Laput 1

7
CANOPY | EDISI XLVII Agustus 2005 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia ertanian organik yang diobralkan kepada masyarakat mendapat Prespon yang baik. Petani merasa sadar akan pentingnya lingkungan dan kesehatan. Disisi lainya pertanian organik pun mendapat sambutan meriah dari perusahaan-perusahaan sarana produksi. Muncul berbagai produksi baru yang secara serentak. Tercatat mencapai 53 perusahaan yang ada di Indonesia. Dari perusahaan-perusahaan ini memberikan cara pemasaran yang berbeda. Ada dengan system Multi Level marketing, pemasaran langsung, Sistem sampling dan sebagainya. Disinipun dari perusahaan- perusahaan memberikan pengertian bagaimana bertanam organik. Tetapi dalam pelaksanaan organik sessuai dengan apa yang diharapkan dari produsen yaitu pemakaian produk-produk mereka dilahan. Menurut infestigasi dari reporter Canopy ketika dilapang. System pemasaran ini dilakukan oleh orang-orang yang memberikan pengertian tentang organik. Dimana penjual melakukan presentasi kepada petani baik secara langsung di balai-balai desa tempat kelompok tani berkumpul besama-sama ataupun dari rumah ke rumah. Meskipun dengan pengetahuan yang belum memadai mengenai pertanian dan baru belajar pertanian. Sudah dapat memberikan solusi. Tetapi dalam perilaku penerapan ‘pertanian organik’ yang masih konvensional. Terlihat dalam penguasaan lapang, yang diutamakan adalah baigamana menggunakan produk. Jadi ketika tanaman kelihatan menguning dan layu kemudian diberi Pupuk, ketika adanya binatang yang masuk kelahan langsung disemprot dengan pestisida organik. Jika terjadi semacam itu maka tidak menuntut kemungkinan tidak adanya penjagaan ekologi karena akan mengakibatkan ketidakseimbangan. Dan sekaligus tidak melakukan pertanian secara berkelanjutan. Selain dari perilaku, untuk masalah harga saprodi organik masih melambung tinggi. Harga Saprodi organik pun tak jauh mahal dengan sarana produksi anorganik. Adanya pengeluhan dari salah satu member produk mengeluhkan bahwa dengan menggunakan Produk organik lebih merugikan. Misalkan dari pupuk cair 2 organik, Dalam per 1000 m dibutuhkan untuk pupuk organik sebesar Rp. 62.000,- sampai Rp. 75.000,-. Dan jika menggunakan pupuk NPK dengan seharga yang sama mampu mendapatkan kurang lebih setengah kwintal dan dapat digunakan 2 sebanyak 3000 m . terlihat adanya penghematan sebanyak 3 kali lipat organik. Sebagai akibatnya yang diharapkan dari pertanian organik dapat meningkatkan kesejahteraan petani dengan biaya murah, yaitu adanya pengembalian unsur-unsur lokal tidak dapat terpenuhi. Bagaimana tidak yang seharusnya dapat memanfaatkan jerami dan kotoran ternak sebagai pupuk yang dinilai harga rendah, diganti lagi dengan saprodi dengan harga mahal, yang tejadi adalah saprodi yang dikeluarkan banyak, sedangkan harga jual harus dipertinggi agar menutupi biaya pengeluaran. Tetapi ketika di pasar tidak laku terjual karena harga terlalu tinggi. Hanya gulung tikarlah yang terjadi. Apa itu Pertanian Organik? Membingungkan memang. Kalangan petani masih belum yakin adanya pertanian organik, dimana pertanian organik dianggap sebagai teknologi baru. Sehingga ketika masuk pertanian organik di lahan. Masih banyak persepsi-persepsi yang berbeda dari pertanian organik itu sendiri. Dari kebingungan ini dimanfaatkan oleh siapa yang terlebih dahulu menginfeksi pemahaman pertanian organik, disinilah yang akan berhasil dalam pemasaran saprodi. Ada dua konsep yang dapat membingungkan di kalangan petani mengenai pertanian organik. pertama yaitu Green Product. Dimana produk berwawasan lingkungan yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek pencemaran lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsiannya. Pertanian ini dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang dapat di daur ulang. Konsep ini sama dengan pertanian organik jika dilihat dari hal proses, dimana semuanya harus sudah terancang dan adanya keberlanjutan dalam pengolahan lahan. Sama halnya konsep dari PHT (pengendalian Hama Terpadu) menyatakan untuk menciptakan pertanian organik terlebih dahulu disiapkan keseimbangan ekologi. Mulai dari penyiapan lahan hingga pengembalian unsur-unsur yang diambil dari hasil. “Dari sini tidak adanya pemasukan unsur-unsur dari luar” kata Gatot Mujiono salah satu anggota Pusat Kajian PHT di jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Pertanian Universitas Brawijaya. Diprediksikan jika adanya perputaran unsur-unsur dalam lahan pertanian akan terjadi Sistem pertanian berkelanjutan. Jenis pertanian organik yang kedua adalah Green consumer. Konsumen yang mempunyai pandangan terhadap prinsip- prinsip green consumerism (konsumerisme hijau). Konsumerisme hijau merupakan fenomena baru yang saat ini telah berkembang terutama di negara- negara maju, seperti Jerman, Inggris, Amerika, Jepang dan lain-lain. Dimana prinsip ini untuk melindungi konsumen dari residu pestisida dan pupuk. Orientasi organik terpusat pada hasilnya. Saprodi Organik. Membanjirnya saprodi-saprodi organik sejak semaraknya isu organik di arena pertanian Indonesia Ancaman Saprodi Bagi Organik ‘ Go Organik 2005’ yang dicanangkan oleh pemerintah, dalam pelaksanaanya tidak seperti yang dikonsepkan, yaitu ramah lingkungan. kejanggalan ini terjadi karena belum sepemahaman pertanian organik oleh petani salah satunya dalam Penggunaan saprodi. DOK. CANOPY/RIYANTO Liputan Utama Liputan Utama

Transcript of Laput 1

Page 1: Laput 1

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

ertanian organik yang diobralkan kepada masyarakat mendapat Prespon yang baik. Petani merasa

sadar akan pentingnya lingkungan dan kesehatan. Disisi lainya pertanian organik pun mendapat sambutan meriah dari perusahaan-perusahaan sarana produksi. Muncul berbagai produksi baru yang secara serentak. Tercatat mencapai 53 perusahaan yang ada di Indonesia.

Dari perusahaan-perusahaan ini memberikan cara pemasaran yang berbeda. Ada dengan system Multi Level marketing, pemasaran langsung, Sistem sampling dan sebagainya. Disinipun dari perusahaan-perusahaan memberikan pengertian bagaimana bertanam organik. Tetapi dalam pelaksanaan organik sessuai dengan apa yang diharapkan dari produsen yaitu pemakaian produk-produk mereka dilahan.

Menurut infestigasi dari reporter Canopy ket ika d i lapang . Sys tem pemasaran ini dilakukan oleh orang-orang yang memberikan pengertian tentang organik. Dimana penjual melakukan presentasi kepada petani baik secara langsung di balai-balai desa tempat kelompok tani berkumpul besama-sama ataupun dari rumah ke rumah. Meskipun dengan pengetahuan yang belum memadai mengenai pertanian dan baru belajar pertanian. Sudah dapat memberikan solusi. Tetapi dalam peri laku penerapan ‘ p e r t a n i a n o r g a n i k ’ y a n g m a s i h konvensional. Terlihat dalam penguasaan lapang, yang diutamakan adalah baigamana menggunakan produk. Jadi ketika tanaman kelihatan menguning dan layu kemudian diberi Pupuk, ketika adanya binatang yang masuk kelahan langsung disemprot dengan pestisida organik. Jika terjadi semacam itu maka tidak menuntut kemungkinan tidak adanya penjagaan ekologi karena akan mengakibatkan ketidakseimbangan. Dan sekaligus tidak melakukan pertanian secara berkelanjutan.

Selain dari perilaku, untuk masalah harga saprodi organik masih melambung tinggi. Harga Saprodi organik pun tak jauh mahal dengan sarana produksi anorganik. Adanya pengeluhan dari salah satu member produk mengeluhkan bahwa dengan menggunakan Produk organik lebih merugikan. Misalkan dari pupuk cair

2organik, Dalam per 1000 m dibutuhkan untuk pupuk organik sebesar Rp. 62.000,- sampai Rp. 75.000,-. Dan jika menggunakan pupuk NPK dengan seharga yang sama mampu mendapatkan kurang lebih setengah kwintal dan dapat digunakan

2sebanyak 3000 m . terlihat adanya penghematan sebanyak 3 kali lipat organik.

Sebagai akibatnya yang diharapkan dari pertanian organik dapat meningkatkan kesejahteraan petani dengan biaya murah, yaitu adanya pengembalian unsur-unsur lokal tidak dapat terpenuhi. Bagaimana t i d a k y a n g s e h a r u s n y a d a p a t memanfaatkan jerami dan kotoran ternak sebagai pupuk yang dinilai harga rendah, diganti lagi dengan saprodi dengan harga mahal, yang tejadi adalah saprodi yang dikeluarkan banyak, sedangkan harga jual harus dipertinggi agar menutupi biaya pengeluaran. Tetapi ketika di pasar tidak laku terjual karena harga terlalu tinggi. Hanya gulung tikarlah yang terjadi.

Apa itu Pertanian Organik?Membingungkan memang. Kalangan

petani masih belum yakin adanya pertanian organik, dimana pertanian organik dianggap sebagai teknologi baru. Sehingga ketika masuk pertanian organik di lahan. Masih banyak persepsi-persepsi yang berbeda dari pertanian organik itu s e n d i r i . D a r i k e b i n g u n g a n i n i dimanfaatkan oleh siapa yang terlebih dahulu menginfeksi pemahaman pertanian organik, disinilah yang akan berhasil dalam pemasaran saprodi.

A d a d u a k o n s e p y a n g d a p a t membingungkan di kalangan petani mengenai pertanian organik. pertama yaitu G r e e n P r o d u c t . D i m a n a p r o d u k berwawasan lingkungan yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk

m e n g u r a n g i e f e k p e n c e m a r a n lingkungan, baik dalam produksi, p e n d i s t r i b u s i a n d a n pengkonsumsiannya. Pertanian ini dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang dapat di daur ulang. Konsep ini sama dengan pertanian organik jika dilihat dari hal proses, dimana semuanya harus sudah terancang dan adanya keberlanjutan dalam pengolahan lahan. S a m a h a l n y a k o n s e p d a r i P H T ( p e n g e n d a l i a n H a m a T e r p a d u ) menyatakan untuk menc iptakan pertanian organik terlebih dahulu disiapkan keseimbangan ekologi. Mulai d a r i p e n y i a p a n l a h a n h i n g g a pengembalian unsur-unsur yang diambil dari hasil. “Dari sini tidak adanya pemasukan unsur-unsur dari luar” kata Gatot Mujiono salah satu anggota Pusat Kajian PHT di jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Pertanian Universitas Brawijaya. Diprediksikan jika adanya perputaran unsur-unsur dalam lahan pertanian akan terjadi Sistem pertanian berkelanjutan.

Jenis pertanian organik yang kedua adalah Green consumer. Konsumen yang mempunyai pandangan terhadap prinsip-p r i n s i p g r e e n c o n s u m e r i s m (konsumerisme hijau). Konsumerisme hijau merupakan fenomena baru yang saat ini telah berkembang terutama di negara-negara maju, seperti Jerman, Inggris, Amerika, Jepang dan lain-lain. Dimana prinsip ini untuk melindungi konsumen dari residu pestisida dan pupuk. Orientasi organik terpusat pada hasi lnya.

Saprodi Organik. Membanjirnya saprodi-saprodi organik sejak semaraknya isu organik di arena pertanian Indonesia

Ancaman Saprodi Bagi Organik

‘ Go Organik 2005’ yang dicanangkan oleh pemerintah, dalam pelaksanaanya tidak seperti yang

dikonsepkan, yaitu ramah lingkungan. kejanggalan ini terjadi karena belum sepemahaman pertanian

organik oleh petani salah satunya dalam Penggunaan saprodi.

DOK. CANOPY/RIYANTO

Liputan UtamaLiputan Utama

Page 2: Laput 1

Pengertian inilah yang dimanfaatkan oleh perusahaan Pupuk dan pestisida organik atau bebas residu.

Petani bolehkan penggunaan saprodi yang sudah jadi dan siap diserap oleh tanaman. Saprodi tidak harus dapat memperbaiki lingkungan asalkan dapat dipastikan dalam tanah dan penggunaan pestisida dapat langsung digunakan dan tidak beresidu. Misalnya dari tanah yang kekurangan unsur dapat diaplikasikan langsung dengan pupuk Organik seperti pupuk hasil penghancuran cacing tanah, dan cara aplikasi selayaknya penggunaan pupuk anorganik sehingga unsur-unsur dapat dipastikan langsung dapat diserap tanaman. Dan bila menggunakan produk berupa Mikroorganisme yang diaplikasikan dapat langsung mengendalikan hama dan penyakit ataupun dapat berefek pada tanaman. Tanpa harus memperbaiki struktur tanah ataupun menjadikan keseimbagan ekologi terlebih dahulu.

Pengusaha pupuk anorganik juga memanfaatkan Green consumer untuk dapat tetap ada. Dalam pertanian organik y a n g d i p e n t i n g k a n a d a l a h t i d a k meninggalkan residu dalam hasil maupun dalam tanah ataupun pencemaran. Misalnya dalam pupuk yang tidak mengandung Clor (Cl), karena Cl dapat menyebabkan mikroorganisme menjadi mati. Ataupun yang mengandung Sodium (Natrium/Na) yang dapat menyebabkan efek terbakar dalam tanaman. “Kalau sistem pertanian secara keseluruhan organik, untuk bisnis itu tidak menguntungkan karena hasilnya tidak menarik dan terlalu kecil dipasar jadi perlu dibantu” jelas Eric Lim CB yang bergelut dalam bidang pertanian organik dan pindah menjadi System Mix dan sekaligus menjadi penasehat diperusahaan instant Soluble Fertilizers. Eric juga menambahkan bahwa Cara pertanian mix ini pupuk kandang

maupun pupuk kompos digunakan untuk media tanam dan Soluble Fertilizers untuk pemenuh unsur. Prinsip ini telah dilakukan di pertanian Organik di Malaysia semenjak sepuluh tahun yang lalu, cara ini dimaksudkan untuk pemenuhan pasar yang besar kebutuhan eksport dan bebas residu.

Tipe efektif dari bahan OrganikSecara alamiah media tanam terdiri dari

tanah, pasir, bahan organik. Semua bahan tersebut memiliki porsi tertentu dalam tanah agar mampu menjadi lahan produksi tanaman secara baik. Masing-masing penyusun tanah memiliki fungsi yang saling mendukung sebagai lahan budidaya tanaman. Salah satu contoh fungsi bahan organik adalah sebagai agen penggembur tanah, serta pengikat air yang baik.

Menurut Yogi Sugito salah satu ahli ekologi Brawijaya sekaligus penasehat MAPORINA (Masyarakat Pertanian Organik Nasional) mengatakan bahwa Tanaman dalam menyerap unsur hara dalam bentuk ion-ion anorganik. Jadi bahan organik yang digunakan untuk pupuk harus terlebih dahulu dirombak menjadi senyawa anorganik. Perombakan bahan organik menjadi senyawa anorganik melibatkan organisme perombak seperti cacing, semut, serta mikro organisme.

Tetapi dalam pelaksanaan Pertanian organik tidak lepas dari pengendali hayati dan mikroorganisme pengurai. Pada kondisi seimbang antar organisme dapat bekerja dengan baik dan tidak adanya dominasi . Tetapi ketika di lapang, pemanfaatan organisme selayaknya menggunakan pupuk dan pestisida anorganik yaitu denngan pemberian organisme ketika penanaman. Maka akan terjadi ketidak-seimbangan lagi, dan akibatnya muncul Hama, Penyakit dan

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

krisis tanah lagi.Seperti jawaban yang diberikan

Indonesian Center of Biodiversity and Biotechnology (ICBB) yang berada di Bogor bahwa mikroba yang didapat dari import dari berbagai produk saprodi tidak memiliki kecocokan dari segi lingkungan. Sehingga meskipun ditempatkan dalam lahan d i Indones ia t idak dapat berkembangbiak secara maksimal, lebih-lebih dapat mati. ICBB sendiri telah mengamati penelitian yang dilakukan oleh organisasi independen menghasilkan bahwa mikroba import tidak dapat berkembang baik skala laboraturium dan lapang. Dalam dunia internasional, mikroba yang baik digunakan adalah mikroba yang menyatu dengan alam. Mikroba yang didapat dari lokal dari daerah i tu sendir i yang mudah beradaptasi dengan linkunganya.

Jika petani harus melakukannya berulang-ulang berarti bukan mikroba yang mengambil peran utama tetapi bahan pembawanya. Jika demikian maka tidak ada bedanya dengan penambahan pupuk kimia ataupun bahan organik. “ S e b e n a r n y a t a n p a d i t a m b a h m i k r o o r g a n i s m e i t u s u d a h a d a , penambahan bahan Organik itu untuk menyakinkan saja” Atce Hikmat, Kepala Sub Direktorat Jendral Tanaman Sayuran Jakarta.

Ketidak-mengertian tentang pertanian organik inilah yang menyebabkan kerancuan ketika di lapang. Adanya beda persepsi dan dengan perilaku yang sama akan dapat menyebabkan ketergantungan terhadap produk dan yang terjadi adalah konsumerisme saprodi oleh petani.

Udin

pakah memang sudah menjadi garis takdir,petani harus tergantung dan Amenjadi obyek para kapitalis. Sejak

adanya revolusi hijau pemerintah melegalkan perusahaan-perusahaan asing untuk menjual produk-produk saprodi pertanian. Demi untuk mendapatkan bantuan dari luar negeri. Pemerintah mendukung dengan BIMAS ( Bimbingan Masyarakat ) untuk memberikan doktrin-doktrin penggunaan-penggunaan saprodi dengan Panca usaha taninya. Pemilihan Bibit unggul, Pengolahan tanah, Pemupukan, pengairan, Pemberantasan hama tak lebih adalah untuk membuat tanah menjadi rusak, varietas lebih banyak menyerap unsur hara dan tidak tahan. Jika tidak maka dengan aparat negaranya untuk melakukan pencabutan atas tanamannya seperti kasus di Solo.

Revolusi hijau juga merupakan tindakan

pembodohan bagi petani. Pembodohan petani berlangsung puluhan tahun. Sehingga membuat petani yang awalnya mandiri menjadi lupa dengan teknologi yang mereka punya. Akibatnya petani harus membeli pupuk, benih dan sarana lainnya. Hal ini membuat petani menjadi sangat konsumtif dan menjadi tergantung kepada produsen saprodi.

Dan sekarang pemerintah menyuarakan pertanian organik. Satu hal yang perlu dicermati dari program pertanian organik adalah sebagai pembaharuan ataukah pembodohan yang tiada beda dari revolusi hijau. Terlintas ketika menemui beberapa petani di daerah Mojokerto, Jombang, Malang ditanya masalah pertanian organik adalah tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik melainkan yang ada hanyalah penggunaan saprodi organik. Seperti

keterangan yang berhasil diperoleh dari petani tebu di kecamatan Sooko, Mokokerto, mengemukakan bahwa” pernah memakai pupuk organik sejenis TSP. Pupuk tersebut dibeli dari daerah lain di mojokerto.” Dia m e n j e l a s k a n “ s e l a m a i n i h a n y a menggunakan pupuk urea, ZA, SP saja”.

D i s i n i t e r l i h a t a d a n y a t i d a k sepemahaman tentang pertanian organik itu sendiri. Dengan perilaku yang biasa dilakukan, maka budaya praktis sudah tertanam dengan baik. Ketika adanya serangan hama dan penyakit baru dilakukan pengedalian, dan ketika terlihat adanya gejala defisiensi unsur hara disiram dengan pupuk organik.

Pemahaman yang salah

Pemahaman pertanian organik dilapang berasal dari perusahaan-perusahaan organik

Psikotropika LahanTanpa perubahan perilaku dalam pertanian organik oleh petani. Petani canderung konsumtif dan tidak

mandiri saprodi. Dan sebagai akibatnya Pertanian organik hanyalah Revolusi Hijau II.

Liputan UtamaLiputan Utama

Page 3: Laput 1

yang memiliki cabang di Indonesia. Kali ini bukan pemerintah yang melakukan pembodohan tetapi dari perusahaan memberi pembelajaran dan nantinya akan memberikan pasar buat mereka. Pemanfaatan Program kembali ke alam membuat berbagai pihak mulai untuk putar haluan. Sasaran utama dari program ini adalah petani dengan pertanian organik. Petani mulai diajak kembali untuk menerapkan pertanian organik. Mulai dari sarana produksi seperti pupuk dan pestisida di kenalkan kembali kepada petani. Pertanian organik memiliki tujuan untuk membuat petani menjadi mandiri. Dengan pertanian organik diharapkan petani tidak lagi tergantung lagi dengan produsen pupuk anorganik. Hanya sebagai imposibel belaka.

Meskipun berkeinginan untuk tidak berarah pada ketergantungan pada Saprodi, tetapi ketika pemahaman masih salah karena dianggap sebagai tuntutan pasar. Maka kesalahan dalam aplikasipun terjadi.”pupuk orgnik adalah pupuk daun sebagai support pembungaan. Pupuk ini tidak berbahaya bagi daun, walaupun pemakaiannya berlebihan daun tidak rusak. Tapi kalau pakai pestisida jika kebanyakan bisa merusak daun. Dosis yang saya pakai dengan perkiraan sendiri. Terkadang juga menggunakan pupuk kandang”.

Adalagi pupuk yang biasa dipakai untuk tanaman tebu yaitu tetes. Tetes adalah bahan cair dari sisa cairan dari pengolahan tebu. Cairan ini kemudian dibawa ke pabrik micin, kemudian sisa dari pengolahan ini di bawa ke sawah untuk memupuk tanah.” Kata Pak Giman, salah satu petani yang berhasil ditemui dirumahnya di Dusun watutangi, Kecamatan cukir, Jombang. Dia menjelaskan. dia juga menambahkan bahwa awalnya baunya seperti gula tetapi setelah lama berubah seperti bau tinja. Sedangkan petani jagung di daerah Mojoagung, yang sedang bekerja. Dia mengangkut karung diatas pundaknya.

Dalam wawancara Dia menuturkan “ sedang mengangkut abu yang dicampur dengan kotoran ternak, digunakan untuk menutup lubang tanam”. Setelah diberi pertanyaan tentang pertanian organik dia menjawab “tidak tahu, yang saya tahu cuma setelah lahan diolah biasanya diberi tetes tebu”. Dimana tetes yang dipakai adalah limbah dari sisa pengolahan micin (Mono Sodium Glutamat/MSG).Meskipun pada awalnya dapat menyuburkan tanaman dan dengan hasil yang maksimal.

Benih sulit dicari

P e m e r i n t a h m e m i l i h u n t u k mengembalikan pertanian Indonesia kepada sitem pertanian kuno. Pertanian yang dahulu dianggap tidak produktif dan tidak efisien waktu. Digantikan dengan varietas import yang lebih baik, tetapi ada kendala varitas baru ini boros terhadap unsur hara. Dalam pelaksanaan pertanian organik diharapkan pemakaian varietas lokal, karena hemat unsur hara, sehingga tidak harus menambahkan unsur hara sintetik, juga lebih mudah beradaptasi dengan daerahnya. Tetapi apakah sistem kuno itu dapat diterapkan lagi pada saat ini. Karena sekarang petani sudah tidak memiliki tanaman jenis lokal.

Sul i tnya mencar i var ietas lokal , mengakibatkan petani harus menggunakan varietas baru. Tetapi kelemahan dari varietas baru adalah boros unsur hara, dan bila ingin menghasilkan hasil yang maksimal, harus didukung dengan pupuk. Jika mau penerapan secara organik, harus adanya penambahan saprodi organik. Pertanian organk juga merupakan sistem pertanian yang mahal jika saprodi harus beli. Untuk satu tanaman tomat saja bisa membutuhkan sekitar 5 Kg pupuk kandang, dan jika menggunakan saprodi buatan pabrik hanya butuh beberpa gram. Selain itu juga kandungan pupuk kandang tidak seimbang dari pada pupuk buatan.

“Kalau benih disa produksi sendiri, seperti wortel. Seledri, bunga kol, tapi kobis tidak bisa mas” jelas pak Saiful. Varietas yang baru juga memiliki kelebihan sulit untuk ditanam kembali. Karena itu ketika akan menanam lagi petani akan tergantung pada varietas tersebut tanpa dapat membuat benih

sendiri seperti petani-petani kuno.

Pemerintah lambat

Sosialisasi pertanian organik dan pencanangan Go organik dirasa lambat. Dengan melihat dilapang, petani sebelum dicanangkan sudah mengenal apa itu organik tetapi sebagai pengertian untuk mengunakan produk dari para distributor. Kesan inilah yang melekat dan petani berasumsi mudah untuk berorganik karena tidak adanya perubahan perilaku. “mudah mas untuk organik, sama, jika terkena totol ya tinggal nyemprot, bedanya kalau pakai anorganik tiga hari sekali harus disemprot, tetapi kalau pakai organik bisa seminggu sekali disemprot” jelas salah satu petani di Cangar, Malang ketika ditanya tanggapan mengenai Pertanian organik.

Minimnya adanya penyuluhan dilapang mengenai per tanian organik o leh pemerintah semacam memberi angin segar ketika dicanangkan GO Organik 2010 pada perusahaan saprodi organik. Dan ketika sudah menggunakan produk tanpa didasari pengertian budidaya yang benar, apa bedanya dengan jaman Revolusi Hijau, yang dulu dengan produk anorganik sekarang dirubah produk organik.

Sebetulnya yang harus dilakukan pertama kali untuk menuju kepada kemandirian petani adalah dengan memberikan pengertian serta pelatihan. Karena petani saat ini sudah konsumtif dan lebih cenderung berfikir instan. Mereka tidak mau repot-repot membuat pupuk organik dan lebih suka membeli. Dari pada harus membuat pupuk sendiri mereka lebih memilih beli di toko praktis. Karena kalaupun membuat sendiri bahannyapun harus beli juga. Petani harus diberi pengetahuan mengenai apa saja yang dibutuhkan tanaman. Dengan demikian petani tahu apa saja yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman. Hal yang paling penting dari pertanian organik adalah petani sebagai pengelola mandiri. Disini petani mutlak sebagai manager dalam memenuhi kebutuhan produksi baik kebutuhan benih, bibit serta pupuk. Dengan demikian petani tidak lagi harus mengeluarkan uang untuk membeli saprodi. Sehingga mampu m e n e k a n b i a y a p r o d u k s i u n t u k meningkatkan keuntungan petani.

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

Liputan UtamaLiputan Utama

Tetes. Limbah dari sisa pengolahan micin (Mono Sodium Glutamat/MSG) yang disebut tetes digunakan sebagai penganti pupuk, tanpa difermentasi terlebih dahulu.

DOK. CANOPY/RIYANTO

Pupuk Organik, Dengan

pertanian organik

diharapkan petani tidak

lagi tergantung

lagi dengan produsen

pupuk anorganik dan tidak berarah

pada ketergantunga

n pada saprodi.

DOK. CANOPY

Riyanto

Page 4: Laput 1

Liputan UtamaLiputan Utama

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

ertanian organik merupakan sistem pertanian yang mulai diterapkan hampir di semua negara di dunia. P

Demikian juga halnya dengan Indonesia saat ini juga menjalankan proses menuju sistem pertanian organik. Bahkan tak berapa lama ini Menteri Pertanian Republik Indonesia Anton Apriantono mencanangkan Go Organik 2010. Tidak hanya Anton bahkan Presiden pun mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Berbicara tentang pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama di dengung-dengungkan. Hanya saja Indonesia yang berencana menuju kesana belum sepenuhnya melengkapi perangkat yang diperlukan. Saat ini Indonesia belum punya satandarisasi tentang produk organik, khususnya saprodi pertanian organik. Yang banyak beredar hanya satandarisasi dan sertifikasi saprodi pertanian organik dari lembaga swasta salah satunya seperti Biocert, Scufindo dan NASA. S e d a n g k a n p e m e r i n t a h b e l u m membicarakannya lebih lanjut sampai hari ini. Walaupun sudah ada Badan Standart Nasional) yang memiliki SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai standart yang dikeluarkan BSN.

Demikian pula Pusat Standardisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian memang sudah berupaya merancang dan merumuskan standardisasi pupuk organik, namun belum juga terwujud. Bahkan Departemen pertanian b e k e r j a s a m a d e n g a n D e p a r t e m e n p e r i n d u s t r i a n d a n p e r d a g a n g a n mengeluarkan Keputusan Memperindag No. 140/MPP/kep/ 3/2002 tentang penerapan secara wajib SNI pupuk. Namun pada penerapannya masih belum optimal. Seperti yang disampaikan oleh Nasiqin Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jawa Timur “Untuk SNI belum berjalan secara optimal, Namun sudah di atur dalam keputusan Menteri pertanian”.

Kalau kita melihat pengalaman pada masa orde baru dengan kebijakan Revolusi hijaunya. Saat itu subsidi besar-besaran dikucurkan ke perusahaan-perusahaan pupuk kimia sampai hari inipun kondidinya sama. Seperti yang ditentukan dalam Kep. Memperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003 tentang produsen pupuk antara lain PT. pupuk Siwidjaya, PT. Pupuk kijang. PT. Pupuk kalimantan Timur, PT. Pupuk iskandar muda dan PT. Petrokimia Gresik. Yang disepakati memperoleh subsidi untuk peredaran pupuk an-organik. Sedangkan untuk pengawasannya diatur juga dalam Keputusan Menteri No. 237/Kpts/OT. 210/4/2003 tentang pedoman pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk an-Organik. Walaupun pada aplikasinya masih banyak yang lolos dari pengawasan pemerintah.

Berbeda halnya dengan saprodi organik dimana sampai saat ini belum ada aturan yang j e l a s . A d a k e k h a w a t i r a n d e n g a n diterapkannya kebijakan Go Organik 2010 akhirnya mengenai saprodi pertanian khususnya pupuk organik akan di subsidi sama seperti pupuk anorganik. Akhirnya kembali lagi petani hanya sekedar menjadi konsumen hanya berganti produk saja yang sebelumnya anorganik menjadi organik. Banyaknya kasus pemalsuan produk-produk organik di lapang pun menjadi indikasi mulai bergeliatnya pasar saprodi organik. Akhirnya yang menikmati hanya pemegang modal, kembali lagi yang kuat yang menang dan petani hanya akan menjadi objek yang semakin menggembungkan mereka.

Kenyataannya di lapang kebanyakan petani hanya tahu tentang organik bagian kulitnya saja sehingga ada persepsi jika menggunakan pupuk organik dan pestisida organik sudah dikatakan pertanian organik. Sedangkan pemahaman sesungguhnya tentang organik yang pada intinya di Indonesia merubah sikap petani malah tidak tercapai. Seperti yang diungkapkan Hartono Sekjen KTNA pusat “ Merubah sikap petani itu tidak mudah, Berbeda dengan teknologi yang dengan mudah bisa dibeli”.

Indonesia saat ini memang sedang giat-giatnya membicarakan pertanian organik. Kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan Saprodi organik seperti pestisida organik dan pupuk organik. Sehingga saat ini banyak beredar saprodi pertanian dengan label Organik. Namun realitas ini belum didukung oleh keseriusan pemerintah untuk mengatasinya. Sosialisasi pertanian organzik yang diharapkan bisa

diterima dengan optimal dari pemerintah akhirnya terdahului para pemegang modal. Akibatnya di lapang yang banyak beroperasi bukanlah PPL akan tetapi sales produk yang berbicara mengenai organik padahal ujung-ujungnya untuk menjual produknya. Apalagi saat ini yang selama ini bertugas untuk menyampaikan pada petani seperti PPL sudah mulai tersisihkan Mulai tahun 2005 ini PPL sudah diserahkan daerah, Menurut Hartono selaku sekertaris jendral KTNA pusat menyatakan “PPL lima tahun lagi sudah tidak ada, karena sekarang ini h a n y a m e n u n g g u m a s a p e n s i u n ” . Rencananya menurut Hartono PPL nantinya akan masuk ke BTP (Balai Teknologi Pertanian) untuk wilayah Jawa Timur, karena untuk sementara ini hasil penelitian Balai Penelitian tidak sampai karena tidak ada jalurnya.

Nantinya BTP akan menjadi pusatnya PPL di Jawa Timur atau bisa disebut juga sebagai Balai Informasi Petanian. Akhirnya PPL akan menjadi semacam konsultan dimana setiap info yang diharapkan harus dihargai dengan uang. Akhirnya informasi pertanian akan menjadi barang komersil. Yang seharusnya peran PPL sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk menyampaikan informasi kepada petani tergantikan, entah konsep apa lagi yang akan menggantikan PPL ini belum jelas. Walaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri saat dialog interaktif dengan petani pada saat sosialisasi kebijakan Revitalisasi pertanian perikanan dan kehutanan menjanjikan kebangkitan PPL kembali.

Tidak hanya permasalahan sosialisasi

Pertanian OrganikSekedar Latah Ataukah Komitmen ?Pertanian OrganikPertanian organis lebih dari sekedar pasar organis dan standar-standar, pertanian organis adalah sebuah pendekatan untuk lebih mengerti hubungan antara manusia dengan bagian alam lainnya. Beberapa segi pertanian organis tidak pernah dapat ‘distandarkan’, sebagaimana alam sendiri tidakpernah mengikuti standar apapun..”( Gunnar, Presiden IFOAM)

Panen, Permasalahan klasik petani sering tidak mengetahui apa yang harus dilakukan pasca panen sering mengalami kesulitan pasar.

DOK. CANOPY/ UDIN

Page 5: Laput 1

Liputan UtamaLiputan Utama

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

Undang-undang pun menjadi hanya sekedar tulisan yang disimpan rapi di etalase. Walaupun dalam undang-undang Budidaya pertanian no 12 tahun 1992 pada pasal 20 ayat 1 tentang pengendalian hama terpadu namun aturan mengenai pertanian organik sendiri belum termaktub secara implisit. Sehingga tidak heran jika banyak kalangan yang berkepentingan untuk mensosialisasikan pertanian organik pemahamannnya berbeda-b e d a d a n m e n y e s u a i k a n d e n g a n kepentingannya masing-masing.

Pasar Organik Masih Lemah

Permasalahan klasik pertanian Indonesia adalah pasar. Hampir setiap musim panen petani kita mengalami jatuh harga karena suplai produk yang melimpah sedangkan penawaran rendah. Lahirnya pertanian organik di Indonesia inipun kebanyakan pakar menyatakan bahwa karena tuntutan pasar. Nasiqin pun juga menyatakan bahwa Indonesia masuk pada pertanian organik karena adanya tuntutan pasar. Indonesia saat ini menghadapi pasar bebas. Dimana dalam pasar tersebut kita bersaing dari segi kualitas.

Negara A misalnya bisa menolak produk dari negara lain, karena indikator tertentu yang sudah ditentukan oleh negara tersebut. Seperti halnya produk organik indikator umumnya adalah produk tersebut tidak mengandung residu kimia berbahaya melebihi ambang batas berbahaya. Demikian pula tidak mengandung hama penyakit ikutan dalam produknya. Pada dua ketentuan ini saja tidak semua produk pertanian dari Indonesia bisa lolos. Seperti Ekspor paprika Indonesia ke Taiwan di tolak karena negara tersebut membuat ketentuan mencegah masuknya 9 jenis lalat buah. Sedangkan saat itu diindikasikan ada 3 jenis lalat buah tersebut di Indonesia. Tiga jenis lalat buah tersebut adalah Bactrocera papaye, Bactrocera sonata, Bactrocera colembola. Padahal saat itu importirnya menyatakan bersih dari 3 jenis hama tersebut. Karena fasilitas alat pendeteksi yang dimiliki Taiwan lebih teliti daripada Indonesia.

Permasalahan labelisasi juga menjadi hal yang serius untuk ditangani. Indonesia sendiri untuk labelisasi merujuk pada ketentuan IFOAM. Produk organik ini harus dilabel sesuai dengan aturan dalam Codex General Standard for the Labelling of Prepackaged Food. Pelabelan dan pengakuan produk organik yang merujuk pada cara-cara produksi organik Sampai saat ini Departemen Pertanian membuat label produk organik yang disebut label prima 1, prima 2 dan prima 3. Khususnya di Jawa Timur ada segmentasi tersendiri oleh karena di bentuk Otoritas Kompeten yang nanti bisa melabel prima 3 dan prima 2. Namun sampai saat ini labelisasi ini dalam pelaksanaannya belum optimal karena kebijakan ini baru diterapkan. Untuk permasalahan ekspor impor Indonesia mengacu pada pada prinsip kesetaraan dan transparansi seperti ditetapkan dalam IFOAM Basic Standard 2002, Codex Principles for Food Import and Export Inspection and Certification (CAC/GL 20-1995) dan SNI 01-6729-2002.

Pasar produk pertanian organik untuk Indonesia masih belum ada kepastian. Karena ternyata produk organik dari Indondesia ini belum 100 % murni organik. Sehingga banyak produk organik kita yang tidak memenuhi

standart ketentuan dari negara pemesan. Sedangkan kebanyakan negara-negara pemesan/importir menginginkan produk pertanian organik murni. Hal ini sulit dilaksanakan karena disamping ada p e r m a s a l a h a n w i l a y a h y a n g j a d i pertimbangan juga tentang produksi yang belum bisa dipastikan.

Permasalahan wilayah ini mencakup kondisi tanah dan lingkungan di Indonesia yang sudah banyak terkontaminasi oleh bahan kimia saprodi pertanian dan kondisi iklim di Indonesia yang merupakan negara tropis. Seperti yang disampaikan oleh Nasiqin bahwa yang diperhatikan dalam pertanian organik ini adalah kesejahteraan petani. “Khawatir kalau tidak sempurna akhirnya produktivitas menurun. Karena Jawa Timur merupakan propinsi penyokong terbesar dari stok pangan nasional sekitar 18-20 %. Kehawatirannya jika pindah semua ke organik produksinya bisa turun drastis”, tambahnya. Sehingga saat ini pemerintah hanya menfasilitasi daerah-daerah yang potensi untuk mengembangkan pertanian organik.

Fair Trade Jadi Tawaran

Pada akhir 2001, empat organisasi internasional berkumpul bersama dengan nama FINE : FLO (Fair Trade Labeling Organisasion), IFAT (Internasional Federation For AlternatifTrade), NEWS! (Network of European World Shops); EFTA (European Fair Trade Association). Mereka meletakkan dasar-dasar bagi konsolidasi gerakan fair trade dan menerima prinsip-prinsip bagi kerjasama fair trade yang lebih baik’ Mereka sepakat mengenai definisi umum, tujuan-tujuan umum dan prinsip-prinsip dasar bagi fair trade. Lalu, mereka menilai bahwa para produsen, importir, outlet-outlet (seperti pengecer fair trade) dan lembaga sertifikasi.

Konsep fair trade dengan mengandalkan adanya saling pengakuan antara penjual dan pembeli mengenai kualitas produk masing-masing. Konsep ini sudah dilaksanakan oleh negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang. Dimana kebanyakan petaninya adalah petani pemilik yang sudah maju sistem pertaniannya. Untuk Indonesia dengan kondisi petani yang rata-rata kepemilikan lahannya kurang lebih 0, 25 ha, pelaksanaan konsep ini masih perlu pemikiran lebih lanjut dan proses yang panjang.

Tantangan pertanian organik di Indonesia cukup besar. Tidak hanya permasalahan kebi jakan makro yang dike luarkan pemerintah. Akan tetapi juga bagaimana proses pendidikan pada petani untuk memberikan pemahaman tentang pertanian organik yang sebenarnya. Karena selama ini petani kita sudah terbiasa dan sudah membudaya menerapkan konsep revolusi hijau melalui intensifikasi pertaniannya. Sehingga sepertinya tidak pas kalau tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestidida. Ada semacam sugesti dalam pemikiran kita mengenai pemakaian pupuk dan pestisida kimia.

Indikasi adanya instanisasi sistem pertanian organik juga harus jadi perhatian Karena kalau sampai ada pemahaman yang keliru akhirnya perilaku petani akan sama saja seperti saat diterapkannya revolusi hijau. Hanya menjadi pelaku namun esensi yang sebenarnya tidak dipahami. Pertanian organik

akhirnya hanya menjadi sebatas kelatahan Indonesia saja untuk bersaing dalam kancah pasar internasional sedangkan komitmen yang sebenarnya untuk membangun pertanian di Indonesia tergadaikan.kembali.

Nuril

Atje Hikmat,

Produk KitaMasih Aman

Tanpa Organik“

“ o organic 2010 yang dicanangkan Menteri Pertanian tentu akan Gmembuat perubahan besar pada

dunia pertanian Indonesia. Baik dari kebiasaan petani hingga potensi pasar yang akan menampung produk organik itu sendiri. Sistem ini berawal dari isu lingkungan dan kesehatan yang mengarah kepada keberlajutan fungsi lahan yang hampir rusak karena efek dari residu pestisida. Kali ini ditawarkan untuk menggunakan pestisida dan pupuk organik yang dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kerusakan.

Namun apakah penggunaan sistem ini benar-benar mampu menyelesaikan masalah pasar, kesehatan, lingkungan maupun kemandirian petani. Berikut ini wawancara CANOPY dengan Atje Hikmah yang sekarang menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Jendral Tanaman Sayuran Jakarta yang memberi tanggapan atas kebijakan tersebut.

Lahirnya konsep organik dari isu kesehatan, kalau Indonesia seperti apa ?

Untuk negara-negara maju memang isu kesehatan. Indonesia menyambut pasar, Deptan dibawah Dirjen pengolahan dan pemasaran hasil pangan serta direktur pengembangan usaha yang mula i melemparkan program go organic 2010. Kita menyambut dari segi ketersedian pangan, Indonesia harus berpikir dua kali (untuk go organic 2010).

Konsep SPB ( Sistem Pertanian Berkelanjutan) yang diterapkan pertama kali BAPPENAS seperti apa ?

Kalau yang diterapkan BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, red.) dalam artian PHT, terkadang orang diluar perlidungan tanaman yang m e n e r j e m a h k a n s a k l e k ( p a t e n ) pengendalian hama terpadu seolah-olah hanya hamanya saja yang dikendalikan. Padahal konsep PHT dari persiapan bahan, pembenihan sampai budidaya dan apabila hama telah melebihi ambang batas, baru diaplikasikan. Itupun tidak dianjurkan menggunakan pest is ida melainkan menggunakan agen pengendali hayati. Karena itu saya mengangap sistem berkelanjutan dari BAPPENAS itu adalah PHT.

Page 6: Laput 1

Liputan UtamaLiputan Utama

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

Kedepan jika benar benar diterapkan sistem PHT seperti apa ?

Kita terus mengembangkan dan untuk saat ini kita telah mengarah pada labelisasi Trisakti, dan untuk Deptan telah bekerjasama dengan pemerintah belanda yang mengarah pada sertifikasi tadi, dan telah ada petugas daerah yang dilatih.

Kearah perkembangan hortikultura prospek kedepan seperti apa karena ada sistem PHT ?

Kita harus tetap komitmen karena PHT telah masuk dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 No. 20 ayat 1 dan 2 dimana perlindungan tanaman dilakukan dengan sistem PHT. Disamping Undang-Undang kita sudah ada PP yang mendukung itu.

Seperti apa, Pandangan umum Anda tentang pertanian organik?

Sebenarnya tidak menolak, dalam artian semua usaha pertanian yang dihasilkan berupa produk organik. Sedangkan yang menyangkut residu, semua yang mengarah pada akrab lingkungan adalah organik. Intinya pestisida dan pupuk buatan pada akhirnya memunculakan kekhawatiran pada residu. Bila dilihat pada pemantauan residu pada tahun 2001 tidak terdeteksi residu pada sayuran kita contoh pada sayuran kita dari 18 sampel, hanya dua yang terdeteksi dan itu pun dibawah batas. Sedangkan sekarang organik telah didengung-dengungkan dan Deptan (Departemen Pertanian) dengan ‘Go organic 2010’. Pada kenyataannya sekarang organik berkembang bila ada pasar. Sedangkan untuk permasalahan sertifikasi ada syarat tertentu contoh tanaman pangan minimal 2 tahun ditanam baru mau diregestrasikan organik dan lepas dari yang non organik. Ini baru proses transisi dan produknya belum organik.

Kalau dari segi teknis, seperti apakah pertanian organik itu?

Mungkin sekian ton akan menyamai, karena penggunaan pupuk organik mempengaruhi mikroorganisme seperti Trichoderma, Gliocladium. Dan sebenarnya tanpa ditambah pun di tanah sudah banyak mikroorganismenya, dan penambahan itu

sebenarnya cuma agar lebih yakin dan bersifat untuk menambah populasi mikroorganisme dalam tanah. Penggunaan pupuk organik juga membuat tekstur tanah menjadi baik dan kesuburan mikroorganisme subur. Pertanian organik yang berkelanjutan dan konsepsi b e r k e l a n j u t a n i t u s e n d i r i t i d a k mengharamkan pestisida, karena pestisida ada yang sudah nabati, sedang pestisida yang dikurangi adalah dari kimia sintesis.

Bagaimana persiapan go organic 2010 ?

Kalau masalah persiapan kita akui sebelum itu (Go Organik, red.) telah jauh di laksanakan di PHT sekarang tinggal mengembangkan UPT dan pendukung kearah sana sudah ada. Istilahnya tinggal mengkoordinasikan pihak-pihak terkait. Dan sekarang telah mulai dirintis PSA (Pusat Standarisasi dan Akriditasi) Deptan telah mengarah pada labelisasi.

Menurut bapak mungkinkah pertanian organik yang diterapkan untuk skala luas?

Mungkin bisa, tapi kita negara tropis tidak diputus oleh musim seperti di negara sub tropis seperti adanya salju membuat beberapa OPT (Organisme Pengganggu Tanaman, red.) mandeg. Kalau kita sebagai negara tropis walaupun ada hujan tetap bisa terus (OPT terus aktif, red.), Sedangkan konsepsi PHT di negara tropis adalah tidak menolkan penggunaan pestisida, tapi menekan penggunaannya.

Pupuk organik bisa dikembangkan di Indonesia dan perkembangannya naik terus. Akan tetapi perkembangan produk yang tersedia bisa dilihat dioutlet-outlet mall, selama 5 tahun tidak ada perkembangan nyata dari organik dan ini cerita 3 tahun lalu. Sebenarnya di tropis ada untung ruginya, ruginya semua OPT bisa sepanjang musim terus ada. Sedangkan untungnya pestisida dengan adanya matahari dan hujan terdegradasi cepat.

Seandainya kita benar-benar go organic 2010 bagaimana dengan produk-produk anorganik ?

Peluang menuju kesana ada, tapi tidak sepenuhnya . Karena kita menghadapi kebutuhan pangan yang masih kurang. Sekiranya kita harus melihat plus dan minusnya. Sebenarnya produk kita masih aman dan tanpa organik pun kita masih kurang pangan tapi jika ada yang menjamin peningkatan hasil saya juga belum tahu. Akan

tetapi pada tahap awal mungkin belum tapi tahap selanjutnya ada kemungkinan.

Bagaimana jika dikaitkan dengan kondisi petani saat ini?

Sebenarnya kita tidak mudah merubah kebiasaan petani seperti membalikkan telapak tangan, karena ada kekurangan pemerintah yang mungkin kita akui. Dan seandainya pertanian berhasil menerapkan sistem PHT ini siapa yang akan menjamin pasarnya, serta harus ada nilai tambah untuk produknya dan jangan sampai terkesan pada saat panen bersama harga menjadi jatuh, padahal petani telah menerapkan sistem PHT.

Bagaimana menurut Bapak tentang saprodi khususnya pupuk organik yang semakin banyak beredar?

Memang sekarang ada trend dan ada pasar kearah sana (organik. Red).

Bagaimana menurut Anda tentang kemandirian petani?

Untuk petani seharusnya mendapat nilai plus misal harga lebih tinggi untuk produk organiknya, maka petani akan tertolong, karena orientasinya sekarang harus pasar dan petani sekarang telah berpikir bukan apa yang kami bisa produksi akan tetapi apa yang kami bisa jual dan berapa yang kami bisa jual sehingga dalam pengaturan petani tahu mau tanam apa dan mestinya ia harus mengetahui keadaan pasar, akan tetapi disini juga petani sering mengikuti pasar bukan membuat pasar.

DOK. CANOPY/ ENDRA

Endra

Ir. Toto Himawan MS

Pertanian Organik itu

Butuh Proses

“ertanian di Indonesia kondisinya memang cukup ironis. Tercatatnya negara ini sebagai negara yang bisa P

swasembada beras pada tahun 1984 ternyata hanya sebatas eksistensi. Hal ini tampak karena biasanya negara agraris tidak akan pernah kelaparan di Indonesia malah semaliknya. Mencuatnya kasus busung lapar di daerah surplus pangan harus dijadikan cambuk. Berbagai konsep sudah coba diterapkan mulai revolusi hijau, coorporate farming, sampai akhirnya muncul kebijakan baru Go Organic 2010, wajar j ika dipertanyakan. Karena kegagalan pada sebelumnya harus dijadikan pelajaran berharga. Demikian pula dengan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian Anton Apriantono tentang Go Organic 2010. Sudah siapkah petani kita dengan konsep tersebut dan apakah komponen pendukunnya juga sudah siap?

Menanggapi hal tersebut Ir. Toto Himawan MS. salah satu dosen Fakultas pertanian sekaligus Kepala PKPHT (Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu) Universitas Brawijaya berpendapat. Berikut hasil wawancara reporter canopy dengan pakar ahli Pengendalian Hama Terpadu ini.

Pandangan Bapak mengenai kebijakan go organic 2010 sebenarnya seperti apa ?

Pemerintah mencanangkan itu, tetapi bagaimana kesiapan di tingkat petani, jangan kemudian mencanangkan Go Organic 2010 namun tidak terdapat pengawalan terlebih dahulu. Jadi sebelumnya perlu ada pembinaan terhadap petani terlebih dahulu.

Bagaimana mengenai sertifikasi pertanian organik?

Ada beberapa sistem pertanian selain pertanian organik, diantaranya adalah Good Agricultural Practice (GAP), Integrated Pest Management (IPM), Sistem Pertanian Berkelanjutan (SPB), kalau mau sertifikasi yang disertifikasi prosesnya bukan final

Page 7: Laput 1

produk yang dianalisa.

Bagaimana dengan produk yang terdapat di supermarket bukankah juga terdapat penyeleksi produk-produk pertanian organik?

Permasalahannya begini, kondisinya di Jawa Timur sendiri belum terdapat pengkhususan terhadap produk-produk organik, umumnya produk-produk tersebut dicampur dengan produk pertanian konvensional, kalaupun ada mungkin ya Carrefour. Sehingga harga antara pertanian organik dan konvensional tidak jauh berbeda.

Mengenai keberadaan badan sertifkasi saat ini seperti apa ?

Indonesia belum mempunyai badan sertifikasi, malah saya dikabari yang namanya Pusat Sertifikasi dan Akreditasi (PSA) milik Departemen Pertanian sudah dibubarkan.

Bagaimana mengenai banyaknya standarisasi yang dikeluarkan oleh badan-badan sertifikasi seperti Biocert dan Scufindo ?

Awalnya Scufindo itu laboratorium, karena isu organik yang mencuat maka Scufindo mengajukan diri menjadi badan sertifikasi ke pemerintah. Ada juga embrio dan Biocert, dimana anggotanya dari LSM, akademisi, produsen, dan konsumen. Karena PSA bubar sehingga lembaga-lembaga ini belum terakreditasi.

Ada atau tidak standarisasi dari pemerintah ?

Untuk saat ini belum ada, sehingga semuanya berkiblat pada lembaga-lembaga sert i f ikasi swasta . Sehingga adanya Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) pun akhirnya sama saja.

Hal yang perlu diperhatikan di dalam standarisasi itu apa saja?

Proses, katakanlah sejarah lahannya, asupan (pemberian) pupuk, benih, dan air yang terkontaminasi bahan-bahan anorganik.

Melihat kondisi petani saat ini, upaya apa yang ditempuh untuk mengubah perilaku petani?

Kalau saya sekolah lapang (SL), karena SL menyangkut pemberdayaan dan perubahan perilaku petani yang bisa dilaksanakan secara kontinyu selama satu musim tanam. SL ini adalah program dari Dinas Pertanian.

Perkembangan pertanian organik di

Indonesia seperti apa?

Minat akan beralih ke organik sebenarnya sudah ada, namun karena bermunculannya pabrik-pabrik pupuk maupun pestisida organik menjadikan petani menjadi tergantung. Kalau perkembangan permintaan masih banyak, hanya di basis produksi yang belum kuat. Di sektor pangan pun ternyata masih beras saja. Justru yang masih kurang adalah pemahaman mengenai pertanian organik dari petani. Pernah saya jumpai di daerah Banyuwangi petani di sana sudah melaksanakan pertanian organik padi selama 6 tahun, mereka memakai azolla sebagai pupuk. Tetapi akhirnya ditanami tembakau, dan kita tahu sendiri hama penyakit di tanaman tembakau itu banyak. Sehingga diragukan kualitas padi organiknya.

Melihat kondisi ini apakah Indonesia bisa go organic 2010?

Kalau ada lembaga yang menjamin untuk organik mungkin bisa.

Kalau sekarang tidak segera dimulai apa bisa tercapai go organic 2010, sekarang saja tahun 2005 sudah hampir berakhir. Karena kita tidak bisa langsung berubah secara drastis dari konvensional langsung menjadi organik, kita butuh proses. Katakanlah mengurangi ketergantungan petani pada pupuk-pupuk kimia sedikit demi sedikit selama 3 tahun, selanjutnya selama 2 tahun masa sertifikasi.

Sosialisasi pemerintah pada petani seperti apa?

Saya kurang tahu mengenai sosialisasi yang dilakukan dinas-dinas, tetapi saya memandang sepertinya kepala dinas di Jawa Jimur agak kurang sreg dengan pertanian organik. Oleh karena itu kami sendiri (PKPHT) waktu mengadakan sosialisasi tidak membicarakan pertanian organik namun Sustainable Agriculture yang t idak menggunakan bahan-bahan kimia.

Apa langkah yang Bapak lakukan melihat kondisi dari pemerintah sendiri yang belum membentuk badan sosialisasi kepada petani?

Gerak kami hanya di lingkup Jawa Timur saja, untuk saat ini kami sudah mencoba ke dinas-dinas dan beberapa Pemda di Banyuwangi, Blitar, Madura, untuk memasukkan pertanian berkelanjutan yang mengarah pada pertanian organik.

C A N O P Y | E D I S I X L V I I A g u s t u s 2 0 0 5 Visi Pembangunan Pertanian Indonesia

Liputan UtamaLiputan Utama

Yoggi

DOK. CANOPY/ YOGGI