Learning Objective

download Learning Objective

of 7

Transcript of Learning Objective

LEARNING OBJECTIVE 1. Drug of choice pada skenario 2. Penanganan pada skenario ? serta farmakologi & non farmakologi?3. Diagnosis Banding- URTI : Pharyngitis- Otitis media akut4. Bagaimana meresepkan obat untuk anak 10 bulan pada skenario ? serta efek samping dari obat ?5. Mengapa batuk dan hidung berair hanya terjadi pada malam hari ? pengaruhnya pada diagnosis apa ?6. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat yang diberikan ?7. Bagaimana prinsip pemberian obat untuk mengatasi gejala-gejala pada skenario ?8. Prognosis dan komplikasi ?9. Patofisologi penyakit pada skenario ?JAWABANNYA1. Pelaku self-medication dalam mendiagnosis penyakitnya, harus mampu:a. Mengetahui jenis obat yang diperlukan.b. Mengetahui kegunaan dari tiap obat, sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan rasa sakitnya.c. Menggunakan obat secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan mengetahui batas kapan mereka harus menghentikan self medication yang kemudian segera minta pertolongan petugas kesehatan.d. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul kemudian, merupakan suatu penyakit baru atau efek samping obat.e. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut, terkait dengan kondisi seseorang. (Sumber: Depkes RI, 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia)

2. Penanganan Farmakologia. FaringitisOvbat faringitis yang bisa diberikan pada pendertia adalah obat faringitis jenis antibiotik ada 1-2 hari pertama. Obat antibiotik seperti pemberian penicilin yang bisa digantikan dengan menggunakan erythromycin, tetrasiklin, cephalosporin yang digunakan paling tidak selama 10 hari walaupun tanda dan gejala sudah berkurang paling tidak 5-7 hari. (Sumber: Katzung, B.G. 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik . EGC : Jakarta)

b. Otitis Berhubung penyebab tersering adalah Streptococus pneumonia, Hemophilus influenzae dan Moraxella catharrhalis, diberikan Amoksisilin (15 mg/kgBB/kali 3 kali sehari) atau Kotrimoksazol oral (24 mg/kgBB/kali dua kali sehari) selama 710 hari. Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga, tunjukkan pada ibu cara mengeringkannya dengan wicking (membuat sumbu dari kain atau tisyu kering yang dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk membersihkan telinga 3 kali sehari hingga tidak ada lagi nanah yang keluar. Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam telinga anak, kecuali jika terjadi penggumpalan cairan di liang telinga, yang dapat dilunakkan dengan meneteskan larutan garam normal. Larang anak untuk berenang atau memasukkan air ke dalam telinga. Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi ( 38,5C) yang menyebabkan anak gelisah, berikan parasetamol. Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali jika terdapat juga rinosinusitis alergi.(Sumber: Katzung, B.G. 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik . EGC : Jakarta)

Penanganan Non-Farmakologia. Faringitis Kepada pasien juga dianjurkan untuk mengurangi aktivitas sehari-hari dengan kata lain beristirahat Mengkonsumsi cairan yang banyak Tidak meminum-minuman yang mengandung alkohol dan minuman yang dingin Melakukan kumur-kumur larutan NaCl hangat setiap 2-3 jam untuk mengurangi keluhan rasa saki Menghindari makanan yang merangsang seperti cabe dan lain-lain(Sumber: Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. 2007. Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga, Hidung, Tenggorakan dan Penyakit THT.BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC)

b. Otitis Meminta ibu untuk kunjungan ulangsetelah 5 hari Jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus, mastoiditis akut, sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT. Jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan dengan antibiotik yang sama sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan membersihkan telinga anak. Kunjungan ulang setelah 5 hari.

Setelah kunjungan ulang (5 hari lagi): Bila masih tampak tanda infeksi, berikan antibiotik lini kedua: Eritromisin dan Sulfa, atau Amoksiklav (dosis disesuaikan dengan komponen amoksisilinnya). Infeksi mungkin karena kuman penghasil betalaktamase (misalnya H. influenzae) atau karena terdapat penyakit sistemik, misalnya alergi, rinosinusitis, hipogamaglobulinemia. Bila dengan antibiotik lini kedua juga gagal, dapat dirujuk untuk kemungkinan tindakan miringotomi dengan atau tanpa pemasangan grommet. (Sumber: Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. 2007. Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga, Hidung, Tenggorakan dan Penyakit THT.BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC)

3. Faringitis adalah infeksi akut mukosa dan struktur limfe pada faring disebabkan oleh berbagai bakteri dan virus.Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Sumber:dr. Donald Marpaung, spTHT, 2009, Makalah Penyakit THT, KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RSAL DR MINTOHARDJO)

4. Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas:a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.c. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil (superscriptio).d. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio).1. Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari : Remedium cardinaleatau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. Remedium adjuvans,yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep. Corrigens,hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris) Constituensatauvehikulum,seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air.2. Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuanisi untuk cairan (tetes, milimeter, liter).Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram

e. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio) misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.f. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin.Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S.g. Nama penderita di belakangkata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongannarkotikaharus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep adalah:1. Resep harus ditulis dengantinta2. Penulisan nama obat, jumlah, cara pemakain harus terbaca olaeh apoteker atau asisten apoteker.3. Menulis nama obat harus dengan huruf latin untuk zat kimianya atau nama generiknya.4. Hindarkan penulisan singkatan yang meragukan.5. Dalam pemilihan obat perlu juga memperhatikan tingkat ekonomi penderita.

Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut:1. Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamta praktek dan rumah, serta paraf dokter pada setiap signatura.2. Resep dokter rumah sakit/klinik/poli klinik terdapat nama dan alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit.3. Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik.4. Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku.Cara penulisan resep ada 3 macam, yaitu:1. Formula magistralis dimana obat ini merupakan racikan, sesuai dengan formula yang ditulis oleh dokter yang membuat resep tersebut.2. Formula officinalis dimana obat ini merupakan racikan yang formulanya sudah standar dan dibakukan dalam formularium Indonesia dan diracik oleh apotek apabila diminta oleh dokter pembuat resep.3. Formula spesialistis dimana obat ini sudah jadi, diracik oleh pembuatnya, dikemas dan diberi nama oleh pabrik pembuatnya serta bentuk sediaannya lebih kompleks.(Sumber: Abraham simatupang, 2010, Pedoman WHO tentang Penulisan Resep yang Baik sebagai Bagian Penggunaan Obat yang Rasional WHO-Guide to Good Prescribing as Part of Rational Drug Use, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta)5. Batuk malam adalah batuk yang terjadi di malam hari, biasanya ketika berbaring (batuk postural). Secara fisiologis, batuk adalah pengeluaran udara dengan cepat dari paru-paru yang terjadi secara refleks untuk menjaga agar saluran napas tetap normal. Batuk malam bisa jadi merupakan gejala dari suatu kondisi pada paru-paru, tenggorokan atau kondisi biasa lainnya, seperti influenza. (Sumber: Cough. MedlinePlus, a service of the National Library of Medicine National Institutes of Health. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/cough.html.)

6. AmoxicilinFarmakodinamikAmoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan, Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae, Neisseriameningitidis, Haemophillus influenzae, Bordetella pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp, Proteus mirabillis, Brucella sp.

FarmakokinetikAmoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan. Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam (Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes, 2008, Farmakologi Dasar, EGC, Jakarta).

EritromicinFarmakokinetikPreparat eritormisin oral diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus diencerkan dalam 100 mL salin atau dekstrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah flebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan efek pengikatan pada proteinnya sedang. Obat ini diekskresikan ke dalam empedu, feses, dan sebagian kecil, dalam urin. Karena jumlah yang diekresikan ke dalam urin sedikit, maka insufisiensi ginjal bukan merupakan kontraindikasi bagi pemakaian eritromisin.

FarmakodinamikEritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mula kerja dari preparat oral adalah 1 jam, waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam, dan lama kerjanya adalah 6 jam.(Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes, 2008, Farmakologi Dasar, EGC, Jakarta)

7. Prinsip pemberian obat: Penicillin benzathine; diberikan secara IM dalam dosis tunggal Penicillin; diberikan secara oral Eritromisin Penicillin profilaksis, yaitu penicillin benzathine G; diindikasikan pada pasien dengan risiko demam reumatik berulangSedangkan, pada penyebab virus, penatalaksanaan ditujukan untuk mengobati gejala, kecuali pada penyebab virus influenza dan HSV. Beberapa obat yang dapat digunakan yaitu: Amantadine Rimantadine Oseltamivir Zanamivir; dapat digunakan untuk penyebab virus influenza A dan B Asiklovir; digunakan untuk penyebab HSV(Sumber: dr. Hj. Minasari Nasution, 2008, Infeksi THT, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan )

8. Faringitisa. Komplikasi Demam scarlet, yang ditandai dengan demam dan bintik kemerahan. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi atau kerusakan pada katup jantung. Pada negar berkembang, sekitar 20 juta orang mengalami demam reumatik akut yang mengakibatkan kematian.Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dari faringitis. Glomerulonefritis; Komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan respon inflamasi terhadap protein M spesifik. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan glomerulonefritis ini. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam, dan dehidrasi. Shokb. PrognosisUmumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.(Sumber:Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta)

Otitis Media Akuta. KomplikasiOtitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari Mastoiditis Kolesteatom Abses subperiosteal sampai abses otak Meningitisb. PrognosisPrognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik dalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yangadekuat, tetapi jika tidak diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK(Sumber:Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta)

9. FaringitisPada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.(Sumber:Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta)

Otitis Media AkutTerjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah infeksi saluran nafas atas. Infeksi saluran nafas bagian atas menyebabkan penyumbatan pada tuba eustachius sehingga terjadi gangguan ventilasi tuba yang menyebabkan terjadinya tekanan negative pada telinga tengah akibat absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah, yang menyebabkan retraksi dari membran timpani lalu terjadi pula respon inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di membrane timpani, protein plasma keluar dan terkumpulnya cairan yang menyebabkan efusi serta edema dan selanjutnya bila fungsi tuba tetap terganggu dan adanya infiltrasi kuman pathogen dari nasofaring dan rongga hidung akan menimbulkan supurasi. Akumulasi cairan yang terus menerus menyebabkan membrane timpani menonjol lama kelamaan membrane timpani bisa perforasi.(Sumber:Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas kedokteran UI. Jakarta)7