Lengkap Proposal IDA

78

Click here to load reader

description

propo

Transcript of Lengkap Proposal IDA

Page 1: Lengkap Proposal IDA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu,

matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini

ditegaskan oleh Suherman dkk, (2003:61) bahwa: “Matematika yang dipelajari

melalui pendidikan formal (matematika sekolah) mempunyai peranan penting bagi

siswa sebagai bekal pengetahuan untuk membentuk sikap serta pola pikirnya”. Oleh

karena itu, matematika dipelajari disetiap jenjang pendidikan, dari jenjang sekolah

dasar hingga perguruan tinggi.

Dalam pendidikan formal di Indonesia matematika menjadi salah satu materi

yang diajarkan sesuai kurikulum. Pendidikan matematika merupakan bagian integral

dari pendidikan, sehingga untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi dalam

dunia pendidikan saat ini sudah tentu pendidikan matematika ikut berperan. Hal

tersebut dapat disimak dalam tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah, yaitu:

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, jujur, efisien dan efektif.

b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Depdikbud, 1996: 1)

1

Page 2: Lengkap Proposal IDA

2

Pada hakekatnya belajar merupakan salah satu bentuk kegiatan individu dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan dari setiap belajar mengajar adalah

untuk memperoleh hasil yang optimal. Kegiatan ini akan tercapai jika siswa sebagai

subyek terlibat secara aktif baik fisik maupun emosinya dalam proses belajar

mengajar.

Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan obyek dan

belajar lebih dipentingkan daripada mengajar. Di samping itu, siswa ikut

berpartisipasi ikut mencoba dan melakukan sendiri yang sedang dipelajari, sedangkan

dalam pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran aktif, fungsi guru adalah

menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara

optimal.

Hasil belajar dapat tercapai apabila guru dalam menyampaikan pelajaran tidak

menjadikan siswa hanya sebagai obyek belajar, tetapi siswa dijadikan sebagai subyek,

sehingga siswa bisa terlibat langgsung dalam proses pembelajaran. Selain itu juga,

guru tidak hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton, tetapi guru harus

bisa mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan agar

siswa  senang dalam mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Proses pembelajaran selama ini guru dalam menyampaikan materi hanya

menoton saja, sehingga membuat siswa bosan dan mengantuk. Matematika juga

sering dianggap siswa sebagai pelajaran yang sulit serta kurang diminati, hal ini

disebabkan karena guru masih kurang dalam menerapkan model pembelajaran yang

Page 3: Lengkap Proposal IDA

3

menarik, serta pendekatan yang sesuai sehingga siswa kurang terkesan dengan

pembelajaran.

Kebanyakan guru masih menggunakan metode Terangkan Catat Latihan

(TCL) yang mengakibatkan pembelajaran dikelas berlangsung hanya satu arah.

Model pembelajaran ini menyebabkan pembelajaran hanya berpusat pada guru dan

siswa menjadi objek belajar bukan subjek belajar sehingga cenderung meminimalkan

keterlibatan siswa sehingga guru nampak lebih aktif. Kebiasaan bersikap pasif dalam

pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya

pada guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi

sangat monoton dan kurang menarik.

Pada umumnya anak dalam proses belajar mengajar memiliki tingkat hasil

belajar yang rendah. Hal ini bukan sebuah indikasi bahwa anak mempunyai

kompetensi belajar yang lemah, tetapi hal ini disebabkan oleh kurangnya inovasi dan

kreatifitas pendidik dalam mendidik siswa. Dalam rangka mengatasi masalah

tersebut, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode

dan teknik yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik

maupun sosial. Dalam pembelajaran matematika hendaknya siswa dibawa ke arah

mengamati, menebak, berbuat, mencoba, mampu menjawab pertanyaan, dan kalau

mungkin mendebat. Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat

menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.

Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan pembelajaran

model kooperatif tipe STAD. Menurut Suherman dkk (2003), inti dari STAD adalah

Page 4: Lengkap Proposal IDA

4

guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam

kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal

yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara

tunggal untuk setiap kelompok kepada guru.

Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dalam kelas dibagi menjadi

beberapa kelompok, dimana masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 siswa

untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas. STAD mengarahkan siswa belajar

dengan cara mengkonstruksi berbagai pengetahuan yang diperoleh dari belajar sendiri

dan sharing dengan teman sekelompoknya. Siswa dapat memperoleh pengetahuan

dari bertanya, pemodelan dan berbagai sumber informasi yang lain. STAD ini juga

sebagai salah satu cara membentuk masyarakat belajar.

Perkembangan intelektual siswa pada umumnya bergerak dari konkret ke

abstrak maka pendekatan pembelajaran matematika seharusnya diawali dengan hal-

hal yang konkret. Salah satu topik matematika yang sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari dan merupakan bagian yang mendasar dalam belajar

matematika adalah aritmetika sosial. Materi aritmetika sosial membahas

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk matematika.

Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan hal tersebut serta dapat

digunakan dalam model kooperatif tipe STAD adalah pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME). Dimana dalam pendekatan RME ini siswa diarahkan

untuk belajar secara realistik serta siswa berperan secara aktif di kelas. sehingga dapat

Page 5: Lengkap Proposal IDA

5

meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran yang menggunakan model

kooperatif tipe STAD.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat permasalahan dengan

judul, “Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD dengan pendekatan RME dalam

pembelajaran Matematika”.

B. Pemecahan masalah.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti merancang pemecahan masalah

melalui tindakan perbaikan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD

dengan pendekatan RME yang didesain dalam siklus belajar. Dimana setiap siklus

terdiri atas 4 tahapan kegiatan yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi/evaluasi dan refleksi. Pada langkah pelaksanaan tindakan pembelajaran di

kelas, diterapkan langkah-langkah model kooperatif tipe STAD berbasis RME.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Penerapan model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan RME

dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas VIIA MTS Negeri Pare-pare?

2. Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIIA MTS Negeri Pare-pare

meningkat dengan penerapan model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan

RME?

Page 6: Lengkap Proposal IDA

6

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, ada dua tujuan penelitian, yaitu :

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru

dalam menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai.

2. Tujuan Khusus

Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini :

Untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui penerapan model

kooperatif tipe STAD dengan pendekatan RME pada siswa kelas VIIA MTs Negeri

Pare-pare?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan peneliti lain dan pembaca

tentang  strategi dan model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas VIIA

MTS Negeri Pare-pare.

2. Manfaat praktis

a) Bagi peneliti secara umum, berguna untuk memperoleh pengetahuan baru

tentang strategi pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan

pendekatan RME.

Page 7: Lengkap Proposal IDA

7

b) Bagi Siswa

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis RME

memberikan pengalaman belajar secara berkelompok dan dapat meningkatkan

aktifitas belajar siswa khususnya pada pelajaran Matematika dan mata pelajaran

lain pada umumnya.

c) Bagi Guru

Dengan dilaksanakannya PTK ini, guru dapat mengetahui strategi serta metode

yang bervariasi untuk memperbaiki sistem pembelajaran di kelas sehingga

permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru dan siswa di kelas dapat segera

diatasi

d) Bagi sekolah, diharapkan dapat menjadi acuan untuk menetapkan kebijakan

dalam menunjang pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

F. Batasan Istilah

Untuk memberikan arahan yang jelas, maka perlu diberikan penjelasan dan

batasan terhadap istilah-istilah yang dipergunakan. Istilah-istilah tersebut sebagai

berikut.

1. Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang tersusun secara

hierarkhis dan dapat membantu manusia dalam memahami dan menguasai

permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Page 8: Lengkap Proposal IDA

8

2. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

3. Pembelajaran matematika adalah suatu upaya atau proses usaha yang dilakukan

individu melalui interaksi dengan lingkungannya untuk mengetahui, mengingat,

dan memahami objek-objek matematika baik itu objek langsung maupun objek

tidak langsung.

4. Model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi

pembelajaran dalam kelas dan menunjukan cara penggunaan materi

pembelajaran.

5. STAD (Student Teams Achievement Division) adalah salah satu tipe model

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok belajar heterogen

beranggotakan 4-5 orang siswa dan setiap siswa saling bekerja sama, berdiskusi

dalam menyelesaikan tugas dan memahami bahan pelajaran yang diberikan.

6. RME (Realistic Mathematics Education) adalah suatu pendekatan yang

memandang matematika sebagai suatu kegiatan manusia (human activities) dan

belajar matematika sebagai suatu kegiatan matematika (doing of mathematics).

Page 9: Lengkap Proposal IDA

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Matematika

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau methema yang berarti

belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif,

yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis

kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam

matematika bersifat konsisten.

Menurut Hudojo (1990: 4) matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan

hubungan-hubungannya, simbol-simbol diperlukan. Matematika berkenaan dengan

ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkhis dan penalarannya

deduktif. Jadi matematika lebih luas dari sekedar rumus-rumus dan perhitungan yang

rumit, yang dianggap oleh kebanyakan peserta didik sebagai mata pelajaran yang

tidak menarik.

Menurut James dan James yang dikutip oleh Suherman, dkk (2003: 16)

mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya

dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis

dan geometri.

9

Page 10: Lengkap Proposal IDA

10

Sedangkan menurut Kline yang dikutip oleh Suherman, dkk (2003: 17)

mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat

sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk

membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi,

dan alam.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep

yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang tersusun secara hierarkhis dan

dapat membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,

ekonomi, dan alam.

2. Pembelajaran Matematika

Menurut Santrock dan Yussen (Sugihartono, 2007: 74), belajar merupakan suatu

proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Cronbach (Suryabrata, 2010: 231)

berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of

experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah

laku sebagai hasil dari pengalaman.

Sedangkan menurut Burton (Usman, 2013: 5), learning is a change in the

individual due to instruction of that individual and his environment, which fell a need

an makes him more capable for dealing adequately with his environment. Dalam

pengertian itu terdapat kata change atau perubahan yang berarti bahwa seseorang

telah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek

Page 11: Lengkap Proposal IDA

11

pengetahuannya, ketrampilannya, maupun sikapnya. Jadi belajar adalah suatu proses

perubahan tingkah laku, menemukan, dan membangun pemahaman yang bermakna

bagi diri sendiri, yang berasal dari informasi maupun pengalaman.

Dari berbagai pendapat para ahli tentang pengertian belajar, dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki ciri-

ciri (1) perubahan tingkah laku terjadi secara sadar, (2) perubahan bersifat kontinu

dan fungsional, (3) perubahan bersifat positif dan aktif, (4) perubahan bersifat

permanen, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, serta (6) perubahan

mencakup seluruh aspek tingkah laku (Sugihartono, 2007: 74-76).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar seperti yang

diungkapkan Slameto (2010: 54), dapat dibedakan antara faktor dari dalam dan faktor

dari luar.

1. Faktor dari dalam (Internal)

a. Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.

b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, minat, bakat, motif, kematangan, dan

kelelahan.

2. Faktor dari luar (Eksternal)

a. Faktor keluarga, dapat meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan

Page 12: Lengkap Proposal IDA

12

latar belakang kebudayaan.

b. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi pendidik dengan

peserta didik , relasi antar peserta didik , disiplin sekolah, pelajaran dan waktu

sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat, dapat berupa kegiatan peserta didik dalam masyarakat,

teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.

Proses belajar mengajar dengan segala interaksi di dalamnya disebut

pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2005: 57).

Pembelajaran menurut Sudjana (Sugihartono, 2007: 80) merupakan setiap upaya yang

dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik

melakukan kegiatan belajar. Gulo (dalam Sugihartono, 2007: 80) mendefinisikan

pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang

mengoptimalkan kegiatan belajar.

Menurut Gagne ada dua objek yang dapat diperoleh peserta didik yaitu objek-

objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek-objek langsung dalam pelajaran

matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Sedangkan objek-objek

tak langsung dalam pelajaran matematika berupa kemampuan menyelidiki dan

memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, serta

tahu bagaimana seharusnya belajar (Suherman, dkk. 2003: 33).

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

Page 13: Lengkap Proposal IDA

13

matematika adalah suatu upaya atau proses usaha yang dilakukan individu melalui

interaksi dengan lingkungannya untuk mengetahui, mengingat, dan memahami objek-

objek matematika baik itu objek langsung maupun objek tidak langsung.

Suherman, dkk (2003: 6) mengemukakan bahwa dalam menyajikan konsep

matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki peserta didik,

misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, agar peserta didik

lebih mudah memahami konsep B maka peserta didik perlu memahami lebih dahulu

konsep A. Ini bararti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta

mendasarkan pada pengalaman belajar sebelumnya.

3. Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi

belajar-mengajar. Menurut Djamarah (2008: 38) aktivitas artinya kegiatan atau

keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik

fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Aktivitas siswa selama proses

belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk

belajar.

Sagala (2011: 124) menyebutkan bahwa mempelajari psikologi berarti

mempelajari tingkah laku manusia, baik yang teramati maupun yang tidak teramati.

Segenap tingkah laku manusia mempunyai latar belakang psikologis, karena itu

secara umum aktivitas-aktivitas manusia itu dapat dicari hukum psokologis yang

mendasarinya. Menurut Sardiman (2011: 22) belajar adalah merupakan suatu proses

interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi,

Page 14: Lengkap Proposal IDA

14

fakta, konsep ataupun teori. Dapat di jelaskan bahwa belajar adalah serangkaian

kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut

kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan

ilmu jiwa, yakni menurut pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Menurut

pandangan ilmu jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru sedang menurut padangan

ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa. Aktivitas belajar merupakan hal

yang sangat penting bagi siswa, karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bersentuhan dengan obyek yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan

demikian proses konstruksi pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Belajar

diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat mengubah tingkah

laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.

Dari uraian diatas dapat diambil pengertian aktivitas belajar adalah keterlibatan

siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar guna menunjang

keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Jenis-jenis Aktivitas Belajar.

Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar yang digolongkan oleh Paul B. Diedric

(Sardiman, 2011: 101) adalah sebagai berikut:

1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan

gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

Page 15: Lengkap Proposal IDA

15

2) Oral Activities, seperti menyatakan merumuskan, bertanya, memberi saran,

berpendapat, diskusi, interupsi.

3) Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi,

musik, pidato.

4) Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, menyalin.

5) Drawing Activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6) Motor Activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan,

membuat konstruksi, model, mereparasi, berkebun, beternak.

7) Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.

8) Emotional Activities, seperti misalnya, merasa bosan, gugup, melamun, berani,

tenang.

Berdasarkan berbagai pengertian jenis aktivitas di atas, penulis berpendapat

bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak

melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.

Tujuan pembelajaran tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktivitas siswa.

4. Respon Siswa

Menurut Thorndike (Sardiman, 2011: 33), belajar adalah proses interaksi antara

stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan

belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat

indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika

belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.

Page 16: Lengkap Proposal IDA

16

Sedangkan, Skinner (Dimyati dan Mudjiono,2013: 9) berpandangan bahwa

belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi

lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Respon

terbentuk dari proses pemberian rangsangan atau sebab yang berujung pada hasil dan

akibat dari proses rangsangan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi ketiga dijelaskan definisi respon

adalah berupa tanggapan, reaksi, dan jawaban. Respon adalah Setiap tingkah laku

pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respon) terhadap rangsangan

atau stimulus (Sarlito, 2010). Menurut Gulo (2002), respon adalah suatu reaksi atau

jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut.

Interaksi antara beberapa faktor dari luar berupa objek, orang-orang dan dalam

berupa sikap, mati dan emosi pengaruh masa lampau dan sebagiannya akhirnya

menentukan bentuk perilaku yang ditampilkan seseorang. Respon seseorang dapat

dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif (Azwar, 2011). Apabila respon

positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati

objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut. Respons

terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognisi (pengetahuan), komponen afeksi

(sikap) dan komponen psikomotorik (tindakan).

Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa respons

merupakan suatu reaksi atas stimulus yang menjadi dalam berinteraksi antara

pelakunya dengan mendapatkan rangsangan dari suatu perilaku yang memicu

individu atau kelompok untuk bersikap baik itu dengan tindakan atau tanpa tindakan.

Page 17: Lengkap Proposal IDA

17

5. Hasil Belajar

Dalam proses pembelajaran hasil belajar merupakan kriteria keberhasilan yang

sangat penting. Oleh karena itu, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah

merancang instrumen (tes) yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan

siswa guna mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan data tersebut guru dapat

mengembangkan dan memperbaiki program pembelajaran sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah terjadi proses

belajar mengajar yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa, dari luar diri

siswa dan faktor lingkungan. Menurut Slameto (2003: 2) Hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan, Menurut Nana Sudjana

(1989: 25): Hasil belajar adalah perubahan pada diri seseorang dalam berbagai bentuk

seperti perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,

kecakapan, kebiasaan serta perubahan asek-aspek lain yang ada pada individu yang

belajar.

Howard Kingsley dalam Sudjana (2010:22) membagi hasil belajar menjadi tiga

macam yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c)

sikap dan cita-cita. Lebih lanjut, Wingkel dalam Purwanto (2009:39) menyatakan

hasil belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Menurut Gagne

(Purwanto, 2009:42) hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang

Page 18: Lengkap Proposal IDA

18

kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan yang menyediakan skema yang

terorganisasi untuk asimilasi stimulus- stimulus baru dan menentukan hubungan di

dalam dan diantara kategori-kategori. Kemudian lima kategori hasil belajar menurut

Gagne (Sudjana, 2010:22) yaitu: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c)

strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampila motoris.

Berdasarkan pendapat yang disampaikan dapat dibuat definisi bahwa hasil

belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa dalam bentuk angka

maupun perubahan setelah menjalani proses pembelajaran yang berguna untuk

memberikan informasi hasil belajar siswa kepada orang tua atau siswa maupun

kepada komponen-komponen pengajaran untuk melanjutkan program pengajaran

selanjutnya.

Secara garis besar pembelajaran Matematika harus mengacu pada standar

kompetensi maupun kompetensi dasar Matematika. Standar kompetensi Matematika

merupakan kompetensi Matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan siswa

pada hasil belajarnya dalam pelajaran Matematika. (Materi Pelatihan Terintegrasi

Matematika Buku 3, 2005: 7).

Dengan demikian, Hasil belajar matematika merupakan hasil kegiatan dari

belajar matematika dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau

pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, atau dengan kata lain adalah apa yang

diperoleh siswa dari proses belajar matematika (Hamalik, 2007: 23). Hamalik juga

mengatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan yang terjadi pada anak

didik setelah melakukan pembelajaran matematika.

Page 19: Lengkap Proposal IDA

19

Perubahan anak didik tersebut merupakan perubahan tingkahlaku yang

mencakup seluruh aspek yaitu, kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Uno,

2006: 139). Jadi hasil belajar matematika adalah hasil belajar yang diperoleh setelah

terjadi proses pembelajaran matematika.

6. Hakikat Model Pembelajaran

Pakar pendidikan sains menyakini bahwa ketakjuban, antusiasme, dan

keingintahuan harus mendominasi pembelajaran sains. Untuk membangkitkan hal

tersebut dalam matematika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan. Menurut

Dahar (1996: 5), model ialah suatu struktur konseptual yang telah berhasil

dikembangkan dalam suatu bidang, dan sekarang diterapkan, terutama untuk

membimbing penelitian dan berfikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang

belum begitu berkembang. Sebuah model pembelajaran adalah sebuah rencana atau

pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukan cara

penggunaan materi pembelajaran.

Ada 22 model pembelajaran yang dikelompokan dalam empat hal, yaitu (1)

modifikasi tingkah laku, (2) proses informasi, (3) interaksi sosial, dan (4)

perkembangan pribadi (Koes, 2003: 60). Model-model ini dapat dicapai dalam tujuan

umum pembelajaran sains. Model-model yang dipilih adalah model pembelajaran

yang dapat dilaksanakan dan mempunyai dampak yang jelas pada peserta didik .

Berdasarkan bukti-bukti penelitian yang relevan.

Model-model pembelajaran yang termasuk kedalam kelompok modifikasi

tingkah laku adalah (1) model pembelajaran langsung, (2) model manajemen

Page 20: Lengkap Proposal IDA

20

kontigensi, (3) model pengendalian diri, dan (4) model simulasi. Model-model

pembelajaran yang termasuk kedalam kelompok proses informasi adalah (1) model

berfikir kritis, (2) model inquiri, (3) perolehan konsep, (4) model memori, (5) model

advance organizer, (6) model pelatihan inquiri, serta (7) model sinektiks. Model

pembelajaran yang dikembangkan oleh kelompok interaksi sosial yaitu : (1) model

STAD, (2) model Jigsaw, (3) model investigasi kelompok, (4) model bermain peran,

serta (5) model simulasi. Sedangkan yang termasuk kelompok model pembelajaran

perkembangan pribadi adalah pembelajaran Nondirectif.

Model-model pembelajaran ini sesungguhnya untuk membantu peserta didik

menggali informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berfikir, dan cara

mengekspresikan diri mereka sendiri. Proses informasi dalam pembelajaran lebih

menekankan pada struktur kognitif peserta didik dalam menangkap informasi yang

berasal dari pendidik, lingkungan, pemahaman konsep serta kemampuan dalam

menemukan cara pemecahan dari suatu masalah. Melalui proses informasi yang

produktif dalam struktur kognitif peserta didik untuk menghasilkan suatu kesimpulan

yang merupakan suatu konsep yang dapat digunakan untuk pemecahan terhadap suatu

masalah.

7. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerja sama, yakni kerjasama antar peserta didik dalam kelompok untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik bekerja

bersama-sama untuk mempelajari dan menyelesaikan suatu masalah. Keberhasilan

Page 21: Lengkap Proposal IDA

21

kelompokakan tercapai hanya jika setiap anggota kelompok berhasil memahami

konsep atau materi yang diajarkan. Dengan demikian, tugas para peserta didik

bukanlah melakukan sesuatu tetapi mempelajari sesuatu sebagai sebuah kelompok,

dimana kerja kelompok dilakukan sampai semua anggota kelompok menguasai

materi yang sedang dipelajari.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Roger dan David Johnson dalam Lie (2008: 31-35) mengatakan bahwa

tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai

hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus

diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu :

a. Saling ketergantungan positif

Ketergantungan positif terjadi jika anggota-anggota kelompok merasakan bahwa

mereka berhubungan satu sama lain dalam suatu cara dimana seseorang tidak dapat

mengerjakannya kecuali bekerja bersama. Menyadari hal tersebut peran pendidik

adalah merancang dan mengkomunikasikan tujuan dan tugas kelompok dalam cara-

cara yang membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai pemahaman

tersebut.

b. Tanggungjawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama dimana peserta

didik akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik bagi

kelompoknya. Kunci keberhasilan unsur ini adalah persiapan pendidik dalam

penyusunan tugasnya sehingga masing-masing anggota kelompok harus

Page 22: Lengkap Proposal IDA

22

melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok

bisa dilaksanakan.

c. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan peserta didik untuk

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota karena hasil pemikiran

beberapa peserta didik akan lebih kaya daripada hasil pemikiran satu peserta didik.

d. Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan anggotanya untuk

berkomunikasi yaitu mengungkapkan pendapat mereka sekaligus menghargai

pendapat peserta didik yang lain. Proses ini merupakan proses yang sangat

bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan melatih

perkembangan mental dan emosional peserta didik.

e. Evaluasi proses kelompok.

Pendidik perlu mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka

agar selanjutnya peserta didik bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan

pembelajaran seperti yang dikatakan Ibrahim (2000: 7), yaitu :

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki hasil belajar peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya.

b. Penerimaan terhadap keberagaman

Page 23: Lengkap Proposal IDA

23

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penenrimaan secara luas dari

orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan

ketidakmampuannya.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting lainnya adalah mengajarkan kepada peserta didik dalam

keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.

Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran dimulai dengan pendidik menyampaikan tujuan pelajaran dan

memotivasi peserta didik untuk belajar. Tahap ini diikuti oleh penyajian informasi.

Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam kelompok belajar. Tahap ini

diikuti bimbingan pendidik pada saat peserta didik bekerja bersama untuk

menyelesaikan tugas bersama mereka. Tahap terakhir dari pembelajaran kooperatif

adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah

dipelajari dan memberi penghargaan terhadap kelompok maupun individu. Enam

langkah tersebut dapat disajikan seperti dalam tabel di bawah ini :

Page 24: Lengkap Proposal IDA

24

Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Aktivitas Pendidik Aktivitas Peserta Didik

Fase 1:Menyampaikan tujuan dan Memotivasi peserta didik

Pendidik menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar.

Peserta didik memperhatikan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik supaya peserta didik benar-benar mengetahui tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Fase 2:Menyajikan Informasi

Pendidik menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Peserta didik memperhatikan informasi yang disampaikan oleh pendidik supaya bias menyelesaikan permasalahan dalam belajar kelompok.

Fase 3:Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok belajar.

Pendidik menjelaskan kepada peserta didik bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Peserta didik belajar kelompok sesuai dengan kelompok yang ditentukan dan saling berinteraksi untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Fase 4:Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Pendidik membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

Peserta didik mendiskusikan permasalahn yang diberikan dan menentukan strategi pemecahannya,

Fase 5 : Evaluasi

Pendidik mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Perwakilan dari kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka dan kelompok lain menanggapi.

Fase 6 :Memberikan penghargaan

Pendidik mencari cara untuk menghargai hasil belajar individu dan kelompok.

Peserta didik mendapatkan penghargaan dari pendidik baik berupa pujian atau hadiah.

Page 25: Lengkap Proposal IDA

25

8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams–Achievement Divisions

(STAD)

Student Teams–Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu tipe model

pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti (Slavin, 2011: 143). Metode ini

juga sangat mudah untuk diterapkan dalam pembelajaran sains, dan pada tingkat

sekolah menengah sampai perguruan tinggi. Selain itu STAD adalah yang paling tepat

untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran ilmu pasti seperti perhitungan dan penerapan

matematika, serta konsep sains. STAD didasarkan pada prinsip bahwa para peserta

didik bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar

teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri.

Dalam STAD, kelompok terdiri atas empat atau lima peserta didik yang mewakili

keseimbangan kelas dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras. Kelompok

merupakan tampilan yang paling penting dalam STAD, dan penting pula bagi

pendidik untuk mengarahkan anggota masing-masing kelompok. Slavin menyarankan

peringkat para peserta didik dalam kemampuan akademik dibuat terlebih dahulu.

Masing-masing kelompok akan terdiri atas seorang peserta didik dan kelompok atas,

seorang peserta didik dan kelompok bawah, dan dua orang peserta didik dengan

kemampuan rata-rata.

Pembentukan kelompok dengan cara semacam ini bertujuan agar diperoleh

kesetaraan di antara kelompok-kelompok tersebut. Keseimbangan dalam jenis

kelamin dan ras juga harus menjadi pertimbangan. Dengan demikian, masing-masing

kelompok kurang lebih sama dalam berbagai aspek. pendidik emperesentasikan

Page 26: Lengkap Proposal IDA

26

pelajaran dan kemudian peserta didik bekerjasama tim untuk memastikan seluruh

anggota tim telah menuntaskan pelajaran dengan baik. Akhirnya, semua peserta didik

menjalani kuis perseorangan tentang pelajaran tersebut, dan pada saat itu mereka

tidak boleh saling membantu. Adapun penghargaan yang diberikan adalah

penghargaan kelompok. Karena skor kelompok didasarkan pada kemajuan yang

diperoleh peserta didik atas nilai sebelumnya, siapapun bisa menja minggu itu.

Gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu peserta didik agar saling

mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai konsep atau materi yang

diajarkan. Jika peserta didik menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah,

mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari materi.

Meskipun semua peserta didik belajar bersama dalam kelompok mereka, mereka

tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis yang merupakan tanggung

jawab individual. Metode ini mengaharuskan setiap peserta didik menguasai materi

sehingga dengan kemampuan. dasar yang berbeda setiap peserta didik memperoleh

kesempatan yang sama untuk berhasil.

Lima komponen utama atau tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe

STAD adalah presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan skor kuis individu,

dan penghargaan kelompok. Adapun penjabaranya adalah sebagai berikut :

a. Presentasi Kelas

Pada tahap pertama pendidik menyajikan materi pelajaran secara garis besar.

Pada tahap ini penyajian dapat berupa ceramah atau presentasi menggunakan

audiovisual. Peserta didik harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh agar

Page 27: Lengkap Proposal IDA

27

memahami uraian pendidik , karena dengan begitu akan membantu mereka dalam

diskusi kelompok, sehingga mampu menjalani kuis dengan baik, dan nilai kuis itu

menentukan nilai kelompok mareka.

b. Belajar Kelompok

Setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 anggota yang bersifat heterogen dalam hal

kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras. Fungsi utama dari kelompok adalah

memastikan bahwa setiap anggota kelompok memahami masalah yang didiskusikan

oleh kelompok tersebut, sehingga saat diadakan kuis, setiap anggota kelompok

mampu meraih skor maksimal. Setelah pendidik menjelaskan materi pokok,

kelompok berdiskusi untuk membahas masalah yang diberikan. Para peserta didik

harus mengatur kursinya sehingga mereka dapat saling berhadapan dalam

kelompoknya.

Pendidik perlu mendorong para peserta didik dalam kelompok untuk

bekerjasama. Selama sesi kelompok kecil inilah para peserta didik akan saling

mengajari, dan belajar dengan temannya. Satu cara untuk mendorong kearah

pemahaman yang mendalam adalah tiap peserta didik diminta menjelaskan

jawabannya kepada teman sekelompoknya.

Kelompok merupakan yang paling penting dalam STAD. Dalam setiap langkah,

yang ditekankan adalah apa yang dilakukan anggota kelompok untuk kelompok

mereka, dan apa yang dilakukan kelompok untuk membantu anggotanya. Kelompok

menyediakan dukungan sesama teman untuk memperoleh kemajuan akademik yang

penting sebagai pengaruh pembelajaran, tetapi juga saling perhatian dan penghargaan

Page 28: Lengkap Proposal IDA

28

yang penting bagi hubungan antar kelompok, penghargaan diri, dan penerimaan

peserta didik yang tersingkirkan. Salah satu cara membagi peserta didik dalam

kelompok-kelompok yang disarankan oleh Slavin (2011: 152) adalah :

Kategori Akademik Rangking Nama Kelompok1 A2 B3 C

Peserta didik dengan 4 Dnilai tertinggi 5 E

5 F5 G5 H9 H10 G11 F12 E13 D14 C

Peserta didik dengan 15 Bnilai rata-rata 16 A

17 -18 -19 A20 B21 C22 D23 E24 F25 G26 H27 H28 G29 F

Peserta didik dengan 30 Enilai rendah 31 D

32 C33 B34 A

Tabel 2. Pembagian Kelompok Peserta didik

Page 29: Lengkap Proposal IDA

29

c. Kuis

Setelah satu atau dua kali pendidik menyampaikan materi dan dilakukan diskusi

kelompok, kemudian diadakan kuis secara individual. Setiap anggota kelompok harus

mengerjakan sendiri, tanpa bantuan anggota kelompok lainnya. Jadi setiap peserta

didik bertanggung jawab untuk memahami materi yang diajarkan.

d. Peningkatan Skor Kuis Individu

Setelah diberikan kuis, sesegera mungkin pendidik menentukan peningkatan skor

individu dan skor kelompok. Gagasan utama yang mendasari bentuk skor

peningkatan ini adalah untuk memberikan dorongan pada peserta didik agar berupaya

mencapai perolehan hasil belajar yang maksimal. Hal ini dapat dicapai jika peserta

didik tersebut bekerja lebih baik dan diharapkan memperoleh hasil belajar yang lebih

baik daripada perolehan hasil belajar yang didapat sebelumnya. Setiap peserta didik

bisa menyumbang skor maksimal untuk kelompok mereka. Setiap peserta didik akan

diberikan skor “awal”, dan kemudian akan dibanding mereka. Adapun aturan

pemberian skor peningkatan individu menurut Slavin (2011: 159) adalah sebagai

berikut:

Tabel 3. Konversi Skor Perkembangan

Kriteria Skor Peningkatan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 510 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor awal 10Skor dasar sampai 10 poin di atas skor awal 20Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor awal) 30

Page 30: Lengkap Proposal IDA

30

e. Penghargaan Kelompok

Sebuah kelompok akan memperoleh suatu penghargaan jika skor rata-rata

kelompok tersebut sesuai dengan kriteria. Skor kelompok menurut Slavin (2011: 160)

dihitung dari rata-rata skor perkembangan anggota kelompok. Predikat yang

diberikan kepada kelompok disajikan dalam tabel berikut :

Kriteria (Rata-rata Kelompok) Penghargaan5 ≤ x < 1515 ≤ x < 2525 ≤ x ≤ 30

Kelompok BaikKelompok Sangat Baik

Kelompok SuperTabel 4. Penghargaan Kelompok

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memiliki dua dampak sekaligus

pada diri para peserta didik , yakni dampak instruksional (instructional effecs) dan

dampak sertaan (nuturance effects). Dampak instruksional dilambangkan oleh anak

panah, sedangkan dampak sertaan dilambangkan oleh anak panah garis putus-putus

sebagai berikut :

Gambar 1. Dampak model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap peserta didik

Page 31: Lengkap Proposal IDA

31

9. Pendekatan Realistic Mathematics Educations (RME)

a. Landasan Filosofi RME

Sejak tahun 1971, Institut Freudental mengembangkan suatu pendekatan teoretis

terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan Realistic Mathematics

Education (RME). Teori ini berlandaskan pada filosofi matematika sebagai aktivitas

manusia (mathematics as human activity) yang dicetuskan oleh Hans Freudental.

(Wijaya, 2012: 20) Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas

manusia” menunjukkan bahwa Fruedenthal tidak menempatkan matematika sebagai

suatu produk jadi, melainkan sebagai bentuk aktivitas atau proses. Menurut

Freudenthal matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk

jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkontruksi

konsep matematika.

RME merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda.

Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata.

banyak pihak yang menganggap bahwa RME adalah suatu pendekatan pembelajaran

yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. Penggunaan kata “realistik”

sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk

dibayangkan” atau “to imagine” Van den Heuvel- Panhuizen, (Wijaya, 2012: 20)

Penggunaan kata “realistik” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu

koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan

Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang

bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa.

Page 32: Lengkap Proposal IDA

32

Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari RME. Proses

belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari

bermakna bagi siswa (Freudenthal dalam Wijaya, 2012: 20) Suatu pengetahuan akan

menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu

konteks atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Suatu permasalahan

realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real-world

problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah

disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imagineable) atau nyata

(real) dalam pikiran siswa. Suatu cerita rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal

matematika bisa digunakan sebagai masalah realistik.

RME menggabungkan pandangan tentang “apa itu matematika, bagaimana siswa

belajar dan bagaimana matematika harus diajarkan ”Freudenthal berkeyakinan bahwa

siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi.

Pendidikan matematika harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai

situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka

sendiri. Siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematika ke

tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa

dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir

matematik yang lebih tinggi. Selama proses pembelajaran, siswa perlu

mengembangkan ide-ide mereka dan dengan cara menghubungkannya dengan apa

yang ada disekeliling mereka sehingga siswa dapat terlibat dalam proses

pembelajaran secara bermakna.

Page 33: Lengkap Proposal IDA

33

b. Definisi dan karakteristik RME

Realistic Mathematics Education adalah suatu pendekatan yang memandang

matematika sebagai suatu kegiatan manusia (human activities) dan belajar

matematika sebagai suatu kegiatan matematika (doing of mathematics). RME

merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk

matematika. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa RME adalah

pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi siswa.

Treffers dalam Wijaya (2012: 21-23) merumuskan lima karakteristik Pendidikan

Matematika Realistik, yaitu:

1) Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran

matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam

bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut

bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks,

siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan.

Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir

dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan

berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan. Manfaat lain

penggunaan konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan

ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Pembelajaran yang langsung diawali

dengan penggunaan matematika formal cendrung akan menimbulkan kecemasan

matematika (mathematic anxiety).

Page 34: Lengkap Proposal IDA

34

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam RME, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif.

Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan

matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada

siswa sebagai suatu produk yang siap pakai tetapi sebagai konsep yang dibangun oleh

siswa maka dalam RME siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Karakteristik ke

tiga dari RME ini tidak hanya bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep

matematika, tetapi juga sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.

4) Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga

secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi

lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan

gagasan mereka.

Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam

mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan. Kata

“pendidikan” memiliki implikasi bahwa proses yang berlangsung tidak hanya

mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai

untuk mengembangkan potensi alamiah afektif siswa.

5) Keterkaitan

Page 35: Lengkap Proposal IDA

35

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep

matematika yang memilki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika

tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. RME

menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang

harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu

pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari

satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yag dominan).

Berdasarkan karakteristik RME tersebut dapat disimpulkan bahwa konteks

permasalahan realistik pada RME tidak harus selalu berupa masalah yang ada di

dunia nyata dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa, namun bisa

dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut

bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

10. Penerapan model Kooperatif Tipe STAD berbasis RME.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang didasari pada kerja kelompok/ diskusi

memang dapat menumbuhkan kemampuan siswa dalam kerja sama. Tetapi

pembelajaran dengan model STAD cenderung akan membuat siswa bingung dan

susah dalam menjalani pembelajaran tersebut. Hal ini terjadi karena pengemasan

model pembelajaran yang masih bersifat kaku dan umum. Maka model ini dapat

dikembangkan agar pembelajaran menjadi lebih optimal dan menyenangkan bagi

siswa.

Model pembelajaran ini dapat dikembangkan dengan pendekatan Realistic

Mathematic Education (RME) yang mengutamakan pembelajaran menggunakan

Page 36: Lengkap Proposal IDA

36

benda konkrit sebagai medianya. Dengan menggunakan benda konkrit, siswa dapat

lebih mudah memahami suatu keadaan atau materi yang dipelajari. Hal ini sesuai

dengan pendapat Piaget (Aisyah: 2007) bahwa siswa pada sekolah dasar (7-12 tahun)

dalam tahap periode operasional konkrit. Pada tahap ini siswa pekerjaan yang

menggunakan logika dapat dilakukan dengan berorientasi ke obyek-obyek atau

peristiwa-peristiwa yang langsung dialami siswa, dan berfikir logikanya didasarkan

atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Maka tepat bila pembelajaran kooperatif tipe

STAD dikembangkan dengan pendekatan RME agar lebih optimal dan

menyenangkan bagi siswa.

Pengembangan yang dilakukan dilakukan pada proses pembelajaran STAD itu

sendiri. Terutama pada tahapan materi dan diskusi. Pada tahap materi, guru dapat

menjelaskan materi pembelajaran dengan menggunakan benda konkrit sebagai media

pembelajarannya. Sehingga sebelum melakukan suatu diskusi mandiri siswa sudah

memahami dan mempunyai bekal yang cukup untuk menjalankan tugas nantinya.

Selain pada tahap materi, pengembangan dengan pendekatan Realistic

Mathematic Education (RME) juga dapat dilakukan pada tahap diskusi. Pada tahap

ini dapat dilakukan dengan mendesain diskusi menggunakan media yang menarik dan

nyata. Tentu dengan menggunakan media yang membatasi agar siswa tetap pada

lingkup STAD yang mengutamakan kerjasama kelompok. Dengan penggunaan media

nyata dalam diskusi diharapkan dapat meningkatkan minat siswa untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan.

Page 37: Lengkap Proposal IDA

37

Dengan penggunaan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) melalui

pembelajaran kooperatif tipe STAD, diharapkan pembelajaran dapat berlangsung

dengan optimal. Pembelajaran yang dilakukan dengan benda konkrit dan desain

permainan dapat menimbulkan minat dan keinginan siswa untuk mengikuti dan

memahami materi pembelajaran.

11. Syntax Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbasis

RME

Slavin dkk dalam Widyantini (2008:7) menerangkan syntak penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pembelajaran

dan memotivasi siswa untuk belajar.

b. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar

yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam

menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, menggunakan

media melalui pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Langkah ini

tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

c. Guru membentuk beberapa kelompok dan memberikan permasalahan dengan

bantuan media yang sehari-hari ditemui siswa. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5

anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang

berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok

Page 38: Lengkap Proposal IDA

38

berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan

gender.

d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah

diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu

antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan

utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep

dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi

dasar yang diharapkan dapat dicapai.

e. Guru memberikan tes kepada setiap siswa secara individu

f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman (kesimpulan),

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah

dipelajari.

g. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai baik

hasil kegiatan diskusi maupun hasil belajar individual.

7. Kerangka Berpikir

Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan hasil belajar siswa,

diantaranya adalah memilih strategi, pendekatan dan model belajar serta penggunaan

media dan sumber belajar, agar tujuan pembelajaran yang diterapkan guru kepada

siswanya dapat dicapai dengan baik. Salah satu pendekatan dan model belajar yang

memadukan antara kekompakan dalam kerjasama dan pengalaman nyata pada

kegiatan pembelajaran adalah pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Page 39: Lengkap Proposal IDA

39

melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasannya pendekatan Realistic

Mathematic Education (RME) digunakan untuk mengajak siswa mengenali materi

pembelajaran dengan pengalaman nyata. Sehingga siswa dalam memahami materi

pembelajaran akan lebih bermakna dan tidak mudah lupa. Sedangkan pembelajaran

kooperatif tipe STAD menginginkan kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara

berkelompok. Sesuai dengan karakteristik dari pendekatan realistis yaitu interaktif

dimana terjadi hubungan antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Hal

ini yang dapat memadukan antara pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME) melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) melalui pembelajaran

kooperatif tipe STAD diharapkan memberikan pengalaman baru baik bagi guru

maupun siswa dalam proses belajar dan menambah pengetahuannya tentang

pembelajaran matematika. Selain itu pembelajaran akan lebih mudah dipahami

dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Dari pembelajaran yang baik diharapkan melalui model pembelajaran

yang baru dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIA MTS NEGERI PARE-

PARE khususnya dalam pembelajaran matematika.

8. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams–Achievement Divisions (STAD ) dengan pendekatan

Page 40: Lengkap Proposal IDA

40

Realistic Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar siswa

kelas VIIA SMP Negeri

Page 41: Lengkap Proposal IDA

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau

Classroom Action Research (CAR). Penelitian ini merupakan penelitian yang sifatnya

kolaboratif karena adanya kerjasama antara peneliti dengan pendidik mata pelajaran

matematika kelas VIIA MTS NEGERI PARE-PARE Negeri.

Penelitian ini adalah penilaian praktis yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-

kekurangan dalam pembelajaran dikelas, dengan cara melakukan tindakan-tindakan agar

dapat memperbaiki atau meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi

masalah pembelajaran, dan menumbuhkan budaya akademik (Arikunto, 2006: 61). Tindakan

yang direncanakan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD guna

meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIA MTS NEGERI PARE-PARE

Negeri.

2. Model Penelitian

Tujuan utama PTK adalah untuk peningkatan dan perbaikan layanan

profesionalisme guru dalam menangani proses belajar mengajar (PBM). Model

penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart (2010:

53) yang setiap siklus/penelitiannya terdiri atas tiga langkah, yaitu perencanaan,

40

Page 42: Lengkap Proposal IDA

42

tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Secara rinci ditunjukkan dalam gambar

berikut ini :

Gambar 3.1Model Proses menurut Kemmis dan Taggart

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIIA MTS Negeri Pare-pare.

4. Faktor Yang Akan Diselidiki

Faktor yang akan diselidiki dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Faktor input: Yaitu proses pembelajaran matematika menggunakan model kooperatif

tipe STAD dengan pendekatan RME

b. Faktor output:

1) Respons siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model kooperatif

tipe STAD dengan pendekatan RME

Page 43: Lengkap Proposal IDA

43

2) Hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif

tipe STAD dengan pendekatan RME.

B. Prosedur Penelitian

Penelitian rencananya dilaksanakan dalam dua siklus, akan tetapi apabila hasil

yang diperoleh belum memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, maka

dilanjutkan untuk siklus berikutnya. Siklus akan berakhir jika hasil penelitian yang

diperoleh sudah sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian. Secara rinci, uraian

kegiatan yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Perencanaan Tindakan

Setelah mengetahui permasalahan yang ada di sekolah melalui observasi dan

wawancara dengan pendidik mata pelajaran yang bersangkutan, serta telah tercapai

kesepakatan antara peneliti dengan pendidik matematika kelas VIIA MTS NEGERI

PARE-PARE Negeri, maka peneliti mulai menyusun rencana tindakan. Adapun

kegiatan perencanaan meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), lembar observasi, soal kuis, dan tes siklus,

angket respon siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan adalah implementasi

rencana yang telah disusun oleh peneliti sebelumnya pada tahap perencanaan.

Pendidik melaksanakan kegiatan pembelajan sesuai dengan RPP, sedangkan peneliti

Page 44: Lengkap Proposal IDA

44

dan observer akan melakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran. Tindakan

yang dilakukan sifatnya fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi dikelas.

Perubahan-perubahan tersebut dicatat dalam lembar observasi serta catatan

lapangan. Observasi dilakukan untuk melihat pelaksanaan proses pembelajaran sesuai

dengan tahapan-tahapan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

pendekatan RME. Beberapa hal yang diamati selama observasi meliputi presentasi

kelas, belajar kelompok, kuis, peningkatan skor individu, dan penghargaan kelompok.

c. Refleksi

Setelah tindakan dan observasi dilakukan, tahapan selanjutnya adalah refleksi.

Dalam refleksi ini, dianalisis apakah proses pembelajaran sudah sesuai dengan

tahapan-tahapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis RME, dan

seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa SMP Negeri. Jika belum sesuai yang

diharapkan, maka dibuat rencana perbaikan pembelajaran untuk siklus selanjutnya.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi memuat langkah-langkah pembelajaran matematika sesuai

dengan ketentuan STAD serta observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran.

2. Tes

Tes dilakukan pada setiap akhir siklus dan dilakukan secara tertulis. Tes ini untuk

Page 45: Lengkap Proposal IDA

45

mengetahui tingkat pemahaman konsep matematika peserta didik setelah peserta

didik sebelumnya melakukan kegiatan pembelajaran.

3. Catatan Lapangan

Catatan lapangan berisi tentang aktivitas pembelajaran yang berlangsung di

dalam kelas mulai dari siklus I dengan akhir siklus.

4. Angket Respon Siswa

Angket yang akan digunakan adalah angket tertutup dengan alternatif jawaban yaitu sangat

setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Angket memuat pertanyaan terhadap tanggapan

siswa setelah pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan

RME.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi digunakan untuk mengukur tingkahlaku individu ataupun proses

pembelajaran yang berlangsung dengan STAD berbasis RME. Observasi dilakukan

dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.

2. Tes

Tes merupakan alat untuk mengumpulkan data kuantitatif. Soal tes memuat

aspek-aspek materi dan penilaiannya sesuai dengan pedoman penilaian yang telah

ditetapkan. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIIA MTs

Negeri Pare-pare dari siklus I ke siklus berikutnya.

Page 46: Lengkap Proposal IDA

46

3. Catatan Lapangan

Catatan lapangan berisi catatan tentang detail proses pembelajaran yang terjadi

selama proses pembelajaran STAD berbasis RME berlangsung.

Angket Respon Siswa

Angket merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan

pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Angket respon

siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan

menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan RME.

E. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan

1. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dimulai dari analisis terhadap aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran dan hasil belajar pada pelajaran Matematika tentang.

Analisis data akan merangkum data secara akurat. Data yang dianalisis adalah aspek

siswa yang terdiri atas aktivitas saat proses belajar mengajar berlangsung, respon

siswa terhadap pembelajaran, dan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan

model kooperatif tipe STAD dengan pendekatan RME.

a. Analisis Data Observasi aktivitas Siswa

Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui aktivitas siswa yang berpedoman

pada lembar observasi aktivitas siswa. Penilaian dilihat dari hasil skor pada lembar

observasi yang digunakan. Persentase diperoleh dari skor pada lembar observasi

dikualifikasikan untuk menentukan seberapa besar aktivitas siswa dalam mengikuti

Page 47: Lengkap Proposal IDA

47

proses pembelajaran. Untuk setiap siklus persentase diperoleh dari rata-rata persentase

aktivitas siswa pada tiap pertemuan. Hasil data observasi ini dianalisis dengan pedoman

kriteria sebagai berikut:

Tabel kriteria aktivitas siswa

Persentase Kriteria

75% - 100%

50% - 74,99%

25% - 49,99%

0% - 24,99%

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Cara menghitung persentase aktivitas siswa (Sugiyono, 2001:81) berdasarkan

lembar observasi untuk tiap pertemuan adalah sebagai berikut:

Persentase = X 100%

b. Analisis Data Angket Respon Siswa

Angket respon siswa terdiri dari 14 butir pertanyaan dengan rincian 12 butir

pertanyaan positif (+) ada 2 butir pertanyaan negatif (-). Penskoran angket untuk butir

(+) adalah 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk jawaban kadang-

kadang dan 1 untuk jawaban tidak pernah. Untuk butir (-) adalah skor 1 untuk

jawaban selalu, 2 untuk jawaban sering, 3 untuk jawaban kadang-kadang dan 4 untuk

jawaban tidak pernah. Data hasil angket dibuat kualifikasi dengan kriteria sebagai

berikut:

Page 48: Lengkap Proposal IDA

48

Tabel kriteria respon siswa

Persentase Kriteria

75% - 100%

50% - 74,99%

25% - 49,99%

0% - 24,99%

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Cara menghitung prersentase angket respon siswa (Sugiyono, 2001:81)

berdasarkan angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika adalah sebagai

berikut:

Persentase = X 100%

c. Analisis Data Hasil Belajar Siswa

Hasil tes siswa dianalisis untuk menentukan peningkatan ketuntasan siswa, nilai

individu, skor kelompok dan penghargaan kelompok. Peningkatan ketuntasan

mengikuti ketentuan sekolah bahwa ”siswa dinyatakan lulus dalam setiap tes jika

nilai yang diperoleh 70 dengan nilai maksimal 100”.

Tabel tingkat keberhasilan Arikunto (2006)

Taraf keberhasilan Kualifikasi

85 – 100 Sangat Baik

65 – 84 Baik

55 – 64 Cukup

35 – 54 Kurang

0 – 34 Sangat Kurang

Page 49: Lengkap Proposal IDA

49

2. Indikator Keberhasilan

a. Indikator proses: Penelitian dikatakan berhasil apabila aktivitas yang ditunjukkan

siswa, mencapai kriteria aktivitas minimal 80% langkah pembelajaran terlaksana.

Kriteria aktivitas siswa 80% berada pada rentang 75%-100% tabel kriteria

aktivitas siswa, dengan kualifikasi ‘sangat baik’.

b. Indikator hasil:

1) Tindakan dikatakan berhasil bila minimal 75% siswa telah memperoleh nilai

minimal 70 setelah pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe

STAD berbasis RME.

2) Model pembelajaran dikatakan memliki pengaruh jika respon siswa terhadap

pembelajaran, mencapai kriteria respon siswa minimal 80%. Kriteria respon

siswa 80% berada pada rentang 75%-100% tabel kriteria respon siswa, dengan

kualifikasi ‘sangat baik’.