lekas lelah bila bekerja

32
Adelina Annisa Permata 1102013006 1. M&M Eritropoiesis 1.1 proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU- GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur. 1.2 faktor yang di perlukan untuk pembentukan eritrosit Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih

description

skenario 1 blok hematologie

Transcript of lekas lelah bila bekerja

Adelina Annisa Permata 1102013006

1. M&M Eritropoiesis

1.1 proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

1.2 faktor yang di perlukan untuk pembentukan eritrositKeseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya

keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal ControlStimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone

eritropoetin (EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketikasel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasaneritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

- Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan- Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada

defisiensi besi)- Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada

penderita pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresieritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone sexwanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanitalebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin

Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2dalam jaringan ginjal. Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon

eritropoetin ke dalamdarah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→ kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskansekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali. Pasokan O2↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih

mudah melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb

terus berproliferasimenjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb. Bekerja pada sel-sel tingkat G1 Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2&

kebutuhanmengatur pembentukan eritrosit.

1.3 Morfologi EritrositSetiap ml darah mengandung sekitar 5 miliyar eritrosit, hitung sel darah merah

sebagai 5 juta sel per mm3, total sekitar 25-30 triliyun eritrosit yang mengalir melalui pembuluh darah setiap saat dengan laju rata-rata 2-3 juta sel/detik. Morfologi : bikonkaf dengan diameter 8 µm, ketebalan 2µm ditepi luar dan 1µm bagian tengah. Bentuk ini berfungsi untuk memudahkan berdifusi dan menembus membran. Tidak terdapat nukleus, organel, atau ribosom, yang menyebabkan eritrosit hanya mampu bertahan selama 120 hari. Satu eritrosit terdapat lebih dari 250 juta molekul Hb.

Keberadaan HbMemiliki dua bagian, yaitu :1. GlobinTerbentuk dari empat rantai polipeptida berlipat-lipat.2. HemeMasing-masing terikat ke salah satu polipeptida globin, dan atom besi mengikat

masing-masing satu molekul O2 secara reversible.

Normosit:Ukuran ± 6 – 8 µm, Bentuk bikonkaf, Warna merah jambu, Normal 4,0 – 5,5 / 4,5 –

6,0 juta/mm3

Retikulosit:Ukuran ± 8 – 12 µm, Inti tidak ada, Bergranula halus sisa RNA, Pewarnaan Vital

Staining (BCB), N = 0,5 – 1,5 per 1000 eritrosit

KATEGORI JUMLAH ERITROSIT (juta/mL)Bayi 5,0 – 7,0Usia 3 bulan 3,2 – 4,8Usia 1 tahun 3,6 – 5,2Usia 10–12 tahun 4,0 – 5,4Wanita 3,9 – 4,8Pria 4,3 – 5,9

2.1 Kelainan Eritrosit

Mikrosit: Biasanya pada Anemi Def FeDiameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada 

pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada:Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik, Hemosiderosis

pulmoner idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik

Makrosit: Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folatGambaran makrositik  berarti volume eritrosit lebih besar dari normal. Dapat

ditemukan pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang vit.B12 atau asam folat, anemia setelah perdarahan akut, atau anemia karena penyakit hati kronik. Dari data pemeriksaan darah ditemukan MCV > 94 fl

Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme, Malnutrisi, Anemia pernisiosa, Leukimia

Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari kondensasi atau presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin synthesis

Hipokrom:eritrosit pucat ditengah >1/3nya, Normal 10%, Kurangnya Hb, Pada anemia Def Fe

Eliptosit:eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu), Osmotic

fragility meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi, Kolesterol dipinggir

Lakrimasit (Tear Drop Cell):eritrosit berbentuk tetesan air

Target Cell:eritrosit yang gelap di tengah, Normal 2%, Akibat cytoplasmic aturation Defects dan

liver disease

Crenated Cell:eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada saat

pengeringan apusan

Stomatocyt:eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya sodium

dalam sel dan menurunnya potassium

Sferosit:eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil, tebal,Akibat developmental

defect

Sickle Cell:eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing                   -    Nama lain: Drepanocyt                   -    Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan                        kurang oksigen di udara

Acantocyt: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang runcing                   -    Tonjolan tidak teratur                   -    Akibat defisiensilow-dencity betha Lipoprotein

Burr Cell: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang tumpul teratur                   -    Akibat passage through fibrin network

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin3.1 Biosintesis dan Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin adalah kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin dengan interaksi diantara heme dan globin menyebabkan hemoglobin yang merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut oksigen.

Hemoglobin ditemukan hanya sel darah merah. Molekul hemoglobin memiliki dua bagian : (1) bagian globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan secara reversible dengan satu molekul O2.

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan berikut :Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan kembali ke paru.Bagian ion hydrogen asam dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan di tingkat jaringan dari CO2. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.Karbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal terdapat di dalam darah, tetapi jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang berikatan dengan O2

sehingga terjadi keracunan CONitrat oksida. Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempat zat ini melemaskan dan melebarkan arteriol local. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2

dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah.

Hemoglobin ditemukan hanya disel darah merah.hemoglobin adalah molekul yang berbentuk bulat dan terdiri atas empat subunit. Setip subunit memiliki dua bagian :

a) Bagian globin, protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat.

b) Empat gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal dengan Heme, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida di atas. Heme adalah suatu derivate porfirin yang mengandung besi.

Hemoglobin satuannya adalah % Hb atau g/dL, secara genetis Hb mempunyai 146 pasang basa nomer 6 glutamin (glu) Hb normal.Hb yang tidak normal sickle cellhemoglobine nomer 6 valine (val). Hb pria 15,4 g/dL ; Hb wanita 13,8 g/dL,Tanpa melihat jenis kelamin 14,6 g/dL .Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami). Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi.(Sherwood,L. 2011. Fisiologi manusia. Ed.6. Jakarta: EGC)

Biosintesis Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari seesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Mula-mula, suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol (pridoksal fosfat). Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme dalam mitokondria. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit yang disebut rantai hemoglobin.

Fungsi HemoglobinMenurut Depkes RI fungsi hemoglobin adalah

a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida dalam jaringanb. Mengambil oksigen dalam paru-paru kemudian dibawa keseluruh

jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.c. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah apa tidak.

3.2 Peran Zat Besi

Terdapat dua cara penyerapan besi dalam usus, yaitu : Penyerapan dalam bentuk non heme (90% berasal dari makanan)

Besi diubah menjadi bentuk yang diserap, di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi dan masuk kedalam sel mukosa. Di dalam sel mukosa besi terlepas dari apotransferin yang akan kembali ke lumen usus. Sebagian dari besi akan bergabung dengan apoferitin membentuk feritin. Besi yang tidak terikat dengan apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum (yang berfungsi sebagai pengangkutan besi ke jaringan untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh).

Penyerapan dalam bentuk heme (10% berasal dari makanan)Besi langsung diserap melalui mukosa usus halus (duodenum-pertengahan jejenum) tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung, zat makanan yang dikonsumsi.

Cadangan besi terdapat dua bentuk, yaitu : FeritinBersifat larut dan tersebar di sel parenkim, makrofag, dan terbanyak di hati.

HemosiderinTidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Ditemukan terutama di sel Kupfer (sel makrofag di hati), makrofag di limpa, dan sumsum tulang.

Cadangan besi ini berfungsi untuk mempertahankan hemostasis besi dalam tubuh (mempertahankan kadar Hb).Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin.

3.3 Reaksi Oksigen dan Hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi. Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2

Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2

oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia4.1 Definisi AnemiaKeadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang beredar tidak

dapat menyalurkan O2 ke berbagai jaringan tubuh, atau penurunan kadar Hb, Ht, dan hitung eritrosit. Kehilangan darah mendadak (>30%) mengakibatkan hipovolemia, hipoksemia, kegelisahan, diarforesis (keringat dingin), takikardi, napas pendek, yang berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Jika kehilangan darah dalam beberapa bulan, tubuh dapat menkompensasi dengan :

Meningkatkan curah jantung dan pernapasan Meningkatkan pelepasan O2 oleh Hb Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela

jaringan Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital

Kriteria anemiaBatasan Hb atau Ht disebut cut off point yang dipengaruhi :

Umur Jenis kelamin Ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.

Dinyatakan anemia jika :

Laki-laki dewasa Hb < 13 g/dl Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 g/dl Perempuan hamil Hb < 11 g/dl Anak (6-14 tahun) Hb < 12 g/dl Anak (6 bulan – 6 tahun) Hb < 11 g/dl

Kriteria klinik:

Hb < 10 g/dl Ht < 30% Eritrosit < 2.8 juta/mm3

Derajat anemiaDitentukan oleh kadar Hb

A. Sangat ringan Hb 10 – cut off pointB. Ringan Hb 8 – 9.9 g/dlC. Sedang Hb 6 – 7.9 g/dlD. Berat Hb < 6 g/dl

4.2 Etiologi Anemia

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :

Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan.

Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan,

penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

4.3 Klasifikasi Anemia

Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:a. Anemia normositik normokrom

Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik.

b. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel

c. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, ataugangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital)

Kadar Mikrositer hipokrom

Normositer normokrom Makrositer

MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl

MCH < 27 pg 27 – 34 pg -

Jenis penyakit

1. Anemia defisiensi besi

2. Thalasemia3. Anemia

penyakit kronik

4. Anemia sideroblastik

1. Anemia pasca perdarahan

2. Anemia aplastik – hipoplastik

3. Anemia hemolitik4. Anemia penyakit

kronik5. Anemia

mieloptisik6. Anemia gagal

ginjal7. Anemia

mielofibrosis8. Anemia sindrom

mielodisplastik9. Anemia leukimia

akut

Megaloblastik1. Anemia defisiensi

folat2. Anemia defisiensi

vit B12

Nonmegaloblastika) Anemia

penyakit hati kronik

b) Anemia hipotiroid

c) Anemia sindroma mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesisnya1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

1. Anemia defisiensi besi2. Anemia defisiensi asam folat3. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi1. Anemia akibat penyakit kronik2. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulangA. Anemia aplasticB. Anemia mieloplasticC. Anemia pada keganasan hematologiD. Anemia diseritropoietik E. Anemia pada sindrom mielodisplastik F. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal

kronik.

2. Anemia akibat Hemoragia.1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik

3.Anemia Hemolitik a) Intrakorpuskular

Gangguan membrane eritrosit (membranopati) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PDiii. Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati)

a) Thalasemiab) Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.

b) Ekstrakorpuskular A. Anemia hemolitik autoimuniB. Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll

4.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.

5.Anemia berdasarkan derajatnya:

a. Ringan sekali : Hb 10 g/dLb. Ringan : Hb 8-9,9 g/dLc. Sedang : Hb 6-7,9 g/dLd. Berat : Hb <6 g/dL

4.4 Patofisiologi Anemia4.5 Manifestasi Klinik Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin

kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

4.6 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

Penentuan Indeks EritrositPenentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan

flowcytometri atau menggunakan rumus:1. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

2. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah

merah.Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

3. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.Dihitung

dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit.Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%.

Pemeriksaan Hapusan Darah PeriferPemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara

manual.Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah

yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia.RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh

transferin, ataupun serum feritin.MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.Nilai normal 15 %.

Eritrosit Protoporfirin (EP)EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya

membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan.EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas.EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi1. Definisi Anemia Defisiensi Besi

Merupakan anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk mensintesis hemoglobin. Anemia jenis ini yang paling banyak ditemukan di dunia terutama negara berkembang, seperti Indonesia akibat kekurangan kalori-protein, vitamin A, dan Iodium. Selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb, besi juga dibutuhkan untuk :1. Terdapat dibeberapa enzim metabolisme oksidatif2. Sintesis DNA3. Neurotransmiter4. Proses katabolisme

Defisiensi besi pada anak berdampak merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, konsentrasi belajar, dan mengurangi aktivitas bekerja. Dalam keadaan normal pada dewasa rata-rata mengandung 4 – 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuh. Absorbsi besi hanya 5 – 10 % dari makanan yang kita makan. Ditandai dengan :1. Menurunnya besi serum2. Menurunnya saturasi transferin3. Menurunnya feritin serum4. Meningkatnya TIBC (total iron binding capacity)5. Pewarnaan besi sumsum tulang negatif6. Adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi

2. Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan: Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

PertumbuhanPada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini

insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.

MenstruasiPenyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

Kurangnya besi yang diserapa. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuatb. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme

PerdarahanMerupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.

Transfuse feto-maternalKebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.

HemoglobinuriaDijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.

Iatrogenic blood lossPada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.

Idiopathic pulmonary hemosiderosisJarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.

Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal dari : Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing tambang Saluran genital: menorhagia / metiorhagia Saluran kemih: hematuria Saluran nafas: hemoptoe

Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan

prematuritas Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis

3. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

a. Tahap pertamaDisebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

b. Tahap keduaDikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

c. Tahap ketigaDisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat.Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi

heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb.

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan

4. Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi Besi

Gejala Khas Defisiensi BesiGejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada

anemia jenis lain adalah : Koilonychias : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-

garis vertical dan menjadi cekung. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

papil lidah menghilang. Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dll

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.

Gejala penyakit DasarPada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang

menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

5. Diagnosis Anemia Defisiensi BesiKriteria diagnosis :

a. Anemia hipokrom mikrositer pada apusan darah tepib. MCV < 80 flc. MCHC < 31%d. Feratin serum < 20 µge. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukkan

cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatiff. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lainnya yang

setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar Hb > 2 g/dl

Dan dengan dua dari tiga parameter di bawah ini : Besi serum < 50 mg/dl TIBC > 350 mg/dl Saturasi transferin < 15%

Menurut WHO : Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia MCHC < 31% (N : 32-35%) Kadar Fe serum < 50 µg (N : 80-180 µg) Saturasi transferin < 15% (N :20-50%)

6. Pencegahan Anemia Defisiensi BesiDiprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil, wanita menyusui, wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.

Diet :Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 – 10% yang diabsrobsi.

a. Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna yang tersamarkan)

b. Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada usia 4-6 bulan

c. Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematurd. Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)

Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu : Meningkatkan penyerapan

Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl

Menurunkan penyerapanAsam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat, dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)

Penyuluhan kesehatan Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki) Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)

Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar besi cukup sejak bayi sampai remaja

Pemberantasan infeksi cacing tambang Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita) Fortifikasi bahan makanan dengan besi Skirining anemia

pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan ( prematur )

Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.

7. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi1. Terapi kausal : mengatasi penyebab defisiensi besi agar anemia tidak

kambuh kembali2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi1. Besi per oral: Lini pertama karena murah, efektif dan aman. Diberikan saat

lambung kosong namun efek samping lebih banayk dibandingkan pemberian setelah makan. Efek samping berupa mual, muntah dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah Hb normal. Preparat yang tersedia yaitu:

a) Ferrous sulphat 3x200 mgPreparat pilihan pertama, karena paling murah tetapi efektif. Dosis:3x200 mg. 200mg sulfas ferosus= 66mg besi elemental. Pemberiansulfas ferosus 3x200 g mengakibatkan absorbs besi 50mg/hari yangdapat mengakibatkan eritropoesis 2-3 kali normal.

b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate (lebih mahal)

c) Enteric coated Efek samping lebih rendah tetapi dapat mengurangi absorbs besiFarmakokinetik : sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapiefek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelahmakan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapatdiberikan saat makan atau setelah makanEfek samping : gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15-20%yang sangat mempengaruhi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi.untuk mengurangi ES besidiberikan saat makan atau dosis dikurangkan menjadi 3 x 100 mg

2. Besi parenteral: Diberikan bila intoleransi oral berat, kurang patuh berobat, kolitis ulserativa, perlu peningkatan Hb secara cepat. Lini kedua karena efek samping lebih berbahaya dan harga lebih mahal. Preparat yang tersedia:

Iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complexDosis : kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3Efek samping : reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.

3. Pengobatan lain3. Diet : makanan yang kaya akan protein hewani4. Vitamin C : meningkatkan absorbsi besi, dosis 3x100 mg/hari5. Transfusi darah : jarang diperlukan. Indikasi pada penyakit jantung

anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat mencolok gejalanya dan pasien yang butuh peningkatan hb secara cepat. Jenis darah yang diberikan PRC (packed red cell) agar tidak overload.

Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan :

1) Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.

2) Bedah : untuk penyebab yang memerlakukan intervensi bedah seperti pendarahan karena diverticulum meckel.

3) Suportif : makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

8. Prognosis Anemia Defisiensi Besi

Prognosis untuk mengobati dan menyembuhkan anemia defisiensi besi sangat baik, terutama ketika mereka yang mengonsumsi suplemen zat besi seperti yang disarankan dan mampu untuk mengasimilasi besi. Sejumlah penilitian telah menunjukkan bahwa kekurangan besi anemia pada bayi dapat mengakibatkan kecerdasan berkurang, ketika kecerdasan diukur pada usia dini.

Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi (Supandiman, 2006).

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

1. Diagnosis salah2. Dosis obat tidak adekuat3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap.5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakittiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien(Supandiman, 2006).

9. Pemeriksaan Laboratorium Anemia Defisiensi Besi

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.i. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

ii. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia

2. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

3. Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

4. Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)5. Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan

normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.6. Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor

transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi :Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31%.

1. dua dari tiga parameter di bawah ini :A. Besi serum <50 mg/dlB. TIBC >350 mg/dl

C. Saturasi transferrin <15%2. Feritin serum <20 mg/dl3. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia yang

menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negativeDengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan kadar Hb lebih dari 2g/dl.

+++++ Besi Serum (Serum Iron = SI)

Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. Serum Transferin (Tf)

Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama –sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)

Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan.Jenuh transferrin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya.Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum ferritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bias diikat secara khusus oleh plasma.

Serum FeritinSerum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitive

untuk menentukan cadangan besi orang sehat.Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi.Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum ferritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita.Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naiksecara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampaiusia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi danmelahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatisdibawah 20 ug/l selama trimester II

dan III bahkan pada wanita yangmendapatkan suplemen zat besi.Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat padainflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol.Serum ferritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

o Pemeriksaan Sumsum TulangMasih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,

walaupun mempunyai beberapa keterbatasan.Pemeriksaan histologis sumsumtulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum.Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantungkeahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yangdipergunakan.Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehinggasedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.