Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

38
Acara I KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Abigail Sharon Effendy 11.70.0086 Kelompok B4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

description

Kinetika dapat menggambarkan laju pertumbuhan mikroorganisme dalam suatu proses fermentasi. Saccharomyces cereviceae digunakan sebagai inokulum dalam pembuatan minuman vinegar dari sari buah apel malang. Parameter yang diuji meliputi jumlah sel yeast selama proses fermentasi dengan menggunakan haemocytometer, OD dengan metode spektrofotometer, pH dengan menggunakan pH meter, dan total asam dengan metode titrasi NaOH 0,1 N. Pengamatan dilakukan selama 5 hari.

Transcript of Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

Page 1: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

Acara I

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Abigail Sharon Effendy

11.70.0086

Kelompok B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

1. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar

Kel Perlakuan WaktuΣ Mikroorganisme tiap perlakuan

Rata-rata / Σ MO tiap petak

Rata-rata / Σ tiap cc

OD pHTotal Asam

(mg/ml)1 2 3 4

B1

B2

B3

B4

B5

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

192140704342625868732321608113262678990100038326850

14205060444460616578263354921384960649288040355860

1821424040456473707524446610913044556395114038287171

12354563254368607568275467951334762626784032389270

15,7524,25

4458,25

3843,563,563

69,573,52538

61,7594,25133,2550,561

69,586

96,5037

33,2572,2562,75

6,3.104

9,7.104

17,6.107

23,3.107

15,2.107

1,74 x 108

2,54 x 108

2,52 x 108

2,78 x 108

2,94 x 108

108

15,2 x 107

24,7 x 107

3,77 x 108

5,33 x 108

2,02 x 108

2,44 x 108

2,78 x 108

3,44 x 108

3,86 x 108

01,48 x 108

1,33 x 108

2,89 x 108

2,51 x 108

0,1776-0,1453-0,2194-0,5796-0,30090,1124-0,1453-0,2194-0,5796-0,13040,21710,0476-0,2155-0,57930,21910,14500,6964-0,2179-0,36290,03590,3116-0,1453-0,02600,21550,0359

2,963,113,133,203,293,013,093,123,133,322,943,153,193,243,572,283,123,123,163,532,523,123,123,183,68

18,0520,1620,5417,0916,3219,9720,1620,5420,7422,0818,0518,2418,6216,3215,3615,3616,3218,2415,3616,3219,3919,5820,1620,1621,50

1

Page 3: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

2

Berdasarkan tabel pengamatan di atas, dapat diketahui hasil dari pengamatan proses

fermentasi minuman vinegar yang dilakukan selama 5 hari. Proses fermentasi ini

menggunakan buah apel malang sebagai bahan utama penghasil minuman vinegar.

Parameter yang diukur meliputi rata-rata/ΣMO tiap petak, rata-rata/ΣMO tiap cc, nilai

OD, nilai pH, serta total asam. Parameter tersebut diukur dalam waktu 0 jam, 24 jam,

48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Melalui parameter-parameter tersebut dapat diketahui

bahwa semakin lama proses fermentasi maka jumlah Saccharomyces cereviceae dalam

sari buah apel malang tiap petak dan rata-rata jumlah mikroba tiap cc bertambah

banyak. Nilai OD tiap kelompok rata-rata mengalami hasil yang minus. Sedangkan nilai

pH pada tiap kelompok mengalami peningkatan seiring dengan waktu fermentasi. Nilai

total asam diperoleh dari perhitungan dan dapat diketahui nilai total asam mengalami

penaikan seperti kelompok B2, B4, dan B5. Sedangkan kelompok B1 dan B3

mengalami penurunan nilai total asam seiring berjalannnya waktu fermentasi.

Page 4: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

3

Grafik 1. Hubungan Antara Jumlah Sel dengan Waktu

N0 N24 N48 N72 N960

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS Waktu

B1 B2 B3 B4 B5

Waktu

Jum

lah

Sel

Berdasarkan grafik 1 di atas, dapat dikethaui bahwa semakin lama proses fermentasi

maka pertumbuhan Saccharomyces cereviceae semakin bertambah banyak. Kelompok

B1 pada awal pertumbuhan (N0) belum menunjukkan pertumbuhan sel yeast secara

jelas. Pertumbuhan sel mulai terlihat pada N24 dimana meningkat hingga N72. Namun

mengalami penurunan jumlah sel yeast pada N72 hingga N96. Kelompok B2 mengalami

peningkatan pertumbuhan sel yeast pada N0 hingga N24. Namun pada N24 pertumbuhan

yeast mulai menurun hingga N48. Pada N48 mulai terjadi peningkatan pertumbuhan yeast

kembali hingga N96. Pada kelompok B5 mengalami peningkatan pada N0, namun pada

N24 mengalami penurunan jumlah pertumbuhan yeast dan meningkat lagi pada N48.

Penurunan jumlah sel yeast terjadi kembali ketika memasuki N96. Sedangkan pada B1

dan B4 mengalami kenaikan jumlah sel yeast secara stabil mulai dari N0 hingga N96.

Page 5: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

4

Grafik 2. Hubungan Antara Jumlah Sel dengan OD

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel VS OD

B1 B2 B3 B4 B5

OD

Jum

lah

Sel

Berdasarkan grafik 2 diatas dapat diketahui hubungan antara jumlah sel dengan Optical

Density (OD). Jumlah sel yang terbentuk ditandai dengan adanya kekeruhan pada

larutan. Hasil yang diperoleh hampir di setiap kelompok memiliki nilai yang minus.

Dimana kekeruhannya berkurang dan kurang menunjukkan terdapatnya koloni yeast di

dalam larutan.

Grafik 3. Hubungan Antara OD dengan Waktu

N0 N24 N48 N72 N96

-0.8000

-0.6000

-0.4000

-0.2000

0.0000

0.2000

0.4000

0.6000

0.8000

Grafik Hubungan OD VS Waktu

B1 B2 B3 B4 B5

Waktu

OD

Berdasarkan grafik 3 diatas dapat diketahui hubungan antara waktu dengan Optical

Density (OD), dimana OD akan semakin bertambah seiring lamanya waktu fermentasi.

Page 6: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

5

Kelompok B1, B2, B3, dan B5 mengalami penurunan nilai OD dari N0 hingga N72 dan

nilai OD meningkat lagi pada N72 namun nilai yang dihasilkan minus. Sedangkan

kelompok B4 mengalami kenaikan pada N0 hingga N24. Namun pada N24 mengalami

penurunan jumlah sel yeast hingga pada N72 dan nilai OD meningkat kembali pada N72

hingga N96 dan memberikan nilai OD yang positif yaitu 0,0359.

Grafik 4. Hubungan Antara Jumlah Sel dengan pH

2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS pH

B1 B2 B3 B4 B5

pH

Jum

lah

Sel

Berdasarkan grafik 4 di atas, dapat diketahui hubungan antara jumlah sel dengan pH.

Kelompok B1 – B5 mengalami kenaikan nilai pH dari hari ke hari. Nilai pH pada

pengukuran ini memiliki rentang nilai antara 2,28 – 3,68.

Grafik 5. Hubungan Antara Jumlah Sel dengan Total Asam

15 16 17 18 19 20 21 22 230

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel VS Total Asam

B1 B2 B3 B4 B5

Total Asam

Jum

lah

Sel

Page 7: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

6

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui hubungan antara jumlah sel dengan tingkat

total asam pada produk minuman vinegar. Pada kelompok B1, kadar total asam pada

produk meningkat dari 18,05 (N0) hingga 20,54 (N48). Namun pada N48 mulai

mengalami penurunan menjadi 16,32 (N96). Pada kelompok B3 juga mengalami hal

yang serupa yaitu pada N0 nilai total asam meningkat dari 18,05 menjadi 18,62 (N48)

dan mengalami penurunan pada N48 menjadi 15,36 (N96). Sedangkan pada kelompok B2

dan B5 nilai total asam terus meningkat seiring berjalannya waktu. Nilai total asam pada

kelompok B2 meningkat dari 19,97 (N0) menjadi 22,08 (N96) dan nilai total asam pada

kelompok B5 meningkat dari 19,39 (N0) menjadi 21,50 (N96). Pada kelompok B4 nilai

total asam mengalami peningkatan dari 15,36 (N0) menjadi 18,24 (N48). Namun

mengalami penurunan pada N48 menjadi 15,36 (N72) dan meningkat lagi pada N96

menjadi 16,32.

Page 8: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan pembuatan minuman vinegar dari sari buah apel malang

yang kemudian ditambahkan yeast Saccharomyces cereviceae ke dalam sari buah apel

tersebut (Gambar 1). Saccharomyces cereviceae dapat tumbuh dalam kondisi fermentasi

secara aerobik dimana membutuhkan kandungan oksigen di dalam suatu media

fermentasi. Saccharomyces cereviceae banyak digunakan dalam pembuatan produk

bakery dan sering disebut dengan baker’s yeast (Schelgel & Schmidt, 1994). Suhu yang

optimal bagi pertumbuhan baker’s yeast selama proses fermentasi berlangsung adalah

28 – 32oC dengan pH antara 4 – 5 (Rehm & Reed, 1983). Parameter yang diukur dalam

praktikum ini meliputi jumlah mikroorganisme di dalam sari buah apel yang diukur

dengan menggunakan haemocytometer, tingkat kekeruhan (OD) yang diukur dengan

spectrophotometer, pH, serta total asam. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara OD dengan jumlah koloni sel yeast, mengetahui metode perhitungan

sel dengan menggunakan metode haemocytometer, dan dapat mengukur asam dalam

produk minuman vinegar.

Gambar 1. Inokulum yeast Saccharomyces cereviceae

Menurut Hayes (1995), pertumbuhan suatu mikroorganisme dapat dipengaruhi oleh

factor lingkungan dimana mikroorganisme tersebut dapat tumbuh. Faktor lingkungan

tersebut antara lain :

a. Nutrient

7

Page 9: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

8

Nutrient yang dibutuhkan oleh mikroorganisme harus dapat menjadi sumber

energi yang cukup bagi pertumbuhannya serta dapat membentuk protoplasma

dan struktur dari mikroorganisme tersebut. Nutrient tersebut minimal harus

mengandung karbon, hydrogen, nitrogen, sulfur, dan fosfat. Selain itu, nutriet

juga harus mengandung komponen lainnya seperti besi, magnesium, potassium,

dan juga kalsium. Karbohidrat dan asam amino pada umumnya digunakan oleh

mikroorganisme sebagai sumber karbon dan sumber energi. Sedangkan nitrogen

dan sulfur pada umumnya digunakan oleh senyawa organik yang mengandung 2

komponen seperti asam amino, peptide, dan protein.

b. Suhu

Suhu merupakan faktor yang penting selain nutrient. Suhu dapat mempengaruhi

semua reaksi kimia yang berhubungan dengan proses pertumbuhan

mikroorganisme tersebut.

c. Kelembaban

Kelembaban yang optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 80

– 90% air dari total berat sel hidup. Bakteri lebih membutuhkan lebih banyak air

untuk mengoptimalkan pertumbuhannya dibandingkan dengan fungi.

d. Oksigen

Oksigen diperlukan oleh sebagian mikroorganisme untuk menunjang

pertumbuhannya. Namun beberapa mikroorganisme tidak memerlukan oksigen

untuk pertumbuhannya. Sehingga dalam melakukan suatu fermentasi baik

makanan maupun minuman harus juga memperhatikan jenis mikroorganisme

yang akan digunakan dalam fermentasi tersebut.

e. pH

pH optimum bagi pertumbuhan suatu jenis mikroorganisme dengan jenis

mikroorganisme lainnya berbeda-beda. pH yang rendah akan menghasilkan

reaksi asam dimana dapat membuat suatu mikroorganisme dapat tumbuh.

Sedangkan pH yang tinggi akan menghasilkan reaksi alkali atau basa dimana

pada pH ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Page 10: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

9

Menurut Coleman (2007) fermentasi pada suhu tinggi akan menghasilkan sisa nitrogen

yang tinggi pula pada akhir fermentasi. Penggunaan gula dalam media dapat digunakan

untuk memprediksi stuck fermentation. Stuck fermentation berkaitan dengan kecukupan

nutrisi terutama nitrogen pada media. Konsentrasi minimal nitrogen yang dibutuhkan

dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi gula awal. Fermentasi dengan nitrogen yang

rendah akan sensitif terhadap suhu ekstrim. Fermentasi berjalan paling cepat pada suhu

25oC meskipun pada suhu antara 11 – 25oC juga dapat digunakan untuk melakukan

fermentasi. Kadar nitrogen yang rendah pada kondisi awal fermentasi akan

menghasilkan aktivitas fermentasi lebih bermasalah pada suhu rendah ataupun tinggi

karena menghasilkan sel yang lebih sedikit.

Suatu proses metabolisme atau katabolisme atau bioenergy dimana menggunakan

mikroorganisme sebagai akseptor electron terminal atau terakhirnya disebut dengan

proses fermentasi (Timotius, 1982). Kandungan gula di dalam media fermentasi dapat

dipecah menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroorganisme selama proses fermentasi

berlangsung. Hasil akhir fermentasi bergantung pada jenis bahan pangan (substrat),

jenis mikroba, dan proses metabolismenya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

mikroorganisme dapat tumbuh jika di dalam media terdapat sumber karbon dan sumber

nitrogen. Sumber karbon dan nitrogen yang tinggi dapat ditemukan pada sayur-sayuran

dan buah-buahan. Buah yang mengandung gula yang tinggi dapat digunakan sebagai

medium yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme (Winarno et al, 1980).

Proses fermentasi meliputi dua tahap yaitu fermentasi utama dan fermentasi lanjutan.

Pada fermentasi utama terjadi pengubahan gula. Gula-gula yang dapat digunakan untuk

proses fermentasi antara lain glukosa, sukrosa, maltosa dan maltotriosa. Gula akan

diubah oleh Saccharomyces cereviceae menjadi alkohol, CO2 dan kalori. Sedangkan

dalam fermentasi lanjutan akan meragikan kembali sisa ekstrak dari peragian utama,

menyempurnakan dan mematangkan rasa dan aroma, serta menjenuhkan kadar O2

(Arpah, 1993). Reaksi fermentasi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Karbohidrat yeast alkohol gas

Page 11: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

10

Menurut Sharma & Caralli (1998), fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari

dekomposisi heksosa, menghasilkan etanol dan CO2. Fermentasi yeast pada gula

menghasilkan larutan yang mengandung alkohol 10 – 15%. Minuman yang

mengandung alkohol tinggi akan membunuh yeast itu sendiri. Fermentasi alkohol dapat

terjadi karena yeast memproduksi enzim.

Cuka atau vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan-bahan yang mengandung

pati dan gula dimana di dalam prosesnya melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi

alkoholik dan fermentasi asetat. Salah satu cuka yang terkenal dan berasal dari buah-

buahan segar yaitu cuka apel. Hal ini dituliskan oleh Zubaidah (2011) dalam jurnalnya

yang berjudul Pengaruh Pemberian Cuka Apel dan Cuka Salak Terhadap Kadar

Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Diet Tinggi Gula. Buah yang digunakan

dalam praktikum ini yaitu buah apel malang dimana buah ini memiliki kandungan gula

yang tinggi sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme karena terdapat gula

yang dapat berperan sebagai sumber karbon. Konsentrasi gula pada sari buah harus

selalu dalam keadaan yang optimum yaitu sekitar 15%. Konsentrasi gula yang optimum

akan menyebabkan aktivitas mikroorganisme menjadi optimal, sehingga

mikroorganisme yang diinokulumkan dapat mengubah komponen-komponen di dalam

sari buah sesuai yang diinginkan (Satuhu, 1993).

Mula-mula buah apel malang dihancurkan dengan menggunakan juicer sebanyak + 3

liter untuk 1 kloter praktikum. Sari buah apel malang yang diperoleh kemudian

disterilisasi terlebih dahulu selama 30 menit. Proses sterilisasi ini untuk membunuh

atau mematikan semua jasad renik/mikroorganisme yang terdapat

pada suatu benda, sehingga bila ditumbuhkan didalam suatu medium

tidak ada lagi mikroorganisme lain selain kultur yang dapat

berkembang biak dalam media (Fardiaz, 1992). Selanjutnya, sari buah

apel yang sudah disterilkan diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan

ke dalam Erlenmeyer (Gambar 2a) dan ditutup dengan menggunakan

aluminum foil dan diikat dengan karet supaya tidak mudah terbuka.

Kemudian erlenmeyer dipasteurisasi di dalam waterbath selama 30

menit (Gambar 2b). Kemudian erlenmeyer didinginkan di dalam

baskom berisi air (Gambar 2c).

Page 12: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

11

Gambar 2. a) Sari buah apel malang diberi inokulasi Saccharomyces

cereviceae. b) Sari buah apel dipasteurisasi pada suhu

80oC selama 30 menit. c) Sari buah apel

didinginkan di dalam baskom berisi air.

Kemudian ditambahkan inokulum yeast Saccharomyces cereviceae sebanyak 30 ml ke

dalam sari buah apel tersebut secara aseptis ke dalam beker gelas (Gambar 3).

Pengambilan inokulum harus akurat dengan menggunakan pipet ukur. Teknik aseptik

ini bertujuan untuk mencegah tercemarnya biakan murni, yaitu biakan yang hanya

terdiri dari satu spesies tunggal. Kontaminasi dapat terjadi melalui kontaminasi dari

udara lingkungan sekitar maupun dari praktikan yang melakukannya (Hadioetomo,

1993). Menurut Atlas (1984), mikroorganisme jenis Saccharomyces banyak digunakan

untuk memproduksi berbagai macam tipe minuman beralkohol. Produksi minuman

beralkohol melalui proses fermentasi alkohol yaitu mengkonversi gula menjadi alkohol

melalui enzim mikroba. Flavor yang dihasilkan tidak selalu sama karena jika

menggunakan bahan makanan yang berbeda maka akan menghasilkan flavor yang

berbeda pula. Selain itu, jika menggunakan jenis mikroorganisme yang berbeda maka

karakteristik yang dihasilkan juga akan berbeda pula.

a. b. c.

Page 13: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

12

Gambar 3. Sampel diambil sebanyak 30 ml dan dimasukkan ke dalam

beker gelas.

Setelah diberi inokulum, kemudian dilakukan inkubasi dengan

perlakuan shaker. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang yaitu antara

25 – 30oC selama 5 hari. Setiap 24 jam dilakukan pengambilan

sampel sebanyak 30 ml secara aseptis untuk dilakukan pengamatan

mengenai kepadatan sel, total asam, OD, dan pH. Setelah dilakukan

pengamatan, sari buah apel yang berisi inokulum diletakkan kembali

ke dalam shaker. Kemudian diinkubasi kembali dan dilakukan

demikian untuk N0, N24, N48, N72, dan N96.

Kepadatan sel yeast di dalam sari buah apel malang diukur dengan

menggunakan metode haemocytometer. Menurut Hadioetomo (1993),

haemocytometer merupakan suatu ruang hitung yang terdiri atas petak-petak yang

berukuran sangat kecil dimana dapat digunakan untuk menghitung jumlah sel di bawah

mikroskop, biasanya digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar ukuran sel darah

merah. Pengamatan mengenai kepadatan sel dilakukan selama 5 hari yang terdiri dari

N0, N24, N48, N72, dan N96. Mula-mula kaca preparat haemocytometer dibersihkan dengan

menggunakan alkohol (Gambar 4a) dan dikeringkan dengan tissue. Setelah itu kaca

preparat ditutup dengan penutup kaca preparat. Sampel kemudian diambil dengan

menggunakan pipet tetes dan dimasukkan ke dalam kaca preparat haemocytometer

secara perlahan pada sela-sela kaca preparat (Gambar 4b). Sampel harus dimasukan

perlahan untuk menghindari adanya udara yang terperangkap di dalam kaca preparat

haemocytometer sehingga tidak mengganggu pengamatan sel. Kemudian diamati

Page 14: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

13

kepadatan sel yeast dengan menggunakan mikroskop. Kepadatan sel yeast dapat

diketahui jika yeast terdapat pada satu petak dimana dibatasi oleh 3 garis di setiap

sisinya. Perhitungan mikroskopik kepadatan sel dengan pertolongan kotak-kotak skala

seperti yang dilakukan dalam pengukuran dengan menggunakan haemocytometer ini

disebut dengan metode Petroff – Hauser (Fardiaz, 1992).

Gambar 4. a) Kaca preparat haemocytometer dibersihkan dengan alkohol.

b) Sampel diisikan ke dalam preparat haemocytometer.

Berdasarkan hasil pengamatan tentang kepadatan sel yeast dalam minuman vinegar,

dapat diketahui bahwa semakin lama waktu fermentasi maka jumlah sel yeast yang

terdapat di dalam sari buah apel malang semakin banyak pula. Kenaikan jumlah sel

dapat dilihat pada grafik 1 dimana dapat terlihat bahwa adanya pertumbuhan dari yeast.

Hal ini menunjukkan bahwa kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase yaitu

fase lag, fase log dan fase stasioner (Stanburry & Whitaker, 1984). Semakin

bertambahnya jumlah mikroorganisme dapat disebabkan karena sari buah apel malang

yang sudah diberi inokulum yeast di dalamnya diletakkan pada shaker incubator,

dimana pada shaker incubator ini secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai aerasi

dan agitasi (Said, 1987). Menurut Stanbury & Whitaker (1984), tujuan utama dari aerasi

yaitu untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi kebutuhan metabolisme

mikroorganisme di dalam bahan pangan. Sedangkan agitasi bertujuan untuk

menghomogenkan suspensi sel-sel mikroba di dalam medium nutrient. Selain itu,

agitator dapat menurunkan ukuran gelembung-gelembung udara yang diperoleh di area

antara permukaan yang lebih besar untuk transfer oksigen, dapat mengurangi difusi,

serta dapat mempertahankan kondisi lingkungan yang stabil di dalam wadah. Namun

a. b.

Page 15: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

14

pencampuran sel ragi Saccharomyces cereviceae dengan substrat dengan menggunakan

shaker juga memiliki kelemahan yaitu pemisahan produk akan lebih sulit dan sel ragi

yang bercampur dengan produk akan sulit untuk dipisahkan pula. Hal ini dinyatakan

oleh Sebayang (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Pembuatan Etanol dari Molase

Secara Fermentasi Menggunakan Sel Saccharomyces cereviceae yang Terimobilisasi

pada Kalsium Alginat.

Namun pada beberapa kelompok mengalami penurunan jumlah sel yeast seiring dengan

lamanya waktu inkubasi. Hal ini dapat disebabkan karena yeast substrat yang terdapat di

dalam sari buah apel tersebut sudah habis sehingga yeast tidak dapat memperoleh

makanan dari substrat tersebut. Sehingga pertumbuhannya menurun. Selain itu, juga

dapat disebabkan larutan kurang homogen saat diambil sampel untuk pengukuran, yeast

terdapat pada bagian dasar erlenmeyer. Sehingga jumlah mikroorganisme yang

terhitung di dalam sampel kurang menggambarkan pertambahan jumlah sel di dalam

larutan. Kepadatan sel yeast yang dianalisa dengan menggunakan haemocytometer

dapat dilihat pada gambar 5. Menurut Gavimath, et al (2012) dalam jurnalnya yang

berjudul Comparative Analysis of Wine From Different Fruits mengatakan bahwa

menurunnya konsentrasi sel dalam larutan juga dapat disebabkan karena adanya gula

yang memiliki konsentrasi yang tinggi. Gula dengan konsentrasi yang tinggi dapat

menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan dari yeast selama proses fermentasi.

Gambar 5. Penampakan Kepadatan Sel Yeast Menggunakan Metode Haemocytometer

dari Jam ke-0 Hingga Jam Ke-96

Analisa kedua yang dilakukan dalam praktikum ini adalah analisa mengenai hubungan

antara jumlah sel dengan tingkat kekeruhan (OD). Mula-mula, sampel diambil sebanyak

10 ml. Kemudian dilakukan penentuan OD dengan menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 660 nm. Penentuan jumlah sel yeast dengan menggunakan

spektrofotometer didasarkan pada kekeruhan yang menandai pertumbuhan mikrobia

Page 16: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

15

pada media cair. Semakin besar konsentrasi sel mikrobia dalam suspensi, maka semakin

keruh kenampakan suspensi tersebut. Kekeruhan ini dapat digunakan untuk mempelajari

kinetika pertumbuhan mikroba dalam suatu media (Rahman, 1992). Dasar pengukuran

spektrofotometer adalah mengukur intensitas cahaya yang diteruskan melewati suatu

medium (cairan atau suspensi) dalam cuvet karena cahaya yang melewati suatu suspensi

akan tersebar sebagian dan ada yang diteruskan sebagian (Sastrohamidjojo, 1991).

Metode spektrofotometer, terdiri atas 3 bagian, yaitu:

1. Sumber cahaya monokromater

2. Sel / kuvet untuk larutan dan pelarut yang akan diuji

3. Piranti untuk menerima berkas cahaya yang dilewati larutan yang diuji

(Mendham, 1994).

Berdasarkan data yang diperoleh, hampir seluruh kelompok mendapatkan hasil yang

minus, dimana tingkat kekeruhan pada sampel lebih rendah dibandingkan dengan

kontrol (0,000). Pada sampel setiap kelompok, larutan menjadi lebih bening seiring

dengan lamanya waktu inkubasi (Grafik 3). Ampas dari sari buah apel malang lama-

kelamaan terangkat ke permukaan larutan, sehingga bagian yang keruh tidak tercampur

rata dan mengurangi nilai absorbansinya. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan

Anonim (2007) dimana menyatakan bahwa absorbansi dan konsentrasi sel saling

berbanding lurus, maka jika semakin tinggi nilai absorbansi, semakin tinggi pula jumlah

biomassa di dalam larutan. Jika dilihat pada jumlah sel yeast yang dihasilkan pada

penjelasan sebelumnya, menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel. Namun pada

analisis OD tidak menunjukkan hasil yang sesuai (Grafik 2). Oleh karena itu,

konsentrasi sel di dalam suspensi tidak dapat dikatakan sebagai nilai OD (Optical

Density).

Analisis ketiga yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu mengukur pH pada minuman

vinegar selama fermentasi berlangsung. Mula-mula, sampel diambil sebanyak 10 ml.

Kemudian sampel diukur tingkat pH-nya dengan menggunakan pH meter (Gambar 6).

Page 17: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

16

Gambar 6. Pengukuran pH menggunakan pH meter

Charalampopoulos et al., (2002) menyatakan bahwa adanya aktivitas mikroba selama

proses fermentasi akan menyebabkan menurunnya pH seiring dengan meningkatnya

keasaman produk fermentasi. Namun pada hasil yang diperoleh, pH setiap kelompok

mengalami kenaikan selama proses fermentasi berlangsung seperti pada grafik 4 di atas.

Jumlah aktivitas yeast di dalam suspensi tidak membuat pH larutan menjadi semakin

rendah namun membuat pH pada larutan semakin bertambah tinggi. Hal ini tidak sesuai

dengan teori dari Charalampopoulos et al., (2002). Roukas (1996) menambahkan pH

optimum S. cerevisiae adalah 3,5-6,5. pH akan semakin rendah seiring dengan lamanya

waktu fermentasi dan semakin meningkatnya jumlah sel mikroorgnisme yang

berkembangbiak di dalam suatu suspensi. Hal ini dikarenakan jika jumlah sel yeast semakin

bertambah banyak maka kadar alkohol yang dihasilkan akan semakin banyak pula.

Sehingga pH-nya akan menjadi semakin rendah.

Analisis keempat yang juga diukur dalam praktikum ini adalah tingkat total asam pada

produk. Penentuan total asam pada produk ditentukan dengan menggunakan metode

titrasi. Mula-mula sampel diambil sebanyak 10 ml. kemudian ditetesi dengan indikator

PP sebanyak 33 tetes. Setelah itu, dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titrasi

dilakukan hingga larutan berubah warna menjadi merah kecoklatan (Gambar 7). Kadar

total asam pada produk dihitung dengan menggunakan rumus :

Total Asam (mg/ml) =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192

10 ml sampel

Page 18: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

17

Total asam berkaitan dengan besarnya pH pada minuman vinegar. Seperti yang telah

dijelaskan oleh Charalampopoulos et al., (2002) dimana aktivitas mikroba selama proses

fermentasi akan menyebabkan menurunnya pH seiring dengan meningkatnya keasaman

produk fermentasi. Menurut Sreeramulu et al (2000) dalam jurnalnya yang berjudul

Kombucha Fermentation and It’s Antimikrobial Activity mengatakan bahwa meningkatnya

keasaman pada produk fermentasi dipicu karena adanya asam-asam organik yang

muncul selama proses fermentasi berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan yang

diperoleh, hanya kelompok B2, B4, dan B5 yang mengalami peningkatan total asam

pada produk seiring dengan lamanya waktu fermentasi. Namun pada kelompok B1 dan

B3 mengalami penurunan total asam pada produk selama proses fermentasi

berlangsung. Penurunan ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Charalampopoulos et al., (2002) dimana keasaman akan meningkat selama waktu

fermentasi berlangsung. Adanya perbedaan kenaikan dan penurunan total asam yang

diperoleh dapat dikarenakan kesalahan praktikan selama melakukan titrasi dan

praktikan kurang jeli melihat perubahan warna yang terjadi selama titrasi. Menurut

Girindra (1986), dalam melakukan titrasi, sebaiknya pada bagian bawah erlenmeyer

dialasi dengan kertas putih supaya perubahan warna selama titrasi dapat terlihat dengan

jelas. Kwartiningsih dan Mulyani (2005) dalam jurnalnya yang berjudul Fermentasi Sari

Buah Nanas Menjadi Vinegar, menambahkan bahwa terjadinya penurunan keasaman

juga dapat dipicu karena asam-asam asetat yang dihasilkan selama proses fermentasi

teroksidasi oleh oksigen sehingga berubah menjadi CO2 dan air. Oksidasi asam asetat oleh

oksigen menghasilkan reaksi sebagai berikut :

CH3COOH + O2 2 CO2 + 2 H2O

Page 19: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

18

Gambar 7. Perubahan Warna Pada Minuman Vinegar dari Sari Buah Apel Malang

Setelah Titrasi Dengan NaOH 0,1 N

Page 20: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

3. KESIMPULAN

Fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari dekomposisi heksosa,

menghasilkan etanol dan CO2.

Saccharomyces banyak digunakan untuk memproduksi berbagai macam tipe

minuman beralkohol.

Sterilisasi bertujuan untuk membunuh atau mematikan semua jasad

renik/mikroorganisme yang terdapat pada suatu benda.

Teknik aseptik bertujuan untuk mencegah tercemarnya biakan murni yaitu biakan

yang hanya terdiri dari satu spesies tunggal.

Haemocytometer digunakan untuk menghitung jumlah sel yeast di bawah

mikroskop.

Semakin lama waktu fermentasi maka jumlah sel yeast yang terdapat di dalam sari

buah apel malang semakin banyak pula.

Menurunnnya konsentrasi sel disebabkan karena terdapat gula dengan konsentrasi

tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan yeast.

Nilai OD ditentukan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang

660 nm.

Semakin besar konsentrasi sel mikrobia dalam suspensi, maka semakin keruh

kenampakan suspensi tersebut

Semakin tinggi nilai absorbansi, semakin tinggi pula jumlah biomassa di dalam

larutan.

Penentuan pH dengan menggunakan pH meter.

pH akan menurun seiring dengan meningkatnya keasaman produk fermentasi.

Semakin bertambah jumlah sel yeast maka kadar alkohol semakin tinggi dan pH

akan semakin rendah.

Penentuan total asam pada produk ditentukan dengan menggunakan metode titrasi

dengan menggunakan NaOH 0,1 N.

Titrasi dilakukan hingga larutan berubah warna menjadi merah kecoklatan.

Penurunan keasaman karena asam-asam asetat yang dihasilkan selama proses

fermentasi teroksidasi oleh oksigen sehingga berubah menjadi CO2 dan air.

19

Page 21: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

20

Semarang, 5 Juni 2014

Praktikan, Asisten Dosen,

- Stella Mariss - Meilisa Lelyana - Katharina Nerissa

Abigail Sharon Effendy - Chrysentia Archinitta 11.70.0086 - Andriani Cintya

Page 22: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

4. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Charalampopoulos, D., Wang, R., Pandiella, S.S., Webb, C. 2002. Isolation and Characterization of Lactic Acid Bacteria from “Ting” in The Northern Province of South Africa. Thesis.University of. Pretoria. Pretoria

Coleman, M. C., R. Fish & D. E. Block. (2007). Temperature-Dependent Kinetic Model for Nitrogen-Limited Wine Fermentations. http://aem.asm.org/cgi/content/full/73/18/5875?maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULTFORMAT=1&andorexacttitle=and&fulltext=fermentation+kinetic&andorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevance&resourcetype=HWCIT

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gavimath, et al (2012). Comparative Analysis of Wine From Different Fruits. International Journal of Advanced Biotechnology and Research. ISSN 0976-2612, Online ISSN 2278–599X, Vol 3, Issue 4, 2012, pp 810 -813.

Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hayes, P. R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman and Hall. Great Britain.

Kwartiningsih, E. & Mulyati, Sri.(2005). Jurnal : Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNS. Vol. 4. No. 1. 8 Juni 2005 : 8 – 12.

Mendham, J. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Reed, G & Rehm, H. J. (1995). Biotechnology volume 9. VCH Verlagsge Sellschaft. New York.

Roukas, T. 1994. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.

21

Page 23: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sastrohamidjojo, H, 1991,Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.

22

Page 24: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

23

Satuhu, S. (1993). Penanganan & Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Schlegel, H. G. & K. Schmidt . (1994) . Mikrobiologi Umum . Gadjah Mada University Press . Yogyakarta .

Sebayang, Firman (2006). Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi Menggunakan Sel Saccharomyces cereviceae yang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat. Jurnal Teknologi Proses 5(2). ISSN 1412 – 7814. Juli 2006 : 68 – 74.

Sharma, J.L. & S. Caralli. (1998). A Dictionary of Food & Nutritions. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.

Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and It’s Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 65–73.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Timotius, K. H. (1982). Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. ( 1980 ). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zubaidah, Elok (2011). Pengaruh Pemberian Cuka Apel dan Cuka Salak Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Diet Tinggi Gula. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 3 pg. 163-169

Page 25: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

5.1.1. Jumlah Sel

Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc

Jumlah sel/cc= 1Volume petak

× rata−rata jumlah MO tiap petak

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc

N0 Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 50,5 = 2,02 x 108 sel/cc

N24 Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 61= 2,44 x 108 sel/cc

N48 Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 69,5 = 2,78 x 108 sel/cc

N72 Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 86 = 3,44 x 108 sel/cc

N96 Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 96,5 = 3,86 x 108 sel/cc

5.1.2. Total Asam

Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192

10 ml sampel

N0 Total Asam = 8 x0,1 x192

10 = 15,36 mg/ml

N24 Total Asam =

8,5 x0,1 x19210

= 16,32 mg/ml

N48 Total Asam = 9,5 x0,1 x192

10 = 18,24 mg/ml

24

Page 26: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

N72 Total Asam = 8 x0,1 x192

10 =15,36 mg/ml

N96 Total Asam = 8 ,5 x 0,1 x 192

10 = 16,32 mg/ml

25

Page 27: Laporan_Kinetika_Fermentasi_KloterB_11.70.0086

26

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal