Laporan Resmi Bagus Biantara Klompok 4 MSP Tinggal Print

download Laporan Resmi Bagus Biantara Klompok 4 MSP Tinggal Print

of 47

Transcript of Laporan Resmi Bagus Biantara Klompok 4 MSP Tinggal Print

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Plankton adalaah organisme yang hidupnya mengembara mengikuti massa jenis air, plankton bukanlah suatu organisme melainkan suatu sifat. Yaitu sifat yang memanfaatkan massa jenis air untuk berpindah tempat dan mencari makan. Tidak hanya berdiam diri saja, tetapi beberapa jenis dari plankton juga ada yang memiliki alat gerak yang biasa disebut flagel. Ubur-ubur adalah plankton dengan ukuran terbesar. Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887, dan berasal disempurnakan oleh Haeckel tahun 1890. Kata plankton tentang dari bahasa Yunani yang berarti mengembara. Difinisi

plankton (euplankton)

telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan kumpulan organisme, baik hewan melayang di dalam air, tidak

pendapat yang hampir sama yakni, seluruh

maupun tumbuhan yang hidup terapung atau

dapat bergerak atau dapat bergerak sedikit dan tidak dapat melawan arus. Jenis organisme yang hidup mengembara mengikuti arus dengan cara menempel pada benda-benda terapung sedangkan ia sendiri tidak dapat berenang bebas disebut pseudoplankton. Termasuk kelompok pseudoplankton adalah organisme penempel seperti teritip (Bernacle dan Lepas). Individu plankton (plankter) umumnya berukuran mikroskopis, meskipun demikian ada pula plankter yang berukuran beberapa meter misalnya Scyphozoa (Coelenterata) dapat mencapai ukuran 1 m dengan tentakel sepanjang 25 m. Zooplankton juga dapat bersifat sebagai pleuston (Physalia dan Velella) dan hyponeuston (umumnya mempunyai tubuh trasnparan) (Lenz, 2004). Plankton merupakan produsen utama dalam rantai makanan dunia air, ada dua garis besar plankton, yaitu zooplankton dan phytoplankton dalam manejemen sumberdaya perairan,plankton merupakan indikator dari kesuburan suatu perairan di mana semakin subur suatu perairan maka akan semakin berlimpah pula sumberdayanya. Ukuran plankton sangat beraneka ragam dari yang terkecil yang disebut ultraplankton ukurannya < 0.005 mm atau 5 mikron, seperti bakteri dan diatom kecil, sampai nanoplankton yang berukuran 60-70

1

2

mikron. Nanoplankton terlalu kecil untuk dikumpulkan dengan jaring plankton biasa dan hanya dapat dikumpulkan dengan cara mengambil jumlah besar air laut (Kasijan dkk,2007). Plankton adalah makhluk ( tumbuhan atau hewan ) yang hidupnya, mengapung, mengambang, atau melayang didalam air yang kemampuan renangnya terbatas sehingga mudah terbawa arus. Plankton adalah biota yang hidup di mintakat pelagik dan mengapung, menghanyut atau berenang sangat lemah, artinya mereka tak dapat melawan arus. Plankton terdiri dari fitoplankton (phytoplankton) atau pelankton tumbuhtumbuhan dan zooplankton atau pelankton hewan (Sri, 2007).

1.2. Tujuan Adapun beberapa tujuan dari praktikum planktonologi yang baru saja kita lakukan tanggal 26 maret, 3 dan 4 april 2011 adalah sebagai berikut 1. Mengenal dan mempelajari struktur komunitas plankton perairan umum (tawar, payau, asin, tambak, polder, pemancingan umum, sungai tercemar tergantung ketersediaan lokasi); 2. Menerapkan teknik pengambilan sampel plankton secara pasif di beberapa badan air (danau, muara, pesisir, sungai-tergantung ketersediaan lokasi); 3. Menerapkan teknik pengelolaan sampel plankton (pengambilan, pengawetan, penyimpanan di lapangan dan di laboratorium; 4. Mengamati dan mengidentifikasi sampel plankton yang diperoleh; 5. Menganalisa data ayng didapat dari hasil pengamatan untuk mempelajari kaitan distribusi plankton dengan faktor-faktor lingkungan; 6. Menerapkan teknik penetasab kista Artemia sp.; 7. Mengamati bentuk-bentuk awal perkembangan instar dan nauplius Artemia sp.; 8. Mempelajari fase-fase perkembanganm dalam siklus hidup Artemia sp; dan 9. Mengetahui sifat, bentuk dan morfologi beberapa jenis fitoplankton.

2

3

1.3. Waktu dan Tempat Dan tempat yang di ambil dalam melakukan praktik acara 1 yaitu teknik sampling plankton kelompok 4 MSP adalah Banjir kanal timur di pemukiman daerah majapahit, Semarang, Jawa tengah. Yang dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 26, bulan maret 2011 dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dengan praktikum acara 2 yaitu pengamatan struktur komunitas plankton hasil sampling plangton yang sudah dilakukan sebelumnya, pengamatan ini dilakukan di laboratorium biologi, jurusan perikanan, fakultas perikanan dan ilmu kelautan Universitas Diponegoro yang dilaksanakan pada tanggal 3 april 2011 dari jam 07.00 sampai pukul 14.00 WIB. Setelah tu dilanjutkan keesokan harinya dengan melaksanakan praktikum acara 3 dan 4 dan sekaligus penutup rangkaian praktikum palnktonilogi 2011 yaitu penetasan dan kelulushidupan sp. dalam air laut dan disambung dengan pengamatan mikro algae dan daphnia sp. yang dilakukan pada tanggal 4 april 2011 di laboratorium biologi, Jurusan Perikanan, Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Universitas Diponegoro.

3

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampling Plankton 2.1.1. Teknik Sampling Plankton Teknik atau pencuplikan plankton dari perairan yang paling mudah umumnya dapat dengan jaring dilakukan dengan menyaring sejumlah massa air halus. Bergantung pada tujuannya sampling plankton dapat

dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif (Wisnu Wardhana, 2003). Metoda pengambilan sampling terbagi menjadi dua yaitu Pengambilan Sampling secara Horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Plankton net pada suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain. Sampling secara Vertikal yaitu dengan meletakkan plankton net sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya keatas. Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton net ke atas. Volume air tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter mulut plankton net (Omori dan Ikeda,1992). 2.1.2. Teknik identifikasi plankton Identifikasi dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 100x, dengan melakukan pengulangan 3x dengan 10 lapang pandang yang berbeda. Pertama pengamatan sample plankton, setelah itu pengidentifikasian plankton yang diamati dengan menggunakan buku kunci identifikasi plankton. Peralatan yang digunakan dalam perhitungan sampel adalah Sedgwick-Rafter, dimana pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi Mikrozooplankton dan Fitoplankton dengan menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 100 x ( Omori dan Ikeda, 1992). 2.2. Parameter Fisika 2.2.1. Kecerahan Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disc. Kecerahan menggambarkan sifat optik air yang

4

5

ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Effendi, 2003). Kecerahan air merupakan bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya matahari yang masuk dalam perairan. Sedangkan kekeruhan air merupakan suatu ukuran bias cahaya dalam air yang menunjukkan derajat kegelapan di dalam suatu perairan yang disebabkan adanya partikel hidup maupun mati yang dapat mengurangi transmisi cahaya (Romimohtarto, 1984). 2.2.2. Kedalaman Kedalaman adalah parameter fisika yang mendasar dan berpengaruh pada aspek lainnya seperti kecerahan, suhu, dan kelarutan oksigen. Kedalaman dalam suatu ekosistem perairan dapat bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain (Erick, 2008). Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan cahaya matahari. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat dengan makin tingginya kedalaman. Ini sebabnya fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar matahari dapat menembus pada perairan (Hutabarat dan Evans, 1985). Kedalaman perairan dalam proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam air kolam tinggal 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003). 2.2.3. Suhu Suhu perairan merupakan satu faktor yang sangat berperan dalam kehidupan dan pertumbuhan suatu organisme. Suhu air mempunyai peranan yang penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota air serta proses metabolisme ekosistem perairan. Sehingga suhu air bukan saja merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sifat kimia perairan, tetapi juga secara fisiologis bahwa secara umum kisaran suhu yang optimal bagi suhu yang luas disebut Eurythermal. Sedangkan yang hidup pada kisaran suhu yang sempit

5

6

disebut Stenothermal. Plankton dapat berkembang dengan baik bila suhunya berkisar antara 25 32 C (Sachlan, 1982). 2.2.4. Salinitas Menurut Sachlan (1982), salinitas sangat penting karena mempengaruhi proses osmoregulasi pada sebagian besar organisme payau. Plankton pada salinitas 20 permil ke atas mirip dengan plankton laut, sedangkan yang hidup pada salinitas 0 10 permil mirip plankton yang ada di air tawar. salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam suatu volume air dalam 0/00 (permil) dan didefinisikan sebagai jumlah zat garam yang terlarut dalam 1 kg air dengan anggapan seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida serta semua bromida dan iodide diganti menjadi karbon dan semua zat organik mengalami oksidasi sempurna (Hutabarat dan Evans, 1986). 2.2.5. Arus Menurut Hutabarat dan Evans (2000), bahwa arus merupakan gerakan angin yang sangat luas yang terjadi pada suatu perairan. Arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan pergerakan dan distribusi plankton pada suatu perairan. Pergerakan (migrasi) plankton terjadi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan renangnya sangat kecil jika dibandingkan dengan kekuatan arus pada perairan tersebut. 2.3. Struktur Komunitas 2.3.1. Kelimpahan Plankton Secara umum keberadan plankton di perairan akan dipengaruhi oleh tipe perairannya (mengalir atau tenang), kualitas fisika dan kimia perairan, kandungan unsur hara dan adanya competitor dan atau pemangsa plankton. Pada perairan tergenang keberadaan plankton akan berbeda dan waktu ke waktu dan berbeda pula dalam menempati ruang dan kolom air. Sedangkan pada perairan mengalir, unsur ke waktu dan ruang relative tidak berpengaruh, kecuali jika ada kasus kasus pencemaran sungai oleh aktivitas manusia. Kelimpahan plankton dihitung dengan melakukan penyaringan dengan plankton net kemudian hasil penyaringan yang tertinggal didalam botol plankton net diamati di bawah mikroskop (Kaswadji, 1976). 6

7

Nontji (2005), plankton adalah organisme yang hidupnya melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut terbawa oleh arus namun, mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, karena plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Selain itu hampir semua hewan laut memulai kehidupannya sebagai plankton terutama pada tahap masih berupa telur dan larva. 2.3.2. Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman atau Diversity Index diartikan sebagai suatu gambaran secara matematik yang melukiskan struktur informasi-informasi mengenai jumlah spesies suatu organisme. Indeks keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisis informasi-informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies suatu organisme. Suatu cara yang paling sederhana untuk menyatakan indeks keanekaragaman yaitu dengan menentukan persentase komposisi dari spesies di dalam sampel. Semakin banyak spesies yang terdapat dalam suatu sampel, semakin besar keanekaragaman, meskipun harga ini juga sangat tergantung dari jumlah total individu masing-masing spesies. Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan(Kaswadji, 1976). 2.3.3. Indeks Keseragaman Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 1, semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti semakin penyebaran besar nilai jumlah indeks individu tiap spesies keseragaman, maka tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya populasi menunjukkan keseragaman, yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Pasengo, 1995).

7

8

2.3.4.

Indeks Dominasi Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran

jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973). Dominansi jenis zooplankton dapat diketahui dengan menghitung Indeks Dominansi (d). Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks dominansinya mendekati nol (Odum, 1971). 2.4. 2.4.1. Kultur Artemia Siklus Hidup Artemia Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25 derajat celcius kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetap menyelesaikan perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli aka berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organic lainya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak memilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam kurun waktu. 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 cm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500 kali dibandingkan biomas pada fase naupli (Diana Chilmawati, 2007). Diana Chilmawati (2007), Kista Artemia sp yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhanya mengalami 15 kali 8

9

perubahan bentuk. Masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar. Pertama kali menetas larva Artemia sp disebut Instar I. Nauplius stadia I (instar I) ukuran 400 mikron. Lebar 170 mikron dan berat 15 mikrogram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi instar II. Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernaan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuksepasang mata majemuk. Bagian samping badanya mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi Artemia dewasa (proses instar I-XV) antara 1-3 minggu. Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting. Artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antenna berubah manjadi alat penjepit (muscular grasper). Sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh. Pada jenisbetina antenna mengalami penyusutan (Diana Chilmawati, 2007). 2.4.2. Kultur Artemia

Artemia adalah salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak digunakan untuk budidaya udang. Sebagai makanan hidup, Artemia tidak hanya dapat digunakan dalam naupilus, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Beberapa sifat Artemia adalah memiliki kandungan protein 40-60%, dapat tumbuh denga baik, cara makan dengan menyaring, mudah beradaptasi, tahan dalam bentuk kista yang lama. Kultur Artemia dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi pangan hewan-hewan air sepert ikan. Hal ini disebabkan Artemia merupakan makanan hidup bagi ikan araupun hewan air. Pengembangan kultur atau budidaya Artemia semakin mengingkat atau berkembang karena Artemia memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan. Artemia bisa hidup membentuk kista dalam kurun waktu yang lama.

9

10

2.5. Mikroalga dan Daphnia sp. Mikroalga adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu berfotosintesis (Davis, 1951). Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk benang, sebagai tumbuhan dan dikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air. Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Namun, fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas Dinoflgellata tubuhnya memiliki kromatopora yang menghasilkan toksin (racun), dalam keadaan blooming dapat mematikan hewan-hewan yang berada dalam perairan seperti ikan.

Daphnia sp. adalah zooplankton yang besifat planktonik dan berferak aktifmenggunakan alat gerak berupa kaki renang. aphnia sp berwarna putih transparan memiliki bentuk tubuh ,lonjong pipih tetapi segmen badanya tidak terlihat dan tubuhnya berukuran antara 1000 5000 mikron (mahyuddin,2010).

10

11

III. MATERI DAN METODE

3.1.

Materi Botol sampel dengan ukuran 20ml digunakan untuk menyimpan sampel

3.1.1. Alat plankton. Ember dengan ukuran 20L digunakan untuk mengambil air sampel. Gayung digunakan untuk mengambil air sampel. Plankton-net dengan ketelitian 25 digunakan untuk penyaring sampel yang terlarut. Kertas label digunakan untuk penanda atau pencatat sampel. Termometer air raksa dengan ketelitian 10C digunakan untuk mengukur suhu udara dan air. Salinometer dengan ketelitian 0/00 digunakan untuk mengukur salinitas. Secchi disc dengan diameter 20cm digunakan untuk mengukur kedaleman dan kecerahan. Bola arus digunakan untuk mengukur laju arus. Stopwatch dengan ketelitian 0,01s digunakan untuk menghitung waktu. Tali rafia digunakan untuk mengikat bola arus dan termometer. Mikroskop pada acara struktur komunitas plankton, penetasan dan kelulushidupan artemia sp, pengamatan microalgae dan daphnia

sp digunakan untuk mengamati sampel. Sedgwik-rafter pada acara strukturkomunitas dan penetasan dan kelulushidupan artemia sp digunakan untuk menghitung jumlah plankton. Timbangang 1 digit digunakan untuk menimbang sampel (kista kering artemia sp). Pipet tetes pada acara penetasan dan kelulusanhidup artemia sp dan pengamatan microalgae dan daphnia sp digunakan untuk mengambil sampel dan mengambil larutan. Buku identifikasi plankton digunakan untuk mengetahui jenis plankton. Cover glass digunakan untuk menutup objek. Botol plastik jernih digunakan untuk tempat penetasan

artemia sp. Aerator, selang plastik, dan batu digunakan untuk mengairasisampel. Kantong plastik hitam digunakan untuk wadah sampah saat praktikum. Lampu duduk 5 watt digunakan untuk penerangan saat penetasan artemia sp. Rol kabel digunakan untuk menghubungkan arus listrik ke sumber. Tissue gulung digunakan untuk membersihkan preparat. Slide glass digunakan untuk pengamatan di bawah mikroskop.

11

12

3.1.2. Bahan Sampel awetan plankton yang diambil dari lokasi sampling. Air laut digunakan untuk proses penetasan artemia sp. Aquadest digunakan untuk menghidrasi artemia sp. Kista kering artemia sebanyak 0,1gram digunakan untuk bahan pengamatan. Alkohol 70% digunakan untuk desinfektan. Beberapa awetan fitoplankton dan beberapa awetan zooplankton. 3.2. Metode Pengambilan sampel dilakukan secara pasif, yaitu dengan menyaring sejumlah air yang telah ditetapkan terlebih dahulu volumenya, umumnya 100 L. tetapi karena setiap mahasiswa dalam kelompoknya diwajibkan menimba maupun memegang jaring plankton di dalam air dan mengelola pengawetan sample (pemberian formalin dan label) yang diperoleh, maka jumlah air yang dipekatkan akan >100 L (catat dengan tepat dan gunakan dalam formula penghitungan jumlah plankton). a. Pelajari lokasi pengambilan sampel, misalnya jarak dari tepi badan air, harus dapat dicapai pada segala musim sepanjang tahun, kondisi pasang-surut saat pengambilan sample. b. Tentukan titik-titik pengambilan sample pada lokasi. c. Bila pengambilan sample masuk kedalam air, usahakan bergerak perlahan dan setelah sampai di lokasi, berdiam diri sejenak menunggu air jernih kembali. d. Pegang jaring dengan botol penampung samplenya berada dalam air. Timba air permukaan dengan ember (10-20 l) minimum 100 L dan tuangkan hatihati ke jaring plankton, usahakan seluruh volume air tersebut masuk dan tersaring dengan baik. Cermati dan catat berapa liter air yang dipekatkan (boleh lebih dari 100 L). e. Lepaskan botol penampung dari plankton net, tuangkan sample dengan hatihati ke dalam botol sample, teteskan 2-3 tetes formalin 4%, tutup botol rapat-rapat, dan berikan label (nomor kode lokasi, hari-tanggal, jam, nama pengambil sample). f. Taruh botol sample dalam wadah yang kuat dan terlindung cahaya, catat semua kejadian pengambilan sample di log book. 12

3.2.1. Sampling Plankton

13

1. Identifikasi Plankton Identifikasi plankton dilakukan dengan analisa laboratorium dengan bantuan buku kunci identifikasi plankton. Sedangkan perhitungan plankton dilakukan dengan menggunakan alat pencacah sedgewickrafter. Identifikasi dan perhitungan dilakukan dengan bantuan mikroskop untuk masingmasing dilakukan pengulangan 3 kali masingmasing pengulangan dengan 10 lapang pandang. Adapun cara pengamatan dan cara perhitungannya sebagai berikut:

Sedgewick-rafter berukuran 50 x 20 mm, terdiri dari 1000 petak, panjang50 petak, lebar 20 petak, dengan ukuran masingmasing 1 mm. Dengan demikian luas permukaan sedgewick-rafter adalah 1000 mm2 dan volumenya 1000 mm3 (1 cc). pengamatan dilakukan dengan mengikuti gambar petak

sedgewick-rafter di bawah. Yaitu dimulai dari petak ke-5-15-25-35-45 danturun ke bawah dengan jarak 10 petak dan digeser ke kiri dengan jarak masingmasing 10. 5 5 1 10 5 10 9 8 7 6 2 10 3 10 4 10 10 5

1. Indeks-indeks struktur komunitas 5 a. Kelimpahan plankton Perhitungan jumlah plankton per liter dilakukan dengan menggunakan rumus APHA, WWA, WPOF (1976), yaitu : 10 10 N= 10 10

T P V l X X X L p v w

Keterangan : N = jumlah plankton per liter T L = luas gelas penutup (mm2) = luas lapang pandang (mm2) 13

14

P p V v

= jumlah plankton tercacah = jumlah lapang pandang yang diamati = volume plankton yang tersaring (mL) = volume plankton di bawah gelas penutup (mL) Karena sebagian dari unsurunsur telah diketahui pada sedgewick-rafter,

W = volume sampel plankton yang disaring (mL) seperti T = 1000 mm3, v = 1 mL, dan L = 0,25 mm2 (dimisalkan satu lingkaran sama dengan luas lapang pandang pada mikroskop dengan r = 0,5 mm), dengan demikian rumus itu menjadi N=

1000 mm 2 P V 1 X X X 0,25 10 1mL w

Atau :

N = 100 ( PXV )0,25w

b.

Indeks Keanekaragaman Spesies dan Indeks Keseragaman Spesies Perhitungan keanekaragaman spesies dilakukan dengan menggunakan formulasi Shanon-Wiener (Poole, 1974), yaitu : H = Pi ln Pin 1 S

Keterangan : H' = indeks keanekaragaman spesies Pi = banyaknya jenis Pi =

ni N

ni = Jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu Sedangkan untuk menghitung keseragaman jenis dilakukan dengan menggunakan rumus :

14

15

H' e= H maks

Keterangan : e H Smaks

= keseragaman spesies (eveness) = ln S = jumlah total spesies

c. Indeks Dominasi d = (ni / N)2 Keterangan : ni = Jumlah individu spesies ke-i Ni = Jumlah total individu 3.2.2. Kultur Artemia dalam air laut a. Pengamatan Kista Pengambilan beberapa butir kista, dalam keadaan kering ketakkan di gelas obyek, tutup dengan hati-hati dan amati dibawah mikroskop mulai perbesaran terendah (5X10), gambar dan deskripsikan bentuk dan warna kista Artemia dalam keadaan kering. b. Penetasan Kista Penimbangan kista, siapkan wadah (5x5cm) dari kertas aluminium yang dilipat dan dibentuk menjadi kotak bujur sangkar Penimbangan 0,2 gram kista Artemia kering dalm wadah tersebut Penyiapan 100ml akuades dalam Beaker 200 ml Agar proses hidrasi kista terjadi lebih cepat, masukkan kista tersebut ke dalam 100ml akuadest selama 60 menit, lakukan aerasi dan taruh pada suhu kamar Setelah 60 menit kista disaring, kemudian bagian bawah saringsn disemprot perlahan-lahan dengan 100ml air laut atau larutan garam yang dijatuhkan ke dalam Beaker 200ml. Beri label lengkap (grup praktikum, jenis media, jam & tanggal), gunakan pensil hitam Pencatatan waktu (tanggal, hari, jam & menit) ketika memasukkan kista ke dalam 100ml larutan air garam atau 100ml air laut dalam Beaker glass 200ml 15

16

Tunggu sekitar 3 5 menit sampai banyak kista (90%) mengendap Pengaturan kuat aeresi sedemikian rupa sehingga tidak ada kista yang mengendap di dasar maupun melekat di dinding Beaker Nyalakan lampu neon untuk penghangat dan penerangan pada malam hari Pengambilan 1nl biakan, letakkan dalam Sedgwick-Rafter dan amati di dawah mikroskop mulai perbesaran terkecil (5x10), gambar dan deskripsikan benmtuk warna kista tersebut setelah terndam air garam/air laut. Bila perlu, sample dapaty dikembalikan ke Beaker biakan.

Sebelum praktikum selesai pastikan aerasi tetap pada debit konstan dan lampu menyala

3.2.3. Hatching Rate Artemia 1. Pengambilan 1ml biakan dengan pipet, masukkan ke dalam bilik hitung Sedgwick-Rafter, amati dibawah mikroskop mulai perbesaran terendah. Setelah cukup mengamati pergerakan instar, teteskan 1 tetes alcohol 70% tutup dengan gelas penutup, dan amati morfologi instar/mysis 2. Pengamatan warna dan bentuk telur yang tidak menetas, temukan berbagai fase penetasan telur maupunkaraktyeristik instar, kemudian gambarkan masing-masing secara tematik dengan diberi keterangan morfologi yang jelas. 3. Penghitungan presentasi kista yang menetas per bidang pandang 4. Besarkan skala presentasitersebut hingga mancakup volume 100ml 5. Pembandingan hasil biakan air garam dan air laut, antara alain mencakup presentase penetasan dan seluruh hasil pengamatan masing-masing biakan 6. Dari Beaker yang disediakan dari laboratorium, amati bentuk dan karakteristik nauplius yang telah berumur sekitar 1 minggu, kemudian gambar, bandingkan dan bahas. Penghitungan Hatching Rate ista yang menetas ( ista yang menetas kista tidak menetas)

16

17

ista yang tidak menetas ( ista yang menetas kista tidak menetas)

3.2.4. Pengamatan Microalgae dan daphnia sp. 1. Pengambilang sampel fitoplankton dari biakan kultur alga dan juga

Daphnia sp. dengan menggunakan pipet steril, teteskan ke atas slideglass. 2. Pengamatan sampel di bawah mikroskop mulai perbesaran terendah ( 4X 10) 3. Pengamatan pergerakan (motil/nonmotil), warna dan bentuk Fitoplankton/Zooplankton yang diambil, gambarkan secara detil, beri keterangan selengkap-lengkapnya. 4. Pengulangan Pengamatan terhadap semua sampel yang ada.

17

18

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Hasil yang diperoleh dari praktikum planktonologi yang terdiri dari beberapa aspek seperti teknik sampling plankton, struktur komunitas plankton, penetasan dan kelulushidupan artemia sp, pengamatan microalgae dan daphnia

sp adalah sebagai berikut:4.1.1 Sampling Plankton Hasil yang diperoleh dari sampling plankton pada tanggal 26 maret 2011 yang dilakukan di banjir kanal timur daerah majapahit, semarang adalah sebagai berikut: Tabel 1: hasil sampling plankton Jenis Jumlah plankton Cyclopodia 1

Gambar

Keterangan Soliter memiliki flagella Mempunyai antenna

Spirogyra

1

Beewarna hijau Tidak punya flagell Punya dinding sel Warna transparan Solitair

18

19

Gonatozygon 23

Bentuknya panjang Soliter Bentuk tabung Tidak berflagella Terdapat

Pediastrum

1

Warna hijau Berflagella Hidup berkoloni Berpola starlike rumit

Chlorophyta (Volvox)

6

Hidup berkoloni Inti selnya berwarna hijau

Berbentuk lingkaran

19

20

Volvox

3

Hidupnya berkoloni Warna dindingnya hijau

Berbentuk lingkaran

Microspora

4

Soliter Berbentuk panjang Warna hijau Tidak berflagel

Canthocamptus

1

Memiliki cillia Hidup Soliter

Oscillatoria

1

Hidupnya soliter tidak berflagel Berwarna hijau cerah Berbentuk panjang

20

21

Closterium

1

Soliter Berbentuk panjang seperti jarum

Tidak berflagella Berwarna hidup

Nitzchia

2

Hidupnya berkoloni Berbentuk agak panjang Tidak berfllagel

Varticella

1

Hidup berkoloni Berbentuk seperti lonceng

Berwarna hijau Tidak berflagella soliter berbentuk krucut berwarna hijau

Tintinopsis

1

21

22

4.1.1.1 Kelimpahan Dan berikut ini adalah tabel-tabel yang berisikan hasil sampling kelompok kami di banjir kanal timur, majapahit, semarang pada tanggal 26 maret 2011 pukul 09.00 sampai 11.00 yang di tempatakan dalam 3 tabel sesuai dengan titik sampelnya yaitu 3 titik sampel. Tabel 2. Struktur Komunitas Plankton pada Titik Sampling IUlangan No Genus 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2 0 1 0 3 1 0 0 3 0 1 0 0 0 0 2 0,3 1 0.3 1,3 0,6 0,3 0,6 7,64 25.47 7,64 33,14 15,28 7,64 15,28 0,019 0,064 0.019 0,083 0,038 0,019 0,038 -3,963 -2.748 -3,693 -2.488 -3,270 -3,963 -3,270

x

ni

Pi

ln pi

-pi ln pi 0,075 0,175 0,075 0,206 0,124 0,075 0,124

Cyclopida Spyrogira Tintinnosis Gonato zygon Chlorophyta Volvox Mikrospora

1 1 1 1 1 1 0

ni=112,07

-pi ln pi=0,854 d = 0,0768

H=0,854

Tabel 3. Struktur Komunitas Plankton Pada Titik Sampling IIUlangan No Genus 1 1. 2. 3. 2 0 2 0 3 0 1 1 6,33 1 0,33 161,269 25,477 8,407 0,634 0,1 0,033 -0,45 -2,302 -3,411 0,288 0,230 0,112

x19 1 0

Ni

Pi

ln pi

-pi ln pi

Gonatozygon Chlorophyta Mikrospora

22

23

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Camtocampthus Pediastrum Oscillatoria Closterium Nitzschia Volvox

1 1 0 0 0 2

0 0 0 0 1 0

0 0 1 1 0 0

0,33 0,33 0,33 0,33 0,33 0,66

8,407 8,407 8,407 8,407 8,407 16,814

0,033 0,033 0,033 0,033 0,033 0,66

-3,411 -3,411 -3,411 -3,411 -3,411 -2,718

0,112 0,112 0,112 0,112 0,112 0,179

ni=254,002

-pi ln pi= 13,69 d = 0,512

H= 13,69

Tabel 4. Struktur Komunitas Plankton pada Titik Sampling III No 1. 2. 3. Genus Ulangan

x1 1 1 0 2 0 0 0 3 0 0 1 0,3 0,3 0,3

Ni 7,64 7,64 7,64

pi 0,019 0,019 0,019

ln pi -3,963 -3,963 -3,963

-pi ln pi 0,075 0,075 0,075

Mikrospora Nitzschia Vorticella

ni= 22,92

-pi ln pi= 0,225 d = 0,00108

4.1.1.2. indeks keanekaragaman Hasil indeks keanekargaman yang dapat di peroleh dari titik sampling yang dilakukan pada tannggal 26 maret 2011 di banjir kanal barat majapahit semarang adalah sebagai berikut:

23

24

Tabel 5. Indeks keanekaragaman di setiap titik No 1 2 3 Titik I II III H 0,854 1,369 0,225

4.1.1.3. indeks ke seragaman Indeks keseragaman spesies untuk titik sampling I, titik sampling II dan titik sampling III pada praktikum planktonologi yang dilakukan pada tanggal 26 maret 2011 di daerah majapahit semarang ini dapat dilihat dalam Tabel 6 di bawah ini : Tabel 6. Indeks Keseragaman Spesies di setiap titik No 1 2 3 Titik I II III

E0,439 0,623 0,206

4.1.1.4. indeks dominasi Indeks dominasi spesies untuk titik sampling I, titik sampling II dan titik sampling III pada praktikum planktonologi ini dapat dilihat dalam Tabel 7 di bawah ini: Tabel 7. Indeks Dominasi Spesies di setiap titik No 1 2 3 Titik I II III D 0,469 0,357 0,301

24

25

4.1.2 Parameter Fisika Dalam praktikum pengambilan sampel plankton yang berlokasi di Bnajir Kanal timur daerah majapahit, kami mendapatkan hasil data parameter fisika saat pengambilan sampel plankton. Hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 8. Parameter Fisika Parameter Fisika Titik Sampling Kedalaman (cm) I 50cm Kecerahan (cm) 33,5Cm Kec.arus (m/s) 9,1m/s Air 28C udara 30C 0 Cerah berawan II 57cm 36,5Cm 7m/s 28C 30C 0 Cerah berawan III 43cm 33,5Cm 17,4m/s 28C 30C 0 Cerah berawan SuhuC Salinitas () Cuaca

4.1.3 Kultur Artemia 4.1.1.1. Hatching Rate Menetas dan Tidak Menetas Hatching Rate Artemia menetas dalam praktikum planktonologi ini dapat di lihat pada Tabel 9 di bawah ini : Tabel 9. Hatching Rate Artemia sp menetas dan tidak menetas No ista menetas Kista tidak menetas

HRm

HRtm

Keterangan Yang tidak menetas lebih banyak dari yang menetas

1

33

125

21,019% 78,98%

25

26

4.1.1.2. bawah ini

Siklus Hidup Artemia

Hasil dari pengamatan siklus hidup artemia dapat dilihat pada tabel 10 di Tabel 10. Siklus hidup artemia No. 1. Gambar Tanggal 24 maret Keterangan Warna bening kecoklatan Bagian tubuh mulai terlihat beruas-ruas Bagian yang berbentuk seperti tangan mulai terlihat 2. 29 maret warna bening kecoklatan ruas-ruas tubuh bertambah banyak bagian yang berbentuk seperti tangan bertambah banyak

4.1.4. Pengamatan Mikroalgae daphnia sp. Pengamatan Mikroalga dan daphnia sp. dalam praktikum planktonologi dapat di lihat pada Tabel 11 di bawah ini : Tabel 11. Pengamatan Mikroalga dan daphnia sp. No. Spesies Gambar 1.

Keterangan - Bentuk seperti pita spiral rapat - panjang - berkelok-kelok - berwarna hijau

Spirulina plantesis

26

27

2.

Nitzchia

- Lonjong - Berwarna coklat - Bentuk lempengan

3.

Tentraselmis sp.

- Bentuk bulat lonjong - berflagel - berwarna hijau muda

4.

Chlorella Vulgaris

- Warna hijau - Koloni

5.

Skeletonema sp.

Berbentuk panjang beruas-ruas

6.

Thallosiosirra sp.

- Bentuk untaiansilika panjang - berkoloni - berwarna hijau

7.

Porphyridium sp.

-

Warna merah Koloni

27

28

8.

Dunaliella sp.

-

Warna hijau Mortil Berkoloni

9.

Isochrysis galbana

- Bentuk bulat kecilkecil - berwarna hitam - solitair - nonmotil

10.

Daphnia sp.

-

Mortil Warna coklat merah

4.2. Pembahasan4.2.1. Deskripsi Lokasi Sampling Lokasi sampling Planktonologi kelompok 4 program studi Manajemen Sumber Daya Perairan dilakukan di lokasi banjir kanal timur. Kami memilih lokasi Banjir kanal timur, di daerah majapahit, Semarang. Kegiatan Sampling dilakukan pada pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB pada hari sabtu, 26 maret 2011. Kami memilih lokasi dengan melakukan survey terlebih dahulu sebelum melakukan sampling. Alasan kami memilih lokasi tersebut ialah keadaan air yang sesuai dengan tema dari sempling palnkton kami saat ini yaitu sampling plankton pada keadaan airnya yang tergolong tercemar.

28

29

4.2.2. Parameter Fisika a. Suhu Suhu air yang diukur saat melakukan sampling di Banjir kanal timur daerah Majapahit pada titik sampling I menunjukkan skala 28oC suhu udara dan 30oC suhu air. Pada titik sampling II menunjukkan skala 28oC suhu udara dan 30oC suhu air. Sedangkan pada titik sampling III menunjukkan skala 28oC suhu udara dan 30oC suhu air. Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian pengkajian kelautan dan perikanan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga ada kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan di dalamnya. Suhu air permukaan di perairan Nusantara kita umunya berkisar antara 28o-31oC. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tingggi daripada di lepas pantai (Stone,1997). b. Salinitas Muara sungai adalah pertemuan antara air tawar dengan air laut yang memiliki nilai salinitas, sedangkan air tawar tidak memiliki nilai salinitas. Saat dilakukan sampling di banjir kanal timur daerah Majapahit kami tidak menemukan salinitas atau salinitas 0 pada perairan tersebut, hal ini sangat normal karena daerah tersebut jauh dari laut. Dilakukan pengkuran salinitas dengan menggunakan salinometer pada titik sampling dua menunjukkan skala 0 . Sachlan (1982), berpendapat bahwa salinitas sangat penting karena mempengaruhi proses osmoregulasi pada sebagian besar organisme payau. Plankton pada salinitas 20 permil ke atas mirip dengan plankton laut, sedangkan yang hidup pada salinitas 0 10 permil mirip plankton yang ada di air tawar. a. Kecerahan Kecerahan adalah gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya atau intensitas cahaya matahari (Davis, 1955). Untuk mengukur kecerahan digunakan alat yang disebut Secchi-disk. Pertama tama di ukur titik gelapnya, yaitu dimana Secchi disk tidak terlihat. Kemudian dinaikkan pelan pelan sampai secchi disk terlihat remang-remang. Jarak dua titik tersebut kita jumlah dan dibagi dua. Maka didapatlah titik kecerahan di tempat pengambilan sampel. Pada perairan banjir kanal timur 29

30

daerah Majapahit tingkat kecerahan sangatlah rendah karena mengandung banyak substrat dan sampah yang berasal dari pemukiman penduduk. Dilakukan pengukuran pada tiga titik sampling yang diketahui nilainya pada titik sampling satu tingkat kecerahannya adalah 33,5 cm, pada titik sampling dua tingkat kecerahannya adalah 36,5 cm dan pada titik sampling 33,5 cm. b. Kedalaman Pada mulanya pengukuran kedalaman laut dengan teknik yang paling sederhana yaitu dengan mengukur tali atau kabel yang diberi bandul pemberat ke dalam laut hingga menyentuh dasar. Namun sekarang telah digunakan alat yang lebih canggih yaitu echo sounder (Stone,1997). Pada saat sampling plankton di banjir kanal timur daerah Majapahit kami menggunakan Secchi disc untuk mengukur kedalaman perairan tersebut. Dari hasil pengukuran kedalaman di perairan tersebut diperoleh nilai kedalaman pada titik sampling satu dan titik sampling dua sebesar 50 cm dan 57cm, sedangkan pada titik sampling tiga sebesar 43cm. c. Kecepatan Arus Laut merupakan medium yang tak pernah berhenti bergerak, baik di permukaan maupun di bawahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, baik yang berskala besar maupun kecil. Penampilan yang paling mudah dilihat adalah adanya arus di permukaan laut. Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan tiupan angin, atau karena perbedaan perbedaan dalam densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang yang panjang seperti pasang-surut. Arus yang disebabkan oleh pasang surut biasanya lebih banyak dapat diamati di perairan pantai terutama di selat-selat sempit dengan kisaran pasang surut yang tinggi (Stone,1997). Sungai atau kanal juga merupakan medium yang tak pernah berhenti begerak karena belum mencapai tujuanya yaitu laut. Plankton memiliki kemampuan bergerak yang sangat terbatas sehingga plankton lebih memilih untuk bergerak mengikuti arus air. Sehingga diperlukan satu parameter yang bisa mendukung saat sampling plankton yaitu arus air. Kecepatan arus di banjir kanal timur daerah Majapahit saat sampling di titik satu adalah sebesar 9,1 m/s, di titik sampling kedua sebesar 7 m/s, dan di titik ketiga sebesar 17,4 m/s.

30

31

4.2.3. Struktur Komunitas a. Indeks Keanekaragaman Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh kelompok kami di banjir kanal timur daerah Majapahit, indeks keanekaragaman pada titik 1 adalah 0,854; pada titik 2 adalah 1,369; dan pada titik 3 adalah 0,225. Semua data yang dihimpun pada indeks keanekaragaman dapat diketahui bahwa perairan di banjir kannal timur daerah Majapajit tercemar parah. Jika nilai keanekaragaman lebih besar dari 3, maka keanekaragaman tinggi dan perairan belum tercemar. Nilai 2,5-3 menunjukkan bahwa keanekaragaman cukup tinggi dan perairan tercemar ringan. Jika nilai 1-2,5 maka keanekaragaman sedang dan perairan tercemar sedang. Sedangkan jika nilainya kurang dari 1, maka keanekaragamannya rendah dan bisa di katakan bahwa perairan tercemar berat (Mason,1981). b. Indeks Keseragaman Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh kelompok kami di banjir kanal timur daerah Majapahit, indeks keanekaragaman pada titik 1 adalah 0,439; pada titik 2 adalah 0,623; dan pada titik 3 adalah 0,206. Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 1, semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti semakin penyebaran besar nilai jumlah indeks individu tiap spesies keseragaman, maka tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya populasi menunjukkan keseragaman, yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Pasengo, 1995). d. Indeks Dominasi Berdasarkan hasil pengamatan, indeks keanekaragaman pada titik 1 adalah 0,469; pada titik 2 adalah 0,357; dan pada titik 3 adalah 0,301. Dominansi jenis zooplankton dapat diketahui dengan menghitung Indeks Dominansi (C). Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas

31

32

didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks dominansinya mendekati nol. (Odum, 1971).

4.2.4. Kultur Artemia a. Klasifikasi Artmia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut. Filum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda : Crustacea : Branchiophoda : Anostraca : Artemiidae : Artemia : Artemia salina linn.

Nama Artemia sp. diberikan untuk pertama kali oleh Schlosser yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian oleh Linnaeus (1758) melengkapkan nama remik ini menjadi Artemia salirw. karena daya toleransinya terhadap salinitas yang amat tinggi. Selain spesies Artemia, salimi, ada beberapa spesies yang diberikan nama bagi strain zigogenerik, yaitu bila di dalam populasi bercampur antara spesies betina dan jantan. Nama-nama tersebut di antaranya Artemia tunisiana. Anemia franciscana, Anemia fersimilis, Artemia urmiana, dan Anemia monica.

b.

morfologi Menurut Mulyanto, (1992), telur Artemia atau cyste berbentuk bulat

berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan.

32

33

Gambar 1. Artemia sp dewasa Menurut Schlan (1982), apabila telur-telur Artemia yang kering direndam dalam air laut dengan suhu 25 C, maka akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkang akan keluar larva yang dikenal dengan nama nauplius. c. siklus hidup artemia

Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius yang baru menetasberwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan berat 0.002 mg. Ukuran-ukuran tersebut sangat bervariasi tergantung strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenna dan sepasang antenulla dengan ukuran lebih kecil dan pendek dari antenna, selain itu di antara antenulla terdapat bintik mata yang disebut ocellus. Sepasang mandibula rundimenter terdapat dibelakang antena, sedangkan labium atau mulut terdapat dibagian ventral. Nauplius berangsur-angsur mengalami perkembangan dan perubahan morfologis sebanyak 15 kali pergantian kulit hingga dewasa, setiap pergantian kulit disebut instar. Artemia dewasa biasanya berukuran 8-10 mm, ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala, antenna sebagai alat sensori, saluran pencernaan terlihat jelas dan 11 pasang thorakopoda. Pada Artemia jantan, antenna berubah menjadi alat penjepit (mascular grasper). Sepasang penis terdapat dibagian belakang tubuh, sedangkan pada Artemia betina, antena mengalami penyusutan. Sepasang indung telur atau ovari terdapat dikedua sisi saluran pencernaan dibelakang thorakopoda. Telur yang sudah matang akan disalurkan ke sepasang antong telur atau uterus (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

33

34

d.

fungsi artemia Kenyataan menunjukkan bahwa cyste Artemia banyak digunakan dalam

kegiatan-kegiatan pembenihan ikan dan crustacean terutama sebagai sumber pakan hidup. Hal ini disebabkan karena nauplius Artemia merupakan salah satu sumber pakan hidup yang paling baik bagi larva ikan dan crustacean (Mulyanto, 1992). Berikut ini beberapa contoh penggunaan Artemia diberbagai kegiatan usaha sebagai pakan: 1. 2. 3. Pembenihan udang galah dan udang Penaeus Pembenihan ikan laut Pembesaaran benis ikan cupang (betta sp.)

Dalam kultur artemia yang kelompok kami lakuakan, artemianya mati sehingga kami tidak dapat melakukan pengamatan lebih lanjut. 4.2.5. Pengamatan Mikroalga dan dephnia sp. Dalam pembahasan Mikroalga dan daphnia ini, kami akan membahas hasil pengamatan 9 mkroalga dan 1 daphnia sp., yaitu : a.

Dunaliella salinaDalam pengamatan kami, Dunaliella termasuk fitoplankton

yangman berwarna hijau karena memiliki klorofil untuk melakukan proses fotosintesis. Dunaliella adalah plankton yang bersifat pasif artinya hanya bergerak jika terbawa arus air. Fitoplankton berperan sangat penting dalam udaha budidaya karena sangat menentukan kualitas, kuantitas, dan kesinambungan benih, yang dihasilkan. Dunaliella salina merupakan salah satu jenis fitoplankton yang dapat dibudidaya secara intensif. Fitoplankton Dunaliella

salina digunakan sebagai pakan alami pada larva teripang dan juga sebagaipakan Brachionus plicatilis. Fitoplankton ini dapat diperoleh dengan jumlah besar dan dalam waktu yang relative singkat dengan cara melakukan teknik kultur fitoplankton Dunaliella salina yang baik dan benar (Mulyanto, 1992). b.

Skeletonema costatum

34

35

Kelompok ini mempakan algae uniseluler yang memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesisnya. Sel diatomnya mempunyai kemampuan menghasilkan skeleton ekstemal silika (frustule). Bentuknya seperti kotak dengan cytoplasma yang memenuhi isi sel. Pada sel tersebut terdapat katup besar yang menutup katup yang lebih kecil. Bentuk katupnya sangat bervariasi, ada yang sirkulasi, eliptical, polygonal, kubus, segitiga atau tidak beraturan. Reproduksinya adalah dengan pembelahan sel, yaitu protoplasma terbagi menjadi dua bagian yang disebut epitheca dan hypotheca. Masing-masing bagian dari protoplasma tersebut membentuk epitheca dan hypotheca baru. Dari pembelahan sel tersebut akan dihasilkan 2 sel yang ukurannya lebih kecil daripada sel induknya (Umiyati,S.2007). Menurut Umiyati,S (2007), skeletonema diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Bacillariophyta Class : Bacillariophyceae Ordo : Centrales Famili : Centrallceae Genus : Skeletonema Species : Skeletonema costatum Kelompok ini mempakan algae uniseluler yang memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesisnya. Sel diatomnya mempunyai kemampuan menghasilkan skeleton ekstemal silika (frustule). Bentuknya seperti kotak dengan cytoplasma yang memenuhi isi sel. Pada sel tersebut terdapat katup besar yang menutup katup yang lebih kecil. Bentuk katupnya sangat bervariasi, ada yang sirkulasi, eliptical, polygonal, kubus, segitiga atau tidak beraturan. Reproduksinya adalah dengan pembelahan sel, yaitu protoplasma terbagi menjadi dua bagian yang disebut epitheca dan hypotheca. Masing-masing bagian dari protoplasma tersebut membentuk epitheca dan hypotheca baru. Dari pembelahan sel tersebut akan dihasilkan 2 sel yang ukurannya lebih kecil daripada sel induknya (Mulyanto, 1992). c.

Thalassiosira sp. Thalassiosira berbentuk untaian silika panjang, berkoloni, dan berwarna

hijau. Thallasiosira merupakan organisme berbentuk simetris radial dengan lebar 11-14 mm dan panjang 14-17 mm, biasanya hadir dalam bentuk uniseluler akan 35

36

tetapi organisme ini mampu membentuk rantai. Organisme ini umum digunakan sebagai pakan dalam budidaya (Mulyanto, 1992). d.

Tetraselmis sp.Dalam hasil pengamatan kami, Tetraselmis termasuk dalam golongan

fitoplankton dan berwarna hijau, akan tetapi dia bergerak aktif. Gerakannya berputar-putar dulu seperti mainan gasing dan kemudian bergerak tidak berarah. Menurut saya Tetraselmis ini melakukan proses fotosintesis yang mana mengeluarkan oksigen dan glukosa/energi. Akan tetapi dalam pengeluaran hasil fotosintesis yang besar pada Tetraselmis tidak seimbang dengan medianya, yang terjadi Tetraselmis akan berputar-putar lalu bergerak untuk melepaskan hasil fotosintesisnya. Menurut Rostini,I (2007) mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis

chuii sebagai berikut :Filum Kelas Ordo Sub ordo Genus Spesies : Chlorophyta : Chlorophyceae : Volvocales : Chlamidomonacea : Tetraselmis : Tetraselmis sp. salah satu spesies dari tetraselmis ini adalah Tetraselmis chuii. Menurut Rostini,I (2007), Tetraselmis chuii termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 m. Sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 m, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah.Pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis dapat bergerak seperti hewan. Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam yaitut karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa. Kegunaan Tetraselmis secara tidak langsung mulai berkembang. Tetraselmis merupakan makanan hidup bagi jenisjenis tertentu golongan ikan sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Penyediaan makanan alami berupa plankton nabati dan plankton 36

37

hewani yang tidak cukup tersedia, seringkali menyebabkan kegagalan dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva pada pemeliharan larva udang Penaeid. (Rostini, 2007). e.

Spirulina platensisSpirulina merupakan tumbuhan air mikroalga (Cyanobacteria) berbentuk

spiral, bersel satu yang telah ada sejak 3.5 milyar tahun yang lalu dan telah dikonsumsi oleh suku Aztec kuno di Mexico sejak 5 abad yang lalu. Terdapat 2000 jenis Spirulina di dunia, dari berbagai penelitian diketahui bahwa spirulina dari species platensis merupakan spirulina yang aman untuk dikonsumsi dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Spirulina pacifica merupakan spirulina dari strain pacifica yang di produksi oleh Cyanotech di Hawaii, USA. Setiap tahunnya Cyanotech menghasilkan 350 ribu ton spirulina pacifica. Jika dibandingkan dengan spirulina yang dibudidayakan di tempat lain Spirulina pacifica yang dibudidayakan di Hawaii memiliki kandungan betakaroten yang lebih tinggi. f.

Chlorella vulgarisDalam hasil pengamatan Chlorella, kami menemukan chlorella yang

berwarna merah dan Chlorella yang berwarna hijau. Chlorella yang sebenarnya adalah Chlorella yang berwarna hijau. Akan tetapi Chlorella yang berwarna merah adalah Chlorella yang sudah terkontaminasi oleh zat-zat hara yang ada di dalam perairan tersebut. Menurut Rostini (2007), Cholrella termasuk dalam : Filum Kelas Ordo Famili : Chlorophyta : Chlorophyceae : Chlorococcales : Chlorellaceae

Genus : Chlorella Spesies : Chlorella vulgaris Sel Chlorella berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 m. Dalam selChlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis (Rostini, 2007). 37

38

g.

Porpiridium sp. Porphyridium sp berwarna merah bata dan berkoloni. Porphyridium sp

adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa mucilago dieksresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul yang mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut dalam air. Sel P. Cruentum berbentuk bulat dengan diameter 4 - 9 m. Struktur selnya terdiri dari sebuah nukleus (inti), kloroplas, badan golgi, mitokondria, lendir, pati dan vesikel. Setiap sel memiliki kloroplas dengan pirenoid di tengahnya. Porphyridium dapat hidup di berbagai habitat alam seperti air laut, air tawar, maupun pada permukaan tanah yang lembab dan membentuk lapisan kemerah-merahan yang sangat menarik. Habitat asli dari P. cruentum diduga berasal dari laut karena dapat hidup dengan baik pada media cair maupun media padat air laut (Mulyanto, 1992).

h.

Nitzscia sp.

Nitzchia memiliki bentuk tubuh memanjang, bersifat Non-Motil dan berwarnakecoklatan. Nitzschia sp adalah alga bersel tunggal yuang diduga menngeluarkan senyawa anti bakteri. Beberapa prosedur ekstraksi telah dilakukan terhadap biakan Nitzschia sp. Dan selanjutnya ekstrak biomassa dan filtrat diuji terhadap bakteri gram positif Staphylococcoli (Mulyanto, 1992). i.

Isochrysis galbana Isochrysis berwarna putik kekuning-kuningan, bentik bulat kecil, dan Non-

Motil. Penggunaan mikroalga untuk pakan alami larva ikan, udang dan kerangkerangan telah dilakukan dalam usaha pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang cocok untuk pertumbuhan larva ikan, udang dan kerangkerangan adalah Isochrysis galbana klon Tahiti. Isochrysis galbana klon Tahiti merupakan salah satu jenis fitoplankon yang dapat digunakan sebagai pakan Rotifra (Bruchionus plicutilis), Acartia tonsu, larva kerang-kerangan, teripang, kuda laut dan untuk pengkayaan Artemia. Faktor yang sangat penting dalam menangani kultur fitoplankton adalah nutrien, intensitas cahaya, pH, temperatur,

38

39

salinitas dan aerasi . Intensitas cahaya merupakan sumber energi yang diperlukan dalam proses fotosintesis(Mulyanto, 1992).

Plankton diatom merupakan produsen primer yang terbanyak. Mereka terdapat disemua bagian lautan, tetapi teramat melimpah dai daerah permukaan massa air dan lintang tinggi, dimana terdapat air dingin yang penuh zat hara. Biota bersel satu ini umumnya dinamakan alga coklat emas karena warnanya. Kokolitofor adalah nanoplankton, hanya bergaris tengah beberapa mikron. Mereka terbentuk dari lempeng-lempeng kapur yang dijalin menjadi satu oleh jaringan organik. Mereka banyak terdapat diperairan dangkal di daerah pantai. Dalam dunia perikanan plankton di maksudkan sebagai jasad-jasad renik yang melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit, dan selalu mengikuti arus. Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Hensen pada tahun 1887, dan sudah pasti plankton ini dapat diselidiki dengan sempurna, jika menggunakan mikroskop. Satu specimen / individu dari plankton disebut planker. Plankton terdiri dari phytoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton yang terdiri atas organisme berklorofil atau bersifat autotrof, sehingga mampu berfotosintesa (Raymond, 1976).

Phytoplankton hidup terdahulu di dunia, sehingga secara historis iaadalah produsen yang primer. Ini bukan berarti alam membuat Phytoplankton baru, akan tetapi spora-spora dari alga hijau (Chlorophyta) atau alga biru (Cyanophyta) dibawa oleh udara ke tempat lain, atau melalui sungai-sungai kecil yang bermuara di kolam tersebut sehingga dengan sendirinya akan tumbuh zooplankton, karena mendapat makanan yang cukup dan tepat (Sachlan, 1982). j. dephnia

Daphnia sp. adalah zooplankton yang besifat planktonik dan berferak aktifmenggunakan alat gerak berupa kaki renang. aphnia sp berwarna putih transparan memiliki bentuk tubuh ,lonjong pipih tetapi segmen badanya tidak terlihat dan tubuhnya berukuran antara 1000 5000 mikron (mahyuddin, 2010).

Daphnia (atau Daphnids) adalah anggota dari koleksi hewan yang secaraluas disebut sebagai "kutu air". Ini sebagian besar adalah Crustacea kecil, dan Daphnia termasuk kelompok yang dikenal sebagai Daphniidae (yang pada 39

40

gilirannya merupakan bagian dari Cladocera, kerabat dari udang air tawar, Gammarus et al, dan udang air asin, Artemia spp). Mereka mendapatkan nama umum dari gerakan tersentak-sentak mereka melalui air. Selain dari gerakan dendeng, kemiripannya dengan kutu nyata (Pulex iritans, dll), berakhir: real serangga dan kutu adalah hanya berbagi yang sangat jauh dengan Daphnia Common keturunan, karena keduanya krustasea dan serangga arthropoda. Dalam dokumen ini, istilah Daphnia, Daphnids / Daphniidae digunakan secara bergantian dan meskipun tidak secara teknis yang sama, mereka harus dibaca seperti itu dalam semua kasus kecuali bahwa nama-nama spesies yang mutlak. Istilah-istilah ini akan digunakan untuk menggambarkan spesies dari genus Daphnia, terutama D. pulex dan D. magna.Semua jenis Daphnia terjadi dalam berbagai jenis - kadang-kadang spesies yang sama dapat terlihat sama sekali berbeda, baik dalam hal ukuran dan bentuk, tergantung pada asal, dan faktorfaktor lingkungan di lokasi itu (Mulyanto, 1992).

40

41

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari setiap acara pada praktikum

Planktonologi adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui dan mempelajari struktur komunitas yang ada di sungai Banjir Kanal yang merupakan perairan yang tergolong tercemar sedang; 2. Teknik pengambilan sampel planktonsecara pasif dilakukan dengan menyaring sejumlah air menggunakan plankton net. 3. Teknik pengelolaan sampel dilakukan dengan menyimpan sampel plankton dalam botol gelas/plastik 20ml ang sebelumnya telah ditetesi dengan formalin 4%. 4. Mengamati sampel plankton dilakukan menggunakan mikroskop. 5. Kelimpahan manusia. 6. Kista Artemia sp lebih cepat menetas di perairan yang salinitasnya cukup tinggi. 7. Bentuk awal nauplius Artemia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ini dikarenakan naulius sedang mengalami pertumbuhan. 8. Fase perkembangan Artemia dimulai dari telur, kemudian telur menetas dan lahirlah nauplius, setelah itu nauplius akan berkembang menjadi Artemia dewasa. 9. Fitoplankton dan Zooplankton mempunyai bentuk dan sifat yang berbedabeda, tergantung kepada lingkungan dan proses hidupnya. 5.2. Saran Saran yang dapat saya berikan pada praktikum planktonologi tahun 2011 ini hanya satu yaitu adalah alangkah baiknya jika praktikum planktonolagi ini tetap mempertahankan sistem yang membawa suasana santai dalam praktikum agar praktikan tidak terlalu tertekan. plankton dipengaruhi banyak faktor, antara lain: suhu, kedalaman, kecerahan, arus, intensitas cahaya, salinitas,dan aktivitas

41

42

DAFTAR PUSTAKA

Davis,C.C. 1995. The Marine and Fresh Water Plankton. Michigan State Univ. Press. Hutabarat, S dan Evans. 1985. Kunci Identifikasi Zooplankton Daerah Tropik. UI Press. Jakarta. Mahyuddin, Kholish. 2010. Panduan Lengkap Agrobisnis Patin, Penebar swadaya : Jakarta Mulyanto, W. 1992. Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia : Jakarta. Nontji, Anugerah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan Odum, E.P. 1971.

Fundamentals of Ecology. WB Saunders Company.

Phyladelphia. Romimohtarto, Kasijan. 2004. Meroplanton Laut. Djambatan: Jakarta. Romimohtarto, Kasijan.dkk. 2007. Biologi laut . Ilmu Tentang Biota Laut. Djambatan : Jakarta. Rostini,I.2007.Kultur fitoplankton pada skala laboratorium.Unpad press.Bandung Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Diponegoro. Semarang Stewart. M dan Hutabarat.1986.Kunci Identifikasi Plankton. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang Stone, D. 1997. Biodiversity of Indonesia. Singapore:Tien Wah Press. Wardhana, Wisnu. 2003. Teknik Sampling, Pengawetan dan Analisis Plankton. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Jakarta.

42

43

LAMPIRAN

43

44

LAMPIRAN I : Hatching Rate Artemia sp.

Hitungan Hatching Rate Artemia sp menetas tidak menetas = 33 = 124

44

45

LAMPIRAN II : Perhitungan Indeks Komunitas Plankton Indeks keanegaragaman spesies 1. Indeks keanekaragaman spesies pada titik ke-1

2. Indeks keanekaragaman pada titik ke-2

3. Indeks keanekaragaman pada titik ke-2

Indeks keseragaman spesies 1. Indeks keseragaman spesies pada titik ke-1

2. Indeks keseragaman spesies pada titik ke-2

3. Indeks keseragaman spesies pada titik ke-3

45

46

Indeks dominasi 1. Indeks dominasi pada titik ke-1 ( )

2. Indeks dominasi pada titik ke-2 ( )

3. Indeks dominasi pada titik ke-3 ( )

46

47

LAMPIRAN III: Dokumentasi

47