Lapsus Dermatitis Atopik
Transcript of Lapsus Dermatitis Atopik
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis
dan berulang, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi
dan eksudasi. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Hal ini dapat
disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali berhubungan dengan
peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan asma
pada penderita atau keluarga. 1,2,3
DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan
prevalensinya meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat
bayi, dan sekitar 50% kasus didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka
panjang dan menetap hingga dewasa pada sepertiga pasienSekitar 70 persen kasus
DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun sebanyak 10 persen kasus
yang dijumpai di rumah sakit dimulai saat usia dewasa. 3,4
Dermatitis atopik dicetuskan oleh sejumlah faktor pencetus. Meliputi
bahan iritan (bahan pakaian yang tidak cocok, air keras), mikroba (khususnya
Staphylococcus aureus), psikologis (khususnya keadaan stres) dan faktor alergi.
Pasien DA seringkali mengalami peningkatan serum IgE dan derajat sensitisasi
yang tinggi terhadap alergen lingkungan, termasuk makanan. Polutan dalam
maupun luar ruangan seperti asam tembakau dapat mempengarugi produksi IgE.
Sebanyak sepertiga anak dengan DA memiliki alergi terhadap makanan.5
Veruka vulgaris, juga dikenal sebagai kutil umum, adalah pertumbuhan
kulit jinak yang disebabkan oleh infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV).
Kutil umum pada masa kanak-kanak dan menyebar melalui kontak langsung atau
autoinoculation.Veruka vulgaris biasanya terjadi pada bagian belakang jari tangan
atau kaki dan lutut. Pengobatan direkomendasikan untuk pasien dengan kutil yang
luas, menyebarkan, kutil yang bergejala atau kutil yang sudah ada selama lebih
dari 2 tahun.Metode pengobatan termasuk agen topikal, suntikan intralesi, agen
sistemik, krioterapi, laser, electrodessication dan eksisi bedah. 7
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : An
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Rambutan dalam no.1450 Ilir Barat II Palembang
B. Anamnesis
Keluhan utama: bintik-bintik merah kehitaman yang terasa gatal di siku
kanan,punggung tangan kanan,paha kanan-kiri, lipat
lutut kanan, mata kaki kanan, belakang telinga kanan,dan
dahi sebelah kanan sejak 1 minggu lalu.
Keluhan Tambahan: kutil di jari telunjuk kiri sejak 3 bulan lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 6 bulan lalu, timbul bintik-bintik merah yang terasa gatal di
siku kanan,telapak tangan kanan,paha kanan-kiri, lipat lutut kanan,
belakang telinga kanan,dan dahi sebelah kanan. Bintik timbul dengan
ukuran kurang-lebih sebesar ujung jarum pentul kecil. Awalnya muncul
bercak merah kecil pada punggung tangan kanan tanpa sebab dan terasa
gatal. Lama kelamaan bercak semakin banyak,muncul di siku kanan, paha
kanan-kiri, lipatan lutut kanan, dahi kanan, serta di belakang telinga
kanan,yang tidak rata dan terasa kasar di kulit. Untuk mengurangi
gatal,pasien sering menggaruknya. Rasa gatal terasa terutama saat pasien
berkeringat. Pasien lalu berobat ke puskesmas, dan diberi obat. Keluhan
gatal-gatal berkurang tetapi bintik-bintik belum hilang.
Satu minggu yang lalu, pasien mengaku keluhan kembali timbul.
Menurut ibu pasien, anaknya sering menggaruk sehingga luka kemudian
3
mengering menjadi seperti koreng. bintik-bintik dirasakan berubah
menjadi lebih kehitaman dari semula, kulit terasa kering dan kasar. Timbul
bintik berupa isi cairan/pecah disangkal. Riwayat demam, mual muntah,
sakit kepala, disangkal. Riwayat kontak kulit dengan bahan-bahan kimia
disangkal.
Riwayat 3 bulan lalu pasien mengeluhkan timbul kutil seukuran
mirip biji jagung di jari telunjuk kirinya. Awalnya kutil tumbuh secara
tiba-tiba, berwarna putih, agak keras. kutil terasa sakit jika menyentuh
sesuatu terutama benda yang keras. Pasien tidak merasakan gatal ataupun
gejala lainnya. Pasien tidak pernah menggunakan salep ataupun obat-
obatan lainnya untuk menghilangkan tonjolan tersebut. Pasien kemudian
berobat ke poliklinik IKKK RSUD Palembang Bari.
Riwayat Alergen:
Pasien mengaku tidak suka mengonsumsi ikan laut karna pernah gatal-
gatal setelah mengkonsumsi.
Pasien tidak mengaku gatal pada kulit selama mandi dengan menggunakan
sabun dan sampo yang biasa dipakai.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Ibu pasien mengatakan waktu anak nya berumur 7 bulan pernah timbul
gatal-gatal di dahi kanan dan belakang telinga, dibawa ke puskesmas lalu
gatal sembuh. Terkadang gatal kembali timbul saat pasien berumur 1
tahun.
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat sering bersin dan pilek disangkal
Riwayat cacar air disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat asma pada ayah pasien
Riwayat penyakit dengan keluhan dan gejala yang sama di dalam keluarga
disangkal
4
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dengan penghasilan yang cukup untuk
kebutuhan sehari-hari.
Riwayat Higiene:
Riwayat mandi dengan air kran yang mengalir, rutin 2 kali sehari
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : tidak tampak sakit
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,3 °C
Pernapasan : 20 x/menit
Status Dermatologikus:
5
R
egio cubiti posterior dextra, dorsum manus, femoralis lateralis dextra et
sinistra, fossa poplitea dextra,auricular posterior dextra, tampak: plak
hiperpigmentasi ditutupi papul eritem sebagian hipopigmentasi, multiple,
miliar, ukuran 1-2 mm, sebagian ditutupi squama sedang, sebagian
likenifikasi, erosi, krusta, diskret sebagian konfluens.
Regio digiti I sinistra, tampak: papul hipopigmentasi, multiple, lentikular,
ukuran <1 cm, diskret.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dermatologi manual
- Tes diaskopi : eritema (+)
Pemeriksaan Laboratorik yang diperlukan :
Hitung jenis darah tepi
Serum total IgE
Prick test
Patch test
D. Diagnosis banding
Dermatitis Atopik
6
Dermatitis Kontak (Iritan &alergi)
Dermatitis Seboroik
Veruka vulgaris
E. Diagnosis kerja
1. Dermatitis atopik
2. Veruka Vulgaris digiti I manus dextra
F. Penalaksanaan
Penalaksanaan umum:
- Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit dan pengobatan
yang akan diberikan.
- Menghindari faktor pencetus yang membuat rasa gatal timbul (makanan,
debu, bulu binatang, stress emosional, dll)
- Menghindari untuk tidak menggaruk, kuku harus dipotong pendek dan
bersih
- Menghindari pakain dengan bahan tebal seperti wol, nilon, pakailah jenis
katun atau kaos yang menyerap keringat
- Mandi dengan air sedang (jangan terlalu dingin- panas), jangan terlalu
sering mandi supaya kulit tidak kering, dan memakai sabun yang non alkali
lembut (sabun bayi) hindari sabun yang mengandung antiseptik dan
pengharum)
Penatalaksanaan khusus:
Sistemik:
- Antihistamin sedative (chlorpheniramine, promethazine, hydroxyzine)
dosis
- Kortikosteroid jangka waktu pendek (7-10 hari)
Topikal:
7
- Kortikosteroid potensi sedang-berat: triamnisolon asetonid 0,5 %
2xseminggu.
- Salep pelembab emolien (petrolatum, laonolin), dipakai sehabis mandi.
Dosis anak: 250-500 gr 2x1
Pengobatan untuk veruka vulgaris: elektrokauterisasi
Pencegahan vesika vulgaris
1. Jangan menyikat, menjepit, menyisir, atau mencukur daerah yang
berkutil untuk menghindari penyebaran virus.
2. Jangan menggunakan pemotong kuku yang sama pada kutil
3. Jangan menggigit kuku jika kutil berada didekat kuku.
4. Jangan mencungkil kuku karena dapat menyebabkan infeksi.
5. Rajin mencuci tangan dan kulit secara teratur dan benar.
6. Mandi dua kali sehari sehingga kebersihan kulit senantiasa terjaga.
7. Bila terdapat luka kecil atau luka parutan, bersihkan dengan sabun
bayi dan air hangat serta langsung dikeringkan.
G. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma bronkhiale,
dan konjungtivitis alergika).
Kata “atopi” pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai
kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronchial, rhinitis alergika,
dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergika1.
1.2 SINONIM
Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya : ekzema
konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis, prurigo basiler1.
1.3 EPIDEMIOLOGI
9
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk
menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati. Berbagai
penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A makin meningkat sehingga
merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang,
Australia dan Negara industri lain, prevalensi D.A pada anak mencapai 10-20%,
sedangkan pada kira-kira 1-3 %. Di negara agraris, misalnya Cina,Eropa Timur,
Asia Tengah, prevalensi D.A jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita
D.A daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh
terhadap prevalensi D.A misalnya jumlah keluarga kecil,pendidikan ibu makin
tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya
penggunakan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita D.A.
Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga,
urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil, akan
melindungi kemungkinan timbul D.A pada kemudian hari.
D.A cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu
yang menderita atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan tiga bula
pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari seperuh jumlah anak
akna mengalami gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79%
bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi D.A lebih tinggi bila ibu
yang menderita D.A dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A yang dialami
berlanjut hingga masa dewasa, ,maka resiko untuk mewariskan untuk anaknya
sama saja yaitukira-kira 50%1.
1.4 ETIOPATOGENESIS
Respons Imun Pada Kulit
Sitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogenesis peradangan kulit D.A.
Jumlah TH2 lebih banyak pada penderita atopi, sebaliknya TH1 menurun. Pada
kulit 'normal' (tidak ada kelainan kulitnya) penderita D.A. bila dibandingkan
dengan kulit normal orang yang bukan penderita D.A., ditemukan lebih banyak
sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi bukan IL-5, IL-12,
atau IFN-y. Pada lesi akut dan kronis bila dibandingkan dengan kulit normal atau
kulit yang tidak ada lesinya penderita D.A., menunjukkan jumlah yang lebih besar
10
sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5, dan IL-13. Tetapi pada lesi akut
tidak banyak mengandung sel yang mengekspresikan mRA IFN-y atau IL-12.
Lesi kronis D.A. mengandung sangat sedikit sel yang mengekspresikan mRNA
IL-4 dan IL-13, tetapi jumlah sel yang mengekpresikan mRNA IL-5, GM-CSF,IL-
12, dan IFN-y, meningkat bila dibandingkan dengan yang akut. Peningkatan IL-
12 pada lesi kronis D.A. berperan dalam perkembangan TH1.
Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis
keratinosit, sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai oleh IFN-y yang
dilepaskan sel T teraktivasi dan meningkatkan Fas dalam keratinosit.
Berbagai kemokin ditemukan pada lesi kulit D.A. yang dapat menarik sel-
sel, misalnya eosinofil, limfosit T, dan monosit, masuk ke dalam kulit.
Pada D.A. kronis, ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinofil hidup
lebih lama dan menggiatkan fungsinya, sedangkan peningkatan ekspresi GM-SCF
mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel Langerhans, dan eosinofil.
Produksi TNF-a dan IFN-y pada D.A. memicu kronisitas dan keparahan
dermatitis. Stimulasi TNF-a dan IFN-y pada keritinosit epidermal akan
meningkatkan jumlah RANTES (regulated on activation, normal T cell expressed
and secreted). Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF-a dan sitokin
proinflamasi yang lain dari epidermis, sehingga mempercepat timbulnya
peradangan di kulit D.A.
IL-4 meningkatkan perkembangan TH2, sedangkan IL-12 yang diproduksi
oleh makrofag, sel berdendrit,atau eosinofil, menginduksi TH1. Subunit reseptor
IL-12RP2 diekpresi pada TH1 tidak pada TH2. Sedangkan ekspresi IL-12RP2
dihambat oleh IL-4, tetapi sebaliknya diinduksi oleh IL-12, IFN-a, dan IFN-y. IL-
4 juga menghambat produksi IFN-y dan menekan deferensiasi sel TH1. Sel mas
dan basofil juga merupakan sumber sitokin tipe TH2, sehingga ekspresi IL-4 oleh
sel T, sel mas/basofilpada D.A. akan merangsang perkembangan sel TH2.
Sel mononuklear penderita D.A. meningkatkan aktivitas enzim cyclic-
adenosine monophosphate (CAMP) – phosphodiesterase (PDE), yang akan
meningkatkan sintesis IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T. Produksi IgE
dan IL-4 secara in vitro dapat diturunkan oleh penghambat PDE (PDEinhibitor).
11
Sekresi IL-10 dan PGE2 dari monosit juga meningkat; kedua produk ini
menghambat IFN-y yang dihasilkan oleh sel T.
Sel Langerhans (SL) pada kulit penderita D.A. adalah abnormal, dapat
secara langsung menstimulasi sel TH tanpa adanya antigen; secara selektif dapat
mengaktivasi sel TH menjadi fenotip TH2. SL yang mengandung IgE
meningkat;sel ini mampu mempresentasikan alergen tungau debu rumah (D.
pteronyssinus) kepada sel T. SL yang mengandung IgE setelah menangkap
allergen akan mengaktifkan sel TH2 memori di kulit atopi, juga bermigrasi ke
kelenjar getah bening setempat untuk menstimulasi sel T nai've sehingga jumlah
sel TH2 bertambah banyak.
SL pada kulit normal mempunyai tiga macam reseptor untuk IgE, yaitu
FceRII, FceRII (CD23), dan IgE-binding protein. Reseptor FceRI mempunyai
afinitas kuat untuk mengikat IgE. IgE terikat pada SL melalui reseptor spesifik
FceRI pada permukaan SL. Pada orang normal dan penderita alergi saluran napas
kadar ekpresi FceRI di permukaan SLnya rendah, sedangkan di lesi ekzematosa
D.A. tinggi. Ada korelasi antara ekspresi permukaan FceRI dan kadar IgE dalam
serum. Selain pada SL, reseptor IgE dengan afinitas tinggi (FceRI) juga
ditemukan pada permukaan sel mas dan monosit.
Kadar seramid pada kulit penderita D.A. berkurang sehingga kehilangan
air (transepidermal water loss=TEWL) melalui epidermis dipermudah. Hal ini
mempercepat absorbsi antigen ke dalam kulit. Sebagaimana diketahui bahwa
sensitisasi epikutan terhadap alergen menimbulkan respons TH2 yang lebih tinggi
daripada melalui sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi
sawarnya merupakan tempat yang sensitif1.
Respons Sistemik
Jumlah IFN-y yang dihasilkan oleh sel mononuklear darah tepi penderita
D.A. menurun, sedangkan konsentrasi IgE dalam serum meningkat. IFN-y
menghambat sintesis IgE, proliferasi sel TH2 dan ekspresi reseptor IL-4 pada sel
T. Sel T spesifik untuk alergen di darah tepi meningkat dan memproduksi IL-4,
IL-5, IL-13 dan sedikit IFN-y. IL-4 dan IL-13 merupakan sitokin yang
menginduksi transkripsi pada ekson Cε sehingga terjadi pembentukan IgE. IL-4
12
dan IL-13 juga menginduksi ekspresi molekul adesi permukaan pembuluh darah,
misalnya VCAM-1 (vascular cell adhesion molecular-1), infiltrasi eosinofil, dan
menurunkan fungsi sel TH1.
Sel monosit di darah tepi penderita D.A. diaktivasi, mempunyai insidens
apoptosis spontan rendah, tidak responsif terhadap induksi apoptosis IL-4.
Hambatan apoptosis ini disebabkan oleh meningkatnya produksi GM-CSF oleh
monosit yang beredar pada D.A.
Perubahan sistemik pada D.A. adalah sebagai berikut:
- Sintesis IgE meningkat.
- IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap makanan,
aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen.
- Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit
meningkat.
- Pelepasan histamin dari basofil meningkat.
- Respons hipersensitivitas lambat terganggu.
- Eosinofilia.
- Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
- Sekresi IFN-y oleh sel TH1 menurun.
- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
- Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-
10 dan PGE21.
Berbagai Faktor Pemicu
Dermatitis atopik dibagi menjadi 2 tipe: (1) bentuk murni - tidak disertai
keterlibatan saluran pernafasan, dan (2) bentuk campuran - disertai gejala pada
saluran pernafasan dan terdapatnya sensitisasi IgE polivalen terhadap alergen
hirup dan alergen makanan.
Bentuk murni dibagi atas 2 tipe, yaitu (a) tipe intrinsik – tidak tedeteksi
adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapatya peningkatan IgE total serum,
dan (b) tipe ekstrinsik – terdapat bukti sensitisasi terhadap alergen hirup dan
alergen makanan pada uji kulit atau pada serum.
13
Dermatitis atopik merupakan sindrom multifaktorial; berbagai faktor
berkaitan dengan fenotip penyakit sehingga perlu dicermati berbagai fakto risiko,
yaitu:
1. Genetik: diketahui bahwa kecenderungan mendapat penyakit atopi diturunkan
secara autosomal dominan; 75% anak akan mengalami alergi bila kedua orang
tua mempunyai riwayat alergi, dibandingkan dengan 50% anak bila hanya 1
orang tua mempunyai yang riwayat alergi, meskipun demikian faktor lain
(lingkungan) sangat pula berpengaruh atas berkembangnya penyakit.
2. Sosioekonomi: lebih banyak ditemukam pada status sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah. Hal tersebut dapat
diterangkan dengan teori higiene.
3. Jumlah anggota keluarga: kejadian dermatitis atopik berbanding terbalik
dengan banyaknya jumlah anggota keluarga. Hal tersebut dapat pula
diterangkan dengan teori higiene, yaitu terjadi infeksi pada anggota muda
keluarga yang ditularkan oleh anggota keluaraga yang lebih tua
4. Laktasi: makin lama mendapat air susu ibu makin kecil kemungkinan untuk
mendapat dermatitis atopik. Hal tersebut perlu dicermati karena
perkembangan penyakit berhubungan dengan alergen lingkunagan dan status
ibu (misanya perokok)
5. Pengenalan makanan padat terlalu dini (sebelum 4 bulan), akan meningkatkan
angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali. Sensitisasi umumnya terjadi
terhadap alergen makanan, terutama susu sapi, telur, kacang-kacangan dan
gandum
6. Polusi lingkungan, antara lain daerah industri dengan peningkatan polusi
udara, pemakaian pemanas ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu dan
penurunan kelembaban udara, water hardeness, asap roklok, penggunaan
pendingin ruangan yang berpengaruh pula pada kelemban, penggunanan
shampo dan sabun yang berlebihan, dan detergen yang tidak dibilas dengan
sempurna2.
1.5 GAMBARAN KLINIS
14
Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan
teraba dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas
rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan.
Gejala utama D.A. Jalah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari,
tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,
likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.
D.A. dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: D.A. infantil (terjadi pada usia
2 bulan sampai 2 tahun; D.A. anak (2 sampai 10 tahun); dan D.A. pada remaja
dan dewasa1.
D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya
setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-
vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk
krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan
tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut.
Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul
sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada
umumnya lesi D.A. infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat
mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang,
dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif.
Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar
penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi
berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami
eksaserbasi, bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh
penyakitnya.
Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi
masih ada silang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelainan secara dramatis
membaik setelah makanan tersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang
mendapatkan tidak ada perbedaan1.
15
D.A. pada anak (usia 2 sampai 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri (de novo).
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan
sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan
penderita sering menggaruk; dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga
mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan
lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan “siklus gatal-
garuk”. Rangsangan menggaruk sering di luar kendali. Penderita sensitif terhadap,
wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu ayam, burung dan sejenisnya.
D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat
pertumbuhan1.
D.A. pada remaja dan dewasa
Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan
berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di
lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A.
dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering,
pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan paling
parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan
sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres.
Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik
memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan
latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama,
kemudian cenderung menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun,
jarang sampai usia pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai
16
tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila
terpajan oleh bahan iritan eksogen.
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70%
suatu saat dapat mengalaminya. D.A. pada tangan dapat mengenai punggung
maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan
biasa timbul pada wanita muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering
terpajan sabun dan air sebagai pemicunya.
Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hipedinearis palmaris,
xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan Dennie
Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular
anterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk kornea yang
abnormal). Selain itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami kontak
urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga1.
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka
yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams
(1994)1.
Kriteria mayor
- Pruritus
- Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
- Dermatitis di fleksura pada dewasa
- Dermatitis kronis atau residif
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
17
Gambar 1. Dermatitis pada muka dan fleksura
Kriteria minor
- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
- Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
- lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila mame
- White dermographism dan delayed blanch response
- Keilitis
- Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat atau eritem
- Gatal bila berkeringat
- Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
- Aksentuasi perifolikular
- Hipersensitif terhadap makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
- Tes kulit alergi tipe dadakan positif
- Kadar IgE di dalam serum meningkat
18
- Awitan pada usia dini1.
Diagnosis D.A. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
Tiga kriteria mayor berupa:
- riwayat atopi pada keluarga,
- dermatitis di muka atau ekstensor,
- pruritus,
ditambah tiga kriteria minor
- xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular,
- fisura belakang telinga,
- skuama di skalp kronis1.
Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka
didasarkan pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian
berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat
dipakai pada penelitian berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya
ditemukan pula pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi
terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh
karena itu kelompok kerja Inggris (UK working party) yang dikoordinasi oleh
William memperbaiki dan meyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi
satu set kriteria untuk pedoman diagnosis D.A. yang dapat diulang dan divalidasi.
Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi
dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis1.
Pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu:
- Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
- Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,
bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak
usia di bawah 10 tahun).
2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).
19
3. Riwayat kulit kedng secara umum pada tahun terakhir.
4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi
dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).
5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4
tahun).
Gambar 1. Tempat Predileksi Dermatitis Atopik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk
menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada
dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum, mengurangnya
jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dan imunitas seluler, jumlah eosinofil
dalah darah relatif meningkat3.
2. Dermatografisme putih
20
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-
turut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna
merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa
menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis
merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai
5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme
putih3.
3. Percobaan asetil kolin
Suntikan secara intra kutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan
hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan
timbul vasokonstriksi terlihat kepucatan selama satu jam3.
4. Percobaan histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi eritema
akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut
disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang normal4.
1.8 DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Gambaran klinisSeboroik dermatitis Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak adaPsoriasis Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted nailNeurodermatitis Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak adaContact dermatitis Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga
tidak adaSkabies Papul, sela jari, positif ditemukan tungauSistemik Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan banyak sesuai
dengan penyakitDermatitis herpetiforme Vesikel berkelompok di daerah lipataDermatofita Plak dengan sentral healing, KOH negatifImmmunodefisiensi disorder
Riwayat infeksi berulang4
1.9 PENATALAKSANAAN
Kulit penderita D.A. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh
karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang
memperberat dan memicu siklus “gatal-garuk”, misalnya sabun dan deterjen;
21
kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin
yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal
terhadap lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih
dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia
tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa
deterjen dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk
membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga
dapat menyebabkan eksaserbasi DA.
Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari
luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu
tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal;
iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting
diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila
basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap
garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian
yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit
anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau
trauma garukan.
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih
antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi1.
a. PENGOBATAN TOPIKAL
Hidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan
iritan dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya
krim hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya.
Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan
lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah
mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien
dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.
22
Kortikosteroid topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid topikal
adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun
demikian harus waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan.
Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya
hidrokortison 1 %-2.5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi
menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid
berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai di daerah
genitalia dan intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat, misalnya
fluorinated glucocorticoid. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara
intermiten, umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh;
sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan steroid,
misalnya dengan larutan Burowi, atau dengan larutan permanganas kalikus
1:50001.
Imunomodulator topikal
Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat
diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa
0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam D.A.
yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka
panjang dengan salep takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak ditemukan
efek samping kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi
kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid; dapat digunakan di muka dan kelopak
mata.
Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin
yaitu imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil
fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja sangat
mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces tsuku-baensis,
walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-
drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin.
Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada
makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu
23
molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga
produksi sitokin TH1 ( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat.
Askomisin juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek
imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi dermatitis kontak
alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik,
tidak seperti takrolimus dan siklosporin.
Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi
1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17- propionat 0.05%
(steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4
minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada
muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali sehari.
Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari
2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati
untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut
berpotensi menimbulkan kanker kulit.
Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi
pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk
salap hidrofilik, misainya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai
10 %, atau crude coal tar 1 % sampai 5%.
Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin topikal tidak
dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan
bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu),
dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila
dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif1.
b. PENGOBATAN SISTEMIK
Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk
mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah,
diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan bertahap (tapering),
kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang
menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat
akan muncul kembali.
24
Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa
gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena
itu antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya
hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan
doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade
reseptor histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam
hari pada orang dewasa.
Anti-infeksi. Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk
yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin,
sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi
pertama sefalosporin.
Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid
dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari
selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.
Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi
dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan
perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
Siklosporin. D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional
dapat diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis
jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah
obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan
cyclophilin (suatu protein intraselular) menjadi satu kompleks yang akan
menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila
pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan segera
kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbal yaitu peningkatan kreatinin
dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi1.
c. TERAPI SINAR (phototherapy)
Untuk D.A. yang berat dan luas dapat digunakan PUVA
(photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau
Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih
baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil,
25
Penilaian awal riwayat penyakit, luas dan derajat penyakitTermasuk penilaian efek psikologis, pengaruh kepada keluarga
Pelembab, edukasi
Remisi penyakit(tidak ada tanda dan
gejala)
Mengatasi prurits dan inflamasi akut
Kortikosteroid topikal atauPenghambat kalsineurin topikal Pimekrolimus 2 kali sehari atau
Takrolimus 2 kali sehari
Terapi ajuvan
Hindari faktor-faktor pencetus
Infeksi bakterial: antibiotik oral dan atau topikal
Infeks viral: terapi antiviral
Intervensi psikologis
antihistamin
Terapi pemeliharaanUntuk penyakit persisen dan atau sering
kambuhPada tanda dini rekurensi gunakan penghambat
kalsineurin topikal untuk mencegah progresivitas penyakit Pimekrolimus
mengurangi terjadinya flarePenggunaan penghambat kalsineurin topikal
jangka waktu lama untuk pemeliharaankortikosteroid topikal secara intermiten
Penyakit berat dan refrakterFototerapiKortiosteriid topikal potenSiklosporinMetotreksatKortiosteroid oralAzatioprinPsikoterapi
sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi
sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit1.
Algoritma penatatlaksanaan dermatitis atopik3.
26
1.10 KOMPLIKASI
1. Infeksi Sekunder Akibat Bakteri
Merupakan komplikasi yang paling sering pada dermatitis atopik.
Biasanya disebabkan oleh bakteri kelompok Strptococci B-hemolytic,
studi lain mengungkapkan Staphylococcus merupakan 93% penyebab
infeksi sekunder pada lesi dermatitis atopik. Infeksi tersebut
menyebabkan timbulnya folikulitis atau impetigo. Pioderma yang
berhubungan dengan dermatitis atopik biasanya ditemukan lesi eritema
dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan jerawat kecil pada
ujungnya.2-4
2. Infeksi Jamur Kulit
Adanya gangguan epidermal barrier function, kelembaban dan
maserasi mempengaruhi timbulnya kepekaan terhadap infeksi
jamur.Faktor individu dan lingkungan sehari-hari juga berperanan
penting pada timbulnya komplikasi ini, seperti kaus kaki serta
olahragawan.Pytiriosporum ovale akhir-akhir ini dianggap meningkat
pada kulit pasien dermatitis atopic.2-4
3. Infeksi Virus
Kutil karena virus dan moluscum kontagiosum ditemukan lebih
sering pada dermatitis atopik, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat
menimbulkan lesi yang menyebar luas. Erupsi Varicelliform Kaposi’s
adalah komplikasi lain dermatitis atopi, ini disebabkan oleh virus herpes
simpleks dan vaccinia. Kelainan dikenal sebagai Eksim herpetikum atau
eksim vaksinatum. Perkembangan erupsi vesicular yang meningkat pada
orang yang atopik dapat menungkatkan kemungkinan terjadinya erupsi
Kaposi’s variceliform.2-4
27
4. Eritroderma
Terjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik.Keadaan tersebut dapat
terjadi akibat adanya efek withdrawl pemakaian kortikosteroid sistemik
pada kasus dermatitis atopik berat. Komplikasi ini cenderung dapat
mengancam hidup pasien bila terdapat kegagalan fungsi jantung, sepsis,
hipotermi dan hipoalbuminemia.2-4
1.11 PROGNOSIS
Sulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk
bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan
pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus
menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita
sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%,
terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa
84% D.A. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, D.A. pada
anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65 % berkurang
gejalanya. Lebih dari separo D.A. remaja yang telah diobati kambuh kembali
setelah dewasa.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang balk D.A. yaitu:
- DA luas pada anak
- menderita rinitis alergik dan asma bronkial
- riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandung
- awitan (onset) D.A. pada usia muda
- anak tunggal
- kadar igE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 hingga 50 persen D.A. infantil akan berkembang menjadi
asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan1.
28
2.1 Pengertian Veruka Vulgaris
Veruka atau yang lebih dikenal dengan “kutil” merupakan ploriferasi jinak
pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus
(HPV).HVP merupakan virus DNA yang terdiri lebih dari 100 tipe.1 Dapat
menyerang kulit dan mukosa ekstremitas, genital serta mukosa laring dan
mulut.Virus ini tidak menunjukkan gejala dan tanda yang akut melainkan terjadi
secara lambat serta adanya ekspansi fokal dari sel epitel.Walaupun bersifat jinak,
tetapi beberapa tipe HPV dapat bertransformasi menjadi neoplasma.Bentuk klinis
yang ditimbulkan bermacam-macam, yaitu veruka vulgaris (common warts),
veruka plana (flat warts), veruka plantaris (plantar warts), genital warts. Selain itu,
HPV dapat menyebabkan penyakit yang disebut epidermodysplasia
verruciformis.2
2.2 Epidemiologi
Veruka dapat terjadi pada semua usia. Insiden meningkat pada masa
sekolah dan puncaknya terjadi pada saat dewasa muda. Berdasarkan penelitian, 3-
20% anak sekolah memiliki kutil (veruka), dari 1000 anak yang berusia di bawah
16 tahun yang mendatangi rumah sakit di Cambrige, United Kingdom pada tahun
1950-an terdapat 70% anak yang menderita veruka vulgaris, 24% plantar warts,
3,5% plane warts, 2% filiform warts dan 0,5% menderita anogenital warts. Masa
inkubasi dapat bervariasi dari beberapa minggu hingga lebih dari satu
tahun.Timbulnya veruka dapat terjadi setelah 20 bulan terinfeksi.3
29
Veruka vulgaris juga dapat terjadi pada semua usia. Prevalensi terbanyak pada
usia 5-20 tahun. Dan hanya 15% terjadi setelah usia 35 tahun.1 Seringnya
merendam tangan ke dalam air merupakan faktor risiko terjadinya veruka
vulgaris. Insiden veruka vulgaris pada tukang daging (butchers) tinggi.
2.3 Patogenesis
Munculnya infeksi HPV dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
lokasi lesi, jumlah dari virus yang menginfeksi, frekuensi kontak dan status imun
seseorang.Pengaruh imun dan genetik yang rentan terhadap infeksi HPV belum
dapat dimengerti sepenuhnya. Penelitian infeksi papilloma virus pada hewan,
dimana resistensi terhadap ancaman virus berhubungan dengan adanya
neutralizing anti-capsid antibodies dan serum atau immunoglobulin G dari hewan
yang resisten dapat menimbulkan proteksi melalui transfer pasif.1
Infeksi HPV terjadi melalui inokulasi virus ke dalam epidermis yang viable yaitu
melalui defek pada epitelium.Veruka dapat menyebar baik dengan kontak
langsung ataupun tak langsung.Dapat melalui kulit yang trauma, abrasi maupun
maserasi kulit merupakan predisposisi untuk inokulasi virus ini.Veruka biasanya
terdapat pada pasien yang mendapatkan tranplantasi ginjal ataupun organ tubuh
solid lainnya.Bisa juga pada pasien yang sedang mendapatkan terapi
imunosuppresan, yang dapat meningkatkan risiko terjadi keganasan kulit. Non-
genital warts biasanya mengenai usia anak dan dewasa muda sedangkan
anogenital warts transmisinya dapat terjadi melalui hubungan seksual.1,3
2.4 Gambaran Klinis
Veruka biasa muncul 2-9 bulan setelah inokulasi.Terdapat periode infeksi
subklinik yang panjang dan mungkin awal terjadinya infeksi tidak
tampak.Permukaan veruka yang kasar mungkin mengganggu kulit yang
berdekatan sehingga dapat terjadi inokulasi pada bagian kulit yang berdekatan
tersebut, timbulnya veruka baru berlangsung beberapa pekan hingga beberapa
bulan.Gambaran klinis yang muncul juga tergantung dari tipe HPV yang
menginfeksi.
Veruka vulgaris atau common warts disebabkan oleh infeksi HPV tipe 2
30
dan sebagian kecil berasal dari HPV tipe 1,4,7 serta tipe HPV lainnya juga
mungkin bisa menyebabkan veruka vulgaris. Biasanya veruka vulgaris berlokasi
pada tangan terutama pada jari dan telapak tangan.Meskipun sebenarnya dapat
terjadi di bagian tubuh manapun dimana penyebarannya secara
autoinokulasi.Biasanya muncul tanpa gejala.Jika mengenai lipatan kuku ataupun
bagian bawah kuku maka dapat merusak pertumbuhan kuku. Periungual warts
lebih sering terjadi pada orang yang suka menggigit kukunya lesi biasanya
konfluen dan melibatkan lipatan kuku bagian proksimal dan lateral dan mungkin
dapat menyebar ke bibir dan lidah biasanya pada separuh bagian tengah. Jika
tumbuh di dekat mata maka berhubungan dengan terjadinya konjungtivitis dan
keratitis.Dapat pula berlokasi disekitar genitalia, tetapi hanya sekitar 1-2%. Pada
laki-laki hampir selalu menyerang batang penis.2,3
Pada veruka vulgaris terjadi hiperplasia semua lapisan epidermis, dapat
terlihat hiperkeratosis dengan area parakeratosis, serta lapisan malpighi dan
granular menebal. Lesi berupa papul atau nodul berduri, bersisik, kasar yang dapat
ditemukan pada permukaan kulit di berbagai tempat di tubuh, dapat tunggal
maupun berkelompok, ukuran bervariasi mulai dari pinpoint hingga lebih dari 1
cm, tetapi rata-rata 5 mm. Bertambahnya ukuran lesi berlangsung beberapa pekan
hingga beberapa bulan. Lesi berwarna abu-abu dengan permukaan yang kasar
sehingga disebut verrucous.Pada beberapa kasus didapatkan mother wart yang
berkembang dan tumbuh lambat dalam waktu yang lama.Dan kemudian secara
tiba-tiba muncul veruka yang baru. Pada permukaan veruka tersebut, terlihat titik-
titik hitam yang kecil, yang merupakan bekuan darah akibat dilatasi kapiler.1,2,3
2.5 Diagnosis
Gambaran klinis, riwayat penyakit, papul yang membesar secara perlahan
biasanya sudah sangat membantu untuk membangun diagnosis
veruka.Pemeriksaan histologi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Lesi seperti keratosis seboroik, keratosis solar, nevi, akondron, hiperplasia
kelenjar sebasea, klavi, granuloma piogenik kecil, karsinoma sel skuamous dapat
menyerupai veruka.1
Diagnosis bandingnya untuk pasien ini adalah karsinoma sel skuamosa
31
yang dimana cirinya adalah vegetasi yang seperti kembang kol, mudah berdarah,
dan berbau. Selain itu diagnosis banding lainnya bisa moloskum kontagiosum
2.6 Pengobatan veruka vulgaris
Terapi pada veruka vulgaris disesuaikan dengan lokasi tubuh yang terkena,
usia pasien, status imun pasien, derajat ketidaknyamanan baik secara fisik maupun
emosional dan jika ada terapi sebelumnya. Veruka vulgaris yang muncul pada
anak tidak memerlukan pengobatan khusus karena biasanya dapat regresi
sendiri.1,2 Namun, mekanismenya sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
diduga sistem imun seluler dan humoral berperan terhadap regresi spontan veruka
vulgaris.
Penatalaksanaan dilakukan elektrokauterisasi. Elektrokauterisasi ini
efektivitasnya tinggi dalam menghancurkan jaringan yang terinfeksi dan HPV,
serta kontraindikasi untuk pasien dengan cardiacpacemakers.Tehnik ini diawali
dengan local anestesi.Rasa sakit setelah operasi dapat diatasi dengan narkotik
analgesik dan analgesik topikal pada beberapa pasien sangat bermanfaat seperti
lidocaine jelly.4
Penatalaksanaan lainnya :
- Krioterapi merupakan pilihan utama untuk hampir semua veruka vulgaris.
veruka seharusnya dibekukan secara adekuat dimana dalam waktu 1-2 hari
akan timbul lepuh sehingga akan menjadi lebih lunak. Idealnya pengobatan
dilakukan setiap 2 atau 3 pekan sampai lepuh terkelupas.Komplikasi dari
krioterapi diantaranya terjadinya hipopigmentasi dan timbul jaringan parut
(skar).
- Asam salisilat 12-26% dengan atau tanpa asam laktat efektif untuk pengobatan
32
veruka vulgaris dimana efikasinya sebanding dengan krioterapi. Efek keratolitik
asam salisilat mampu membantu mengurangi ketebalan veruka dan menstimulasi
respon inflamasi.
- Glutaraldehid merupakan agen virusidal yang terdiri dari 10% glutaraldehid
dalam etanol cair atau dalam formulasi bentuk gel. Pengobatan hanya terbatas
pada lesi di tangan.Efek samping yang dapat terjadi adalah dermatitis kontak.
Nekrosis kutaneus dapat terjadi walaupun sangat jarang.1,2,3
- Bleomisin memiliki efikasi yang tinggi dan penting untuk pengobatan veruka
vulgaris terutama yang keras. Bleomisin yang digunakan memiliki konsentrasi 1
unit/ml yang diinjeksikan di dekat bagian bawah veruka hingga terlihat
memucat.Saat injeksi terasa nyeri sehingga pada beberapa pasien dapat
diberikan anestesi lokal. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah timbulnya
skar dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang luas.1,2
- Simetidin oral dengan dosis 30-40 mg/kgBB/hari telah dilaporkan mampu
meresolusi veruka vulgaris.
- Pengobatan dengan dinitrochlorobenzene (DNCB) dilaporkan mampu
meresolusi veruka pada 85% kasus. Caranya: DNCB dilarutkan dalam aseton,
kolodion atau petrolatum. Dosis awal DNCB dengan konsentrasi 2-5 %, tetapi
dapat diturunkan menjadi 0,2-0,5% jika timbul reaksi yang berat.Veruka mulai
pecah setelah sekali hingga dua puluh kali pengobatan, tetapi rata-rata
dibutuhkan 2-3 bulan pengobatan. Efek samping dari penggunaan DNCB yaitu
pruritus, nyeri lokal, dan dermatitis eksematous ringan.2
- Laser karbondioksida dapat digunakan untuk pengobatan beberapa variasi dari
veruka baik pada kulit maupun mukosa. Pengobatan ini efektif untuk
menghilangkan beberapa jenis veruka, seperti periungual dan subungual warts.3
BAB III
33
PEMBAHASAN
Tabel 1. Anamnesis secara teori dan kasus.
AnamnesisTeori Kasus
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan
kulit kronis dan residif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan
anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada keluarga atau penderita
(dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma
bronkhiale, dan konjungtivitis alergika).
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat asma pada ayah pasien
Riwayat penyakit dengan
keluhan dan gejala yang sama di
dalam keluarga disangkal
(menyingkirkan diagnosis
scabies)
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai
tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi
yaitu:
Tiga kriteria mayor berupa:
- riwayat atopi pada keluarga,
- dermatitis di muka (pada bayi),
ekstensor (pada anak).
- pruritus,
ditambah tiga kriteria minor
- xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris,
aksentuasi perifolikular,
- fisura belakang telinga,
- skuama di skalp kronis1.
Dermatitis Atopik yang terjadi pada
Riwayat Penyakit Dahulu:
Ibu pasien mengatakan waktu anak nya
umur 7 bulan pernah timbul gatal-
gatal di dahi kanan dan belakang
telinga, dibawa ke puskesmas lalu gatal
sembuh. Terkadang gatal kembali
timbul saat pasien berumur 1 tahun
Sejak 6 bulan lalu, timbul bintik-
34
usia anak (2 tahun-12 tahun) dapat
merupakan kelanjutan bentuk dari riwayat
infantil (2 bulan-2 tahun), atau timbul sendiri
(de novo). Letak kelainan kulit di lipat siku,
lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka.
bintik merah yang terasa gatal di siku kanan,telapak tangan kanan,paha kanan-kiri, lipat lutut kanan. Bintik timbul dengan ukuran kurang-lebih sebesar ujung jarum pentul kecil. Awalnya muncul bercak merah kecil pada punggung tangan kanan tanpa sebab dan terasa gatal. Lama kelamaan bercak semakin banyak,muncul di siku kanan, paha kanan-kiri, lipatan lutut kanan,yang tidak rata dan terasa kasar di kulit.
Rasa gatal sering disebabkan karena
berkeringat yang menyebabkan penderita
sering menggaruk. Akibat garukan, kulit
menebal dan perubahan lainnya yang
menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran
setan “siklus gatal-garuk”. Rangsangan
menggaruk sering di luar kendali.
Rasa gatal terasa terutama saat
pasien berkeringat. Untuk
mengurangi gatal, pasien sering
menggaruknya. Pasien lalu berobat ke
puskesmas, dan diberi obat. Keluhan
gatal-gatal berkurang tetapi bintik-
bintik belum hilang.
Satu minggu yang lalu, pasien
mengaku keluhan kembali timbul.
Menurut ibu pasien, anaknya sering
menggaruk sehingga luka kemudian
mengering menjadi seperti koreng.
bintik-bintik dirasakan berubah
menjadi lebih kehitaman dari semula,
kulit terasa kering dan kasar.
Kriteria Mayor pada pasien:
√ Pruritus
35
√ Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
√ Dermatitis kronis atau residif
√ Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria Minor pada pasien:
√ Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
√ Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermographism dan delayed blanch response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
√ Gatal bila berkeringat
√ Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
√ Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif, Kadar IgE di dalam serum
meningkat
√ Awitan pada usia dini
Berdasarkan kriteria Mayor Minor Dermatitis Atopik oleh Hanifin & Rajka,
maka pada pasien mengarah ke manifestasi dari Dermatitis Atopik. Kemudian
36
dilakukan pengkajian lebih lanjut berdasarkan status dermatologis yang
ditemukan :
Tabel 4.2. Status dermatologis berdasarkan teori dan kasus.
Status DermatologisTeori Kasus
- Tempat predileksi pada usia anak : di lipat siku,
lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
kelopak mata, leher, jarang di muka
- Efloresensi :
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih
banyak papul eritem-hipopigmentasi,
likenifikasi, dan skuama halus-sedang. Rasa
gatal menyebabkan penderita sering menggaruk;
dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga
mengalami infeksi sekunder. Batasnya sirkumkrip
dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat,
generalisata dan universalis
Dermatitis bisa bersifat akut, subakut atau
kronik. Dermatitis akut menunjukkan eritema,
edema, papul, membasah dan krusta. Sedangkan
pada stadium subakut kulit masih kemerahan,
tetapi sudah lebih kering dan terdapat perubahan
pigmentasi. Stadium kronis menunjukkan
likenifikasi, ekskoriasi, skuama, dan fisura.
Stadium dermatitis tidak selalu berurutan, bisa
saja sejak awal memberi gambaran klinis berupa
kelainan kulit stadium kronis. Jenis efloresensinya
tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya
Regio cubiti posterior dextra,
dorsum manus, femoralis
lateralis dextra et sinistra, fossa
poplitea dextra, auricular
posterior dextra, tampak: plak
hiperpigmentasi ditutupi papul
eritem sebagian hipopigmentasi,
multiple, miliar, ukuran 1-2 mm,
sebagian ditutupi squama
sedang, sebagian likenifikasi,
erosi, krusta, diskret sebagian
konfluens.
-
37
oligomorfik.
Pada status dermatologis di atas sesuai dengan teori dan yang ditemukan
pada pasien, sehingga diagnosis pasien Dermatitis Atopik menjadi lebih
kuat.
4.3. Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroik
Berhubungan dengan keaktifan glandula sebasea. Pada bayi muncul saat
umur bulan-bulan pertama, jarang muncul pada usia anak (sebelum
pubertas) dan insidens nya mencapai puncak umur 18-40 tahun. Ditandai
dengan eritema, papul folikular dan perifolikular coklat sampai
kemerahan, papul berubah menjadi patch tebal mirip gambaran medali
(medallion seboroic,) erupsi berskuama halus-kasar yang berwarna
salmon colored atau kuning berminyak, ditemukan krusta yang mengeras
bau, batas kurang tegas. Tempat predileksi di kulit kepala (cenderung
alopesia), pipi, badan, ekstremitas,dan diaper area. Pada bayi biasanya
skuama kekuningan dengan debris epitel yang melekat di kulit kepala
(cadle crap). Jika meluas akan menjadi penyakit leiner, yang ditandai
dengan penurunan imun pada bayi dan anak (diare).
2. Dermatitis Kontak
Mncul akibat adanya factor pencetus kontak (iritan &alergi). Biasanya
lesi sesuai dengan tempat kontaktan (bias timbul dimana saja)., Lesi
berupa eritema, vesikel miliar, bula, luas kelainan biasanya sebatas
daerah yang terkena, dan batas nya tegas. Pada dermatitis iritan kronis
berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun menebal
(hyperkeratosis) dan likenifikasi, batas menjadi tidak tegas, dapat terjadi
fisura akibat kontak terus berlangsung. Pada dermatitis kontak alergi,
vesikel dan bulan dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
Tempat predileksi sering pada tangan (akibat deterjen, antiseptic, zat
kimia, dll), lengan (jam tangan nikel, sarung tangan karet, debu semen
atau serbuk tanaman), wajah (kosmetik, cat rambut, dll), telinga
38
(tindikan, obat tetes telinga, tangkai kacamata), leher (kalung nikel,
parfum, dll), badan (bahan pakaian, zat warna pakaian, detergen),
genitalia, paha dan tungkai bawah (pakaian, kaos kaki, sepatu-sendal, dll)
Berdasarkan diagnosis banding, maka pada pasien ini mengarah ke
diagnosis pasti dari Dermatitis Atopi.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Janik MP, Heffernan MP. Warts. Dalam: Freedeberg IM et al (ed). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Ed 7. Vol 2. New York: McGraw Hill Book
Co. 2008; 1822-28.
2. http://emedicine.com/derm/topic457.htm
3. Sterling JC. Virus infection. Dalam: Burns T et al (ed). Rook’s Text Book Of
Dermatology. Ed 7. Vol 4. 2004; 25.37-53
4. Hassan, Rusepno. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak
FKUI. Jakarta: Infomedika, 1998
5. Wolff Klaus, Richard Allen Johnson, Dick Suurmond. Atopic Dermatitis. Dalam :
Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. Jakarta :
Salemba Medika, 2005;2:33-8
6. Lorraine M Wilson, Sylvia. Ekzema dan gangguan Vaskuler dalam Patofisiologi
Penyakit. EGC. Jakarta, 2006
7. Mansjoer Arif. Dermatitis Atopi dalam Kapita Selekta Jilid 2 edisi III. Media
Aesculaplus. FKUI, Jakarta, 2001
8.
40