Laporan Polarimeter
-
Upload
putri-pramita -
Category
Documents
-
view
2.758 -
download
228
description
Transcript of Laporan Polarimeter
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polarimeter adalah salah satu instrumen analisis yang dapat
dipergunakan untuk menganalisis keaktifan optik suatu molekul. Polarimetri
adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran daya
putaran optis dari suatu larutan. Daya putaran optis adalah kemampuan
suatu zat untuk memutar bidang getar sinar terpolarisir. Sinar terpolarisir
merupakan suatu sinar yang mempunyai satu arah bidang getar dan arah
tersebut tegak lurus terhadap arah rambatannya. Senyawa optis aktif adalah
senyawa yang dapat memutar bidang getar sinar terpolarisir. Zat yang optis
ditandai dengan adanya atom karbon asimetris atau atom C kiral dalam
senyawa organik, contoh : kuarsa ( SiO2 ) dan fruktosa.
Polarimeter dapat digunakan untuk ; menganalisa zat yang optis
aktif, mengukur kadar gula, dan penentuan antibiotik dan enzim. Terdapat
beberapa syarat senyawa yang dapat dianalisis dengan polarimetri, adalah;
memiliki struktur bidang kristal tertentu (dijumpai pada zat padat); memiliki
struktur molekul tertentu atau biasanya dijumpai pada zat cair. Struktur
molekul adalah struktur yang asimetris, seperti pada glukosa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka praktikum polarimeter
penting dilakukan.
2
1.2 Maksud Percobaan
Mengenal instrumen polarimeter
1.3 Tujuan Pecobaan
- Menenutukan sudut putar jenis larutan optik aktif dengan menggunakan
polarimeter
- Menentukan konsentrasi larutan optik aktif dengan menggunakan
polarimeter
1.4 Prinsip Percobaan
Pengukuran daya putar optis suatu zat yang menimbulkan
terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Cahaya dari lampu
sumber, terpolarisasi setelah melewati prisma Nicol pertama yang disebut
polarisator. Cahaya terpolarisasi kemudian melewati senyawa optis aktif
yang akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah tertentu.
Prisma Nicol kedua yang disebut analisator akan membuat cahaya dapat
melalui celah secara maksimum. Rotasi optis yang diamati atau diukur dari
suatu larutan bergantung kepada jumlah senyawa dalam tabung sampel,
panjang jalan atau larutan yang dilalui cahaya, temperatur pengukuran, dan
panjang gelombang cahaya yang digunakan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kolthoff, I.M., (1958), polarimeter adalah alat untuk mengukur
besarnya putaran berkas cahaya terpolarisasi oleh suatu zat optis aktif. Zat yang
bersifat optis aktif adalah zat yang memiliki struktur transparan dan tidak simetris
sehingga mampu memutar bidang polarisasi radiasi. Materi yang bersifat optis
aktif contohnya adalah kuarsa, gula, dan sebagainya. Pemutaran dapat berupa
dextrorotatory (+) bila arahnya sesuai dengan arah putar jarum jam ataupun
levo-rotatory bila arahnya berlawanan dengan jarum jam. Rotasi spesifik
didefinisikan sebagai:
¿¿
Keterangan:
θ = Sudut pada bidang cahaya terpolarisasi
C = Konsentrasi larutan yang digunakan (gram zat terlarut per mL larutan)
L = Panjang bejana yang digunakan (dm)
¿¿ = Rotasi spesifik
Derajat rotasi perputaran bidang polarisasi bergantung pada :
1. Struktur molekul
2. Temperatur
3. Panjang gelombang
4. Konsentrasi
5. Panjang tabung polarimeter
6. Banyaknya molekul pada jalan cahaya
7. Pelarut
(http://www.scribe.com/doc/5006057/4-BAB)
Skema kerja polarimeter adalah cahaya dinyalakan dan tabung sampel
kosong, prisma penganalisis diputar sehingga berkas cahaya yang terpolarisasi
oleh prisma pemolarisasi benar-benar terhalangi dan bidang pandang menjadi
gelap. Pada saat ini sumbu prisma dari prisma pemolarisasi dan
4
prisma penganalisis tegak lurus satu dengan lainnya. Sekarang sampel diletakkan
pada tabung sampel. Jika zat bersifat inaktif (tidak aktif) optis (optically inactive),
tidak ada perubahan yang terjadi. Bidang pandang tetap gelap. Akan tetapi, jika
zat bersifat aktif optis (optical active) diletakkan pada tabung, zat memutar bidang
polarisasi, dan sebagian cahaya akan melewati penganalisis ke arah pengamat.
Dengan memutar prisma penganalisis searah jarum jam atau berlawanan jarum
jam, pengamat akan sekali lagi menghalangi cahaya dan mengembalikan medan
yang gelap (Hart, H. dan E. Craine, 2003).
Polarimetri adalah pengukuran dan interpretasi dari polarisasi dari garis
gelombang, terutama electromagnetic gelombang, seperti gelombang radio atau
cahaya. Polarimetry biasanya dilakukan pada gelombang electromagnetic yang
telah melalui perjalanan atau telah tercermin, refracted, atau diffracted oleh
beberapa bahan untuk menggambarkan bahwa objek (Safru, U., 2009).
Menurut Anonim (2012), komponen-komponen alat polarimeter beserta
gambarnya adalah:
1. Lensa kolimator, berfungsi mensejajarkan sinar dari lampu natrium atau dari
sumber cahaya sebelum masuk ke polarisator.
2. Analisator, berfungsi untuk menganalisa sudut yang terpolarisasi. Analisator
dapat diputar-putar untuk menentukan sudut terpolarisasi
3. Tombol On, berfungsi untuk menghidupkan polarisator
5
4. Wadah sampel (tabung polarimeter), wadah sampel ini berbentuk silinder
yang terbuat dari kaca yang tertutup dikedua ujungnya berukuran
besar dan yang lain berukuran kecil, biasanya mempunyai ukuran
panjang 0.5 ; 1 ; 2 dm
5. Tempat tabung/kolom, berfungsi untuk memasukkan kolom/tabung pada saat
dianalisis
6. Polarisator, berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir
7. Sumber Cahaya monokromatis. yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar
monokromatis. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah lampu D
Natrium dengan panjang gelombang 589.3 nm. Selain itu juga dapat
digunakan lampu uap raksa dengan panjang gelombang 546 nm.
8. Skala lingkar, merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan
skalanya dilakukan jika telah didapatkan pengamatan tepat baur - baur
Polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang
acak menjadi satu arah getar, sedangkan polarisasi optik adalah salah satu
sifatcahaya yakni jika cahaya itu bergerak beroscillasi dengan arah tertentu.
Terjadi akibat peristiwa berikut :
1. Polarisasi dapat diakibatkan oleh pemantulan Brewster
2. Polarisator karena penyerapan selektif
3. Polarisasi karena pembiasan ganda, terjadi pada hablur kolkspat (CaCO3),
kuarsa, mike, kristal gula, topaz, dan es.
Polarisasi cahaya adalah penguraian cahaya, gambar arah cahayanya merambat
lurus (Anonim, 2009).
6
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
- Polarimeter Optika®, Model : Pol-1
- Beaker glass 100 mL
- Botol semprot
- Batang pengaduk
- Neraca Ohaus
b. Bahan
- Sukrosa
- Air suling
3.2 Cara Kerja
1. Menyiapkan alat polarimeter dan memenaskan alat selama kurang lebih
15 menit.
2. Membuat larutan sukrosa 1% dengan cara menimbang sukrosa
sebanyak 1 g menggunakan neraca analitik dan melarutkannya dengan
air suling sebanyak 100 ml. Mengaduk larutan dengan menggunakan
batang pengaduk hingga larut.
3. Menyiapkan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya.
4. Mengisi tabung sampel dengan air suling sepenuh mungkin sampai
tidak ada gelembung udara dalam tabung.
5. Memutar prisma analisator sampai terlihat bidang yang paling terang.
Keadaan ini dicatat sebagai keadaan nol (zero).
6. Mengganti isi tabung dengan larutan sukrosa 1 %.
7. Memutar prisma analisator sampai terlihat bidang yang paling terang
dan mencatat skalanya.
8. Menghitung rotasi optik larutan sukrosa dari perbedaan rotasi larutan
sukrosa dengan zero poin.
7
9. Mengganti isi tabung dengan larutan sukrosa yang tidak diketahui
konsentrasinya.
10. Memutar prisma analisator sampai terlihat bidang yang paling terang
dan mencatat skalanya.
11. Menghitung konsentrasi larutan sukrosa dengan menghitung rotasi
spesifiknya.
8
3.3 Skema Kerja
9
Menyiapkan alat polarimeter dan memenaskan alat selama kurang
lebih 15 menit
Membuat larutan sukrosa 1 % (1g dalam 100 ml) dan larutan sukrosa
yang tidak diketahui konsentrasinya dalam beaker glass 100 mL
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No Sampel Sudut putar teramati
1 Air suling 110,8°
2 Larutan sukrosa 1% 70,3°
3 Larutan sukrosa yang tidak
diketahui konsentrasinya
62,1°
4.2 Perhitungan
1. Larutan sukrosa 1%
Dik : L = 10 cm
¿ = 66.52 cm2 °C / gram
∅ = 70.3° – 110.8° = - 40.5°
Dit : C = ?
Peny :
∅ = α ¿20D . L . C
40.5° = 66.52 cm2 °C / gram x 10 cm x C
40.5° = 6652 cm3 °C x C
C = 40.5 °6652
= 0.0061 g/mL
10
Mengisi tabung sampel dengan air suling sampai penuh (tidak ada
gelembung udara dalam tabung)
Buat larutan sukrosa 1 %
Memutar prisma analisator sampai terlihat bidang yang paling terang.
Keadaan ini dicatat sebagai keadaan nol (zero).
Mengganti isi tabung dengan larutan sukrosa 1 %.
Memutar prisma analisator sampai terlihat bidang yang paling terang
dan mencatatnya
Menghitung rotasi optik larutan sukrosa dari
perbedaan rotasi larutan sukrosa dengan zero poin.
Memutar prisma analisator sampai terlihat bidang yang paling terang dan
mencatatnya
Menghitung konsentrasi larutan sukrosa dengan
menghitung rotasi spesifiknya.
Mengganti isi tabung dengan larutan sukrosa yang tidak diketahui konsentrasinya
2. Larutan sukrosa yang belum diketahui konsentrasinya
Dik : L = 10 cm
¿ = 66.52 cm2 ºC / gram
∅ = 62.1° – 110.8° = - 48.7°
Dit : C = ?
Peny :
∅ = α ¿20D . L . C
48.7° = 66.52 cm2 ºC / gram x 10 cm x C
48.7° = 6652 cm3 ºC x C
C = 48.7 °6652
= 0.0073 g/mL
11
4.3 Pembahasan
Polarimeter adalah salah satu instrumen analisis yang dapat
dipergunakan untuk menganalisis keaktifan optik suatu molekul. Pada
polarimeter yang diukur adalah besarnya sudut pemutaran bidang cahaya
terpolarisasi setelah melewati molekul kiral.
Dalam praktikum ini, bertujuan untuk menentukan sudut putar
jenis larutan optik aktif dengan menngunakan polarimeter dan menentukan
konsentrasi larutan optik aktif dengan menggunakan polarimeter. Alat
polarimeter, terdapat beberapa komponen yaitu, wadah untuk lampu
natrium, tempat kolom, analisator, lensa pengamatan, skala, dan kolom
tempat sampel. Komponen alat tersebut memiliki satu kesatuan fungsi yang
saling berkaitan.
Adapun prinsip kerja dari komponen polarisasi tersebut, sebagai
berikut :
Cahaya dari lampu sumber (lampu natrium), terpolarisasi setelah melewati
prisma nicol pertama yang disebut polarisator. Cahaya terpolarisasi
kemudian melewati senyawa optis aktif yang akan memutar bidang cahaya
terpolarisasi dengan arah tertentu. Prisma Nicol ke dua yang disebut
analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah secara maksimum.
Dalam praktikum yang telah dilakukan, cara pengoperasian alat
polarimeter tersebut pertama-tama adalah untuk memulai penggunaan
polarimeter pastikan tombol power pada posisi on dan biarkan selama 5-10
menit agar lampu natriumnya siap digunakan. Disini digunakan lampu
natrium dengan panjang gelombang 589.3 nm agar menghasilkan cahaya
12
monokromatik, dimana gas natrium pijar akan menghasilkan lampu warna
kuning. Selain lampu natrium dapat pula digunakan lampu lain seperti
lampu uap raksa dengan panjang gelombang 546 nm karena dapat
menghasilkan cahaya monokromatik.
Pada penentuan sudut putar suatu sampel, selalu mulai dengan
menentukan keadaan nol (zero point) dengan mengisi tabung sampel dengan
air suling saja. Keadaan nol ini perlu untuk mengkoreksi pembacaan atau
pengamatan rotasi optik. Tabung sampel harus dibersihkan sebelum
digunakan agar larutan yang diisikan tidak terkontaminasi zat lain.
Pembacaan atau pengamatan bergantung kepada tabung sampel yang berisi
larutan atau pelarut dengan penuh. Perhatikan saat menutup tabung sampel,
harus dilakukan hati-hati agar di dalam tabung tidak terdapat gelembung
udara, karena adanya gelembung udara dapat mengganggu polarisasi. Bila
sebelum tabung diisi larutan didapat keadaan terang, maka setelah tabung
diisi larutan putarlah analisator sampai didapat keadaan terang kembali.
Sebaliknya bila awalnya keadaan gelap harus kembali kekeadaan gelap.
Kemudian catatlah besar rotasi optik yang dapat terbaca pada skala.
Rotasi optis yang diamati atau diukur dari suatu larutan bergantung
kepada jumlah senyawa dalam tabung sampel, panjang jalan atau larutan
yang dilalui cahaya, temperatur pengukuran, dan panjang gelombang cahaya
yang digunakan. Untuk mengukur rotasi optik, diperlukan suatu besaran
yang disebut rotasi spesifik yang diartikan suatu rotasi optik yang terjadi
bila cahaya terpolarisasi melewati larutan dengan konsentrasi 1 gram per
mililiter sepanjang 1 desimeter. Rotasi spesifik dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
¿¿
Keterangan:
θ = Sudut pada bidang cahaya terpolarisasi
13
C = Konsentrasi larutan yang digunakan (gram zat terlarut per mL
larutan)
L = Panjang bejana yang digunakan (dm)
¿¿ = Rotasi spesifik
Pada senyawa optik yang telah diamati dan diukur skalanya,
terdapat dua macam sampel. Sukrosa 1%, diperoleh nilai rotasi optiknya
yaitu 40.5° maka konsentrasi larutan tersebut adalah 0.0061 g/mL. Sukrosa
yang tidak diketahui konsentrasinya, diperoleh nilai rotasi optiknya yaitu
48.7° maka konsentrasi larutannya adalah 0.0073 g/mL.
Hasil tersebut, jika dibandingkan dengan sudut putar sukrosa yang
murni berdasarkan literatur adalah 66.60° (Hendiayana, A., 2005). Nilai
ini berbeda dengan pengamatan yang telah dilakukan, karena dapat
disebabkan oleh jumlah atau kadar senyawa yang berada dalam tabung,
panjang jalan atau larutan yang dilalui oleh cahaya, temperatur pengukuran
ataupun panjang gelombang dari lampu yang digunakan.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Sudut putar larutan sukrosa 1% adalah - 40.5° dan sudut putarlarutan
sukrosa yang tidak diketahui konsentrasinya adalah - 48.7°.
2. Konsentrasi larutan sukrosa 1% adalah 0,0061 g/mL dan konsentrasi
larutan sukrosa yang sebelumnya tidak diketahui konsentrasinya adalah
0,0073 g/mL.
5.2 Saran
Disarankan dalam praktikum dapat menggunakan jenis larutan
optik yang lain, akan dapat menambah wawasan praktikan dalam
mengoperasikan alat polarimeter untuk berbagai variasi sampel.
15
DAFTAR PUSTAKA
(http://www.scribe.com/doc/5006057/4-BAB), Diakses Tanggal 22/12/2012,
Pukul 09.59 WITA.
Anonim, 2009, Spektrum Gelombang Elektromagnetik, [http:// makalah-artikel-
online.blogspot.com/2009/04/spektrumgelombangelektromagnetik.html],
Diakses Tanggal 22/12/2012, Pukul 09.50 WITA.
Anonim, 2012, Tugas Instrumen Polarimeter,
[http://tugasinstrumen.blogspot.com/2012/10/polarimeter-], Diakses
Tanggal 20/12/2012, Pukul 21.35 WITA.
Hart H., dan E.Craine, 2003, Kimia Organik Edisi Sebelas, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Hendiayana, A., 2005, Lap KF II Konstanta Kecepatan Reaksi,
[gundul.6te.net/download/KF2-3konstanta.doc], Diakses Tanggal
25/12/2012, Pukul 15.04 WITA.
Kolthoff, I.M, 1958, Teztbook of Quantitative Inorganic Analysis 3rd Edition, The
Macmillan Company, New York.
Safru, U., 2009, Laporan Praktikum Fisika Dasar II ; Tentang C1 Polarimeter,
Fakultas Tehnik-Universitas Islam OKI, Kayuagung.
16