensi dan kualitas pelayanan (lihat Rosen,1993). Kerja sama telah dikenal sebagai cara yang jituuntukmengambilmanfaatdari skalaekonomi(economiesof scales). Pembelanjaan atau pembelian bersama,misalnya, telah membuktikan keuntungan tersebut,dimana pembelian dalam skala besar atau melebihi“threshold points”, akan lebih menguntungkan daripada dalam skala kecil. Melalui kerja sama tersebutbiaya overhead (overhead cost) akan teratasi meskipundalam skala yang kecil. Sharing dalam , misalnya, akanmemberikan hasil akhir yang lebih memuaskan sepertidalampenyediaan fasilitas danperalatan, serta pengang-katanspesialis dan administrator. Kerja sama juga dapatmeningkatkan kualitas pelayanan, misalnya dalampemberian atau pengadaan fasilitas, di mana masing-masing pihak tidak dapat membelinya sendiri. Dengankerja sama, fasilitas pelayanan yang mahal harganyadapat dibeli dan dinikmati bersama, seperti pusatrekreasi, pendidikan orang dewasa, transportasi, dsb.Kerja sama antar-Pemerintah Daerah adalah suatubentuk pengaturan kerja sama yang dilakukan antar-pemerintahan daerah dalam bidang-bidang yangdisepakati untuk mencapai nilai efisiensi dan kualitaspelayanan yang lebih baik.

Secara historis, mekanisme kerja sama antar-pemerintah lokal telah menjadi isu penting di negaramaju (lihat Henry, 1995) dimulai daribidangyang sangatterbatas seperti kepolisian dan pemadam kebakarandi mana antara satu kota dengan kota lain telah dilaku-

Page 54: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

26

kan perjanjian kerja sama saling membantu meng-hadapi krisis seperti kebakaran dan bencana lainnya.Dalam perkembangan lanjutan, mekanisme kerja samaini tidak hanya diterapkan pada situasi “emergency”saja, tetapi juga pada pengaturan kerja sama untukmembeli jenis-jenis pelayanan tertentu dari perusahaanswasta atau dari pemerintah lain, ataupun dari NGOs.Khusus “cooperative agreements” yangdilakukanantar-pemerintah Daerah semula lebih ditujukan pada: 1)kegiatan tunggal, 2) berkenaan dengan pelayananketimbang fasilitas, 3) tidak bersifat permanen, 4)sebagai “standby provision” yang baru dilaksanakanbila kondisi tertentu terjadi, dan 5) diperkenankan/diijinkan oleh badan legislatif.

3. Prinsip-Prinsip Kerja Sama

Agar berhasil, dalam pelaksanaannya maka suatukerja sama memerlukan prinsip-prinsip umum sebagai-mana terdapat dalam prinsip “good governance” (lihatEdralin, 1997). Beberapa prinsip di antara prinsip GoodGovernance yang ada dapat dijadikan pedoman dalammelakukan kerja sama antarpemerintah Daerah, yaitu:1. Transparansi

Pemerintahan Daerah yang telah bersepakat untukmelakukan kerja sama harus transparandalam mem-berikan berbagai data dan informasi yang dibutuh-kan dalam rangka kerja sama tersebut, tanpa ditutup-tutupi.

Page 55: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

27

2. AkuntabilitasPemerintah Daerah yang telah bersepakat untukmelakukan kerja sama harus bersedia untuk mem-pertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan,dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatanyang terkait dengan kegiatan kerja sama, termasukkepada DPRD sebagai wakil rakyat, atau kepadaparapengguna pelayanan publik.

3. PartisipatifDalam lingkup kerja sama antar Pemerintah Daerah,prinsip partisipasi harus digunakan dalam bentukkonsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukantujuan yang harus dicapai, cara mencapainya danmengukur kinerjanya, termasuk cara membagikompensasi dan risiko.

4. EfisiensiDalam melaksanakan kerja sama antarPemerintahDaerah ini harus dipertimbangkan nilai efisiensi yaitubagaimana menekanbiaya untukmemperoleh suatuhasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biayayang sama tetapi dapat mencapai hasil yang lebihtinggi.

5. EfektifitasDalam melaksanakan kerja sama antarPemerintahDaerah ini harus dipertimbangkan nilai efektifitasyaitu selalu mengukur keberhasilan dengan mem-bandingkan target atau tujuan yang telah ditetapkandalam kerja sama denganhasil yang nyata diperoleh.

6. KonsensusDalam melaksanakankerja sama tersebut harusdicarititik temu agar masing-masing pihak yang terlibatdalam kerja sama tersebut dapat menyetujui suatu

Page 56: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

28

keputusan. Atau dengan kata lain, keputusan yangsepihaktidakdapatditerimadalamkerja samatersebut.

7. Saling menguntungkan dan memajukanDalam kerja sama antarPemerintah Daerah harusdipegang teguh prinsip saling menguntungkan dansalingmenghargai. Prinsip iniharusmenjadipegangandalam setiap keputusan dan mekanisme kerja sama.

Selainenamprinsipumumdiatas,beberapaprinsipkhusus yang dapat digunakan sebagai acuan dalamkerja sama oleh Pemerintah Daerah, yaitu:1. Kerja samatersebutharusdibangununtukkepentingan

umum dan kepentingan yang lebih luas;

2. Keterikatan yang dijalin dalam kerja sama tersebutharus didasarkan atas saling membutuhkan;

3. Keberadaan kerja sama tersebut harus saling mem-perkuat pihak-pihak yang terlibat;

4. Harus ada keterikatan masing-masing pihak terhadapperjanjian yang telah disepakati;

5. Harus tertib dalam pelaksanaan kerja sama sebagai-mana telah diputuskan ;

6. Kerja sama tidak boleh bersifat politis dan bernuansaKKN;

7. Kerja sama harusdibangundi atas rasa salingpercaya,saling menghargai, saling memahami dan manfaatyang dapat diambil kedua belah pihak.

Lalu bagaimana dengan kerja sama luar negeriyang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung.Uraianberikut inidapatdijadikanacuandalampelaksana-annya.

Page 57: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

29

Pertama, pihak-pihak yang bekerja sama dapatmembentuk kekuatan yang lebih besar. Dengan bekerjasamakekuatandarimasing-masingpihakdapat disinergi-kan untuk menghadapi ancaman lingkungan atau per-masalahan yang rumit sifatnya dari pada kalauditangani sendiri.

Kedua, pihak-pihak yang bekerja sama dapatmencapai kemajuan yang lebih tinggi. Dengan bekerjasamamasing-masingpihakakanmentransferkepandaian,keterampilan dan informasi, misalnya daerah yang satuakan belajar kelebihan dan kepandaian dari daerahyang lain. Setiap daerah/pihak akan berusaha memaju-kan atau mengembangkan dirinya dari hasil belajarbersama.

Ketiga, pihak-pihak yang bekerja sama dapatlebih berdaya. Dengan bekerja sama, masing-masingdaerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yanglebih baik, atau lebih mampu memperjuangkankepentingannya.

Keempat, pihak-pihak yang bekerja sama dapatmemperkecil atau mencegah konflik.

Kelima, masing-masing pihak yang bekerja samaakan memelihara keberlanjutan penanganan bidang-bidangyangdikerjasamakan.Dengankerja samatersebutmasing-masing pihak memiliki komitmen untuk tidakmenghianati partnernya tetapi memelihara hubunganyang saling menguntungkan secara berkelanjutan.

C. Gambaran Umum Kota Bandung

Kota Bandung memiliki posisi strategis dalamsumbangannya terhadap berbagai sektor pembangunan

Page 58: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

30

diPulauJawa, khususnyaProvinsi JawaBaratdan sekitar-nya. Pada masa kolonial Belanda, kota ini direncanakanuntuk menjadi ibu kota pemerintahan yang modern,dengan pertimbangan letak geografisnya yang beradadi “pedalaman” sehingga sulit diserang dari laut.

Sekarang ini, Bandung adalah titik pertemuanjalan-jalan provinsi yangmenghubungkan Ibukota danarea-area produksi di sekeliling Bandung. Dengankemudahan akses dari ibu kota (sekitar 2 jam), banyakpenduduk dari yang menikmati akhir pekannya diBandung. Iklim yang sejuk dengan temperatur rata-rata 30 derajat celcius, membuat Bandung diminatisebagai area favorit untuk bermukim serta ideal bagisentra pemerintahan maupun kota wisata.

Bandung adalah kota yang multietnik walau-pun budaya Sunda masih memegang peranan dalamhidup keseharian. Baik masyarakat Sunda maupunetnik pendatang menggunakan bahasa Sunda atauIndonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.Meskipun ada risiko kemungkinan segregasi etnis,kemajemukan Bandung menciptakan saling hormatdan kerja sama dari pendudukdemi kemajuan kotanya.Telah dibuktikan bahwa Bandung adalah kota teramandi Indonesia pada kurun waktu Mei 1997 (PemkotBandung, Bandung In A Nutshell, 2000:11).

Visi kotaDalamkontekspembangunannasional,periode sekarang termasuk ke dalam PembangunanLima Tahun yang Pertama (1994-1999) dalam Pem-bangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II: 1994-2009)yang terbagi dalam tahapan-tahapan Rencana Pem-bangunanLima Tahun (Repelita). TujuanPem-bangunanJangka Panjang ini adalah sebagai berikut: 1) Pem-bangunan ekonomi untuk menciptakan dasar-dasar

Page 59: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

31

ekonomi perkotaan yang teratur dan mandiri; 2)Pem-bangunan sosial-budaya sebagai dasar pariwisata,termasuk wisata konvensi; 3) Penciptaan suasana yanglebih baik untuk pengembangan sains dan teknologi.Sementara Propinsi Jawa Barat memiliki programDAKABALAREA (Dahareun loba, Kabeuli ku ra’yat,Barudak bisa sakola tur ra’yat jagjag waringkas, Layananumum ningkat hade tur rancage, Reformasi dilaksana-keun,Anumiskinnguranganturnu iman jeungnutaqwa)yang artinya Makanan banyak, Terbeli oleh rakyat,Anak-anak masih tetap sekolah dan masyarakat secarafisik hidup sehat, pelayanan umum mudah, tidak birok-ratis danmembebani masyarakat, bahkan tidak menim-bulkan biaya tinggi, reformasi dilaksanakan, keluargamiskin ber-kurang serta yang beriman dan bertaqwabertambah, maka Kota Bandung memiliki beberapakekuatan dari fungsinya sebagai Pusat Pemerintahan,PusatPendidikanTinggi, IlmuPengetahuandanPenelitian,Pusat Perdagangan, Pusat Industri Pusat Budaya danTurisme, dan sebagai Etalase Jawa Barat.

Dalam menggapai visinya, Bandung melihatperlunya dikembangkan sistem informasi perkotaanyang lebih dan profesional baik untuk masyarakatmaupun investor. Pemasalahan utama dalam mencapaitujuan-tujuan tersebut terletak pada pola pemikirandalam pelaksanaan program yang telah dirancang.Sangat diperlukan adanya pergeseran dari pendekatanpembangunan secara fisik semata, menjadi lebih padapenekanan perspektif sosio-ekonomi dengan program-program berbasiskan masyarakat. Masyarakat lebihdiberdayakan untuk mengembangkan inisiatif dalampendidikan, kesehatan, rekreasi dan hiburan, sertaberbagai fasilitas publik lainnya. Hal ini kan menjadi

Page 60: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

32

menjadi bagian dari keseluruhan usaha untuk meng-gunakan setiap potensi sumber daya, menuju padapenciptaan daya tarik ekonomi perkotaan, pelayananmasyarakat serta juga untuk menarik minat investorberdasarkan daya dukung lingkungan yang ada.Dengan demikian, program yang menjadi prioritasutama untuk menciptakan Bandung yang genah,merenah dan tumaninah (nyaman, menyenangkan dantertib/teratur) dalam Tatar Bandung 2020 yang cergasdan ramah.

1. Sister City dan Forum Kerja Sama Kota Bandung

Sister city ataudikenal juga dengan town twinning(kota kembar) merupakan suatu konsep kerja samaantara dua kota yang secara geografis dan politik serupadan bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar-budaya dan individu. Istilah twin town ini, walaupunbukan keharusan, seringkali memiliki demografis dankarakteristik-karakteristik yang serupa. Konsep ini bisajugadigambarkansebagai sebuahbentuk“sahabatpena”,hanya saja disini yang berhubunganadalah kota dengankota di negara yang berbeda. Konsep sister city sering-kali mengarah pada program pertukaran pelajar antaradua kota tersebut.(wikipedia)

Hubungan dalam konsep sister city ini diwujud-kan melalui kesepakatan formal antara dua pemerintahlokal dari dua negara yang berbeda, dimana biasanyadalam suatunegara hanya terdapat satukerja sama sistercity saja. Tujuan dari sister city sendiri untuk mengem-bangkan program kerja sama yang sedang berjalan danbiasanyameliputidanmanajemendarikeduapemerintah

Page 61: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

33

lokal,dan jugauntukmeningkatkanperananmasyarakatkota kedua negara yang melakukan program ini dalamkerja sama yang dilakukan. Misinya antara lain untukmeningkatkan hubungan yang memiliki keuntunganbermutu untuk kedua belah pihak (dalam hal ini kedua kota).

Konsep sister city ini mulai dikembangkan setelahberakhirnya PerangDunia II. Pada tahun 1950an, konsepsister city ini dilegalkan dengan adanya dukungan dariPresiden Amerika Serikat, Eisenhower, yang mewujud-kannya dengan protokol . Dewasa ini program sistercity telah meningkatkan solidaritas dan meningkatkanper-damaian dunia melalui pertukaran kebudayaanantar kota dalam negara-negara. Program tersebutmeliputi pertukaran pemikiran, pertukaran individu,dan material yang melibatkan berbagai budaya, tingkatpendidikan, olah raga, pegawai pemerintahan, sertateknisi-teknisi dan profesional suatu proyek pengem-bangan.

Kerja sama antarpemerintah daerah merupakansuatu isu yang perlu diperhatikan pemerintah saat inimengingat perannya dalam menentukan ketahanannegara, dan melihat begitu banyak masalah dankebutuhanmasyarakat di daerah yang harus diatasi ataudipenuhidenganmelewati batas-bataswilayahadminis-tratif. Untuk mensukseskan kerja sama ini diperlukanidentifikasi isu-isu strategis, bentuk atau model kerjasama yang tepat, dan prinsip-prinsip yang menuntunkeberhasilan kerja sama tersebut.

Mandat untuk membina hubungan kerja samatelah diungkapkan dalam Nomor 22 Tahun 1999 sejak1 Januari 2000 yang kemudian direvisi melalui Undang-

Page 62: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

34

undang Nomor 32 Tahun 2004. Hal ini menunjukanbahwa Pemerintah RI memang telah menyadari artipentingnya kerja sama ini. Namun sangat disayangkanbahwasampai saat ini kebijakan tersebutbelum ditindak-lanjuti dengan peraturan pelaksanaan yang bersifatteknis. Dan sebagai akibatnya berbagai kebijakan lamadi Departemen Dalam Negeri yang mengatur tentangkerja sama antardaerah masih digunakan seperti:

1. Permendagri No 6 Tahun 1975 tentang Kerja samaantar Daerah.

2. Kepmendagri Nomor 275 Tahun 1982 tentangPedoman Kerja sama Pembangunan antar Daerah.

3. SE-Mendagri No 114/4538/PUOD tanggal 4Desember 1993 tentang Petunjuk PelaksanaMengenai Kerja Sama Antar Daerah.

4. SE-Mendagri No 193/1652/PUOD tanggal 26 April1993tentangTataCaraPembentukanHubunganKerjasama antar Propinsi (Sister Province) dan antar kota(Sister City) dalam dan Luar Negeri.

Harus diakui bahwa kebijakan-kebijakan yangtelah berumur lebih dari satu dekade ini kurang meng-akomodasikan situasi dan kondisi saat ini, sehinggadi masa mendatang harus segera diformulasikankebijakan-kebijakan baru yang lebih sesuai. Karenabegitu pentingnya kerja sama tersebut, maka setelahdiberlakukan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004ini, berbagai peraturan pemerintah dan peraturanpelaksanaan lainnya harus segera dibentuk.

Forum kerja sama Pemerintah Kota Bandung telahmengawali program-program kerja samanya denganberbagai kota dari luar negeri sejak 1960. Kota mitra

Page 63: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

35

(sister city) pertama adalah Braunschweig dari Jermanpada tahun 1960 di bidang budaya, pendidikan danpelatihan, pertukaran pemuda, kunjungan kerja,ekonomi dan perdagangan. Kerja sama kedua diluncur-kanpada tahun1990denganFortWorth,Texas,AmerikaSerikat. Program ini meliputi ekonomi, perdagangan,turisme, sains dan teknologi, administrasi, pendidikan,budaya, kesejahteraan sosial, pemuda, olahraga, dankunjungan kerja. Kota mitra ketiga adalah Suwon dariKorea Selatan sejak tahun 1997 di bidang ekonomi,perdagangan, sosio-ekonomi dan lain-lain. Programkota mitra yang sedang direncanakan berikutnyaadalah dengan Enschede dari Belanda. Program kerjasama juga dilakukan dengan berbagai pemerintahdaerah di sekeliling Bandung, intitusi dan organisasilokal, nasional dan seperti Bank Dunia, GTZ, BankPembangunan Asia, IULA-Aspac, BKS-AKSI, Asia Urbs,City-Net, dan sebagainya.

2. Program “Sister City” PemerintahKota Bandung

Pengaplikasian dari otonomi daerah salahsatunya adalah dengan adanya program kerja samaSister city atau dikenal juga dengan town twinning (kotakembar) merupakan suatu konsep kerja sama antaradua kota yang secara geografis dan politik serupa danbertujuan untuk meningkatkan hubungan antar budayadan individu. Hubungan sister city dibentuk berdasar-kan persetujuan formal di antara dua pemerintah lokaldari dua negara yang berbeda.

Page 64: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

36

Tujuan dari sister city adalah untuk mengem-bangkan program kerja sama yang sedang berjalan danbiasanyameliputidanmanajemendarikeduapemerintahlokal,dan jugauntukmeningkatkanperananmasyarakatkota kedua negara yang melakukan program ini dalamkerja sama yang dilakukan.

Dasarbagihubungan luarnegeriolehpemerintahlokal adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintah Daerah. Dalam beberapa pasalUndang-undang tersebut mengatur soal kerja sama.Pasal 88 ayat (1) misalnya disebutkan, bahwa daerahdapat mengadakan kerja sama yang salingmenguntung-kan dengan lembaga/badan luar negeri yang diaturdengan keputusan bersama.

Bagi Kota Bandung,hubungankerja sama denganpemerintah daerah negara lain ini sangat menguntung-kan, karena selain bisa mempererat hubungan antarkeduanya, juga bisa lebih saling mengenal daerahmasing-masingnegara. Prinsip desentralisasi inididukungoleh adanya Undang-undang dengan PemerintahanDaerah yang lebih popular disebut undang-undangOtonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, yang direvisimenjadiUndang-undangNomor32/2004danUndang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang mengaturmasalah kerja sama luar negeri yang dilakukan olehPemerintahDaerah.Undang-undang ini, yangkemudiandijadikan landasan Pemerintah Kota Bandung untukmelakukanhubunganluarnegeri.Kerja samainidimaksud-kan untuk menjadikan manajemen Kota Bandungmenjadi lebih baik dengan melibatkan partisipasi darimasyarakatnya.

SelainUndang-undangdi atas,masihadaUndang-undang yang menjadi landasan bagi Pemerintah Kota

Page 65: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

37

Bandung untuk melakukan hubungan kerja sama luarnegeri, yaitu Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999yang menyatakan bahwa hubungan luar negeri adalahsetiap kegiatan yang menyangkut aspek regional danyang dilakukanpemerintah di tingkat pusat dan daerah,atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badanusaha, organisasi masyarakat, LSM atau warga negaraIndonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandungberhak untuk melakukan hubungan kerja sama luarnegeri yang dalam hal ini oleh pemerintah KotaBandungdiwujudkan dengan pembentukan hubungankemitraan dengan pemerintah daerah di negara lain,yang biasa disebut dengan hubungan sister city.

“Sister City”Antara Bandung – Braunschweig

Braunschweig adalah kota terbesar kedua diNiedersachsen, berpenduduk sekitar 250 ribu jiwa(http://id.wikipedia.org). Di sini banyak terdapatlembaga-lembaga penelitian nasional, bahkan menurutsurvei yang baru, daerah Braunschweig dan sekitarnyamem-punyai pengeluaran per kapita terbesar untukEropa dalam hal penelitian. Universitas teknik tertuadi Jerman juga terletak di kota ini. Selain itu terdapatindustri automobil dan penunjangnya.

Landasan atau dasar dari keinginan KotaBraunschweig dan Bandung mengadakan partnership/Mitra Kota berawal dari saran Prof. Dr. George Eckertstaf UNESCO, yang berpijak dari kenyataan bahwakedua kota ini terdapat Perguruan Tinggi Keguruan(PadagogisheHochsule)diBraunschweigdandiBandung

Page 66: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

38

terdapat Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan yangpada saat itu bernama P.T.P.G (Perguruan Tinggi Pen-didikan Guru).

Pada tanggal 24 Juni 1959 Pemerintah Indonesiayang diwakili oleh Majoenani dari Atase KebudayaanRI di Bonn mengemukakan hasrat untuk mengadakanHubungan Persahabatan kedua kota (Bandung-Braunschweig). Guna merealisasikan hubungan per-sahabatan ini, maka pada bulan September 1959diadakan pertemuan khusus antara Duta Besar RI, Dr.Zairin Zain dengan Prof. Dr. George Eckert; dan dalamseminar tanggal 10 Mei 1960, secara resmi hal inidisampaikan oleh Atase Kebudayaan RI yang padawaktu itu dijabat oleh Rochmat Hardjono kepadaHans Gunther Weber (Direktur Kota Braunschweig) diBalaikota Braunschweig. Selanjutnya, pada tanggal 18Mei 1960, DPR Kota Braunschweig menyetujui usultersebut secara bulat.

Pada tanggal 24 Mei 1960 di Museum KotaBraunschweig dalam upacara khusus diresmikan per-sahabatan ke dua kota tersebut yang ditandai denganpenandatanganan Piagam Ikatan PersahabatanBandung-Braunschweig, dari pihak Indonesia diwakilioleh Duta Besar RI , Dr. Zairin Zain dan dari pihakJerman diwakili oleh Hans Gunther Weber (DirekturKota) danOberburgermeister (Walikota Braunschweig),Ny. Martha Fuchs. Piagam Persahabatan itu barudisempurnakan setelah ditandatangani oleh Wali KotaBandung R. Priatna-kusumahdisaksikan oleh300 orangtokoh-tokoh Bandung serta utusan Braunschweig Prof.Dr. George Eckert. Peristiwa bersejarah ini terjadi padatanggal 2 Juni 1960 di Bandung.

Page 67: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

39

Kerja sama tersebut didasarkan pada pertim-bangan, bahwa kerja sama ini harus memiliki landasanhukum yang kuat sehingga diakui oleh dunia inter-nasional maka hubungan yang telah berjalan selama40 tahun dengan Piagam Persaudaraan diperbaharuidengan MoU (Memorandum of Understanding) yangditandatangani oleh Wali Kota Bandung AA Tarmanadan Walikota Braunschweig Werner Steffens padatanggal 19 Juni 2000 di Kota Braunschweig- RepublikFederal Jerman.

Program Kerja SamaBandung – Braunschweig

Kerja sama yang berlangsung kurang lebih 40tahun telah menghasilkan beberapa kegiatan yangdapat meningkatkan hubungan antara kedua kota.Manfaat yang dapat diambil dan dirasakan antara lainbidang kebudayaan dan pendidikan dan Pelatihan.

Selain itu, telah diadakan pula program pelatihandanpendidikanyangdiikutiolehkomponenmasyarakatlainnya seperti: a) Program Redaktur Radio Lehrgang,b) Program Pelatihan Hotel danGastronomi (Restoran),c)ProgramStudiDosen,Mahasiswa,d)ProgramPelatihanPerawat, e) Program Pelatihan Percetakan/Grafika, f)Program Peningkatan Sektor Pariwisata, g) ProgramOlah Raga, h) Program Pertukaran Pemuda, i) ProgramKunjungan, j) Program Ekonomi dan Perdagangan, k)Pembangunan Gedung Gelanggang Generasi MudaBandung yang terletak di Jl. Merdeka Nomor 64Bandung.

Page 68: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

40

“Sister City” AntaraBandung – Forth Worth

Berawal dari saran Prof Dr Ing BJ Habibie yangpada waktu itu menjabat sebagai Menteri Riset danTeknologi yang juga menjabat Direktur Utama IPTN(sekarang PT Dirgantara Indonesia), mengharapkanuntuk menjalin Mitra Kota/Sister Citys antara KotaBandungdenganKotaFortWorth-Texas,Amerika Serikat.Dasar kerja sama mitra kota ini dilatarbelakangi olehkerja sama IPTN dengan Pabrik Helikopter BELL.

Setelah didahului beberapa penjajagan,pemerintah Kotamadya Dati II Bandung berhasratmenciptakan hubungan kemitraan dengan Kota FortWorth. Penanda-tangan MoU Mitra Kota antara Kota-madyaBandung dengan Kota Fort Worth dilaksanakanpada tanggal 2 April 1990 oleh Walikotamadya DatiII Bandung Ateng Wahyudi dan Walikota Fort WorthBob Bolen.

Program Kerja SamaBandung – Fort Worth

Kerja sama yang telah dilaksanakan serta manfaatyang dapat dirasakan yaitu di bidang 1) Ekonomi,Perdagangan, Industri dan Pariwisata, 2) IlmuPengetahuan, Teknologi, dan Administrasi, 3) Pemudadan Olah Raga, 4) Sosial dan Kemasyarakatan.

Adapun program Jangka Panjang dengan KotaFort Worth meliputi: Dalam Bidang Pendidikan, Universitas Padjadjaran

melalui Studi IlmuKeperawatan Fakultas Kedokteranakan membuka kerja sama dalam hal peningkatan

Page 69: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

41

sumber daya tenaga edukatif PSIK UNPAD melaluiprogram beasiswa untuk melanjutkan pendidikanke jenjang yang lebih tinggi dengan kontak personDr. Carolyn Spence Cagle.

Dalam Bidang Pengairan, Pemerintah Kota FortWorth akan membantu PDAM Kota Bandung dalamhal Tenaga Ahli di Bidang Air Bersih dan Air Kotoruntuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Mengusahakan bantuan Negara Amerika untukKota Bandung melalui Kota Fort Worth untuk Pem-bangunan di Kota Bandung.

Mengintensifkan hubungan dengan Kota Fort Worthmelalui jalur internet.

Dalam Bidang Kesehatan Pemerintah Kota Bandungmelalui RS Hasan Sadikin akan membuka Websitetentang kesehatan bekerja sama dengan Universityof North Texas Health Science Center.

Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Kota Bandungakan mengadakan kegiatan Tour Operator denganmengundang Tour Operator dari Fort Worth besertaInvestor dan Pengusaha Potensial untuk datang keKota Bandung.

D. Realisasi Program Kerja Sama Program kerja sama Bandung-Fort Worth

Adapun realisasi dari program kerja samaBandung-Fort Worth antara lain:1. Sumbanganperalatan Baseball untukperkembangan

olah raga base ball di Kota Bandung, pelatihan

Page 70: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

42

langsung diberikan kepada para pelatih Base ballPerbasi Kota Bandung pada tahun 1985;

2. Bantuan kepada 6 (enam) Panti Asuhan di KotaBandung;

3. Bantuan bagi biaya pelatihan dan belajar bagi pe-ningkatan sumber daya manusia dari Kota Bandung;

4. Bantuan Program “Emergency Preparedness”.

“Sister City” Antara Bandung - Suwon

Kota Mitra (Sister City) Bandung yang termudaadalah Suwon, Korea Selatan. Inisiatif pertama berawaldari Pemerintahan Kota Suwon yang berkeinginanmengadakan Mitra Kota dengan Kotamadya Bandung,yang disampaikan melalui kedutaan Besar RI di Seouldan Dirjen HELN Departemen Luar Negeri untuk di-sampaikan kepada Menteri Luar Negeri RI. Kerja samatersebut mencakup Bidang Ekonomi, Perdagangan,Pariwisata, Iptek, Pendidikan, Kebudayaan, Kesejah-teraan, Pemuda dan Olah Raga.

Program kerja sama yang dilaksanakan antaraKota Suwon-Rep. Korea belum memberikan hasil yangoptimal, dikarenakan pada saat kerja sama ini berjalan,Indonesia dan Korea mengalami krisis ekonomi, ter-utama pada periode 1998-2000, namun hal itu bukanmenjadi hambatan bagi kedua kota, yang dibuktikandengan telah dilakukannya pembicaraan dan diskusiantara lain:

1. Delegasi Bisnis Kota Suwon telah mengadakan pem-bicaraan dengan Kadin Kota Bandung pada BulanJuni 2000, dimana pada saat itu Pengusaha Kota

Page 71: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

43

Bandung telah memberikan informasi tentangkegiatan bisnis dan ekonomi di Kota Bandung.

2. Bidang Pemuda dan Olah Raga, Kota Bandung telahdiberi kesempatan mengirimkan tim sepak bolajunior 18 tahun yang diwakili oleh Persib Junior.Hal ini merupakan suatu peluang emas karena diberikesempatan mengadakan uji coba lapangan sepakbola yang akan digunakan Piala Dunia Sepak Bola2002, sekaligus menjadi nilai tambah dalammeningkatkan teknik dan stamina bagi pemainmuda dalam pertandingan persahabatan Sepak BolaJunior tersebut, sehingga tercipta pemain yangberprestasi di Kota Bandung khususnya, dan tingkatNasional pada umumnya. Dalam berbagai bentukKunjungan Kerja juga sering dilakukan dilanjutkandengan diskusi danpembicaraan sebagai usaha untukmeningkatkan kerja sama antara kedua kota.

Sedangkan program Jangka Panjang denganKota Suwon: KadinKotaBandungakanbekerja samadenganKadin

Kota Suwon untuk membuka pusat perdagangan,ekonomi dan industri di Kota Suwon, yang padaawalnya Kadin Kota Bandung akan mengirim profilperusahaandanproduk.

Pemerintah Kota Bandung dan Kota Suwon akanmelaksanakan studi banding antara pegawaipemerintahan untuk mempelajari manajemenpemerintahan masing-masing kota selama empatbulan.

Page 72: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

Dalam bidang Olah Raga Kota Bandung melaluiPersib Bandung (merencanakan) mengadakan kerjasama dengan klub sepak bola Blue Wings Samsunguntuk meningkatkan kemampuan teknik sepak bola.

Dalam bidang invesasi, pemerintah Kota Bandungmelalui Kantor Penanaman Modal Daerah (KPMD)bekerja samadenganSamsung industrimerencanakanpembangunan industri elektronik dengan nama“Samsung City Valley” di Kota Bandung.

E. Simpulan

Pesatnya perkembangan teknologi dewasa initelah memacu semakin intensifnya antarnegara danantarbangsa di dunia. Meningkatnya intensitas tersebuttelah mempengaruhi pula potensi kergiatan ekonomi,politik, sosial dan budaya Indonesia dengan pihak luar,baik itu dilakukan oleh Pemerintah, organisasi non-pemerintah, swasta dan perseorangan. Kenyataan inimenuntut tersedianya suatu perangkat ketentuan untukmengatur tersebut, selain ditujukan untuk melindungikepentingan negara dan warga negara, dan bahkanpada gilirannya dapat memperkokoh Negara KesatuanRepublik Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintahtelah mengundangkan Undang-undang Nomor 37Tahun1999 tentangHubunganLuarNegeridanUndang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian. Kedua Undang-undang ini memberikan landasan hukumyang kuat bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri,pelaksanaan politik luar negeri dan pembuatan per-janjian. Ke dua perangkat hukum ini menandai dibuka-

Page 73: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

nya paradigma baru bagi Indonesia dalam melakukanhubungan luar negeri untuk memenuhi tuntutan zamanyang bergerak cepat.

Dengan adanya paradigma baru ini, tentunyamengubah pemahaman yang selama ini ada bahwahubungan luar negeri merupakan monopoli negara(stateactors). Sebagai contohUndang-undangmengenaiPemerintahan Daerah (Undang-undang OtonomiDaerah) memberikan kemungkinan Daerah untukmengadakan hubungan dan kerja sama dengan pihakasing.

Makin beragamnya aktor hubungan luar negeriselain negara (non-state actors) seperti organisasi-organisasi , LSM, perusahaan multinasional, kelompok-kelompok minoritas, individu dan bahkan PemerintahDaerahharusdianggapsebagaisuatupotensibagiperjuangandiplomasi Indonesia pada lingkup hubungan. Ragamaktor tersebut dapat digunakan Indonesia sebagaimodel diplomasi multi-jalur (multitrack diplomacy)untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik luar negeriIndonesia. Dengan kata lain, hubungan dan kerja samaluar negeri dapat juga dijalankan oleh para pedagang,pengusaha, ilmuwan,politisi,parapejabatdaerah,maha-siswa, wisatawan dan sebagainya. Tentunya hubungandan kerja sama luar negeri dimaksud harus sejalan dantidak boleh bertentangan dengan kebijakan politik luarnegeri.

Diplomasi multi-track dalam melaksanakanpolitik luar negeri berakibat pada munculnya elemen“transendental”yangmenipiskan sekat tebal yangmeng-hubungkan faktor dan faktor domestik dalam mengeloladiplomasi.Artinya, diplomasi tidak lagi hanya dipahamidalam kerangka peranan pusat untukmemproyeksikan

Page 74: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

46

kepentingan nasional Indonesia ke luar, tapi jugamenuntut kemampuan dan kejelian para pejabat daninstansi terkait untuk “mengkomunikasikan perkem-bangan-perkembangandunia luar kedalam negeri”.Halini bisa disebut sebagai pola “intermestik”, sehinggamanfaat dari hubungan luar negeri dapat benar-benardiarahkan untuk mencapai kepentingan nasional kita.

Selanjutnya sehubungan dengan Visi “TotalDiplomacy” dari penggunaan seluruh upaya dan aktorhubungan luar negeri dalam pelaksanaan politik luarnegeri, keterlibatan daerah sebagai salah satu “track”dan aktor dari pelaksanaan “diplomacy” sangat pentinguntuk mewujudkan kepentingan dan cita-cita nasionalIndonesia. Terlebih dalam kerangka kerja sama inter-nasioal yang erat antara semua komponen kebangsaandan kenegaraan demi tujuan bersama menciptakanmasyarakat yang taat hukum (law abiding society),keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

Berkaitan dengan kewajiban bagi lembaganegara/lembaga pemerintahan untuk melakukankonsultasi dan koordinasi dalam hubungan luar negerisebagaimana digariskan oleh peraturan perundang-undangan, diharapkan setiap lembaga negara danlembaga pemerintahan baik di Pusat dan Daerah dapatbekerja sama untuk mewujudkan tujuan nasionalseperti yang digariskan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Berdasarkan pertimbangan ini,maka pada tahun 2003 Departemen Luar Negeri telahmengeluarkanBukuPanduanUmumTataCaraHubunganLuar Negeri oleh Pemerintah Daerah.

Dalam kaitannya dengan hubungan dan kerjasama luar negeri yang dilakukan Daerah, dewasa initelah terjadi perkembangan baru yang penting pada

Page 75: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

47

proses penyempurnaan sistem otonomi daerah yangberkelanjutan, yang telah pula membawa perubahandalam ruang lingkup dan kewenangan daerah dalamhubungan luar negeri. Dikeluarkannya Undang-undangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahyang mengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun1999 telah menata ulang ruang lingkup dankewenangan kerja sama luar negeri oleh daerah. Selainitu, lahirnya berbagai peraturan nasional dewasa iniyang memuat aturan lebih rinci dan teknis tentangpelaksanaan Otonomi Daerah di berbagai bidangmelalui Peraturan Pemerintah, Peraturan Presidenmaupun Peraturan Menteri telah memantapkanlandasan hukum serta semakin memberikan kejelasantentang rambu-rambu kewenangan Pemerintah Daerahdalam melakukan hubungan luar negeri.

Selain penataan ulang kewenangan, kedudukanGubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerahmembawa nuansa baru dalam kerja sama luar negeri(kerja sama daerah). Dengan demikian, kerja sama luarnegeri oleh daerah pada tingkat daerah harus dilakukanmelalui koordinasi hirarkis yang pada tingkat tertentuadalah Gubernur. Di tingkat pusat sejalan denganUndang-undang Nomor 37 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 Departemen LuarNegeri mempunyai tugas dan wewenang melakukankoordinasi dan konsultasi hubungan dan kerja samaluar negeri yang dilakukan oleh daerah.

Page 76: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Kebijakan Otonomi Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri

48

Page 77: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi
Page 78: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

50

A. Pendahuluan

Lingkungan yang terjaga, bersih dan sejuk,adalah keinginan setiap orang, karena kita hidup didalamnya. Bila lingkungan rusak, maka manusia pulayang akan menderita. Alam berkomunikasi dengankita dengan cara dan “bahasanya” sendiri. Bencanayang selalu datang silih berganti, adalah salah satuakibat kurang bersahabatnya kita dengan alam danlingkungan sekitarnya. Semua hadir agar manusiamengerti, bahwa ketika manusia berbuat kerusakankepada alam, maka pada akhirnya, dampaknya akandirasakan oleh manusia itu sendiri. Namun sebanyakapapun alam “berbicara” kepada kita dengan berbagaibencana, manusia tidak pernah mengerti. Hutan terussaja dieksploitasi secara serampangan. Pohon-pohondi perbukitan ditebangi tanpa memperhatikan artipentingnya reboisasi.

Kawasan Bandung Utara merupakan bagiandari dataran tinggi Bandung yang terkenal dengankesuburan tanahnya yang dicirikan dengan kesejukanalamnya. Kesuburan yang dimiliki kawasan ini menjadi-kan tanah ini ditumbuhi berbagai macam tanamandengan berbagai variasi yang berbeda. Pendek kata,Kawasan Bandung Utara di masa lalu, sebagai bagiandari tatar sunda, merupakan kawasan yang sejahteradan makmur, sehingga digambarkan “Gemah RipahLoh Jinawi”; hutan yang lebat berdiri kokoh dikawasan ini.

Pada waktu itu hutan berfungsi sangat pentingyaitu sebagai sumber bahan makanan, tempat berburu,sumber kayu, buah-buahan dan sebagainya. Memang,hutan demikian banyak faedahnya untuk umat

Page 79: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

51

manusia, selain memberikan manfaat di dalamnyajuga berfungsi menjaga sumber mata air, kesejukanhawa, dan keindahan pemandangan alam.

Kawasan Bandung Utara selalu menjadi bahanpembicaraan yang menarik, dan tidak pernah habishingga hari ini. Hal ini terjadi karena kawasan BandungUtara mempunyai potensi yang luar biasa, khususnyadalam prospek ekonomis. Akan tetapi di balik prospekekonomis tersebut terkandung pula ancaman terhadaplingkungan di kawasan itu sendiri, yang dapat ber-dampak terhadap daerah sekitarnya, terutama KotaBandung dan Kota Cimahi. Menurut DirektoratGeologi dan Tata Lingkungan, sedikitnya 60% darisekira 108 juta m3 air tanah dari dataran tinggi sekitarBandung yang masuk ke cekungan Bandung berasaldari kawasan Bandung Utara. Dengan demikian,kawasan ini berfungsi sebagai kawasan resapan airyang mempunyai peran sangat penting dalampenyediaan air tanah, baik untuk wilayah BandungUtara sendiri maupununtuk daerah cekungan Bandung.

Alih-alih seiring dengan waktu, dengan berbagaikepentingan manusia, sedikit demi sedikit, keindahanalam Kawasan Bandung Utara semakin terkoyak;tercabik-cabik. Bandung yang selam masa lalu identikdengan lahan-lahan hijau dan subur, kini semakinkehilangan identitasnya. Pembabatan hutan di kawasanlindung untuk keperluan lokasi permukiman, pabrik,bisnis,dan industridi kawasanBandung seakanmenoreh-kan identitas baru bagi Bandung yang dulu dijulukisebagaiKotaKembang; sekarangnyaris tinggal kenangan.Berdasarkan data dari Dewan Pemerhati Kehutanandan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), selama kurunwaktu 1994-2001 terjadi perubahan besar-besaran

Page 80: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

52

terhadapKawasanBandungUtara(KBU).Hutansekunderyang semula luasnya 39.349,3 hektar menjadi tinggal5.541,9 hektar pada tahun 2001. Sebaliknya, kawasanpermukiman di wilayah KBU mengalami peningkatandari 29.914,9 hektar menjadi 33.025,1 hektar.Peningkatan juga terjadi untuk kawasan industri, dari2.356,2 menjadi 2.478,8 hektar.

Menurut data sensus tahun 2000, peningkatanjumlah penduduk akibat urbanisasi mencapai 2,3%;sedangkan pertumbuhan alami sebesar 1,08%. Datajuga menunjukkan bahwa saat ini jumlah pendudukKota Bandung mencapai 3 juta jiwa pada siang haridan 2,5 juta jiwa pada malam hari. Pertambahanjumlah penduduk ini akan menyebabkan kebutuhanlahan untuk tempat bermukim maupun tempat untukkeperluan aktivitas meningkat. Dengan perkataan lain,luas areal permukiman semakin meningkat seiringdengan pertambahan jumlah penduduk. Akibat dariketerbatasan luas lahan yang tersedia, tidak menutupkemungkinan adanya areal permukiman yang berdiridi atas lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.Jika penyimpangan ini terjadi di kawasan BandungUtara, maka fungsi kawasan tersebut sebagai kawasanresapan air tidak dapat berjalan dengan semestinya.Akibatnya dapat berdampak pada kerusakan lingkungankhususnya krisis air, baik bagi kawasan itu sendiri mau-pun daerah cekungan Bandung secara keseluruhan.

Bila pohon-pohon besar sudah tidak ada lagi didaerah ini, maka ketika hujan turun, otomatis air hujantersebut tidak akan meresap ke dalam tanah. Air ter-sebut akan langsung mengalir begitu saja dipermukaan(run off). Hal ini harus segera disadari dan dilakukanpencegahan sejak dini, agar tidak terjadi hal-hal yang

Page 81: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

53

lebih parah di kemudian hari. Bagaimana pun hidupmanusia sangat bergantung pada ketersediaan air,maka sudah bisa dipastikan, berkumpul dan mem-bengkaknya jumlah pendudukdiKBU, akanmenyebab-kan kebutuhan terhadap air meningkat tajam, khusus-nyayang berasal dari air tanah, yang makin hari kianmeningkat. Dampaknya sangat buruk terutamaterhadap masyarakat yang hidup di Bandung bagianSelatan (cekungan Bandung). Masyarakat di sekitarnyaakan kesulitan mendapatkan air.

Sangat tidak mungkin masyarakat daerah Selatanini untuk mengandalkan air dari sungai, karena kitatahu dewasa ini sungai-sungai di Kota Bandung inikondisinya sudah sangat parah. Semua limbah ada disana; mulai dari limbah rumah tangga sampai limbahindustri. Jadi mereka sangat tergantung kepada airtanah yang berasal dari kawasanBandung Utara. Harapdiketahui, sebanyak 65 juta m3 atau 60% dari 108juta m3 air tanah di cekungan Bandung berasal darikawasan Bandung Utara. Hal tersebut, tentunya sangatironis karena Kota Bandung yang semula terkenaldengan keindahan dan kesejukan alamnya, lantas bisaterkena masalah kekurangan air, termasuk air bersih.

Kerusakan alam di kawasan Bandung Utara, tidakhanya akan menimbulkan dampak terhadap kebutuhanair masyarakat Kota Bandung. Secara lebih jauh dapatberdampak kepada masalah yang lain. Salah satunyaadalahbanjir. Seperti beberapa waktu lalu, ketika musimhujan,di kawasan cekungan Bandung, beberapa daerahterendam air. Hal ini terjadi, karena areal tutupan(daerah resapan air) telah berubah fungsi menjadiperumahan, sebagai akibat dari tertutupnya lahan-lahan oleh tembok dan aspal.

Page 82: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

54

Masyarakat boleh saja berasumsi bahwa pihakpengembanglah yang membuat kerusakan di wilayahkonservasi Kawasan Bandung Utara ini, tetapi darisegi hukum pengembang memiliki posisi yang benarkarena mereka mempunyai dari instansi terkait. Dalamharian Kompas (19 Juni 2004), Dewan PimpinanDaerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Jawa Barat,mengatakan bahwa 31 anggotanya yang membangundi kawasan Bandung Utara seluas 2.462,5 hektarsudahmemiliki lengkap serta analisis mengenai dampaklingkungan (amdal) sesuai dengan peraturan pemerintahyang berlaku.

Jadi siapa yang salah? Apa pihak pengembangyang hanya mementingkan keuntungan saja? Ataudari pihak pemberi kepada pihak pengembang?Sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkanperaturan-peraturan mengenai masalah ini. SepertiPeraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2/2003tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).Di dalam Perda tersebut secara jelas dan tegas mengaturtentang bagaimana keberadaan lahan di kawasanBandung Utara yang dinyatakan sebagai kawasanlindung. Namun dalam kenyataannya, pembangunan-pembangunan fisik di daerah ini terus berlanjut.Malah pada tahun 2004 silam, Pemerintah ProvinsiJawa Barat menyodorkan sebuah rencana baru (meskiidenya sudah lama), yakni pembangunan Jalan Dago-Lembang.

Apa arti semua ini? Dengan rencananya itu, orangbisa mengatakan Pemprov Jabar tidak konsistendengan spirit Perda Nomor 2/2003. Adalah wajarjika rencana pembangunan jalan alternatif Dago-Lembang menuai kritik tajam dan kecaman dari ber-

Page 83: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

55

bagai pihak, khususnya dari para pakar dan pemerhatilingkungan. Kekhawatiran mereka didasari oleh per-timbangan, jika jalan alternatif itu benar-benardibangun, akan sangat mungkin dianggap sebagai“pembuka jalan” bagi para investor tebal modalyang tak punya hati nurani dan tidak memperhatikanarti keseimbangan lingkungan untuk menanamkanmodalnya di sekitar trase jalan. Meski Pemprov Jabarmenjamin bahwa kekhawatiran itu tak akan terjadi,karena jalan alternatif Dago-Lembang akan memakaipengaman jalur hijau dan bersifat disintensif, dansama sekali tidak bisa diakses oleh pengembang,gelombang protes tak kunjung berhenti.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadiinilah yang membuat kita tertarik untuk menganalisisapa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Sampai sejauhmana implementasi kebijakan pemerintah menyang-kut tata ruang dan lingkungan ini diterapkan. Asumsipenulis, bahwa masalah ini bersifat multi dimensi.Artinya masalah ini muncul akibat dari banyak sekalivariabeldanindikatordidalamnya,sehinggapenyelesaian-nya tentu saja harus dilihat dari berbagai perspektif.Artinya, diperlukan sebuah analisis mengenai bagai-mana masalah lingkungan ini bisa diselesaikan dengantidak berbenturan dengan kepentingan para-pihakyang terlibat dan terkait di dalamnya.

B. Menyingkap Permasalahan

Merujuk kepada uraian di atas, kita melihatketidakserasian antara peraturan yang ada denganaksi-aksi yang dilakukan oleh aktor yang berkaitan

Page 84: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

56

dengan masalah ini. Kerusakan yang terjadi di kawasanBandung Utara ini telah menyebabkan masalah yangkompleks dan bila tidak ditangani secara benar, makamasalah ini akan terus berkembang dan pengaruhnyaberdampak terhadap kelangsungan hidup masyarakatKota Bandung, sekarang dan masa yang akan datang.Mencermati hal tersebut, tentunya diperlukan solusiyang tepat tentang bagaimana penyelesaian masalahdi kawasan Bandung Utara ini bisa dilakukan denganmenempuh jalan yang terbaik demi kemaslahatandan penyelamatan manusia di dalamnya. Bagaimana-pun, lingkungan memegang fungsi sangat pentingbagi kelangsungan kehidupan kita sebagai manusia.

Uraian selanjutnya akan mencoba menitik-beratkan kepada implementasi kebijakan tentang tataruang dan lingkungan. Apakah kebijakan tersebutefektif atau tidak sama sekali; dan bila memang tidakefektif, apa indikasi penyebab ketidakefektifankebijakan tersebut? Beberapa pertanyaan yanghendak ditelusuri lebih dalam antara lain: Pertama,bagaimana keefektifan kebijakan pemerintah mengenaitata ruang dan lingkungan dalam implementasinyadi lapangan? Kedua, apa indikator terjadinya penyim-pangan-penyimpangan terhadap kebijakan ini dilapangan, dan ketiga, kebijakan apa yang seharusnyaditerapkan pemerintah untuk mengatasi permasalahantata ruang dan lingkungan ini

Sesuai dengan karakter fisiknya, Kawasan BandungUtara terbagi ke dalam lima mintakat (zona), yaitumintakat Gunung Manglayang, mintakat PerbukitanCiwangi-Ciburial-Cimenyan, mintakat CekunganLembang, mintakat Gunung Tangkuban Parahu, danmintakat Gunung Burangrang. Kawasan ini pun ter-

Page 85: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

57

bentang di tiga wilayah kabupaten/kota, yaitu KotaBandung (11 kecamatan), Kabupaten Bandung (delapankecamatan), dan Kota Cimahi (satu kecamatan).

Keberadaan Kawasan Bandung Utara di-lindungi oleh Surat Keputusan (SK) Gubernur JabarNomor 181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang PeruntukanLahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara.Dalam SK itu disebutkan, 25 persen kawasan ini di-peruntukkan sebagai hutan lindung, 60persendijadikanlahan untuk tanaman keras, dan sisanya 15 persenuntuk pertanian nontanaman keras yang dapatdikonversi untuk permukiman. Namun, pada intinya,SK tersebut memosisikan kawasan ini sebagaikawasan resapan air dan kawasan hijau lestari. SKGubernur tersebut diperkuat dengan adanya KeputusanPresiden Nomor 32 Tahun 1992 tentang PengelolaanKawasan Lindung dan Undang-undang Nomor 24Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Pada tahun 1982, pembangunan di KawasanBandung Utara mulai bermunculan, bahkan di tahun1993 usaha properti mulai menggeliat dengansasaran strategisnya adalah kawasan Bandung Utara.Tentu bukan tanpa sebab, bila para pebisnis melirikkawasan ini, salah satunya karena pemandanganalam di kawasan tersebut sangat menawan denganbalutan udara yang sejuk di dalamnya; sehingga mem-punyai nilai jual yang tinggi. Khawatir akan terjadinyapembabatan hutan dan tanaman keras di kawasanini, Gubernur Jawa Barat kembali mengeluarkan SKNomor 660/4244/Bap/1994 tentang PengamananWilayah Inti Bandung Raya. Isinya, antara lain meng-instruksikan kepada Bupati/WaliKota Bandung(waktu itu Kota Cimahi belum terpisah dari Kabupaten

Page 86: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

58

Bandung) untuk tidakmemberikan barupengembangandi Kawasan Bandung Utara. Selain itu, mereka dimintamelakukan pengawasan dan pengendalian terhadappemegang,memberikan laporanberkala, sertamelakukantindakan penertiban terhadap pelanggaran yangterjadi.

Salah satu usaha lain yang telah dilakukanpemerintah Provinsi Jawa Barat adalah menyusunkebijakan operasional Rencana Umum Tata Ruang(RUTR) Kawasan Bandung Utara. Kebijakan inimerupakan hasil penelitian yang dilakukan olehBadan Perencanaan Pembangunan Daerah, ProvinsiJawa Barat bekerja sama dengan Pusat PenelitianPengembangan Wilayah dan Kota (P3WK) sertaLembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat,Institut Teknologi Bandung (LPPM-). Kebijakan inimerupakan penjabaran dari kebijakan RUTRkawasan Bandung Utara yang sifatnya operasionalyang memuat ketentuan-ketentuan, proses danprosedur pelaksanaan rencana tata ruang, untuk lebihmengefektifkan pengendalian pembangunan dikawasan Bandung Utara. Salah satu kebijakan iniadalah mengkaji boleh tidaknya suatu lahan dimanfaat-kan untuk areal permukiman dikaitkan dengankemiringan lahan tersebut.

Kemiringan lahan di kawasan Bandung Utaradibagi menjadi lima kelompok yaitu: kemiringanlereng 0-8%, 8-15%, 15-30%, 30-40% dan kemiringanlahan lebih dari 40%. Kemiringan maksimum yangdiperbolehkan untuk dikelola sebagai kawasan budidayadi kawasan Bandung Utara adalah 30% (kecualipermukiman sampai 15%), kemiringan antara 30%-40% diarahkan sebagai kawasan pembatas antara

Page 87: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

59

kawasan lindungdankawasanbudidaya,dankemiringanlebih dari 40% diarahkan dan dipertahankan sebagaikawasan lindung. Ini berarti bahwa lahan dengankemiringan lebih dari 15% tidak diperbolehkandimanfaatkan sebagai areal permukiman. Untukmengetahui apakah terdapat areal permukiman padakemiringan lahan lebih dari 15%, maka digunakanteknologi satelit penginderaan jauh.

Menurut SK Gubernur Jawa Barat Nomor181.1/SK.1624-Bapp/1982, kawasan Bandung Utaradibatasi oleh garis punggung topografi yang meng-hubungkan puncak-puncak Gunung Burangrang,Masigit, Gedogan, Sunda, Tangkuban Parahu danGunung Manglayang. Sedangkan bagian Barat danSelatan dibatasi oleh ketinggian 750 m di atas per-mukaan laut. Berikut ini informasi yang menunjukkankondisi tutupan lahan Kodya (baca: Kota) Bandungyang terekam tahun 2001 dari data satelit Landsat-ETM. (Ketut Wikantika, Ashwin Ismail, dan AkhmadRiqqi, Departemen Teknik Geodesi ).

• Data satelit yang pertama diklasifikasi menjadi duakelas tutupan lahan yaitu lahan hijau (vegetatedarea) dan areal permukiman(non vegetated area).Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa kawasanBandung Utara, pada tahun 2001 telah didominasioleh areal permukiman termasuk komersial, industri,dan bentuk infrastruktur fisik lainnya.

• Profil ketinggian kawasan Bandung Utara dire-presentasikan dalam bentuk digital elevation model(DEM), kemudian data ini diklasifikasikan menjadidua kelas kemiringan yaitu lahan dengan kemiringanlebih dari 15% dan kurang dari 15%. Kemiringan

Page 88: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

60

lahan lebih dari 15% berkorelasi tinggi dengandistribusi lahan hijau pada hasil klasifikasi. Ini berartibanyak lahan hijau di kawasan Bandung Utaraberada pada lahan atau lokasi dengan kemiringanlebih dari 15%. Di dalam Kebijakan OperasionalRUTR, disebutkan bahwa pemanfaatan lahan untukpermukiman termasuk komersial dan bangunanlainnya tidak boleh didirikan pada lahan dengankemiringan lebih dari 15%.

Dengan menganalisis hasil klasifikasi tutupanlahan dan karakteristik ketinggian (data pertama dankedua) yang dilakukan dari data satelit Landsat-ETMyang kemudian dideskripsikan oleh Ketut Wikantika,Ashwin Ismail, dan Akhmad Riqqi dari DepartemenTeknik Geodesi, maka diperoleh kesimpulan bahwaada beberapa tempat atau lokasi dengan kemiringanlebih dari 15% dimanfaatkan untuk permukiman danpembangunan fisik lainnya. Keberadaan lokasi arealpermukiman tersebut tidak sesuai dengan pedomanpemanfaatan ruang dan penataan bangunan yangdituangkan dalam Kebijakan Operasional RUTRKawasan Bandung Utara. Berdasarkan kebijakanoperasional tersebut, maka jika terjadi ketidak-sesuaian, maka ketidaksesuaian tersebut harus diujidan ditentukan apakah cukup ditertibkan saja atauperludilakukan tindakan peninjauan kembali terhadaprencana tata ruangnya.

Hasil kajian yang dilakukan oleh Ketut Wikantika,Ashwin Ismail, dan Akhmad Riqqi ini, hanya meng-gunakan kemiringan lahan sebagai parameter utamadalam mengidentifikasi areal pemukiman pada lahanyang seharusnya dipertahankan sebagai kawasan

Page 89: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

61

lindung. Bisa dibayangkan jika kajian yang dilakukanjuga menggunakan faktor lain seperti fungsi kawasan,kepadatan bangunan, perubahan guna lahan, danaspek sosial-budaya.

1. Kondisi Air Bawah Tanah di Bandung

Kondisi muka air tanah di Kota Bandung semakinmemprihatinkan. Sejak tahun 1972, setiap tahun terjadipenurunan muka air tanah antara 0,05 sampai 7,3meter. Dengan penurunan muka air tanah sebanyakitu, diperkirakan beberapa tahun ke depan mukaair tanah turun lebih dari seratus meter. Akibatnya,air tercemar, dan Bandung terancam kekurangan air.Tingginya tingkat penurunan muka air tanah di KotaBandung ini diakibatkan oleh peng-gunaan air tanahyang tidak terkendali. Misalnya, pembangunanindustri pada beberapa daerah dengan kondisi airtanah yang relatif baik. Selain itu, daerah resapanair yang semakin berkurang juga menyebabkan mukaair tanah semakin menurun. Kawasan lindung yangberada di kawasan Bandung Utara ini berfungsihidrologis terhadap kawasan di bawahnya. Wilayahini meresapkan air agar tidak terjadi banjir dan longsordi musim hujan dan menjaga ketersediaan air di musimkemarau.Dengandemikian,kritisnyakawasan inidenganpembabatan hutan dan pembangunan perumahan,mengancam ketersediaan air tanah untuk Kota Bandung.

Anggota Dewan Pakar DPKLTS, Sobirin, yangdikutip harian Kompas (4 April 2005), mengemuka-kan bahwa peresapan air hujan di Bandung padatahun 1960 mencapai 75 persen. Seiring dengan

Page 90: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

62

maraknya pembukaan hutan, penebangan pohon danpendirian bangunan baru di kawasan Bandung Utara,air hujan yang meresap ke dalam tanah sekarang inihanya sekitar 20 persen.

Besar pasak dari tiang, begitulah yang terjadi.Pakar Geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB)menyebut, jumlah air bawah tanah yang meresapsebanyak 102,4 juta meter kubik per tahun. Sementara,besar pengambilan tercatat sebanyak 71,1 meterkubik per tahun, sedangkan jumlah pengambilantercatat itu hanya 33 persen saja dari sesungguhnya.

Dengan demikian, jumlah sesungguhnyapengambilan air bawah tanah ini lebih dari 220 jutameter kubik per tahun. Hasilnya, pada tahun 2002,berdasarkan penelitian, ada beberapa daerah yangsudah mengalami kritis air, meliputi Kota Bandungbagian Barat, Bandung bagian Selatan, dan seputarBatujajar. Luas daerah kritis tersebut sudah mencapai33,04 km persegi. Selain itu, terdapat daerah rawanyang meliputi seluruh Kota Bandung dan beberapadaerah di Kabupaten Bandung dan Sumedang. Luas-nya sudah mencapai 63,09 km persegi.

Pengambilan air bawah tanah yang tak terkendalimenyebabkan penurunan muka air tanah yangsignifikan. Itulah pula yang menyebabkan banyakdaerah di Kota Bandung dan sekitarnya digolongkansebagai daerah rawan dan kritis air. Bahkan, penurunanmuka air tanah ada yang mencapai 5,12 meter pertahun.

Pengambilan air bawah tanah oleh industribanyak berpengaruh kepada penurunan muka airtanah, seperti terjadi di Leuwigajah, Dayeuhkolot,Cisirung, Rancaekek, dan Cikeruh. Dari data yang ada

Page 91: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

63

diDistamben,daerah-daerahdenganrata-ratapenurunanmuka air tanah yang tinggi meliputi Leuwigajah,Cimindi, Cibaligo, dan Utama. Di sana, setiap tahun,terjadi penurunan sebanyak 3,11 meter hingga 5,12meter. Sementara, di daerah Cijerah, Cibuntu, Garuda,Maleber, Arjuna, Husein, dan Pasirkaliki terjadipenurunan muka air tanah sebanyak 1,27 meterhingga 4,32 meter setiap tahun. Daerah lainnyaadalah di Ciparay, Banjaran, dan Pameungpeuk. Disana terjadi penurunan sebanyak 0,89 meter hingga4,57 meter. Sementara, di Cikeruh, Rancaekek,Cimanggung, dan Cikancung terjadi penurunansebesar 0,52 meter hingga 3,85 meter setiap tahun.Dalam hal ini pun, di Majalaya terjadi penurunansebesar 0,32 meter hingga 3,9 meter per tahun.

Dampak terbesar dari penurunan muka airtanah tersebut adalah amblasnya tanah. Berdasarkandata, lima amblasan tanah terbesar hingga tahun2000 terjadi di Cimahi-Leuwigajah (21,1 cm setiaptahun), Bojongsoang (20,9 cm), Banjaran (15,9 cm),Cicalengka (11,1 cm), dan Gedebage (6,1 cm pertahun). Secara teknis, hal itu terjadi karena volumepori-pori batuan pasir yang tadinya penuh berisi airmenjadi kopong (kosong). Ditambah lagi denganadanya tekanan dari bangunan dan juga kendaraandi atasnya. Hal ini membuat batuan tidak dapatmenahan beban yang terlalu besar.

2. Ketidakseragaman Peraturan yangMengatur Kawasan Bandung Utara

Dilihat dari PeraturanDaerahRencana Tata RuangWilayah (Perda RTRW), yang dibuat oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah

Page 92: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

64

provinsi mengenai Kawasan Bandung Utara, ternyatatidak seragam. Perda Nomor 2 Tahun 2003 tentangRTRW Provinsi Jabar menyebutkan bahwa KawasanBandung Utara termasuk salah satu kawasan hutanberfungsi lindung yang diperkuat Undang-undangNomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Begitupula Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang RTRW KotaBandung juga menetapkan KBU sebagai kawasanlindung.

Namun, Perda Nomor 12 Tahun 2001 tentangRTRW Kabupaten Bandung hanya menjadikansebagian wilayah Kawasan Bandung Utara sebagaikawasan lindung, sementara sebagian lagi menjadidaerah permukiman. Malah, Kota Cimahi menjadikanKawasan Bandung Utara yang ada di wilayahnyasebagai daerah permukiman, sesuai dengan PerdaNomor 23 Tahun 2003 tentang RTRW Kota Cimahi.

Tampaknya Undang-undang Nomor 22 Tahun1999 yang lebih dikenal dengan Undang-undangOtonomi Daerah, dijadikan alasan untuk membenar-kan ketidakseragaman peraturan dan perundang-undangan ini. Ketika Kabupaten Bandung mengeluar-kan pembangunan di kawasan yang seharusnya tidakboleh dilakukan pembangunan, Pemerintah ProvinsiJawa Barat tidak bisa menegur tentang proyektersebut.Dengan kata lain, sepanjangpara pengembangmembangun dengan aturan Pemerintah ProvinsiJawa Barat akan merekomendasikannya.

Selain masalah ketidakseragaman peraturandan perundang-undangan ini, inkonsistensi kebijakanpemerintah juga terjadi. Seperti yang telah dipapar-kan sebelumnya, tentang Perda Provinsi Jabar Nomor2/2003 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah

Page 93: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

65

(RTRW), yang menyatakan bahwa Kawasan BandungUtara sebagai kawasan lindung, namun kemudianmuncul rencana baru tentang pembangunan JalanDago-Lembang; tentu saja hal ini, banyak menuaiprotes. Buntut dari ketidaktegasan pemerintah dalampenegakkan peraturan tersebut, cenderung mengantar-kan Kawasan Bandung Utara ke dalam level kehancuranyang lebih parah, sehingga dampaknya tentu sajamerugikan masyarakat Bandung secara keseluruhan.

3. Pihak Pengembangdi Kawasan Bandung Utara

Gambar yang diambil dari Citra Satelit Astertanggal 12 Juni 2003 memperlihatkan bahwa pem-bangunan KBU sudah hampir memenuhi wilayahtersebut, yaitu sekitar 70 persen. Bahkan, di lerengGunung Tangkuban Parahu pun sudah mulai adapermukiman baru.

Dalam kurun waktu tahun 2001 hingga 2004telah diterbitkan lokasi baru kepada tiga pengembangseluas 110,9 hektar, yaitu di kawasan Mintakat Per-bukitan Ciwangi, Ciburial, dan Cimenyan. Pada tahun2004, penerbitan lokasi mencapai luas 128,2 hektaruntuk lima pengembang.

Di atas kertas, mencari solusi tidaklah sulit. Tetapi,di lapangan kerap kali dihadapkan pada berbagai per-soalan pelik. Menurut Sekjen REI (Real Estat Indonesia)Jabar, Ir. Tigor GH Sinaga, pada saat rencana pem-bangunan Jalan Dago-Lembang masih didiskusikan,tahun 2004, tanah-tanah di jalur Dago-Lembangbanyak yang telah berpindah tangan. Beberapa pihak

Page 94: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

66

menuduh pengembang (developer) sebagai aktor dibalik itu semua. Pengembang membeli tanah ketikaharga masih murah kemudian menjualnya kembalidengan harga yang cukup tinggi. Tigor mengatakanbahwa ada pakar yang menjuluki pengembangsebagai predator. Pengembang tak bisa disamaratakan.Namun, akibat lemahnya regulasi dan penegakkanhukum di Indonesia memunculkan distorsi dalam sektorusaha perumahan, sehingga menciptakan bermacam-macam perilaku pengembang dalam menjalankanusahanya.

Tigor mengategorikan pengembang dalam tigagolongan, pengembang formal, pengembang informal,dan pengembang abu-abu. Pengembang formal,dalam bisnisnya menempuh prosedur resmi. Sepertimembuat lokasi, pengendalian lingkungan, setifikatinduk dan memecahnya (HGB/hak guna bangunan),dan pembuatan fasilitas umum (fasum)/fasilitas sosial(fasos) seperti taman, pemakaman, dan tempat ibadah.Pengembang golongan ini memiliki keanggotaan resmidi asosiasi, karena memang disyaratkan dalam men-dapatkan peran. Biasanya mereka butuh waktu lamadalam membangun perumahan, karena prosesmengurus peran tidak bisa sebentar.

Golongan ke dua adalah pengembang informalatau sering disebut sebagai pengembang perorangan.Mereka bukan anggota asosiasi pengembang danmenjalankan usahanya dengan memanfaatkan celah-celah dari regulasi. Mereka bertindak demikian untukmenghindari proses peran yang panjang dan mahal(biasanya mencapai 30% dari total biaya). Caranya,mereka membeli tanah secara pecahan (kapling-kapling). Sehingga saat membangun rumah tidak dikenai

Page 95: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

67

aturan peran sebagai pengembang perumahan, tapihanya sebagai pembuatan rumah perorangan. Jadi,mereka hanya mengantongi IMB (mendirikanbangunan). Pengembang kategori ini dalam melakukanbisnisnya, sejak dari proses pembuatan girik sudahmemecahnyadenganmenggunakannamayangberbeda-beda. Biasanya menggunakan nama masyarakatsetempat, adik, kakak, istri, pegawai-pegawai bawahan-nya, sampai ke nama pembantu atau kuli-kulinya.Sehingga saat dibuat sertifikat, bisa mendapatkan SHM(sertifikat hak milik), dengan nama pemilik yangberbeda-beda.

Sebenarnya untuk membedakan pengembangformaldaninformal sangatmudah.Jikaadapengembangyang menawarkan rumahnya dengan sertifikat hakmilik (SHM) dipastikan pengembangnya menempuhcara informal. Karena dengan cara formal, aturannyahanya dikeluarkan HGB. Terdapat pengecualian, bahwasetelah dalam jangka waktu tertentu, HGB-nya bisaditingkatkan menjadi SHM.

Ada yang lebih parah dari golonganpengembangini, yaitu golongan pengembang abu-abu. Golonganini secara formal merupakan asosiasi untuk mendapat-kan berbagai kemudahan, tapi dalam menjalankanusahanya menggunakan cara-cara pengembanginformal.

Sebenarnya permasalahan Kawasan BandungUtara ini tidak perlu terjadi seandainya ada regulasidankomitmen yangkuat dari pemerintah, tetapi karenafungsi pengaturan dan pengendalian lingkunganlewat lokasi dan site plan di Kawasan Bandung Utaratidak efektif dengan adanya developer perseorangan,maka dampaknya baru terlihat kemudian.

Page 96: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

68

Hasilnya, Kawasan Bandung Utara yang menurutketentuan “amdal regional” (analisa mengenai dampaklingkungan regional) sudah dinyatakan sebagai daerahtertutup untuk pengembang formal, ternyata pem-bangunan rumah dan pengkavelingan tetap saja ber-langsung. Hal tersebut sebenarnya tidak saja merugikanpengembang formal, tapi juga merugikan pemerintahdan masyarakat. Pemerintah kehilangan potensiuntuk mendapatkan pemasukan dari retribusi perandan BPHTB (Bea Pemilikan Hak Tanah dan Bangunan/bea balik nama). Lebih dari itu, menjadi kehilanganalat kendali, dalam pengawasan pemanfaatan lahandan lingkungan.

Sementara bagi konsumen rumah, dirugikankarena tidak mendapatkan infrastruktur yangseharusnya. Biasanya pengembang informal hanyamemanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, tanpamelihat daya dukung infrastruktur tersebut. Tigor lalumencontohkan rumah-rumah di kawasan Dago Pakar,harga rumahnya serba mahal, tapi jalannya sempitdan saluran air kotornya juga hanya alakadarnya. Halitu karena “pengembang informal” yang membuat-nya tidak secara benar, hanya berusaha untukmenyambung-nyambungkan ke infrastruktur yangsudah ada.

Pemerintah daerah tidak mempunyai komitmenyang jelas dalam pengendalian peruntukan KawasanBandung Utara. Munculnya mekanisme pengembanginformal/perseorangan dalam pembuatan perumahan,merupakan akal-akalan pengembang nakal dan aparatpemerintah untuk melegalisasi praktek korupsi.Ketidak-beresan tersebut sebenarnya dengan mudahbisa dilihat dari data-data yang ada. Misalnya dari

Page 97: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

69

laporan Bappeda Jabar tahun 2003 yangmenunjukkan, 33% lahan di Jabar telah dialih-fungsikan peruntukannya.

Dalam Perda Pemerintah Kabupaten BandungNomor 1 tahun 2001 disebutkan bahwa kawasanParongpong, Cihideung, diperuntukkan untukpemukiman. Namun tiga bulan kemudian, PemerintahKabupaten Bandung lewat Perda Nomor12 tahun 2001mengubahnya. Kawasan Dago Pakar yang tadinyakawasan konservasi menjadi kawasan pemukiman,sedangkan Parongpong Cihideung menjadi lahankonservasi. Tapi, itu pun tidak dilaksanakan secarakonsisten, bahkan sekarang di daerah Parongpong,sedang dibangun perumahan mewah di atas lahan50 ha.

Kepala Badan Perencanaan PembangunanDaerah (Bappeda) Kabupaten Bandung, Wahyu G Pmenilai, secara teoretis pelanggaran di KawasanBandung Utara sebenarnya lebih banyak dilakukanmasyarakat setempat dibanding pengembang.Pengembang paling membangun sekira 10% s.d. 15%dari total bangunan. Selain itu, peran bagi parapengembang sangat ketat karena harus melaluikriteria-kriteria yang ditetapkan yang tercakup dalamtahapan proses pemanfaatan tanah (IPT), amdal,site plan, dan mendirikan bangunan (IMB).

Bila semua itudipenuhi,pembangunandiKawasanBandung Utara seharusnya ramah lingkungan. Hanya,masalahnya, apakah pengembang menaati aturanyang sudah disepakati atau tidak. Bahkan, mungkinsaja ada pengembang yang membangun tanpa samasekali. Atas dasar itu, kontrol masyarakat sekitarsebenarnya merupakan cara yang paling efektif untuk

Page 98: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

70

mencegah bangunan liar. Namun, kenyataannya,kemiskinan penduduk menyebabkan kontrol itu takberjalan denga baik. Warga umumnya merasa senangbila ada pembangunan, karena bisa memberi peluangpekerjaan bagi mereka, tanpa peduli apakah pem-bangunan itu legal atau tidak.

C. Keutuhan Lingkungan HidupBagi Kehidupan Manusia

Manusia selamanya tidak akan pernah terlepaslingkungan alam sekitarnya. Manusia lahir dan hidupdi sana. Dari lingkungan hidup yang mengitarinyamanusia bisa hidup mempertahankan kehidupannyasampai detik ini. Tanaman-tanaman hijau sebagaiprodusen tunggal oksigen yang sangat diperlukanuntuk bernafas bagi makluk hidup yang lainnya, ter-masukmanusia.Tanpaoksigen, tidakakanadakehidupandi bumi ini. Selain itu alam juga menyediakan banyaksekali sumber makanan; sementara itu makluk hidupperlu makanan untuk hidup.

Alam memberikan segalanya untukkelangsungan hidup manusia. Sejarah menjadi saksibahwa alam menjadi sandaran bagi kehidupanmanusia. Bangsa Mesir jaman dahulu hidup di sekitarSungai Nil, karena di pinggiran Sungai Nil tersebutadalah lahan yang sangat subur sekali. Mereka tidakhidup di tengah tandusnya Gurun Sahara; tetapimerekatinggal di daerah hijau bantaran Sungai Nil.

Namun seiring dengan semakin pesatnya per-kembangan teknologi yang ada sekarang ini, dimulaidari era revolusi industri sampai sekarang, ternyataberdampak buruk terhadap lingkungan hidup. Ber-

Page 99: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

71

bicara tentang sebuah teknologi, berarti kita berbicarajuga tentang kepentingan manusia. Karena teknologidiciptakan untuk mempermudah manusia memenuhikebutuhan dan kepentingannya. Ketika revolusi industridimulai dengan ditemukannya mesin uap, banyakpabrik-pabrik yang mengganti tenaga produksinya;yang semula menggunakan tenaga manusia menjaditenaga mesin. Alhasil, polusi terjadi di mana-mana.Lantas siapa yang dirugikan? Tentunya makluk hidupyang ada di dalamnya, termasuk manusia sendiri.

Jangan heran, bila salah satu isu yang palingmarak sekarang ini, yang berkaitan dengan polusiyang dikeluarkan oleh pabrik-pabrik besar adalahmasalah pemanasan global (global warming). Tentusangat mengerikan bila kita menyimak akibatpemanasan global ini. Bayangkan, hanya butuhkurang lebih 100 tahun untuk mencairkan seluruh esyang ada di kutub bumi. Sebuah prestasi yang sangatbesar, bagi umat manusia mengingat bahwa prosesterciptanya bumi ini hingga munculnya kehidupanpertama membutuhkan ribuan tahun lebih.Sebaliknya, kita hanya perlu sekitar 100 tahun untukmerusaknya. Sungguh sangat mengerikan!

Selain itu, melihat apa yang alam berikan kepadamanusia, ternyata manusia adalah makluk yang palingtidak mengetahui bagaimana cara untuk berterimakasih. Mereka terus saja mengeksploitasi alam secaraseenaknya. Demi sedikit keuntungan mereka menebangpohon sembarangan, tanpa memedulikan segalaakibat yang ditumbulkannya. Hal ini pula yangkemudian menjadi sumber masalah, yang membuatjumlah Orang Utan di Kalimantan menurun secaradrastis.

Page 100: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

72

Manusia jarang, dan bahkan kadang-kadangtidak bisa berpikir panjang, bahwa setiap tindakanada konsekuensinya, ada risikonya. Ketika manusiamerusak alam sekitar, maka dampak yang ditimbulkan-nya semua akan berbalik kepada manusia itu sendiri.Pemanasan global yang ditimbulkan oleh manusia,telah mengubah iklim yang ada di bumi. Di kutub Utaralapisan ozon kita hilang. Itu sangat berbahaya sekalikarena cahaya yang dipancarkan oleh matahari,tanpa diserap dulu oleh lapisan ozon kita, membawaradiasi yang berbahaya bagi kehidupan manusia. Efekdari global warming ini juga, beberapa tempat dibelahan dunia terkena bencana banjir. Banjir yangterjadi di China beberapa waktu lalu yang menelanbanyak sekali korban jiwa, disinyalir oleh beberapapakar, merupakan salah satu bencana yang disebab-kan oleh efek dari pemanasan global.

Ketika manusia beramai-ramai menjarahpepohonan di hutan atau merubah fungsi lahan yangsemula adalah hutan menjadi lahan pertanian, merekatidak sadar bahwa ada bencana yang mengintaimereka di belakang perusakan alam itu. Pertamaketika tidak ada lagi pohon yang bisa menyerap airke dalam tanah, maka ketika hujan tiba, air tersebutmembawa potensi terjadinya bencana; bencanabanjir dan bahaya tanah longsor. bila itu semua terjadi,maka akan menimbulkan masalah baru yang lain.

Di sini penulis menekankan bahwa, keutuhanlingkungan hidup yang ada di sekitar kita sangatlahpenting untuk kelangsungan kehidupan manusia bagikehdidupan sekarang dan masa yang akan datang.Kita bisa belajar dari kejadian yang terjadi di seluruhbelahan dunia, bahwa seluruh kejadian terhubungkan

Page 101: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

73

satu sama lain. Seperti telah disebutkan di bagian awaltulisan ini, bahwa bencana adalah manifestasi atastindakan perusakan yang dilakukan oleh manusia itusendiri.

Seperti yang terjadi di kawasan Bandung Utara,perubahan fungsi lahan yang tadinya adalah merupa-kan hutan lindung menjadi lahan pertanian dan lahanpertanian menjadi perumahan, akan berpotensi men-datangkan sebuah bencana yang besar. Telah disebut-kan dalam paparan sebelumnya, bahwa krisis airtanah sekarang ini sudah terjadi di beberapa daerahdi Kota Bandung, termasuk terjadinya banjir ketikamusim hujan tiba. Itu semua adalah dampak yangterjadi karena daerah kawasan Bandung Utara yangsemula diperuntukkan untuk hutan lindung, lantasberubah fungsi menjadi lahan pertanian danpemukiman.

Sejatinya semakin kita sadari, bahwa alam sangat-lah penting bagi kelangsungan hidup manusia yangada di dalamnya. Dengan demikian, kita tidak akanmenunggu sampai bencana lain terjadi di KotaBandung, sebagai akibat kawasan Bandung Utarayang rusak parah.

D. Peran Pemerintah

Pelaksana dan pengatur seluruh kegiatansebuah Negara adalah Pemerintah (Goverment).Aparatur pemerintah adalah alat pelaksana kebijakanpublik. Negara dan bangsa ini butuh pengaturandalam segala aspek kehidupannya: aspek politik,ekonomi, sosial dan pengaturan-pengaturan yang

Page 102: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

74

lainnya. Tanpa adanya pengaturan yang tepat, makamasyarakat yang hidup dalam Negara tersebut akankacau. Chaos dapat saja terjadi di mana-mana. Itulahfungsi dari pemerintah sebuah Negara. Amerikasebagai Negara Liberal, me-nyatakan bahwa fungsipemerintah di sana hanyalah sebatas nightwatchcersaja. Artinya pemerintah Amerika hanya sebataspenegak keamanan saja. Untuk aspek ekonomi,pemerintah tidak campur tangan. Berbeda denganNegara kita yang menganut ideologi Pancasila.Seluruh aspek kehidupan kita diatur oleh Pemerintahsesuai dengan batas-batas yang normal.

Kepengaturan dan kepengelolaan terhadaplingkungan hidup juga, tidak terlepas dari Pemerintahsebagai pelaksana kegiatan Negara. Rusak tidaknyalingkungan hidup dalam sebuah Negara, pertama-tama adalah tanggung jawab Pemerintah yang adadalam Negara yang bersangkutan. Memang, menjagalingkungan adalah tanggung jawab bersama; tanggungjawab setiap orang, tapi peran pemerintah sangatlahbesar terhadap lingkungan ini. Mereka membuatkebijakan menyangkut sesuatu, dimana kebijakantersebut akan dilaksanakan oleh masyarakatnya.Ketika pemerintah membuat aturan A, makamasyarakatnya harus melaksanakan A juga. Bila tidakada konsekuensinya berupa hukuman, maka segalaaturan hanya “macan kertas” belaka. Demikian pula,bila tidak ada konsistensi maka sebutan mencla-mencle dapat dialamatkan kepada unsur pelaksanakebijakan. Di sini kita lihat bahwa nasib lingkunganhidup ada di tangan Pemerintah. Ketika pemerintahmembuat kebijakan bahwa suatu kawasan akan

Page 103: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

75

dijadikan sebagai hutan lindung, berarti di atas kawasanitu tidak diperkenankan terjadinya pem-bangunanfisik.

Lahirnya Undang-undang Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 1997 tentangPengelolaanLingkunganHidup, merupakan wujud kebijakan Pemerintah kitadalam upaya perlindungan terhadap lingkunganhidup di Indonesia. Pada Bab IV tentang WewenangPenge-lolaan Lingkungan Hidup, pasal 8, ayat 1,disebutkan bahwa “sumber daya alam dikuasai olehNegara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnyabagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannyaditentukan oleh Pemerintah”. Selanjutnya dalampelaksanaannya tugas pemerintah antara lain sepertitersirat pada pasal 8 ayat 2:a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan

dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;

b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan,pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatankembali sumber daya alam, termasuk sumber dayagenetika;

c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukumantara orang dan/atau subyek hukum lainnya sertaperbuatan hukum terhadap sumber daya alam dansumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika;

d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyaidampak sosial;

e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya peles-tarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Page 104: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

76

Diktum dari ayat di atas, menyatakan bahwapengaturan kebijakan tentang lingkungan hidup diIndonesia dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal inipemerintah kita memiliki andil yang besar dalampenjagaan dan kelestarian lingkungan hidup. Disamping masalah lingkungan ini memang masalahbersama, dan menjadi kewajiban bagi setiap oranguntuk menjaga dan melestarikannya.

Dalam masalah kawasan Bandung Utara,Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan SuratKeputusan (SK) Gubernur Jabar Nomor 181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah IntiBandung Raya Bagian Utara. Kemudian menyusulperaturan-peraturan yang lainnya seperti SK Nomor660/4244/Bap/1994 tentang Pengamanan WilayahInti Bandung Raya.

Pendek kata, tanpa pengaturan dari pemerintah,kemungkinan pengeksploitasian terhadap lingkunganini tidak akan terkendali. Bayangkan saja, denganpengaturan pun penyimpangan banyak terjadi,apalagi tanpa adanya pengaturan dari pemerintah.

E. Pentingnya Tata Ruang

Tata ruang menjadi bagian yang penting dalamsebuah kebijakan tentang lingkungan hidup, dimanadi dalamnya terdapat tiga kegiatan yaitu, perencanaan,pemanfaatan dan pengendaliannya. Perencanaanmeliputi bagaimana fungsi sebuah lahan bisa dimanfaat-kan secara optimal berdasarkan kepentingan umum.Bagaimana pemerintah bisa menggunakan lahanyang ada, sesuai dengan fungsinya. Dengan kata lain,

Page 105: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

77

merencanakan lahan-lahan untuk diletakan sesuaidengan kegunaannya, dengan pemanfaatan lahantersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing. Didalamnya termasuk pula pengendalian berupakontrol terhadap pemanfaatan lahan tadi. Misalnya,apakah sudah sesuai dengan fungsi-nya atau tidakdigunakan sebagaimana mestinya.

Kajian dalam tulisan ini membahas pengendaliantata ruang, khususnya untuk areal terbangun di KotaBandung bagian Utara. Dalam Kebijakan OperasionalRUTR Kawasan Bandung Utara ditetapkan bahwakawasan untuk suatu areal terbangun adalah kawasandengan besar kemiringan lereng lebih kecil dari 15persen (Central Library). Pengendalian tata ruangmerupakan suatu usaha untuk memantau apakahkegiatan pemanfaatan ruang yang dilakukan telahsesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelum-nya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalamkegiatan pengendalian tata ruang adalah denganmemanfaatkan data citra satelit yang dikombinasikandengan data Digital Elevation Model (DEM). Melaluiproses klasifikasi terhadap data citra satelit, dapatdiketahui lokasi penyebaran areal terbangun di KotaBandung bagian Utara. Selanjutnya, dengan melaku-kan proses overlay antara hasil kiasifikasi denganDEM, maka dapat diketahui lokasi areal terbangunyang berada pada kawasan dengan besar kemiringanlereng lebih besar dari 15 persen.

Sebelumnya telah disebutkan pula, bahwakondisi tutupan lahan Kodya Bandung yang terekamtahun 2001 dari data satelit Landsat-ETM. Disebutkanbahwa kawasan Bandung Utara tahun 2001 telahdidominasi oleh areal pemukiman, industri dan infra-

Page 106: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

78

struktur lainnya. Data dari satelit Landsat-ETM ini jugamenyebutkan bahwa lokasi dengan kemiringan lebihdari 15 persen dimanfaatkan untuk permukiman danpembangunan fisik lainnya. Padahal, di dalamKebijakan Operasional RUTR disebutkan bahwapemanfaatan lahan untuk permukiman termasukkomersial dan bangunan lainnya tidak boleh didirikanpada lahan dengan kemiringan lebih dari 15%.

Penyimpangan terhadap tata ruang ini,menyebabkan banyak masalah, antara lain krisis airyang terjadi di beberapa daerah di Bandung sebagai-mana yang telah dijelaskan sebelumnya. Penataanruang ini di-lakukan sesuai dengan hasil analisis yangdilakukan sebelumnya. Setelah diketahui potensistrategis masing-masing ruang (lahan), tentunya perihalpenataan ruang ini bisa dilakukan dengan baik danbenar.

F. Hasil Kajian tentang Kesesuaian Lahan

Berikut adalah penelitian yang dilakukan olehJossi Erwindy (Departemen Teknik Planologi – : 2000)di Kecamatan Lembang sebagai daerah resapan air.

Kecamatan Lembang termasuk ke dalam wilayahBandung Utara yang perlu mendapat perhatian khususdalam pengembangan wilayahnya, karena merupakandaerah resapan air bagi wilayah Bandung. Potensiwilayah, berupa panorama alam yang indah dankedudukannya yang strategis karena sebagian wilayah-nya dilalui koridor -Bandung, membawa konsekuensibagi perkembangan wilayahnya, yaitu meningkatnyaperkembangan penduduk dan tinggi-nya permintaan

Page 107: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

79

terhadap lahan terbangun yang dapat menyebabkanterjadinya konversi dan penyimpangan pengggunaanlahan terhadap kesesuaian lahan. Hal ini dapat meng-ancam fungsi Kecamatan Lembang sebagai daerahresapanair. Studi ini bertujuan untuk memberikanarahanpengembanganwilayahKecamatan Lembang berdasar-kan kesesuaian lahan agar wilayah ini masih dapatmengakomodasikan berbagai kegiatan pembangunandengan mempertimbangkan fungsi-nya sebagaidaerah resapan air tetap optimal.

Upaya menganalisis kesesuaian lahan oleh JossiErwindy ini digunakan metoda analisis kualitatif, yaitumembandingkan antara keadaan di lapangan denganstandar atau kriteria yang telahditetapkan. Kriteria yangdigunakan dalam analisis kesesuaian lahan adalahkemiringan lereng, ketinggian, curah hujan, jenis tanah,kedalamanefektif tanah,dan tekstur tanah. Berdasarkanhasil studi, lahan di Kecamatan Lembang yang sesuaiuntuk kawasan lindung seluas 3083.02 hektar(29.03%), dan kawasan budidaya seluas 7536.99hektar (77.97%). Untuk kawasan kesesuaian lahangabungan budi-daya, terdapat 4 (empat) kombinasikawasan kesesuaian lahan, yaitu perkebunan dan kebuncampuran; kebun campuran; sawah dan kebun cam-puran; serta permukiman, peternakan, dan kebuncampuran. Kombinasi ini secara umum merupakankesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan dalam satukawasan. Dari hasil analisis kesesuaian lahan gabungandengan penggunaan lahan saat ini, perbandinganantara lahan yang sesuai dengan tidak sesuai adalah98.21%:1.79%. Keadaan ini menggambarkan bahwapenggunaan lahan saat ini sebagian besar telah sesuaidengankesesuaian lahannya.Penyimpangan(penggunaan

Page 108: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

80

lahan yang tidak sesuai) terhadap kesesuaian lahandiwilayahstudi, terdiridaripenyimpanganpadakawasanlindung yang didominasi oleh kebun campuran danpenyimpangan pada kawasan budidaya yang di-dominasi oleh permukiman.

Demikian penelitian yang dilakukan oleh JossiErwindy di Kecamatan Lembang ini. Hasilnyamenyebutkan bahwa terdapat penyimpangan peng-gunaan lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaianlahannya. Sebenarnya telah banyak penelitian yangdilakukan terhadap Kawasan Bandung Utara ini.Hasilnya sama, bahwa kawasan telah didominasi olehpemukiman dan pembangunan fisik lainnya. Artinyaareal yang berfungsi sebagai areal serapan air telahrusak, di mana daerah ini sekarang hanya bisamenyerap 30persen saja dari seluruh air turun kedaerahini. Sisanya run off ke daerah yang lebih bawah.

G. Proses Pembuatan Kebijakan

Proses analisis kebijakan adalah serangkaianaktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proseskegiatan yang pada dasarnya bersifat politis (WilliamN. Dunn, 1994: 22). Aktivitas politis tersebut dijelaskansebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasi-kan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantungyang diatur menurut aturan waktu, dari penyusunanagenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, imple-mentasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Analisiskebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevandengan kebijakan pada satu, beberapa atau seluruhtahap dari prosespembuatan kebijakan, tergantung padatipe masalah yang dihadapi klien yang dibantunya.

Page 109: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

81

Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan,menilai secarakritisdanmengkomunikasikanpengetahuanyang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebihtahap proses pembuatan kebijakan. Tahap-tahaptersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsungyang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap ber-hubungan dengan tahap yang berikutnya, dan tahapterakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahappertama (penyusunan agenda), atau tahap di tengah,dalam lingkaran aktivitas yang tidak linier. Aplikasiprosedur dapat membuahkan pengetahuan yangrelevan dengan kebijakan yang secara langsung mem-pengaruhi asumsi, keputusan dan aksi dalam satu tahap,yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhikinerja tahap-tahap berikutnya. Aktivitas yang termasukdalam aplikasi prosedur analisis kebijakan adalah tepatuntuk tahap-tahap tertentu dari proses pembuatankebijakan.

Perumusan MasalahPerumusan masalah dapat memasok pengetahuan

yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkanasumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah danmemasuki proses pembuatan kebijakan melaluipenyusunan agenda. Perumusan masalah dapat mem-bantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakantujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukanpandangan-pandangan yang bertentangan danmerancang peluang-peluang kebijakan yang baru.

Menyadari bahwa kawasan Bandung Utarapenting terhadap cadangan air Kota Bandung,Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan SuratKeputusan (SK) Gubernur Jabar Nomor 181.1/SK.1624-

Page 110: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

82

Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah IntiBandung Raya Bagian Utara. Telah dijelaskan sebelum-nya bahwa dalam SK itu disebutkan, 25 persenkawasan ini diperuntukkan sebagai hutan lindung,60 persen dijadikan lahan untuk tanaman keras, dansisanya 15 persen untuk pertanian nontanaman kerasyang dapat dikonversi untuk permukiman. SK Gubernurini diperkuat dengan adanya Keputusan PresidenNomor 32 Tahun 1992 tentang Pengelolaan KawasanLindung dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992tentang Penataan Ruang, sebagaimana telah dibahassebelumnya.

Dasar dari pembuatan kebijakan di atas, bahwaberdasarkan penelitian yang menyatakan bahwakondisi muka air tanah di Kota Bandung semakin mem-prihatinkan. Sejak tahun 1972, setiap tahun terjadipenurunan muka air tanah antara 0,05 sampai 7,3meter. Penelitian ini memperkirakan beberapa tahunke depan muka air tanah turun lebih dari seratus meter.Peresapan air hujan di Bandung pada tahun 1960mencapai 75 persen. Kemudian semakin maraknyapenebangan pohon dan pendirian bangunan barudi kawasan Bandung Utara, air hujan yang meresapke dalam tanah hanya tinggal sekitar 20 persen saja.

Hal ini menjadi dasar dari keluarnya kebijakan-kebijakan yang menyatakan bahwa kawasanBandung Utara merupakan kawasan hutan lindungdan areal serapan air dan melarang pembangunanfisik di daerah ini. Peramalan

Peramalan dapat menyediakan pengetahuanyang relevan dengan kebijakan tentang masalah yangterjadi di masa yang akan datang sebagai akibat di-

Page 111: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

83

ambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu.Peramalan dapat menguji potensi dari kebijakan yangada atau yang diusulkan, mengenali kendala-kendalayang akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan meng-estimasi kelayakan (dukungan dan oposisi) dari ber-bagai pilihan.

Dalam peramalan, berdasarkan kebijakan yangada tentang kawasan Bandungutara yangdiperuntukanuntuk kawasan hutan kindung dan areal resapan air,Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkankebijakan yang tepat, yaitu melarang pembangunanfisik di kawasan ini, karena berdasarkan penelitiaanyang ada bahwa kawasan ini mengalami kerusakanakibat perubahan fungsi lahan. Bila kebijakan ini ter-laksana dengan baik maka permasalahan di KawasanBandung Utara akan terselesaikan.

RekomendasiRekomendasi membuahkan pengetahuan yang

relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biayadari berbagai alternatif yang akibatnya di masa men-datang telah diestimasikan melalui peramalan. Inimembantu pada tahap adopsi kebijakan. Rekomendasimembantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidak-pastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda,menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan sekaligusmenentukan pertanggungjawaban administratif bagiimplementasi kebijakan.

Bila dilihat dari manfaatnya, kebijakan tentangKawasan Bandung Utara yang diperuntukkan untukkawasan hutan lindung dan areal resapan air ini, akansangatbermanfaat.Kebijakaniniadalahuntukmelindungicadangan air bagi hampir seluruh masyarakat Bandung.

Page 112: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

84

Bila daerah resapan air ini hilang, maka dampaknyasangat jelas, Kota Bandung akan menghadapi masalahyang serius yaitu krisis air. Bila ini terjadi akan mem-pengaruhi ruang kehidupan yang lainnya juga. Jadi,kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi JawaBarat ini, bila terlaksana dengan baik, manfaatnyaakan dirasakan seluruh warga Kota Bandung di masayang akan datang.

EvaluasiEvaluasimembuahkanpengetahuan yang relevan

dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antarakinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Hal ini membantu pengambilankebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadapproses pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak hanya meng-hasikan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalahtelah diselesaikan, tetapi juga menyumbang padaklarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang men-dasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian danperumusan kembali masalah.

Pada tahun 1982, pembangunan di KawasanBandung Utara mulai bermunculan dan tahun 1993usaha properti mulai menggeliat dan sasaran strategis-nya adalah kawasan Bandung Utara. Khawatir akanperusakan yang lebih parah di kawasan ini, GubernurJawa Barat kembali mengeluarkan SK Nomor 660/4244/Bap/1994 tentang Pengamanan Wilayah IntiBandung Raya. Isinya antara lain menginstruksikankepada Bupati/WaliKota Bandung (waktu itu KotaCimahi belum terpisah dari Kabupaten Bandung) untuktidak memberikan baru bagi pengembang di KawasanBandung Utara. Selain itu, mereka diminta melakukan

Page 113: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

85

pengawasan dan pengendalian terhadap pemegang,memberikan laporan berkala, serta melakukan tindakanpenertiban terhadap pelanggaran yang terjadi.

Pengeluaran kembali kebijakan yang baru padatahun 1994 ini, dianggap perlu karena kebijakan tentangkawasan ini sebelumnya dianggap sudah tidak dilaksana-kan dalam implementasinya di lapangan karena yangterjadi adalah para pengembang terus membangundi kawasan ini tanpa memperdulikan kebijakan tahun1982 ini. Akhirnya Gubernur membuat kebijakan yangtegas tentangtidakadanya barupembagunandikawasanini, sekaligus pengawasan dan pengendalian terhadappemegang serta tindakan penertiban terhadap pelang-garan yang terjadi.

Agaknya pemerintah tidak serius mengevaluasisetiap kebijakan yang dikeluarkannya. Terbukti dalamkenyataannya di lapangan pembangunan-pem-bangunan fisik masih terus saja berkembang dan ber-langsung sampai sekarang ini. Dari data didapatkan,bahwa pada tahun 2002 —berdasarkan penelitian, adabeberapa daerah yang sudah mengalami kritis air. Luasdaerah kritis tersebut sudah mencapai 33,04 km persegi.Selain itu, terdapat daerah rawan yang meliputi seluruhKota Bandung dan beberapa daerah di KabupatenBandung dan Sumedang. Luasnya sudah mencapai63,09 km persegi. Di samping pembangunan fisik dikawasan resapan air, pengambilan air bawah tanahyang tak terkendali, juga menyebabkan penurunanmuka air tanah yang signifikan. Itulah pula yang me-nyebabkan banyak daerah di Kota Bandung dansekitarnya digolongkan sebagai daerah rawan dankritis air. Bahkan, penurunan muka air tanah ada yangmencapai 5,12 meter per tahun.

Page 114: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

86

Bila kita melihat ke daerah Dago Atas (salah satudaerah di kawasan Bandung Utara), kita akan melihatvila-vila megah yang berdiri di kawasan ini. Bahkanhingga sekarang ini, bermunculan pembangunan-pembangunanbaru.Kenyataaninimenjawabpertanyaantentang efektifitas kebijakan terhadap tata ruang danlingkungan di kawasan Bandung Utara ini. Jawaban-nya adalah bahwa kebijakan ini sangat tidak efektif.Isi dari kebijakan-kebijakan yang ditujukan terhadapKawasan Bandung Utara sudah sangat bagus bila dilihatdari proses pembuatan kebijakan; namun tentunyayang juga sama penting-nya dan harus sama bagusnyaadalah bila semuanya dilaksanakan secara tegas.

Bila tidak, kita akan melihat kenyataan di lapanganyang bertolak-belakang. Lihat saja, kerusakan ling-kungan di kawasan ini terus berlanjut. Ada semacammiss link antara kebijakan dan pelaksanaan. Di sinikita tidak mencari siapa yang salah, tapi ada baiknyalebih menekankan kepada bagaimana permasalahanini bisa disikapi dengan tegas sehingga perusakan alamini bisa berakhir.

Kenyataan menunjukkan, bahwa pihak pe-ngembang memang memegang yang sah yang dire-komendasikan oleh pemerintah. Hal ini menjadimenarik, karena kita melihat ketidakselarasan antarakebijakan yang dibuat oleh pemerintah melaluitindakan-tindakan yang dilakukannya, seperti pem-berian terhadap pembangunan-pembangunan fisik dikawasan ini dengan kenyataan di lapangan. Hal inipula yang menguatkan dugaan, sekaligus menjadipenyebab kenapa perusakan di Kawasan BandungUtara tidak bisa berhenti sampai detik ini. Kemudianmuncul pertanyaan baru, kenapa pemerintah bisa

Page 115: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

87

memberikan padahal sudah sangat jelas bila mengacukepada SK Gubernur Nomor 660/4244/Bap/1994,yang isinya memberikan instruksi kepada bupatiBandung dan walikota Bandung untuk peng-hentianpembangunan baru di kawasan Bandung Utara.

Bila dilihat dari perspektif psikologis bangsa ini,mungkin di belakang ini semua ada semacam praktek“pasar gelap”, entah itu berupa suap atau sogok, ataumungkin apa yang disebut “uang pelicin”. Masyarakatsudah begitu kadung menilai birokrasi kita saratbudaya korupsi yang telah berakar jauh ke dalamkebudayaan politik dan pemerintahan kita sejakjaman kerajaan dan masa penjajahan dulu. Di manaada sebuah proyek, di situ ada kecenderungan dankesempatan untuk melakukan tindak korupsi. Kondisiperekonomian Negara Indonesia yang buruk,membuat masyarakat kita tidak perduli terhadapalam dan lingkungan. Penduduk di sekitar kawasanBandung Utara pun melihat proyek-proyek pem-bangunan di kawasan ini adalah sebuah ladangkesempatan untuk mereka mendapatkan uang. Merekabisa bekerja di proyek tersebut, misalnya menjaditukang atau buruh bangunan, atau pekerjaan lain yangditawarkan para pengembang. Melihat kenyataanyang sangat kompleks tersebut, dimana akar persoalan-nya tidak melulu ada di pihak pengembang yang“nakal”, tentunya diperlukan sebuah gerakkan yaknigerakkan penyadaran masyarakat agar mereka perduliterhadap nasib alam dan lingkungan, atau setidaknyaada sosialisasi, penyuluhan dan penerangan yang tidakpernah jemu.

Page 116: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

88

Dari paparan di atas, dan berdasarkan fakta-fakta yang ada juga teori yang berkaitan dengan masalahini, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:1. Alam adalah segala-galanya bagi kelangsungan

hidup manusia. Bila alam rusak, kita semua sepakatbahwa akan membawa dampak yang sangat burukterhadap manusia sendiri. Seperti bencana alam,krisis air dan masalah yang lainnya yang kesemuanyaitu saling berkaitan satu sama lain dan mempunyaipengaruh terhadap bidang kehidupan yang lain.

2. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mengenaitata ruang dan lingkungan, dalam kasus ini khusus-nya kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Baratmengenai masalah Kawasan Bandung Utara,sudah sangat bagus secara tertulis dalam Undang-undang maupun Surat Keputusan yang dikeluar-kan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1982dan tahun 1994.

3. Dalam pelaksanaan dan perkembangannya,kebijakan-kebijakan ini menjadi sangat tidak efektif,karena tidak bisa terlaksana dengan baik. Perusakanlingkungan terus berlanjut hingga hari ini. Proyek-proyek pembangunan fisik masih ada dan semakinmenjamur.

4. Kesadaran pihak-pihak yang bersangkutan sangatrendah sekali. Pemerintah, pengembang bahkanpenduduk sekitar kurang memedulikan masalahlingkungan hidup.

5. Masalah lingkungan hidup adalah masalah bersamasetiap individuyanghidupdidalamnya;bukanmasalahperseorangan. Jadi kesadaran setiap orang diperlukan

Page 117: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

89

dalam menjaga dan melestarikan ling-kungan hidup.Dengan menjaga alam ini berarti kita menjagakelangsungan kehidupan manusia, kini dan di masayang akan datang.

Semua akan terlaksana dengan baik bila didukungdengan perangkat kebijakan dari pemerintah sebagaipemegang kekuasaan dalam sebuah Negara. Serangkaiankebijakan yang sudah ada hendaknya bisa teraplikasikandi lapangan, sehingga tidak ada perusakan lingkunganhidup lagi. Pemerintah harus bersikap lebih tegas dankonsisten terhadap kebijakannya dan terhadappelanggaran-pelanggaran yang berdampak padaperusakan alam.

H. Analisis Kebijakan

Metodologi analisis kebijakan diambil dari danmemadukan elemen-elemen dari berbagai disiplin: ilmupolitik, sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat (WilliamN. Dunn: 1994:50). Analisis ini bersifat deskriptif,diambil dari disiplin-displin tradisional yang mencaripengetahuan tentang sebab dan akibat dari kebijakan-kebijakan publik. Namun analisis kebijakan juga bisabersifat normatif, tujuan lainnya adalah menciptakandan melakukan kritik terhadap klaim pengetahuantentang nilai kebijakan publik untuk masa lalu, masakini dan masa yang akan datang.

Aspek normatif atau kritik nilai dari analisiskebijakan ini terlihat ketika kita menyadari bahwapengetahuan yang relevandengan kebijakan mencakupdinamika antara variabel tergantung (tujuan) danvariabel bebas (cara) yang sifatnya variatif (Duncan

Page 118: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Efektifitas Implementasi Kebijakan Tata Ruang...

90

Macrae, Jr, 1976: Chap 4). Karena itu, pilihan tentangvariabel-variabel seringkali merupakan pemilihanterhadap nilai-nilai yang saling bersaing, sepertikesehatan, kemakmuran, keamanan, kedamaian,keadilan, perataan dan kebebasan. Memilih danmenentukan prioritas satu nilai diatas nilai-nilai lainnyabukanlah penentuan yang bersifat teknis semata, tetapijuga keputusan yang merupakan penalaran yangbersifat moral, karena itu analisis kebijakan merupakanbentuk etika terapan. Pada akhirnya analisis kebijakanini berupaya menciptakan efisiensi pilihan atas berbagaialternatif kebijakan.

Metodologi analisis kebijakan bertujuan men-ciptakan, menilai secara kritis dan mengkomunikasi-kan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.Dalam hal ini pengetahuan menunjuk pada kepercaya-an tentang sesuatu secara akal sehat dapat dibenarkan,yang berbeda dengan kepercayaan tentang kebenaranyang pasti, atau juga kebenaran dengan probabilitasstatistik tertentu.

Dengan menggunakan metologi analisiskebijakan ini, kita bisa melihat bagaimana kekuatansebuah kebijakan, efektif dalam implementasinya. Haltersebut, dilakukan dengan mencari pengetahuantentang seluk beluk masalah yang dikaji berdasarkanpenelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapapakar yang telah disebutkan sebelumnya. Melihatkenyataannya di lapangan dan melihat kebijakan yangada, yang berkaitan dengan masalah, menjadi sebuahperbandingan untuk melihat apakah kebijakan tersebutsesuai dengan klaim pengetahuan yang ada dalamkenyataanya, baik untuk masa lalu ataupun sekarang.

Page 119: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi
Page 120: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

92

A. Pendahuluan

Indonesia adalah negara kesatuan denganPancasila sebagai landasan negara dan Undang-undangDasar 1945 sebagai pedoman konstitusi untuk men-jalankan pemerintahan. Sejak merdeka tahun 1945,Indonesia telah mengalami pergantian bentuk negarasebanyak dua kali yaitu kesatuan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan federasi dalam RIS (RepublikIndonesia Serikat) berdasarkan Undang-undang RIStahun 1949-1950. Sejak tahun 1959 dan masa OrdeBaru, Indonesia kembali menganut bentuk kesatuandengan berlandaskan Pancasila dan Undang-undangDasar 1945 sampai saat ini.

Bentuk negara kesatuan ini memberikanpengaruh terhadap sistem birokrasi yang digunakanoleh pemerintah Indonesia. Indonesia menggunakanmodel pemerintahan terpusat atau sentralisme. Modelini tumbuh dan berkembang semakin kuat selama masaOrde Baru, meski telah dibuat kebijakan desentralisasitahun 1975. Namun, dalam implementasinya tetaptidak berubah, justru kendali politik pusat semakin kuat.Sistempemerintahanterpusat inimemberikanwewenangterhadap pemerintah pusat untuk mengatur urusan-urusan yang berkaitan dengan pemerintah pusatsendiridan pemerintah daerah. Tujuan pengaturansemacam ini adalah mewujudkan pemerataan bagitiap daerah yang secara potensi, baik sumber dayaalam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) tidaksama. Kondisi inilah yang membuat beberapa daerahtidak dapat menerima, karena persoalan keadilanmenjadi kurang tercermin di dalamnya. Alih-alih,daerah yang potensi SDA-nya tinggi merasa diperlaku-kan tidak adil.

Page 121: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

93

Wacana mengenai pusat-daerah senantiasamewarnaipolitik Indonesia terutama yang menyangkutkeadilan dalam penerapan pembangunan di daerah,khususnya Jawa dan non-Jawa. Konflik mengenai relasipusat-daerah, semestinya memang tidak hanya dikajimelalui pembaruan suatu kebijakan melainkan jugadengan mempelajari bagaimana munculnya konflikdaerah sebagai wujud protes terhadap pemerintahpusat. Masyarakat di daerah, khususnya di luar pulauJawa menuntut dapat mengatur rumah tangga sendiri,baik yang menyangkut masalah manajemen keuanganmaupunpembangunan. Salah satudaerah—di Indonesiadikenaldengan sebutan provinsi—yangvokal menyuara-kan tuntutan ini adalahAceh(saat inibernamaNanggroeAcehDarussalam, selanjutnya dikenal dengan sebutanNAD). Konflik yang berlangsung hampir seperempatabad tersebut, sulit dicarikan titik temu yang dapatmemuaskan kedua belah pihak (NAD dan pemerintahpusat). Konflik bukan semakin mencair, malahan tampakmakin menggumpal. Tidak heran, bila eskalasi danmanisfestasi konflik cenderung berkepanjangan danberpengaruh terhadap bentuk dan isi kebijakan-kebijakan tentang daerah berikutnya.

Hubungan yang kurang harmonis antara pusat-daerah dapat diredam dan dikendalikan pada masaOrde Baru, melalui kebijakan cukup represif yangdikenal dengan Daerah Operasi Militer (DOM). Namun,setelah Orde Baru runtuh, yang ditandai denganlengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei1998, ketegangan yang sebenarnya sejak dulu belumterselesai-kan dengan baik itu, kembali muncul kepermukaan dan menimbulkan ketegangan konflik yangnyata, yaitu adanya konflik militer antara pemerintah

Page 122: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

94

IndonesiamelaluiTNIdanGAM(GerakanAcehMerdeka);suatu kelompok fundamentalis Aceh yang sangat meng-inginkan Aceh untuk merdeka alias melepaskan diri dariNegara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah pusat telah beberapa kali menjanji-kan pemberian “otonomi yang seluas-luasnya untukmengurus rumah tangganya sendiri” atau “otonomiyang nyata dan bertanggung jawab” kepada rakyatAceh, melalui hadirnya Undang-undang PokokPemerintahan Daerah yang telah disusun beberapakali. Namun, dalam praktiknya belum dapat diwujud-kan secara maksimal sehingga yang ada justru sebaliknya;otoritas yang cenderung sentralistik dari pemerintahpusat justru semakin menguat. Semakin lama, hal inimenimbulkan rasa tidak puas dari daerah terutamayang memiliki potensi sumber daya alam yang ber-limpah, di mana mereka merasa tetap miskin dan tidakmampu memberdayakan daerah sendiri, dan jika tidakdiselesaikan dengan bijaksana maka akan timbulgejolak yang lebih parah (Alrasyid, 1999:7). Tentu halini dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.

Keinginandaerah untukmendapat otonomiyangseluas-luasnya memunculkan wacana baru lainnya,yaitu tentang bentuk negara federal. Sebenarnya halini juga bukan merupakan hal baru karena pada awalberdirinya negara RI, Indonesia pernah menganutmodel ini. Para pakar kenegaraan banyak memberi-kan pendapat mengenai wacana yang lebih beranidari hanya sekadar otonomi daerah. Otonomi daerah,federalisme, konflik separatisme, era reformasi,sepertinya menjadi wacana yang memiki titik-titikketerkaitan satu sama lain yang menarik untuk dikaji.

Page 123: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

95

B. Berbagai Permasalahan

Dalam konteks tulisan ini, berbagai permasalahanyang menghinggapi Kota Serambi Mekkah selama kurunwaktu yang cukup lama, dapat dielaborasi sebagaiberikut:

Pertama, dalam bidang politik, konflik yangterjadi antara NAD dan pemerintah (pusat) Indonesiamemberikan pengaruh secara politik, langsung maupuntidak, dalam merubah kebijakan pemerintahan tentangdaerah dan merubah model sistem pemerintahantermasuk bentuk birokrasinya dari sentralisasi perlahanke arah desentralisasi. Hal ini memengaruhi imple-mentasi kebijakan pemerintah terhadap keseluruhandaerah di Indonesia.

Kedua, dalam bidang ekonomi, pemberianotonomi, baik terhadap Aceh dan daerah lain mem-perluas kesempatan bagi pemerintah daerah untukmandiri dalam membuat kebijakan dalam rangkamemaksimalkan potensi SDA dan SDM yang dimilikisehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.

Ketiga, dalam bidang pertahanan dan keamanan,konflik daerah berpengaruh terhadap keutuhan bangsa.Namun, paradoksnya adalah pemberian otonomi yangseluas-luasnya tanpa pelaksanaan yang bijak danketat dapat memberikan kelonggaran sehingga dapatmeningkatkan potensi separatisme dimana wacanainimenjadimasalahrawanbagi Indonesia sejakberdirinyatahun 1945 hingga sekarang. Ditambah pula denganberkembangnya usulan mengenai federalisme bagiIndonesia yang masih menjadi polemik di antara paraahli politik.

Page 124: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

96

C. TeoriKonflik

Konflik merupakan gambaran nyata dan takterhindarkan dalam realitas kehidupan baik individu,masyarakat, negara maupun secara , yang terjadi sejakkehidupan itu sendiri ada dan sampai saat ini.Eksistensi, eskalasi dan manifestasi konflik terusberlangsung selama manusia selalu berdialektikadengan tuntutan dan kebutuhannya; dan menjadielemenpentingbagi kehidupan.Namun, sebagianbesarpihak seperti individu atau negara atau organisasiseringkali memberikan pandangan miring tentangkonflik. Kesan negatif ini melekat pada konflik karenapengaruhdestruktif yangdapat ditimbulkan, atau secarasederhana hampir sebagian besar konflik bersifatmerusak, baik secara material, non-material dan sosial,yang tidak jarang akibatnya dapat menelan korbanjiwa.

Konflik dalam pemahaman umum telah memilikiimage tersebut sebagai opposite (lawan) dari kerja sama.Konflik dapat terjadi dalam cakupan dimensi yang luas,baik waktu, tempat, sasaran maupun konsekuensi,bahkan dalam diri manusia sebagai pribadi atauindividu dapat terjadi konflik. Dalam paparan ini akandibahas lebih jauh mengenai konflik itu sendiri sebagaientitas yang mandiri yang keberadaannya tak dapatdielakkan dari kehidupan manusia termasuk sistem,meski di pihak lain begitu banyak suara yang mewakiliperdamaian untuk menentang dan meniadakan konflik.

Secara definisi, konflik dapat diartikan sebagaiantara paling tidak dua individu atau kelompok yangmemiliki tujuan berbeda (Nicholson,1972). Per-bedaan ini secara umum merupakan ultimasi dari

Page 125: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

97

perbedaan pikiran, perkataan, dan perbuatan (Chang,2002:34). Konflik juga banyak dipahami sebagai suatusituasi dimana terjadi persaingan untuk memenuhitujuan yang tidak selaras dari kelompok-kelompokyang berbeda (Miall, et. All., 1992 : 21). Melaluipenelusuran definisi tersebut di atas dapat disimpulkanbahwa konflik dapat terjadi kapan saja dan dimanasaja, ketika benturan pikiran, perkataan dan perbuatantidak menemukan jalan keluar oleh individu ataukelompok yang tengah ber (Augustino, 2005 : 93).

Konflik dipahami memiliki w ajah Janus1 (yangberbeda). Pertama, konflik dapat dianggap sebagaisebuah patologi sosial, akibat kegagalan sebuah prosessuatu masyarakat atau komunitas. Dalam kerangkaini, konflik biasanya dipahami sebagai suatu yangdestruktif, karena itu mungkin harus dihindarkan.Interpretasi semacam ini mengandung nuansa pesimistisdalam melihat konflik sebagai suatu fenomena. Kedua,konflik dilihat dari segi fungsionalnya, yakni sebagaisebuah mekanisme untuk menyempurnakan prosessosial. Dalam pemahaman semacam ini, konflikdilihat dari sudut yang lebih optimistik, yakni sebagaisebuah cara untuk menghilangkan ber-bagai elemendis dalam rangka membentuk suatu komunitas yangsolid. Dalam artian, konflik tidak seharusnya perludihindari, sebaliknya harus dikelola dan kemudian dicarisolusinya (Augustino, 2005 : 94)

1 Nama dewa dalam mitologi Romawi Kuno yang memilikidua muka yang menghadap ke arah yang berlawanan, yangmenggambarkan kontradiksi atau ambivalen.

Page 126: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

98

Berkaitan dengan hal tersebut, Paul Connmenyatakan bahwa konflik politik dapat dikelompok-kan dalam dua tipe yaitu sebagai berikut:1. Konflik negatif (destruktif)

Konflik yang dapat mengancam eksistensi sistempolitik yang biasanya disalurkan melalui cara-caranonkonvensional atau nonkonstitusional, sepertiterorisme, kudeta, separatisme, hingga revolusi.

2. Konflik positif (konstruktif)Konflik yang tidak mengancam eksistensi sistempolitik yang disepakati bersama dalam konstitusi.Mekanisme yang dimaksud ialah lembaga-lembagademokrasi, seperti partai politik, lembaga ataubadanperwakilanwarga,pengadilan,pemerintahanpers, dan forum-forum terbuka lainnya. (Augustino,2005 : 94)

Tipe konflik berdasarkan dimensi tempat dibagimenjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1. Konflik internal dalam suatu negaraKonflik ini mulai dari konflik yang bersifat lokalyang berada dalam suatu wilayah tertentu sebuahnegara dimana sifatnya sempit, tidak melibatkanbanyak pihak. Umumnya jenis konflik ini tidak me-merlukan penanganan yang terlalu serius. Sampaikonflik yang melibatkan banyak pihak dan memilikipotensi dampak yang besar bagi negara misalkeruntuhan negara. Konflik ini biasanya melibatkanpemerintah bahkan negara lain atau organisasisebagai pihak ketiga, misal konflik Aceh (GAM) vspemerintahIndonesia.Dalambuku“Politik&OtonomiDaerah” karya Augusta dijelaskan sumber konflikinternal ini dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti

Page 127: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

99

yang dianut teori identitas dimana daerah merasaidentitasnya terancam sampai terjadinya dislokasiSDA (sumber daya alam); status kekuasaan;hubungan masyarakat yang bersifat low trust society;dan kesalahpahaman antarbudaya akibat stereotypeyang terbangun.

2. Konflik eksternal antarnegaraKonflik ini melibatkan lebih dari satu negara, umum-nya dua negara dimana biasanya dipengaruhi olehfaktor-faktor pendukung seperti kedekatan geo-grafis, permasalahan sejarah yang tak terselesaikan,bekas koloni, dsb. Konflik ini mungkin melibatkannegara lain atau organisasi sebagai mediator ataupenengah dalam upaya penyelesaian konflik. Misal:sengketa IndonesiavsMalaysiamengenai SipadandanLigitan, Indonesia vs Singapura mengenai kasusreklamasi, dsb.

3. Konflik regional atauKonflik ini mencakup wilayah yang lebih luas danmelibatkan lebih dari dua negara. Tidak sedikit daripemicu awalnya hanya merupakan dua negaratetapi meluas dengan melibatkan negara-negaralain, biasanya negara-negara besar yang memilikikepentingan tertentu, menjadi pendukung dansekutu bagi salah satu pihak yang berkonflik bahkanmampu menyerap perhatian dari semua negaradi dunia. Misal: konflik Timur Tengah yang kompleksdan berjangka waktu lama dimana telah melibatkanbanyak negara besar, seperti Amerika Serikat, Inggrisdan organisasi-organisasi misal PBB. Menurut LeoAugustino konflik regional atau inter-nasional dapatterjadi karena adanya dislokasi ekonomi, peredaransenjata illegal, terorisme, dsb.

Page 128: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

100

Dalam mengupas masalah konflik, maka peng-gunaan teori disesuaikan tema yang ada, dan akan di-persempit dengan hanya membahas konflik internaldalam suatu negara.

D. Konflik Internal dalam Negara

Konflik internal dalam negara merupakanmasalah nasional masing-masing negara dimana upayapenyelesaiannya pun merupakan hak pribadi darinegara tersebut. Namun, konflik internal yang telahmenyangkut pemerintah pusat dan militer, dapatmengundang perhatian dimana tidak sedikit masalahnasional menjadi , dan negara lain ikut serta membantudalam upaya penyelesaian.

Secara sederhana, dari pendapat Augustino(2005:95-99), dapat disimak adanya tiga sumber-sumber konflik internal:

1. Tekanan yang makin keras terhadap peran negarasebagai sebuah kekuatan yang berdaulat atas wilayahdan warganya. Kekuatan-kekuatan seperti ikatanetnis, nasionalitas, agama, dll menjadi ancaman baginegara yang pada akhirnya cenderung membuatnegara pada posisi defensif. Lebih jauh, hal ini mem-buat hubungan perikatan negara-bangsa semakinrentan. Anthony Smith (1986:150) berpendapatbahwa “tugas utama negara dewasa ini adalah men-ciptakan stabilitas di tengah-tengah tarikan arusetnisitas yang makin intensif.” Dalam banyak kasus,rapuhnya posisi negara terjadi ketika negaradibangun di atas fondasi legitimasi yang lemahseperti terlihat pada beberapa negara berkembang

Page 129: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

101

yang belum memiliki kemampuan memerintah yangbaik, dalam arti dapat merespon kebutuhan rakyat-nya.

2. Terdapatnya mobilisasi dari kelompok-kelompokyang tidakpuas terhadap situasi dankondisi tertentu.Ketidakpuasan tersebut diekspresikan secarabertahap oleh kelompok-kelompok, yang biasanyaterdiridarikelompokyangmemiliki ikatanetnis,agama,dll, melalui protes secara damai yang kemudian dapatsampai pada tingkatan gerakkan pemberontakanterhadap negara (separatisme).

3. Adanya ambisi pribadi dimana memanfaatkan situasinegarayangberadapadatitik rawanuntukmemenuhikepentingan pribadinya. Hal ini dapat dilakukankaum elite seperti pemimpin seperti presiden. Paraelite melakukan ini melalui berbagai cara sepertimelakukan diskriminasi yang mengistimewakankaum mayoritas dan menindas kaum minoritas,mendefinisikan partisipasi politik berdasarkanpembagian etnis atau agama tertentu, menyebarkankebencian terhadap golongan tertentu di mediaatau bahkan dengan membentuk satuan-satuanpembantai seperti kelompok inter-abamwe diRwanda ketika menghabisi suku Hutu (Miall, et.al.,1990 : 90).

E. Model Pembuatan Kebijakan1. Model Inkrementalisme (Policy Sebagai

Kelanjutan Masa Lalu)

Pandangandidalampublicpolicy ialahmenekankankelanjutan dari kegiatan-kegiatan pemerintah di masa

Page 130: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

102

lalu dengan sedikit mengadakan perubahan. Ahli ilmupolitik Charles E. Lindblom yang pertama kali menge-mukakan model inkremental ini di dalam serangkaiankritiknya terhadap model pembuatan keputusan yangrasional (sebagai tambahan, model rasional memandangbahwa suatu kebijakan harus dirancang secara tepatuntuk memaksimal-kan keuntungan nilai-nilai bersih,yang didapat melalui proses pembuatan yang efisisendan dengan preferensi untung-rugi yang cermat).

Menurut Lindblom, pembuat keputusan sulituntuk melakukan peninjauan secara ajeg dari seluruhpolicy yang telah dibuatnya. Demikian pula, sulit untukmelakukan identifikasi tujuan-tujuan sosial, menelitiuntung rugi dari alternatif-alternatif policy yangdipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sosialtersebut, mengklasifikasi preferensi bagi setiap alternatifdalam hubungannya dengan perhitungan untung-rugi,dan menyeleksi informasi-informasi yang relevan.Sementara itu, hambatan-hambatanwaktu, kecermatandan biaya dapat mencegah pembuat policy mengi-dentifikasikan alternatif-alternatif policy dan konsekuensi-nya. Adapun hambatan politik dapat menghalangi ter-ciptanya tujuan-tujuan sosial yang jelas dan perhitunganyang cermat atas perbandingan antara biaya yangdikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh. Modelmemperkenalkan kebiasaan yang tidak praktis daripembuatan policy yang memperguna-kan carakomprehensif yang rasional (rational comprehensive).Model ini berusaha menjelaskan proses pengambilankeputusan yang lebih konservatif. (Thoha, 2005:113-114). Model ini seringkali digunakan oleh para pembuatkebijakan di Indonesia.

Page 131: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

103

Ada beberapa alasan mengapa pembuat policylebih bersifat inkrementalis. Alasan-alasan itu adalahsebagai berikut:

1. Mereka tidak mempunyai waktu, kecerdasan ataubiaya untuk melakukan penelitian dari semuakemungkinan alternatif dari suatu policy yang ada.Waktu mereka tersita untuk memecahkan masalah-masalah rutin dan kegiatan-kegiatan lainnya.Dengan demikian usaha untuk mengadakanpenelitian untuk merancang policy baru yang bisamengganti policy yang mendahuluinya tidak sempatdilakukan.Kecerdasan,kemampuan,danketerampilankurang mampu menjangkau untuk mengadakanpengantian dari policy yang ada. Teknik daninformasi tidak tersedia serta kurang memadainyakecakapan dan keterampilan. Dengan demikian,keadaan “status quo” dipertahankan atau palingsedikit dengan melakukan beberapa perubahan.Selain itu, biaya yang diperlukan dalam pengumpulandata dan informasi juga tidak sedikit sehinggaperhitungan kebijakan secara rasional (untung-rugi) dari setiap alternatif policy yang ada, sulitdilakukan. Dengan demikian, suatu policy yangdiharapkan rasional menjadi tidak rasional jikatetap dilakukan tetapi dengan kapasitas yang kurangmemadai, baik dari biaya, waktu, dan kemampuan.

2. Para pembuat kebijakan menerima keabsahan daripolicy sebelumnya karena ketidaktentuan akibat-akibat yang akan ditimbulkan dari policy yang baruatau yang sama sekali berbeda dari yang mendahului-nya. Usaha mempertahankan program yang ada,dinilai lebih baik dan menguntungkan dari pada

Page 132: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

104

membuat policy atau program baru yang akibat-akibatnya tidak dapat diramalkan. Dalam keadaanyang tidakmenentu tersebut, akan lebihmenguntung-kan untuk melanjutkan policy atau program-programyang lalu.

3. Terdapatnya tabungan-tabungan yang menarikdalam program-program sebelumnya yang meng-halangi perubahan-perubahan policy yang benar-benar radikal. Tabungan-tabungan tersebut dapatberupa uang, gedung, atau perangkat keras lainnya.Dapat juga berupa tindakan-tindakan psikologis,praktik administratif atau struktur organisasi. Sebagaicontoh, jika suatu organisasi tetap mempertahan-kan yang lama, mengembangkan hal-hal rutin danpegawainya tetap mengembangkan tradisi lama,sulitbagipembuatpolicyuntukmelakukanperubahan-perubahan yang radikal.

4. merupakan tindakan politik yang tepat.Persetujuan dalam proses pembuatan policy akandatang lebih mudah, jika hal-hal yang dipersoalkanadalah mengenai kenaikan atau penurunan anggaranatau hanya penyempurnaan policy yang ada.Konflik dapat terjadi jika pembuatan keputusandipusatkan pada policy utama untuk mengubahhal-hal yang melibatkan keuntungan dan kerugianyang besar.Olehkarena itu, untukdapat mengurangibahkanmenghindari konflikdalamprosespembuatankebijakan, mereka menghindari tindakan-tindakanperubahanyang radikal. Itulah sebabnyakemenanganpolicy lama dilanjutkan untuk masa-masa yang akandatang. Dengan demikian, merupakan usaha yangamat penting untuk menurunkan ketegangan saat

Page 133: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

105

prosespembuatankebijakanberlangsung, memeliharakestabilan dan melindungi sistem politik itu sendiri.

Selain empat alasan tersebut, didukung jugaoleh sifat-sifat manusia pada umumnya. Sebagian besarmanusia cenderung mempertahankan stabilitas,kurang menyukai konflik, tidak mau bersusah-payahmencari hal-hal yang paling baik di antara yang baik,dan(tambahan)mempertimbangkandariberbagaiaspekuntuk melakukan perubahan radikal. Oleh karenaitu, perubahan dan pergantian policy yang ada akanmengakibatkan tidak adanya stabilitas, terjadinyakonflik dan merupakan upaya yang tidakprogramatis. (Thoha, 2005:115-117).

2. Model Sistem(Policy Sebagai Hasil dari Suatu Sistem)

Model sistem memandang sistem sebagai wadahantara dan output di mana ke dua elemen ini ( danoutput) menjadi elemen kunci yang menentukanproses sistem itu sendiri dan pembuatan kebijakan.Ke dua elemen ini berkembang dalam suatu lingkungandengan situasi dan kondisi yang tidak tentu sama, padaperiode waktu yang berbeda. Lingkungan yangmerupakan faktor eksternal ini memberikan , dapatberupa tekanan atau tuntutan. Menurut Thoha, sistempolitik adalah saling ketergantungan antara strukturdan proses suatu kelompok yang berfungsimengalokasikan nilai-nilai yang otoritatif untuk suatumasyarakat (Thoha, 2005:117). Jadi output merupakannilai-nilai otoritatif tersebut yang diolah dalam black-box berdasarkan dari lingkungan eksternal.

Page 134: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

106

Menurut David Easton, proses pembuatankebijakan berdasarkan teori sistem digambarkanmelalui diagram di bawah ini.

sistem

Input Output

Feed back

Black Box

Model sistem berusaha menggambarkan publicpolicy sebagai suatu hasil (output) dari suatu sistempolitik. Pada konsep sistem terkandung di dalamnyaserangkaian institusi dalam masyarakat dan aktivitas-nya yang mudah diidentifikasikan. Lembaga-lembagaini melakukan fungsi transformasi dari beberapatuntutan ke dalam suatu keputusan otoritatif. Usahatransformasi ini membutuhkan dukungan seluruhmasyarakat. Terkandung pula di dalam konsep sistemunsur-unsur sistem yang saling berhubungan. Unsur-unsur tersebut dapat memberikan respon dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam lingkungannya. Hal tersebutdilakukan agar dapat melindungi dirinya sendiri (yangdimaksud mungkin sistem itu sendiri). (Thoha, 2005:118).

Menurut Thoha, ada beberapa cara suatusistem melindungi dirinya yaitu sebagai berikut: 1)Menghasilkan output-output yang dapat memuaskan,2) Menggantungkan pada akar-akar yang telahmengikat secara mendalam pada sistem tersebut, 3)Menggunakan pemaksaan. (Thoha, 2005: 119).

Page 135: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

107

Secara historis, konflik dan gejolak yang bersifatkedaerahan sebenarnya bukan fenomena baru. Namundemikian, pergolakan politik di daerah pasca-OrdeBaru tidak bisa dipisahkan dari dimulainya eraketerbukaan politik menyusul berakhirnya rezimSoeharto sejak 1966. Hakikat pergolakan di tingkatlokal itu bersumber pada akumulasi kekecewaanrakyat terhadap arah dan kecenderungan pembangunanyang eksploitatif dan mengesampingkan peran dankontribusi rakyat lokal di satu pihak, serta mengabai-kan rasa keadilan masyarakat di pihak lain (Haris,2005:66).

Pergolakan daerah yang memperuncing relasipusat-daerah telah mewarnai perjalanan bangsaIndonesia sejak awal kelahirannya. Selain konflik Acehyang berkepanjangan, terdapat juga konfllik-konfliklama yang berhasil diredam seperti pemberontakanPKI di Madiun, pemberontakan DI/TII di beberapadaerah di Jawa Barat, pemberontakan Permesta diSulawesi, masalah Papua, dsb. Dari beberapa konfliktersebut terlihat bahwa maraknya konflik yang terjadidi luar pulau Jawa, disebabkan oleh ketimpanganekonomi dan pembangunan antara Jawa dan LuarJawa; kebijakan desentralisasi yang tidak dapatberjalan dengan baik yang justru pada implementasi-nya adalah sentralisasi pusat yang terlalu kuat; konflikinternal dalam tubuh TNI AD sehingga berimbaspada hubungan sipil-militer (Haris, 2005 : 67).

F. Konflik Aceh

Konflik Aceh merupakan salah satu gambaranhubungan pusat-daerah yang terganggu. Pertumpahan

Page 136: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

108

darah di Aceh selama 30 tahun lamanya telahmengalami pasang surut sejak pemerintahan OrdeBaru sampai era reformasi di bawah kepemimpinanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono. Aceh yangdiwakili oleh GAM menginginkan kemerdekaan danberpisah dariNKRI jika pemerintah tidak memberi-kan keleluasaan bagi daerah untuk mengelola sendiriwilayahnya. Konflik antara pemerintah dan GAMini tidak hanya meliputi ketegangan politik biasamelainkan juga konflik senjata yang telah menelankorban yang tidak sedikit dari pihak sipil, dan darike dua belah pihak.

Pada era Soeharto, permasalahan ini cenderungtidak sampai mencuat ke permukaan, meski sebenar-nya gejolak telah berlangsung sejak tahun 1980-an,tetapi tampak tenang tanpa masalah yang berarti.Baru pada era reformasi dimana segala sesuatudituntut untuk terbuka, gejolak yang telah lama adaini kembali muncul dan lebih berani dari sebelum-nya. Upaya perdamaian telah dilakukan sejakpemerintahan Megawati Soekarnoputri dandisepakati untuk menggunakan pihak ke tiga melaluiperundingan di Helsinki. Perjanjian damai Helsinkiantara RI dan GAM merupakan awal dari upayapenyelesaian menyeluruh masalah Aceh. Perundinganini tidak berjalan mudah, melainkan sempat diwarnaiaksi militer dari pemerintah dan perlawanan senjatadari GAM.

Setelah melakukan pertemuan beberapa kalipascakesepakatan tahun 2002 yang bisa dianggapbelum berhasil, akhirnya ditemukan titik temumelalui draf Nota kesepahaman RI-GAM.

Page 137: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

109

1. Draf Kesepahaman RI-GAM

Berikut ini diuraikan mengenai draf kesepahamanantara Pemerintah Republik Indonesia denganGerakan Aceh Merdeka (GAM):

Penyelenggaraan Pemerintahan- Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan

Pemerintahan di Aceh akan diundangkan danmulai berlaku selambat-lambatnya 31Maret 2006.

- Undang-undang itu didasarkan pada prinsip,antara lain: Aceh memperoleh 70 persenpenghasilan dari semua cadangan hidrokarbondan sumber daya alam; Aceh membangun semuapelabuhan laut dan udara; Aceh mendapatakses langsung ke negera-negara lain.

Partisipasi Politik- Pemerintah RI akan memfasilitasi pembentukan

partai lokal tidak lebih setahun setelah penan-datanganan.

- Pemilu lokal akan digelar April 2006 untukkepala daerah dan 2009 untuk DPRD.

- Sampai 2006, DPRD Aceh tak berwenangmengesahkan Undang-undang apa pun kecualidengan persetujuan Kepala Daerah.

Peraturan Perundang-undangan- Penunjukan kepala kepolisian organik dan

penuntut umum akan mendapatkan persetujuanKepala Daerah Aceh.

Hak Asasi Manusia dan Amnesti- Sebuah pengadilan HAM akan dibentuk di Aceh.- Akan dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Page 138: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

110

- Pemerintah RI akan memberikan amnesti kepadaanggota GAM tidak lewat dari 15 hari setelahpenandatanganan.

- Narapidana dan tahanan politik akan dibebaskantanpa syarat selambat-lambatnya 15 hari setelahpenandatanganan.

Reintegrasi ke dalam Masyarakat- Semua orang yang mendapat amnesti akan

memperoleh hak-hak politik, ekonomi, dansosial serta hak untuk berpartisipasi secara bebasdalam proses politik baik di Aceh maupuntingkat nasional.

- Orang-orang yang pernah menanggalkankewarganegaraan NKRI berhak memperolehkewarganegaraan mereka kembali.

- Semua tahanan politik yang diampuni akanmenerima alokasi tanah pertanian yang cocok,pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dariPemda Aceh.

- Rakyat sipil yang menderita kerugian akibatkonflik akan menerima alokasi tanah pertanianyang layak.

- Pasukan GAM akan memiliki hak untuk mem-peroleh pekerjaan dalam polisi dan tentaraorganik di Aceh tanpa diskriminasi dan sesuaidengan standar nasional.

Pengaturan Keamanan- GAM melakukan demobilisasi atas semua

pasukan militernya.- GAM menyerahkan semua senjata, amunisi, dan

alat peledak yang dimiliki oleh para anggota GAMdengan bantuan Misi Monitoring Aceh (AMM).

Page 139: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

111

- Penyerahan senjata GAM akan dimulai pada15 September 2005, yang akan dilaksanakandalam empat tahap, dan diakhiri pada 31Desember 2005.

- Pemerintah RI akan menarik semua elemententara dan polisi nonorganik dari Aceh.

- Relokasi tentara dan polisi nonorganik akandimulai pada 15 September 2005, dan akandilaksanakan dalam empat tahap sejalan denganpenyerahan senjata GAM segera setelah setiaptahap diperiksa AMM dan berakhir pada 31Desember 2005.

- Tidak ada pergerakan tentara setelah MoU.Semua pergerakan lebih dari satu peleton perludiberitahukan sebelumnya kepada Kepala MisiMonitoring.

- Dalam keadaan waktu damai yang normal,hanya tentara organik yang akan berada di Aceh.

Pembentukan Misi Monitoring Aceh- Misi Monitoring Aceh (AMM) dibentuk oleh

Uni Eropa dan negara-negara ASEAN.- Tugas AMM memantau pembubaran demo-

bilisasi GAM dan penyerahan senjatanya,memantau relokasi tentara dan polisi non-organik, memantau proses perubahan peraturanperundang-undangan, dan menyelidiki danmemutuskan pengaduan dan tuduhan pelang-garan terhadap Nota Kesepahaman.

- PemerintahRI bertanggung jawab atas keamanansemua personel AMM.

- Pemerintah RI akan menyediakan tempat-tempatpengumpulan senjata dan mendukung tim-timpengumpul senjata bekerja sama dengan GAM.

Page 140: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

112

- Untuk mendukung transparansi, Pemerintah RIakan mengkan akses penuh bagi perwakilanmedia nasional dan ke Aceh.

Penyelesaian Perselisihan- Perselisihan akan diselesaikan oleh Kepala Misi

Monitoring melalui musyawarah dengan para-pihak dan semua pihak memberi informasiyang dibutuhkan secepatnya. Keputusan KepalaMisi Monitoring akan mengikat parapihak.

- Jika AMM menyimpulkan bahwa perselisihantidak dapat diselesaikan dengan cara sebagai-mana tersebut di atas, maka perselisihan akandibahas bersama oleh Kepala Misi Monitoringdengan wakil senior dari setiap pihak. Selanjut-nya, Kepala Misi Monitoring akan mengambilkeputusan yang akan mengikat para pihak.

- Dalam kasus perselisihan tak dapat diselesaikan,Kepala AMM akan melaporkan secara langsungkepada Menteri Koordinator Politik Hukum danKeamanan, pimpinan GAM, dan Ketua DewanDirektur Crisis Management Initiative, sertamengonfirmasikan Komite Politik dan KeamananUni Eropa. Setelah berkonsultasi dengan para-pihak, Ketua Dewan Direktur Crisis ManagementInitiative akan mengambil keputusan yang akanmengikat parapihak.

Ekonomi- Aceh berhak memperoleh dana melalui utang

luar negeri dan menetapkan suku bunga di atasketentuan BI.

Page 141: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

113

- Aceh berhak menetapkan dan memungut pajakuntuk membiayai kegiatan internal. Aceh ber-hak melakukan perdagangan dan bisnis internaldan serta menarik dan wisatawan asing.

- Aceh akan memiliki kewenangan atas sumberdaya alam laut di teritorial Aceh.

- Aceh melaksanakan pembangunan pelabuhanlaut dan udara.

- Aceh akan menikmati perdagangan bebasdengan semua bagian RI tanpa hambatan pajakdan tarif.

- PemerintahRI menyetujui auditor luar melakukanverifikasi atas pengumpulan dan pengalokasianpendapatan pusat dan Aceh.

- GAM akan mencalonkan wakil-wakilnya untukberpartisipasi secara penuh dalam melaksana-kan rekonstruksi pascatsunami (BRR).

Nota perdamaian tersebut merubah kebijakanIndonesia terhadap daerah, khususnya Aceh dimanaterdapat otonomi khusus yang diberikan olehpemerintah pusat. Kemudian bagaimana konfliksecara umum dan khususnya konflik Aceh dapatmerubah kebijakan pemerintah terhadap daerah akandibahas dalam pembahasan dan analisis kasus.Selanjutnya, apakah ke depan otonomi khusus ini dapatmemunculkan permasalahan hubungan pusat-daerahyang lain? Pertanyaan-pertanyaan tersebut amatmerasuk untuk didiskusikan.

Reformasi di pelbagai bidang di Indonesia yangtelah berjalan duabelas tahun tahun, awalnya di-mulai dengan adanya paradoks antara tuntutan akankehidupan yang lebih baik dan demokratis, di satu

Page 142: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

114

sisi dan situasi anarkis di sisi lainnya. Tuntutan yangkuat akan kehidupan yang demokratis muncul sebagaikonsekuensi logis atas lahirnya kehidupan baru akibatperilakupolitik rezimterdahulu (OrdeBaru)yangbanyakmengabaikan, melanggar atau bahkan menginjak-injak hak warga negara.

Kesadaran relasi kekuasaan yang dibangunselama itu dirasakanoleh banyak orang terlalu timpang,angkuh dan represif. Sedangkan situasi anarkis munculsebagai manifestasi agresifitas dari rasa putus asa danketidakberdayaan sebagian besar anggota masyarakatketika berhadapan dengan struktur-struktur yangarogan. Tuntutan memenuhi kebutuhan-kebutuhanhidup minimum yang sangat mendesak, disparitasyang sangat tajam, serta hancurnya kepastian normatifdan kepantasan berperilaku di dalam masyarakat,menjadi ladang subur berbagai kerusuhan sosial.Situasi anomik semacam ini sangat lazim terjadi padamasyarakat yang mengalami perubahan sosial yangcepat dan mendadak (Huntington, 1971 dalamAugustino, 2005 : 230)

Konflik yang muncul seperti konflik Aceh dapatdikategorikan sebagai konflik internal yang bersifatdestruktif karena sudah sampai pada tingkat meng-ancam eksistensi negara Indonesia. Namun, di sisilain konflik ini memberikan kontribusi “psikologis-politik”, yaitu dapat merubah sistem yang selama inisangat sulit dirubah sifat permanennya. Meski melaluiproses yang tidak mudah dimana muncul pro-kontraserta timbulnya permasalahan dalam implementasi,ini adalah awal dari perubahan dan konflik menjadielemen pembuka bagi perubahan.

Page 143: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

115

2. Sifat Relasi Pusat-Daerah

Harus diakui bahwa pengelolaan hubunganpemerintah pusat dan daerah ke arah yang lebihharmonis serta memenuhi aspirasi kedua belah pihaksecara adil dan proporsional bukanlah persoalanmudah. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia sendirimemperlihatkan tingginya tingkat fluktuasi konflikdan ketegangan dalam relasi pusat-daerah meskipunberbagai upaya penyelesaiannya telah dilakukansejak periode 1950-an hingga era reformasi ini.Agenda penyelesaian yang ditawarkan pemerintahpusat hampir selalu bermuara pada munculnyapersoalan baru yang tidak atau kurang diantisipasi,dan diakomodasi dalam proposal kebijakan sebagaiakibat dari besarnya kepentingan elite politik untukmempertahankan posisi superior dan dominasipusat-daerah (Haris, 2005 :65-66).

Dalam konteks relasi Pusat-Daerah, cara pandangsentralistik yang cenderung hierarkis-dominatif danmelihat daerah sebagai subordinasi pusat, sudah tentutidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi dan demok-ratisasi relasi Pusat-Daerah. Resistensi daerah terhadappusat pada dasarnya bersumber dari kecenderungancara pandang hierarkis-dominatif, sehingga tidak adapeluang bagi daerah untuk berkembang sesuaikemampuan, potensi, dan keanekaragaman lokalmasing-masing (Haris, 2005 : 74).

Oleh karena itu dalam rangka penataan kembalihubungan pusat daerah ke arah yang harmonis,sudah waktunya dikembangkan pemikiran progresifyang didasarkan pada relasi yang bersifat partnership

Page 144: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

116

dan interdependensi. Artinya, meskipun secara hierarkispemerintah-pemerintah daerah berkedudukan lebihrendah, tetapi karena komunitas-komunitas lokalpada dasarnya sudah otonom, maka pengaturanhubungan pusat-daerah meniscayakan berlakunyaasas kemitraan dan saling ketergantungan di antarakeduanya (Haris, 2005 : 74-75).

Konsekuensi logis dari pemikiran ini adalahkeperluan berlakunya cara pandang otonomi daerahsebagai “kontrak” antara pemerintah pusat danpemerintah daerah, melalui wakil-wakil rakyatdaerah. Cara pandang baru ini diharapkan bukanhanya yang bisa menjamin hubungan yang bersifatkemitraan dan saling ketergantungan antara pusat-daerah, melainkan juga dapat menjadi dasar bagihubungan yang lebih harmonis di antara dua pihakdi masa depan. Kontrak yang bersifat kesepakatanpusat-daerah ini penting diagendakan untuk menjagakonsistensi implementasi desentralisasi di satu pihak,dan menjamin agar daerah-daerah tidak memisahkandiri dari Indonesia di pihak lain (Haris, 2005 : 75).

Keterlibatan dua pihak, pusat-daerah, dalamperumusan kebijakan otonomi daerah, merupakankeniscayaan dalam pola relasi yang bersifat kemitraandan saling ketergantungan tersebut. Dalam kaitan ini,Dewan Perwakilan Daerah (DPD), salah satu kamardari sistem parlemen dua kamar (bicameral) yanghendak dibangun, dapat menjadi wadah bagi rakyatmemperjuangkan aspirasi dan kepentingan merekadalam berhadapan dengan pusat. Melalui keterlibatanwakil-wakil rakyat daerah ini diharapkan dapatdicapai kesepakatan bersama yang bisa menjamin

Page 145: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

117

kepentingan pusat maupun daerah secara adil danproporsional (Haris, 2005 : 75).

Penyelesaian konflik Aceh yang berlarut-larutserta munculnya pro-kontra mengenai perlu tidaknyarevisi atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah, pada dasarnyamerupakan indikasi bahwa masalah hubungan antarapemerintah pusat dan daerah di Indonesia hinggakini belum selesai. Meskipun pemerintah pusat telahmengesahkan Undang-undang Nanggroe AcehDarussalam (NAD) bagi Aceh dan menjanjikan pem-berian otonomi khusus dan seluas-luasnya, hubunganantara pemerintah pusat dan daerah, khususnyaAceh, masih menyimpan potensi ketegangan.

3. Respons Negara

Menghadapi berbagai tuntutan yang semakinmeningkat terhadap peran negara, ada strategi yangseringkali dilakukan oleh negara dalam upaya mem-pertahankan legitimasinya. Anthony Giddens (1985)menyatakan bahwa dalam rangka mempertahankanlegitimasi dan wibawa negara di mata rakyatnya,negara menciptakan strategi tertentu yang antara lainmeliputi:1. Penerapan surveillance (pengawasan secara ketat)

terhadap warganya. Ada dua masam pengawasanyang dilakukan oleh negara. Pertama, pengumpulanberbagai informasi rahasia terhadap isu yang sedangatau memiliki potensi untuk muncul. Informasi iniini digunakan oleh negara untuk mengontrol kondisiyang ada. Secara konkret, dalam hal ini pemerintah

Page 146: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

118

membentuk lembaga-lembaga khusus yang men-catat berbagai aktivitas (soial-politik) warganya.Kedua, pengawasan secara langsung di mana setiapwarga negara diwajibkan untuk memenuhi sejumlahpersyaratan administratif seperti: keharusanmemiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), surat jalan,surat wajib lapor bagi pelaku kriminal, dll. Keduacara tersebut dapat membatasi ruang gerakwarganya. Praktek seperti ini popular di negaraberkembang.

2. Pembangunan sistem administrasi atau birokrasiyang hierarkis. Untuk mengelola surplus produksidalam rangka proses akumulasi modal, negara biasa-nya membentuk sebuah sistem administrasi di manapara ahli dikumpulkan menurut sistem hierarki ter-tentu untuk memecahkan permasalahan bersama.Salah satu tujuan pembentukan sistem administrasiini adalah untuk meningkatkan kapasitas negaradalam memecahkan berbagai persoalan yangberpotensi untuk tumbuh menjadi krisis struktural.

3. Pembangunan kekuatan militer dalam rangkameningkatkan kapasitasnya untuk memeliharakeamanan dan ketertiban. Dengan adanya kekuatanmiliter sebagai alat, maka negara dapat mem-perketat sanksi hukum agar dapat mengkonstruksimasyarakat untuk tetap berada pada jalur-jalurlegitimasi pemerintah. Akan tetapi, dalam realitas-nya tidak sedikit kehadiran kekuatan militer justrumempertajam konflik sebab berbagai bentuk per-lawanan telah menggunakan senjata bahkan bom.

4. Pengembangan sistem ideologi yang solid dimanaterjadi pengan sebuah masyarakat majemuk ke

Page 147: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

119

dalam konsep ‘negara-bangsa’, tidak ditentukan olehseberapa besar keinginan rakyat untuk memelukkeyakinan simbol-simbol yang sama tetapi lebihbanyak ditentukan oleh ada tidaknya sebuahkeyakinan ideologis yang menghegemoni (diterimasebagai nilai yang paling dominan). Karena itu,selain melakukan pengawasan secara ketat, negarajuga mengemban tugas untuk menciptakan sebuahsistem ideologi yang solid yang dapat diterima olehsebuah lapisan masyarakat (Augustino, 2005 :103-104)

G. Model Pembuatan Kebijakan Pemerintah

Kebijakan desentralisasi dan implementasiotonomi daerah pada dasarnya menyangkut pengalihankewenangan dan sumber daya dari pusat ke daerah-daerah. Daerah dalam pengertian ini se-kurangnyamencakup: i) institusi-institusi pemerintahan daerah,ii) elite-elite di daerah, dan iii) kekuatan-kekuatan sosialpolitik di daerah. Karena pemerintahan hakikat-nyabersangkut paut dengan pengelolaan otoritas publik,maka diharapkan dengan pengalihan kewenangandan sumber daya ke daerah-daerah, penyelenggaraanpemerintahan akan lebih efektif dan efisien dalammerespon kepentingan-kepentingan publik di daerah-daerah. Penyelenggaraan otoritas publik diharapkanlebih responsif terhadap nilai-nilai, prioritas-prioritasdan spesifikasi-spesifikasi lokal. Dengan demikian,kebijaksanaan desentralisasi dan implementasiotonomi daerah haruslah dipandang sebagai bagiandari langkah memajukan pluralisme politik.

Page 148: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

120

Konsekuensi lebih lanjut dari cara pandang demi-kianadalahbahwa desentralisasi sama sekali tidak bolehdilepaskan atau dipisahkan dengan, a) pengaturancheck and balance antarinsitusi pemerintahan, b)kebebasan berpartisipasi secara efektif di kalanganwarga negara khususnya dalam hal kebebasan ber-organisasi dan menyatakan pendapat (Priyatmoko,2005: 83-84).

Relevan dengan uraian di atas, kita mencobamenelaah proses kebijakan otonomi daerah ini ber-dasarkan dua model yaitu model inkremental danmodel sistem “David Easton”. Meski era Reformasisedang berlangsung dan mengharapkan perubahandalam berbagai bidang termasuk politik, pemerintahtentu tidak dapat meninggalkan begitu saja sisa-sisamodel yang telah dibawa dan tertanam dalam sistempemerintahan sebelumnya. Dalam masalah ini, ketikabegitu banyak tekanan dari daerah terhadap pusatyang menuntut haknya bahkan sampai pada keinginanmemisahkandiridanmerubahbentuknegara,pemerintahtentu harus berhati-hati dengan mempertimbangkanberbagai faktor termasuk kebijakan pemerintahanlama.

Sebab seburuk apapun pemerintahan sebelum-nya dianggap oleh sebagian besar pihak, dia (pemerin-tahan lama tersebut) tetap memberikan bagian padasistem dimana untuk melanjutkan kelangsungan sistem,dengan tetap membawa perubahan maka tidak dapatlangsung memotong jalan begitu saja, melainkan harustetap pada fondasi awal dengan memberikan beberapaperubahan secara bertahap.

Page 149: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

121

Model inilah yang diterapkan oleh pemerintahanreformasi. Menghadapi berbagai tekanan perubahan,pemerintah tetap berpijak pada bentuk lama denganlebih bersikap terbuka dan pelaksanaan implementasiyang nyata. Menurut Haris (2005:69), paling tidaksudah ada lima Undang-undang tentang pemerintahandaerah yang berlaku secara nasional, yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-undang Nomor22 Tahun 1948, Undang-undang NIT Nomor 44 Tahun1950, Undang-undang Nomor 1 tahun 1957, Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-undangNomor 5 tahun 1974 dan terakhir adalah paketUndang-undang Nomor 22 Tahun 1999 & Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. Desentralisasi yangmulai dicoba diterapkan tahun 1970-an ternyatamasih belum memenuhi standar desentralisasi tetapijustru dianggap semakin sentralistik. Pemerintah saatini dengan tetap mengacu pada kebijakan yang telahdibuat sebelumnya mencoba memberikan kelonggaranseperti pada politik (pemilihan kepala daerah langsung)dan perimbangan anggaran keuangan antara pusat-daerah.

Sedangkan model sistem Easton digambarkandengan -berupa tuntutan-tuntutan dari daerahkepada pusat mengenai keadilan bagi daerah dalamupaya pemberdayaan wilayah secara mandiri, yangkemudian oleh pusat diolah dalam black box danmenghasilkan output dalam bentuk kebijakan yangberisi otonomi daerah. Pada implementasinya akanmenimbulkan feedback, baik dari rakyat itu sendiriatau para pengamat kebijakan.

Page 150: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

122

H. Implementasi Otonomi Daerah

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan optimis-me bagi daerah untuk mengatur dan menguruskepentingan daerahnya dalam suasana baru hubunganpusat dan daerah. Sejak 1 Januari 2001, kebijakanotonomi ini mulai diberlakukan serentak secaranasional. Secara bertahap daerah mulai menyesuai-kan kelembagaan, struktur organisasi, kepegawaian,keuangan dan perwakilan di daerah dengan ketentuanyang diatur dalam Undang-undang Nomor 22Tahun 1999. Selama satu tahun, implementasikebijakan otonomi daerah belum dapat dilakukansepenuhnya. Keadaan ini ditunjukkan oleh beberapahal berikut ini:

Pertama, dari aspek hukum ternyata imple-mentasi kebijakan otonomi daerah ini belum meng-ikuti rekomendasi Tap MPR Nomor IV/MPR/2000.Re-komendasi tersebut mengarahkan pelaksanaanotonomi daerah dilakukan sesuai jadwal yang telahditetapkan dengan memperhatikan hal-hal berikut:1) Keseluruhan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undangNomor 25 Tahun 1999 agar diterbitkan sebelum akhirtahun 2000, 2) Daerah yang sanggup melaksanakansecara penuh segera memulai terhitung 1 Januari2001, 3) Daerah yang belum sanggup melaksanakansecara bertahap sesuai kemampuan daerah.

Kedua, sebagai suatu proses implementasiotonomi daerah belum dilaksanakan sebagaimanamestinya. Sebelum diimplementasikan belum dilakukansosialisasi secara optimal. Supervisi dan monitoring

Page 151: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

123

terhadap implementasi masih kurang, sehingga banyakkasus permasalahan yang timbul tidak ditanganisecara dini. Inisiatif daerah untuk menetapkan suatukebijakan kadangkala ditanggapi Pemerintah sebagaisuatu hal yang kebablasan (Syaukani, 2005 : 102-104).

Permasalahan dalam pelaksanaan otonomidaerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun1999 menurut Mardiyanto (2005: 321), sebagaiberikut:

1. Aspek InstrumentalTerdapat pasal-pasal yang memerlukan peraturanpelaksanaan lebih lanjut dan sebagian di antara-nya belum terbit, kalaupun sudah terbit, ada yangbersifat kontradiktif.

2. Aspek StrukturalPerubahan sistem pemerintahan dan pengolahankeuangan memerlukan penyesuaian, di antaranyayang berkaitan dengan aspek kewenangan,kelembagaan, personil maupun prasarana atausarana pendukung;

3. Aspek KulturalMenyangkut sikap perilaku dan budaya birokrasidalam mensikapi perubahan sistem secaramendadak dan mendasar, relatif memerlukanpenyesuaian dan waktu untuk menuju paradigmabaru;

4. Aspek subjek Keterbatasan Sumber DayaSebagian masalahkonflik disebabkan karena terbatas-nya sumber daya yang ada, utamanya sumber daya

Page 152: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

124

yang menghasilkan pendapatan. Keterbatasan yanglain adalah pengetahuan dan pemahaman parapelaku birokrasi.

Lebih jauh, menurut Mardiyanto (2005:322),proses ini membutuhkan waktu dimana tidak dapatterjadi secara serentak melainkan bertahap. Untukitu agar pelaksanaan otonomi daerah dapat optimal,paling tidak terdapat empat prasyarat yang harusdipenuhi yaitu sebagai berikut.

1. Sumber daya manusia yang dapat mendukungdiberlakukannya peraturan.Pada bagian ini, tidak saja menyangkut masalahkuantitas dan kualitas, tetapi seberapa jauh parapelaku pemerintahan dan pembangunan dapatmemiliki perilaku lokal, pola pikir nasional danberwawasan global.

2. Organisasi dan manajemen yang dapat menampungkegiatan pemerintahan dan pembangunan.Perubahan paradigma otonomi membawa kon-sekuensi perubahan struktur organisasi pemerintahdaerah dan manajemennya yang lebih berorien-tasi kepada pelayanan publik dan akuntabilitas.

3. Kemampuan dan kebutuhan daerah.Pelaksanaan kewenangan otonomi daerah harusdidasarkan pada kemampuan dan kebutuhandaerah, bukannya egoisme dan ketergantungansubsidi dari pemerintah pusat.

4. Peran stakeholders dalam penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan.Penguatan akses dan pelibatan seluruh pelaku pem-bangunan (stakeholders) untuk berperan dalam

Page 153: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

125

pengembangan kapasitas daerah guna meningkat-kan pembangunan daerah.

1. Pertahanan Negara

Dalam hal pertahanan negara berkaitan denganwacana federalisme yang muncul. Wacana ini ditang-gapi oleh beberapa pihak secara pro-kontra. Apakahfederalisme akan menghancurkan negara kesatuanIndonesia atau tidak. Ataukah bentuk mana yanglebih sesuai, tidak hanya sebagai upaya penyelematandari perpecahan melainkan sebagai bentuk yangterbaik saat ini. Di bawah ini dituturkan pendapat-pendapat ahli mengenai hal ini.

2. Kesatuan atau Federal?

Negara kesatuan, bentuk “kesatuan dan per-satuan” mulai dipersoalkan dari banyak segi: efisiensi,efektifitas, keadilan, economic inequality, regionalinequality dan seterusnya. Sebagai ilustrasi, hanyamendapat 4% dari seluruh hasil yang diterima daripengolahan sumber daya lokalnya, selebihnya kepusat; Kalimantan Timur hanya mengkonsumsi 1%dari seluruh hasil wilayahnya; Aceh hanya mendapat0,5% dari hasil daerah. Angka-angka tersebutmenunjukkan ketimpangan daerah dengan pusatyang mengakibatkan sumber daya di daerah tidakberkembang seperti human resources, local leadershipdan local natural resources. Hal ini, setidaknya meng-hidupkan kembali pemikiran sistem federal bagiIndonesia (Dhakidae,1999: xxvii).

Page 154: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

126

Dalam sejarah, ketika Indonesia baru merdekadan masih berada di bawah kendali Ratu Belandapernah merasakan bentuk negara federal. Waktu itudi tahun 1949 dibentuk Republik Indonesia Serikatyang terdiri dari 16 daerah bagian yaitu tujuh negarabagian dan sembilan kesatuan negara. Namun,bentuk ini tidak berlangsung lama karena para pendiribangsa lebih cenderung ke bentuk kesatuan melihatfakta kondisi Indonesia yang beragam dan masihlemah. Sehingga pada tahun 1950 kembali ke bentukkesatuan tahun 1959 diberlakukan kembali Undang-undang 1945 sebagai Undang-undang negara sampaisekarang. Setelah itu, wacana mengenai federalismetidak terdengar lagi sampai era Orde Baru usai. Meskidemikian, isu-isu otonomi dan desentralisasi telah lamaada, dan mendapat perhatian para pembuat kebijakan.

Gagasan mengenai negara serikat atau federaldipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggapberlebihan; juga mengenai hubungan keuanganantara pusat dan daerah yang dianggap kurang adil(soal presentase yang merugikan daerah). MenurutAlrasyid (1999:7), dari segi peristilahan (terminology)ada hal yang kurang menguntungkan. Istilah “negarakesatuan” diartikan bahwa jika diganti dengan “negaraserikat”, maka “kesatuan” akan hilang. Padahal negaraserikat tidak apriori menghilangkan persatuan dankesatuan. Wadahnya tetap negara Republik Indonesiadan 17 Agustus tetap dirayakan setiap tahun sebagaiHari Proklamasi. Slogan: “bersatu kita teguh, berceraikita runtuh” berlaku baik bagi negara kesatuan mau-pun bagi negara serikat. Jadi, janganlah ada persepsibahwa negara serikat akan menimbulkan perpecahan,disintegrasi bangsa, separatisme dan sebagainya.

Page 155: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

127

Namun, masih menurut Harun Alrasyid (1999:8-9), perubahan bentuk negara dari negara kesatuanmenjadi negara serikat, tentu saja harus dengan syaratbahwa setiap usaha atau gerakan yang bertujuan me-mecah persatuan dan kesatuan telah selesai atau jikaproses nation-building telah menemukan fondasiyang kuat dan faktor bangsa harus dibina dan di-kembangkan. Melihat kondisi politik dewasa ini,kemungkinan besar bentuk kesatuan masihdipertahankan.

Secara teoretis, model negara federal berangkatdari asumsi dasar bahwa ia dibentuk oleh sejumlahnegara atau wilayah independen, yang sejak awalmemiliki semacam kedaulatan pada dirinya masing-masing. Negara-negara atau wilayah independentersebut kemudian bersepakat membentuk sebuahfederal. Negara dan wilayah independen tersebutkemudian berganti status menjadi negara bagian atauwilayah administrasi dengan nama tertentu dalamlingkunganfederal.Dengankata lain,negaraatauwilayahyang menjadi anggota federasi itulah yang padadasarnya memiliki semua kekuasaan yang kemudiandiserahkan sebagian kepada pemerintah pemerintahanfederal.

Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaanpenuh di bidang moneter, pertahanan, peradilan danhubungan luar negeri. Kekuasaan negara bagianmenonjol dalam urusan-urusan domestik seperti pen-didikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan keamananmasyarakat. Ringkasnya, pembentukan suatu negarafederasi melalui dua tahap yaitu tahap pengakuan ataskeberadaan negara-negara dan wilayah independendan tahap kesepakatan mereka membentuk negara

Page 156: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

128

federal. Contohnya: Amerika Serikat dan Malaysia(Mallarangeng & Rasyid,1999 : 18).

Dan negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda.Formasinegarakesatuandideklarasikansaatkemerdekaanoleh pendiri negara dengan mengklaim seluruhwilayahnya sebagai bagian dari satu negara. Tidakada kesepakatan para penguasa daerah, apalagi negara-negara, karena diasumsikan bahwa semua wilayahyang termasuk di dalamnya bukanlah bagian-bagianyang bersifat independen. Dengan dasar tersebut,maka negara membentuk daerah-daerah yangkemudian diberi kekuasaan atau kewenangan olehpemerintah pusat untuk mengurus berbagaikepentingan masyarakatnya. Kekuasaan daerah padadasarnya adalah kekuasaan pusat yang didesentralisasi-kan dan selanjutnya terbentuklah daerah-daerahotonom. Jadi otonomi daerah adalah wujud pem-berian kekuasaan oleh pemerintah pusat. ContohnyaChina dan Indonesia (Mallarangeng & Rasyid,1999: 18-19).

Pendapat berbeda tentang wacana federalismeini adalah bahwa jika federalisme diterapkan makaakan membuat garis batas kepentingan yang jelas danberseberangan antara daerah yang kaya dan yangmiskin. Daerah yang kaya akan dapat memperolehmanfaat dari federalisme, sementara yang miskinmengalami kesulitan karena kewenangan pusat untukmengembangkan kebijakan ekonomi dan keuanganyang bersifat subsidi silang akan menjadi lebihterbatas (Mallarangeng & Rasyid,1999 : 22).

Dari beberapa pendapat pakar politik mengenaihal ini dapat disederhanakan bahwa sebenarnya bentukfederal bukanlah momok menakutkan yang selama ini

Page 157: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

129

dianggap seperti itu. Mereka yang kontra federal,sebagian menilai bahwa federal justru akan menimbul-kan perpecahan mengingat Indonesia adalah negaraplural yang sangat rawan gerakan separatisme.Sebagian yang kontra mengatakan penolakannyadalam bentuk lain, bahwa Indoneisa saat ini belumsiap, karena dalam sejarah Indonesia adalah negarakesatuan dimana pendiri negara telah membentuknegara ini sesuai dengan keadaannya. Dan hal inijustru akan membuat banyak daerah tidak siap. Jaditerlalu dini untuk mengusulkan bentuk federalismekarena justru jika terlalu terburu-buru, yang adaadalah kacau balau karena ketidaksiapan dariberbagai pihak termasuk pemerintah pusat danpemerintah daerah sendiri.

I. Simpulan

Konflikmerupakan elemenyang selalu ada dalamsistem dimana tergantung penggolongan, ada yangbersifat destruktif dan konstruktif. Konflik yangdestruktif memberikan efek merusak; jika dilihat dalamtataran negara maka tingkatan dari konflik ini adalahdapat mengancam eksistensi dari negara itu sendiri.Negara sebagai pihak yang mendapat legitimasi danterikat kontrak dengan rakyat memiliki kewajibansekaligus hak untuk menetapkan langkah-langkahberdasarkan kekuasaan yang dimiliki. Konflik inidigambarkan sebagai dimana akan mempengaruhiproses pembuatan kebijakan pemerintah selanjutnya.

Gambaran tersebut sedang terjadi di Indonesiasaat ini dimana runtuhnya kekuatan sebelumnya pada

Page 158: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

130

Era Orde Baru justru menimbulkan masalah baruyang beruntun dimana setiap sendi kehidupan bangsamenuntut perubahan, mulai dari politik, ekonomi,pertahanan dan kemanusiaan. Ditambah beberapatragedi alam (tsunami Aceh, bencana banjir, gempabumi, lumpur Sidoarjo) yang belum lama menimpabangsa Indonesia menambah daftar masalah baruyang harus ditangani pemerintah.

Kembali ke masalah hubungan pusat-daerah,langkah yang diambil pemerintah adalah dengantetap mengikuti kebijakan pemerintahan lama danmemberi kan perubahan dengan implementasi yangnyata, tidak hanya sekadar berhenti dalam rangkaiankata-kata —yang selama ini ditudingkan oleh bebe-rapa pihak—terhadap kebijakan politik otonomidaerah oleh rezim pemerintahan pimpinan presidenSoeharto. Namun, pemerintahan baru tidakmenutup kemungkinan terhadap perubahan-perubahan radikal seperti perubahan bentuk negaramenjadi federal atau kemungkinan-kemugkinan lainyang mungkin muncul sebagai wacana dalamperjalanan kehidupan bangsa selanjutnya.

Konflik merupakan elemen destruktif sekaligusmembangun dimana maknanya dapat dijadikanlangkah awal bagi perubahan. Indonesia, sedangmengalami hal tersebut. Berawal dari berbagaimasalah yang muncul serta konflik yang menuntutadanya perubahan membawa Indonesia pada suatumasa dilema, dimana perlu langkah hati-hati dalammenyikapi masalah dan bentuk perubahan yangdiinginkan. Tidak perlu terlalu memandang negatifterhadap konflik yang terjadi di tanah air, tapi jugasekaligus tidak menganggap remeh akan potensi

Page 159: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

131

perpecahan yang memang saat ini sangat rawan bagiIndonesia.

Pemerintah memberi otonomi khusus kepadaAceh sebagai bentuk implementasi terhadap hasil Notaperdamaian yang dicapai dalam perundingan Helsinki.Otonomi khusus ini diharapkan bukan merupakanperlakuan menganakemaskan salah satu daerahdibanding daerah lain, meski pemerintah tetap haruswaspada terhadap kemungkinan tuntutan daerah lainterhadap kasus serupa. Dalam hal ini, maupun Malukuharus mendapat perhatian lebih dari pemerintah agarimplementasi otonomi dapat segera dilaksanakandengan baik tanpa gangguan konflik yang saat inimasih sering berlangsung.

Langkah pemerintah tepat untuk tidak terlaluterburu-buru dalam menyikapi wacana federalismeyang muncul. Sebab jika gegabah justru yang terjadiadalah memperumit keadaan. Pemerintah dan pihaklain diharapkan dapat mengenal dan memahamikarakter daerah-derah di Indonesia karena belum tentusetelah bentuk baru yang secara teori baik atau cocokbagi karakter Indonesia. Sejarah, meski tidak perluterlalu membelenggu, adalah alat yang baik untukmelangkah sebagai batu pijakan ke depan.

Page 160: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Konflik dan Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah

132

Page 161: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Daftar Pustaka

133

Augustino, Leo. 2005. Politik dan Otonomi Daerah. Banten:

Untirta Press.

Archer, Clive. 1983. Key Concept: International Organizations.

London: Georg Allen dan Unwin.

Barston, R.P. 1977. Modem Diplomacy, 2’d edition, London:

Longman.

Brownlie, Ian. 1979. Principils ofPublic International Law,

3 d edition, Oxford University Press.

Baylis, John and Steve Smith. 2001. The Globalization of

World Politics: An Introduction to International

Relations. 2nd. ed. New York: Oxford University Press.

Baylis, John and Steve Smith, 2002, The Globalization of

World Politics; 2nd Edition, Oxford: Oxford

University Press.

Brown, Chris. 2001. Understanding International Relations.

2nd edition. London: Palgrave.

Buzan, Barry, 1991, People, State and Fear; 2nd Edition,

Dunn, William N. 1994. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gubernur Jabar. Surat Keputusan (SK) Nomor 181.1/SK.1624-

Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah

Inti Bandung Raya Bagian Utara.

Grunberg, I. 1990.ExploringTheMythOfHegemonic Stability,

International Organization 44.

Harian Pikiran Rakyat, edisi 25 Mei 2004

Harian Pikiran Rakyat, edisi 24 M aret 2006

Daftar Pustaka

Page 162: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Daftar Pustaka

134

Harian Kompas, edisi 19 Juni 2004

Harian Kompas, edisi 4 April 2005

Haris, Syamsuddin (Ed.). 2005. Desentralisasi dan

Otonomi Daerah. Jakarta: LP3ES.

Holsti, K.J. 1995. International Politics: a Framework for

Analysis. New Jersey : Prentice-Hall International Inc.

Ikle, R.C. 1964. How Nations Negotiate, New York:

Harper and Row.

Macrae Jr, Duncan. 1976. The Social Function of Social

Science. New Heaven. CT: University Press.

Mardiasmo dan Kirana Jaya, Wihana (1999) “Pengelolaan

Keuangan Daerah yang Berorientasi pada Kepentingan

Publik”, KOMPAK STIE YO, Yogyakarta.

Mardiasmo (2002) “Akuntansi Sektor Publik”. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Marthsen, Trygve. Methodology on Study of

International Relations.

Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan. 2002. International

Relations: The Key Concept. (London: Routledge).

Macrae Jr, Duncan. 1976. The Social Function of Social

Science. New Heaven. CT: University Press.

May, T. Rudy. 2002. Hukum Intemasional II. Bandung:

Refika.MochamadYani,YanyandanAnakAgung Banyu

Perwita. 2005. Pengantar Hubungan Internasional.

Bandung: Rosdakarya.

Morgenthau, Hans J. 1985. Politics Among Nations, 6"’

Edition, New York: Alfred A. Knopf.

Page 163: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Daftar Pustaka

135

Nasution, Anwar (l990) “Globalisasi Produksi, Pengusaha

Nasional dan Deregulasi Ekonomi”, Prisma No. 8

tahun XIX.

Ohmae, Kenichi (1991) The borderless World, Power and

Strategy in the Interlinked Economic, Harper

Collins, London.

Osborne, David and Ted Gaebler (1993) Reinventing

Government: How the Entrepreneurial Spirit Is

Transforming the Public Sector. Penguins Books,

New York.

Pal, LA. 1992. PublicPolicy Analysis: An Introduction. 2nd

Edition. Scarborough, Ont:Nelson, Canada.

Perda Nomor 12 Tahun 2001 tentang RTRW Kabupaten

Bandung.Perda Nomor 23 Tahun 2003 tentang

RTRW Kota Cimahi.

Perda Pemerintah Kabupaten Bandung Nomor 1 tahun 2001.

Pemkot Bandung. 2000. Bandung In A Nutshell.

Plano, Jack C. dan Olton, Roy. The International Relations

Dictionary, 4 th edition, USA, 1988.

Picciotto, R and Anderson JR. 1997. Reconsidering

Agricultural Extension. The World Bank Observer.

Vol. 12. No. 2.

Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Nomor 2/2003

tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah.

_________________, Undang-Undang No. 25 tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Daerah.

Page 164: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Daftar Pustaka

136

—————————, Undang-undang Nomor 37/1999

tentang Hubungan Luar Negeri

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992

tentang Penataan Ruang.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Thoha, Miftah. 2005. Dimensi-Dimensi Ilmu Administrasi

Negara. Jakarta: Rajawali Pers.

Rosenau, James N. 1976.‘The Study of Foreign Policy’, dalam

James Rosenau, N., Kenneth W. Thompson, dan Gavin

Boyd, World Politics. An Introduction (New York:

The Free Press).

Santoso, Purwo. 2000. Otonomi Daerah: Suatu Tawaran

Konseptual.

Scriven, Michael. 1969. Evaluating Educational Programs.

The Urban Review.

Suryokusumo, Sumaryo. 2004. Praktik Diplomasi.

Jakarta:

Surachmad, Winarno. 1985. Pengantar Penelitin Ilmiah,

Dasar Metoda dan Teknik. Bandung: Tarsito.

Scriven, Michael. 1969. Evaluating Educational Programs.

The Urban Review.

Stean, Jill dan Pettiford, Lloyd 2001, International Relations.

Perspectives, New York et al., Longman.

Trevelyan, Humprey. 1973. Diplomatic Channels, London:

Mc. Milan.

Watson,Adam.1984.Diplomacy.TheDialogueBetweenStates, London: Methuen.

Page 165: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Daftar Pustaka

137

Wellesley, Victor. 1994Diplomacy in Feters.

William, D.Coplin. 1992. Pengantar Politik Internasional:Suatu Telaah Teoritis (Terjemahan MarsedesMarbun). Bandung: C.V. Sinar Baru.

Wiriatmadja, Suwardi. 1987. Pengantar HubunganInternasional. Bandung: FISIP Press.

http://id.wikipedia.org/wiki/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik

www.deplu.go.id diakses pada tanggal 12 July 2007,pukul 13.00

www.google.co.id diakses pada tanggal 12 July,pukul 13.00

www.wikipedia.com diakses pada tanggal 10 July2007 pukul 15.00

www.yahoo.com, diakses pada tanggal 10 July 2007, pukul 15.00

http://id.wikipedia.org

http://www.pikiranrakyat.cakrawala.Bandung UtaraNasibmu Kini.htm

http://www.FaisalBakrie.kembalikepadabanjir.htm

http://www.ITB Central Library - WELCOME Poweredby GDL4_2.htm

http://www.jbptitbpl-gdl-s2-2000-jossierwin-436 -Departemen Planologi ITB - GDL 4_0.htm

http://www.Kemitraan Air Indonesia.htm

ht tp : / /www.Undang-undangPenge lo laanLingkunganHidup No_ 23-1997.htm

Page 166: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Indeks

138

Indeks

AAA Tarmana 39Aceh i, xiii, xiv, 93, 94, 95, 98, 107,

108, 109, 110, 111, 112, 113, 114,117, 125, 130, 131

Administrasi 41administrasi ix, xiv, 2, 118, 127administrator 25agenda reformasi viAhmad 19ajeg 23, 102Akhmad Riqqi 59, 60aktor 12, 22, 23, 24, 45, 46, 56, 61,

66, 99, 105, 120, 127Alrasyid 94, 126, 127alternatif iii, 24, 55, 83, 90, 102,103Amerika Serikat 33, 35, 40, 99, 128AMM 110, 111, 112Amnesti 109, 110anggaran 15, 58, 69, 85, 89, 104, 121Anthony Giddens 117Anthony Smith 100Arjuna 63Ashwin Ismail 59, 60Asia 18, 35, 36, 56, 76, 113, 117aspek politik 74aspek regional 21, 37aspirasi xv, 16, 115, 116aspirasi masyarakat xv, 16Ateng Wahyudi 40Augustino 97, 98, 100, 114, 119automoney 6

BBachtiar 16Bandung i, ii, v, vii, viii, x, xi, xii, 5, 7,

29, 30, 31, 32, 35, 36, 37, 38,39, 40, 41, 42, 43, 44, 50, 51,52, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60,61, 62, 64, 65, 67, 68, 69, 73,76, 77, 78, 79, 80, 82, 83, 84,85, 86, 87, 88

BandungUtara i,xi,xii,50,51, 52, 53,54, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 64,65, 67, 68, 69, 73, 76, 77, 78, 80,82, 83, 84, 85, 86, 87, 88

Banjaran 63banjir 53, 61, 72, 73, 130Banjir 72Bank Dunia 35Bank Pembangunan Asia 35Bappeda 69Batujajar 62Belanda 126Belanda 30, 35BELL 40bicameral 116Bird 19birokrasi iv, 87, 92, 95, 118, 123, 124BKS-AKSI 35black-box 106Blue Wings 44Bob Bolen 40Bojongsoang 63Bonn 38bottom-up 14, 16BPHTB 68Braunschweig 35, 37, 38, 39BRR 113budaya 11, 12, 30, 31, 32, 33, 35,

36, 38, 39, 42, 44Budaya 31budaya viii, xiv, 61, 87, 99, 123

Ccekungan Bandung xii, 51, 52, 53Chang 97Chaos 74check and balance 120Cheema 10, 16China 72, 128Cibaligo 63Cibuntu 63Ciburial 57, 65Cicalengka 63Cijerah 63Cikancung 63Cimahi xi, 51, 57, 58, 63, 64, 85Cimanggung 63Cimenyan 57, 65Cimindi 63Ciparay 63

Page 167: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Indeks

139

efektifitas xi, 11, 13, 18, 27, 86, 125efisien 12, 15, 17, 18, 19, 25, 26, 27,

90, 119, 125Efisien 27efisiensi 18, 25, 26, 27, 125, 90Efisiensi 27Eisenhower 33Ekonomi 40, 41, 42, 112ekonomi ix, xi, xiv, 6, 8, 11, 12, 14, 15,

18, 25, 31, 32, 35, 43, 44, 51, 74,87, 89, 95, 100, 107, 110, 128, 130

elite politik iv, 4, 8, 115emansipatorik 14empiris vi, 19Enschede 35era reformasi 94, 108, 115, 120Eropa 38, 111, 112

FFadilah Putra 21Federal 39, 125federal 3, 4, 94, 96, 125, 126, 127,

128, 129, 130, 131federalisme 94, 96, 125, 128, 129, 131feedback 121fenomena 22, 97, 107Fenomena ii, ix, 5fiskal ix, 4Forth Worth 40fundamentalis 94

GGAM xiii, 94, 98, 108, 109, 110, 111,

112, 113Garuda 63Gastronomi 40Gedogan 59, 63global ii, iii, 15, 23, 24, 71, 72, 124global warming 71, 72globalisasi ii, 23good governance ii, xiv, 26Good Governance ix, 7, 26government 10grand-design iiiGubernur 47, 57, 59, 76, 82, 84,

85, 87, 88Gunung Burangrang 57, 59Gunung Manglayang 56, 59Gurun Sahara 70

Cisirung 63City-Net 35civil society xivCiwangi 57, 65community development 13Coplin 24Crisis Management 112

DDago 38, 54, 55, 65, 66, 68, 69, 86Dago-Lembang 54, 55, 65, 66DAKABALAREA 31David Easton 106, 120Dayeuhkolot 63debat publik iiidemokrasi iii, 2, 14, 98demokrasi lokal iiidemokratisasi ii, vi, 11, 12Departemen Luar Negeri 42, 47Desentralisasi 15, 16, 18, 121desentralisasi iv, vi, ix, xiv, 2, 6, 7, 9,

10, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 36, 92,95, 107, 116, 119, 120, 121, 126, 128

desentralistik iii, 19desentralistis ivDhakidae 126DI/TII 107Dillianger 20diplomacy 45, 46Diplomacy 46diplomasi 45, 46Distamben 63DOM 93dominasi 23, 115dominasi 59, 78, 80DPD 54, 116DPKLTS xii, 51, 62DPR 2, 4, 27, 38, 109DPRD 27, 109Dr. Carolyn Spence Cagle 41Dr. H. Obsatar Sinaga ivDr. Zairin Zain 38Duncan Macrae 90

EEaston 106, 120, 121Edralin 26Efektifitas 27

Page 168: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Indeks

140

HHabibie 2, 4, 40Hak Asasi Manusia 109hak asasi manusia iihak hukum 9hak politik 9, 110Hans Gunther Weber 38, 39Haris 107, 115, 116, 117, 121HELN 42Helsinki 108, 131Henry 26HGB 66, 67hierarkis-dominatif 115high politics 23Hoesein 10Holsti 22, 25hubungan internasional iv, ix, xHubungan Luar Negeri x, 21, 45, 47hubungan luar negeri viii, x, xi, 5,

21, 36, 37, 45, 46, 47, 127Hukum 112hukum ii, x, 4, 9, 10, 12, 39, 45,

46, 47, 54, 66, 74, 75, 118, 122Huntington 114Husein 63

IIMB 67, 69implementasi i, iv, vii, ix, xi, xiii, 6,

55, 56, 84, 85, 90, 92, 107, 114,116, 119, 121, 122, 123, 130, 131

independen 22, 127, 128Indonesia ii, iii, iv, v, viii, ix, x, xiv,

2, 4, 5, 6, 7, 10, 20, 21, 30, 37, 38,40, 43, 44, 45, 46, 54, 66, 75, 76,87, 92, 93, 94, 95, 96, 99, 103,107,109, 113, 114, 115, 116, 117, 125,126, 128, 129, 130, 131

Industri 31, 41industri xii, 38, 43, 44, 51, 52, 53,

59, 61, 63, 71, 78Informasi 117informasi ii, 18, 27, 29, 31, 43, 59,

81, 102, 103, 112, 117Inggris 99Inkrementalisme 101intermestik 46Internasional x, 23

internasional i, iv, ix, x, 23investasi xIPT 40, 69Ir. Tigor GH Sinaga 66Irian Jaya 65ITB 62

JJanus 97Jawa i, vi , 30, 31, 54, 57, 58, 59,

64, 76, 82, 83, 84, 85, 86, 88,93, 107

jawa iii, ix, 4, 5, 12, 14, 15, 20, 21,27, 74, 84, 86, 94, 111

Jawa Barat i, 30, 31, 54, 57, 58, 59,64, 76, 82, 83, 84, 85, 88, 107

Jerman 35, 38, 39Jossi Erwindy 78, 79, 80

KKabupaten viii, xv, 4, 5, 9, 57, 58,

62, 64, 69, 85kabupaten 6, 8, 11, 57, 64Kalimantan 72, 125KBU i, xi, xii,Kebijakan i, xi, 10, 58, 60, 77, 78,

80, 84, 88, 89, 101, 119, 122kebijakan i, iv, v, vi, vii, x, xi, xiii,

xv, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 16, 17, 18,19, 20, 34, 35, 46, 55, 56, 58,60, 65, 74, 75, 76, 80, 81, 82,83, 84, 85, 86, 88, 89, 90, 92,93, 95, 102, 103, 104, 105, 106,107, 113, 115, 116, 120, 121, 122,123, 126, 128, 130

Kebijakan Pemerintah i, 119kebijakan pemerintah xiii, xv , 55,

56, 65, 75, 88, 95, 113, 120, 130kebijakan publik i, iv, v, vi, vii, 14,

74, 89Kepmendagri 34Keputusan Presiden 57, 82Kerja sama 23, 25, 26, 28, 29, 32,

33, 34, 35, 39, 40, 41, 42kerja sama i, iv, vii, viii, ix, x, xi, 5,

6, 8, 9, 20, 21, 24, 25, 26, 27,28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37,39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47,58, 96, 111

Page 169: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Indeks

141

Kerja Sama Internasional 23kerja sama internasional i, 5, 6, 9,

20, 29, 37, 45, 47kerja sama luar negeri i, iv, vii, viii, ixKesepahaman 109, 111Ketut Wikantika 59, 60KKN 8, 12, 28kolusi ix, 7komitmen 29, 67, 68Kompas 54, 62Konflik xv, 93, 96, 97, 98, 99, 100,

104, 107, 108, 114, 129, 130konflik i, xiii, xiv, xv, 8, 24, 29, 93,

94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 104,105, 107, 108, 110, 113, 114, 115,117, 118, 124, 129, 130, 131

konservasi 54, 69konstitusi 92, 98Kontrak 116kontrak xv, 116, 129koordinasi 17, 46, 47Korea Selatan 35, 42korupsi ix, 7, 69, 87KPMD 44krisis 26, 43, 52, 73, 78, 84, 88, 118krisis ekonomi 43KTP 118

Llandasan hukum x, 39, 45, 47law abiding society 46legitimasi xv, 101, 117, 118, 129Lehrgang 40Lembang 54, 55, 57, 65, 66, 78, 79,Leuwigajah 63Liberal 74Ligitan 99Lindblom 102Litvack 19, 20local society interest xvLokal 19lokal iii, iv, vii, x, 4, 15, 18, 19, 21,

26, 33, 35, 36, 98, 107, 109, 115,116, 119, 124, 125

low politics 23low trust society 99LSM 21, 37, 45

Mmacan kertas 75madani xivMadiun 107Majalaya 63Majoenani 38Malaysia 99, 128Maleber 63Mallarangeng 128manajemen ii, x, 2, 14, 17, 33, 36,

37, 44, 93, 124manajemen pemerintahan iii, 2, 17, 44manifestasi ii, 73, 96, 114Mardiyanto 123, 124Masalah ix, 5, 81, 89masalah i, iv, v, vi, vii, ix, xi, xii,

xiii, xiv, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 13, 14,17, 19, 24, 25, 29, 31, 33, 37,53, 54, 55, 56, 65, 67, 69, 71,72, 76, 78, 81, 83, 84, 86, 88,89, 90, 93, 95, 99, 100, 103, 107,108, 113, 114, 117, 118, 120, 123,124, 130, 131

Mawhood 10Megawati Soekarnoputri 108merit system 9Mesir 70Miall 97, 101Mintakat 65mintakat 56, 57miss link 86Model 16, 77, 92, 101, 102, 103, 105,

106, 119, 121model iii, 34, 45, 59, 92, 94, 95,

102, 120, 121, 127model kepolitikan iiimoneter ix, 4, 127MoU 39, 40, 111MPR ix, 7, 122multinasional 45multitrack diplomacy 45

NNAD xiv, 93, 95, 117Nasional 16, 43nasional i, iii, iv, ix, x, 6, 13, 15, 18,

19, 21, 22, 23, 24, 31, 35, 37,39, 45, 46, 47, 100, 110, 112, 121,122, 124

Page 170: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Indeks

142

nation-building 127Ndraha 11, 13Nellis 10nepotisme ix, 7Nicholson 97Niedersachsen 37NIT 121NKRI 4, 108, 110non state actor iv, ix, 6non vegetated area 59Ny. Martha Fuchs 39

OOberburgermeister 39Orde Baru 92, 93, 107, 108, 114, 126,Organisasi 124organisasi 10, 21, 24, 35, 37, 44, 45,

96, 98, 99, 104, 120, 122, 124Otonomi i, iii, iv, vi, viii, ix, xi, xiv,

xv, 5, 6, 10, 11, 12, 20, 36, 45,47, 64, 94, 99, 122, 131

otonomi i, iii, iv, v, vi, vii, viii, ix,x, xiii, xiv, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,11, 12, 13, 14, 15, 16, 19, 20, 21,36, 47, 94, 95, 113, 116, 117, 119,120, 121, 122, 123, 124, 126, 128,130, 131

otonomi daerah i, iii, iv, v, vi, vii,viii, ix, x, xiii, xiv, 2, 4, 5, 6,7, 10, 11, 13, 14, 16, 19, 20, 36,47, 94, 116, 119, 120, 121, 122,123, 124, 128, 130,

Otonomi Daerah i, iii, iv, viii, ix,xi, 5, 6, 10, 20, 36, 45, 47, 64,99, 122

Otonomi daerah vi, xiv, xv, 6, 10,otonomisasi iiiotoritas 17, 94, 119output 105, 106, 121

PP.T.P.G 38P3WK 58PAD 6, 14, 41Pameungpeuk 63Papua 107paradigma ii, iii, x, xiv, 2, 19, 45,

123, 124Partisipatif 27

partisipatif ivpartisipatoris-demokratis 7Pasal 20, 36pasal 20, 21, 36, 75, 123pasar gelap 87Pasirkaliki 63Paul Conn 98PBB 99PDAM 41pelayanan iv, xiv, 9, 12, 13, 15, 16,

18, 25, 26, 27, 31, 32, 41, 124pelayanan pemerintahan ivpelayanan publik iv, 15, 18, 27, 124Pemanasan global 72pemanasan global 71, 72Pemda 110Pemerintah i, iii, iv, viii, xi, xiv, 2,

4, 5, 9, 10, 14, 15, 20, 25, 27,28, 31, 34, 35, 36, 37, 38, 41,42, 44, 45, 47, 54, 64, 68, 69,73, 74, 75, 76, 82, 83, 84,88, 89, 94, 109, 110, 111, 112,113, 117, 119, 121, 123, 131

pemerintah i, ii, iii, iv, vi, vii, viii,ix, x, xiii, xiv, xv, 2, 3, 4, 5, 6, 7,9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18,19, 20, 21, 24, 25, 26, 29, 30,33, 35, 36, 37, 40, 44, 46, 47,54, 55, 56, 58, 64, 65, 67, 68,69, 74, 75, 76, 77, 85, 86, 87,88, 89, 92, 93, 94, 95, 98, 99,100, 102, 108, 113, 115, 116, 117,118, 119, 120, 121, 123, 124, 126,127, 128, 129, 130, 131

Pemerintah Daerah 9, 14, 20, 25,27, 28, 36, 37, 45, 47

Pemerintah daerah 68pemerintahdaerah92,95, 116, 124,129Pemerintah Pusat xiv, 2Pemerintah pusat 94pemerintah pusat ix, 3, 4, 5, 7, 9,

10, 12, 15, 17, 18, 20, 47, 92, 93,94, 100, 113, 115, 116, 117, 124,128, 129

Pemerintahan iii, iv, xi, 2, 9, 27, 31,36, 42, 45, 47, 94, 109, 117

pemerintahan ii, iii, iv, vi, ix, xiv, 2, 3,4, 5, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,20, 26, 30, 33, 44, 46, 87, 92, 95,

Page 171: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Indeks

143

98, 108, 119, 120, 121, 123, 124,126, 127, 130

Pemerintahan Daerah iii, iv, xi, 2,9, 27, 36, 45, 47, 94, 117

pemerintahan daerah iv, 3, 13, 15,16, 17, 19, 26, 119, 121

Perang Dunia II 33perangkat hukum x, 9, 45Peraturan 47, 54, 63, 64, 109peraturan vii, viii, xv, 4, 14, 21, 34,

35, 46, 47, 54, 56, 64, 65, 76,111, 122, 123, 124

Peraturan Daerah 54, 64Peraturan Pemerintah 47peraturan pemerintah 35, 54Peraturan Presiden 47Perda 31, 35, 42, 43, 54, 55, 64,

65, 69, 96, 108, 113, 131Perjanjian 45, 108perjanjian 24, 26, 28Perjanjian Internasional xPermendagri 34Permesta 107Persib 43, 44perspektif ii, v, vii, xiii, 32, 55, 87Piagam Persaudaraan 39PJPT 31PKI 107Policy 101, 105policy 19, 102, 103, 104, 105, 106Politik ii, 2, 99, 109, 112politik iii, iv, vi, viii, ix, x, xiv, 2, 3,

4, 5, 8, 9, 11, 13, 14, 17, 18, 22,23, 32, 36, 44, 45, 46, 74, 87,89, 92, 93, 95, 96, 98, 101, 102,104, 105, 106, 107, 108, 110, 114,115, 118, 119, 120, 121, 127, 129,

politik luar negeri x, 45, 46polusi 66, 71private sector xivPriyatmoko 120Prof. Dr. Dede Mariana, M.Si vProf. Dr. George Eckert 38, 39profesional 31, 33pro-kontra 114, 117, 125psikologi 87, 89, 104, 114public policy 102, 106public sector xiv, 19,

publik i, iii, iv, v, vi, vii, xiv, 4, 10,11, 12, 14, 15, 16, 18, 27, 32, 39,44, 74, 75, 89, 92, 94, 109, 119,124, 126

RRakyat 31, 110rakyat iv, xiv, xv, 3, 7, 13, 18, 27,

31, 46, 72, 75, 94, 101, 107, 116,117, 119, 121, 129

Reformasi 113, 120reformasi iv, vi, 3, 10, 31, 94, 108, 115,reformasi birokrasi ivreformasi politik 3regional xv, 12, 21, 24, 37, 68, 99,

100, 125REI 54, 66Rekomendasi 83rekomendasi 64, 122Repelita 31represif 93, 114Republik Federal Jerman 39Republik Indonesia iii, xiv, 4, 10, 44,

75, 92, 94, 109, 126revolusi 71, 98revolusi industri 71rezim 107, 114, 130RI 4, 34, 38, 42, 92, 94, 108, 109,

110, 111, 112, 113RIS 92Rochmat Hardjono 38Rondinelli 10, 16Rosen 25RTRW 54, 64, 65ruang dialog ivruang publik iv, 18run off 53, 80RUTR 58, 60, 77, 78Rwanda 101

SSamsung 44Samsung City Valley 44Santoso 19satelit Landsat-ETM 59, 60, 78SDA 92, 93, 95, 99SDM 13, 92, 95segregasi 30SE-Mendagri 34

Page 172: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Riwayat Singkat Penulis

144

sentralisasi iv, vi, ix, xiv, 2, 6, 7, 9, 10,11, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 36, 92,95, 107, 116, 119, 120, 121, 126, 128

sentralisme 92sentralistik iii, 13, 19, 94, 115, 121sentralistis iv, 2sentrifugal ii, 4Seoul 42separatisme 94, 95, 98, 101, 127, 129Serambi Mekkah i, xiv, 95SHM 67Sidoarjo 130Singapura 99Sipadan 99sipil 8, 12, 107, 108, 110Sistem 9, 22, 92, 105sistem iii, iv, vii, ix, xv, 4, 6, 7, 12,

13, 18, 22, 23, 24, 31, 47, 92, 95,96, 98, 105, 106,107, 114, 116, 118,119, 120, 121, 123, 126, 129

sistem nasional iiiSister City 32, 34, 35, 37, 40, 42sister city i, iv, vii, viii, ix, x, 5, 6, 32,

33, 35, 36, 37, 32, 36site plan 68, 69SK Gubernur 57, 59, 82, 87Sobirin 62Soeharto vi, 2, 3, 93, 107, 108, 130sosio-ekonomi 32, 35stakeholders 13, 14, 18, 124, 125standar nasional 110state actors xi, 45strategis ii, iii, xiv, 30, 34, 57, 78, 79,Sublihar 16suku Hutu 101Sulawesi 107Sumedang 62, 85Sunda xi, xii, 30, 50, 51, 59superior 115supremasi hukum iiSurbakti 15surplus 118surveillance 117Susilo Bambang Yudhoyono 108Suwon 35, 42, 43, 44swasta xiv, 13, 17, 26, 44Syaukani 123

TTangkuban Parahu 57, 59, 65Tap MPR ix, 7, 122Tata Ruang xi, 54, 58, 64, 65, 76Tata ruang 76tata ruang i, xi, xiii, 55, 56, 58, 60,

77, 78, 86, 88Teknologi 40, 41, 58, 62teknologi ii, 31, 35, 44, 59, 71Texas 35, 40, 41Thoha 102, 105, 106, 107TNI 94, 107TNI AD 107Total Diplomacy 46town twinning vii, 32, 36transaksi 24transendental 46transisi x, 2, 6, 7

Uuang pelicin 87Undang-undang iii, iv, viii, ix, x, xi,

xiv, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 14, 20,21, 34, 35, 36, 37, 45, 47, 57,64, 75, 82, 88, 92, 94, 109, 117,121, 122, 123, 126

undang-undang vii, xv, 36, 46,64, 65, 7, 109, 111

UNESCO 38Uni Eropa 111, 112

Vvariabel iii, xiii, 55, 90vegetated area 59visi iii, v, viii, 4, 5, 8, 9, 10, 14, 20,

26, 31, 34, 36, 117, 123visioner v, 14

WWahyu G P 69wakil rakyat 27, 116Werner Steffens 39wikipedia 33, 37Wiriatmadja 22

Yyuridiksi 23yuridis xiv, 3

Page 173: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Riwayat Singkat Penulis

145

Dr. H. Obsatar Sinaga adalahdosen Pascasarjana UniversitasPadjajaran. Lahir di Deli Serdang17 April 1969. Setelah menamatkansekolah menengah di SMA Negeri8 Bandung ia melanjutkan studi diFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Padjajaran dalam bidang

Ilmu Hubungan Internasional dan meraih gelar sarjanailmu politik (S.IP). Setamat S-1 ia melanjutkan studike jenjang strata 2 (S-2) dengan mengambil KebijakanPublik dan S-3 pada Program Pascasarjana UniversitasPadjajaran, dan berhasil memperoleh gelar MagisterSains (M.Si), serta gelar Doktor (Dr) Ilmu Sosial danIlmu Politik penulis gondol dari perguruan tinggi yangsama.

Riwayat pekerjaan pria yang akrab disapa Obiiniantaralain:WartawanHUMandala,KepalaWartawanHU Bandung Pos, Pemimpin Perusahaan HU BandungPos, Branch Manager Maranu International Finance,Staf Ahli Walikota Kota Bandung, Staf Ahli BupatiKabupaten Tabanan Bali.

Sejak studi, ia dikenal sebagai penulis artikel/kolumnis yang produktif, tajam namun kadang meng-gelitik secara cerdas di beberapa media massa dalamdan luar negeri. Ia semakin dikenal dan diminati luaskarena sering tampil sebagai nara sumber dalamberbagai kegiatan seminar, diskusi dan pertemuanilmiah.

Riwayat Singkat Penulis

Page 174: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

>> Riwayat Singkat Penulis

146

Selain itu, ia aktif dalam berbagai kegiatan organisasi

mulai organisasi kepemudaan, organisasi kemasyarakatan,

dan organisasi dalam bidang olahraga. Beberapa jabatan

strategis yang pernah dan sedang dijalaninya antara lain:

Ketua KNPI Kota Bandung, Ketua Pemuda Panca Marga

Bandung, Wakil Sekretaris Pemuda Panca Marga Jawa

Barat, Sekretaris Patriot Panca Marga Jawa Barat, Sekjen

Persatuan Golf Indonesia (PGI) Jawa Barat, Ketua Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) KONI Jawa Barat, Wakil Ketua

Umum Pengda PSSI Jawa Barat, Wakil Ketua Pemuda

Panca Marga Jawa Barat, Wakil Ketua Depidar SOKSI Jawa

Barat dan Sekjen Ormas MKGR Jawa Barat. Dan sekarang

menjabat Ketua 1 Koni Jabar.

Page 175: LEPSINDO - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/.../02/15_otonomi_daerah_dan_kebijakan_publik.pdf · i Pengantar Penerbit Tidakkurangdariduabulan,setelahterbitnyabuku Implementasi

Implementasi otonomi daerah merupakan bagian penting sekaligus tak terpisahkan

dari konsep pembangunan politik, karena otonomi merupakan jembatan menuju

demokratisasi, baik dalam proses perumusan (perencanaan), pelaksanaan maupun

pengawasan pembangunan di daerah. Tidak heran, bila salah satu isu kebijakan

publik yang paling ramai diperbincangkan semenjak kejatuhan pemerintahan

Presiden Soeharto adalah kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah ditempatkan

sebagai salah satu agenda reformasi. Lantas, untuk apa otonomi daerah

diagendakan? Jawabannya tentu saja bermacam-macam, namun yang jelas bukan

untuk otonomi itu sendiri.

Dalam tataran empiris, pelaksanaan desentralisasi tidak seindah yang diungkapkan.

Penerapan desentralisasi di negara-negara berkembang perlu dipersiapkan dan

dilaksanakan secara saksama, karena bila tidak, tidak tertutup kemungkinan

menimbulkan permasalahan yang jauh lebih kompleks.

Otonomi daerah bisa dibilang sebagai suatu ‘kondisi antara’ untuk memungkinkan

terwujudnya suatu idealitas tertentu. Namun kadang-kadang dalam mewujudkan

‘kondisi antara’ ini, menjadikan kita khilaf: membayangkannya sebagai tujuan akhir.

Kalau otonomi daerah sudah diperlakukan sebagai tujuan akhir, maka agenda

reformasi menjadi tereduksi dan terpatah-patah.

H. Obsatar Sinaga,Serdang, Sumatera Utara. Ia menyelesaikan studi Ilmu Hubungan Internasional pada tahun 1995, studi S-2 bidang Kebijakan Publik pada tahun 2005, dan meraih gelar Doktor Ilmu Sosial Ilmu Politik pada tahun 2009 di Universitas Padjadjaran.

Saat ini adalah dosen pascasarjana Universitas Padjajaran. Selain diakui sebagai penulis artikel/kolumnis yang produktif, tajam, bernas, namun juga kadang menggelitik, ia pun sering tampil sebagai nara sumber dalam berbagai diskusi, seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, sehingga diminati dan dikenal luas

lahir pada tanggal 17 April 1969 di Deli