Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

24
PENGARUH pH dan SUHU terhadap AKTIVITAS ENZIM LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI Disusun Oleh : Maria Rosalia K 09.70.0055 Kelompok B.10 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Transcript of Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

Page 1: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

PENGARUH pH dan SUHU terhadap

AKTIVITAS ENZIM

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOLOGI

Disusun Oleh :

Maria Rosalia K

09.70.0055

Kelompok B.10

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2009

Page 2: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Metabolisme merupakan salah satu ciri kehidupan yang merupakan bentuk

transformasi tenaga atau pertukaran zat melalui serangkaian reaksi biokimia.

Dalam mahkluk hidup, reaksi metabolisme berlangsung dengan melibatkan suatu

senyawa protein yang disebut enzim. Enzim merupakan protein yang khusus

disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung di

dalamnya. Fungsi khusus dari enzim adalah untuk menurunkan energi aktivasi,

mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan yang tetap tanpa mengubah besarnya

tetapan keseimbangan dan sebagai pengendali reaksinya (Martoharsono, 1994).

Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai

katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator

adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi

tersebut tidak berubah. Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh

lingkungan. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap kerja enzim adalah

pH. pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi

sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi (Gaman &

Sherrington, 1994).

Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan

hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil.

Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus

benar-benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan penyangga). Jika

enzim memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada

suatu substrat (Tranggono & Sutardi, 1990). Tiap enzim memiliki karakteristik pH

optimal dan aktif dalam range pH yang relatif kecil, dalam banyak kasus, bentuk

kurva menandakan dari keaktifan enzim berbanding pH yang terkandung di

dalamnya (Almet & Trevor, 1991).

Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase. Amilase

dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen dan

2

Page 3: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

3

polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan memiliki

hanya α amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan

beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang

panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan

polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan

membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin memberikan

warna biru yang khas (Fox, 1991).

Ada beberapa faktor untuk menentukan aktivitas enzim berdasarkan efek

katalisnya yaitu persamaan reaksi yang dikatalis, kebutuhan kofaktor, pengaruh

konsentrasi substrat dan kofaktor, pH optimal, daerah temperatur, dan penentuan

berkurangnya substrat atau bertambahnya hasil reaksi. Penentuan ini biasa

dilakukan di pH optimal dengan konsentrasi substrat dan kofaktor berlebih,

menjadikan laju reaksi yang terjadi merupakan tingkat ke 0 (zero order reaction)

terhadap substrat. Pengamatan reaksinya dengan berbagai cara kimia atau

spektrofotometri. Ada dua teori tentang mekanisme pengikatan substrat oleh

enzim, yaitu teori kunci dan anak kunci (lock and key) dan teori induced fit

(Wirahadikusumah, 1989).

Enzim sebagai protein akan mengalami denaturasi jika suhunya dinaikkan.

Akibatnya daya kerja enzim menurun. Pada suhu 45C efek predominanya masih

memperlihatkan kenaikan aktivitas sebagaimana dugaan dalam teori kinetik.

Tetapi lebih dari 45C menyebabkan denaturasi ternal lebih menonjol dan

menjelang suhu 55C fungsi katalitik enzim menjadi punah (Gaman &

Sherrington, 1994). Hal ini juga terjadi karena semakin tinggi suhu semakin naik

pula laju reaksi kimia baik yang dikatalisis maupun tidak. Karena itu pada suhu

40oC, larutan tidak ada gumpalan, begitu juga pada suhu ruang, sedngkan pada

suhu 100oC masih ada gumpalan – gumpalan yang menunjukkan kalau enzim

rusak. Pada suhu ruang, enzim masih dapat bekerja dengan baik walaupun tidak

optimum (Gaman & Sherrington, 1994).

Page 4: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

4

Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi bentuk

yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa,

maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan

getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan. Darah

normal juga mengandung sedikit amilase dari hasil pemecahan sel yang

berlangsung secara normal. Pada penyakit radang pankreas, gondongan, kencing

manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya

menurun (Anonim, 1990).

Sifat-sifat enzim antara lain :

1. Spesifitas

Aktivitas enzim sangat spesifik karena pada umumnya enzim tertentu hanya

akan mengkatalisis satu reaksi saja. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis

gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya

molekul laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul (Gaman &

Sherrington, 1994).

2. Pengaruh suhu

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu

optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di

bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara

bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua

enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak

tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994).

Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C

karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu

bentuk protein. (Tranggono & Setiadji, 1989).

Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan

mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat

meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang

lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika

Page 5: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

5

temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan

menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai

protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga

secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).

3. Pengaruh pH

pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi

sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi

beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai

contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi

dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).

Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa

terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam

suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun

terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya

denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada

umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai

kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).

4. Ko-enzim dan aktovator

Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa

ion anorganik, misalnya ion kalsium dan ion klorida, menaikkan aktivitas

beberapa enzim dan dikenal sebagai aktivator (Gaman & Sherrington, 1994).

Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase, khususnya

pada tanaman yang mengandung banyak karbohidrat seperti pisang dan beberapa

serealia serta bahan makanan pokok. Dimana amilase ini akan mengkatalis

hidrolisis karbohidrat yang berupa pati menjadi dekstrin dan kemudian menjadi

maltosa, yang terjadi saat perkecambahan serealia. Pati yang merupakan

polisakarida dan tidak larut dalam air dingin serta membentuk koloid pada air

panas memiliki reaksi spesifik dengan iodium. Poligalakturonase, peroksidase dan

Page 6: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

6

fosfatase semuanya merupakan enzim yang berfungsi menguraikan komponen

kompleks menjadi sederhana sehingga bisa dikonsumsi (Kartasapoetra, 1994).

Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia.

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi

berbagai komponen (seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH,

temperatur, dan gaya irisan. Kecepatan reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH

larutan baik secara in vivo maupun secara in vitro. Jenis hubungan antara

kecepatan reaksi dan pH ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng. Setiap

enzim mempunyai pH optimum yang berbeda–beda (Lee, 1992).

Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim, suhu optimal antara 35◦

C dan 40◦ C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya,

aktifitas enzim akan berkurang. Di atas suhu 50◦ C enzim secara bertahap menjadi

inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100◦ C semua enzim rusak. Pada

suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivasinya sangat

banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994).

Kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas

katalisasi air penting untuk menyusun struktur enzim. Hasil dari protein dalam air

terdiri dari 3 bagian:

Tipe I : molekul air mempunyai penyusun seperti larutan murni dan tidak

memiliki interaksi dengan protein.

Tipe II : molekul air tidak sepenuhnya terikat pada protein.

Tipe III : molekul air terikat kuat dengan protein menghasilkan bagian yang

berkembang dalam struktur protein (Fox, 1991).

Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase. Amilase

dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen, dan

polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan memiliki

hanya α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan

beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang

Page 7: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

7

panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan

polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan

membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine memberikan

warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, α amilase pada ludah dan

pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan ke dalam

bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat dihidrolisis oleh

disakarida atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya, α amilase pada

mamalia memiliki pH optimum 6-7, bergantung pada ada atau tidaknya ion

halogen (Whitackr, 1994).

α amilase mempunyai beberapa sifat, antara lain :

a. Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.

b. Warna iodine akan lebih cepat hilang.

c. Proses produksi maltosa lebih lambat.

d. Tidak memproduksi glukosa.

e. Suhu tinggi konsentrasi α amylase akan mempercepat proses kerja dari

viskositas dan perubahan warna iodine (Whitackr, 1994).

Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan

penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai

percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat ( Fardiaz,

1992 ). Larutan buffer bermanfaat untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di

dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa mencegah enzim dari denaturasi dan

kehilangan fungsi biologisnya ( Fox, 1991 ). Buffer dapat mempertahankan

kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar

enzim tidak mengalami inaktivasi (Winarno, 1995 ).

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui efek dari nilai pH

yang berbeda dan pemanasan terhadap aktivitas enzim.

Page 8: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1.Alat

Alat yang digunakan dalam pratikum ini adalah water bath, spektofotometer,

tabung reaksi, timbangan analitik, penjepit, pipet volume, pompa, stopwatch,

beaker glass, vortex, cawan dan batang porselin.

2.1.2.Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah reagen Benedict, larutan

Buffer pada pH 3,5,7,9, larutan pati 1%, air destilasi, kacang hijau segar, kacang

tanah segar, kecambah kacang hijau, kecambah kacang tanah dan pepaya

(menatah dan mendidih).

2.2. Metode

Kecambah dan buah ditimbang dalam beaker glass sebanyak 15 g. Setelah itu

ditambahkan dengan 30 ml larutan buffer. Larutan campuran tersebut disaring

dengan kain mori dan filtrat yang dihasilkan ditampung. Larutan tersebut ada

yang tidak dipanaskan(kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8) dan ada yang dipanaskan

(kelompok 9, 10, 11, 12, 13). Kemudian masing-masing tabung reaksi diberi label

dan diisi dengan 2 ml larutan pati dan ditambahkan pula ke dalamnya masing –

masing tabung berbeda yaitu 1 ml aquadestilata, 1 ml buffer pH 3, 1 ml buffer pH

5, 1 ml buffer pH 7, dan 1 ml buffer pH 9 seperti tabel di bawah ini :

TabungLarutan pati 2 2 2 2 2Enzim = tidak dididihkan (setelah inkubasi 2 menit)

4 4 4 4 4

1 Aquades 2 - - - -2 Buffer pH 3 - 2 - - -3 Buffer pH 5 - - 2 - -4 Buffer pH 7 - - - 2 -5 Buffer pH 9 - - - - 2

Kelima tabung reaksi tersebut di-vortex. Kemudian di-inkubasi dalam waterbath

38oC selama 2 menit. Setelah itu, 2 ml larutan enzim yang didinginkan atau

dipanaskan tadi ditambahkan ke masing – masing tabung reaksi dan di-vortex.

8

Page 9: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

9

Inkubasi selama 10 menit dilakukan kembali terhadap tabung–tabung reaksi

tersebut. Setelah itu, 0,5 ml larutan reagen Benedict ditambahkan ke setiap tabung

reaksi dan diukur besar OD ( Optical Density ) pada λ 620. Grafik hubungan

antara nilai pH terhadap OD digambar.

Page 10: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil percobaan tentang pengaruh pH yang berbeda dan pemanasan terhadap

aktivitas enzim, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Grafik 1.

Tabel 1. Pengamatan Nilai Absorbansi pada Larutan

KelTabung

1aquades

2pH 3

3pH 5

4pH 7

5pH 9

B1 + B2 0,9581 1,1245 0,8719 0,9199 0,9213B3 + B4 1,3486 1,3844 1,2830 1,4868 1,4480B5 + B6 0,2706 0,2289 0,1968 0,2388 0,2415B7 + B8 0,8425 0,3041 0,5631 1,0240 1,1146B9 + B10 0,1237 0,1879 0,1180 0,1219 0,1552

B11B12B13

0,99480,33910,4248

0,94580,24120,2143

0,85610,19570,5701

0,78780,21200,6078

0,90050,20800,6193

Kelompok B1-B8 mengalami perlakuan enzim tidak didihkan dan kelompok B9-

B13 mengalami perlakuan enzim didihkan. Dengan perincian kelompok B1 + B2

& B9 + B10 Kacang Hijau Segar, B3 + B4 & B11 Kecambah Kacang Hijau, B5 +

B6 & B12 Pepaya Mentah, B7 + B8 & B13 Pepaya Matang.

Grafik 1. Grafik Pengamatan Nilai Absorbansi pada Larutan

Aquades pH3 pH5 pH7 pH90

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

11.11.21.31.41.5

Kacang Hijau Segar Enzim Tidak Mendidih

Kecambah Kacang Hijau Enzim Tidak Mendidih

Pepaya Mentah Enzim Tidak Mendidih

Pepaya Matang Enzim Tidak Mendidih

Kacang Hijau Segar Enzim Mendidih

Kecambah Kacang Hijau Enzim Mendidih

Pepaya Mentah Enzim Mendidih

Pepaya Matang Enzim Mendidih

10

Page 11: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

11

Pada Tabel 1 dan Grafik 1 nilai absorbansi yang didapat oleh semua kelompok

berbeda satu dengan yang lain. Dapat dilihat bahwa nilai absorbansi pada

kelompok B9-B13 (enzim mendidih) jika dibandingkan dengan nilai absorbansi

kelompom B1-B8 (enzim tidak mendidih) memiliki nilai yang jauh lebih rendah

pada bahan dan pH yang sama.

Page 12: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

4. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, data dan grafik kelompok B1-B8 dengan

kelompok B9-B13 tidaklah sama. Pada percobaan kelompok B1-B8 enzim tidak

dididihkan sedangkan pada percobaan kelompok B9-B13 enzim dididihkan

dengan perlakuan pH yang sama dari percobaan tersebut terdapat perbedaan hasil

pengamatan. Pada enzim yang tidak dididihkan dihasilkan nilai OD berada

ditingkat nilai absorbansi yang lebih tinggi, sedangkan pada enzim yang

dipanaskan cenderung nilai OD-nya berada ditingkat absorbansi yang lebih

rendah. Hal tersebut terlihat bahwa enzim dipengaruhi oleh panas atau suhu, yang

ditunjukkan dengan nilai absorbansinya. Semakin tinggi suhunya, nilai

absorbansinya semakin turun, karena enzim mengalami inaktivasi pada suhu

tinggi. Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C

karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu

bentuk protein, pernyataan ini sesuai dengan Tranggono & Setiadji (1989). Pada

enzim yang dididihkan, enzim akan bertahap menjadi inaktif karena terjadi

perubahan struktur enzim. Sesuai dengan pernyataan Gaman & Sherrington

(1994), bahwa suhu optimal enzim antara 35oC dan 40oC. Sehingga jika suhu

berada di atas optimal, maka aktivitasnya akan berkurang yang terlihat dari

menurunnya nilai absorbansinya.

Sedangkan pada pengaruh pH didapatkan bahwa setiap bahan memiliki nilai pH

optimum untuk melakukan aktivitas enzimnya, yang dapat dilihat dari nilai

absorbansinya. Pada bahan yang tidak dipanaskan enzimnya dengan kacang hijau

segar diperoleh bahwa nilai absorbansi tertinggi diperoleh pada pemberian pH 3,

pada kecambah kacang hijau pada pemberian pH 7, pada pepaya mentah pada

pemberian aquades dan pada pepaya matang pada pemberian pH 9. Sedangkan

pada bahan yang dipanaskan enzimnya dengan kacang hijau segar diperoleh

bahwa nilai absorbansi tertinggi diperoleh pada pemberian pH 3, pada kecambah

kacang hijau pada pemberian aquades, pada pepaya mentah pada pemberian

aquades dan pada pepaya matang pada pemberian pH 9. Seharusnya, menurut

Gaman & Sherrington (1994) semakin besar atau basa pH yang digunakan maka

semakin rendah nilai OD-nya dikarenakan enzim mengalami denaturasi. Suhu

12

Page 13: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

13

yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim tapi suhu yang terlalu tinggi pun

dapat mendenaturasi enzim. Ketika temperatur meningkat, pH optimal enzim

adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat

alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi

dalam keadaan asam atau alkalis, sedangkan aktivitas enzim sangat dipengaruhi

oleh suhu. Hal ini dapat terjadi karena terjadi kesalahan saat praktikum saat

pengukuran absorbasi atau mungkin juga setiap bahan yang berbeda memang

memiliki pH optimumnya masing-masing.

Untuk enzim hewan suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada

suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu

50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada

suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak

benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang, hal ini sesuai

pernyataan Gaman & Sherrington (1994). Enzim sebagai protein akan mengalami

denaturasi jika suhunya dinaikkan. Akibatnya daya kerja enzim menurun. Suasana

yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan hilangnya

secara total aktivitas enzim. Larutan buffer adalah larutan yang tahan panas

terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau basa. Dengan

menggunakan larutan buffer inilah kita mendapatkan pH yang terkontrol dan

tepat.

Page 14: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

5. KESIMPULAN

Enzim pada umumnya memiliki pH optimum 7 atau sekitarnya sehingga kerja

enzim optimum, karena suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan

denaturasi protein dan hilangnya secara total aktivitas enzim.

Suhu optimum enzim yaitu 30-40oC, pada suhu 50oC enzim menjadi inaktif

karena protein terdenaturasi, dan pada suhu 100oC enzim rusak.

Larutan Buffer digunakan untuk menjaga aktivitas enzim agar tidak rusak dan

mengalami aktivasi saat penambahan pH.

Nilai absorbansi pada percobaan ini dapat menunjukkan nilai aktivitas enzim

yang dipengaruhi oleh pH dan suhu tertentu.

Semarang, 28 Oktober 2009

Praktikan, Asisten Dosen :

o Melita Widodo

o Adhiprana Waraputra

Maria Rosalia

14

Page 15: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

6. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia.PT Cipta Adi Pustaka. Jakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Fox, P.F. (1991). Food Enzymology Vol 2. Elsevier Applied Science. London.

Gaman, P.M & K.B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.

Kartasapoetra,A.G. (1994). Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta.

Jakarta.

Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall Inc. New Jersey.

Martoharsono, S. (1994). Biokimia jilid 1. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Tranggono,B.S. (1989). Petunjuk Laboratorium Biokimia Pangan. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta.

Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Gajah Mada

university Press. Yogyakarta.

Williamson,K.L & L.F.Fieser. (1992). Organic Experiment 7th Edition. D C Health

ang Company. United States of America.

Wirahadikusumah, M. (1989). Biokimia : protein, enzim, dan asam nukleat.

Institut Teknologi Bandung. Bandung.

15

Page 16: Laporan Praktikum Biologi-Aktivitas Enzim

6. LAMPIRAN

6.1. Laporan Sementara

6.2. Lampiran Artikel

16