Laporan Survey Khayangan Tiga Desa Adat Dalung
-
Upload
nusantara-knowledge -
Category
Documents
-
view
334 -
download
5
description
Transcript of Laporan Survey Khayangan Tiga Desa Adat Dalung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
“buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi” (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari bahasa Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Dalam komunitas masyarakat Hindu di Bali, terdapat pola-pola
kebudayaan yang sangat unik dan tetap dijaga kelestariannya,
sehingga unsur-unsur kebudayaan lokal sangat lekat terasa
dalam lingkungan hidup masyarakatnya sampai sekarang.
Pelestarian kebudayaan ini tidak terlepas dari masih kentalnya
unsur-unsur agama yang menjiwai kebudayaan tersebut.
Sebagai contohnya adalah Pura Kahyangan Tiga, yaitu Pura
Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem yang telah membudaya di
masing-masing desa adat di Bali yang masih dapat kita jumpai
keberadaannya sampai sekarang. Pura Kahyangan Tiga yang ada di
masing-masing desa di Bali memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, yang disesuaikan oleh desa, kala, patra
setempat.
Salah satu Pura Kahyangan Tiga
Apresiasi Budaya | 1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa sebenarnya Pura Khayangan Tiga itu?
1.2.2. Apa saja bagian-bagian dari Pura Khayangan Tiga?
1.2.3. Bagian dari Pura Khayangan Tiga apa saja yang ada di
Desa Adat Dalung?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahin tentang Pura Khayangan Tiga
1.3.2. Untuk mengetahui bagian bagian dari Pura Khayangan Tiga
1.3.3. Untuk mengetahu Pura Khayangan Tiga yang ada Di Desa
Adat Dalung
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan paper ini adalah
sebagai berikut :
1.4.1 Bagi ilmu pengetahuan diharapkan dapat menjadi suatu
bahan acuan, menambah kajian ilmu dan sebagai bahan
perbandingan bagi tugas-tugas yang bersangkutan
1.4.2 Bagi masyarakat, lembaga terkait dan pemerintah
diharapkan dapat memberikan suatu gambaran umum tentang
apa itu Khayangan Tiga dan bagai mana Pura Khayangan Tiga
di Desa adat Dalung
1.5 Metode Penulisan
Metode yang saya gunakan dalam menyusun laporan ini
adalah menggunakan metode survey lapangan yang dilakukan di
Desa Adat dalung dan juga metode browsing di internet dan
menggunakan beberapa pedoman sumber bacaan yang ada
hubungannya dengan Pura Khayangan Tiga
Apresiasi Budaya | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pura Khayangan Tiga
Pura Kahyangan Tiga merupakan pura untuk tempat pemujaan
warga sedesa yang terdiri dan beberapa banjar kepada dewa
dewa Tri Murti, Tiga unit pura yang merupakan bagian dari
desa. Dalam pengertian Desa-desa adat di Bali, Tri Hita
Kharana rnerupakan perwujudan suatu Desa. Tri Hita Kharana
tiga unsur, yang menjadikan adanya Desa, masing-masing
Kahyangan Tiga sebagai jiwanya Desa, Desa Pakraman teritorial
Desa sebagai fisik Desa dan Sima Krama atau warga Desa sebagai
tenaga Desa. Dengan adanya ketiga unsur jiwa, fisik dan
tenaga, sempurnalah suatu kehidupan manusia, keluarga, desa
atau wilayah.
Kahyangan Tiga, masing-masing Pura Desa, Pura Puseh dan Pura
Dalem dengan fungsinya masing-masing sebagai tempat pemujaan
Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Brahma, Wisnu
dan Siwa. Pura Desa dan Pura Puseh terletak di pusat Desa di
bagian zoning utama, kaja kangin dan perempatan pusat desa.
Pura Dalem terletak di dekat kuburan di bagian teben Desa pada
arah kelod atau kelod kauh.
Upacara pemujaan di Pura-pura disebut odalan, pujawali atau
patirtan. Di Pura-pura Kahyangan Tiga pujawali umumnya sekali
setahun di masing-masing Kahyangan Tiga. Dibeberapa Desa ada
pula yang melakukan pujawali dua kali setahun dan kebanyakan
pula sudah diubah menjadi sekali dalam setahun. Hari-hari baik
atau hari-hari suci melakukan upacara pujawali umumnya dipilih
Purnama pada bulan atau sasih kadasa sekitar bulan April.
Purnama sasih Kapat sekitar bulan Oktober. Purnama Sasih
kelima sekitar bulan Nopember. Untuk upacara pecaruan
Apresiasi Budaya | 3
dilakukan pada bulan, atau sasih kepitu atau kasangan. Upacara
melasti dan pecaruan Desa pada pergantiani tahun baru Içaka
sekitar bulan Maret dilakukan di pantai laut, sungai, atau
danau dan Kahyangan Tiga yang dipusatkan di Pura Desa. Upcara-
upacara pujawali, melasti, ngusaba Desa dan hari-hari raya
tertentu seperti Galungan dan Kuningan, Kahyangan Tiga
merupakan tempat pemujaan sembahyangan bersama umat sedesa.Di
Pura-pura Kahyangan Tiga wanga sedesa dan semua kasta dapat
melakukan persembahyangan, berbeda dengan Pura keluarga hanya
untuk keluarga seketurunan.
2.2. Bagian Bagian dari Pura Khayangan Tiga
Pura Khayangan Tiga diBali pada umumnya terdiri dari tiga
pura dimana ketiga pura ini ditujukan untuk pemujaan terhadap
ketiga dewa Tri Murti, dimana Ketiga Pura Tersebut adalah:
2.3.1. Pura Desa
Tempatnya di Pusat desa di bagian kaja kangin dan
perempatan Desa dalam pekarangan yang dibatasi tembok
penyengker. Tata zoning pekarangannya dibagi dua atau
tiga, jaba sisi, jaba tengah dan jeroan. Bangunan
utamanya adalah Bale Agung sehingga ada juga yang
menyebutnya Pura Bale Agung. Bangunan bale kulkul
merupakan bangunan yang menempati sudut-sudut depan
pekarangan Pura. Bangunan wantilan dengan luas yang cukup
besar dibangun di jaba sisi untuk kegiatan bersama pada
upacara di Pura Desa.
Pintu masuk memakai candi bentar dari jaba sisi ke jaba
tengah dan kori agung dan jaba tengah ke jeroan. Ada pula
yang dilengkapi pintu betelan ke arah samping untuk
hubungan dengan bangunan-bangunan samping.
Apresiasi Budaya | 4
2.3.2. Pura Puseh
Tempatnya di pusat Desa berdekatan atau menjadi
satu/bersebelahan dengan pura Desa. Tata zoning
pekarangannya dibagi dua atau tiga, jaba sisi, jaba
tengah dan jeroan. Pekarangannya ada yang merupakan area
tersendiri ada pula yang menjadi satu/ bersebelahan
dengan Pura Desa. Umumnya Pura Desa atau Bale Agung
ditempatkan di bagian depan dan Pura Puseh, ada pula yang
bersisian ke arah samping. Di beberapa desa, ada pula
yang menata kahyangan tiganya dengan pola-pola khusus di
luar ketentuan tradisional yang berlaku umum.
2.3.3. Pura Dalem
Tempatnya di dekat kuburan, ditepi Desa atau di luar
Desa. Pekarangan Pura dibatasi tembok penyengker
sekelilingnya dengan candi bentar didepan dan Kori Agung
di jeroan. Bangunan pemujaan lainnya yang merupakan hulu
kuburan adalah praja pati. Kahyangan tiga masing-masing
Pura Desa untuk pemujaan dewa Brahma dan Pura Puseh untuk
pemujaan Dewa Wisnu. Pura Dalem untuk pemujaan Dewa Siwa.
Sebagaimana upacara pujawali di Pura Desa dan Pura Puseh,
pujawali di Pura Dalem umumnya juga dilakukan sekail
setahun di bulan Purnama pada salah satu bulan atau
sasih. Bangunan-bangunan di Pura Dalem disesuaikan dengan
fungsinya.
Upacara-upacara pemujaan di Pura Desa, Pura Puseh dan
Pura Dalem dipimpin seorang atau beberapa Pemangku yang
ditetapkan oleh warga Desa. Upacara-upacara besar
sewaktu-waktu dipimpin oleh Pedanda bersama para
pemangku.
Persembahyangan di pura-pura Kahyangan tiga oleh umat
desa pada hari-hari pujawali umumnya diIangsungkan selama
Apresiasi Budaya | 5
tiga hari untuk memberi kesempatan kepada semua warga
Desa. Untuk pelaksanaan persembahyangan bersama tidak
diharuskan dalam satu gelombang massal. Persembahyangan
dengan kelompok-kelompok bergantian sehingga tidak
memerlukan ruangan halaman yang terlalu luas.
Pola ruang, tata bangunan dan penyelesaian arsitektur
kahyangan tiga umumnya dikerjakan dengan baik untuk
kebanggaan Desa, kebahagiaan dan ketentraman bersama.
Penyelenggaraan upacara pujawali di Pura-pura Kahyangan
Tiga tidak bersamaan. Di beberapa Desa ada pula pujawali
di Pura Desa dan Pura Puseh pada hari yang sama sedangkan
pujawali di Pura Dalem pada hari lainnya.
Upacara-upacara keluarga manusa yadnya, pitra yadnya,
resi yadnya dan dewa yadnya ada pula bagian bagian yang
dilakukan di Pura Desa, Pura Puseh atau Pura Dalem.
Bangunan-bangunan utama seperti Bale Agung, palinggih
Puseh, palinggih Dalem dan beberapa palinggih lainnya ada
di semua kahyangan tiga.
Bangunan-bangunan tambahan atau pelengkap lainnya
disesuaikan dengan keadaan masing-masing Desa yang
merupakan bagian dan Kahyangan tiga adalah Pura Dalem
yang ada atau didekat kuburan desa.
Apresiasi Budaya | 6
BAB III
Study Kasus Pura Khayangan Tiga di Desa Adat Dalung
3.1. Sejarah Desa Adat Dalung
3.1.1. Sejarah Desa Adat Dalung
Sampai saat ini tidak ada pustaka seperti lontar
atau sebagainya yang dapat menjelaskan kenapa dikatakan
sebagai desa dalung. Namun menurut para pengelingsir
dan tetua agama kata dalung itu berasal dari dua kata
yaitu kata “Eda” dan “Lung”. Eda yang berarti tidak
boleh dan Lung yang berarti rered / terkikis. Yang
apabila kata kata tersebut disatukan akan menjadi kata
Edalung lama kelamaan menjadi kata Dalung yang berarti
tidak akan terkikis.
Selain itu bila dilihat dari babad, berkenaan
dengan desa adat dalung, sudah terdapat dibabad mengwi.
Karena sudah pasti keberadaan desa Dalung terdapat pada
babad kerajaan Mengwi, maka sudah pasti benar dimuat
dalam Purana Desa Adat Dalung.
Apresiasi Budaya | 7
Gambar 1:Pura Desa lan Puseh
Gambar 2:Pura Dalem
Pada jaman dahulu Jagat mengwi dipimpin oleh Ida I
Gusti Agung Nyoman Alangkajeng yang diangkat sebagai
raja dengan nama Ida Cokorda Munggu. Pada saat beliau
memimpin jagat mengwi, beliau berpegang pada agama,
adat , dan budaya, sehingga jagat Mengwi menjadi damai
dan sejahtera. Kepada putra putranya, beliau juga
memberikan sejumlah wilayah kekuasaan sesuai dengan
keinginannya masing masing. Begitu juga dengan putra
beliau yang keempat yang bernama I Gusti Gede Meliling,
diberikan wilayah kekuasaan di desa Tibubeneng sampai
di Padangluwih
Beliau juga disuruh membangun rumah di desa
tersebut dan meminang anak dari bendesa Tibubeneng.
Dalam Kepemimpinan beliau, semua bawahannya patuh dan
hormat pada beliau. Lama kelamaan I Gusti Gede Meliling
meninggal, karena itu diadakan upacara Pitra Yadnya.
Dari mulai prosesi persiapan upacara sampai upacara
Pitra Yadnya selesai, saudara beliau I Gusti Ngurah
Gede Tegeh tidak diberitahu tentang upacara tersebut,
kemudian beliau sangat marah dan beliau berkelahi di
Tibubeneng.
Karena berita perkelahian tersebet, semua putra
beliau yang berada di Padang Liwih menyesal tentang
keadaan tersebut. Karena berita perkelahian tersebut,
sehingga beliau malu pada dirinya sehingga berencanan
untuk pindah dari Padang Luwih menuju ke sebelah barat
Tukad Yeh Poh sebagai tempat tinggal baru, yang
sekarang disebut Desa Adat Tegeh. Saudara beliau yang
bernama I Gusti Ngurah Gede Tibung, ikut juga pindah
dan mengambil tempat disebelah timur Tukad mati, yang
sekarang disebut Desa Adat Kuanji (Sempidi). Beliau
juga membanguan tempat suci yang sekarang dikenal
Apresiasi Budaya | 8
sebagai Pura Dalem Tibung (Kangin). Yang disungsung
Wadua Banjar Kuanji. Tapi Ida I Gusti Ngurah Gede
Tibung tidak lama menetap disana, beliau pindah lagi ke
sebelah barat di Desa Dalung, disana beliau juga
membangun pura yang sekarang disebut Pura Dalem Tibung
(Kaja). Sepeninggalan beliau dari Kuanji, beliau
meninggalkan pengikutnya yang banyaknya 100 orang. 100
orang tersebut merupakan asal mula penduduk Desa Adat
Kuanji. Hal tersebut merupakan salah satu ciri yang
masih dapat dilihat sampai sekarang yaitu setiap ada
Karya Agung di Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Dalung,
Ida Bhatara kairing lunga mintar ke Kahyangan Tiga yang
berada di Desa Adat Tibubeneng dan ke Kahyangan Tiga
Desa Adat Kuanji (Sempidi) dan juga ke Kahyangan Tiga
di Desa Adat Padang Luwih dan begitu juga seBaliknya.
3.2. Pura Khayangan Tiga di Desa Adat Dalung
3.2.1.Pura Desa lan Puseh Desa Adat Dalung
Di desa adat dalung, pura puseh dan pura desanya
berlokasi pada satu areal yang belokasi didesa dalung ,
kecamatan kuta utara. Dimana pura ini dijadikan satu
yaitu Pura Desa lan Puseh Desa Adat Dalung. Pura Desa
lan Puseh ini diusung oleh warga dari 10 banjar yang
ada di desa dalung, yaitu kurang lebih 600 kepala
keluarga. Menurut nara sumber I Made Parmita S.Ag yang
menjabat sebagai bendesa adat setempat, pura ini telah
mengalami kurang lebih lima kali renovasi, dan sekarang
ini juga masih dalam tahap renovasi pada beberapa
bangunan didalam pura ini.
Pada awalnya pura ini memiliki orientasi menghadap
kejalan, karena memperhitungkan banyaknya warga yang
bersembahyang di pura ini, disamping mengingat letak
Apresiasi Budaya | 9
dari pura puseh dan pura desa ini di pinggir jalan,
unutk mengurangi kemacetan pada saat karya ataupun
odalan, maka orientasi maupun letak dari pemedal atau
pintu masuk utamanya dipindahkan ke sebelah barat.
Odalan dipura ini dilaksanakan pada hari Pemacekan
Agung atau tepatnya 5 hari setelah hari raya Galungan.
Di dalam pura ini terdapat beberapa pelinggih
dan bangunan yang menunjang kegiatan dalam pura ini
sendiri, diantaranya adalah sebagai berikut :
Bale GongBale ini difungsikan untuk tempat memaikan gong pada saat upacara di pura ini
Bale Agung Bale yang terdapat di jaba tengah dari pura
berfungsi untuk tempat parum ida batara dari seluruh pura yang ada di desa adat dalung
Bale PiyasanBale piyasan di pura in imemiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat pendeta atau pedanda memuput upacara pada saat odalan, dan juga sebagai tempat meletakkan wangi atau banten pujawali.
Apresiasi Budaya | 10
UGambar3:
Denah Pura Desa lan Puseh setelah perubahan Orientasi
Bale PesandekanBale ini difungsikan sebagai tempat peristirahatan para sulinggih atau pemanggku yang menghadiri upacara yang dilaksanakan di pura ini
Bale TarpanaBale ini berfungsi sebagai tempat sulinggih atau pemangku memuput upacara
Bale Banten / BusanaBale ini berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan sarana upacara seperti banten dan juga pakaian (wastra ) dari pelinggih pelinggih di pura ini.
Bale PaselangBale ini digunakan sebagai tempat barong landung dan menempatkan pratima pratima yang ada dipura ini.
Bale Pelik SariDigunakan sebagai tempat pesamuhan atau paruman ida bhatara
Pelinggih Ratu Made Jelawang Meru Tumpang Kalih linggih Sang Hyang Penyarikan Meru Tumpang Sia / Sembilan yang merupakan cirri
khas dari pura puseh Gedong Desa Penyawangan Padmasana Pelinggih Ida Ratu Nyoman Pengadangan Gedong Puseh Pelinggih Ratu Niang Melanting Pelinggih Pelik Sari Penyawangan Ida Ratu Watu Klotok
3.2.2.Pura Dalem
Pura Dalem di Desa Adat Dalung merupakan satu
satunya pura yang ada di Bali yang menggabungkan Dalem
Khayangan, Dalem Meraja Pati, dan Pura Penataran
menjadi satu kawasan. Sama seperti Pura Desa lan Pura
Apresiasi Budaya | 11
Puseh, Pura Dalem juga telah mengalami 5 kali renovasi.
Pura Dalem ini juga telah direncanakan akan mengalami
perluasan dan mengalami pemugaran total yang bertujuan
untuk memperluas arela persembahyangan bagi para
pemedek Pura. Hal tersebut dikarenakan oleh
perkembangan setiap tahunnya jumlah para pemedek yang
nangkil ke Pura Dalem tersebut.
Pura Dale mini diusung oleh warga dai 10 Banjar di
kawasan Dalung yang terdiri dari 600 KK. Piodalan di
Pura Dalam dilaksanakan pada rahina Sukra Pahing wuku
Dungulan. Pura Dalem ini terbagi menjadi 3 mandala (tri
mandala) yaitu :
Utama MandalaKawasan utama mandala merupakan areal jeroan dimana terdapat beberapa bangunan suci didalamnya, antara lain :
1. Padmasana Penyawangan Gunung Agung2. Pelinggih Ratu Niang3. Gedong khayangan yang merupakan stana dari Bhatari
Durga
Apresiasi Budaya | 12
Gambar 4:Denah Pura Dalem
4. Meru Tumpang Telu yang merupakan linggih Ratu Made Bima yang mirip dengan Tri Purusa yaitu : Ciwa, Sadha Ciwa, dan Parama Ciwa
5. Gedong Gede Ratu Gede Dira6. Pelinggih Rambut Sedhana7. Pelinggih Dalem Penataran8. Bale Pelik Sari9. Pelinggih Ratu Made Balian10. Bale Tarpana11. Bale Paselang12. Bale pesandekan mangku13. Padma Merajapati14. Pelinggih Ratu Made15. Pelinggih Ratu Ketut16. Bale Piyasan Madya mandala
Madya mandala merupakan areal jaba tengah pura. Adapun bangunan-bangunan yang ada dalam areal ini adalah:
1. Bale Pengerauhan 2. Bale Gong3. Bale kul-kul Nista Mandala
Nista mandala merupakan areal terluar dari pura.Pada areal ini terdapat wantilan yang digunakan sebagai tempat melaksanakan upacara tabuh rah.
KATA PENGANTAR
Apresiasi Budaya | 13
i
Puja dan puji syukur penyusun panjatkan kehadapan Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nyalah penyusun bisa
menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya. Tentunya penyusun
merupakan manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Maka
dari pada itu penyusun mohon maaf apabila di dalam penyusunan
paper ini ada kesalahan-kesalahan yang tentunya penyusun tidak
sengaja.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penyusun haturkan kepada
para dosen pembimbing, karena tanpa bimbingan mereka dalam
penyusunan paper ini, mungkin paper ini tidak terselesaikan
dengan baik. Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada
para informan yang telah membantu dalam memberikan informasinya.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih atas
pengarahan, bimbingan dan bantuan dari semua pihak selama
pembuatan paper ini, terutama kepada :
1. Bapak Dosen nyen kaden adane...
2. I Made Parmita S.Ag selaku Bendesa Desa Adat Dalung
3. Ary Prajawan atas bantuan pencarian lokasi pura
4. Dan pihak – pihak lain yang tidak bisa penyusun sampaikan
satu persatu
Penysun sadar bahwa paper ini jauh dari sempurna akibat dari
keterbatasan penyusun. Maka dari itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan paper ini. Semoga paper memberikan
manfaat bagi pembaca.
Denpasar, Juli 2008
Penyusun
DAFTAR ISI
Apresiasi Budaya | 14
ii
KATA PENGANTAR.................................................i
DAFTAR ISI....................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................1
1.1. Latar Belakang........................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................2
1.3. Tujuan Penulisan......................................2
1.4. Manfaat Penulisan.....................................2
1.5. Metode Penulisan......................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................3
2.1. Pengertian Arsitektur Post-Modern.....................3
2.1.1. Aliran Aliran Post Modern.......................5
2.1.2. Contoh Bangunan Post Modern.....................7
2.2. Arsitektur Late Modern...............................10
2.2.1. Aliran Aliran Late Modern.......................11
2.2.2. Contoh Bangunan Late Modern.....................12
2.3. Arsitektur Dekonstruksi..............................14
2.3.1. Aliran Aliran Dekonstruksi......................14
2.3.2. Contoh Bangunan Dekonstruksi....................18
BAB III PENUTUP...............................................20
3.1. Kesimpulan...........................................20
3.2. Saran – saran........................................20
DAFTAR PUSTAKA
Apresiasi Budaya | 15
DAFTAR PUSTAKA
Gelebet, I Nyoman, dkk. 1986. Arsitektur Tradisional
Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah.
http://203.130.242.190//artikel/1603.shtml
http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/ars4/2004/
jiunkpe-ns-s1-2004-22400095-4833-pakraman.pdf
http://digilib.unmer.net/gdl.php?mod=browse&node=1331
http://indoforum.org/showthread.php?p=798773
http://okanila.brinkster.net/mediaCat.asp?NID=5
http://yanuar.wordpress.com/2008/01/30/sejarah-Bali
Microsoft ® Encarta ® 2006. © 1993-2005 Microsof
Corporation
Tim Penyusun, Awig Awig Desa Adat dalung, Kecamatan
Kuta Utara, Badung
Apresiasi Budaya | 16
APRESIASI BUDAYASURVEY LAPANGAN PURA KHAYANGAN TIGA
DESA ADAT DALUNG, KECAMATAN KUTA UTARA, KABUPATEN BADUNG
Oleh:
Agus Yasa Rahayu 06 04 205 001I Gst Ag Ngr Mahaputra 06 04 205 007Pande Gede Susiawan 06 04 205 014Rio Surya Ramba M 06 04 205 031Km Deddy Endra P 06 04 205 077
JURUSAN ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA2008
Apresiasi Budaya | 17