Latar Belakang Masalah

2
4. Latar Belakang Masalah : Visi pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat 2015. Hal ini ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat yang setinggi- tingginya di seluruh Indonesia (Depkes, 2010). Oleh sebab itu, disusunlah kebijakan pembangunan guna mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan salah satu komponen kebutuhan manusia yang berkaitan dengan tingkat kebutuhan mencapai kenyamanan dan keamanan ( Sharma, 1990 ). Dengan demikian, diperlukan ketepatan perlindungan asuransi terutama untuk keluarga miskin. Identifikasi keluarga miskin yang kaitannya dengan pembiayaan kesehatan merupakan masalah yang dapat menjadi pemicu konflik sosial di masyarakat. Saat ini, 70% dari masyarakat tidak memiliki jaminan kesehatan / asuransi. Diperkirakan sebagian besar jumlah tersebut adalah keluarga miskin. Griffin (1992) menyebutkan bahwa 30% subsidi pelayanan kesehatan yang diterapkan pada tahun 1986 dalam bentuk subsidi ke semua jenis pelayanan kesehatan ternyata salah sasaran. Selanjutnya, Purnawan Junadi

description

latar belakang

Transcript of Latar Belakang Masalah

Page 1: Latar Belakang Masalah

4. Latar Belakang Masalah :

Visi pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai

Indonesia Sehat 2015. Hal ini ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan

dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat

yang setinggi-tingginya di seluruh Indonesia (Depkes, 2010). Oleh sebab itu,

disusunlah kebijakan pembangunan guna mencukupi kebutuhan pelayanan

kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan salah satu komponen

kebutuhan manusia yang berkaitan dengan tingkat kebutuhan mencapai

kenyamanan dan keamanan ( Sharma, 1990 ). Dengan demikian, diperlukan

ketepatan perlindungan asuransi terutama untuk keluarga miskin.

Identifikasi keluarga miskin yang kaitannya dengan pembiayaan kesehatan

merupakan masalah yang dapat menjadi pemicu konflik sosial di masyarakat. Saat

ini, 70% dari masyarakat tidak memiliki jaminan kesehatan / asuransi. Diperkirakan

sebagian besar jumlah tersebut adalah keluarga miskin.

Griffin (1992) menyebutkan bahwa 30% subsidi pelayanan kesehatan yang

diterapkan pada tahun 1986 dalam bentuk subsidi ke semua jenis pelayanan

kesehatan ternyata salah sasaran. Selanjutnya, Purnawan Junadi (2001)

menyebutkan bahwa pada tahun 1999, penyaluran program jaringan pengaman

sosial bidang kesehatan (JPSBK) terdapat false negatif sebesar 19,9% dari segi

identifikasi keluarga miskin dan false positif sebesar 11,8% dari segi jumlah

cakupan dalam hal penargetan keluarga miskin.

Saat ini, digunakan 2 kriteria dalam program pembiayaan kesehatan

masyarakat miskin yang diacu secara nasional , yaitu kriteria keluarga miskin yang

digunakan oleh PT. ASKES / BPS dan kriteria menurut BKKBN. Hingga saat ini

hanya dua sumber data yang diandalkan ketika membicarakan masalah kemiskinan,

yaitu data susenas Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN). Dari kedua lembaga ini tentu kita akan mendapat

data yang berbeda mengenai kriteria keluarga miskin di Indonesia.

Page 2: Latar Belakang Masalah

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui sejauh mana nilai uji

diagnostik dalam kriteria keluarga miskin PT. ASKES / BPS dan kriteria BKKBN

sehingga dapat ditentukan gold standart kriteria keluarga miskin dari kedua

lembaga tersebut.