LAPORAN_F

34
I. TUJUAN Memahami dan mampu membuat sediaan galenik II. TEORI DASAR II.1. Ilmu Galenika Istilah galenika diambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudius Galenos (GALEN) yang membuat sediaan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, sehingga timbulah ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika.Jadi Ilmu Galenika adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan). Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat sebagai berikut: Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan obat nabati. Dari simplisia tersebut obat-obat (bahan obat) yang terdapat di dalamnya diambil dan diolah dalam bentuk sediaan/preparat. Tujuan dibuatnya sediaan galenik: 1. Untuk memisahkan obat-obat yang terkandung dalam simplisia dari bagian lain yang dianggap tidak bermanfaat. 2. Membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai 3. Agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan yang lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik antara lain: 1. Derajat kehalusan Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat yang terkandung tersebut di sari. Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus, dan sebaliknya. 2. Konsentrasi / kepekatan Beberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas konsentrasinya agar kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan. 3. Suhu dan lamanya waktu 1

Transcript of LAPORAN_F

Page 1: LAPORAN_F

I. TUJUAN

Memahami dan mampu membuat sediaan galenik

II. TEORI DASAR

II.1. Ilmu Galenika

Istilah galenika diambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudius

Galenos (GALEN) yang membuat sediaan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan

dan hewan, sehingga timbulah ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika.Jadi

Ilmu Galenika adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat)

obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).

Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat sebagai berikut:

• Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan

obat nabati.

• Dari simplisia tersebut obat-obat (bahan obat) yang terdapat di dalamnya

diambil dan diolah dalam bentuk sediaan/preparat.

Tujuan dibuatnya sediaan galenik:

1. Untuk memisahkan obat-obat yang terkandung dalam simplisia dari bagian

lain yang dianggap tidak bermanfaat.

2. Membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai

3. Agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan

yang lama.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik antara

lain:

1. Derajat kehalusan

Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat

yang terkandung tersebut di sari. Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat

semakin halus, dan sebaliknya.

2. Konsentrasi / kepekatan

Beberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas

konsentrasinya agar kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.

3. Suhu dan lamanya waktu

1

Page 2: LAPORAN_F

Harus disesuaikan dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari

atau tidak.

4. Bahan penyari dan cara penyari

Cara ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan

penyari ke dalam simplisia.

Bentuk-bentuk sediaan galenik antara lain:

1. Hasil penarikan diantaranya: Extracta, Tinctura, Decocta/Infusa

2. Hasil penyulingan/pemerasan diantaranya: Aqua Aromatika, Olea Volatilia

(minyak menguap), Olea Pinguia (minyak lemak)

3. Syrup.

II.2. Penarikan (Extraction)

Extractio adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari bahan asal yang

umumnya zat berkhasiat tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak

berubah. Istilah extractio hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan

asal dengan menggunakan cairan penarik/pelarut. Cairan penarik yang

dipergunakan disebut menstrum, ampasnya disebut marc atau faeces. Cairan yang

dipisahkan disebut Macerate Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.

Umumnya extractio dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat

berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu.. Zat-zat berkhasiat tersebut

antara lain alkaloida, glukosida, damar, olea, resina, minyak atsiri, lemak.

Disamping itu terdapat juga jenis-jenis gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein,

pectin, selulosa yang pada umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut

tertentu dimana sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam extractio.

Tujuan utama extractio adalah untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat

pengobatan sebanyak mungkin dari zat-zat yang tidak berfaedah, supaya lebih

mudah digunakan dari pada simplisia asal. Begitu juga penyimpanan dan tujuan

pengobatannya terjamin sebab pada umumnya simplisia terdapat dalam keadaan

tercampur yang memerlukan cara-cara penarikan dan cairan-cairan penarik tertentu

yang nantinya akan menghasilkan sediaan galenik sesuai dengan pengolahannya.

Suhu penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan. Suhu penarikan pada

masing-masing cara extractio berbeda-beda.

Maserasi : 15 – 25 0C

2

Page 3: LAPORAN_F

Digerasi : 35 – 45 0C

Infundasi : 90 – 98 0C

Memasak : suhu mendidih

Dalam beberapa hal sebelum sediaan yang dimaksud dibuat, simplisia perlu

diolah terlebih dahulu. Misalnya mengawal lemakkannya (Strychni, Secale cornuti)

atau menghilangkan zat pahitnya (Lichen islandicus). Agar zat-zat yang tidak

berguna/merusak tidak ikut tertarik bersama-sama dengan zat-zat yang berkhasiat.

Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna :

1. Dengan memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan berkhasiatnya mudah

larut, sedangkan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut dalam cairan

penyari tersebut.

2. Dengan menarik/merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat

terbanyak larutnya.

3. Dengan menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu dimana bahan

berkhasiat dari sipmlisia lebih banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak

berguna sedikit atau tidak larut.

4. Dengan memurnikan/membersihkan memakai cara-cara tertentu baik secara

ilmu alam maupun ilmu kimia.

Jadi kesimpulan dalam extractio ini adalah memilih salah satu cara penarikan

yang tepat dengan cairan yang pantas dan memisahkan ampas dengan hasil

penarikan yang akan menghasilkan sebuah preparat galenik yang dikehendaki.

Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, kadang-kadang

juga yang segar. Untuk kemudahan simplisia yang kering ini dilembabkan terlebih

dahulu/di-maserer dalam batas waktu tertentu. Disamping itu simplisia ini

ditentukan derajat halusnya untuk memperbesar atau memperluas permukaannya,

sehingga menyebabkan proses difusi dari zat-zat berkhasiat lebih cepat dari pada

melalui dinding-dinding sel yang utuh (proses osmose).

II.3. Cairan - Cairan Penarik

Menentukan cairan penarik apa yang akan digunakan harus diperhitungkan

betul-betul dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain:

1. Kelarutan zat-zat dalam menstrum

3

Page 4: LAPORAN_F

2. Tidak menyebabkan nantinya zat-zat berkhasiat tersebut rusak atau

akibat-akibat yang tidak dikehendaki (perubahan warna, pengendapan,

hidrolisa)

3. Harga yang murah

4. Jenis preparat yang akan dibuat

Macam – macam cairan penyari antara lain:

1. Air

Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang luas, pada

suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat misalnya:

garam-garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan

garam-garam mineral.

Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan

pengecualian misalnya pada condurangin, Ca-hidrat, garam glauber dll.

Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik dimana zat-zat

tersebut meripakan makanan yang baik untuk jamur atau bakteri dan dapat

menyebabkan mengembangkan simplisia sedemikian rupa, sehingga akan

menyulitkan penarikan pada perkolasi.

2. Etanol

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu. Umumnya pelarut yang

baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk

jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzym-enzym

tidak bekerja termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan

kebanyakan bakteri. Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga

berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum)

lebih baik dari pada air sendiri.

3. Gycerinum (Gliserin)

Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan menstrum

untuk penarikan simplisia yang mengandung zat samak. Gliserin adalah

pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil oksidanya, jenis-jenis gom

dan albumin juga larut dalam gliserin. Karena cairan ini tidak atsiri, tidak

sesuai untuk pembuatan ekstrak-ekstrak kering.

4. Eter

4

Page 5: LAPORAN_F

Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk

pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan

lama.

5. Solvent Hexane

Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah kasar.

Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak. Biasanya

dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang mengandung

lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan

galenik, misalnya strychni, secale cornutum.

6. Acetonum

Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam, pelarut yang baik

untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Baunya kurang enak

dan sukar hilang dari sediaan. Dipakai misalnya pada pembuatan Capsicum

oleoresin (N.F.XI).

7. Chloroform

Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek farmakologinya.

Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemak dan

minyak atsiri.

II.4. Cara – Cara Penarikan

1. Maserasi

Adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara merendam simplisia

tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C.

Maserasi juga merupakan proses pendahuluan untuk pembuatan secara

perkolasi.

2. Digerasi

Cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia dengan cairan penyari

pada suhu 35o – 45o. Cara ini sekarang sudah jarang dilakukan karena

disamping membutuhkan alat-alat tertentu juga pada suhu tersebut beberapa

simplisia menjadi rusak.

3. Perkolasi

5

Page 6: LAPORAN_F

Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator,

yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut

dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi

syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Cara-cara perkolasi :

1. Perkolasi biasa

2. Perkolasi bertingkat, reperkolasi, fractional percolation

3. Perkolasi dengan tekanan, pressure percolation

4. Perkolasi persambungan, continous extraction, memakai alat

soxhlet.

Hal-hal yang harus mendapat perhatian pada perkolasi ialah:

1. Mempersiapkan simplisianya terutama derajat halusnya.

2. Melembabkan dengan cara penyari (maserasi I).

3. Jenis perkolator yang dipergunakan dan mempersiapkannya.

4. Cara memasukkannya ke dalam perkolator dan lamanya

dimaserer dalam perkolator (maserasi II).

5. Pengaturan penetapan cairan keluar dalam jangka waktu yang

ditetapkan.

II.5. Perkolasi

a. Perkolasi Biasa

Simplisia yang telah ditentukan derajat halusnya direndam dengan cairan

penyari, masukkan kedalam perkolator dan diperkolasi sampai didapat

perkolat tertentu. Untuk pembuatan tingtur disari sampai diperoleh bagian

tertentu, untuk ekstrak cair disari sampai tersari sempurna. Perkolasi umumnya

digunakan untuk pengambilan sari zat-zat yang berkhasiat keras.

Gambar Perkolator:

6

Page 7: LAPORAN_F

perkolator perkolasi biasa perkolasi kontinyu

b. Perkolasi Bertingkat / Reperkolasi

Reperkolasi adalah suatu cara perkolasi biasa, tetapi dipakai beberapa

perkolator. Dengan sendirinya simplisia di bagi-bagi dalam beberapa porsi dan

ditarik tersendiri dalam tiap perkolator. Biasanya simplisia dibagi dalam tiga

bagian dalam tiga perkolator, perkolat-perkolat dari tiap perkolator diambil

dalam jumlah yang sudah ditetapkan dan nantinya dipergunakan sebagai

cairan penyari untuk perkolasi berikutnya pada perkolator yang kedua dan

ketiga.

Cara Kerjanya:

Isi perkolator pertama–tama dilembabkan dan ditarik seperti cara

memperkoler biasa tetapi perkolatnya ditentukan dalam beberapa bagian

dan jumlah volume tertentu, misalnya: 200 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300

cc, 300 cc bagian yang pertama perkolat A (200 cc) adalah sebagian sediaan

yang diminta dan perkolat selanjutnya disebut susulan pertama.

Perkolator kedua dilembabkan simplisianya dengan perkolat A (susulan

pertama), akan diperoleh perkolat-perkolat dalam jumlah-jumlah dan

volume tertentu, dengan catatan perkolat ini nantinya terdapat 300 cc, 200

cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, bagian pertama perkolat (300 cc) adalah

sebagian dari sediaan.

Perkolator ketiga diolah seperti kedua, dengan perkolator B bagian kedua

200 cc dan seterusnya sampai terdapat nantinya sebanyak 500 cc, terlihat

disini bahwa perkolat A bagian pertama, lebih kecil volumenya dari

7

Page 8: LAPORAN_F

perkolat B bagian pertama, tetapi sebaliknya perkolat A bagian-bagian

berikutnya lebih besar volumenya dari perkolat-perkolat B. Hasilnya ialah:

∼ perkolat A pertama 200 cc

∼ perkolat B pertama 300 cc jumlah 1000 cc

∼ perkolat C pertama 500 cc

Keuntungan pertama pada reperkolasi ialah preparat yang terdapat dalam

bentuk pekat dan berarti penghematan menstrum. Tetapi reperkolasi ini tidak

dapat dipergunakan untuk ekstraksi sampai habis. Secara resmi reperkolasi

dipergunakan hanya untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair yang simplisianya

mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan atau rusak oleh pemanasan.

c. Perkolasi Dengan Tekanan

Digunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang sangat kecil

sehingga cara perkolasi biasa tidak dapat dilakukan. Untuk itu perlu ditambah

alat penghisap supaya perkolat dapat turun ke bawah. Alat tersebut dinamakan

diacolator.

II.6. Tinctura

Tingtur (tinctura) adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau

perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia

dalam pelarut yang tertera pada masing–masing monografi. Kecuali dinyatakan

lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat

keras.

Cara pembuatan:

1. Maserasi

Kecuali dinyatakan lain, dilakukan sebagai berikut:

• Masukkan 20 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam

sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan

selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering di aduk, serkai, peras,

cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100

bagian.

8

Page 9: LAPORAN_F

• Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung

dari cahaya, selama 2 hari, enap, tuangkan atau saring.

2. Perkolasi, kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut :

• Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus

yang cocok dengan 2,5–5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam

bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Pindahkan masa sedikit demi

sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi

dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di

atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator,

biarkan selama 24 jam.

• Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan

berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis

cairan penyari di atas simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat.

• Peras masa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan

cairan penyari secukupnya hingga diproleh 100 bagian. Pindahkan ke

dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk terlindung dari

cahaya. Enap, tuang atau saring.

Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian

perkolat, tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu

encerkan dengan cairan penyari secukupnya. Penyimpanan dalam wadah tertutup

rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.

Sediaan tingtur harus jernih, untuk bahan dasar yang mengandung harsa

digunakan cairan penyari etanol 90% dan pada umumnya cairan penyari adalah

etanol 70%. Tingtur yang mengandung harsa/damar adalah Mira Tinctura,

Asaefoetida Tinctura, Capsici Tinctura, Tingtur Menyan.

Menurut Cara Pembuatan dibagi menjadi:

1. Tingtur Asli

Tingtur asli adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.

Contoh:

∼ Tingtur yang dibuat secara maserasi

1. Opii Tinctura FI III

2. Valerianae Tinctura FI III

9

Page 10: LAPORAN_F

3. Capsici Tinctura FI II

4. Myrrhae Tinctura FI II

5. Opii Aromatica Tinctura FI III

6. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974

7. Dan lain-lain

∼ Tingtur yang dibuat secara perkolasi

1. Belladonae Tinctura FI III

2. Cinnamomi Tinctura FI III

3. Digitalis Tinctura FI III

4. Lobeliae Tinctura FI II

5. Strychnini Tinctura FI II

6. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974

7. Dan lain-lain

10

Page 11: LAPORAN_F

2. Tingtur Tidak Asli (Palsu)

Tingtur tidak asli adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan

dasar atau bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu.

Contoh :

1. Iodii Tinctura FI III

2. Secalis Cornuti Tinctura FI III

Menurut kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari) tingtur

dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Tingtur Keras

Tingtur keras adalah tingtur yang dibuat menggunakan 10 % simplisia yang

berkhasiat keras. Contoh:

1. Belladonae Tinctura FI III

2. Digitalis Tinctura FI III

3. Opii Tinctura FI III

4. Lobeliae Tinctura FI II

5. Stramonii Tinctura FI II

6. Strychnin Tinctura FI II

7. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974

2. Tingtur Lemah

Tingtur lemah adalah tingtur yang dibuat menggunakan 20 % simplisia

yang tidak berkhasiat keras. Contoh:

1. Cinnamomi Tinctura FI III

2. Valerianae Tinctura FI III

3. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974

4. Myrrhae Tinctura FI II

Tingtur berdasarkan cairan penariknya antara lain:

11

Page 12: LAPORAN_F

a. Tingtura Aetherea, jika cairan penariknya adalah aether atau campuran

aether dengan aethanol. Contoh : Tingtura Valerianae Aetherea.

b. Tingtura Vinosa, jika cairan yang dipakai adalah campuran anggur

dengan aethanol. Contoh : Tinctura Rhei Vinosa (Vinum Rhei).

c. Tinctura Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai sebagai cairan

penarik ditambahkan suatu asam sulfat. Contoh : pada pembuatan Tinctura

Acida Aromatica.

d. Tinctura Aquosa, jika sebagai cairan penarik dipakai air, contoh :

Tinctura Rhei Aquosa.

e. Tinctura Composita, adalah tingtur yang didapatkan dari jika penarikan

dilakukan dengan cairan penarik selain aethanol hal ini harus dinyatakan

pada nama tingtur tersebut, misalnya campuran simplisia, contoh : Tinctura

Chinae Composita.

Contoh sediaan tinctura lainnya:

1. Tingtur Kina (Chinae Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 20 bagian kulit kina yang diserbuk agak kasar

(22/60) dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan

kadar alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70% hingga memenuhi

syarat.

2. Tingtur Ipeka (Ipecacuanhae Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (18/34) akar ipeka dengan

etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

3. Tingtur Gambir (Catechu Tinctura)

Cara pembuatan: maserasi 200 g gambir yang telah diremukkan dengan 50

g kulit kayu manis yang telah dimemarkan dengan 1000 ml etanol 45%,

biarkan selama 7 hari, serkai, jernihkan dengan penyaringan.

4. Tingtur Poligala (Polygalae Tinctura)

Cara pembuatan: maserasi 20 bagian irisan halus herba poligala dengan

etanol 60% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

12

Page 13: LAPORAN_F

5. Tingtur Ratania (Ratanhiae Tinctura)

Cara pembuatan: maserasi 20 bagian serbuk (6/8) akar ratania dengan

etanol 60 % secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

6. Tingtur Stramonii (Stramonii Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (8/24) herba Stramonium

dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar

alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70%, hingga memenuhi

persyaratan kadar, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.

Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat

sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan.

Pada etiket harus tertera tanggal pembuatan.

7. Tingtur Strichni (Strychni Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (24/34) biji strichni yang telah

dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah, yang menggunakan

pelarut penyari etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan

kadar strichnina, jika perlu dengan etanol 70% secukupnya hingga

memenuhi persyaratan kadar.

8. Tingtur Kemenyan ( Benzoes Tinctura)

Cara pembuatan: Larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam 100 bagian etanol

90 %, saring.

9. Tingtur Lobelia (Lobeliae Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (6/34) herba lobelia dengan

etanol 70% secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

10. Tingtur Mira (Myrrhae Tinctura)

Cara pembuatan: maserasi 20 bagian serbuk (24/34) Mira dengan etanol

90% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

11. Tingtur Jeruk Manis (Aurantii Tinctura)

Cara pembuatan: 8 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong-

potong halus, maserasi dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian

tingtur.

12. Tingtur Cabe (Capsici Tinctura)

13

Page 14: LAPORAN_F

Cara pembuatan: maserasi 100 g serbuk (10/24) cabe dengan campuran 9

bagian etanol 95 % dan 1 bagian air selama 3 jam. Perkolasi dengan cepat

hingga diperoleh 1000 ml tingtur.

13. Tingtur Beladon (Belladonnae Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk beladon dengan etanol encer,

hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, atur kadar

dengan penambahan etanol encer hingga memenuhi syarat, biarkan selama

tidak kurang dari 24 jam, saring.

Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat

sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan

14. Tingtur Kayu Manis (Cinnamomi Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 20 bagian serbuk (44/60) kulit kayu manis

dengan etanol encer hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

15. Tingtur Digitalis ( Digitalis Tinctura)

Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk digitalis dengan etanol 70 %

hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan potensi atur potensi jika

perlu encerkan dengan etanol 70 % hingga memenuhi syarat.

16. Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)

Cara pembuatan: Larutkan Iodum 1,8–2,2 %, Natriun Iodida 2,1–2,6 %

dalam etanol encer.

17. Tingtur Opium (Tinctura Opii)

Cara pembuatan: maserasi 10 bagian serbuk opium dengan etanol 70 %

hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar dan atur hingga

memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan etanol 70 % secukupnya.

18. Tingtur Opium wangi (Opii Tinctura Aromatica)

Cara pembuatan: maserasi campuran 1 bagian kulit kayu manis serbuk

(22/60), 1 bagian serbuk (22/60) cengkeh dan 12 bagian serbuk opium

dengan campuran etanol 90 % dan air volume sama banyak hingga

diperoleh 100 bagian tingtur.

19. Tingtur Sekale Cornutum (Secalis Cornuti Tinctura)

Cara pembuatan: Campur 1 bagian ekstrak sekale kornutum dengan 9

bagian etanol encer.

20. Tingtur Valerian (Valerianae Tinctura)

14

Page 15: LAPORAN_F

Cara pembuatan: maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar valerian dengan

etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

II.7. Ekstrak (Extracta)

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan

penyari yang dipakai adalah air, eter dan campuran etanol dan air. Cara

Pembuatan:

• Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi,

perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih.

• Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara

maserasi atau perkolasi.

• Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.

1. Maserasi

Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada tingtur, suling atau uapkan

maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak leih dari 50 0C hingga

konsistensi yang dikehendaki.

2. Perkolasi

• Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada tinctura. Setelah

perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam biarkan cairan menetes,

tuangi massa dengan cairan penyari hingga jika 500 mg perkolat yang

keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau

diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga

konsistensi yang dikehendaki

• Pada pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan,

perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian campur dengan perkolat

pertama.

• Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat juga dilakukan

dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas.

• Ekstrak yang diperoleh dengan penyari air hangatkan segera pada suhu

kurang lebih 90 0C, enapkan, serkai. Uapkan serkaian pada takanan

15

Page 16: LAPORAN_F

rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga bobotnya sama dengan

bobot simplisia yang digunakan.

• Enapkan di tempat sejuk selama 24 jam, serkai, uapkan pada tekanan

rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsentrasi yang

dikehendaki.

• Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

• Untuk ekstrak kering dan kental perkolat disuling atau diupkan dengan

tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang

dikehendaki.

Contoh-contoh ekstrak antara lain: Ekstrak Belladonae, Ekstrak Hiosiami

(Hyosyami Extractum), Ekstrak Akar Manis (Glycyrrhizae Succus Extractum),

Ekstrak Timi (Thymi Extractum), Ekstrak Strichi (Strychni Extractum), Ekstrak

Pulepandak (Rouwolfiae Extractum), Ekstrak Kelembak (Rhei Extractum), Ekstrak

Stramonium (Stramonium Extractum), Ekstrak Frangulae (frangulae extractum),

Ekstrak Jadam (Aloes Extractum), Ekstrak Kecambah (Malti Extractum), Ekstrak

Hati (Hepatis Extractum), dan lain-lain.

II.8. Infus (Infusa)

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit. Cara pembuatan infus adalah dengan

mencampur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air

secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu

mencapai 90 0C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain

flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume

infus yang dikehendaki. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan

infus:

1. Jumlah simplisia

2. Derajat halus simplisia

3. Banyaknya ekstra air

4. Cara menyerkai

5. Penambahan bahan-bahan lain

• untuk menambah kelarutan

• untuk menambah kestabilan

• untuk menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain.

16

Page 17: LAPORAN_F

1. Jumlah Simplisia

• Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat

keras di buat dengan menggunakan 10 % simplisia.

• Kecuali untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini, untuk membuat

100 bagian infus, digunakan sejumlah simplisia seperti tersebut di bawah

ini:

Kulit kina 6 bagianDaun digitalis 0,5 bagianAkar ipeka 0,5 bagianDaun kumis kucing 0,5 bagianSekale kornutum 3 bagianDaun sena 4 bagianTemulawak 4 bagian

2. Derajat Halus Simplisia

Yang digunakan untuk infus harus mempunyai deajat halus sebagai berikut:

Serbuk (5/8) Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun sena

Serbuk (8/10) Dringo, kelembak

Serbuk (10/22) Laos, akar valerian, temulawak, jahe

Serbuk (22/60) Kulit kina, akar ipeka, sekale kornutum

Serbuk (85/120) Daun digitalis

3. Banyaknya Air Ekstra

17

Page 18: LAPORAN_F

Umumnya untuk membuat sediaan infus diperlukan penambahan air sebanyak

2 kali berat simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang kita gunakan

pada umumnya dalam keadaan kering.

4. Cara Menyerkai

• Pada umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang

mengandung minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun sena, infus

asam jawa dan infus simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh

diperas.

• Untuk decocta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiatnya larut

dalam keadaan panas, akan mengendap dalam keadaan dingin.

• Infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena

mengandung zat yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air

panas, tetapi tidak larut dalam air dingin.

• Untuk asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan diremas dengan

air hingga massa seperti bubur.

• Untuk buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu.

• Bila sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya, hendaknya diambil

derajat kehalusan suatu bahan dasar yang keketalannya sama / sediaan

galenik dengan bahan yang sama.

5. Penambahan Bahan-Bahan Lain

Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot

bahan berkhasiat dan pada pembuatan infus simplisia yang mengandung

glikosida antrakinon, ditambahkan Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia

II.9. Air Aromatik (Aqua Aromatica)

Aqua aromatica adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang

beraroma dalam air. Diantara air aromatika, ada yang mempunyai daya terapi yang

lemah, tetapi terutama digunakan untuk memberi aroma pada obat-obat atau

sebagai pengawet. Air aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang menyerupai

bahan asal, bebas bau empirematic atau bau lain, tidak berwarna dan tidak

berlendir. Cara pembuatan:

1. Larutkan minyak atsiri sejumlah yang tertera dalam masing-masing monografi

dalam 60 ml etanol 95%.

18

Page 19: LAPORAN_F

2. Tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml sambil dikocok kuat-

kuat.

3. Tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.

4. Encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.

Etanol disini berguna untuk menambah kelarutan minyak atsiri dalam air.

Talc berguna untuk membantu terdistribusinya minyak dalam air dan

menyempurnakan pengendapan kotoran sehingga aqua aromatik yang dihasilkan

jernih.

Selain cara melarutkan seperti yang tertera dalam FI II, buku lain juga

mencantumkan aqua aromatik adalah hasil samping dari pembuatan olea volatilia

secara penyulingan sesudah diambil minyak atsirinya. Aqua aromatik yang

diperoleh sebagai hasil samping pembuatan minyak atsiri secara destilasi dapat

dicegah pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup rapat

yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.

∼ Pemerian aqua aromatika: cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa

tidak boleh menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.

∼ Syarat untuk resep: jika air aromatik keruh, kocok kuat-kuat sebelum

digunakan.

∼ Penyimpanan: dalam wadah terttutup rapat, terlindung dari cahaya, di

tempat sejuk.

∼ Khasiat : zat tambahan.

Air aromatika yang tertera dalam FI II ada 3 yaitu:

1. Aqua Foeniculi, adalah larutan jenuh minyak adas dalam air. Aqua foeniculi

dibuat dengan melarutkan 4 g oleum foeniculi dalam 60 ml etanol 90%,

tambahkan air sampai 100 ml sambil dikocok kuat-kuat, tambahkan 500 mg

talc, kocok, diamkan, saring. Encerkan 1 bagian filtrat dalam 39 bagian air.

Pemerian, penyimpanan sama seperti aqua aromatik.

Syarat untuk resep: seperti aqua aromatik dan sebelum digunakan harus

disaring lebih dahulu.

2. Aqua Menthae Piperitae (air permen) adalah larutan jenuh minyak permen

dalam air. Cara pembuatan: lakukan pembuatan menurut cara yang tertera pada

aqua aromatika dengan menggunakan 2 g minyak permen. Pemerian,

penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.

19

Page 20: LAPORAN_F

3. Aqua Rosae (air mawar) adalah larutan jenuh minyak mawar dalam air. Cara

pembuatan : larutkan 1 g minyak mawar dalam 20 ml etanol, saring. Pada

filtrat tambahkan air secukupnya hingga 5000 ml, saring.

Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatika.

Khusus untuk aqua foeniculi jangan disimpan ditempat sejuk karena etanol

akan menghablur, jadi disimpan pada suhu kamar, kalau keruh kocok dulu sebelum

digunakan. Aqua foeniculi bila menghablur harus dipanaskan pada suhu 25 0C dan

kemudian dikocok kuat-kuat, sebelum digunakan harus disaring.

II.10. Minyak Lemak (Olea Pinguia)

Olea pinguia adalah campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan

gliserin (gliserida asam lemak bersuku tinggi). Minyak lemak akan meninggalkan

noda lemak pada kertas. Cara-cara mendapatkan minyak lemak:

1. diperas pada suhu biasa, misalnya: oleum arachidis, oleum olivae, oleum

ricini

2. diperas pada suhu panas, misalnya: oleum cacao, oleum cocos

Syarat-syarat untuk minyak lemak antara lain:

1. Harus jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat sesudah

dihangatkan (diatas suhu leburnya) tidak boleh berbau tengik.

2. Kecuali dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan dalam chcl3,

eter dan eter minyak tanah.

3. Harus memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa dan minyak-

minyak asing lainnya, senyawa belerang dan logam berat.

Penggunaan minyak lemak:

1. Sebagai zat tambahan

2. Sebagai pelarut, misalnya: sebagai pelarut obat suntik, lotio dan lain-lain,

anti racun, untuk racun yang tidak larut dalam lemak (racunnya dibalut

lemak, lalu segera diberi pencahar atau emetikum) tetapi bila racun yang

larut dalam lemak maka dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.

3. Sebagai obat, misalnya: oleum ricini, dapat dipakai sebagai pencahar.

Minyak lemak dibagi dalam dua golongan:

1. Minyak-minyak yang dapat mengering misalnya: oleum lini, oleum ricini.

2. Minyak-minyak yang tidak dapat mengering, misalnya: oleum arachidis,

oleum olivarum, oleum amygdalarum, oleum sesami.

20

Page 21: LAPORAN_F

Penyimpanan minyak lemak:

Kecuali dinyatakan lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi penuh,

terlindung dari cahaya.

Beberapa contoh minyak lemak dan pembuatannya:

1. Minyak kacang (Oleum Arachidis)

Adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh dengan pemerasan

biji arachidis hypogeae L yang telah dikupas.

2. Minyak coklat (Oleum Cacao)

Adalah lemak padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobroma

cacao L yang telah dikupas dan dipanggang.

3. Minyak kelapa (Oleum Cocos)

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas endosperm

cocos nucipera L yang telah di keringkan.

4. Minyak ikan (Oleum Iecoris Aselli)

Adalah minyak lemak yang di peroleh dari hati segar Gadus calarias L dan

species gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0 0C.

Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 SI tiap gram, potensi vitamin D tidak

kurang dari 80 SI tiap gram.

5. Minyak Lini (Oleum Lini)

Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji masak Linum

usitatissinum L

6. Minyak zaitun (Oleum olivae)

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji masak

olea europeae L Jika perlu di murnikan.

7. Minyak jarak (Oleum ricini)

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji Ricinus

communis L yang telah di kupas.

8. Minyak Wijen (Oleum sesami)

Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji Sesamum

indicum L.

9. Minyak Kelapa Murni (Oleum Cocos purum)

21

Page 22: LAPORAN_F

Adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan penyulingan bertingkat,

diperoleh dari endosperma Cocos nucifera yang telah dikeringkan.

10. Minyak Tengkawang (Oleum Shoreae)

Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas keping biji

Shorea stenoptera Burck yang segar atau kering atau dari biji spesies shorea

yang lain.

11. Minyak Kaulmogra (Minyak Hidnokarpi/ Oleum Hydnocarpi)

Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji dari buah

masak segar Hidnocarpus wightraria Blume, spesies Hydnocarpus lain dan

Taraktogenus kurzii King.

12. Minyak Jagung (Oleum Maydis)

Adalah minyak lemak yang diperoleh dari embrio Zea mays L, kemudian

dimurnikan.

13. Minyak Pala = Oleum Myristicae expressum

Adalah campuran minyak lemak dan minyak atsiri, diperoleh dengan

pemerasan panas biji Myristica fragrans Houtt, yang telah dibuang selaput

biji dan kulit bijinya.

II.11. Minyak Atsiri (Olea Volatilia)

Minyak atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea

Volatilia adalah campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang

diperoleh baik dengan cara penyulingan atau perasan simplisia segar maupun

secara sintetis. Minyak atsiri diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : daun,

bunga, kulit buah, buah atau dibuat secara sintetis.

Sifat-sifat minyak atsiri: mudah menguap, rasa yang tajam, wangi yang khas,

tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, minyak atsiri yang segar tidak

berwarna, sedikit kuning muda.

Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam

minyak atsiri tersebut. Misalnya: minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni

tidak berwarna. Warna hijau yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena

adanya klorophyl dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning coklat

terjadi karena adanya penguraian. Pemerian minyak atsiri:

• Cairan jernih

22

Page 23: LAPORAN_F

• Bau seperti bau bagian tanaman asal.

• Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya

dan ditempat sejuk.

Identifikasi:

1. Teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.

2. Pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh dengan cara

penyulingan uap tidak terjadi noda transparan

3. Kocok sejumlah minyak dengan larutan nacl jenuh volume sama, biarkan

memisah, volume air tidak boleh bertambah.

Cara-cara memperoleh minyak atsiri:

1. Cara pemerasan yaitu cara yang termudah dan masih dapat dikatakan

primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang mempunyai

kadar tinggi dan untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan minyak

atsiri yang tidak tahan pemanasan. Contoh: minyak jeruk

2. Cara penyulingan ( destilasi).

Cara penyulingan ada 2:

a. Cara langsung ( menggunakan api langsung)

Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam sebuah bejana di atas pelat

yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang naik melalui lubang

dan melalui sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar dengan uap

air di tampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk jumlah bahan bakal

yang sedikit, karena jumlah air yang akan menjadi uap dan membawa

serta minyak terbatas jumlahnya.

b. Cara tidak langsung ( destilasi uap)

Bahan yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah bejana dan di

tambah dengan air. Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari bejana

lain. Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar

terutama bahan bakal yang mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.

Dari ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan,

yaitu air dan minyak atsiri. Letak minyak atsiri dan air tergantung pada berat

jenisnya. Jika Bj minyak atsiri > Bj air maka minyak atsiri berada di bawah

dan sebaliknya. Kedua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa

23

Page 24: LAPORAN_F

air dapat di keringkan dengan menggunakan zat - zat pengering, contoh:

Na2SO4 exicatus. Pengeringan sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan

adanya sisa air tersebut minyak atsiri cepat rusak / menjadi tengik. Bila

lapisan minyak atsiri dan air sukar dipisahkan dapat di tambahkan NaCl jenuh

untuk menarik airnya

3. Cara Enfleurage

Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang digunakan

untuk kosmetik. Daun bunga disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu

dilapisi dengan lemak atau gemuk. Dibiarkan beberapa lama, tergantung dari

jenis daun yang diolah, contoh:bunga melati 24 jam. Kemudian daun bunga

diangkat, diganti dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai lemak itu

benar-benar jenuh dengan minyak atsiri. Biasanya lemak itu dapat digunakan

untuk 30 kali.

Kemudian lapisan lemak dikerok, dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak

atsiri akan larut, sedangkan lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat

dipisahkan dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang ada dalam alkohol disuling

secara vacum (dengan alat evaporator vacum ). Alkohol yang digunakan bukan

alkohol fortior sebab waktu diuapkan, uap air akan membawa minyak atsiri.

Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri

yang rendah dan tidak tahan pemanasan.

Syarat-syarat minyak atsiri:

1. Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu setelah

pemanasan.Kejernihan dapat dibuktikan dengan cara meneteskan 1 tetes

minyak atsiri keatas permukaan air, permukaan air tidak keruh.Minyak

menguap umumnya tidak berwarna, hanya beberapa yang sesui dengan warna

aslinya. Oleum bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya terlarut

kedalamnya. Oleum kajuputi berwarna hijau karena senyawa tembaga dari alat

penyulingnya terlarut kedalamnya. Minyak atsiri akan berwarna kuning atau

kuning kecoklatan karena sudah terurai atau teroksidasi.

2. Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.

3. Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas

minyak lemak. Hal ini dibuktikan dengan cara meneteskan keatas kertas

perkamen tidak meninggalkan noda transparan.

24

Page 25: LAPORAN_F

4. Harus kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga

minyak akan berwarna. Kekeringan dibuktikan dengan cara mengocok

sejumlah minyak atsiri dengan larutan Natrium Klorida jenuh vbolume sama,

biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.

5. Bau dan rasa seperti simplisia.

Bau diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak atsiri dengan 10

ml air. Rasa diperiksa dengan mencampur satu tetes minyak atsiri dengan 2

gram gula.

Contoh-contoh minyak atsiri:

1. Oleum foeniculi (minyak adas)

Cara pembuatan: penyulingan uap buah masak Foeniculum vulgaris Mill

varietas vulgare dan -dulce.

2. Oleum Anisi (minyak adas manis)

Cara pembuatan: penyulingan uap buah kering Illicium verum Hook dan buah

kering Pimpenilla anisum L (fam: Magnoliaceae).

3. Oleum Caryophylli (minyak cengkeh)

Cara pembuatan: penyulingan pucuk berbunga yang telah dikeringkan dari

tanaman Eugenia caryophyllata.

4. Oleum Citri (minyak jeruk)

Cara pembuatan: pemerasan pericarp (kulit buah bagian luar yang masih

segar) dari tanaman Citrus lemon.

5. Oleum Aurantii (minyak jeruk manis)

Cara pembuatan: pemerasan pericarp (kulit buah luar yang segar dan masak)

dari tanamam Citrus sinensis.

6. Oleum Eucalypti (minyak kayu putih)

Adalah minyak atsiri yang mengandung sineol 50-60%. Diperoleh dengan

destilasi uap dari daun segar, ujung cabang segar dari berbagai spesies

Eucalyptus atau spesies yang diinginkan (E. globulus, E. futicerutum, E.

polybractea, E. Smithii).

7. Oleum Menthae piperitae (minyak permen)

Adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan destilasi uap dari bagian di atas

tanah tanaman berbunga Mentha piperita yang segar dan telah dimurnikan.

8. Oleum Cinnamommi ( minyak kayu manis)

25

Page 26: LAPORAN_F

Pembuatan: penyulingan uap kulit batang dan kulit cabang Cinnamomum

zeylanicum Blume.

9. Oleum Citronellae ( minyak sereh)

Pembuatan: penyulingan uap daun Cymbopogon Nardus.

10. Oleum Rosae ( minyak mawar)

Pembuatan: penyulingan uap bunga segar Rosa Galica Alba.

II.12. Syrup (Sirupi)

Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar

sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.

Cara pembuatan sirup:

Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga

larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang

dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.

Cairan untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari :

1. Aqua destilata: untuk sirupus simplex.

2. Hasil-hasil penarikan dari bahan dasar:

a. Maserat misalnya sirupus rhei

b. Perkolat misalnya sirupus cinnamomi

c. Colatura misalnya sirupus senae

d. Sari buah misalnya rubi idaei

3. Larutan atau campuran larutan bahan obat misalnya: methydilazina

hydrochloridi sirupus, sirup-sirup dengan nama patent misalnya yang

mengandung campuran vitamin.

Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon

di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain,

pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25

% b/v atau pengawet lain yang cocok. Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar

maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila

lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk. Bj sirup kira-kira 1,3.

Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi

glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih

cepat. Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan

terjadinya gula invert. Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian

26

Page 27: LAPORAN_F

sakarosa yang memutar bidang polarisasi kekiri. Gula invert tidak dikehendaki

dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur dan berwarna tua

( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat. Pada

sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi

jamur, meskipun jamur tidak mati.

Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila

dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur. Untuk

mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya

nipagin. Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam

pembuatan sirupus Iodeti ferrosi. Hal ini disebabkan karena sirup merupakan

media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert

disini dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam

sitrat.

Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka

sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup,

seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii

corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.

Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.

Ada beberapa cara menjernihkan sirup:

1. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup. Didihkan sambil

diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.

2 Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup

akan melekat ke kertas saring.

Penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur)

sebaiknya sirup disimpan dengan cara:

1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada

pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga

penjamuran.

2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas (karena sterilisasi)

sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi

sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum

yang menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.

3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah

tidak berakibat terjadinya gula invert.Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga

27

Page 28: LAPORAN_F

menuliskan tentang panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain

yang cocok.

Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara

ketiga. Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi

sebagai:

1. Obat, misalnya: chlorfeniramini maleatis sirupus.

2. Corigensia saporis, misalnya: sirupus simplex

Corigensia odoris, misalnya: sirupus aurantii

Corigensia coloris, misalnya: sirupus Rhoedos, sirupus rubi idaei

3. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena

konsentrasi gula yang tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.

Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk.

Contoh-contoh sediaan sirup: Ferrosi Iodidi Sirupus, Sirupus Simplex (Sirup Gula), Auranti Sirupi (Sirup Jeruk Manis), Sirupus Thymi (Sirup Thymi).

II.13.Uraian Bahan

Kayu Manis

Nama Tanaman Asal Cinnamomum zeylanicum Keluarga Lauraceae Species Cinnamomum burmannii (Ness.)Kandungan Minyak atsiri yang mengandung egenol

sinamilaldehida (1-3%), zat penyamak,

pati,tanin, damar, lendir, kalsium oksalatPenggunaan Karminatif, peluruh keringat (diaforetik),

antirematik, meningkatkan nafsu makan

(stomakik), menghilangkan sakit

(analgetik)Pemerian Bau khas aromatik, rasa agak manis, agak

pedas dan kelatBagian yang Digunakan Kulit bagian dalam yang diperoleh dari

anak batang yang telah dipangkasPenyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Gambar:

28

Page 29: LAPORAN_F

III. ALAT DAN BAHAN

III.1. Alat

Alat yang digunakan antara lain:

1. Perkolator

2. Beker glass

29

Page 30: LAPORAN_F

3. Corong kaca

4. Gelas ukur

5. Botol kaca

30

Page 31: LAPORAN_F

6. Erlenmeyer

7. Batang Pengaduk

III.2. Bahan

Bahan yang digunakan antara lain:

1. Simplisia Kayu Manis

2. Etanol 70%

31

Page 32: LAPORAN_F

IV. PROSEDUR PEMBUATAN

1. Basahi 20 bagian serbuk kulit kayu manis dengan 10 bagian etanol 70%.

2. Masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam.

3. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali

ditekan hati-hati, tuangi dengan etanol 70% secukupnya sehingga terdapat selapis

cairan penyari di atas simplisia. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per

menit.

4. Tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu

terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia.

5. Tampung perkolat hingga diperoleh 80 bagian.

6. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan

penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.

7. Masukkan ke dalam botol, tutup, tandai.

V. HASIL PERCOBAAN

Pada saat praktikum diperoleh hasil berupa sediaan cair 100 ml berwarna coklat

kemerahan berbau khas aromatik, yang dimasukkan ke dalam botol kaca dan diberi etiket

“TINGTUR KAYU MANIS”.

Gambar:

32

Page 33: LAPORAN_F

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan galenik yaitu tingtur kayu

manis. Sediaan galenik adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku hewan atau tumbuh-

tumbuhan yang disari. Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat adalah

bagian tumbuhan atau hewan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia terlebih

dahulu, kemudian dari simplisia tersebut bahan obat yang terdapat didalamnya diambil

dan diolah menjadi bentuk sediaan. Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara

maserasi atau perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan

senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing–masing monografi. Kecuali

dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat

berkhasiat keras.

Cara pembuatan tingtur kayu manis adalah dengan memaserasi terlebih dahulu

simplisia kayu manis yang telah ditentukan derajat halusnya sebanyak 20 bagian dengan

etanol 70% sebanyak 10 bagian selama 3 jam. Kemudian perkolasi sambil tiap kali

ditekan hati-hati, tuangi dengan etanol 70% secukupnya sehingga terdapat selapis cairan

penyari di atas simplisia. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit.

Cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya sehingga selalu terdapat selapis

cairan penyari di atas simplisia. Hasil perkolat ditampung sebanyak 80 bagian. Massa

yang tersisa diperas kemudian cairan perasan dicampurkan ke dalam perkolat,

tambahkan cairan penyari sampai diperoleh 100 bagian. Hasil yang diperoleh

dimasukkan ke dalam botol, tutup dan diberi tanda.

Tujuan dilakukan maserasi terlebih dahulu adalah untuk melembabkan simplisia

sebelum diperkolasi. Pada saat praktikum maserasi hanya dilakukan beberapa menit

karena tidak tersedia cukup waktu. Kendala yang dialami pada saat praktikum adalah

saat menentukan kecepatan tetesan karena keran pada perkolator tersebut bocor sehingga

ada cairan yang merembes.

Tingtur harus jernih dan ditempatkan dalam botol tertutup baik, diluar pengaruh

cahaya dan disimpan di tempat yang sejuk. Secara ekonomis bahan dasar yang disari

dapat diperas sekuat mungkin dengan perasan hidrolik. Untuk bahan dasar yang

mengandung harsa digunakan cairan penyari etanol 90% v/v dan umumnya cairan

penyari yang digunakan adalah etanol 70% v/v.

Hasil yang diperoleh pada praktikum kali ini berupa sediaan cair sebanyak 100 ml

berwarna coklat kemerahan dengan bau khas aromatik. Sediaan yang diperoleh

33

Page 34: LAPORAN_F

dimasukkan dalam botol kaca berwarna gelap dan ditandai dengan etiket “TINGTUR

KAYU MANIS”.

VII. KESIMPULAN

Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi

simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut

yang tertera pada masing–masing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat

menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat keras.

Pada saat praktikum diperoleh hasil berupa sediaan cair sebanyak 100 ml berwarna

coklat kemerahan berbau khas aromatik, dimasukkan ke dalam botol kaca dan diberi

etiket “TINGTUR KAYU MANIS”.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=tingtur+kayu+manis&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CBwQ

FjAA&url=http://bos.fkip.uns.ac.id

2. http://belajar-farmasi.blogspot.com/2008/09/cinnamomi-cortex.html

3. Suwarni, Elis,dkk.2012.Penuntun Praktikum Farmakognosi II.Denpasar:Akademi

Farmasi Saraswati.

34