LENDUTAN (Deflection P -...
Transcript of LENDUTAN (Deflection P -...
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 1
LENDUTAN (Deflection)
1. Pendahuluan
Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat ditentukan
dari sifat penampang dan beban-beban luar. Pada prinsipnya tegangan pada balok
akibat beban luar dapat direncanakan tidak melampaui suatu nilai tertentu, misalnya
tegangan ijin. Perancangan yang berdasarkan batasan tegangan ini dinamakan
perancangan berdasarkan kekuatan (design for strength).
Pada umumnya lendutan/defleksi balok perlu ditinjau agar tidak melampaui nilai
tertentu, karena dapat terjadi dalam perancangan ditinjau dari segi kekuatan balok
masih mampu menahan beban, namun Iendutannya cukup besar sehingga tidak
nyaman lagi. Perancangan yang mempertimbangkan batasan lendutan dinamakan
perancangan berdasarkan kekakuan (design for stiffness).
Selain didesain untuk menahan beban yang bekerja, suatu struktur juga dituntut
untuk tidak mengalami lendutan yang berlebihan (over deflection) agar mempunyai
kemampuan layan (serviceability) yang baik. Lendutan yang terjadi harus masih dalam
batas yang diijinkan (permissible deflection). Pembatasan ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya retak atau kerusakan serta menjamin supaya gerak suatu
peralatan (contoh : sistem rel pada crane seperti pada Gambar 1.1)
Gambar 1.1. Crane pada sistem portal
Pada Gambar 1.1, roda crane terletak di atas suatu rel pada suatu portal dengan
bentang L. Jika bentang L diperbesar, maka lendutan yang terjadi juga semakin besar,
sehingga roda mungkin akan tergelincir dari rel dan crane menjadi tidak berfungsi
karena tidak bisa dijalankan.
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 2
Semua balok akan terdefleksi (atau melendut) dari posisi awalnya apabila
terbebani (paling tidak disebabkan oleh berat sendirinya). Dalam struktur bangunan,
seperti : balok dan plat lantai tidak boleh melendut terlalu berlebihan (over deflection)
untuk mengurangi kemampuan layan (serviceability) dan keamanannya (safety) yang
akan mempengaruhi psikologis (ketakutan) pengguna.
Deformasi adalah salah satu kontrol kestabilan suatu elemen balok terhadap
kekuatannya. Biasanya deformasi dinyatakan sebagai perubahan bentuk elemen
struktur dalam bentuk lengkungan () dan perpindahan posisi dari titik di bentang
balok ke titik lain, yaitu defleksi () akibat beban di sepanjang bentang balok tersebut.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan defleksi pada balok. Di sini hanya akan dibahas 4 (empat) metode, yaitu :
1. Metode integrasi ganda (double integrations method)
2. Metode luas bidang momen (moment area method)
3. Metode balok padanan (conjugate beam method)
4. Metode beban satuan (unit load method)
Asumsi yang dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah hanyalah
defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu
balok, defleksi yang terjadi relatif kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan
irisan yang berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar walaupun
terdeformasi (Prinsip Bernoulli).
2. Metode Integrasi Ganda (Double Integration)
Suatu struktur balok sedehana yang mengalami lentur seperti pada Gambar 2.1,
dengan y adalah defleksi pada jarak yang ditinjau x, adalahsudut kelengkungan
(curvature angle), dan r adalah jari-jari kelengkungan (curvature radius).
Gambar 2.1. Lenturan pada balok sederhana
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 3
Dari Gambar 2.1, dapat dihitung besarnya dx seperti Pers. 2.1 :
dx = r tg dθ (2.1)
karena nilai d relatif sangat kecil, maka tg d = d saja, sehingga Pers. 2.1 dapat
ditulis ulang menjadi :
dx = r dθ atau 1
r =
dθ
dx (2.2)
Jika dx bergerak kekanan maka besarnya dakan semakin mengecil atau semakin
berkurang sehingga didapat persamaan berikut :
1
r = −
dθ
dx (2.3)
Lendutan relatif sangat kecil sehingga 𝛉 = tg 𝛉 =dy
dx, sehingga Pers. 2.3 berubah
menjadi :
𝟏
𝐫 = −
𝐝𝛉
𝐝𝐱= −
𝐝
𝐝𝐱(
𝐝𝐲
𝐝𝐱) = −
𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐 (2.4)
Diketahui bahwa persamaan tegangan adalah :
𝟏
𝐫 = −
𝐌
𝐄𝐈 (2.5)
sehingga didapat persamaan :
𝐌
𝐄𝐈= −
𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐 (2.6)
kemudian bentuk akhir persamaannya adalah :
−𝐌 = 𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) (2.7)
Jika dilakukan operasi integral dua kali pada Pers. 2.7, akan didapatkan persamaan
berikut :
EI (dy
dx) =
dM
dx=V → reaksi vertikal (2.8)
EI(y)=dV
dx=q → beban merata (2.9)
Pers. 2.7 merupakan persamaan deferensial, sehingga untuk menyelesaikannya
diperlukan syarat batas sesuai dengan jenis struktur yang ada seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.2 dan 2.3.
a. Tumpuan jepit
Gambar 2.2. Kondisi batas tumputan jepit
untuk x = 0, maka y = 0
untuk x = 0, maka dy
dx=0
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 4
b. Tumpuan sendi-roll
Gambar 2.3. Kondisi batas tumpuan sendi-roll
untuk x = 0 dan x = L, maka y = 0
untuk x = L/2, maka dy
dx=0
2.1. Balok kantilever dengan beban titik
Gambar 2.4. Balok kantilever dengan beban titik
Dari Gambar 2.4, besarnya momen pada jarak x adalah :
𝐌𝐗 = −𝐏𝐱
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 2.7, sehingga didapat :
𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = 𝐏𝐱
Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = ∫ 𝐏𝐱
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) =
𝐏𝐱𝟐
𝟐+ 𝐂𝟏
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 5
Dengan meninjau kondisi batas tumpuan, Mmaks terjadi pada x = L dan pada lokasi
tersebut tidak terjadi rotasi 𝐝𝐲
𝐝𝐱= 𝟎, sehingga persamaannya menjadi :
𝟎 =𝐏𝐋𝟐
𝟐+ 𝐂𝟏
𝐂𝟏 = −𝐏𝐋𝟐
𝟐
Sehingga persamaannya akan menjadi :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) =
𝐏𝐱𝟐
𝟐−
𝐏𝐋𝟐
𝟐
Persamaan tersebut kemudian diintegralkan kembali terhadap x, sehingga menjadi :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = ∫
𝐏𝐱𝟐
𝟐− ∫
𝐏𝐋𝟐
𝟐
𝐄𝐈𝐲 =𝐏𝐱𝟑
𝟔−
𝐏𝐋𝟐𝐱
𝟐+ 𝐂𝟐
𝐄𝐈𝐲 =𝐏𝐱
𝟔(𝐱𝟐 − 𝟑𝐋𝟐) + 𝐂𝟐
Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 sebagai berikut :
𝟎 =𝐏𝐋
𝟔(𝐋𝟐 − 𝟑𝐋𝟐) + 𝐂𝟐
𝐂𝟐 =𝐏𝐋𝟑
𝟑
Persamaan tersebut menjadi :
𝐄𝐈𝐲 =𝐏𝐱
𝟔(𝐱𝟐 − 𝟑𝐋𝟐) +
𝐏𝐋𝟑
𝟑
𝐄𝐈𝐲 =𝐏
𝟔(𝐱𝟑 − 𝟑𝐱𝐋𝟐 + 𝟐𝐋𝟑)
𝐲 =𝐏
𝟔𝐄𝐈(𝐱𝟑 − 𝟑𝐱𝐋𝟐 + 𝟐𝐋𝟑)
Pada x = 0 akan terjadi rotasi maksimum sebesar :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) =
𝐏𝐱𝟐
𝟐−
𝐏𝐋𝟐
𝟐
𝛉𝐁 =𝐏.𝟎𝟐
𝟐𝐄𝐈−
𝐏𝐋𝟐
𝟐𝐄𝐈
𝛉𝐁 = −𝐏𝐋𝟐
𝟐𝐄𝐈
dan lendutan maksimum :
𝐲 =𝐏
𝟔𝐄𝐈(𝐱𝟑 − 𝟑𝐱𝐋𝟐 + 𝟐𝐋𝟑)
𝐲𝐁 =𝐏
𝟔𝐄𝐈(𝟎𝟑 − 𝟑. 𝟎. 𝐋𝟐 + 𝟐𝐋𝟑)
𝐲𝐁 =𝟐𝐏𝐋𝟑
𝟔𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟑
𝟑𝐄𝐈
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 6
2.2. Balok kantilever dengan beban merata
Gambar 2.5. Balok kantilever dengan beban merata
Dari Gambar 2.5, besarnya momen pada jarak x adalah :
𝐌𝐗 = −𝟏
𝟐𝐐𝐱𝟐
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 7, sehingga didapat :
𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) =𝟏
𝟐𝐐𝐱𝟐
Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = ∫
𝟏
𝟐𝐐𝐱𝟐
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) =
𝐐𝐱𝟑
𝟔+ 𝐂𝟏
Dengan meninjau kondisi batas tumpuan, Mmaks terjadi pada x = L dan pada lokasi
tersebut tidak terjadi rotasi 𝐝𝐲
𝐝𝐱= 𝟎, sehingga persamaannya menjadi :
𝟎 =𝐐𝐋𝟑
𝟔+ 𝐂𝟏
𝐂𝟏 = −𝐐𝐋𝟑
𝟔
Sehingga persamaannya akan menjadi :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) =
𝐐𝐱𝟑
𝟔−
𝐐𝐋𝟑
𝟔
Persamaan tersebut kemudian diintegralkan kembali terhadap x, sehingga menjadi :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = ∫
𝐐𝐱𝟑
𝟔− ∫
𝐐𝐋𝟑
𝟔
𝐄𝐈𝐲 =𝐐𝐱𝟒
𝟐𝟒−
𝐐𝐋𝟑𝐱
𝟔+ 𝐂𝟐
Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 sebagai berikut :
𝟎 =𝐐𝐋𝟒
𝟐𝟒−
𝐐𝐋𝟒
𝟔+ 𝐂𝟐
𝐂𝟐 =𝐐𝐋𝟒
𝟖
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 7
Persamaan tersebut menjadi :
𝐄𝐈𝐲 =𝐐𝐱𝟒
𝟐𝟒−
𝐐𝐋𝟑𝐱
𝟔+
𝐐𝐋𝟒
𝟖
𝐲 =𝐐
𝟐𝟒𝐄𝐈(𝐱𝟒 − 𝟒𝐋𝟑𝐱 + 𝟑𝐋𝟒)
Pada x = 0 akan terjadi rotasi maksimum sebesar :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) =
𝐐𝐱𝟑
𝟔−
𝐐𝐋𝟑
𝟔
𝛉𝐁 =𝐐.𝟎𝟐
𝟔𝐄𝐈−
𝐐𝐋𝟑
𝟔𝐄𝐈
𝛉𝐁 = −𝐐𝐋𝟑
𝟔𝐄𝐈
dan lendutan maksimum :
𝐲 =𝐐
𝟐𝟒𝐄𝐈(𝐱𝟒 − 𝟒𝐋𝟑𝐱 + 𝟑𝐋𝟒)
𝐲𝐁 =𝐐
𝟐𝟒𝐄𝐈(𝟎𝟒 − 𝟒𝐋𝟑. 𝟎 + 𝟑𝐋𝟒)
𝐲𝐁 =𝟑𝐐𝐋𝟒
𝟐𝟒𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟒
𝟖𝐄𝐈
2.3. Balok sederhana dengan beban titik
Gambar 2.6. Balok sederhana dengan beban titik
Dari Gambar 2.6, besarnya reaksi dukungan dan besarnya momen pada jarak x adalah
:
𝐑𝐀 =𝐏𝐛
𝐋 dan 𝐑𝐁 =
𝐏𝐚
𝐋
𝐌𝐗 =𝐏𝐛𝐱
𝐋 untuk x a
𝐌𝐗 =𝐏𝐛𝐱
𝐋− 𝐏(𝐱 − 𝐚) untuk x a
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 8
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 2.7, sehingga didapat :
𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = −𝐏𝐛𝐱
𝐋 untuk x a
𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = −𝐏𝐛𝐱
𝐋+ 𝐏(𝐱 − 𝐚) untuk x a
Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = ∫ −
𝐏𝐛𝐱
𝐋
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = −
𝐏𝐛𝐱𝟐
𝟐𝐋+ 𝐂𝟏 untuk x a
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = ∫ = −
𝐏𝐛𝐱
𝐋+ 𝐏(𝐱 − 𝐚)
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = −
𝐏𝐛𝐱𝟐
𝟐𝐋+
𝐏(𝐱−𝐚)𝟐
𝟐+ 𝐂𝟐 untuk x a
Pada x = a, dua persamaan tersebut hasilnya akan sama, dan jika diintegralkan lagi
terhadap x akan didapatkan persamaan berikut :
𝐄𝐈𝐲 = −𝐏𝐛𝐱𝟑
𝟔𝐋+ 𝐂𝟏𝐱 + 𝐂𝟑 untuk x a
𝐄𝐈𝐲 = −𝐏𝐛𝐱𝟑
𝟔𝐋+
𝐏(𝐱−𝐚)𝟑
𝟔+ 𝐂𝟐𝐱 + 𝐂𝟒 untuk x a
Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2 (C1 = C2) dan C3 = C4, sehingga
persamaannya menjadi :
𝐄𝐈𝐲 = −𝐏𝐛𝐱𝟑
𝟔𝐋+
𝐏(𝐱−𝐚)𝟑
𝟔+ 𝐂𝟏𝐱 + 𝐂𝟑
Dengan meninjau kondisi batas tumpuan :
→ untuk x = 0, maka y = 0, sehingga nilai C3 = C4 = 0
→ untuk x = L, maka y = 0, sehingga persamaannya menjadi :
𝟎 = −𝐏𝐛𝐋𝟑
𝟔𝐋+
𝐏(𝐋−𝐚)𝟑
𝟔+ 𝐂𝟏𝐋 + 𝟎
karena L – a = b, maka persamaan tersebut dapat ditulis :
𝟎 = −𝐏𝐛𝐋𝟑
𝟔𝐋+
𝐏𝐛𝟑
𝟔+ 𝐂𝟏𝐋 + 𝟎
𝐂𝟏 =𝐏𝐛𝐋𝟑
𝟔−
𝐏𝐛𝟑
𝟔𝐋=
𝐏𝐛
𝟔𝐋(𝐋𝟐 − 𝐛𝟐)
Sehingga setelah C1 disubtitusi, persamaannya akan menjadi :
𝐲 =𝐏𝐛𝐱
𝟔𝐄𝐈𝐋(𝐋𝟐 − 𝐛𝟐 − 𝐱𝟐) untuk x a
𝐲 =𝐏𝐛𝐱
𝟔𝐄𝐈𝐋(𝐋𝟐 − 𝐛𝟐 − 𝐱𝟐) +
𝐏(𝐱−𝐚)𝟑
𝟔𝐄𝐈 untuk x a
Pada kasus beban titik terletak di tengah bentang (a = b = L/2), maka rotasi
maksimum akan terjadi di x = 0 atau x = L, sehingga diperoleh :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = −
𝐏𝐛𝐱𝟐
𝟐𝐋+
𝐏𝐛
𝟔𝐋(𝐋𝟐 − 𝐛𝟐) untuk x a
𝛉𝐀 = −𝐏(𝐋/𝟐).𝟎𝟐
𝟐𝐄𝐈𝐋+
𝐏(𝐋/𝟐)
𝟔𝐄𝐈𝐋(𝐋𝟐 − (𝐋/𝟐)𝟐)
𝛉𝐀 =𝐏
𝟏𝟐𝐄𝐈(𝐋𝟐 −
𝐋𝟐
𝟒) =
𝐏𝐋𝟐
𝟏𝟔𝐄𝐈
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 9
Pada kasus beban titik terletak di tengah bentang (a = b = L/2), maka lendutan
maksimum akan terjadi di x = L/2, sehingga diperoleh :
𝐲 =𝐏𝐛𝐱
𝟔𝐄𝐈𝐋(𝐋𝟐 − 𝐛𝟐 − 𝐱𝟐) untuk x a
𝐲𝐂 =𝐏(
𝐋
𝟐)(
𝐋
𝟐)
𝟔𝐄𝐈𝐋(𝐋𝟐 − (
𝐋
𝟐)
𝟐
− (𝐋
𝟐)
𝟐
)
𝐲𝐂 =𝐏𝐋
𝟐𝟒𝐄𝐈(
𝐋𝟐
𝟐) =
𝐏𝐋𝟑
𝟒𝟖𝐄𝐈
2.4. Balok sederhana dengan beban merata
Gambar 2.7. Balok sederhana dengan beban merata
Dari Gambar 2.7, besarnya reaksi dukungan dan besarnya momen pada jarak x adalah
:
𝐑𝐀 = 𝐑𝐁 =𝐐𝐋
𝟐
𝐌𝐗 = 𝐑𝐀𝐱 −𝐐𝐱𝟐
𝟐=
𝟏
𝟐𝐐𝐋𝐱 −
𝟏
𝟐𝐐𝐱𝟐
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 2.7, sehingga didapat :
𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = −𝟏
𝟐𝐐𝐋𝐱 +
𝟏
𝟐𝐐𝐱𝟐
Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝟐𝐲
𝐝𝐱𝟐) = ∫ −
𝟏
𝟐𝐐𝐋𝐱 +
𝟏
𝟐𝐐𝐱𝟐
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = −
𝟏
𝟒𝐐𝐋𝐱𝟐 +
𝟏
𝟔𝐐𝐱𝟑 + 𝐂𝟏
Dengan meninjau kondisi batas tumpuan, Mmaks terjadi pada x = L/2 dan pada lokasi
tersebut tidak terjadi rotasi 𝐝𝐲
𝐝𝐱= 𝟎, sehingga persamaannya menjadi :
𝟎 = −𝟏
𝟒𝐐𝐋 (
𝐋
𝟐)
𝟐
+𝟏
𝟔𝐐 (
𝐋
𝟐)
𝟑
+ 𝐂𝟏
𝟎 = −𝟏
𝟏𝟔𝐐𝐋𝟑 +
𝟏
𝟒𝟖𝐐𝐋𝟑 + 𝐂𝟏
𝐂𝟏 =𝟐
𝟒𝟖𝐐𝐋𝟑 =
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 10
Sehingga persamaannya akan menjadi :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) == −
𝟏
𝟒𝐐𝐋𝐱𝟐 +
𝟏
𝟔𝐐𝐱𝟑 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑
Persamaan tersebut kemudian diintegralkan kembali terhadap x, sehingga menjadi :
∫ 𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = − ∫
𝟏
𝟒𝐐𝐋𝐱𝟐 + ∫
𝟏
𝟔𝐐𝐱𝟑 + ∫
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑
𝐄𝐈𝐲 = −𝟏
𝟏𝟐𝐐𝐋𝐱𝟑 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐱𝟒 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑𝐱 + 𝐂𝟐
Pada x = 0, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 sebagai berikut :
𝟎 = −𝟏
𝟏𝟐𝐐𝐋. 𝟎 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐. 𝟎 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑. 𝟎 + 𝐂𝟐
𝐂𝟐 = 𝟎
Persamaan tersebut menjadi :
𝐄𝐈𝐲 = −𝟏
𝟏𝟐𝐐𝐋𝐱𝟑 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐱𝟒 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑𝐱
𝐲 =𝐐𝐱
𝟐𝟒𝐄𝐈(𝐋𝟑 − 𝟐𝐋𝐱𝟐 + 𝐱𝟑)
Pada kasus merata terletak penuh di sepanjang bentang, maka rotasi maksimum akan
terjadi di x = 0 atau x = L, sehingga diperoleh :
𝐄𝐈 (𝐝𝐲
𝐝𝐱) = −
𝟏
𝟒𝐐𝐋𝐱𝟐 +
𝟏
𝟔𝐐𝐱𝟑 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑
𝛉𝐀 = −𝟏
𝟒𝐄𝐈𝐐𝐋. 𝟎𝟐 +
𝟏
𝟔𝐄𝐈𝐐. 𝟎𝟑 +
𝟏
𝟐𝟒𝐐𝐋𝟑
𝛉𝐀 = 𝟎 + 𝟎 +𝟏
𝟐𝟒𝐄𝐈𝐐𝐋𝟑 =
𝟏
𝟐𝟒𝐄𝐈𝐐𝐋𝟑
Pada kasus beban merata terletak penuh di sepanjang bentang, maka lendutan
maksimum akan terjadi di x = L/2, sehingga diperoleh :
𝐲 =𝐐𝐱
𝟐𝟒𝐄𝐈(𝐋𝟑 − 𝟐𝐋𝐱𝟐 + 𝐱𝟑)
𝐲𝐂 =𝐐(
𝐋
𝟐)
𝟐𝟒𝐄𝐈(𝐋𝟑 − 𝟐𝐋 (
𝐋
𝟐)
𝟐
+ (𝐋
𝟐)
𝟑
)
𝐲𝐂 =𝐐𝐋
𝟒𝟖𝐄𝐈(𝐋𝟑 −
𝐋𝟑
𝟐+
𝐋𝟑
𝟖) =
𝐐𝐋
𝟒𝟖𝐄𝐈(
𝟓𝐋𝟑
𝟖) =
𝟓𝐐𝐋𝟒
𝟑𝟖𝟒𝐄𝐈
3. Metode Luas Bidang Momen (Moment Area Method)
Pada metode dobel integrasi telah dijelaskan dan dihasilkan persamaan lendutan
dan rotasi untuk beberapa contoh kasus. Hasil tersebut masih bersifat umum, namun
mempunyai kelemahan apabila diterapkan pada struktur dengan pembebanan yang
lebih kompleks dan dirasa kurang praktis karena harus melalui penjabaran secara
matematis. Metode luas bidang momen inipun sebenarnya juga mempunyai
kelemahan yang sama apabila dipakai pada konstruksi dengan pembebanan yang lebih
kompleks. Namun Demikian, metode ini sedikit lebih praktis karena proses hitungan
dilakukan tidak secara matematis tetapi bersifat numeris (untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3.1)
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 11
Gambar 3.1. Balok yang mengalami lentur
Dari Gambar 3.1 dapat diperoleh persamaan berikut :
𝟏
𝐫=
𝐝𝛉
𝐝𝐱=
𝐌
𝐄𝐈 (3.1)
atau yang dapat ditulis menjadi :
𝐝𝛉 =𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱 (3.2)
dari Pers. 3.2, dapat dibuat teorema berikut :
Teorema I :
Elemen sudut dyang dibentuk oleh dua tangen arah pada dua titik yang berjarak dx,
besarnya sama dengan luas bidang momen antara dua titik tersebut dibagi dengan EI.
Dari Gambar 3.1, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut yang
dibentuk adalah :
𝛉𝐀𝐁 = ∫𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎 (3.3)
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 12
Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal yang
melewati titik B akan diperoleh :
𝐁′𝐁" = 𝐝𝛅 = 𝐱𝐝𝛉 =𝐌𝐱
𝐄𝐈𝐝𝐱 (3.4)
dengan :
M.dx = luas bidang momen sepanjang dx
M.x.dx = statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari
elemen M
Sehingga dari Pers. 3.4 dapat dibuat teorema berikut :
Teorema II :
Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung pada dua titik suatu
balok besarnya sama dengan statis momen luas bidang momen terhadap tempat
tersebut dibagi dengan EI.
𝐁𝐁′ = 𝛅 = ∫𝐌𝐱
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎 (3.5)
Untuk menyelesaikan Pers. (3.5) yang menjadi permasalahan adalah letak titik berat
suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung statis
momen luas M.dx.x. Letak titik berat dari beberapa luasan dapat dilihat pada Gambar
3.2.
Gambar 3.2. Letak titik berat luasan penampang
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 13
3.1. Balok kantilever dengan beban titik
Gambar 3.2. Balok kantilever dengan beban titik
Momen di A akibat beban titik sebesar MA = PL
Letak titik berat ke titik B sebesar = 2L/3
Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :
𝛉𝐁 =𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧
𝐄𝐈
𝛉𝐁 =𝐏𝐋.
𝟏
𝟐𝐋
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟐
𝟐𝐄𝐈
Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di B adalah sebesar :
𝛅𝐁 =𝐒𝐭𝐚𝐭𝐢𝐬 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠
𝐄𝐈
𝛅𝐁 =𝐏𝐋.
𝟏
𝟐𝐋.
𝟐
𝟑𝐋
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟑
𝟑𝐄𝐈
3.2. Balok kantilever dengan beban merata
Gambar 3.2. Balok kantilever dengan beban merata
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 14
Momen di A akibat beban merata sebesar 𝐌𝐀 =𝐐𝐋𝟐
𝟐
Letak titik berat ke titik B sebesar = 3L/4
Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :
𝛉𝐁 =𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧
𝐄𝐈
𝛉𝐁 =𝟏
𝟐𝐐𝐋𝟐.
𝟏
𝟑𝐋
𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟑
𝟔𝐄𝐈
Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di B adalah sebesar :
𝛅𝐁 =𝐒𝐭𝐚𝐭𝐢𝐬 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠
𝐄𝐈
𝛅𝐁 =𝟏
𝟐𝐐𝐋𝟐.
𝟏
𝟑𝐋.
𝟑
𝟒𝐋
𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟒
𝟖𝐄𝐈
3.3. Balok sederhana dengan beban titik
Gambar 3.4. Balok sederhana dengan beban titik
Momen di C akibat beban titik sebesar MC = PL/4
Letak titik berat ke titik A sebesar = L/3
Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :
𝛉𝐂 =𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧
𝐄𝐈
𝛉𝐂 =𝟏
𝟐.𝐏𝐋
𝟒.𝟏
𝟐𝐋
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟐
𝟏𝟔𝐄𝐈
Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di C adalah sebesar :
𝛅𝐂 =𝐒𝐭𝐚𝐭𝐢𝐬 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠
𝐄𝐈
𝛅𝐂 =𝟏
𝟐.𝐏𝐋
𝟒.𝟏
𝟐𝐋.
𝟐.𝐋
𝟑.𝟐
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟑
𝟒𝟖𝐄𝐈
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 15
3.4. Balok sederhana dengan beban merata
Gambar 3.5. Balok sederhana dengan beban merata
Momen di C akibat beban merata sebesar 𝐌𝐂 =𝐐𝐋𝟐
𝟖
Letak titik berat ke titik A sebesar = 5L/16
Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :
𝛉𝐂 =𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧
𝐄𝐈
𝛉𝐂 =𝟏
𝟖𝐐𝐋𝟐.
𝟐
𝟑.𝐋
𝟐
𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟑
𝟐𝟒𝐄𝐈
Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di C adalah sebesar :
𝛅𝐂 =𝐒𝐭𝐚𝐭𝐢𝐬 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠
𝐄𝐈
𝛅𝐂 =𝟏
𝟖𝐐𝐋𝟐.
𝟐
𝟑.𝐋
𝟐.𝟓𝐋
𝟏𝟔
𝐄𝐈=
𝟓𝐐𝐋𝟒
𝟑𝟖𝟒𝐄𝐈
4. Metode Balok Padanan (Conjugate Beam Method)
Dua metode yang sudah dibahas sebelumnya mempunyai kekurangan yang
sama, yaitu apabila konstruksi dan pembebanan cukup kompleks. Metode balok
padanan (conjugate beam method) yang menganggap bidang momen sebagai beban
dirasa lebih praktis untuk digunakan. Metode ini pada pada prinsipnya sama dengan
metode luas bidang (moment area method), hanya sedikit terdapat modifikasi. Untuk
penjelasannya dapat dilihat pada Gambar 4.1, sebuah konstruksi balok sederhana
dengan beban titik P, kemudian bidang momen yang terjadi dianggap sebagai beban.
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 16
Gambar 4.1. Balok sederhana dan garis elastika beban titik
Dari Gambar 4.1, W adalah luas bidang momen yang besarnya :
𝐖 =𝟏
𝟐𝐋.
𝐏𝐚𝐛
𝐋=
𝐏𝐚𝐛
𝟐 (4.1)
Berdasarkan Teorema II yang telah dibahas pada metode luas bidang momen
(moment area method), maka didapat :
𝛅𝟏 =𝐒𝐭𝐚𝐭𝐢𝐬 𝐦𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐛𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐡𝐚𝐝𝐚𝐩 𝐁
𝐄𝐈
𝛅𝟏 =𝟏
𝐄𝐈(
𝐏𝐚𝐛
𝟐) (
𝟏
𝟑(𝐋 + 𝐛)) =
𝐏𝐚𝐛(𝐋+𝐛)
𝟔𝐄𝐈 (4.2)
Dengan menganggap bahwa lendutan yang terjadi cukup kecil, maka berdasarkan
pendekatan geometris akan diperoleh :
𝛅𝟏 = 𝛉𝐀𝐋 atau 𝛉𝐀 =𝛅𝟏
𝐋
𝛉𝐀 =𝐏𝐚𝐛(𝐋+𝐛)
𝟔𝐄𝐈𝐋=
𝐑𝐀
𝐄𝐈 (4.3)
Analog dengan cara yang sama, akan diperoleh :
𝛉𝐁 =𝐏𝐚𝐛(𝐋+𝐚)
𝟔𝐄𝐈𝐋=
𝐑𝐁
𝐄𝐈 (4.4)
Dari Pers. (4.3) dan (4.4), dapat dibuat kesimpulan bahwa rotasi di A dan B besarnya
sama dengan reaksi perletakan dibagi EI (𝛉𝐀 =𝐑𝐀
𝐄𝐈 atau 𝛉𝐁 =
𝐑𝐁
𝐄𝐈). Berdasarkan
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 17
Gambar 4.1, sebenarnya yang akan dicari adalah defleksi pada titik sejauh x meter
dari tumpuan A (potongan i-j-k) yaitu sebesar x.
x = ij = ik – jk (4.5)
Berdasarkan geometri, maka besarnya ik = Ax, sehingga :
𝐢𝐤 =𝐑𝐀𝐱
𝐄𝐈 (4.6)
Sedangkan berdasarkan Teorema II adalah statis momen luasan Amn terhadap
bidang m-n dibagi dengan EI, maka akan diperoleh :
𝐣𝐤 =𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐀𝐦𝐧.
𝐱
𝟑
𝐄𝐈 (4.7)
Sehingga lendutan x yang berjarak x dari A, adalah :
𝛅𝐱 =𝟏
𝐄𝐈(𝐑𝐀𝐱 − 𝐥𝐮𝐚𝐬 𝐀𝐦𝐧.
𝐱
𝟑) (4.8)
Berdasarkan Pers. (4.8) dapat dibuat sebuah teorema.
Teorema III : Lendutan disuatu titik dalam suatu bentang balok sederhana besarnya sama dengan
momen di titik tersebut dibagi dengan EI, apabila bidang momen dianggap sebagai
beban.
4.2. Balok kantilever dengan beban titik
Gambar 4.2. Balok kantilever dengan beban titik
Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu,
hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.2.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian
dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.c. Kemudian
dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat
beban momen dibagi dengan EI, sedangkan nilai adalah sebesar MB akibat beban
momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut
:
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 18
Berdasarkan Gambar 4.2.a, didapat momen di A seperti pada Gambar 4.2.b yang
besarnya : 𝐌𝐀 = 𝐏𝐋
Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.b, kemudian dibalik dan
dijadikan beban seperti pada Gambar 4.2.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan
yang besarnya :
𝐑𝐀 =𝐏𝐋𝟐
𝟐 → (besarnya sama dengan Amn = W)
Dengan demikian rotasi di B dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛉𝐁 =𝐑𝐀
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟐
𝟐𝐄𝐈
Dari Gambar 4.2.c, dapat dihitung momen di A, yaitu sebesar :
𝐌𝐀 =𝐏𝐋𝟐
𝟐.
𝟐
𝟑𝐋 =
𝐏𝐋𝟑
𝟑
Besanya lendutan di B dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛅𝐁 =𝐌𝐀
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟑
𝟑𝐄𝐈
4.3. Balok kantilever dengan beban merata
Gambar 4.3. Balok kantilever dengan beban merata
Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu,
hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.3.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian
dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.c. Kemudian
dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 19
beban momen dibagi dengan EI, sedangkan nilai adalah sebesar MB akibat beban
momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut
:
Berdasarkan Gambar 4.3.a, didapat momen di A seperti pada Gambar 4.3.b yang
besarnya : 𝐌𝐀 =𝐐𝐋𝟐
𝟐
Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.b, kemudian dibalik dan
dijadikan beban seperti pada Gambar 4.3.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan
yang besarnya :
𝐑𝐀 =𝟏
𝟐𝐐𝐋𝟐.
𝟏
𝟑𝐋 =
𝐐𝐋𝟑
𝟔 → (besarnya sama dengan Amn = W)
Dengan demikian rotasi di B dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛉𝐁 =𝐑𝐀
𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟑
𝟔𝐄𝐈
Dari Gambar 4.3.c, dapat dihitung momen di A, yaitu sebesar :
𝐌𝐀 =𝐐𝐋𝟑
𝟔.
𝟑
𝟒𝐋 =
𝐐𝐋𝟒
𝟖
Besanya lendutan di B dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛅𝐁 =𝐌𝐀
𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟒
𝟖𝐄𝐈
4.4. Balok sederhana dengan beban titik
Gambar 4.4. Balok sederhana dengan beban titik
Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu,
hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.4.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian
dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4.c. Kemudian
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 20
dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat
beban momen dibagi dengan EI, sedangkan Nilai adalah sebesar RA akibat beban
momen dibagi dengan EI, dan nilai Cadalah sebesar MC akibat beban momen dibagi
dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut :
Berdasarkan Gambar 4.4.a, didapat momen di C seperti pada Gambar 4.4.b yang
besarnya : 𝐌𝐂 =𝐏𝐋
𝟒
Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.b, kemudian dibalik dan
dijadikan beban seperti pada Gambar 4.4.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan
yang besarnya :
𝐑𝐀 = 𝐑𝐁 =𝟏
𝟐.
𝐏𝐋
𝟒.
𝐋
𝟐=
𝐏𝐋𝟐
𝟏𝟔 → (besarnya sama dengan Amn = W)
Dengan demikian rotasi di A dan B dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛉𝐀 = 𝛉𝐁 =𝐑𝐀
𝐄𝐈=
𝐑𝐀
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟐
𝟏𝟔𝐄𝐈
Dari Gambar 4.4.c, dapat dihitung momen di C, yaitu sebesar :
𝐌𝐂 = 𝐑𝐀.𝟐
𝟑.
𝐋
𝟐=
𝐏𝐋𝟐
𝟏𝟔𝐄𝐈.
𝟐
𝟑.
𝐋
𝟐=
𝐏𝐋𝟑
𝟒𝟖
Besanya lendutan di C dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛅𝐂 =𝐌𝐂
𝐄𝐈=
𝐏𝐋𝟑
𝟒𝟖𝐄𝐈
4.5. Balok sederhana dengan beban merata
Gambar 4.5. Balok sederhana dengan beban merata
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 21
Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu,
hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.5.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian
dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.c. Kemudian
dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat
beban momen dibagi dengan EI, sedangkan Nilai adalah sebesar RA akibat beban
momen dibagi dengan EI, dan nilai Cadalah sebesar MC akibat beban momen dibagi
dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut :
Berdasarkan Gambar 4.5.a, didapat momen di C seperti pada Gambar 4.5.b yang
besarnya : 𝐌𝐂 =𝐐𝐋𝟐
𝟖
Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.b, kemudian dibalik dan
dijadikan beban seperti pada Gambar 4.5.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan
yang besarnya :
𝐑𝐀 = 𝐑𝐁 =𝐐𝐋𝟐
𝟖.
𝟐
𝟑.
𝐋
𝟐=
𝐐𝐋𝟑
𝟐𝟒 → (besarnya sama dengan Amn = W)
Dengan demikian rotasi di A dan B dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛉𝐀 = 𝛉𝐁 =𝐑𝐀
𝐄𝐈=
𝐑𝐀
𝐄𝐈=
𝐐𝐋𝟑
𝟐𝟒𝐄𝐈
Dari Gambar 4.5.c, dapat dihitung momen di C, yaitu sebesar :
𝐌𝐂 = 𝐑𝐀.𝟓
𝟖.
𝐋
𝟐=
𝐐𝐋𝟑
𝟐𝟒.
𝟓𝐋
𝟏𝟔=
𝟓𝐐𝐋𝟒
𝟑𝟖𝟒
Besanya lendutan di C dapat dihitung, yaitu sebesar :
𝛅𝐂 =𝐌𝐂
𝐄𝐈=
𝟓𝐐𝐋𝟒
𝟑𝟖𝟒𝐄𝐈
5. Metode Beban Satuan (Unit Load Method)
Metode Energi Regangan (Strain Energy Method) adalah metode yang sangat
baik (powerful) untuk memformulasi hubungan gaya dan perpindahan pada suatu
struktur. Pembahasan metode energi regangan (strain energy method) termasuk
didalamnya adalah kekekalan energi dan metode beban satuan (unit load method) atau
yang juga dikenal dengan metode kerja maya (virtual work method). Sebagai ilustrasi
dari kekekalan energi, misal sebuah elemen struktur dibebani gaya P dan Q, maka
pada struktur akan terdapat :
Kerja luar (external work) : produk gaya luar (KL)
Kerja dalam (internal work) : produk gaya dalam (KD)
KL = KD → kondisi keseimbangan (equilibrium)
Kerja dalam (internal work) merupakan respon terhadap kerja luar (external
work) akibat adanya beban yang diaplikasikan pada struktur dan deformasinya. KD
mempunyai kapasitas untuk menghasilkan kerja dan menjaga struktur pada
konfigurasi asalnya, karena perilaku dari struktur masih dalam batas kondisi elastis.
Untuk lebih dapat memahami tentang KD yang juga sering disebut dengan energi
regangan (strain energy) dan dinotasikan dengan U dapat dilihat pada Gambar 5.1.
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 22
Gambar 5.1. Energi regangan pada balok
Dari Gambar 5.1.b, dapat dihitung besarnya d seperti Pers. 5.1 :
dθ=𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱 (5.1)
Energi regangan balok sepanjang dx dapat dihitung dengan persamaan berikut :
dU=𝟏
𝟐𝐌𝐝𝛉 (5.2)
Jadi energi regangan balok secara keseluruhan merupakan hasil integral dari dU
seperti berikut :
U= ∫ 𝐝𝐔 = ∫𝐌𝟐
𝟐𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎
𝐋
𝟎 (5.3)
Selanjutnya akan dijelaskan tentang energi potensial pada struktur yang dinotasikan
dengan Π yang terbentuk atas dua komponen, yaitu U (energi regangan) dan Ω (kerja
luar).
𝚷 = 𝐔 + 𝛀 (5.4)
dengan :
𝐔 =𝟏
𝟐𝐤𝚫𝟐 (5.5)
𝛀 = −𝐅𝚫 (5.6)
jadi :
𝚷 =𝟏
𝟐𝐤𝚫𝟐 − 𝐅𝚫 (5.7)
Pers. (5.7) merupakan persamaan fungsi Δ dan jika diturunkan terhadap dΔ, maka :
𝐝𝚷 = 𝐤𝚫 − 𝐅 (5.8)
Pada kondisi seimbang (equilibrium) atau 𝐝𝚷 = 𝟎, maka :
𝐅 = 𝐤𝚫 (5.9)
Pers. (5.9) menunjukkan hubungan antara gaya (F) dan perpindahan (Δ) dengan k
sebagai nilai kekakuan dari suatu struktur.
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 23
Teorema Castigliano I :
Potential energi (Π) sering ditunjukkan dalam fungsi dari Degree of Freedom, DoF
(derajat kebebasan) seperti pada Pers. (5.10).
𝚷 = 𝚷(𝐃𝟏, 𝐃𝟐, 𝐃𝟑, … , 𝐃𝐧) (5.10)
Pada kondisi seimbang (equilibrium) atau 𝐝𝚷 = 𝟎, maka :
𝐝𝚷 =𝐝𝚷
𝛛𝐃𝟏𝐝𝐃𝟏 +
𝐝𝚷
𝛛𝐃𝟐𝐝𝐃𝟐 +
𝐝𝚷
𝛛𝐃𝟑𝐝𝐃𝟑 + ⋯ +
𝐝𝚷
𝛛𝐃𝐧𝐝𝐃𝐧 = 𝟎 (5.11)
sehingga dari Pers. (5.11) dapat ditulis ulang dalam bentuk matriks seperti berikut :
F1 = K11D1 K12D2 K13D3 … K1nDn
F2 = K21D1 K22D2 K23D3 … K2nDn
F3 = K31D1 K32D2 K33D3 … K3nDn
… = … … … … … Fn = Kn1D1 Kn2D2 Kn3Dn … KnnDn
[𝐅] = [𝐊] [𝐃] (5.12)
Pers (5.12) identik dengan Pers. (5.9).
Teorema Castigliano II :
Untuk struktur yang berperilaku linier‐elastik, lendutan pada suatu titik dalam struktur
merupakan turunan parsial dari energi regangan terhadap gaya (Pers. 5.13) dan rotasi
merupakan turunan parsial dari energi regangan terhadap kopel pada garis kerja (Pers.
5.14).
∆𝐢=𝛛𝐔
𝛛𝐏𝐢 (5.13)
𝛉𝐢 =𝛛𝐔
𝛛𝐌𝐢 (5.14)
Untuk lebih memahami tentang Teorema Castigliano II, dapat ditinjau sebuah balok
sederhana yang diberi beban seperti pada Gambar 5.2.
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 24
Gambar 5.2. Energi regangan pada balok sederhana
Dari Gambar 5.2, energi regangan pada balok = kerja luarnya, yaitu :
𝐔 = 𝐖𝐢 =𝟏
𝟐𝐏𝟏∆𝟏 +
𝟏
𝟐𝐏𝟐∆𝟐 +
𝟏
𝟐𝐏𝟑∆𝟑 (5.15)
Pers. (5.15), energi regangan dapat juga ditulis dalam bentuk fungsi beban atau gaya
seperti berikut :
𝐔 = 𝐟(𝐏𝟏, 𝐏𝟐, 𝐏𝟑) (5.16)
Jika P2 ditingkatkan sebesar dP2 yang akan menyebabkan lendutan di titik 2 juga
meningkat sebesar dΔ2, maka energi regangan juga meningkat menjadi :
𝐔𝐓 = 𝐔 +𝛛𝐔
𝛛𝐏𝟐𝐝𝐏𝟐 (5.17)
atau
𝐔𝐓 = 𝐔 + 𝐝𝐔
𝐔𝐓 =𝟏
𝟐𝐝𝐏𝟐𝐝∆𝟐 + 𝐝𝐏𝟐∆𝟐 +
𝟏
𝟐𝐏𝟏∆𝟏 +
𝟏
𝟐𝐏𝟐∆𝟐 +
𝟏
𝟐𝐏𝟑∆𝟑 (5.18)
Jika suku pertama pada Pers. (5.18) dapat diabaikan, sehingga persamaannya dapat
ditulis menjadi :
𝐔𝐓 = 𝐝𝐏𝟐∆𝟐 +𝟏
𝟐𝐏𝟏∆𝟏 +
𝟏
𝟐𝐏𝟐∆𝟐 +
𝟏
𝟐𝐏𝟑∆𝟑
𝐔𝐓 = 𝐝𝐏𝟐∆𝟐 + 𝐔 (5.19)
Dengan memperhatikan bahwa Pers. (5.17) identik dengan Pers. (5.19), maka dapat
ditulis dalam bentuk :
𝐔 +𝛛𝐔
𝛛𝐏𝟐𝐝𝐏𝟐 = 𝐝𝐏𝟐∆𝟐 + 𝐔
𝛛𝐔
𝛛𝐏𝟐𝐝𝐏𝟐 = 𝐝𝐏𝟐∆𝟐
𝛛𝐔
𝛛𝐏𝟐= ∆𝟐
atau identik dengan Pers. (5.13).
∆𝐢=𝛛𝐔
𝛛𝐏𝐢
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 25
Jadi lendutan di suatu titik adalah merupakan hasil turunan energi regangan ke gaya di
titik tersebut pada arah kerjanya. Dengan cara yang sama juga dapat diperoleh rotasi
di suatu titik seperti pada Pers. (5.14).
𝛉𝐢 =𝛛𝐔
𝛛𝐌𝐢
5.1. Balok kantilever dengan beban titik
Gambar 5.3. Balok kantilever dengan beban titik
Dengan menggunakan Pers. (5.13) dapat dihitung lendutan di titik B seperti berikut :
∆𝐁= ∫ 𝐦𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎
= ∫ 𝐱𝐏𝐱
𝐄𝐈𝐝𝐱 =
𝐋
𝟎
𝐏
𝐄𝐈∫ 𝐱𝟐𝐝𝐱 =
𝐏
𝐄𝐈[𝟏
𝟑𝐱𝟑]
𝐋𝟎
=𝐏𝐋𝟑
𝟑𝐄𝐈
𝐋
𝟎
Sedangkan rotasi di titik B dapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.14) seperti
berikut :
𝛉𝐁 = ∫ 𝐦𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎
= ∫ 𝟏𝐏𝐱
𝐄𝐈𝐝𝐱 =
𝐋
𝟎
𝐏
𝐄𝐈∫ 𝐱𝐝𝐱 =
𝐏
𝐄𝐈[𝟏
𝟐𝐱𝟐]
𝐋𝟎
=𝐏𝐋𝟐
𝟐𝐄𝐈
𝐋
𝟎
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 26
5.2. Balok kantilever dengan beban merata
Gambar 5.4. Balok kantilever dengan beban merata
Dengan menggunakan Pers. (5.13) dapat dihitung lendutan di titik B seperti berikut :
∆𝐁= ∫ 𝐦𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎
= ∫ 𝐱
𝟏𝟐 𝐐𝐱𝟐
𝐄𝐈𝐝𝐱 =
𝐋
𝟎
𝐐
𝟐𝐄𝐈∫ 𝐱𝟑𝐝𝐱 =
𝐐
𝟐𝐄𝐈[𝟏
𝟒𝐱𝟒]
𝐋𝟎
=𝐐𝐋𝟒
𝟖𝐄𝐈
𝐋
𝟎
Sedangkan rotasi di titik B dapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.14) seperti
berikut :
𝛉𝐁 = ∫ 𝐦𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋
𝟎
= ∫ 𝟏
𝟏𝟐 𝐐𝐱𝟐
𝐄𝐈𝐝𝐱 =
𝐋
𝟎
𝐐
𝟐𝐄𝐈∫ 𝐱𝟐𝐝𝐱 =
𝐐
𝟐𝐄𝐈[𝟏
𝟑𝐱𝟑]
𝐋𝟎
=𝐐𝐋𝟑
𝟔𝐄𝐈
𝐋
𝟎
BAJA PLASTIS TKS 4108
Dr. AZ 27
5.3. Balok sederhana dengan beban titik
Gambar 5.5. Balok sederhana dengan beban titik
Dengan menggunakan Pers. (5.13) untuk interval 0 x L/2 dapat dihitung lendutan
di titik C seperti berikut :
∆𝐂= ∫ 𝐦𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋/𝟐
𝟎
= ∫𝐱
𝟐
𝐏𝐱
𝟐𝐄𝐈𝐝𝐱 =
𝐋/𝟐
𝟎
𝐏
𝟒𝐄𝐈∫ 𝐱𝟐𝐝𝐱 =
𝐏
𝟒𝐄𝐈[𝟏
𝟑𝐱𝟑]
𝐋/𝟐𝟎
=𝐏
𝟒𝐄𝐈[
𝟏
𝟐𝟒𝐋𝟑] =
𝐏𝐋𝟑
𝟗𝟔𝐄𝐈
𝐋/𝟐
𝟎
Sedangkan rotasi di titik A untuk interval 0 x L/2 dapat dihitung dengan
menggunakan Pers. (5.14) seperti berikut :
𝛉𝐀 = ∫ 𝐦𝐌
𝐄𝐈𝐝𝐱
𝐋/𝟐
𝟎
= ∫𝟐𝐱
𝐋
𝐏𝐱
𝟐𝐄𝐈𝐝𝐱 =
𝐋/𝟐
𝟎
𝐏
𝐄𝐈𝐋∫ 𝐱𝟐𝐝𝐱 =
𝐏
𝐄𝐈𝐋[𝟏
𝟑𝐱𝟑]
𝐋/𝟐𝟎
=𝐏
𝐄𝐈𝐋[
𝟏
𝟐𝟒𝐋𝟑] =
𝐏𝐋𝟐
𝟐𝟒𝐄𝐈
𝐋/𝟐
𝟎