Lapsus Tinea Capitis

26
BAB I PENDAHULUAN Infeksi jamur dapat bersifat superfisial, subkutan, atau sistemik, tergantung dari karakteristik organisme dan pejamu. Dapat dibagi menjadi infeksi jamur yang dapt menginduksi respon inflamasi seperti yang disebabkan oleh dermatofit, dan infeksi jamur yang tidak menghasilkan reaksi inflamasi sampai minimal, seperti yang disebabkan oleh piedra (Verma, 2008). Infeksi jamur superfisial meliputi dermatofitosis, candidosis, dan berbagai infeksi non dermatofit pada kulit dan kuku, seperti dermatomikosis yang disebabkan oleh spesies Scytalidium dan onikomikosis yang disebabkan oleh cendawan non dermatofit lainnya. Beberapa jenis fungi yang dapat menyebabkan infeksi ini dapat ditemukan di lingkungan, tetapi lainnya, seperti Candida albicans dan Malassezia spp., tergantung pada manusia sebagai pejamu serta merupakan bagian dari flora normal di kulit dan organ pencernaan (Hay, 2010). 1

description

Laporan kasus

Transcript of Lapsus Tinea Capitis

Page 1: Lapsus Tinea Capitis

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi jamur dapat bersifat superfisial, subkutan, atau sistemik,

tergantung dari karakteristik organisme dan pejamu. Dapat dibagi menjadi infeksi

jamur yang dapt menginduksi respon inflamasi seperti yang disebabkan oleh

dermatofit, dan infeksi jamur yang tidak menghasilkan reaksi inflamasi sampai

minimal, seperti yang disebabkan oleh piedra (Verma, 2008).

Infeksi jamur superfisial meliputi dermatofitosis, candidosis, dan

berbagai infeksi non dermatofit pada kulit dan kuku, seperti dermatomikosis yang

disebabkan oleh spesies Scytalidium dan onikomikosis yang disebabkan oleh

cendawan non dermatofit lainnya. Beberapa jenis fungi yang dapat menyebabkan

infeksi ini dapat ditemukan di lingkungan, tetapi lainnya, seperti Candida

albicans dan Malassezia spp., tergantung pada manusia sebagai pejamu serta

merupakan bagian dari flora normal di kulit dan organ pencernaan (Hay, 2010).

Dermatofit termasuk pengelompokan jamur secara taksonomis.

Kelompok ini mampu membentuk perlekatan dengan keratin dan

menggunakannya sebagai sumber nutrisi sehingga mempermudah kolonisasi pada

jaringan yang mengandung keratin, seperti stratum korneum epidermis, rambut,

kuku, dan jaringan tanduk pada hewan (Verma, 2008).

Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan Microsporum,

Trichophyton dan Epidermophyton. Organisme-organisme ini adalah yang disebut

dengan kelompok dermatofit, merupakan bagian dari jamur tanah patogen bersifat

1

Page 2: Lapsus Tinea Capitis

keratinofilik. Microsporum dan Trichophyton adalah patogen manusia dan hewan.

Epidermophyton adalah patogen manusia. Sistem klasifikasi dermatofit yang

tersering digunakan adalah Zoofilik, Antropofilik, dan Geofilik. Sistem klasifikasi

ini juga berkaitan dengan patofisiologinya. Dapat dilihat di bawah ini :

a. Zoofilik : dermatofit yang banyak ditemukan pada hewan, tetapi

dapat ditransmisikan ke manusia

b. Antropofilik : dermatofit yang terutama ditemukan pada manusia dan

sangat jarang ditransmisikan ke hewan.

c. Geofilik : dermatofit yang banyak ditemukan di tanah. Dapat

menginfeksi hewan dan manusia.

(Institute for International Cooperation in Animal Biologics, 2005)

Distribusi geografis dan pejamu berbagai jenis dermatofit dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

2

Page 3: Lapsus Tinea Capitis

Sumber : Hay, 2010

Pada spesies antropofilik, infeksi akan mengakibatkan reaksi radang

ringan dan kronis serta kambuh-kambuhan. Spesies zoofilik dan geofilik

mengakibatkan reaksi radang hebat, akut, dan sembuh sepenuhnya serta jarang

kambuh. Manifestasi reaksi radang sendiri tegantung pada tempat infeksi,

imunitas penderita, vilus folikel sebagai reservoir hingga sering kambuh, Hanya di

lapisan keratin oleh karena adanya serum faktor penghambat jamur dermatofit

memasuki ruangan ekstravaskuler yang berfungsi melindungi jaringan sehingga

mencegah penetrasi ke lapisan lebih dalam (Suyoso, 2005).

Tinea kapitis, atau juga diebut scalp ringworm, adalah infeksi jamur

superfisial pada kulit kepala, alis mata, dan bulu mata. Dapat disebabkan oleh

semua jenis dermatofit kecuali Epidermophyton floccususm dan Trycophyton

concentricum (James, 2002). Lebih dari 90% kasus tinea kapitis disebabkan oleh

Tricophyton tonsurans, yaitu jamur yang menginfeksi rambut dan dapat

3

Page 4: Lapsus Tinea Capitis

menyebabkannya menjadi mudah patah. (Fort Carson Army Hospital, 2000).

Tinea kapitis banyak ditemukan padan anak-anak berusia kurang dari 10 tahun,

kejadian terbanyak adalah pada rentang usia 3-7 tahun. Predileksi usia ini diyakini

sebagai akibat dari adanya pityrosporum orbiculare yang merupakan flora normal,

serta dari properti fungistatik rantai pendek dan medium pada asam lemak sebum

pubertal. Insidensi spesies fungi spesifik pada tinea kapitis juga memiliki variasi

terhadap jenis kelamin, seperti ketika organisme kausatif adalah Microsporum

andouinii, anak laki-laki lebih banyak terkena daripada perempuan dengan

perbandingan 5:1. Jika organisme kausatif adalah spesies Trycophyton, wanita

dewasa lebih banyak terkena daripada laki-laki (Dayel, 2004).

Tinea kapitis dapat ditemukan dengan beberapa pola klinis, tergantung

pada tipe organisme, tipe invasi rambut, tingkat resistensi pejamu, dan derajat

respon inflamasi. Secara umum, terdapat variasi luas manifestasi klinis, termasuk

status karier asimtomatis. Variasi tersebut dapat berupa few dull, broken off hair

dengan skuama ringan sampai berat, nyeri, dan masa inflamatorik. Pada semua

tipe, tanda cardinal yang khas adalah alopesia dengan beberapa derajat inflamasi.

Limfadenopati servikal atau oksipital dapat ditemukan pada semua tipe tinea

kapitis. Manifestasi klinis yang umum dijumpai adalah :

a. Non-inflamatori atau grey patch

Pola klinis ini terutama disebabkan oleh M.audouinii dan M.ferrugineum.

Penyakit ini disebabkan oleh invasi rambut ectothrix. Lesi berawal dengan

papula eritematosa yang mengelilingi batang rambut; akhirnya menyebar

secara sentrifugal, mengenai folikel rambut di sekitarnya. Biasanya lesi terdiri

dari macula dengan alopesia parsial, bentuk sirkuler, menunjukkan rambut

4

Page 5: Lapsus Tinea Capitis

yang patah, berwarna keabuan, dan rapuh. Juga terdapat skuama yang jelas

dengan inflamasi minimal. Pada infeksi M.canis, gambarannya juga sama

tetapi dengan tanda inflamasi yahng lebih jelas.

b. Black dot dan tipe seperti seboroik

Pola klinis ini terutama disebabkan oleh M.audouinii dan M.ferrugineum.

Penyakit ini disebabkan oleh invasi rambut ectothrix. Lesi berawal dengan

papula eritematosa yang mengelilingi batang rambut; akhirnya menyebar

secara sentrifugal, mengenai folikel rambut di sekitarnya.

c. Kerion

Tipe tinea kapitis inflamatorik, disebabkan oleh organisme zoofilik seperti

T.verrucosum dan T.mentogrophyte atau geofilik seperti M.gypseum.

Manifestasi khas adalah sangat nyeri, terdapat masa, dengan kerapuhan

rambut. Reaksi diperkirakan sebagai akibat hipersensitivitas tipe lambat.

d. Favus

Merupakan pola tinea kapitis yang jarang dijumpai. Disebabkan oleh

T.schonleini. Organisme ini dapat menyerang kulit dan kuku.

(Dayel, 2004)

5

Page 6: Lapsus Tinea Capitis

BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. S

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 7 tahun

Alamat : Sumobito - Jombang

Agama : Islam

Status Perkawinan : belum kawin

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : pelajar

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Pemeriksaan : 5 Maret 2013

II. Anamnesis

Keluhan Utama : timbul borok di kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan

utama timbul borok warna cokelat di kepala sejak 1 bulan yang

lalu, makin melebar. Terasa agak gatal dan lama-kelamaan rambut

di sekitar borok tersebut makin rapuh dan mudah rontok. Pada area

borok dan tepi-tepinya tampak botak. Sudah berobat ke puskesmas,

dan diberi obat minum (lupa nama obatnya), keluhan tidak

6

Page 7: Lapsus Tinea Capitis

berkurang. Sudah pernah diberi obat salep yang dibeli sendiri di

toko.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

DM (-)

HT (-)

Riwayat Atopi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

(-)

Riwayat Sosial :

Higiene, seperti kebiasaan mandi dan cuci rambut kurang terjaga. Ada

hewan peliharaan di rumah.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Hygiene : Kurang

Gizi : Cukup

Nadi dan RR : -

Kepala : sesuai status lokalis

Leher : pembesaran KGB (-)

7

Page 8: Lapsus Tinea Capitis

Thorak : Anemis (-), Ikterus (-), Cyanosis (-), Dyspneu(-)

Aksilla : pembesaran KGB (-)

Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ektremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Lokalis :

- Pada regio : kapitis

Efloresensi : pada pemeriksaan fisik terdapat lesi macula eritematosa

batas tegas, skuama tebal, krusta kecoklatan, alopesia (+), di tepinya

tampak rambut berwarna keabuan dan rapuh, tampak gambaran wheat

field.

8

Page 9: Lapsus Tinea Capitis

IV. Pemeriksaan Penunjang

- Tidak dilakukan pemeriksaan

V. Problem List

Gatal di kepala

Rambut rontok

VI. Resume

Laki-laki, 7 tahun, datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan

utama gatal dan timbul borok tebal di kepala sejak 1 bulan, pada bagian

yang gatal rambut makin rapuh dan mudah rontok, sehingga botak.

Pada pemeriksaan fisik terdapat lesi macula eritematosa batas tegas,

skuama tebal, krusta kecoklatan, alopesia (+), di tepinya tampak rambut

berwarna keabuan dan rapuh, tampak gambaran wheat field. Pasien

sudah berobat ke Puskesmas, dan mendapatkan terapi obat oral, tetapi

lupa nama obatnya. Selain itu, juga sudah diberi salep yang dibeli

sendiri di toko. Karena ditemukan gejala klinis yang mendukung, maka

kasus ini tergolong Tinea kapitis dengan manifestasi klinis grey patch.

VII. Assasement

Tinea Capitis

VIII. DD

- Dermatitis seboroik

- Dermatitis atopik

9

Page 10: Lapsus Tinea Capitis

- Impetigo

- Psoriasis plak

- Pyoderma bacterial

- Folikulitis decalvans

- Perifolikulitis capitis anscedens et suffodiens

IX. Initial Planing

Dx : 1. Pemeriksaan Langsung KOH 10-20%

2. Pembiakan (kultur ) Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) +

Chloramphenicol+cyclohexamide

3. Woods Lamp fluoresensi (+), warna hijau terang

(mycrosporum)

Tx :

Kausatif :

Pengobatan sistemik

o Griseofulvin 20-25mg/kgBB/hari

Pengobatan topikal (sebagai ajuvan)

o Ketozonacole shampoo 2-3 kali

seminggu

Simptomatik : Cetirizin 1 dd 1 tab. Diberikan bila rasa gatal

mengganggu.

Suportif : Menghindari garukan agar lesi tetap kering dan bersih

dan mengurangi resiko infeksi sekunder bakteri.

10

Page 11: Lapsus Tinea Capitis

Mx :

Kontrol 1 minggu lagi untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan

kemajuan penyakit ( keluhan subyektif dan tanda obyektif)

Ex :

- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan

tidak menggunakan peralatan harian bersama-sama.

- Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi

kulit.

- Tidak perlu mencukur rambut

X. Prognosis

Prognosis tinea capitis dapat menjadi bagus jika terapi dan pengobatan

yang dilakukan bagus tetapi rekuren dapat terjadi jika penderita tidak

menjaga kebersihan dan hygiene tempat yang terkena infeksi jamur itu

dengan baik.

11

Page 12: Lapsus Tinea Capitis

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien An.L, 7 tahun, datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Jombang

pada tanggal 5 MAret 2013 dengan keluhan kepala agak gatal, timbul borok yang

meluas, dan pada area yang gatal rambut makin rapuh, mudah rontok, dan botak.

Hal ini sesuai teori Dayel, 2004, bahwa tinea kapitis banyak didapatkan pada

anak-anak di bawah 10 tahun, dengan insidensi tertinggi pada usia 3-7 tahun.

Keluhan yang sering muncul, menurut dayel adalah rasa gatal yang minimal atau

bahkan tidak didapatkan keluhan gatal.

Dari anamnesis didapatkan riwayat pasien kurang terjaga higienitas

dirinya. Kebiasaan mandi dan cuci rambut kurang terjaga dan di lingkungan

rumah terdapat hewan peliharaan. Pasien sudah berobat ke Puskesmas dan diberi

obat minum, tetapi lupa nama obatnya. Selain itu, juga sudah diberi obat salep

yang dibeli sendiri di toko. Dari anamnesis riwayat sosial, didapatkan data bahwa

higiene, seperti kebiasaan mandi dan cuci rambut kurang terjaga. Ada hewan

peliharaan di rumah.

Dari data anamnesis, didapatkan faktor predisposisi dari tinea kapitis

yaitu hygiene personal yang kurang terjaga. Kemudian dari pemeriksaan fisik

didapatkan lesi macula eritematosa batas tegas, skuama tebal, krusta kecoklatan,

alopesia (+), di tepinya tampak rambut berwarna keabuan dan rapuh, tampak

12

Page 13: Lapsus Tinea Capitis

gambaran wheat field. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Verma, 2008

dalam Fitzpatric’s textbook edisi ke 8.

Gambaran Wheat Field

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang

disebabkan jamur golongan dermatofita. Dermatofitosis salah satu

pembagiannya berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang.

Tinea kapitis, atau juga diebut scalp ringworm, adalah infeksi jamur superfisial

pada kulit kepala, alis mata, dan bulu mata. Dapat disebabkan oleh semua jenis

dermatofit kecuali Epidermophyton floccususm dan Trycophyton concentricum

(James, 2002). Lebih dari 90% kasus tinea kapitis disebabkan oleh Tricophyton

13

Page 14: Lapsus Tinea Capitis

tonsurans, yaitu jamur yang menginfeksi rambut dan dapat menyebabkannya

menjadi mudah patah.

Tinea kapitis dengan pola klinis grey patch terutama disebabkan oleh

M.audouinii dan M.ferrugineum. Penyakit ini disebabkan oleh invasi rambut

ectothrix. Lesi berawal dengan papula eritematosa yang mengelilingi batang

rambut; akhirnya menyebar secara sentrifugal, mengenai folikel rambut di

sekitarnya. Biasanya lesi terdiri dari macula dengan alopesia parsial, bentuk

sirkuler, menunjukkan rambut yang patah, berwarna keabuan, dan rapuh. Juga

terdapat skuama yang jelas dengan inflamasi minimal. Pada infeksi M.canis,

gambarannya juga sama tetapi dengan tanda inflamasi yahng lebih jelas.

Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam

jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi

ke dalam jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhan

jamur dengan pola radial di dalam stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi

kulit sirsinar dengan batas yang jelas dan meninggi yang disebut ringworm.

(Cholis M, 2004).

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi

pertahanan tubuh nonspesifik dan spesifik. Pada waktu menginvasi penjamu

(host), jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa

penjamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan penjamu. Selanjutnya

jamur harus mampu bertahan di dalam lingkungan penjamu dan dapat

menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia penjamu untuk dapat

berkembang biak dan menimbulkan reaksi radang. Dari berbagai kemampuan

tersebut, kemampuan jamur untuk menyesuaikan diri, dan kemampuan mengatasi

pertahanan selular, merupakan dua mekanisme terpenting dalam patogenesis

penyakit jamur. (Cholis M, 2004).

Mekanisme imun nonspesifik merupakan pertahanan lini pertama

melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi oleh faktor umum

14

Page 15: Lapsus Tinea Capitis

seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang

mekanik dari kulit dan mukosa, sekresi permukaan, dan respons radang (Hay,

2010).

Produksi keringat dan sekresi kelenjar merupakan pertahanan spesifik,

termasuk asam laktat yang mempunyai pengaruh langsung terhadap penekanan

jamur, dan menyebabkan pH yang rendah untuk menambah potensi anti jamur.

Sekresi yang lain seperti lisozim dalam air mata dan saliva juga mempunyai efek

anti jamur. Perubahan dalam lingkungan mukosa, seperti meningkatnya kadar

glukosa, akan menguntungkan bagi Candida (Hay, 2010).

Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama, produksi sejumlah

komponen kimia yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi organisme.

Komponen kimia ini antara lain ialah Lisozim, Sitokin, Interferon, Komplemen,

dan Protein Fase Akut. Unsur kedua merupakan elemen selular seperti netrofil dan

makrofag, dengan fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel

asing. Makrofag juga terlibat dalam respons imun yang spesifik. Sel-sel lain yang

termasuk respons radang nonspesifik ialah basofil, sel mast, eosinofil, trombosit,

dan sel NK (Natural Killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam

pertahanan melawan infeksi jamur (Hay, 2010).

Gambar Dermatofit

Organisme yang menyebabkan tinea kapitis dapat dilihat pada tabel berikut :

15

Page 16: Lapsus Tinea Capitis

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan, susuai dengan teori adalah pemeriksaan

KOH, Kultur, dan Woods Lamp

Hifa pada M.ferrugineum

Terapi yang diberikan adalah Griesofulvin tab 125 mg 2 dd I. Hal ini

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa terapi tinea kapitis yang disetujui

oleh FDA adalah griseofulvin dengan dosis 20-25 mg/kgBB/hari. Terapi lainnya

yang diberikan adalah ketokonazol shampoo. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa

ketokonazol topikal boleh diberikan sebagai ajuvan. Untuk terapi simtomatis,

diberikan cetirizine 1 dd I, untuk mengurangi rasa gatal.

16

Page 17: Lapsus Tinea Capitis

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus tinea capitiss pada seorang anak laki-laki 7, usia

7 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis borok warna cokelat di

kepala sejak 1 bulan yang lalu, makin melebar. Terasa agak gatal dan lama-

kelamaan rambut di sekitar borok tersebut makin rapuh dan mudah rontok. Pada

area borok dan tepi-tepinya tampak botak.

Kemudian pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi macula eritematosa

batas tegas, skuama tebal, krusta kecoklatan, alopesia (+), di tepinya tampak

rambut berwarna keabuan dan rapuh, tampak gambaran wheat field. Pada

pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena dari anamnesis dan temuan klinis

yang khas sudah mencukupi untuk menegakkan diagnosa disamping itu juga

terdapat keterbatasan pada peralatan medis.

Obat jamur kulit diberikan pada pasien ini berupa terapi sistemik

griseofulvin 3x1. Terapi ketokonazol shampoo diberikan sebagai ajuvan.

Pemberian antihistamin juga dapat diberikan sebagai terapi simptomatis

mengingat pasien ini mengalami gatal-gatal yang tidak tertahankan, yaitu

Cetirizin x 1 sehari. Sebagai terapi suportif pasien harus menjaga kebersihan dan

lesi kulit dijaga tetap bersih dan kering untuk mengurangi infeksi sekunder

bakteri. Pasien diberikan edukasi untuk tidak perlu mencukur rambut.

Pasien juga dianjurkan kontrol seminggu kemudian untuk mengetahui

respon terhadap terapi dan mengevaluasi keluhan subyektif maupun tanda

obyektif yang masih ada. Prognosis pasein ini baik. Penyakit ini dapat sembuh

tetapi perlu adanya edukasi bahwa penyakit ini dapat kambuh kembali jika

imunitas penderita menurun, higiene sanitasi yang jelek. Sehingga penderita

diharuskan menjaga kesehatan dan kebersihan diri

17

Page 18: Lapsus Tinea Capitis

18