Laporan Zink
Transcript of Laporan Zink
LAPORAN PRAKTIKUMPENILAIAN STATUS GIZI
ANALISIS STATUS ZINK
NAMA : HARNA
NIM : K21109309
KELOMPOK : VI (ENAM)
TGL.PERCOBAAN : 10 DESEMBER 2011
ASISTEN : BOHARI, S.Gz
LABORATORIUM TERPADU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik
pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.
Kalium, fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari hemoglobin
dalam sel darah merah, dan iodium dari hormone toksin. Disamping itu mineral
berperan dalam bebagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam
aktifitas enzim-enzim. Keseimbangan iodium-iodium mineral di dalam cairan
tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan
keseimbangan asam basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui
membrane sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap terhadap
rangsangan (Groff dan Grooper, 2001).
Mineral adalah zat inorganik yang berasal dari dalam bumi dan merupakan
salah satu elemen gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Kita dapat
memperoleh mineral dari tumbuh-tumbuhan yang menyerap mineral dari dalam
tanah melalui akar-akarnya, atau dari produk ternak yang mengkonsumsi tumbuh-
tumbuhan mengandung mineral tersebut (Gunawan, 2009).
Mineral dalam bahan makanan tidak semuanya dapat dimanfaatkan.
Keadaan tersebut tergantung ketersediaan biologisnya (tingkatan zat gizi yang
dimakan yang dapat diabsorpsi oleh tubuh). Faktor yang mempengaruhi
ketersediaan biologis mineral antara lain interaksi dengan senyawa lain (Groff
dan Grooper, 2001).
Sekitar 4 % dari tubuh kita terdiri atas mineral, yang ada dalam analisa
bahan makanan tertinggal sebagai kadar abu, yaitu sisa yang tertinggal bila suatu
sampel bahan makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku. Kadar abu
menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat
menguap. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro.
Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah 100 mg
sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah
mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal sebanyak
24 mineral yang dianggap esensial. Jumlah itu setiap waktu bisa bertambah
(Groff dan Grooper, 2001).
Mineral dalam bahan makanan tidak semuanya dapat dimanfaatkan.
Keadaan tersebut tergantung ketersediaan biologisnya (tingkatan zat gizi yang
dimakan yang dapat diabsorpsi oleh tubuh). Faktor yang mempengaruhi
ketersediaan biologis mineral antara lain interaksi dengan senyawa lain (Groff
dan Grooper, 2001).
Setiap unsur esensial dibutuhkan satu atau lebih fungsinya di dalam tubuh
dan fungsinya terjadi secara optimal ketika nutrisi konsentrasi tubuh jatuh
didalam daerah yang spesifik. Kapanpun konsentrasinya terlalu rendah atau
terlalu tinggi, fungsi melemah atau mati yang dihasilkan. Konsep ini
digambarkan ke gambar 12.1, ini terutama paling penting ketika keseimbangan
mineral sisa karena angka konsentrasi optimal dapat menjadi hampir terbatas.
Selain itu, karena interaksi diantara mineral essensial sisa, melampaui batas
pemasukan satu, khususnya ion divalent ( misalnya, zinc, magnesium, kalsium,
besi), dapat mencegah absorpsi dengan yang lain (Groff dan Grooper, 2001).
Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh.
Terdapat sekitar dua milyar orang di negara-negara berkembang yang kekurangan
asupan seng. Defisiensi ini juga dapat menyebabkan banyak penyakit. Pada anak-
anak, defisiensi ini menyebabkan gangguan pertumbuhan, mempengaruhi
pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, dan setiap tahunnya
menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di seluruh dunia. Konsumsi
seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia, lemah lesu, dan defisiensi
tembaga (Groff dan Grooper, 2001).
Zink adalah metaloenzim dan bekerja sebagai koenzim pada berbagai
sistem enzim. Lebih dari 80 enzim dan protein yang mengandung zink telah
ditemukan. Tubuh mengandung 1-2 g zink. Tulang, gigi, rambut, kulit, dan testis
mengandung banyak zink. Dalam darah seng terdapat di plasma terikat pada
albumin dan globulin (Supriasa, 2002).
Sebagai salah satu komponen dalam jaringan tubuh, seng termasuk zat gizi
mikro yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal, meski
dalam jumlah yang sangat kecil. Dari segi fisiologis, seng berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti-oksidan, perkembangan seksual,
kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan dari segi
biokimia, seng sebagai komponen dari 200 macam enzim berperan dalam
pembentukan dan konformasi polisome, sebagai stabilisasi membran sel, sebagai
ion-bebas ultra-seluler, dan berperan dalam jalur metabolisme tubuh (Groff dan
Grooper, 2001).
Untuk itulah jika ingin mengetahui status zink dalam tubuh manusia maka
salah satu caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan zink. Oleh karena itu,
percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar status zink melalui pemeriksaan
zink.
I.2 Prinsip Percobaan
Seng berperan pada molekul penerima rasa lidah. Tingkat ketajaman rasa
dapat menggambarkan apakah seseorang mengalami defisiensi seng atau tidak.
Seng sulfat akan merangsang molekul penerima rasa pada lidah sehingga
ketajaman rasa dapat diukur.
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah seseorang
defesiensi seng atau tidak.
I.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah agar praktikan mampu mengetahui status
mineral Zn dalam tubuhnya dengan menggunakan metode Kecap Smith.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mineral adalah zat organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil
untuk membantu reaksi fungsional tubuh, misalnya untuk memelihara keteraturan
metabolisme. Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh,
baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.
Kalium, fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari hemoglobin
dalam sel darah merah, dan iodium dari hormone toksin. Disamping itu mineral
berperan dalam bebagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktifitas
enzim-enzim. Keseimbangan iodium-iodium mineral di dalam cairan tubuh
diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan
asam basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membrane sel dan
pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap terhadap rangsangan (Groff dan
Grooper, 2001).
Mineral dapat dikelompokkan menjadi dua macam kelompok besar mineral
(elemen/unsur) yang terdapat dalam tubuh kita, berdasarkan kuantumnya, ialah (Groff
dan Grooper, 2001):
1. Makro elemen, yaitu terdapat dalam kwantum yang relative besar, seperti K, Na,
Ca, Mg, dan P, S, serta CI.
2. Mikro elemen, yang terdapat dalam kwantum yang relative sedikit. Mikro elemen
dapat dikelompokkan lagi menurut kegunaannya di dalam tubuh :
a. Mikro elemen esensial, yaitu yang betul-betul diperlukan oleh tubuh jadi harus
ada seperti Fe, Cu, Co, Se,Zn, dan J, serta F.
b. Mikro elemen yang mungkin esensial, belum pasti betul diperlukan atau tidak
dalam struktur atau fisiologi tubuh, seperti Cr, Mo.
c. Mikro elemen yang tidak diperlukan, atau non-esensial. Jenis ini terdapat di
dalam tubuh karena terbawa tidak sengaja bersama bahan makanan. Jadi sebagai
kontaminan (pencemar) termasuk ke dalam kelompok ini adalah Al, As, Ba, Bo,
Pb, Cd, dsb.
d. Ada lagi kelompok yang disebut trace elements, yang sebenarnya sudah
termasuk kelompok mikro elemen, tetapi diperlukan dalam kwantum yang
lebih kecil lagi. Ke dalam kelas ini termasuk Co, Cu dan Zn.
Mineral seng (Zn) merupakan trace element yang esensial bagi tubuh manusia.
Sekitar 200 jenis enzim memerlukan seng untuk melaksanakan fungsinya dan bahkan
ada enzim yang mengandung seng dalam struktur molekulnya, diantaranya Carbonic
anhydrase dan phophatase alcalis (Sirajuddin, 2011)
Zink merupakan salah satu komponen pada lebih dari 300 enzim yang
dibutuhkan antara lain untuk pertumbuhan anak-anak, menyembuhkan luka,
memertahankan kesuburan pada orang dewasa, berperan dalam sintesis protein,
membantu reprodusi sel, melindungi penglihatan, meningkatkan imunitas, dan
melindungi tubuh dari radikal bebas (Sandjaja, 2010).
Seng berperan dalam sistem imun, dari barier kulit hingga pengaturan dalam
limfosit. Seng dibutuhkan untuk perkembangan normal fungsi imunitas non spesifik
yang diperantarai sel seperti netrofil, sel pembunuh alami (Natural Killer Cel= NK
cell) serta perkembangan imunitas spesifik yaitu pertumbuhan dan perkembangan
fungsi limfosit T. Penurunan kadar seng dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor dari dalam maupun luar tubuh neonatus serta diasumsikan
berdampak pada kerentanan terhadap infeksi dan perburukan pada keluaran sepsis.
Kadar seng serum menurun pada saat awal demam atau mulai bereaksinya
endotoksin bakteri yang dikenal dengan respon fase akut (24 hari) (Hapsari, 2009).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kadar seng serum adalah
(Hapsari, 2009):
1. masukan dan penyerapan yang tidak adekuat, disebabkan adanya malnutrisi, diet
sintetik / terapetik (nutrisi enteral dan parenteral, diet untuk kelainan metabolisme
neonatus) interaksi nutrien dengan obat, investasi intestinal ( bakteri, virus )
2. maldigesti dan malabsorbsi, misalnya mekanisme malabsorbsi yang imatur,
acrodermatitis enteropathic.
3. peningkatan ekskresi, misal status katabolik
4. peningkatan penggunaan
5. sistemik, misal stres metabolik, kegagalan organ, kerusakan jaringan
Penurunan kadar seng dapat terjadi secara cepat akibat respon fase akut saat
demam, sebagai respon metabolik terhadap infeksi yang berhubungan dengan
penurunan kadar besi dalam darah, peningkatan kadar tembaga dalam darah, dan
peningkatan protein plasma selektif, dimediasi oleh sitokin yang merupakan sekresi
monosit dan makrofag reaktivasi akibat respon infeksi (Hapsari, 2009).
Kadar seng plasma juga dipengaruhi oleh derajat berat dan tahapan proses
terjadinya sepsis, jumlah dan virulensi organisme patogen, serta kadar endotoksin.
Pada fase mekanisme prodomal infeksi bakteri atau virus kadar seng serum sudah
mulai menurun walaupun klinis belum didapatkan demam. Rata-rata seng serum pada
anak dengan gejala klinis infeksi tidak berbeda dengan anak tanpa gejala infeksi
(Hapsari, 2009).
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel.
Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, ott, dan tulang. Jaringan
yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat,
spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama
merupalkan ion intraselular. Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari
seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier,
2009).
Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 2 mg Zn tersebar luas di dalam
berbagai jaringan dengan konsentrasi yang sangat bervariasi, sebesar 100-200
mikro gram per gram jaringan basah. Pankreas mengandung Zn dengan kadar 20-
30 micG per gram, sedangkan jaringan hati, otot skelet dan jaringan tulang
mengandung kadar 60-180 micG per gram jaringan basah (Sediaoetama, 1985).
Darah lengkap mengandung Zn sekitar 900 micG/dl. Dari Zn yang terdapat
di dalam plasma sekitar 34% trikat erat pada alpha globulin dan 66% terikat lemah
pada protein darah secara umum, mungkin sebagai bentuk transpor (Sediaoetama,
1985).
Eksresi Zn dalam urine sekitar 0,4 mg sehari dan di dalam tinja sebanyak 10
mg dalam 24 jam (Sediaoetama, 1985).
Dalam diet, zink cenderung terdapat bersama-sama dengan protein, sehingga
diet yang rendah protein kemungkinan besar juga rendah kandungan zinknya. Sumber
zink yang baik ialah daging tanpa lemak, makanan laut, serta susu dan produk
olahannya (Barasi, 2007)
Absorpsi membutuhkan alat angkut dan terjadi di bagia atas usus halus
(duodenum). Seng diangkut oleh albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan
dibawa ke hati. Kelebihan seng disimpan di dalam hati dalam bentuk metalotionein.
Lainnya dibawa ke pankreas dan jaringan tubuh lain. Di dalam pankreas seng
digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada waktu makan dikeluarkan ke
dalam saluran cerna. Dengan demikian saluran cerna menerima seng daari dua
sumber, yaitu dari makanan dan dari cairan pencernaan yang berasal dari pankreas.
Sirkulasi seng di dalam tubuh dari pankreas ke saluran cerna dan kembali ke pankreas
dinamakan sirkulasi enteropankreatik (Almatsier, 2009).
Absorpsi seng diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel dinding
saluran cerna. Bila konsumsi seng tinggi, di dalam sel dinding saluran cerna sebagian
diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga absopsi berkurang. Seperti
halnya dengan besi, bentuk simpanan ini kan dibunag bersama sel-sel sinding usus
halus yang umurnya adalah 2-5 hati. Metalotionein diduga mempunyai peranan dalam
mengatur kandungan seng di dalam cairan intraseluler. Distribusi seng antara cairan
ekstraselular, jaringan dan organ dipengaruhi oleh keseimbangan hormon dan situasi
stres. Hati memegang peranan penting dalam redistribusi ini (Almatsier, 2009).
Faktor-faktor penghambat ketersediaan seng dalam tubuh adalah serat, tembaga,
besi, dan fitat, sedangkan protein histidin membantu absorpsi. Albumin dalam plasma
merupakan penentu utama absorbsi seng karena dalam plasma 67 % seng berikatan
dengan albumin, jadi jika ada gangguan pada keduanya akan mempengaruhi
terjadinya kekurangan seng (Hapsari, 2009).
Banyaknya seng yang diabsorpsi antara 15-40%. Seperti halnya besi, absorpsi
seng dipengaruhi oleh status seng tubuh. Bila lebih banyak seng yang dibutuhkan,
ebih banyak pula jumlah seng yang diabsorpsi. Begitu pula jenis makanan yang
mempengaruhi absorpsi. Serat dan fitat menghambat ketersediaan bilogik seng.
Sebaliknya, protein histidin tampaknya membantu absorpsi. Tembaga ddalam jumlah
melebihi kebutuhan faali menghambat absorpsi seng. Nilai albumin dalam plasma
merupakan penentu utama absorpsi seng. Albumin merupakan alat transpor utama
seng. Absorpsi seng menurun biila nilai albumin draha menurun, misalnya dalam
keadaan gizi kurang atau kehamilan (Almatsier, 2009).
Sebagian seng menggunakan alat transpor transferin, yang juga merupakan alat
transpor besi. Dalam keadaan normal, kejenuhan transferin akan besi biasanaya
berkurang dari 50%. Bila perbandingan antara besi dan seng leebih dari 2 : 1,
transferin yang tersedia untuk seng berkurang sehingga menghambat absorpsi seng.
Sebaliknya, dosis tinggi seng juga menghambat anbsorpsi besi. Hal ini perlu
diperimbangkan bila menggunakan suplemen mineral. Absorpsi seng berasal dari ASI
yang berasal dari susu sapi (Almatsier, 2009).
Seng dikeluarkan tubuh terutama melalui feses. Di samping itu seng dikeluarkan
melalui urin, dan jaringan tubuh yang dibuang, seperti jaringan kulit, sel dinding usus,
cairan haid, dan mani (Almatsier, 2009).
Seng memegang peranan esensial dalam banyak banyak fungsi tubuh. Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim,
seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan
dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Misalnya,
sebagian bagian dari karbonik anhidrase dalam sel darah merah, seng berperan dalam
pemeliharaan keseimbangan asam-basa dengan cara membantu mengeluarkan
karbondioksida dari paru-paru pada pernapasan. Enzim yang sama berperan dalam
pengeluaran amonia dan dalam produksi hidroklorida yang diperlukan untuk
pencernaan. Sebagai bagian dari enzim peptidase karboksil yang terdapat di dalam
cairan pankreas, seng berperan dala pencernaan protein. Seng juga dihubngkan
dengan hormon insulin yang dibbentuk di dalam pankreas, walaupun tidak berperan
langsung terhadap kegiatan insulin. Peranan penting lain adalah sebagai bagian
integral enzim DNA polimerase dan RNA polimerase yang diperlukan dalam sintesis
DNA dan RNA. Sebagai bagian dari enzim kolagenase, seng berperan pula dalam
sintesis dan degradasi kolagen. Dengan demikian, seng berperan dalam pembentukan
kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka (Almatsier, 2009).
Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan
pembentukan sperma. Enzim superoksida dismutase (yang membutuhkan ZN dan Cu)
di dalam sitosol semua sel, terutama eritrosit diduga berperan dalam memusnakan
anion superoksida yang merusak. Sebagai bagian berbagai enzim dehidrogenase,
selain berperan dalam metabolisme tahap tahap pertengahan, seng berperan pula
dalam detoksifikasi alkohol dan metabolisme vitamin A. di samping itu seng
diperlukan untuk sintesis alat angkut vitamin A protein pengikat retinol (Retinol
Binding Protein/RBP) di dalam hati. Dengan terkaitnya seng dengan metabolisme
vitamin A, berarti seng terkait dengan berbagai fungsi vitamin A (Almatsier, 2009).
Seng berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam
pembentukan antibodi oleh sel B. Taraf darah seng rendah dihubungkan dengan
hipogeusia atau kehilangan indra rasa. Hipogeusia biasanya disertai penurunan nafsu
makan dan hiposmia atau kehilangan indra bau. Hal ini biasanya terjadi pada stres
akibat terbakar, frakrur tulang dan infeksi. Seng tampaknya juga berperan dalam
metabolisme tulang, transpor oksigen, dan pemunahan radikal bebas, pembentukan
struktur dan fungsi membran serta proses penggumpalan darah. Karena seng berperan
dalam reaksi-reaksi yang luas, kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap
jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan (Almatsier, 2009).
Akibat kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak,
ibu hamil, dan menyusui sertorang tua. Tanda-tanda kekurngan seng ialah gangguan
pertumbuhan dan kematangan seksul. Fungsi pencernaan terganggu karena fungsi
pankreas yang terganggu. Disamping itu dapat terjadi diare dan gangguan kekebalan.
kekurangan seng kronis mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak. Karena
kekurangan eng menggangu mertbolisme vitamin A. Seng juga mengganggu fungsi
kelenjar tirioid, dan laju metabolisme. Gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman
indra, serta memperlambat penyembuhan luka (Groff dan Grooper, 2001).
Akibat kelebihan seng hingga dua tiga kali AKG menurunkan absorsi
tembaga. Padhewan hal ini menyebabkan degenerasi otot jantung. Kelebihan sampai
sepuluh kali AKG mempengrhi metabolisme kolesterol. Mengubah nilai lipoprotein,
dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis yang berlebihn
dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia, dan
gangguan reproduksi (Groff dan Grooper, 2001).
Banyaknya seng yang dibutuhkan setiap orang berbeda-beda, tergantung pada
faktor: usia, status fisiologisnya (banyaknya seng yang harus diabsorbsi untuk
menggantikan pengeluaran endogen, pembentukan jaringan, pertumbuhan, dan sekresi
air susu), serta karakteristik diet. Besarnya masukan seng yang dianjurkan untuk
memenuhi kebutuhan orang sehat (angka kecukupan seng) dapat dilihat pada tabel 1
(Groff dan Grooper, 2001).
Tanda-tanda kekurangan seng adalah gangguan pertubuhan dan kematangan
seksual, fungsi pencernaan terganggu karena gangguan fungsi pangkreas, gangguan
pembentukan kilomikron, dan kerusakan permukaan aluran cerna. Kekurangan seng
kronis mengganggu pusat system syaraf dan fungsi otak, karena kekurangan seng
mengganggu metabolism vitamin A, sering terlihat gejala yang terdapat pada
kekurangan vitamin A. kekurangan vitamin A juga mengganggu fungsi kelenjar
thyroid dan laju metabolism, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra rasa,
serta memperlambat penyembuhan luka (Almatsier, 2009).
Tabel 1. Angka kecukupan seng rata-rata yang dianjurkan per orang per hari.
Golongan Umur Seng (mg)
0 6 bulan 3
7 12 bulan 5
1 9 tahun 10
10 59 tahun 15
> 60 tahun 15
Hamil +5
Menyusui 0 6 bulan +10
Menyusui 7 12 bulan +10
Untuk memenuhi kecukupan seng, dibutuhkan pengaturan diet yang adekuat,
selain itu juga harus memperhitungkan bioavailabilitas bahan makanan yang
mengandung seng, yaitu efek dari setiap proses, baik fisik, kimia, maupun fisiologis,
yang berpengaruh pada jumlah seng yang diserap dari bahan makanan hingga bentuk
biologis yang aktif untuk dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan fungsional. Komponen
bahan makanan juga berperan penting pada bioavailabilitas seng, karena adanya
interaksi antara seng dan komponen lainnya. Beberapa zat (asam sitrat, asam
palmitat, dan asam pikolinat) dapat meningkatkan absorbsi seng. Sedangkan fitat dan
serat menghambat. Berbagai jenis bahan makanan yang merupakan sumber seng,
dapat dilihat pada tabel 2 (Groff dan Grooper, 2001).
Tabel 2. Daftar bahan makanan sumber seng (mzg)
Jenis Makanan Kadar Seng (mg/kg basah)
Daging sapi 1043
Daging ayam 716
Ikan laut 4
Susu 3,5
Keju 40
Beras 13
Kelapa 5
Kentang 3
Apabila seseorang tidak dapat memenuhi diet yang cukup mengandung seng,
mungkin terjadi defisiensi seng. Faktor lain yang dapat menimbulkan defisiensi seng
adalah (Groff dan Grooper, 2001) :
1. Pemasukan seng yang kurang,
2. Absorbsi seng berkurang,
3. Pengeluaran seng yang berlebihan,
4. Utilisasi seng berkurang, dan
5. Kebutuhan seng yang meningkat.
Kelompok yang paling rentan terhadap defisiensi seng adalah anak dalam masa
per-tumbuhan, masa produktif dan masa penyembuhan. Gambaran klinis defisiensi
seng pada manusia sangat bervariasi, tergantung pada beberapa hal: usia mulai terjadi
defisiensi, derajat dan lamanya defisiensi, penyakit dan kelainan yang merupakan
latar belakang penyebab primer defisiensi, besarnya masukan seng dan interaksi
dengan nutrien atau faktor-faktor lain dalam makanan) (Groff dan Grooper, 2001).
Defisiensi seng yang berat memberikan gejala-gejala sebagai berikut
(Tirtawinata, 2006) :
1. gangguan pertumbuhan badan sehingga orang menjadi kontet atau kerdil
(dwafisme).
2. Gangguan organ reproduksi: pematangan sexual terhambat, testis mengecil
(hipogonedisme), jumlah sperma menurun (hipospermia) dan impotensi.
3. Kelainan pada kulit: luka-luka, radang, rambut rontok dan botak.
4. Daya sistem tubuh menurun.
5. Kemampuan mencium dan kemampuan rasa menurun (hipogeusia).
6. Karena seng berperan dalam metabolisme vitamin A, maka kekurangan seng
menunjukan gejala seperti kekurangan vitamin A.
7. Nafsu makan hilang.
Parameter yang banyak digunakan menetapkan status seng adalah (Groff dan
Grooper, 2001) :
1. Konsentrasi seng plasma atau serum,
2. Konsentrasi seng eritrosit,
3. Konsentrasi seng lekosit dan netrofil,
4. Konsentrasi seng rambut,
5. Konsentrasi seng urine,
6. Konsentrasi seng air liur,
7. Uji pengecapan,
8. Keseimbangan metabolisme seng,
9. Studi isotop,
10. Respon pertumbuhan dan perkembangan seksual terhadap suplementasi seng,
11. Enzim yang tergantung pada seng, misalnya aktivitas alkali fosfatase.
Dari begitu banyak parameter yang ada, yang sering dimanfaatkan dalam
pelayanan kesehatan adalah pemerikasaan konsentrasi seng plasma dan fosfatase
alkali. Parameter lain hanya untuk keperluan penelitian, karena tidak praktis dan
rumit. Dari berbagai pemeriksaan tersebut, jika kadar seng < 40 ug/dl maka disebut
defisiensi berat; dan jika berkisar antara 40-60 ug/dl maka disebut defisiensi ringan
(Groff dan Grooper, 2001).
Banyaknya seng yang diabsopsi berkisar antar 15-40%. Seperti halnya besi,
absopsi seng dipengaruhi oleh status seng tubuh. Bila lebih banyk seng yang
dibutuhkan, lebih banyak pula jumlah seng yang diabsopsi (Groff dan Grooper, 2001).
Serupa dengan besi, chelatot atau ligan dapat mengikat seng. Apakah zat ini
enhancer atau inhibitor tergantung pada digestibilitily dan absorbability dari seng
chelates terbentuk. Enchancers dari zinx penyerapan beberapa zat endogen berpikir
untuk melayani sebagai ligan dengan seng. Kemungkinan ligan endogen meliputi
asam sitrat dan asam picolinic, yang terakhir dari whitch adalah metabolit dari
triptofan ke jalur niasin serta prostaglandin. Ligan meliputi asam amino histidin,
sistein, dan mungkin lain asam amino (lisin dan glisin) (Groff dan Grooper, 2001).
Selain itu, glutathione (a tripeptide terdiri dari sistein, glutamat, dan glisin) atau
produk dari pencernaan protein bisa berfungsi sebagai ligan. Masing-masing zat
tersebut telah terbukti penyerapan seng enchance terutama dalam kehadiran inhibitor.
Khususnya dalam ligan, seng tirai untuk belerang (misalnya, sistein atau glutathione),
itrogen (misalnya, histidin) atau oksigen (misalnya, phytate atau oxalate, dibahas
segera). Sekresi pankreas juga dianggap mengandung konstituen tak dikenal yang
meningkatkan penyerapan seng. Penyerapan zinc juga tampak ditingkatkan dengan
status seng rendah. Secara spesifik, penyerapan seng oleh carrier-mediated
mekanisme enchanced dengan status seng rendah, menunjukkan bahwa jumlah total
seng diserap adalah homeostatically diatur. Namun, bagaimana mengatur status seng
penyerapan mineral tidak jelas (Groff dan Grooper, 2001).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat suntik
(spoit) tanpa jarum 5 ml dan gelas piala.
III.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan ZnSO4
0,1% dan aquades.
III.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
1. 5 ml ZnSO4 disemprotkan ke dalam mulut responden dengan menggunakan
alat suntik tanpa jarum.
2. Cairan dibiarkan dalam mulut selama beberapa saat, kemudian dibuang.
3. Ditanyakan apa yang dirasakan oleh responden.
Responden dibagi ke dalam 4 kategori :
1. Tidak merasakan apa-apa/seperti merasakan air biasa walaupun telah
ditunggu 10 detik.
2. Mula-mula tidak merasakan sesuatu dengan pasti, tetapi dalam beberapa detik
kemudian terasa kering, kesat atau manis.
3. Segera merasakan sesuatu dengan pasti tetapi tidak sampai menyakitkan atau
mengganggu rasa tersebut makin lama makin kuat.
4. Segera timbul rasa yang kuat dan mengganggu sehingga responden langsung
meringis.
Responden yang termasuk kategori 1 dan 2 adalah yang menderita
defisiensi seng. Sedangkan yang termasuk kategori 3 dan 4 adalah normal.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil
Tabel
No. NamaKategori Status
SengKeterangan
1. Sidratul Muntaha Jaihar 3 Normal
2. Nikmah Saro 4 Normal
3. Harna 1 Tidak normal
4. Muchlisa 3 Normal
5. Barre Allo 4 Normal
6. Munzia 2 Tidak normal
7. Asfa Indrawati 2 Tidak normal
8. Siti Hardiyanti 2 Tidak normal
9. Andi Reski Amelia 3 Normal
10. Wahyuni Pradiptasari 2 Tidak normal
11. Fadlia Hidayah Sesaria 2 Tidak normal
IV.2 Pembahasan
Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh.
Terdapat sekitar dua milyar orang di negara-negara berkembang yang
kekurangan asupan seng. Defisiensi ini juga dapat menyebabkan banyak
penyakit. Pada anak-anak, defisiensi ini menyebabkan gangguan pertumbuhan,
mempengaruhi pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, dan setiap
tahunnya menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di seluruh dunia.
Konsumsi seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia, lemah lesu, dan
defisiensi tembaga
Dalam percobaan praktikum pemeriksaan status seng ini, metode yang
digunakan adalah metode kecap Smith, dimana larutan ZnSO4 0,1%
dimasukkan dalam mulut kemudian dibiarkan selama 10 detik. Jika tidak
merasakan apa-apa atau seperti merasakan air biasa walaupun telah ditunggu
10 detik ataukah mula-mula tidak merasakan sesuatu dengan pasti, tetapi
dalam beberapa detik kemudian terasa kering, kesat atau manis. Hal ini berarti
kekurangan atau defisiensi seng. Tetapi bila segera merasakan sesuatu dengan
pasti tetapi tidak sampai menyakitkan atau mengganggu, rasa tersebut makin
lama makin kuat. Ataukah segera timbul rasa yang kuat dan mengganggu
sehingga responden langsung meringis, berarti kadar sengnya normal.
Ketika larutan ZnSO4 0,1% tersebut sudah masuk ke dalam mulut
saya selama 10 detik, saya tidak dapat merasakan apa-apa/seperti merasakan
air biasa. Sehingga percobaan pemeriksaan status seng kali ini, saya berada
dalam kategori defisiensi zeng kategori 1. Hal ini mungkin disebakan karena
pemasukan seng yang kurang, absorbsi seng berkurang, pengeluaran seng
yang berlebihan, utilisasi seng ber-kurang, kebutuhan seng yang meningkat.
Faktor lain yang dapat menimbulkan defisiensi seng adalah
a. pemasukan seng yang kurang
b. absorbsi seng berkurang
c. pengeluaran seng yang berlebihan
d. utilisasi seng berkurang
e. kebutuhan seng yang meningkat.
Kekurangan zink menyebabkan hipogonadisme dan keterlambatan
masa pubertas, tubuh pendek dan anemia ringan. Defisiensi zink dapat terjadi
pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang
tua. Tanda-tanda kekurangan zink adalah gangguan pertumbuhan dan
kematangan seksual. Fungsi pencernaan terganggu, karena gangguan fungsi
pancreas, gangguan pembentukan kilomikron dan kerusakan permukaan
saluran cerna. Di samping itu, dapat terjadi diare dan gangguan fungsi
kekenbalan. Kekurangan zink kronis mengganggu pusat sistem saraf dan
fungsi otak. Karena kekurangan zink mengganggu metabolism vitamin A,
sering terlihat gejala yang terdapat pada kekurangan vitamin A. Kekurangan
zink juga mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolism, gangguan
nafsu makan, penurunan ketajaman indera perasa serta memperlambat
penyembuhan luka.
Kelompok yang paling rentan terhadap defisiensi seng adalah anak
dalam masa pertumbuhan, masa produktif dan masa penyembuhan. Gambaran
klinis defisiensi seng pada manusia sangat bervariasi, tergantung pada
beberapa hal: usia mulai terjadi defisiensi, derajat dan lamanya defisiensi,
penyakit dan kelain-an yang merupakan latar belakang penyebab primer
defisiensi, besarnya masukan seng dan interaksi dengan nutrien atau faktor-
faktor lain dalam makanan. Sumber pangan utama yang kaya akan zink adalah
daging, unggas, ikan laut, telur, susu, serta pecel (peanut butter).
Untuk mengatasi masalah defisiensi Zink tersebut, kita dapat
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung sumber zink seperti
daging, makanan laut, produk susu, serealia dan legum (polong-polongan),
buah dan sayuran berdaun.
Berdasarkan Pemeriksaan hanya ada 1 orang yang berada dalam
kategori normal 4 dan 3 orang yang berada pada kategori 3. Sedangakan ada 6
orang yang berada pada kategori tidak normal yaitu 2. Sedangkan saya sendiri
berada pada ketegori 1. Hasilnya sangat bervariasi karena konsumsi dan
aktivitas tiap orang berbeda.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesmpulan
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diperoleh status zink responden
yaitu berada pada angka 1, tidak normal. Dari sepuluh responden, ada 2
responden yang status zink nya sangat bagus, ada 3 orang yang normal dan ada 5
orang tidak normal.
V.2 Saran
1. Sebaiknya peralatan lebih diperbanyak lagi karena dibandingkan dengan
jumlah praktikum, alat yang disediakan sangat minim.
2. Sebaiknya asisten lebih menjelaskan secara rinci tentang mekanisme
pengukuran antropometri agar praktikan tidak kewalahan dalam melakukan
pengukuran.
3. Dosen Penilaian Status Gizi sudah bagus tapi kiranya kehadiran dalam
mengajar lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Barasi, Mary E. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.
Gunawan, Andang W. 2009. Food Combining. Jakarta: Gramedia.
Groff, James L dan Saren S. Gropper. 2001. Advanced Nutrition and Human Metabolism. New Zealand: Day Olan.
Hapsari, Ariadne Tiara. 2009. Kadar Seng Serum Sebagai Indikator Prognosis Pada Keluaran Sepsis Neonatorum. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sandjaja, dkk. 2010. Kamus Gizi. Jakarta: Kompas.
Sediaoetama, Ahmad Djalani. 1985. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.
Sirajudin, Saifuddin. 2011. Pedoman Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia. Makassar : Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Tirtawinata, Tien Ch. 2006. Makanan Dalam Perspektif Al-Quran dan Ilmu Gizi. Jakarta: FK UI.