Im yours - jason mraz - cifra para cantar e tocar violão by- vagner
LAPORAN_F
-
Upload
mymy-thata-mietha -
Category
Documents
-
view
975 -
download
16
Transcript of LAPORAN_F
I. TUJUAN
Memahami dan mampu membuat sediaan galenik
II. TEORI DASAR
II.1. Ilmu Galenika
Istilah galenika diambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudius
Galenos (GALEN) yang membuat sediaan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan
dan hewan, sehingga timbulah ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika.Jadi
Ilmu Galenika adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan sediaan (preparat)
obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).
Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat sebagai berikut:
• Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan
obat nabati.
• Dari simplisia tersebut obat-obat (bahan obat) yang terdapat di dalamnya
diambil dan diolah dalam bentuk sediaan/preparat.
Tujuan dibuatnya sediaan galenik:
1. Untuk memisahkan obat-obat yang terkandung dalam simplisia dari bagian
lain yang dianggap tidak bermanfaat.
2. Membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai
3. Agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan
yang lama.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik antara
lain:
1. Derajat kehalusan
Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat
yang terkandung tersebut di sari. Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat
semakin halus, dan sebaliknya.
2. Konsentrasi / kepekatan
Beberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas
konsentrasinya agar kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.
3. Suhu dan lamanya waktu
1
Harus disesuaikan dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari
atau tidak.
4. Bahan penyari dan cara penyari
Cara ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan
penyari ke dalam simplisia.
Bentuk-bentuk sediaan galenik antara lain:
1. Hasil penarikan diantaranya: Extracta, Tinctura, Decocta/Infusa
2. Hasil penyulingan/pemerasan diantaranya: Aqua Aromatika, Olea Volatilia
(minyak menguap), Olea Pinguia (minyak lemak)
3. Syrup.
II.2. Penarikan (Extraction)
Extractio adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari bahan asal yang
umumnya zat berkhasiat tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak
berubah. Istilah extractio hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan
asal dengan menggunakan cairan penarik/pelarut. Cairan penarik yang
dipergunakan disebut menstrum, ampasnya disebut marc atau faeces. Cairan yang
dipisahkan disebut Macerate Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.
Umumnya extractio dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat
berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu.. Zat-zat berkhasiat tersebut
antara lain alkaloida, glukosida, damar, olea, resina, minyak atsiri, lemak.
Disamping itu terdapat juga jenis-jenis gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein,
pectin, selulosa yang pada umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut
tertentu dimana sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam extractio.
Tujuan utama extractio adalah untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat
pengobatan sebanyak mungkin dari zat-zat yang tidak berfaedah, supaya lebih
mudah digunakan dari pada simplisia asal. Begitu juga penyimpanan dan tujuan
pengobatannya terjamin sebab pada umumnya simplisia terdapat dalam keadaan
tercampur yang memerlukan cara-cara penarikan dan cairan-cairan penarik tertentu
yang nantinya akan menghasilkan sediaan galenik sesuai dengan pengolahannya.
Suhu penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan. Suhu penarikan pada
masing-masing cara extractio berbeda-beda.
Maserasi : 15 – 25 0C
2
Digerasi : 35 – 45 0C
Infundasi : 90 – 98 0C
Memasak : suhu mendidih
Dalam beberapa hal sebelum sediaan yang dimaksud dibuat, simplisia perlu
diolah terlebih dahulu. Misalnya mengawal lemakkannya (Strychni, Secale cornuti)
atau menghilangkan zat pahitnya (Lichen islandicus). Agar zat-zat yang tidak
berguna/merusak tidak ikut tertarik bersama-sama dengan zat-zat yang berkhasiat.
Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna :
1. Dengan memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan berkhasiatnya mudah
larut, sedangkan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut dalam cairan
penyari tersebut.
2. Dengan menarik/merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat
terbanyak larutnya.
3. Dengan menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu dimana bahan
berkhasiat dari sipmlisia lebih banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak
berguna sedikit atau tidak larut.
4. Dengan memurnikan/membersihkan memakai cara-cara tertentu baik secara
ilmu alam maupun ilmu kimia.
Jadi kesimpulan dalam extractio ini adalah memilih salah satu cara penarikan
yang tepat dengan cairan yang pantas dan memisahkan ampas dengan hasil
penarikan yang akan menghasilkan sebuah preparat galenik yang dikehendaki.
Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, kadang-kadang
juga yang segar. Untuk kemudahan simplisia yang kering ini dilembabkan terlebih
dahulu/di-maserer dalam batas waktu tertentu. Disamping itu simplisia ini
ditentukan derajat halusnya untuk memperbesar atau memperluas permukaannya,
sehingga menyebabkan proses difusi dari zat-zat berkhasiat lebih cepat dari pada
melalui dinding-dinding sel yang utuh (proses osmose).
II.3. Cairan - Cairan Penarik
Menentukan cairan penarik apa yang akan digunakan harus diperhitungkan
betul-betul dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1. Kelarutan zat-zat dalam menstrum
3
2. Tidak menyebabkan nantinya zat-zat berkhasiat tersebut rusak atau
akibat-akibat yang tidak dikehendaki (perubahan warna, pengendapan,
hidrolisa)
3. Harga yang murah
4. Jenis preparat yang akan dibuat
Macam – macam cairan penyari antara lain:
1. Air
Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang luas, pada
suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat misalnya:
garam-garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan
garam-garam mineral.
Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan
pengecualian misalnya pada condurangin, Ca-hidrat, garam glauber dll.
Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik dimana zat-zat
tersebut meripakan makanan yang baik untuk jamur atau bakteri dan dapat
menyebabkan mengembangkan simplisia sedemikian rupa, sehingga akan
menyulitkan penarikan pada perkolasi.
2. Etanol
Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu. Umumnya pelarut yang
baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk
jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzym-enzym
tidak bekerja termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan
kebanyakan bakteri. Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga
berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum)
lebih baik dari pada air sendiri.
3. Gycerinum (Gliserin)
Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan menstrum
untuk penarikan simplisia yang mengandung zat samak. Gliserin adalah
pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil oksidanya, jenis-jenis gom
dan albumin juga larut dalam gliserin. Karena cairan ini tidak atsiri, tidak
sesuai untuk pembuatan ekstrak-ekstrak kering.
4. Eter
4
Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk
pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan
lama.
5. Solvent Hexane
Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah kasar.
Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak. Biasanya
dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang mengandung
lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan
galenik, misalnya strychni, secale cornutum.
6. Acetonum
Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam, pelarut yang baik
untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Baunya kurang enak
dan sukar hilang dari sediaan. Dipakai misalnya pada pembuatan Capsicum
oleoresin (N.F.XI).
7. Chloroform
Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek farmakologinya.
Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemak dan
minyak atsiri.
II.4. Cara – Cara Penarikan
1. Maserasi
Adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara merendam simplisia
tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C.
Maserasi juga merupakan proses pendahuluan untuk pembuatan secara
perkolasi.
2. Digerasi
Cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia dengan cairan penyari
pada suhu 35o – 45o. Cara ini sekarang sudah jarang dilakukan karena
disamping membutuhkan alat-alat tertentu juga pada suhu tersebut beberapa
simplisia menjadi rusak.
3. Perkolasi
5
Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator,
yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut
dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Cara-cara perkolasi :
1. Perkolasi biasa
2. Perkolasi bertingkat, reperkolasi, fractional percolation
3. Perkolasi dengan tekanan, pressure percolation
4. Perkolasi persambungan, continous extraction, memakai alat
soxhlet.
Hal-hal yang harus mendapat perhatian pada perkolasi ialah:
1. Mempersiapkan simplisianya terutama derajat halusnya.
2. Melembabkan dengan cara penyari (maserasi I).
3. Jenis perkolator yang dipergunakan dan mempersiapkannya.
4. Cara memasukkannya ke dalam perkolator dan lamanya
dimaserer dalam perkolator (maserasi II).
5. Pengaturan penetapan cairan keluar dalam jangka waktu yang
ditetapkan.
II.5. Perkolasi
a. Perkolasi Biasa
Simplisia yang telah ditentukan derajat halusnya direndam dengan cairan
penyari, masukkan kedalam perkolator dan diperkolasi sampai didapat
perkolat tertentu. Untuk pembuatan tingtur disari sampai diperoleh bagian
tertentu, untuk ekstrak cair disari sampai tersari sempurna. Perkolasi umumnya
digunakan untuk pengambilan sari zat-zat yang berkhasiat keras.
Gambar Perkolator:
6
perkolator perkolasi biasa perkolasi kontinyu
b. Perkolasi Bertingkat / Reperkolasi
Reperkolasi adalah suatu cara perkolasi biasa, tetapi dipakai beberapa
perkolator. Dengan sendirinya simplisia di bagi-bagi dalam beberapa porsi dan
ditarik tersendiri dalam tiap perkolator. Biasanya simplisia dibagi dalam tiga
bagian dalam tiga perkolator, perkolat-perkolat dari tiap perkolator diambil
dalam jumlah yang sudah ditetapkan dan nantinya dipergunakan sebagai
cairan penyari untuk perkolasi berikutnya pada perkolator yang kedua dan
ketiga.
Cara Kerjanya:
Isi perkolator pertama–tama dilembabkan dan ditarik seperti cara
memperkoler biasa tetapi perkolatnya ditentukan dalam beberapa bagian
dan jumlah volume tertentu, misalnya: 200 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300
cc, 300 cc bagian yang pertama perkolat A (200 cc) adalah sebagian sediaan
yang diminta dan perkolat selanjutnya disebut susulan pertama.
Perkolator kedua dilembabkan simplisianya dengan perkolat A (susulan
pertama), akan diperoleh perkolat-perkolat dalam jumlah-jumlah dan
volume tertentu, dengan catatan perkolat ini nantinya terdapat 300 cc, 200
cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, bagian pertama perkolat (300 cc) adalah
sebagian dari sediaan.
Perkolator ketiga diolah seperti kedua, dengan perkolator B bagian kedua
200 cc dan seterusnya sampai terdapat nantinya sebanyak 500 cc, terlihat
disini bahwa perkolat A bagian pertama, lebih kecil volumenya dari
7
perkolat B bagian pertama, tetapi sebaliknya perkolat A bagian-bagian
berikutnya lebih besar volumenya dari perkolat-perkolat B. Hasilnya ialah:
∼ perkolat A pertama 200 cc
∼ perkolat B pertama 300 cc jumlah 1000 cc
∼ perkolat C pertama 500 cc
Keuntungan pertama pada reperkolasi ialah preparat yang terdapat dalam
bentuk pekat dan berarti penghematan menstrum. Tetapi reperkolasi ini tidak
dapat dipergunakan untuk ekstraksi sampai habis. Secara resmi reperkolasi
dipergunakan hanya untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair yang simplisianya
mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan atau rusak oleh pemanasan.
c. Perkolasi Dengan Tekanan
Digunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang sangat kecil
sehingga cara perkolasi biasa tidak dapat dilakukan. Untuk itu perlu ditambah
alat penghisap supaya perkolat dapat turun ke bawah. Alat tersebut dinamakan
diacolator.
II.6. Tinctura
Tingtur (tinctura) adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau
perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia
dalam pelarut yang tertera pada masing–masing monografi. Kecuali dinyatakan
lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat
keras.
Cara pembuatan:
1. Maserasi
Kecuali dinyatakan lain, dilakukan sebagai berikut:
• Masukkan 20 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam
sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan
selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering di aduk, serkai, peras,
cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100
bagian.
8
• Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung
dari cahaya, selama 2 hari, enap, tuangkan atau saring.
2. Perkolasi, kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut :
• Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus
yang cocok dengan 2,5–5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam
bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Pindahkan masa sedikit demi
sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi
dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di
atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator,
biarkan selama 24 jam.
• Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan
berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis
cairan penyari di atas simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat.
• Peras masa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan
cairan penyari secukupnya hingga diproleh 100 bagian. Pindahkan ke
dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk terlindung dari
cahaya. Enap, tuang atau saring.
Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian
perkolat, tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu
encerkan dengan cairan penyari secukupnya. Penyimpanan dalam wadah tertutup
rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Sediaan tingtur harus jernih, untuk bahan dasar yang mengandung harsa
digunakan cairan penyari etanol 90% dan pada umumnya cairan penyari adalah
etanol 70%. Tingtur yang mengandung harsa/damar adalah Mira Tinctura,
Asaefoetida Tinctura, Capsici Tinctura, Tingtur Menyan.
Menurut Cara Pembuatan dibagi menjadi:
1. Tingtur Asli
Tingtur asli adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.
Contoh:
∼ Tingtur yang dibuat secara maserasi
1. Opii Tinctura FI III
2. Valerianae Tinctura FI III
9
3. Capsici Tinctura FI II
4. Myrrhae Tinctura FI II
5. Opii Aromatica Tinctura FI III
6. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974
7. Dan lain-lain
∼ Tingtur yang dibuat secara perkolasi
1. Belladonae Tinctura FI III
2. Cinnamomi Tinctura FI III
3. Digitalis Tinctura FI III
4. Lobeliae Tinctura FI II
5. Strychnini Tinctura FI II
6. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974
7. Dan lain-lain
10
2. Tingtur Tidak Asli (Palsu)
Tingtur tidak asli adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan
dasar atau bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu.
Contoh :
1. Iodii Tinctura FI III
2. Secalis Cornuti Tinctura FI III
Menurut kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari) tingtur
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Tingtur Keras
Tingtur keras adalah tingtur yang dibuat menggunakan 10 % simplisia yang
berkhasiat keras. Contoh:
1. Belladonae Tinctura FI III
2. Digitalis Tinctura FI III
3. Opii Tinctura FI III
4. Lobeliae Tinctura FI II
5. Stramonii Tinctura FI II
6. Strychnin Tinctura FI II
7. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974
2. Tingtur Lemah
Tingtur lemah adalah tingtur yang dibuat menggunakan 20 % simplisia
yang tidak berkhasiat keras. Contoh:
1. Cinnamomi Tinctura FI III
2. Valerianae Tinctura FI III
3. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974
4. Myrrhae Tinctura FI II
Tingtur berdasarkan cairan penariknya antara lain:
11
a. Tingtura Aetherea, jika cairan penariknya adalah aether atau campuran
aether dengan aethanol. Contoh : Tingtura Valerianae Aetherea.
b. Tingtura Vinosa, jika cairan yang dipakai adalah campuran anggur
dengan aethanol. Contoh : Tinctura Rhei Vinosa (Vinum Rhei).
c. Tinctura Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai sebagai cairan
penarik ditambahkan suatu asam sulfat. Contoh : pada pembuatan Tinctura
Acida Aromatica.
d. Tinctura Aquosa, jika sebagai cairan penarik dipakai air, contoh :
Tinctura Rhei Aquosa.
e. Tinctura Composita, adalah tingtur yang didapatkan dari jika penarikan
dilakukan dengan cairan penarik selain aethanol hal ini harus dinyatakan
pada nama tingtur tersebut, misalnya campuran simplisia, contoh : Tinctura
Chinae Composita.
Contoh sediaan tinctura lainnya:
1. Tingtur Kina (Chinae Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 20 bagian kulit kina yang diserbuk agak kasar
(22/60) dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan
kadar alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70% hingga memenuhi
syarat.
2. Tingtur Ipeka (Ipecacuanhae Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (18/34) akar ipeka dengan
etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
3. Tingtur Gambir (Catechu Tinctura)
Cara pembuatan: maserasi 200 g gambir yang telah diremukkan dengan 50
g kulit kayu manis yang telah dimemarkan dengan 1000 ml etanol 45%,
biarkan selama 7 hari, serkai, jernihkan dengan penyaringan.
4. Tingtur Poligala (Polygalae Tinctura)
Cara pembuatan: maserasi 20 bagian irisan halus herba poligala dengan
etanol 60% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
12
5. Tingtur Ratania (Ratanhiae Tinctura)
Cara pembuatan: maserasi 20 bagian serbuk (6/8) akar ratania dengan
etanol 60 % secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
6. Tingtur Stramonii (Stramonii Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (8/24) herba Stramonium
dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar
alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70%, hingga memenuhi
persyaratan kadar, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.
Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan.
Pada etiket harus tertera tanggal pembuatan.
7. Tingtur Strichni (Strychni Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (24/34) biji strichni yang telah
dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah, yang menggunakan
pelarut penyari etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan
kadar strichnina, jika perlu dengan etanol 70% secukupnya hingga
memenuhi persyaratan kadar.
8. Tingtur Kemenyan ( Benzoes Tinctura)
Cara pembuatan: Larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam 100 bagian etanol
90 %, saring.
9. Tingtur Lobelia (Lobeliae Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk (6/34) herba lobelia dengan
etanol 70% secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
10. Tingtur Mira (Myrrhae Tinctura)
Cara pembuatan: maserasi 20 bagian serbuk (24/34) Mira dengan etanol
90% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
11. Tingtur Jeruk Manis (Aurantii Tinctura)
Cara pembuatan: 8 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong-
potong halus, maserasi dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.
12. Tingtur Cabe (Capsici Tinctura)
13
Cara pembuatan: maserasi 100 g serbuk (10/24) cabe dengan campuran 9
bagian etanol 95 % dan 1 bagian air selama 3 jam. Perkolasi dengan cepat
hingga diperoleh 1000 ml tingtur.
13. Tingtur Beladon (Belladonnae Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk beladon dengan etanol encer,
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, atur kadar
dengan penambahan etanol encer hingga memenuhi syarat, biarkan selama
tidak kurang dari 24 jam, saring.
Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan
14. Tingtur Kayu Manis (Cinnamomi Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 20 bagian serbuk (44/60) kulit kayu manis
dengan etanol encer hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
15. Tingtur Digitalis ( Digitalis Tinctura)
Cara pembuatan: perkolasi 10 bagian serbuk digitalis dengan etanol 70 %
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan potensi atur potensi jika
perlu encerkan dengan etanol 70 % hingga memenuhi syarat.
16. Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)
Cara pembuatan: Larutkan Iodum 1,8–2,2 %, Natriun Iodida 2,1–2,6 %
dalam etanol encer.
17. Tingtur Opium (Tinctura Opii)
Cara pembuatan: maserasi 10 bagian serbuk opium dengan etanol 70 %
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar dan atur hingga
memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan etanol 70 % secukupnya.
18. Tingtur Opium wangi (Opii Tinctura Aromatica)
Cara pembuatan: maserasi campuran 1 bagian kulit kayu manis serbuk
(22/60), 1 bagian serbuk (22/60) cengkeh dan 12 bagian serbuk opium
dengan campuran etanol 90 % dan air volume sama banyak hingga
diperoleh 100 bagian tingtur.
19. Tingtur Sekale Cornutum (Secalis Cornuti Tinctura)
Cara pembuatan: Campur 1 bagian ekstrak sekale kornutum dengan 9
bagian etanol encer.
20. Tingtur Valerian (Valerianae Tinctura)
14
Cara pembuatan: maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar valerian dengan
etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
II.7. Ekstrak (Extracta)
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan
penyari yang dipakai adalah air, eter dan campuran etanol dan air. Cara
Pembuatan:
• Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi,
perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih.
• Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara
maserasi atau perkolasi.
• Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.
1. Maserasi
Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada tingtur, suling atau uapkan
maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak leih dari 50 0C hingga
konsistensi yang dikehendaki.
2. Perkolasi
• Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada tinctura. Setelah
perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam biarkan cairan menetes,
tuangi massa dengan cairan penyari hingga jika 500 mg perkolat yang
keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau
diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga
konsistensi yang dikehendaki
• Pada pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan,
perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian campur dengan perkolat
pertama.
• Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat juga dilakukan
dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas.
• Ekstrak yang diperoleh dengan penyari air hangatkan segera pada suhu
kurang lebih 90 0C, enapkan, serkai. Uapkan serkaian pada takanan
15
rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga bobotnya sama dengan
bobot simplisia yang digunakan.
• Enapkan di tempat sejuk selama 24 jam, serkai, uapkan pada tekanan
rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsentrasi yang
dikehendaki.
• Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
• Untuk ekstrak kering dan kental perkolat disuling atau diupkan dengan
tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang
dikehendaki.
Contoh-contoh ekstrak antara lain: Ekstrak Belladonae, Ekstrak Hiosiami
(Hyosyami Extractum), Ekstrak Akar Manis (Glycyrrhizae Succus Extractum),
Ekstrak Timi (Thymi Extractum), Ekstrak Strichi (Strychni Extractum), Ekstrak
Pulepandak (Rouwolfiae Extractum), Ekstrak Kelembak (Rhei Extractum), Ekstrak
Stramonium (Stramonium Extractum), Ekstrak Frangulae (frangulae extractum),
Ekstrak Jadam (Aloes Extractum), Ekstrak Kecambah (Malti Extractum), Ekstrak
Hati (Hepatis Extractum), dan lain-lain.
II.8. Infus (Infusa)
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit. Cara pembuatan infus adalah dengan
mencampur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 90 0C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain
flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
infus yang dikehendaki. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan
infus:
1. Jumlah simplisia
2. Derajat halus simplisia
3. Banyaknya ekstra air
4. Cara menyerkai
5. Penambahan bahan-bahan lain
• untuk menambah kelarutan
• untuk menambah kestabilan
• untuk menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain.
16
1. Jumlah Simplisia
• Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat
keras di buat dengan menggunakan 10 % simplisia.
• Kecuali untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini, untuk membuat
100 bagian infus, digunakan sejumlah simplisia seperti tersebut di bawah
ini:
Kulit kina 6 bagianDaun digitalis 0,5 bagianAkar ipeka 0,5 bagianDaun kumis kucing 0,5 bagianSekale kornutum 3 bagianDaun sena 4 bagianTemulawak 4 bagian
2. Derajat Halus Simplisia
Yang digunakan untuk infus harus mempunyai deajat halus sebagai berikut:
Serbuk (5/8) Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun sena
Serbuk (8/10) Dringo, kelembak
Serbuk (10/22) Laos, akar valerian, temulawak, jahe
Serbuk (22/60) Kulit kina, akar ipeka, sekale kornutum
Serbuk (85/120) Daun digitalis
3. Banyaknya Air Ekstra
17
Umumnya untuk membuat sediaan infus diperlukan penambahan air sebanyak
2 kali berat simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang kita gunakan
pada umumnya dalam keadaan kering.
4. Cara Menyerkai
• Pada umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang
mengandung minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun sena, infus
asam jawa dan infus simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh
diperas.
• Untuk decocta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiatnya larut
dalam keadaan panas, akan mengendap dalam keadaan dingin.
• Infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena
mengandung zat yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air
panas, tetapi tidak larut dalam air dingin.
• Untuk asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan diremas dengan
air hingga massa seperti bubur.
• Untuk buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu.
• Bila sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya, hendaknya diambil
derajat kehalusan suatu bahan dasar yang keketalannya sama / sediaan
galenik dengan bahan yang sama.
5. Penambahan Bahan-Bahan Lain
Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot
bahan berkhasiat dan pada pembuatan infus simplisia yang mengandung
glikosida antrakinon, ditambahkan Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia
II.9. Air Aromatik (Aqua Aromatica)
Aqua aromatica adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang
beraroma dalam air. Diantara air aromatika, ada yang mempunyai daya terapi yang
lemah, tetapi terutama digunakan untuk memberi aroma pada obat-obat atau
sebagai pengawet. Air aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang menyerupai
bahan asal, bebas bau empirematic atau bau lain, tidak berwarna dan tidak
berlendir. Cara pembuatan:
1. Larutkan minyak atsiri sejumlah yang tertera dalam masing-masing monografi
dalam 60 ml etanol 95%.
18
2. Tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml sambil dikocok kuat-
kuat.
3. Tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.
4. Encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.
Etanol disini berguna untuk menambah kelarutan minyak atsiri dalam air.
Talc berguna untuk membantu terdistribusinya minyak dalam air dan
menyempurnakan pengendapan kotoran sehingga aqua aromatik yang dihasilkan
jernih.
Selain cara melarutkan seperti yang tertera dalam FI II, buku lain juga
mencantumkan aqua aromatik adalah hasil samping dari pembuatan olea volatilia
secara penyulingan sesudah diambil minyak atsirinya. Aqua aromatik yang
diperoleh sebagai hasil samping pembuatan minyak atsiri secara destilasi dapat
dicegah pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup rapat
yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.
∼ Pemerian aqua aromatika: cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa
tidak boleh menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.
∼ Syarat untuk resep: jika air aromatik keruh, kocok kuat-kuat sebelum
digunakan.
∼ Penyimpanan: dalam wadah terttutup rapat, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk.
∼ Khasiat : zat tambahan.
Air aromatika yang tertera dalam FI II ada 3 yaitu:
1. Aqua Foeniculi, adalah larutan jenuh minyak adas dalam air. Aqua foeniculi
dibuat dengan melarutkan 4 g oleum foeniculi dalam 60 ml etanol 90%,
tambahkan air sampai 100 ml sambil dikocok kuat-kuat, tambahkan 500 mg
talc, kocok, diamkan, saring. Encerkan 1 bagian filtrat dalam 39 bagian air.
Pemerian, penyimpanan sama seperti aqua aromatik.
Syarat untuk resep: seperti aqua aromatik dan sebelum digunakan harus
disaring lebih dahulu.
2. Aqua Menthae Piperitae (air permen) adalah larutan jenuh minyak permen
dalam air. Cara pembuatan: lakukan pembuatan menurut cara yang tertera pada
aqua aromatika dengan menggunakan 2 g minyak permen. Pemerian,
penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.
19
3. Aqua Rosae (air mawar) adalah larutan jenuh minyak mawar dalam air. Cara
pembuatan : larutkan 1 g minyak mawar dalam 20 ml etanol, saring. Pada
filtrat tambahkan air secukupnya hingga 5000 ml, saring.
Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatika.
Khusus untuk aqua foeniculi jangan disimpan ditempat sejuk karena etanol
akan menghablur, jadi disimpan pada suhu kamar, kalau keruh kocok dulu sebelum
digunakan. Aqua foeniculi bila menghablur harus dipanaskan pada suhu 25 0C dan
kemudian dikocok kuat-kuat, sebelum digunakan harus disaring.
II.10. Minyak Lemak (Olea Pinguia)
Olea pinguia adalah campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan
gliserin (gliserida asam lemak bersuku tinggi). Minyak lemak akan meninggalkan
noda lemak pada kertas. Cara-cara mendapatkan minyak lemak:
1. diperas pada suhu biasa, misalnya: oleum arachidis, oleum olivae, oleum
ricini
2. diperas pada suhu panas, misalnya: oleum cacao, oleum cocos
Syarat-syarat untuk minyak lemak antara lain:
1. Harus jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat sesudah
dihangatkan (diatas suhu leburnya) tidak boleh berbau tengik.
2. Kecuali dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan dalam chcl3,
eter dan eter minyak tanah.
3. Harus memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa dan minyak-
minyak asing lainnya, senyawa belerang dan logam berat.
Penggunaan minyak lemak:
1. Sebagai zat tambahan
2. Sebagai pelarut, misalnya: sebagai pelarut obat suntik, lotio dan lain-lain,
anti racun, untuk racun yang tidak larut dalam lemak (racunnya dibalut
lemak, lalu segera diberi pencahar atau emetikum) tetapi bila racun yang
larut dalam lemak maka dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.
3. Sebagai obat, misalnya: oleum ricini, dapat dipakai sebagai pencahar.
Minyak lemak dibagi dalam dua golongan:
1. Minyak-minyak yang dapat mengering misalnya: oleum lini, oleum ricini.
2. Minyak-minyak yang tidak dapat mengering, misalnya: oleum arachidis,
oleum olivarum, oleum amygdalarum, oleum sesami.
20
Penyimpanan minyak lemak:
Kecuali dinyatakan lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi penuh,
terlindung dari cahaya.
Beberapa contoh minyak lemak dan pembuatannya:
1. Minyak kacang (Oleum Arachidis)
Adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh dengan pemerasan
biji arachidis hypogeae L yang telah dikupas.
2. Minyak coklat (Oleum Cacao)
Adalah lemak padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobroma
cacao L yang telah dikupas dan dipanggang.
3. Minyak kelapa (Oleum Cocos)
Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas endosperm
cocos nucipera L yang telah di keringkan.
4. Minyak ikan (Oleum Iecoris Aselli)
Adalah minyak lemak yang di peroleh dari hati segar Gadus calarias L dan
species gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0 0C.
Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 SI tiap gram, potensi vitamin D tidak
kurang dari 80 SI tiap gram.
5. Minyak Lini (Oleum Lini)
Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji masak Linum
usitatissinum L
6. Minyak zaitun (Oleum olivae)
Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji masak
olea europeae L Jika perlu di murnikan.
7. Minyak jarak (Oleum ricini)
Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji Ricinus
communis L yang telah di kupas.
8. Minyak Wijen (Oleum sesami)
Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji Sesamum
indicum L.
9. Minyak Kelapa Murni (Oleum Cocos purum)
21
Adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan penyulingan bertingkat,
diperoleh dari endosperma Cocos nucifera yang telah dikeringkan.
10. Minyak Tengkawang (Oleum Shoreae)
Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas keping biji
Shorea stenoptera Burck yang segar atau kering atau dari biji spesies shorea
yang lain.
11. Minyak Kaulmogra (Minyak Hidnokarpi/ Oleum Hydnocarpi)
Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji dari buah
masak segar Hidnocarpus wightraria Blume, spesies Hydnocarpus lain dan
Taraktogenus kurzii King.
12. Minyak Jagung (Oleum Maydis)
Adalah minyak lemak yang diperoleh dari embrio Zea mays L, kemudian
dimurnikan.
13. Minyak Pala = Oleum Myristicae expressum
Adalah campuran minyak lemak dan minyak atsiri, diperoleh dengan
pemerasan panas biji Myristica fragrans Houtt, yang telah dibuang selaput
biji dan kulit bijinya.
II.11. Minyak Atsiri (Olea Volatilia)
Minyak atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea
Volatilia adalah campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang
diperoleh baik dengan cara penyulingan atau perasan simplisia segar maupun
secara sintetis. Minyak atsiri diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : daun,
bunga, kulit buah, buah atau dibuat secara sintetis.
Sifat-sifat minyak atsiri: mudah menguap, rasa yang tajam, wangi yang khas,
tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik, minyak atsiri yang segar tidak
berwarna, sedikit kuning muda.
Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam
minyak atsiri tersebut. Misalnya: minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni
tidak berwarna. Warna hijau yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena
adanya klorophyl dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning coklat
terjadi karena adanya penguraian. Pemerian minyak atsiri:
• Cairan jernih
22
• Bau seperti bau bagian tanaman asal.
• Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya
dan ditempat sejuk.
Identifikasi:
1. Teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.
2. Pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh dengan cara
penyulingan uap tidak terjadi noda transparan
3. Kocok sejumlah minyak dengan larutan nacl jenuh volume sama, biarkan
memisah, volume air tidak boleh bertambah.
Cara-cara memperoleh minyak atsiri:
1. Cara pemerasan yaitu cara yang termudah dan masih dapat dikatakan
primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang mempunyai
kadar tinggi dan untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan minyak
atsiri yang tidak tahan pemanasan. Contoh: minyak jeruk
2. Cara penyulingan ( destilasi).
Cara penyulingan ada 2:
a. Cara langsung ( menggunakan api langsung)
Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam sebuah bejana di atas pelat
yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang naik melalui lubang
dan melalui sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar dengan uap
air di tampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk jumlah bahan bakal
yang sedikit, karena jumlah air yang akan menjadi uap dan membawa
serta minyak terbatas jumlahnya.
b. Cara tidak langsung ( destilasi uap)
Bahan yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah bejana dan di
tambah dengan air. Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari bejana
lain. Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar
terutama bahan bakal yang mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.
Dari ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan,
yaitu air dan minyak atsiri. Letak minyak atsiri dan air tergantung pada berat
jenisnya. Jika Bj minyak atsiri > Bj air maka minyak atsiri berada di bawah
dan sebaliknya. Kedua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa
23
air dapat di keringkan dengan menggunakan zat - zat pengering, contoh:
Na2SO4 exicatus. Pengeringan sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan
adanya sisa air tersebut minyak atsiri cepat rusak / menjadi tengik. Bila
lapisan minyak atsiri dan air sukar dipisahkan dapat di tambahkan NaCl jenuh
untuk menarik airnya
3. Cara Enfleurage
Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang digunakan
untuk kosmetik. Daun bunga disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu
dilapisi dengan lemak atau gemuk. Dibiarkan beberapa lama, tergantung dari
jenis daun yang diolah, contoh:bunga melati 24 jam. Kemudian daun bunga
diangkat, diganti dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai lemak itu
benar-benar jenuh dengan minyak atsiri. Biasanya lemak itu dapat digunakan
untuk 30 kali.
Kemudian lapisan lemak dikerok, dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak
atsiri akan larut, sedangkan lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat
dipisahkan dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang ada dalam alkohol disuling
secara vacum (dengan alat evaporator vacum ). Alkohol yang digunakan bukan
alkohol fortior sebab waktu diuapkan, uap air akan membawa minyak atsiri.
Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri
yang rendah dan tidak tahan pemanasan.
Syarat-syarat minyak atsiri:
1. Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu setelah
pemanasan.Kejernihan dapat dibuktikan dengan cara meneteskan 1 tetes
minyak atsiri keatas permukaan air, permukaan air tidak keruh.Minyak
menguap umumnya tidak berwarna, hanya beberapa yang sesui dengan warna
aslinya. Oleum bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya terlarut
kedalamnya. Oleum kajuputi berwarna hijau karena senyawa tembaga dari alat
penyulingnya terlarut kedalamnya. Minyak atsiri akan berwarna kuning atau
kuning kecoklatan karena sudah terurai atau teroksidasi.
2. Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.
3. Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas
minyak lemak. Hal ini dibuktikan dengan cara meneteskan keatas kertas
perkamen tidak meninggalkan noda transparan.
24
4. Harus kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga
minyak akan berwarna. Kekeringan dibuktikan dengan cara mengocok
sejumlah minyak atsiri dengan larutan Natrium Klorida jenuh vbolume sama,
biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.
5. Bau dan rasa seperti simplisia.
Bau diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak atsiri dengan 10
ml air. Rasa diperiksa dengan mencampur satu tetes minyak atsiri dengan 2
gram gula.
Contoh-contoh minyak atsiri:
1. Oleum foeniculi (minyak adas)
Cara pembuatan: penyulingan uap buah masak Foeniculum vulgaris Mill
varietas vulgare dan -dulce.
2. Oleum Anisi (minyak adas manis)
Cara pembuatan: penyulingan uap buah kering Illicium verum Hook dan buah
kering Pimpenilla anisum L (fam: Magnoliaceae).
3. Oleum Caryophylli (minyak cengkeh)
Cara pembuatan: penyulingan pucuk berbunga yang telah dikeringkan dari
tanaman Eugenia caryophyllata.
4. Oleum Citri (minyak jeruk)
Cara pembuatan: pemerasan pericarp (kulit buah bagian luar yang masih
segar) dari tanaman Citrus lemon.
5. Oleum Aurantii (minyak jeruk manis)
Cara pembuatan: pemerasan pericarp (kulit buah luar yang segar dan masak)
dari tanamam Citrus sinensis.
6. Oleum Eucalypti (minyak kayu putih)
Adalah minyak atsiri yang mengandung sineol 50-60%. Diperoleh dengan
destilasi uap dari daun segar, ujung cabang segar dari berbagai spesies
Eucalyptus atau spesies yang diinginkan (E. globulus, E. futicerutum, E.
polybractea, E. Smithii).
7. Oleum Menthae piperitae (minyak permen)
Adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan destilasi uap dari bagian di atas
tanah tanaman berbunga Mentha piperita yang segar dan telah dimurnikan.
8. Oleum Cinnamommi ( minyak kayu manis)
25
Pembuatan: penyulingan uap kulit batang dan kulit cabang Cinnamomum
zeylanicum Blume.
9. Oleum Citronellae ( minyak sereh)
Pembuatan: penyulingan uap daun Cymbopogon Nardus.
10. Oleum Rosae ( minyak mawar)
Pembuatan: penyulingan uap bunga segar Rosa Galica Alba.
II.12. Syrup (Sirupi)
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar
sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.
Cara pembuatan sirup:
Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga
larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang
dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.
Cairan untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari :
1. Aqua destilata: untuk sirupus simplex.
2. Hasil-hasil penarikan dari bahan dasar:
a. Maserat misalnya sirupus rhei
b. Perkolat misalnya sirupus cinnamomi
c. Colatura misalnya sirupus senae
d. Sari buah misalnya rubi idaei
3. Larutan atau campuran larutan bahan obat misalnya: methydilazina
hydrochloridi sirupus, sirup-sirup dengan nama patent misalnya yang
mengandung campuran vitamin.
Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon
di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain,
pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25
% b/v atau pengawet lain yang cocok. Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar
maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila
lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk. Bj sirup kira-kira 1,3.
Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi
glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih
cepat. Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan
terjadinya gula invert. Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian
26
sakarosa yang memutar bidang polarisasi kekiri. Gula invert tidak dikehendaki
dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur dan berwarna tua
( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat. Pada
sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi
jamur, meskipun jamur tidak mati.
Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila
dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur. Untuk
mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya
nipagin. Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam
pembuatan sirupus Iodeti ferrosi. Hal ini disebabkan karena sirup merupakan
media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert
disini dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam
sitrat.
Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka
sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup,
seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii
corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.
Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.
Ada beberapa cara menjernihkan sirup:
1. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup. Didihkan sambil
diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.
2 Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup
akan melekat ke kertas saring.
Penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur)
sebaiknya sirup disimpan dengan cara:
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada
pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga
penjamuran.
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas (karena sterilisasi)
sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi
sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum
yang menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.
3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah
tidak berakibat terjadinya gula invert.Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga
27
menuliskan tentang panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain
yang cocok.
Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara
ketiga. Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi
sebagai:
1. Obat, misalnya: chlorfeniramini maleatis sirupus.
2. Corigensia saporis, misalnya: sirupus simplex
Corigensia odoris, misalnya: sirupus aurantii
Corigensia coloris, misalnya: sirupus Rhoedos, sirupus rubi idaei
3. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena
konsentrasi gula yang tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.
Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk.
Contoh-contoh sediaan sirup: Ferrosi Iodidi Sirupus, Sirupus Simplex (Sirup Gula), Auranti Sirupi (Sirup Jeruk Manis), Sirupus Thymi (Sirup Thymi).
II.13.Uraian Bahan
Kayu Manis
Nama Tanaman Asal Cinnamomum zeylanicum Keluarga Lauraceae Species Cinnamomum burmannii (Ness.)Kandungan Minyak atsiri yang mengandung egenol
sinamilaldehida (1-3%), zat penyamak,
pati,tanin, damar, lendir, kalsium oksalatPenggunaan Karminatif, peluruh keringat (diaforetik),
antirematik, meningkatkan nafsu makan
(stomakik), menghilangkan sakit
(analgetik)Pemerian Bau khas aromatik, rasa agak manis, agak
pedas dan kelatBagian yang Digunakan Kulit bagian dalam yang diperoleh dari
anak batang yang telah dipangkasPenyimpanan Dalam wadah tertutup baik
Gambar:
28
III. ALAT DAN BAHAN
III.1. Alat
Alat yang digunakan antara lain:
1. Perkolator
2. Beker glass
29
3. Corong kaca
4. Gelas ukur
5. Botol kaca
30
6. Erlenmeyer
7. Batang Pengaduk
III.2. Bahan
Bahan yang digunakan antara lain:
1. Simplisia Kayu Manis
2. Etanol 70%
31
IV. PROSEDUR PEMBUATAN
1. Basahi 20 bagian serbuk kulit kayu manis dengan 10 bagian etanol 70%.
2. Masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam.
3. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan hati-hati, tuangi dengan etanol 70% secukupnya sehingga terdapat selapis
cairan penyari di atas simplisia. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per
menit.
4. Tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu
terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia.
5. Tampung perkolat hingga diperoleh 80 bagian.
6. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan
penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
7. Masukkan ke dalam botol, tutup, tandai.
V. HASIL PERCOBAAN
Pada saat praktikum diperoleh hasil berupa sediaan cair 100 ml berwarna coklat
kemerahan berbau khas aromatik, yang dimasukkan ke dalam botol kaca dan diberi etiket
“TINGTUR KAYU MANIS”.
Gambar:
32
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan galenik yaitu tingtur kayu
manis. Sediaan galenik adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku hewan atau tumbuh-
tumbuhan yang disari. Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat adalah
bagian tumbuhan atau hewan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia terlebih
dahulu, kemudian dari simplisia tersebut bahan obat yang terdapat didalamnya diambil
dan diolah menjadi bentuk sediaan. Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara
maserasi atau perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan
senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing–masing monografi. Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat
berkhasiat keras.
Cara pembuatan tingtur kayu manis adalah dengan memaserasi terlebih dahulu
simplisia kayu manis yang telah ditentukan derajat halusnya sebanyak 20 bagian dengan
etanol 70% sebanyak 10 bagian selama 3 jam. Kemudian perkolasi sambil tiap kali
ditekan hati-hati, tuangi dengan etanol 70% secukupnya sehingga terdapat selapis cairan
penyari di atas simplisia. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit.
Cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya sehingga selalu terdapat selapis
cairan penyari di atas simplisia. Hasil perkolat ditampung sebanyak 80 bagian. Massa
yang tersisa diperas kemudian cairan perasan dicampurkan ke dalam perkolat,
tambahkan cairan penyari sampai diperoleh 100 bagian. Hasil yang diperoleh
dimasukkan ke dalam botol, tutup dan diberi tanda.
Tujuan dilakukan maserasi terlebih dahulu adalah untuk melembabkan simplisia
sebelum diperkolasi. Pada saat praktikum maserasi hanya dilakukan beberapa menit
karena tidak tersedia cukup waktu. Kendala yang dialami pada saat praktikum adalah
saat menentukan kecepatan tetesan karena keran pada perkolator tersebut bocor sehingga
ada cairan yang merembes.
Tingtur harus jernih dan ditempatkan dalam botol tertutup baik, diluar pengaruh
cahaya dan disimpan di tempat yang sejuk. Secara ekonomis bahan dasar yang disari
dapat diperas sekuat mungkin dengan perasan hidrolik. Untuk bahan dasar yang
mengandung harsa digunakan cairan penyari etanol 90% v/v dan umumnya cairan
penyari yang digunakan adalah etanol 70% v/v.
Hasil yang diperoleh pada praktikum kali ini berupa sediaan cair sebanyak 100 ml
berwarna coklat kemerahan dengan bau khas aromatik. Sediaan yang diperoleh
33
dimasukkan dalam botol kaca berwarna gelap dan ditandai dengan etiket “TINGTUR
KAYU MANIS”.
VII. KESIMPULAN
Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi
simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut
yang tertera pada masing–masing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat
menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat keras.
Pada saat praktikum diperoleh hasil berupa sediaan cair sebanyak 100 ml berwarna
coklat kemerahan berbau khas aromatik, dimasukkan ke dalam botol kaca dan diberi
etiket “TINGTUR KAYU MANIS”.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=tingtur+kayu+manis&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CBwQ
FjAA&url=http://bos.fkip.uns.ac.id
2. http://belajar-farmasi.blogspot.com/2008/09/cinnamomi-cortex.html
3. Suwarni, Elis,dkk.2012.Penuntun Praktikum Farmakognosi II.Denpasar:Akademi
Farmasi Saraswati.
34