Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

58
LAPORAN TUTORIAL BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS SKENARIO 1 KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) MALARIA KELOMPOK 18 LES YASIN G0012244 LATIFA ZULFA S G0012112 LELY AMEDIA RATRI G0012114 M. BEIZAR YUDHISTIRA G0012134 OKI SARASWATI UTOMO G0012156 R.rr. ERVINA KUSUMA W G0012168 RIANITA PALUPI G0012180 RIZKI FEBRIAWAN G0012190 TIA KANZA NURHAQIQI G0012220 TRIA MULTI FATMAWATI G0012222 YUSUF ARIF SALAM G0012240 TUTOR: Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes

description

blokkedokteran komunitas

Transcript of Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Page 1: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

SKENARIO 1

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) MALARIA

KELOMPOK 18

LES YASIN G0012244

LATIFA ZULFA S G0012112

LELY AMEDIA RATRI G0012114

M. BEIZAR YUDHISTIRA G0012134

OKI SARASWATI UTOMO G0012156

R.rr. ERVINA KUSUMA W G0012168

RIANITA PALUPI G0012180

RIZKI FEBRIAWAN G0012190

TIA KANZA NURHAQIQI G0012220

TRIA MULTI FATMAWATI G0012222

YUSUF ARIF SALAM G0012240

TUTOR:

Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

Page 2: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 1

BAGAIMANA MENGATASI PENINGKATAN ANGKA KEJADIAN DEMAM DI

PULAU SERIBU?

Pada Bulan Agustus 2013, terdapat peningkatan angka kejadian demam tinggi di Dinas

Kesehatan Kepulauan Seribu. Dilaporkan adanya 427 kasus demam tinggi dalam sebulan

dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 10%. Kasus demam tinggi ini meningkat

dibandingkan kasus sebelumnya dimana rata-rata hanya dilaporkan 100 kasus dan jarang

menyebabkan kematian. Dinas Kesehatan setempat menurunkan tim untuk melakukan

investigasi akan kondisi yang terjadi. Mereka mencurigai adanya Kejadian Luar Biasa (KLB)

penyakit malaria. Investigasi dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah penyelidikan

KLB.

Malaria memang masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia dan di Indonesia. Di

Indonesia, prevalensi dan insidensi penyakit malaria di Indonesia masih tinggi, mencapai

417.819 kasus positif pada 2012. Andi mengatakan saat ini 70 persen kasus malaria terdapat

di wilayah Indonesia Timur, terutama diantaranya Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku

Utara, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Wilayah endemic malaria di Indonesia Timur, ujar

Andi, tersebar di 84 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk berisiko 16 juta orang. Andi

menjelaskan faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak

merata merupakan penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu. Selain itu, faktor

host, termasuk status gizi dan adanya penyakit tertentu juga meningkatkan risiko infeksi

malaria. Untuk itu, pihaknya juga melakukan pemberdayaan masyarakat dengan

pembentukan pos malaria desa dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) juga digerakkan

melalui kecamatan RT-RT setempat untuk menurunkan House Index maupun Container

Index pada jentik nyamuk.

Selain itu, juga dilakukan surveillance aktif dan surveillance migrasi. Saat ini

pemerintah menargetkan bebas malaria pada tahun 2030. Bebas malaria adalah kondisi

dimana Annual Parasite Incident (API), atau insiden parasite tahunan, di bawah satu per

1.000 penduduk dan tidak terdapat kasus malaria pada penduduk local selama tiga tahun

berturut-turut.

Page 3: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Diadaptasi dari: http://www.voaindonesia.com/content/kasus-malaria-di-indonesia-masih-

tinggi/1648507.html

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Seven Jump

Jump I: Membaca scenario dan mengklarifikasi kata sulit

Dalam skenario ini beberapa istilah yang perlu diklasifikasi adalah sebagai berikut:

1. Case Fatality Rate (CFR) : probabilitas kematian di kalangan penyakit yang

didiagnosis dalam periode tertentu

2. Annual Parasite Incident (API) : jumlah penderita positif per seribu penduduk

3. Prevalensi : seberapa sering penyakit sering terjadi pada populasi tertentu

4. Insidensi : jumlah penderita baru dalam waktu tertentu

5. Kejadian Luar Biasa (KLB) : timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau

meningkatnya suatu kejadian kesakitan yang bermakna secara epidemiologis pada

suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu

6. House Index (HI) : jumlah rumah dengan jentik nyamuk dibagi dengan jumlah rumah

yang diperiksa

7. Container Index (CI) : Jumlah tempat penampungan air dengan jentik nyamuk dibagi

dengan jumlah tempat penampungan air yang diperiksa

8. Surveillance aktif : Pengumpulan dan analisis data secara terus menerus dan

sistematis yang didiseminasikan kepada pihak yang bertanggungjawab dalam

pencegahan penyakit dan masalah kesehatan dengan menggunakan petugas khusus

untuk melakukan kunjungan.

9. Surveillance migrasi : Pengumpulan data penduduk yang migrasi dari daerah endemis

ke daerah nonendemis ataupun sebaliknya

Jump II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan trias epidemiologi?

2. Mengapa terjadi peningkatan angka kejadian demam tinggi di pulau seribu?

3. Apa tujuan dilakukannya investigasi?

4. Mengapa kasus ini disebut KLB? Apa saja kriteria KLB?

5. Apa peran kedokteran komunitas dalam penanggulangan wabah malaria?

6. Bagaimana strategi dalam pengendalian KLB malaria?

Page 4: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

7. Bagaimana cara surveillance aktif dan migrasi? Apa tujuannya?

8. Pihak mana saja yang bertanggung jawab pada kasus tersebut?

9. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka prevalensi dan insidensi?

10. Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat pada kejadian wabah malaria?

11. Bagaimana pencegahan yang tepat untuk menanggulangi KLB malaria?

Jump III: Melakukan curah pendapat dan membuat pernyataan sementara mengenai

permasalahan

1. Trias Epidemiologi

a. Konsep Agent penyakit, manusia (Host) dan lingkungan (Environment)

Ditinjau dari sudut ekologis ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu

kecacatan, kesakitan, ketidakmampuan dan kematian yang disebut sebagai trias

epidemiologi yaitu agent penyakit, manusia dan lingkungan. Dalam keadaan

normal terjadi suatu keseimbangan yang dinamis diantara tiga komponen ini atau

dengan kata lain di sebut sehat. Pada suatu keadaan terjadinya suatu gangguan

pada keseimbangan dinamis ini, misalnya akibat menurunnya kualitas lingkungan

hidup sampai pada tingkat tertentu maka akan memudahkan agen penyakit masuk

kedalam tubuh manusia dan keadaan disebut sakit (Chandra, 2009).

b. Konsep agen penyakit

Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis, namun

kadang kadang untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak di ketahui seperti pada

penyakit ulkus peptikum, penyakit jantung koroner dan lain-lain. Agen penyakit

dapat di klasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:

1) Agen biologi: Bakteri, virus, riketsia, protozoa, metazoa

2) Agen nutrisi: Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan lainnya.

3) Agen fisik: Panas, radiasi, kelembaban, dingin, tekanan, cahaya, dan

kebisingan.

4) Agen kimiawi: Dapat bersifat endogen seperti : asidosis, diabetes

(hyperglikemia), uremia dan bersifat eksogen seperti alergen, debu, gas,

debu dan lainnya.

5) Agen mekanis: Gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan

kerusakan pada jaringan tubuh host (pejamu).

Page 5: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

c. Konsep Host (pejamu)

Faktor manusia sangat komplek dalam proses terjadinya penyakit dan

tergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing individu antara

lain:

1) Umur

Menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita seperti penyakit

campak pada anak-anak, penyakit kanker pada usia pertengahan dan penyakit

arteroklerosis pada usia lanjut.

2) Jenis kelamin

Frekuensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita dan

penyakit tertentu seperti penyakit pada kehamilan serta persalinan hanya

terjadi pada wanita sebagaimana halnya penyakit hypertrofi prostat hanya di

jumpai pada laki-laki.

3) Ras

Hubungan antara ras dan penyakit tergantung pada tradisi, adat istiadat dan

perkembangan kebudayaan. Terdapat penyakit tertentu yang hanya di jumpai

pada ras tertentu seperti sicle cell anemia pada ras negro.

4) Genetik

Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter seperti mongolisme,

buta warna, hemofilia dan lain-lain.

5) Pekerjaan

Status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan penyakit akibat pekerjaan

seperti : kecelakan kerja, keracunan, silikosis, asbestosis dan lain lain.

6) Status nutrisi

Gizi jelek mempermudah seseorang menderita penyakit infeksi seperti TBC

dan kelainan gizi seperti obesitas, kolestrol tinggi dan lainnya.

7) Status kekebalan

Reaksi tubuh pada penyakit tergantung pada status kekebalan yang dimiliki

sebelumnya seperti kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan lama dan

seumur hidup.

8) Adat istiadat

Page 6: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Ada beberapa adat istiadat yang dapat menimbulkan penyakit seperti

kebiasaan makan ikan mentah dapat menyebabkan penyakit cacing hati.

9) Gaya hidup

Kebiasaan minum alkohol, narkoba, merokok dapat menimbulkan gangguan

pada kesehatan.

10) Psikis

Faktor kejiwaan seperti stres, emosional dapat menyebabkan penyakit

hypertensi, ulkus peptikum, depresi, insomnia.

d. Konsep Enviroment

Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu

lingkungan internal berupa keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebut

hemostatis. Dan lingkungan hidup eksternal di luar tubuh manusia. Lingkungan

hidup eksternal terdiri dari tiga komponen yaitu:

1) Lingkungan fisik

Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, tanah, udara, cuaca, makanan,

rumah, panas dan lain lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan

dengan manusia sepanjang waktu dan masa . serta memegang peran penting

dalam proses terjadinya penyakit pada masyarakat, seperti kekurangan

persediaan air bersih terutama pada musim kemarau dapat menimbulkan

penyakit diare dimana-mana.

2) Lingkungan biologis

Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh tumbuhan, hewan, virus,

bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain lain yang dapat berfungsi sebagai agen

penyakit.reservoir infeksi, vektor penyakit atau penjamu.

Hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan bila

terjadi ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan lingkungan dengan

lingkungan biologisnya maka manusia akan menjadi sakit.

3) Lingkungan sosial

Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kultur, agama, sikap, gaya hidup,

pekerjaan, kehidupan masyarakat. Bila manusia tidak dapat menyesuaikan

dirinya dengan lingkungan sosial, maka akan terjadi konflik yang bersifat

kejiwaan dan menimbulkan penyakit psikosomatik, stres, depresi dan lainnya.

Page 7: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

e. Interaksi agen penyakit, host dan environment

Dalam usaha pencegahan dan kontrol yang efektif terhadap penyakit perlu di

pelajari

mekanisme yang terjadi antara agen, host dan environment yaitu:

1) Interaksi antara agen penyakit dan lingkungan

Suatu keadaan terpengaruhnya agen penyakit secara langsung oleh lingkungan

yang menguntungkan agen penyakit. Terjadi pada saat prapatogenesis suatu

penyakit, misalnya viabilitas bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin

yang terkandung dalam sayuran di dalam ruang pendingin dan penguapan bahan

kimia beracun oleh proses pemanasan bumi global.

2) Interaksi antara manusia dan lingkungan

Suatu keadaan terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungan dan

terjadi pada saat prapatogenesis suatu penyakit, misalnya udara dingin, hujan

dan kebiasaan membuat dan menyediakan makanan.

3) Interaksi antara host dengan agen penyakit

Suatu keadaan agen penyakit yang menetap, berkembangbiak dan dapat

merangsang manusia untuk menimbulkan respon berupa tanda-tanda dan gejala

penyakit berupa demam, perubahan fisiologi jaringan tubuh dan pembentukan

kekebalan atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Interaksi yang terjadi

dapat berupa sembuh sempurna, kecacatan atau kematian.

2. Peningkatan angka kejadian demam tinggi di Kepulauan Seribu dapat disebabkan oleh

banyaknya penduduk daerah endemic malaria yang migrasi ke Kepulauan Seribu dan

banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan menjadi faktor risiko

terjadinya malaria karena karakteristik nyamuk Anopheles yang aktif di malam hari.

3. Tujuan Investigasi

Tujuan Umum:

a. Mencegah meluasnya (penanggulangan).

b. Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).

Tujuan Khusus:

a. Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit.

Page 8: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

b. Memastikan bahwa keadaan tersebut adalah KLB.

c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan.

d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB .

e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi

KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).

4. Kriteria KLB

Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu

kriteria sebagai berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau

tidak dikenal pada suatu daerah.

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu

dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis

penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan

dalam tahun sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata

jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)

kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih

dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode

sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu

periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode

sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau

Menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB, apabila suatu daerah

memenuhi salah satu kriteria.

5. Surveillance aktif dan migrasi

Page 9: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data

secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)

kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah

kesehatan lainnya (DCP2, 2008).

a. Tujuan Surveilans

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan

populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat

dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan khusus surveilans:

1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak;

3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease

burden) pada populasi;

4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

6) Mengidentifikasi kebutuhan riset

b. Jenis Surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilans:

1) Surveilans individu;

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor

individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya

pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu

memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak,

sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh,

karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas

orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus

penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalahmencegah

transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi.

Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an

dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina

Page 10: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar

penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang

yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara

selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya

transmisi penyakit. Contoh anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan

penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan

tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya

tetap bekerja.

Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan

masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi,

akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk

mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).

2) Surveilans penyakit;

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-

menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui

pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan

penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian

surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.

Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung

melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans

tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans

vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara

dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya.

Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara

satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang

masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan

memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.

3) Surveilans sindromik;

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit,

bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi

indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati

sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-

indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan

Page 11: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh

konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.

Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional,

maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap

penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan

berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang

berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana

(demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan

tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis

kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna

untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu

burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat

digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung

Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari

fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,

disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans

sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan

dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan

Quade, 2010).

4) Surveilans Berbasis Laboratorium;

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan

menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan

melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium

sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi

outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang

mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik (DCP2, 2008).

5) Surveilans terpadu;

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua

kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/

kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu

menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi

mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian

penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan

Page 12: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

perbedaan kebutuhan data khusus penyakit penyakit tertentu Karakteristik

pendekatan surveilans terpadu:

a) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);

b) Menggunakan pendekatan solusi majemuk;

c) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;

d) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,

pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans

(yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,

manajemen sumber daya);

e) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun

menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang

penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda

6) Surveilans kesehatan masyarakat global.

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia

dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas

negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara

berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya

epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring

yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan,

peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan

kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman

aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit

lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit

yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan

SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor

baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi

c. Prinsip Surveilans Epidemiologi

1) Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at risk.

Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana

pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan

masyarakat, dan petugas kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah

populasi berisiko terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik

pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan.

Tujuan pengumpulan data adalah menentukan kelompok high risk;

Page 13: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Menentukan jenis dan karakteristik (penyebabnya); Menentukan reservoir;

Transmisi; Pencatatan kejadian penyakit; dan KLB.

2) Pengelolaan data

Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data)

yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data

yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk

peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data tersebut harus dapat memberikan

keterangan yang berarti.

3) Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan

Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan

interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi

yang ada dalam masyarakat.

4) Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik

Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang

cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat

disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini

dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya.

5) Evaluasi

Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan

untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program  pelaksanaannya,

untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan

perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk

kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.

6. Faktor yang mempengaruhi tingginya angka prevalensi

Prevalensi

Prevalensi adalah jumlah orang dalam suatu populasi yang menderita suatu penyakit

atau kondisi tertentu pada jangka waktu tertentu. prevalensi dipengaruhi banyak hal

sehingga angka prevalensi dapat berubah-ubah. Berikut hal yang dapat mempengaruhi

angka prevalensi :

a. Faktor yang meningkatkan angka prevalensi

1) Durasi penyakit lebih lama

2) Banyak pasien yang tidak sembuh

3) Peningkatan kejadian atau penyakit baru

Page 14: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

4) Orang sakit atau kondisi tertentu yang migrasi masuk ke suatu wilayah

5) Orang sehat migrasi keluar dari suatu wilayah

6) Fasilitas diagnostik lebih baik sehingga banyak kasus yang terdeteksi

b. Faktor yang menurunkan angka prevalensi

1) Durasi penyakit yang pendek

2) Tingkat kematian yang tinggi dari suatu penyakit

3) Sedikit atau menurunnya kejadian atau penyakit baru

4) Orang sehat yang migrasi masuk ke suatu wilayah

5) Orang sakit yang migrasi keluar dari suatu wilayah

6) Peningkatan jumlah kasus yang sembuh

7. Pemberdayaan masyarakat pada KLB Malaria

Upaya pemberdayaan masyarakat dalam menanggulangi malaria adalah sebagai berikut :

a. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko

1) Melakukan survei vektor dan analisis dinamika penularan untuk menentukan

metode pengendalian vektor yang tepat.

2) Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun integrasi dengan

program/sektor lain di lokasi endemis malaria.

3) Melakukan penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying) atau pengendalian

vektor lain yang sesuai di lokasi potensial atau sedang terjadi KLB.

4) Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan resistensi

vektor.

b. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah

1) Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta

(Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan SKD-KLB. Sistem

Kewaspadaan Dini (SKD) adalah upaya untuk pencegahan terjadinya KLB

melalui kegiatan pemantauan penyakit (surveilans) dilakukan terus-menerus untuk

memantau terjadinya kenaikan kasus malaria.

2) Menanggulangi KLB malaria.

3) Meningkatkan cakupan dan kualitas pencatatan-pelaporan tentang angka kesakitan

malaria serta hasil kegiatan.

4) Melakukan pemetaan daerah endemis malaria dari data rutin dan hasil survei.

c. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

Page 15: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

1) Meningkatkan peran aktif masyarakat antara lain melalui pembentukan Pos

Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil. Pos Malaria Desa (Posmaldes)

adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan

malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan

berkelanjutan.

2) Meningkatan promosi kesehatan.

3) Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi

keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi

internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.

4) Integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti pembagian

kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.

5) Menyusun Perda atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung eliminasi

malaria.

d. Peningkatan sumber daya manusia

1) Menyelenggarakan pelatihan tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit

pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas

pemeriksaan sediaan darah.

2) Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.

3) Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.

Page 16: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

8. Jump IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

Jump V: Merumuskan tujuan pembelajaran

LO (Learning Objection) yang perlu diketahui dan dicari pada pertemuan kedua adalah

1. Menjelaskan riwayat alamiah penyakit secara umum dan penyakit malaria

2. Menjelaskan peran kedokteran komunitas dalam penanggulangan wabah malaria

3. Menjelaskan langkah dalam pengendalian KLB

4. Menjelaskan pihak mana saja yang bertanggung jawab pada KLB malaria

5. Menjelaskan pencegahan KLB malaria

Peningkatan angka kejadian demam tinggi

Kejadian Luar Biasa (KLB)

Definisi

Kriteria

Riwayat Alamiah Penyakit

Trias Epidemiologi

Penyebab

Agent

Penyelidikan

Penanggulangan

Surveillance

Pihak pemerintah, masyarakat, petugas

kesehatan

Environment

Host

Etiologi, siklus hidup

Pencegahan

Page 17: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Jump VI : Mengumpulkan Informasi Baru dengan Belajar Mandiri

Jump VII: Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru yang

Diperoleh

1. Riwayat alamiah penyakit adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan

penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga

terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan, atau kematian, tetapi terinterupsi oleh

suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit

merupakan salah satu elemen utama epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip

wikipedia, 2010).

Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya individu sebagai penjamu yang rentan

(suseptibel) oleh agen kausal.Paparan (expossure) adalah kontak atau kedekatan (proximity)

dengan sumber agen penyakit.Konsep paparan berlaku untuk penyakit infeksi maupun non-

infeksi.Contoh,paparan virus hepatitis-B (HBV) dapat menginduksi terjadinya hepatitis B,

paparan stress terus menerus dapat menginduksi terjadinya neurosis, paparan radiasi

menginduksi terjadinya mutasi DNA dan menyyebabkan kanker dan sebagainya. Arti

“induksi” itu sendiri merupakan aksi yang mempengaruhi terjadinya tahap awal suatu

Page 18: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

proses patologis.Jika terdapat tempat penempelan (attachment) dan jalan masuk sel yang

tepat, maka paparan agen infeksi dapat menyebabkan invasi agen infeksi dan terjadi infeksi.

Periode waktu sejak infeksi hingga terdekteksi infeksi melalui tes laboratorium/skrinning

disebut “window period”.Dalam “window period” individu telah terinfeksi, sehingga dapat

menularkan penyakit.meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes

laboratorium.Implikasinya tes laboratorium hendaknnya tidak dilakukan selama “window

period”, sebab infeksi tidak akan terdeteksi.

Selanjutnya berlangsung proses promosi pada tahap preklinik, yaitu keadaan patologis yang

irreversibel dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan dengan manifestasi

klinis (Kleinbaum et al., 1982; Rothman, 2002).Melalui proses promosi agen kausal akan

meningkatkan aktivitasnya, masuk dalam formasi tubuh , menyebabkan transformasi sel

atau disfungsi sel, sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis.

Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga timbulnya manifestasi klinis

disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit kronis).Pada fase ini

penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis , disebut penyakit subklinis

(asimtomatis). Kovariat yang berperan dalam masa laten (masa inkubasi) yakni faktor yang

meningkatkan resiko terjadinya penyakit secara klinis, disebut faktor resiko.Sebaliknya ,

faktor yang menurunkan resiko terjadinya penyakit secara klinis disebut faktor protektif.

Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis, pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan

gejala.Gejala klinis paling awal disebut prodromal.Selama tahap klnis, manifestasi klinis

akan diekspresikan hingga terjadi hasil akhir/resolusi penyakit , baik sembuh, remisi,

perubahan beratnya penyakit, komplikasi, rekuren, relaps, cacat atau kematian. Periode

waktu untuk mengekspresikan penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir suatu penyakit

disebut durasi penyakit.Kovariat yang mempengaruhi progresi ke arah hasil akir penyakit,

disebut faktor prognostik. Penyakit penyerta yang mempengaruhi fungsi individu atau

prognosis penyakit disebut komorbiditas.

Tahapan Riwayat Alamiah Penyakit Malaria

Tahap Prepatogenesis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka

terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit. Walaupun demikian pada

tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara host  dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi

ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh host.  Pada

Page 19: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

proses prepatogenesis penyakit malaria bisa terjadi pada orang-orang yang tinggal didaerah

malaria atau orang yang mengadakan perjalanan ke darah malaria

Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual (sporogoni) dalam badan nyamuk

Anopheles dan aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra termauk manusia. Tahap

prepatogenesis penyakit malaria dimulai pada fase seksual (sporogoni). Fase seksual dimulai

dengan bersatunya gamet jantan dan gamet betina untuk membentuk ookinet dalam

perutnyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk kista di selaput

luarlambung nyamuk. Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari,

tergantung pada situasi lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah kista akan

membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh organ

nyamuktermasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah sporozoit menjadi matang dan

siap ditularkan bila nyamuk menggigit manusia. (Widoyono, 2008).

Siklus hidup Plasmodium

Siklus hidup Plasmodium terjadi pada tubuh nyamuk dan manusia. Siklus seksual parasit

malaria berkembang di darah manusia yang telah terinfeksi. Nyamuk Anopheles sp. betina

akan terinfeksi setelah menggigit orang yang darahnya mengandung gametosit. Siklus

perkembangan Plasmodium dalam nyamuk berkisar 7-20 hari, dan akhirnya berkembang

menjadi sporozoit yang bersifat infektif.

Page 20: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Sporozoit ini yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan kemudian akan

ditransmisi kepada manusia lainnya apabila digigit oleh nyamuk yang terinfeksi ini. Nyamuk

Anopheles yang terinfeksi ini akan bersifat infektif sepanjang hidupnya. Sporozoit yang telah

diinokulasi pada manusia akan bermigrasi kepada hati dan bermultiplikasi dalam hepatosit

sebagai skizon. Fase ini disebut fase eksoeritrositik. Setelah beberapa hari, hepatosit yang

terinfeksi skizon akan ruptur dan melepaskan merozoit ke dalam darah di mana mereka akan

menginfeksi eritrosit. Parasit akan multiplikasi dalam eritrosit sekali lagi dan berubah dari

merozoit kepada trofozoit, skizont, dan akhirnya muncul sebagai 8-24 merozoit yang baru.

Eritrosit akan pecah, dan melepaskan merozoit untuk menginfeksi sel-sel yang lain. Setiap

siklus dari proses ini, yang dikenali sebagai skizogoni eritrositik, akan berlangsung selama 48

jam pada Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium falciparum dan 72 jam pada

Plasmodium malariae. Dengan setiap siklus ini, parasit akan bertambah secara logaritmik dan

setiap kali sel-sel ruptur akan terjadi serangan klasik demam yang intermiten.

Secara klinis, gejala infeksi malaria tunggal terdiri atas beberapa serangan demam

dengan interval tertentu, yang diselingi satu periode bebas demam. Pasien biasanya

mengalami lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pasien dengan

infeksi majemuk / campuran (lebih dari satu jenis plasmodium), serangan demam terjadi terus

menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.

Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi.

Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit. Masa

terpendek pada Plasmodium falciparum dan terpanjang pada Plasmodium malariae. Masa

inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat

sebelumnya dan derajat imunitas pejamu. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah pada

Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-17 hari dan

Plasmodium malariae 28-30 hari. Masa inkubasi malaria akibat transfusi darah pada

Plasmodium falciparum 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan Plasmodium malariae 40

hari. 11 6 Setelah melewati masa inkubasi, timbul periode paroksisme berupa gejala demam

pada anak besar dan orang dewasa.

Dari daur hidup Plasmodium sp. yang sudah disampaikan di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa penyebaran penyakit malaria oleh agen Plasmodium melalui dua host,

yaitu manusia dan nyamuk Anopheles. Untuk itu pencegahan penyakit malaria dapat

dilakukan dengan melihat dari daur penyakit malaria itu sendiri dan intervensi dari penyebab

melalui pendekatan dengan trias epidemiologi, yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

Page 21: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Tahap Inkubasi

Masa inkubasi pada penyakit malaria beberapa hari sampai beberapa bulan yang kemudian

barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti

demam,menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, dll. Masa

inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species parasit adalah sebagai

berikut, Plasmodium Falciparum 12 hari. Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovate 13 -17

hari.Plasmodium maJariae 28 -30 hari. Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan

mengalami gejala sesuai dengan jumlah sporozoit, kualitas plasmodium, dan daya tahan

tubuhnya. Sporozoit akan memulai stadium eksoeritrositer dengan masuk ke dalam sel hati.

Di hati sporozoit matang menjadi skizon yangakan pecah dan melepaskan merozoit jaringan.

Merozoit akan memasuki aliran darah dan menginfeksi eritrosit untuk memulai siklus

eritrositer. Merozoit dalam erotrosit akan mengalami perubahan morfologi yaitu :

merozoit -> bentuk cincin -> trofozoit -> merozoit  .

Tahap Dini/Klinis

Dikenal beberapa kaadaan klinik dalam perjalan infeksi malaria yaitu :

a. Serangan primer (Periode Klinis)

Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang

terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek

atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitaspenderita. Gejala

yang biasa terjadi adalah terjadinya “Trias Malaria” ( Malaria paroxysm ) secara

berurutan :

1) Periode dingin

Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus diri dengan

selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-

gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini

berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2) Periode panas

Penderita muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi

sampai 40o C atau lebih, penderita. Periode ini lebih lama darifase dingin, dapat

sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

3) Periode berkeringat

Page 22: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,

temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun

akn merada sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. 

b. Periode laten

Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi

malaria.Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

c. Recrudescense

Yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu

sesudahberakhirnya serangan primer.

d. Recurrence

Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu

berakhirnyaserangan primer.

e. Relapse atau “Rechute”

  Ialah berlangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari wakti diantara

serangan periodik dari infeksi primer.(Rampengan, 2007)

Tahap Lanjut

Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat dengan

segala kelainan patologis dan gejalanya. Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan

gejala dankelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah

ditegakkan. Dan jugasudah memerlukan perlukan pengobatan. Pada penyakit malaria

tahap lanjut terjadi tergantung pada jenis atau tipe penyakit malarianya.

Tahap Akhir

Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:

a. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat

kembali.

b. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak

ada,tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang

permanen berupacacat.

c. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada

dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit. 

d. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

Page 23: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

e. Berakhir dengan kematian. Pada tahap akhir penyakit malaria dapat sembuh

sempurna, sembuh karier atau pembawa, dan ada juga yang meninggal dunia

dikarenakan plasmodium yang menyerang yaitu plasmodium falcifarum. Jenis

plasmodium ini bisa menimbulkan kematian dan merupakan penyebab infeksi

terbanyak , Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan

kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung.

Faktor-faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria

1. Faktor Agent ( penyebab infeksi)

Untuk kelangsungan hidupnya, plasmodium sebagai penyebab infeksi memerlukan 2 macam

siklus, yaitu:

1) Siklus di luar sel darah merah (siklus preeritrositer)

Siklus ini berlangsung di dalam sel hati. Jumlah merosoit yang dikeluarkan

skizon hati berbeda untuk setiap spesies. P. falciparum menghasilkan 40.000

merosoit, P. vivax lebih dari 10.000, P. ovale 15.000 merosoit. Di dalam sel darah

merah membelah, sampai sel darah merah tersebut pecah. Setiap merosoit dapat

menghasilkan 20.000 sporosoit. Pada P. vivax dan P. ovale ada yang ditemukan

dalam bentuk laten di dalam sel hati dan disebut hipnosoit sebagai suatu fase dari

siklus hidup parasit yang dapat menyebabkan penyakit kumat/kambuh (long term

relapse). Bentuk hipnosoit dari P. vivax bisa hidup sebagai dormant stage sampai

beberapa tahun. Sejauh ini diketahui bahwa P. vivax dapat kambuh berkali-kali

sampai jangka waktu 3–4 tahun, sedangkan P.ovale sampai bertahun-tahun, bila

pengobatan tidak adekuat. P. falciparum dapat persisten selama 1–2 tahun dan P.

malariae sampai 21 tahun. (Depkes, 2003b).

2) Siklus di dalam sel darah merah (eritrositer)

Siklus skizogoni eritrositer yang menimbulkan demam. Merosoit masuk

kedalam darah kemudian tumbuh dan berkembang menjadi 9–24 merosoit (tergantung

spesies). Pertumbuhan ini membutuhkan waktu 48 jam untuk malaria tertiana (P.

falciparum, P.vivax dan P.ovale), serta 72 jam untuk malaria quartana (P.malariae).

Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penular penyakit

bagi vektor malaria. Beberapa parasit tidak mengulangi siklus seksual, tetapi

berkembang menjadi gametosit jantan dan gametosit betina. Gametosit pada P.vivax

Page 24: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

dan P.ovale timbul 2–3 hari sesudah terjadi parasitemia, P. falciparum 6–14 hari dan

P.malariae beberapa bulan kemudian (Depkes, 2003b).

2. Vektor Malaria

Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk hanya dari genus Anopheles. Di

Indonesia sendiri telah diidentifikasi ada 90 spesies dan 24 spesies diantaranya telah

dikonfirmasi sebagai nyamuk penular malaria. Di setiap daerah dimana terjadi

transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang

menjadi vektor penting. Vektor-vektor tersebut memiliki habitat, mulai dari rawa-

rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005). Hanya nyamuk

Anopheles betina yang menghisap darah yang diperlukan untuk pertumbuhan telur

nyamuk . Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria

(Depkes RI, 1999).

Menurut Achmadi (2005), secara umum nyamuk yang diidentifikasi sebagai

penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:

a) Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.

b) Anthropofilik : nyamuk yang menyukai darah manusia.

c) Zooanthropofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan juga manusia.

d) Endofilik : nyamuk yang suka tinggal di dalam rumah/bangunan.

e) Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.

f) Endofagik : nyamuk yang suka menggigit di dalam rumah/bangunan.

g) Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit di luar rumah.

Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumatera adalah A. sundaicus, A. maculatus,

A. aconitus dan A. balabacensis. Sedangkan di luar pulau tersebut, khususnya

Indonesia wilayah tengah dan timur adalah A.barbirostis, A. farauti, A. koliensis,

A. punctulatus, A. subpictus dan A. balabacensis (Achmadi, 2005).

Tempat tinggal manusia dan ternak merupakan tempat yang paling disenangi

oleh Anopheles. Ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi gigitan

nyamuk pada manusia (cattle barrier), apabila kandang hewan tersebut diletakkan di

luar rumah tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah (Depkes, 2003).

3. Faktor Manusia

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Menurut Anies (2006),

manusia menjadi sumber infeksi malaria bila mengandung gametosit dalam jumlah

yang besar dalam darahnya, kemudian nyamuk mengisap darah manusia tersebut dan

menularkan kepada orang lain. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin

Page 25: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan

kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan

antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental (Anies, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons

imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah

risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap

kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi

terjadinya malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons

immunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor (Harijanto, 2000).

4. Faktor Lingkungan

Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut

Harijanto (2000) ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :

1) Lingkungan fisik

Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi

malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda pada setiap spesies. Pada suhu

26,7°C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falciparum dan 8-11

hari untuk P.vivax, 14-15 hari untuk P.malariae dan P.ovale.

a. Suhu

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang

optimum berkisar antara 20 – 30°C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)

makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin

rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

b. Kelembaban

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak

berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling

rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Pada kelembaban yang lebih

tinggi nyamuk jadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga

meningkatkan penularan malaria.

c. Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan

terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan

deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi

panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk

Anopheles.

Page 26: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

d. Angin

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut

menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin

pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya

nyamuk ke dalam atau ke luar rumah.

e. Ketinggian

Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria berkurang, hal ini

berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai ketinggian diatas 2000

m diatas permukaan laut jarang ada transmisi malaria, hal ini dapat mengalami

perubahan bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan

Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan

malaria. Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria

ialah 2500 m diatas permukaan laut (di Bolivia).

f. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

A. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. A.hyrcanus dan A.pinctulatus

lebih menyukai tempat yang terbuka. A.barbirostris dapat hidup baik di tempat

yang teduh maupun yang terang.

g. Arus air

A.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir

lambat, sedangkan A. minimus menyukai aliran air yang deras dan A.letifer

menyukai air tergenang.

2) Lingkungan biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat

mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau

melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan

pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan

mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi,

kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila

ternak tersebut dikandangkan tidak jauh jaraknya dari rumah.

3) Lingkungan kimiawi

Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk,

seperti A. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-

Page 27: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera

Utara ditemukan pula perindukan A. sundaicus dalam air tawar.

4) Lingkungan sosial budaya

Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana

vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk.

Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan

mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain

dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa

pada rumah dan menggunakan anti nyamuk (Achmadi, 2005).

Menurut penelitian Dasril (2005), masyarakat yang berpengetahuan rendah

kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang

berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang

memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap

baik. Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai

risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki

kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari.

2. Kedokteran komunitas (community medicine) adalah cabang kedokteran yang

memusatkan perhatian kepada kesehatan anggota-anggota komunitas, dengan

menekankan diagnosis dini penyakit, memperhatikan faktor-faktor yang

membahayakan (hazard) kesehatan yang berasal dari lingkungan dan pekerjaan, serta

pencegahan penyakit pada komunitas (The Free Dictionary, 2010).

Salah satu peran kedokteran komunitas dalam penanggulangan malaria yaitu melalui

pembentukan Pos Malaria Desa. Pos Malaria Desa adalah wadah pemberdayaan

masyarakat dalam pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh, dan untuk

masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.

Tujuan :

a. Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif masyarakat

dan dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria

Posmaldes diperlukan karena :

a. Sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil dimana

transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah, sosial ekonomi

Page 28: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh Puskesmas rendah,

pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria yang bebas dijual

b. Posmaldes merupakan embrio berbagai bentuk UKBM (Usaha Kesehatan

Bersumberdaya Masyarakat) lainnya

Tugas kader malaria :

a. Menemukan kasus malaria klinis

b. Merujuk penderita

c. Melakukan penyuluhan dan upaya pencegahan bersama masyarakat

d. Membuat catatan hasil kegiatan

e. Kader mendapat pelatihan dan dilengkapi dengan posmaldes kit dan media

penyuluhan malaria

3. Langkah pencegahan kasus dan pengendalian outbreak dapat dimulai sedini mungkin

(do early) setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi outbreak telah

memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang kausa outbreak, sumber

agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan outbreak, maka upaya

pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis oleh studi

analitik yang lebih formal.

a. Identifikasi outbreak

Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada

ekspektasi normaldi di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu

periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak biasanya datang dari

sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien,

kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentangpotensi outbreak

bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis data surveilans, laporan

kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan

televisi).Hakikatnya outbreak merupakan deviasi (penyimpangan) dari keadaan rata-

rata insidensi yang konstan dan melebihi ekspektasi normal Karena itu outbreak

ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata

jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar

deviasi yang masih berada dalam “ekspektasi normal” bersifat arbitrer, tergantung

dari tingkat keseriusan dampak yang diakibatkan bagi kesehatan masyarakat dimasa

yang lalu. Sebagai ancar-ancar kuantitatif, pembuat kebijakan dapat menggunakan

mean+3SD sebagai batas untuk menentukan keadaan outbreak. Batas mean+/- 3SD

lazim digunakan dalam biostatistik untuk menentukan observasi ekstrim yang

Page 29: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

disebut outlier (Duffy dan Jacobsen, 2001), jadi suatu kondisi yang sesuai dengan

definisi epidemi/ outbreak. Sumber data kasus untuk menenetukan terjadinya

outbreak: (1) Catatan surveilans dinaskesehatan; (2) Catatan morbiditas dan

mortalitas di rumah sakit; (3) Catatan morbiditas danmortalitas di puskesmas; (4)

Catatan praktik dokter, bidan, perawat; (5) Catatan morbiditas upayakesehatan

sekolah (UKS).

b. Investigasi kasus

DEFINISI KASUS

Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah

didiagnosisdengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan

menggunakan seperangkatkriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda,

onset); (2) Kriteria epidemiologis (karakteris-tik orang yang terkena, tempat dan

waktu terjadinya outbreak); (3) Kriteria laboratorium (hasilkultur dan waktu

pemeriksaan) (Bres, 1986). Definisi kasus harus valid (benar), baku, dan sebaiknya

seragam. Definisi kasus yang bakudan seragam penting untuk memastikan bahwa

setiap kasus didiagnosis dengan cara yang sama,konsisten, tidak tergantung pada

siapa yang mengidentifikasi kasus, maupun di mana dan kapankasus tersebut terjadi.

Definisi kasus yang baku memungkinkan dilakukannya perbandingan jumlahkasus

penyakit yang terjadi di suatu waktu atau tempat dengan jumlah kasus yang terjadi

di waktuatau tempat lainnya. Sebagai contoh, dengan definsi kasus baku dapat

dibandingkan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada

Januari 2010 di Surakarta dengan jumlah kasuspada Februari 2010 di kota itu.

Demikian pula dapat dibandingkan jumlah kasus DBD yang terjadipada Januari

2010 di Surakarta dengan jumlah kasus pada Januari 2010 di Jakarta. Dengan

definisikasus standar, maka jika ditemukan perbedaan jumlah kasus maka

merupakan perbedaan yangsesungguhnya, bukan karena perbedaan dalam

mendiagnosis (CDC, 2010a). Penggunaan definisikasus seperti yang

direkomendasikan Standar Surveilans WHO memungkinkan pertukaran informasi

tentang kejadian penyakit-penyakit secara internasional. Dengan menggunakan

definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan

dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis,

kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus suspek (suspected case, syndromic

case), (2) kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan (3) kasus pasti

(confirmed case, definite case)

Page 30: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

c. Investigasi kausa

WAWANCARA DENGAN KASUS

Intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkaitkasus adalah untuk

menemukan kausa outbreak. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku,

peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara

dan doku-mentasi untuk memperoleh informasi berikut: (1) Identitas diri (nama,

alamat, nomer telepon jikaada); (2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (3)

Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa; (4)Faktor-faktor risiko; (5) Gejala klinis

(verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejalauntuk membuat

kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit); (6) Pelapor(berguna

untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan

klinisulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis

dengan benar(misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi

tentang masing-masing kasus yang diwawancara/ ditemui dimasukkan dalam “tabel

outbreak” (line listing). Dalam tabel outbreak, variabel-variabel tentang informasi

kasusdiletakkan pada kolom, sedang urutan kasus diletakkan pada baris. Ikhtisar

informasi tentang kasusyang dicatat dalam tabel outbreak berguna untuk

merumuskan teori/ hipotesis tentang sumber,kausa, dan cara penyebaran penyakit.

d. Melakukan pencegahan dan pengendalian

Bila investigasi kasus dan kausa telah memberikan fakta di pelupuk mata tentang

kausa, sumber, dancara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera

dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Prinsipnya, makin

cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Makin

lambat repons pengendalian, makin sulit upaya pengendalian, makin kecil peluang

keberhasilan pengendalian, makin sedikit kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip

intervensi untuk menghentikan outbreak sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber

patogen; (2) Memblokade proses transmisi; (3) Mengeliminasi kerentanan

(Greenberg et al., 2005;Aragon et al., 2007). Sedang eliminasi sumber patogen

mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi pato-gen; (2) Pengendalian dan

pengurangan sumber infeksi (source reduction); (3) Pengurangan kontakantara

penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus,

dan seba-gainya); (4) Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene

perorangan, memasak dagingdengan benar, dan sebagainya); (5) Pengobatan

kasus.Blokade proses transmisi mencakup: (1) Penggunaan peralatan pelindung

Page 31: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

perseorangan(masker, kacamata, jas, sarung tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar

ultraviolet; (3) Pertukaranudara/ dilusi; (4) Penggunaan filter efektif untuk

menyaring partikulat udara; (5) Pengendalianvektor (penyemprotan insektisida

nyamuk Anopheles, pengasapan nyamuk Aedes aegypti,penggunaan kelambu

berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).Eliminasi kerentanan penjamu (host

susceptibility) mencakup: (1) Vaksinasi; (2) Pengobatan(profilaksis, presumtif); (3)

Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (reverse isolation); (4)Penjagaan

jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).

e. Melakukan studi analitik (jika perlu)

Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki

menyangkut sejumlahkandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari investigasi

kasus dan investigasi kausa kadangbelum memadai untuk mengungkapkan sumber

dan kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi,maka peneliti perlu melakukan studi

analitik yang lebih formal. Desain yang digunakan lazimnyaadalah studi kasus

kontrol atau studi kohor retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi

analitiklainnya, studi analitik untuk investigasi outbreak mencakup: (1) pertanyaan

penelitian; (2) signi-fikansi penelitian; (3) desain studi; (4) subjek; (5) variabel-

variabel; (6) pendekatan analisis data; (7)interpretasi dan kesimpulan.Contoh, 75

orang menghadiri sebuah acara kenduri di sebuah desa. Terdapat 5 jenismakanan

dihidangkan. Esok harinya mulai berjatuhan sejumlah kasus penyakit, sehingga

disimpul-kan terjadi outbreak karena makanan terkontaminasi (foodborne disease).

Makanan mana dari ke 4 jenis tersebut yang mengandung agen kausal dan

merupakan penyebab outbreak? Karena sebagianbesar kasus telah terjadi, maka

peneliti melakukan studi kohor retrospektif untuk menjawab perta-nyaan tersebut.

Data yang dikumpulkan disajikan dalam

f. Mengkomunikasikan temuan

Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada berbagai

pihak pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat rincian yang

bervariasi, pihak-pihak yang perludiberitahu tentang hasil penyelidikan outbreak

mencakup pejabat kesehatan masyarakat setempat, pejabat pembuat kebijakan dan

pengambil keputusan kesehatan, petugas fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi

informasi peningkatan kasus, keluarga kasus, tokoh masyarakat, dan media.

Penyajian hasil investigasi dilakukan secara lisan maupun tertulis (laporan awal dan

laporan akhir). Pejabat dinas kesehatan yang berwewenang hendaknya hadir pada

Page 32: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

penyajian hasil investigasioutbreak. Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa

yang jelas, objektif dan ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi yang dapat

dipertanggungjawabkan. Peneliti outbreak memberikan laporan tertulis dengan

format yang lazim, terdiri dari: (1) introduksi, (2) latar belakang, (3) metode, (4)

hasil-hasil, (5) pembahasan, (6) kesimpulan, dan (7)rekomendasi. Laporan tersebut

mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan kinerjasistem kesehatan,

dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika

terjadisituasi serupa di masa mendatang

g. Mengevaluasi dan meneruskan surveilans

Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan

peneliti outbreak perlumelakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai

kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan.

Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan yang lebih

mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans

itu sendiri. Investigasi outbreak memungkinkan identifikasi populasi-populasi yang

terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi agen infeksi,

ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar kelaziman dalam program kesehatan.

Evaluasi kritis terhadap kejadian outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik

untuk mempelajari kekurangan-kekurangan dalam investigasi outbreak yang telah

dilakukan, dan kelemahan-kelemahan dalam sistemkesehatan, untuk diperbaiki

secara sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya

outbreak (Murti, 2010)

4. a. Peran Dinas Kesehatan Provinsi : 1) Kajian Epidemiologi Ancaman KLB2) Peringatan Kewaspadaan Dini KLB3) Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB4) Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB

b. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: 1) Kajian Epidemiologi Ancaman KLB2) Peringatan Kewaspadaan Dini KLB3) Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB4) Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB, 5) Pengembangan SKD KLB Darurat

c. Peran Puskesmas1) Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB2) Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB

d. Peran Masyarakat (perorangan, kelompok dan masyarakat):

Page 33: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

1) Peningkatan kegiatan pemantauan perubahan kondisi rentan; 2) Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan penyakit dengan melapor

kepada puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan kewaspadan dini;

3) Melaksanakan penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di tengah masyarakat;

4) Melakukan identifikasi penderita, pengenalan tatalaksana kasus dan rujukan serta upaya pencegehan dan pemberantasan tingkat awal

5. Pencegahan sesuai perjalanan penyakit termasuk pencegahan malaria

Pencegahan dapat dilakukan sesuai tahapan perjalanan penyakit, terdapat empat jenis

pencegahan yaitu :

a. Pencegahan primordial : Tujuan : untuk mencegah timbulnya pola hidup berisiko

tinggi. Contoh: olahraga teratur, mencegah gaya hidup merokok, mencegah

pencemaran udara, mencegah pola makan tinggi lemak. 

b. Pencegahan primer : Tujuan : mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan

mengendalikan agent dan faktor determinan. Contoh : Pemberian suplemen vitamin A

pada anak-anak secara rutin dan berkala, Pemberian semua keperluan dasar yang

memenuhi syarat kesehatan. 

c. Pencegahan sekunder : Tujuan : mengurangi keparahan penyakit dengan melakukan

diagnosis dan pengobatan dini. Untuk penyakit tertentu dilakukan penapisan atau

screening. Kriteria untuk melakukan screening: a)Penyakit (Parah, Prevalensi tinggi

pada fase awal, Perjalanan penyakit telah dimengerti betul, Periode antara sakit ringan

dan sakit keras cukup lama) b)Diagnosis (Fasilitas tersedia, Cara pengobatan dapat

diterima masyarakat dan efektif) c)Pengujian (Sensitif dan spesifik, Mudah, murah,

aman, Dapat diterima dan dipercaya).  

d. Pencegahan tersier : Tujuan : mencegah terjadinya cacat, Contoh : Pengobatan

penderita, Rehabilitasi penderita.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit malaria yaitu di antaranya:

a. Menghindari gigitan nyamuk dengan memakai baju tertutup

b. Menggunakan krim anti nyamuk

c. Memasang kelambu anti nyamuk

d. Jika akan bepergian ke tempat di mana banyak nyamuk malaria, sebaiknya

berkonsultasi dahulu dengan dokter

e. Menghindari keluar rumah setelah senja

f. Menyemprotkan obat nyamuk di kamar tidur dan isi rumah

Page 34: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

Pengendalian malaria secara kimia

Pengendalian kimia dapat menggunakan kelambu berinsektisida, indoor residual

spray, repellent, insektisida rumah tangga dan penaburan larvasida (Kementerian

Kesehatan).

a. Repellent

Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk

menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga

atau gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellent digunakan dengan

cara menggosokkannya pada tubuh atau menyemprotkannya pada pakaian,

oleh karena itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak mengganggu

pemakainya, tidak melekat atau lengket, baunya menyenangkan pemakainya

dan orang sekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun,

tidak merusak pakaian dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya

bertahan cukup lama. DEET (N,N-diethyl-mtoluamide) adalah salah satu

contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi menimbulkan rasa terbakar jika

mengenai mata, luka atau jaringan membranous (Soedarto, 1992).

b. Penaburan Larvasida

Pemberantasan nyamuk Anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dengan

menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk,

yang termasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen,

temephos, fention, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas

dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh–

tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk

(Hiswani, 2004).

c. Kelambu berinsektisida/ LLIN

Menurut WHO dalam Guideline for Laboratory and Field Testing of LLINs

adalah kelambu berinsektisida (kelambu yang sudah dilapisi racun serangga)

buatan pabrik yang diharapkan dapat mempertahankan aktifitas biologi sampai

jumlah minimum dari standar WHO untuk pencucian, dan periode waktu

minimum di bawah kondisi lapangan. LLINs diharapkan dapat

mempertahankan aktifitas biologinya minimal 20 kali pencucian menurut

standart WHO di bawah kondisi Laboratorium dan tiga yang

direkomendasikan penggunaannya dalam kondisi lapangan. Bahan dasar

Page 35: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

pembuatan kelambu LLINs yang beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis,

yaitu polyester dan polyethylene.

DAFTAR PUSTAKA

Murti B (2010) Investigasi outbreak. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

http://fk.uns.ac.id/static/materi/Investigasi_Outbreak_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf -Diakses

September 2015

The Free Dictionary (2010). Community medicine. medical-dictionary.thefreedictionary.com/

community+medicine. Diakses 7 September 2015

Direktorat PPBB dan Ditjen PP & PL (2011). Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. Jakarta :

Kementerian Kesehatan RI.

Chandra Budiman, (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Notoadmodjo, Soekidjo (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Widoyono, 2008. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga

Arif et al., 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius

Kristina NN (2014) Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (skd-klb).

http://www.diskes.baliprov.go.id/id/sistem-kewaspadaan-dini-kejadian-luar-biasa--skd-

klb- -Diakses September 2015.

Page 36: Laporan Tutorial 1 Kedok Komunitas

.