Laporan Kajian Peninggalan Sejarah: Museum Nasional Indonesia
Laporan sejarah kunjungan Museum
Click here to load reader
-
Upload
rendrafauzi -
Category
Education
-
view
71 -
download
8
Transcript of Laporan sejarah kunjungan Museum
Kawasan Trowulan
Secara geografis, situs bekas ibukota Kerajaan Majapahit ini dibangun di sebuah dataran yang merupakan
kaki dari tiga jajaran gunung yaitu Gunung Penanggungan, Welirang, dan Anjasmara, sedangkan daerah
Trowulan mempunyai kesesuaian lahan sebagai daerah pemukiman.
Kawasan ini pernah menjadi pusat peradaban Kerajaan Majaphit pada abad ke -13 sampai abad ke-15
Masehi. Di lokasi ini ditemukan sisa peninggalan berupa (candi, kolam, struktur sisa rumah, dan lai
sebagainya), artefak , ekofak, kanal, lanskap budaya
yang tersebar di wilayah seluas ± 10.000 ha.
Situs kota peninggalan Kerajaan Majapahit yang sangat
menarik ini diperoleh melalui penelitian yang cukup
panjang. Penelitian terhadap Situs Trowulan pertama
kali dilakukan oleh Werdenaar pada tahun 1815. Ia
mendapat tugas dari Raffles untuk mengadakan
pencatatan peninggalan arkeologi di daerah Mojokerto.
Hasil kerja Werdenaar tersebut dicantumkan Raffles
dalam bukunya “History Of Java” (1817), selanjutnya
hingga kini masih banyak dilakukan penelitian di situs
tersebut.
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang mulai memerintah tahun 1293. Majaphit mencapai
puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Hayam Wuruk. Akan tetapi, setelah patih Gajah Mada meninggal
pada tahun 1365 M dan Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit mengalami kegoncangan
akibat Konflik saudara yang saling berebut kekuasaan.
Di dalam kawasan ini terdapat beberapa situs, antara lain Situs Segaran, Gapura Wringin Lawang, Gapura
Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Brahu, Candi Genthong, Candi Kedaton, Situs Sentonorejp, Makam Putri
Campa, makam Troloyo, dan lainnya.
Pura Lingsar
Pura Lingsar merupakan bukti awal kedatagan orang-orang Bali ke Lombok dalam ekpedisi Anglurah Ketut
Karangasem pada tahun 1692 masehi. Pada akhir abad ke-19, Raja Anak Agung Made Karangasem
membangun kembali Pura Lingsar yang kemudian dikenal dengan nama Taman Lingsar. Beliau membangun
dua bangunan tempat ibadah untuk dua agama yang berbeda yaitu bangunan Pura Gaduh untuk pemeluk
agama Hindu dan banguan Kemaliq untuk warga sasak penganut Islam Wektu Telu.
Ciri Khas Pura Lingsar adalah adanya mata air yang sangat besar dan melimpah. Mata air itu dalam bahasa
Bali disebut Telage Ageng, sedangkan dalam bahasa Sasaknya AIK MUAL. Aik berarti air dan Mual bermakna
melimpah keluar. Oleh karenanya Pura Lingsar kerap disebut oleh warga Suku Sasak dengan sebutan Pura Aik
Mual.
Selain itu, Pura Lingsar memiliki keunikan dengan adanya bangunan suci Kemaliq yang dipuja pula dan
dihormati keberadaanya oleh Suku Bali yang beragama Hindu dan suku Sasak yang menganut Islam.
Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.