Laporan penyegar acara kopi

51
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR ACARA 2 PENGOLAHAN KOPI Disusun Oleh: Kelompok 2 Ayunda Nurchandra A1M013029 Nadhila Benita Prabawati A1M013040

description

laporan penyegar

Transcript of Laporan penyegar acara kopi

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR

ACARA 2

PENGOLAHAN KOPI

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Ayunda Nurchandra A1M013029Nadhila Benita Prabawati A1M013040

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PURWOKERTO2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi

biji tanaman kopi. Secara umum terdapat dua jenis biji kopi, yaitu kopi arabika

(Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea canephora) (Edy Panggabean, 2011). Kopi

merupakan salah satu minuman yang tersebar luas dan termasuk minuman yang

mayoritas banyak diminum di dunia (Sofyana Nadya, 2011).

Teknologi budi daya dan pengolahan kopi meliputi pemilihan bahan tanam

kopi unggul, pemeliharaan, pemangkasan tanaman dan pemberian penaung,

pengendalian hama dan gulma, pemupukan yang seimbang, pemanenan, serta

pengolahan kopi pasca panen. Pengolahan kopi sangat berperan penting dalam

menentukan kualitas dan cita rasa kopi (Rahardjo, 2012).

Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh

rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan

produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak

tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan, dan

penyangraian. Selain itu spesifikasi alat/mesin yang digunakan juga dapat

mempengaruhi setiap tahapan pengolahan biji kopi.

Kopi mengandung senyawa antioksidan dalam jumlah yang cukup banyak.

Adanya antioksidan dapat membantu tubuh dalam menangkal efek perusakan oleh

senyawa radikal bebas dalam tubuh dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Kopi dapat

membantu kita agar tetap terjaga dan fokus (Edy Panggabean, 2011).

Komponen yang terdapat pada biji kopi adalah kafein, kaffeol, trigonelline,

amino acid, karbohidrat, alifatik acid, chlorogenat acid, lemak, mineral, komponen

volatil, dan komponen karbonil. Kafein yang terdapat dalam kopi merupakan

stimulan dari sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan kinerja otak.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah :

1. Membuat kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi pada

biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda, yaitu 20, 30, dan 40 menit.

2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air, dan sifat sensori yang

dihasilkan.

3. Mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik

fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kopi adalah salah satu komoditi andalan Indonesia. Hasil komoditi ini

menempati urutan ketiga setelah karet dan lada. Pada tahun 2008 produksi kopi di

Sumatera Selatan telah mencapai 155.372 ton terbagi dalam beberapa daerah

penghasil kopi. Kopi digemari tidak hanya dikarenakan citarasanya yang khas, kopi

memiliki manfaat sebagai antioksidan karena memiliki polifenol dan merangsang

kinerja otak. Kopi juga memiliki banyak kekurangan. Masalah utama dari

pengkonsumsian kopi adalah nilai kafein yang terkandung dalam kopi. Kafein apabila

dikonsumsi berlebihan dapat meningkatkan ketegangan otot, merangsang kerja

jantung, dan meningkatkan sekresi asam lambung (Mulato, 2001). Pengurangan kadar

kafein (dekafeinasi) dalam kopi perlu dilakukan sampai batas aman konsumsi kafein

yaitu pada dosis 100-200 mg per hari. Sehingga kopi hanya dapat dikonsumsi pada

ambang batas aman konsumsi kafein yaitu 2 sampai 4 gelas per hari. Penurunan kadar

kafein kopi dapat dilakukan dengan melakukan proses dekafeinasi.

Pengolahan Biji Kopi, dilakukan dengan metoda pengolahan basah atau semi-

basah, agar diperoleh biji kopi kering dengan tampilan yang bagus, sedangkan buah

campuran hijau, kuning, merah diolah dengan cara pengolahan kering. Hal yang

harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama

lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan

citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (fermented). Biji kopi dapat

diolah dengan beberapa cara yaitu: pengolahan cara kering, pengolahan basah, dan

pengolahan semi basah.(Ernawati., et al., 2008)

A. Pengolahan Cara kering

Metoda pengolahan cara kering banyak dilakukan di tingkat petani karena

mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah petani.

Tahap-tahap pengolahan kopi cara kering :1) Kopi yang sudah dipetik dan disortasi

(dipilih) harus sesegera mungkin dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia

yang bisa menurunkan mutu. Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar

bunyi gemerisik, 2) Beberapa petani mempunyai kebiasaan merebus kopi gelondong

lalu dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan. Kebiasaan merebus kopi gelondong lalu

dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak kandungan zat kimia dalam biji

kopi sehingga menurunkan mutu, 3) Apabila udara tidak cerah pengeringan dapat

menggunakan alat pengering mekanis, 4) Tuntaskan pengeringan sampai kadar air

mencapai maksimal 12,5%, 5) Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu dengan

cara dijemur, 6) Pengeringan dengan mesin pengering tidak diharuskan karena

membutuhkan biaya mahal.

Lalu dilakukan Pengupasan kulit (Hulling), 1) Hulling pada pengolahan

kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit

arinya, 2) Hulling dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Tidak

dianjurkan untuk mengupas kulit dengan cara menumbuk karena mengakibatkan

banyak biji yang pecah. Beberapa tipe huller sederhana yang sering digunakan adalah

huller putar tangan (manual), huller dengan penggerak motor, dan hummermill.

B. Pengolahan Cara Basah (Fully Washed)

Tahap-tahap pengolahan cara basah terdiri dari:

a. Pengupasan Kulit Buah

b. Fermentasi

c. Pencucian

d. Pengeringan

e. Pengupasan kulit kopi HS

C. Pengolahan Cara Semi Basah (Semi Washed Process)

Pengolahan secara semi basah saat ini banyak diterapkan oleh petani kopi

arabika di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Cara

pengolahan tersebut menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas, dan

berbeda dengan kopi yang diolah secara basah penuh. Ciri khas kopi yang diolah

secara semi-basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung.

Kopi Arabika cara semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih

rendah dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah penuh. Proses cara

semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara umum kopi yang diolah

secara semibasah mutunya sangat baik. Proses pengolahan secara semibasah lebih

singkat dibandingkan dengan pengolahan secara basah penuh.

Tahap-tahap pengolahan biji kopi semi basah:

a. Pengupasan kulit buah

b. Pemeraman (fermentasi) dan pencucian

c. Pengeringan awal

d. Pengupasan kulit tanduk/cangkang

e. Pengeringan biji kopi.

Jenis-jenis kopi berdasarkan pengolahannya terdiri dari 2 jenis yaitu kopi

bubuk dan kopi instan. Kopi Bubuk diolah dengan tiga tahapan yaitu: penyangraian

(roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan. Penyangraian sangat

menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi sedangkan

penggilingan yaitu menghaluskan partikel kopi sehingga dihasilkan kopi coarse

(bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine (bubuk amat

halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara menyeduh kopi yang

digemari oleh masyarakat (Ridwansyah, 2003). Kopi bubuk yang langsung diseduh

dengan air panas akan meninggalkan ampas di dasar cangkir. Kopi bubuk mempunyai

kandungan kafein sebesar 115 mg per 10 gram kopi (± 1-2 sendok makan) dalam 150

ml air (Dollemore D. dan Mark Giuliucci, 2001).

Sedangkan Kopi instan dibuat dari ekstrak kopi dari proses penyangraian.

Kopi sangrai yang masih melalui tahapan: ekstraksi, drying (pengeringan) dan

pengemasan. Kopi yang telah digiling, diekstrak dengan menggunakan tekanan

tertentu dan alat pengekstrak. Ekstraksi bertujuan untuk memisahkan kopi dari

ampasnya. Proses drying bertujuan untuk menambah daya larut kopi terhadap air,

sehingga kopi instan tidak meninggalkan endapan saat diseduh dengan air

(Ridwansyah, 2003). Kopi instan mempunyai kandungan kafein sebesar 69-98 mg per

sachet kopi dalam 150 ml air (Dollemore D. dan Mark Giuliucci, 2001).

Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu

sebagai berikut:

1. Penyangraian

Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini

merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi

dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa

organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan

atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama

waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato,

2002).

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada

waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi

kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya.

Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat

kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang

digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu light roast suhu yang

digunakan 193 °C sampai 199 °C, medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan

dark roast suhu yang digunakan 213 °C sampai 221 °C. Light roast menghilangkan

3-5% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan dark roast menghilangkan 8-

14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994).

Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous.

Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas

pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan

permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan

faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik

untuk penyangraian secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal

yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas

melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran

silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan

menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara

daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya

operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985).

Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light),

medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi

sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai

mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga

nilai Lovibondnya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian ringan (light),

sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi

44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji

kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada penyangraian gelap,

warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon

terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses

karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangria tinggal 34-35. Kisaran suhu

sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190oC-195oC, sedangkan untuk

tingkat sangrai medium adalah di atas 200oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di

atas 205oC (Mulato, 2002).

Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut

Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan

air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar,

denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma

yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena

terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari kemudian gas-gas ini mengisi

ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma dan rasa di

dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985)

adalah:

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam

klorogenat, asam ginat dan riboflavin.

2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.

3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat,

keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.

4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin,

threonin, glisin dan asam aspartat.

5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.

Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan

terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin,

asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa

bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium

kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan

dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari outlet khusus dan

digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta

kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak

melewati outlet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu

menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan

tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).

2. Pendinginan Biji Sangrai

Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Ini

untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna,

flavor, volume atau tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara dapat

dilakukan antara lain pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya kebidang datar

(Pangabean, 2012).

Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak

pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian

berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi

diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu,

proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi

saat proses sangrai (Mulato, 2002).

3. Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh

butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas

permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan

demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa

penyegar mudah larut dalam air seduhan (Mulato, 2002).

Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor

dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis

senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan

asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi

suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin berkurang secara

signifikan. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon

pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama

penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas.

Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat

akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk

senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat :

1. Wadah Plastik 9. Saringan ampas

2. Penggorengan tanah liat 10. Gelas plastik untuk organoleptik

3. Soled Kayu 11. Sendok

4. Kompor gas 12. Form organoleptik

5. Ayakan 60 mesh 13. Timbangan analitik

6. Nampan plastik 14. Oven memert

7. Plastik PP 15. Oven biasa

8. Wadah untuk menyeduh

Bahan :

1. Biji kopi

2. Air

3. Gula pasir

B. Prosedur Kerja

Dibagi biji kopi menjadi 2 perlakuan yaitu biji A (melalui proses dekafeinasi) dan Biji B (tanpa dekafeinasi)

Ditimbang biji kopi 100g untuk masing-masing perlakuan

Dilakukan proses dekafeinasi pada biji kopi A (rebus pada air mendidih selama 15 menit) setelah itu dioven terlebih dahulu selama 2 jam

Biji kopi A dan B disangrai pada waktu tertentu (20, 30, 40 menit)

Dinginkan biji

Digiling dengan blender

Diayak dengan ayakan 60 mesh

Disimpan dalam plastik PP sebelum uji organoleptik

Diuji sensori dengan menyeduh 5% bubuk kopi dalam 10% larutan gula

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data Pengamatan Kopi

Parameter 1 2 3 4 5 6Berat awal biji (g) 100 100,1 100 100,06 100,07 100,4Berat awal biji sangai (g) 86,4 85,7 84,8 81,5 80,6 82,3Rendemen biji sangrai (%) 86,4 85,61 84,8 81,45 80,54 81,97Berat awal bubuk setelah diayak (g)

50,37 52,99 54,02 50,19 50,63 52,02

Rendemen bubuk kopi (%) 50,37 52,94 54,02 50,16 50,59 51,81Kadar air biji kopi mentah (%) bk

12,91 12,40 13,27 13,17 13,06 12,5

Kadar air bubuk kopi sangrai (%) bk

4,65 3,75 2,04 8,09 7,73 6,64

2. Data Pengamatan Kadar Air Biji Kopi Mentah (gram)

Tim Berat cawan Sampel awal Cawan + sampel awal

Cawan + sampel akhir

Sampel akhir

1 40,1770 2,0277 42,2047 41,9429 1,76592 42,3843 2,037 44,4213 44,1687 1,78443 48,8901 2,00 50,8901 50,6248 1,73474 42,5267 2,0511 44,578 44,3079 1,78125 40,4130 2,0272 42,4402 42,1755 1,73536 42, 3843 2,1 44,95508 44,6925 1,83742

3. Data Pengamatan Kadar Air Bubuk Kopi (gram)

Tim Berat cawan Sampel awal Cawan + sampel awal

Cawan + sampel akhir

Sampel akhir

1 62,5405 2,0091 64,5496 64,4562 1,91572 59,2717 2,0442 61,3159 61,2392 1,96753 50,6390 2,0430 52,682 52,6404 2,00144 64,2103 2,0913 66,3016 66,1325 1,9312

5 59,4420 2,0829 61,5249 61,3538 1,91186 64,9815 2,0593 67,0408 66,9041 1,9226

Keterangan:

1 = Dekafeinasi, penyangraian 20 menit

2 = Dekafeinasi, penyangraian 30 menit

3 = Dekafeinasi, penyangraian 40 menit

4 = Tanpa dekafeinasi, penyangraian 20 menit

5 = Tanpa dekafeinasi, penyangraian 30 menit

6 = Tanpa dekafeinasi, penyangraian 40 menit

4. Perhitungan

Rendemen biji kopi setelah disangrai

Berat awalsetela hdisangraiBerat awal biji x 100%

Tim 1 = 86,4100 x 100% = 86,4 % Tim 4 =

81,5100,06 x 100% =

81,45%

Tim 2 = 85,7100,1 x 100% = 85,61% Tim 5 =

80,6100,07 x 100% =

80,54%

Tim 3 = 84,8100 x 100% = 84,8% Tim 6 =

82,3100,4 x 100% =

81,97%

Rendemen bubuk kopi

Berat awalbubukBerat awal biji x 100%

Tim 1 = 50,37100 x 100% = 50,37 % Tim 4 =

50,19100,06 x 100% = 50,16

%

Tim 2 = 52,99100,1 x 100% = 52,94 % Tim 5 =

50,63100,07 x 100% = 50,59

%

Tim 3 = 54,02100 x 100% = 54,02 % Tim 6 =

52,02100,4 x 100% = 51,81

%

Kadar air biji kopi mentah

(Berat cawan+sampel awal )−(Berat cawan+berat sampel ak hir )(Berat cawan+sampel awal )−berat cawan

x 100 %

Tim 1 = 42,2047−41,942942,2047−40,1770 x 100 % = 12,91 %

Tim 2 = 44,4213−44,168744,4213−42,3843 x 100 % = 12,40 %

Tim 3 = 50,8901−50,624850,8901−48,8901 x 100 % = 13,27 %

Tim 4 = 44,578−44,307944,578−42,5267 x 100 % = 13,17 %

Tim 5 = 42,4402−42,175542,4402−40,4130x 100 % = 13,06 %

Tim 6 = 44,95508−44,6925

44,95508−42,85508x 100 % = 12,50 %

Perhitungan kadar air bubuk kopi

(Berat cawan+sampel awal )−(Berat cawan+berat sampel akhir)(Berat cawan+sampelawal )−berat cawan

x 100 %

Tim 1 = 64,5496−64,456264,5469−62,5402 x 100 % = 4,65 %

Tim 2 = 61,3159−61,239261,3159−59,2717 x 100 % = 3,75 %

Tim 3 = 52,682−52,640452,682−50,6390 x 100 % = 2,04 %

Tim 4 = 66,3016−66,132566,3016−64,2103 x 100 % = 8,09 %

Tim 5 = 61,5249−61,353861,5249−59,4420 x 100 % = 7,73 %

Tim 6 = 67,0408−66,904167,0408−64,9815 x 100 % = 6,64 %

5. Uji organoleptik

Sampel 123 (Dekafeinasi, penyangraian 20 menit)

Panel Warna bubuk

Warna ampas

Warna seduhan

Aroma Rasa pahit

Rasa asam

Kesukaan

P1 1 1 1 4 2 4 2P2 1 1 1 1 1 2 2P3 1 1 1 2 2 1 2P4 1 2 2 2 2 1 2P5 1 1 1 1 2 1 2P6 1 1 1 2 3 3 2P7 1 1 2 2 2 2 1P8 1 1 1 2 1 1 3P9 1 2 1 3 4 4 1P10 1 1 1 2 1 1 1P11 1 1 1 3 2 1 2P12 1 1 1 2 2 3 2P13 2 2 2 2 2 3 4P14 1 1 1 2 2 2 2P15 1 1 1 1 1 1 1Jumlah 16 18 18 31 29 30 29

Rata-rata

1,0 1,2 1,2 2,0 1,9 2 1,9

Sampel 234 (Dekafeinasi, penyangraian 30 menit)

Panel Warna bubuk

Warna ampas

Warna seduhan

Aroma Rasa pahit

Rasa asam

Kesukaan

P1 2 2 2 3 3 3 2P2 2 2 2 2 1 2 2P3 2 2 1 2 2 1 2P4 2 3 2 3 3 2 2P5 1 2 2 1 1 1 2P6 2 2 2 2 2 2 4P7 2 2 3 2 3 3 2P8 3 1 1 3 3 2 4P9 1 2 1 3 3 5 1P10 2 3 2 2 2 2 1P11 2 2 2 3 2 1 3P12 2 1 2 2 3 2 2P13 2 3 3 3 3 2 3P14 3 2 1 3 3 1 1P15 1 2 2 2 1 1 1Jumlah 29 31 28 36 35 30 32Rata-rata

1,9 2,0 1,8 2,4 2,3 2 2,1

Sampel 345 (Dekafeinasi, penyangraian 40 menit)

Panel Warna bubuk

Warna ampas

Warna seduhan

Aroma Rasa pahit

Rasa asam

Kesukaan

P1 5 5 5 5 5 3 3P2 5 5 4 3 2 1 3P3 4 5 5 3 4 4 2P4 3 5 4 3 5 3 1P5 2 5 5 3 4 2 1P6 4 4 4 2 4 3 1P7 4 5 5 5 5 3 5P8 4 5 5 5 5 4 3P9 3 3 3 5 3 4 3P10 3 4 4 3 3 4 4

P11 3 5 5 4 3 1 3P12 4 5 5 4 5 2 3P13 4 5 5 4 5 2 3P14 4 4 3 2 3 1 3P15 2 5 5 5 4 2 2Jumlah 54 66 67 56 60 39 39Rata-rata

3,6 4,4 4,46 3,73 4 2,6 2,6

Sampel 456 (Tanpa dekafeinasi, penyangraian 20 menit)

Panel Warna bubuk

Warna ampas

Warna seduhan

Aroma Rasa pahit

Rasa asam

Kesukaan

P1 1 1 1 1 2 5 1P2 1 1 1 3 3 4 1P3 1 1 1 1 1 2 1P4 1 1 5 1 1 3 2P5 1 1 1 1 1 1 1P6 3 1 1 1 3 4 4P7 1 1 1 1 1 2 5P8 1 1 1 1 1 1 4P9 1 1 1 1 1 5 1P10 1 1 1 1 1 1 1P11 1 1 5 4 3 4 1P12 1 1 5 4 1 5 1P13 1 1 5 3 1 4 1P14 1 1 3 2 1 3 1P15 1 1 5 5 1 1 1Jumlah 17 15 37 30 22 45 26Rata-rata

1,1 1 2,46 2 1,46 3 1,7

Sampel 567 (Tanpa dekafeinasi, 30 menit)

Panel Warna bubuk

Warna ampas

Warna seduhan

Aroma Rasa pahit

Rasa asam

Kesukaan

P1 3 3 3 4 4 4 4P2 3 4 3 4 4 1 4P3 2 3 4 2 3 2 2P4 2 4 3 4 3 2 3

P5 1 4 4 2 3 1 1P6 3 3 3 4 5 3 1P7 3 4 4 3 4 1 1P8 2 3 1 3 4 4 1P9 2 3 2 4 2 1 1P10 2 3 2 4 4 1 1P11 2 3 3 4 3 3 4P12 2 3 3 2 3 3 3P13 3 4 4 4 4 2 4P14 2 4 3 2 3 1 1P15 1 1 3 5 2 2 2Jumlah 33 45 45 51 48 31 33Rata-rata

2,2 3 3 3,4 3,2 2,06 2,2

Sampel 678 (Tanpa dekafeinasi, 40 menit)

Panel Warna bubuk

Warna ampas

Warna seduhan

Aroma Rasa pahit

Rasa asam

Kesukaan

P1 4 4 4 5 3 3 4P2 3 4 3 4 4 1 3P3 3 3 4 2 3 2 2P4 2 4 3 4 3 1 2P5 1 4 4 5 1 2 4P6 4 3 3 4 4 2 3P7 3 4 4 4 4 1 4P8 3 3 2 3 3 1 2P9 1 3 2 4 4 3 4P10 2 4 2 4 1 2 1P11 2 3 3 4 2 1 4P12 2 3 3 3 3 3 5P13 3 4 4 3 3 4 4P14 1 2 3 3 4 1 4

P15 1 5 3 5 5 3 2Jumlah 35 53 47 57 47 30 48Rata-rata

2,3 3,53 3,13 3,8 3,13 2 3,2

Keterangan:

- Warna bubuk kopi - Warna ampas

1 = cokelat 1 = cokelat

2 = cokelat tua 2 = cokelat tua

3 = cokelat kehitaman 3 = cokelat kehitaman

4 = hitam kecokelatan 4 = hitam kecokelatan

5 = hitam 5 = hitam

- Warna air seduhan - Kekuatan rasa pahit

1 = cokelat 1 = tidak kuat

2 = cokelat tua 2 = sedikit kuat

3 = cokelat kehitaman 3 = agak kuat

4 = hitam kecokelatan 4 = kuat

5 = hitam 5 = sangat kuat

- Kekuatan aroma kopi - Kekuatan rasa asam

1 = tidak kuat 1 = tidak kuat

2 = sedikit kuat 2 = sedikit kuat

3 = agak kuat 3 = agak kuat

4 = kuat 4 = kuat

5 = sangat kuat 5 = sangat kuat

- Tingkat kesukaan

1 = tidak suka

2 = sedikit suka

3 = agak suka

4 = suka

5 = sangat suka

B. Pembahasan

Kopi merupakan salah satu contoh minuman yang paling terkenal di kalangan

masyarakat. Kopi digemari karena memiliki cita rasa dan aroma yang khas

(Ramalakhsmi et al., 2008). Menurut Rejo et al. (2010), kopi dapat bermanfaat

sebagai zat antioksidan, merangsang kinerja otak an, zat anti kanker. Selain memiliki

kelebihan, kopi juga memiliki kekurangan yaitu mengandung kafein dan asam

organik yang tinggi. Kandungan kafein pada kopi berbeda-beda tergantung dari jenis

kopi dan kondisi geografis dimana kopi tersebut ditanam (Petracco, 2005).

Kandungan asam dan kafein yang tinggi pada kopi tersebut dapat berampak

negatif bagi kesehatan. Pada beberapa orang yang kondisi lambungnya sensitif,

kandungan asam yang berlebih pada kopi juga dapat menyebabkan sakit perut setelah

mengkonsumsinya. Pada praktikum ini, biji kopi diberi perlakuan dekafeinasi dan

tanpa dekafeinasi serta perbedaan lama penyangraian selama 20, 30, dan 40 menit.

Proses dekafeinasi dilakukan dengan perebusan selama 15 menit pada air mendidih

dan dipanaskan dengan oven selama 2 jam. Kadar air bubuk kopi yang dihasilkan

dipengaruhi oleh variasi perlakuan. Proses dekafeinasi yang berupa perebusan dan

pemanggangan dengan oven, akan menguapkan air sehingga kadar air bubuk kopi

terdekafeinasi lebih rendah dari pada bubuk kopi non dekafeinasi. Lama

penyangraian juga mempengaruhi kadar air bubuk kopi. Semakin lama penyangraian

yang dilakukan, akan semakin banyak air yang menguap sehingga kadar airnya lebih

rendah.

Hasil rendemen biji kopi setelah disangrai pada masing-masing perlakuan

semakin menurun ketika lama penyangraian semakin lama. Rendemen adalah

perbandingan antara berat kopi bubuk dibandingkan berat kopi beras. Selama

penyangraian berat biji kopi menyusut karena penguapan air dan senyawa-senyawa

volatile serta pelepasan kulit ari. Bersamaan dengan penguapan air, beberapa

senyawa volatile yang terkandung didalam biji kopiseperti aldehid, furfural, keton,

alkohol, dan ester ikut teruapkan. Selain karena proses sangria, susut berat juga

terjadi selama proses penghalusan karena partikel bubuk yang sangat halus

terbangkelingkungan akibat gaya sentrifugal putaran pemukul mesin dengan teori

menyatakan bahwa penurunan berat biji kopi selama penyangraian akan

menyebabkan nilai rendemen berkurang sesuai dengan lama penyangraian. Kulit biji

kopi yang ikut atau hilang dalam proses penghalusan juga dapat mempengaruhi

banyaknya rendemen yang dihasilkan.

Pada praktikum ini dilakukan uji sensori terhadap kopi yang telah diberi

variasi perlakuan. Variabel yang diamati anatar lain adalah warna bubuk kopi, warna

ampas, warna air seduhan, aroma kopi, rasa pahit, rasa asam, serta tingkat kesukaan.

a) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Warna Bubuk Kopi

20 menit 30 menit 40 menit0

0.51

1.52

2.53

3.54

DekafNon dekaf

Warna merupakan kualitas sensori yang menjadi faktor utama dalam

menentukan kesukaan konsumen terhadap produk. Berdasarkan hasil uji

sensori, bubuk kopi dengan perlakuan 1 (dekafeinasi dan lama penyangraian

20) menit memiliki nilai rata-rata 1,0 sehingga termasuk warna cokelat. Kopi

dengan perlakuan 2 (dekafeinasi dan lama penyangraian 30 menit) memiliki

nilai rata-rata 1,9. Berdasarkan penilaian panelis, kopi ini tergolong mendekati

warna cokelat kehitaman. Perlakuan 3 (dekafeinasi dan lama penyangraian 40

menit) menghasilkan nilai rata-rata 3,6 sehingga warnanya tergolong

mendekati hitam kecokelatan. Pada perlakuan 4 (tanpa dekafeinasi dan lama

penyangraian 20 menit) menghasilkan nilai rata-rata 1,1 sehingga termasuk

warna cokelat. Berdasarkan hasil uji sensori, nilai warna perlakuan 4, lebih

gelap dari perlakuan dekafeinasi dengan waktu yang sama. Pada perlakuan 4,

hasil warna sebenarnya adalah cokelat muda, namun warna tersebut tidak ada

dalam kategori skor yang ditentukan. Seharusnya nilai warna perlakuan non

dekafeinasi lebih rendah daripada perlakuan dekafeinasi, namun panelis

nomor 6 memberikan penilaian yang tidak sesuai yaitu cokelat kehitaman.

Kemungkinan terjadi kesalahan saat panelis member penilaian. Perlakuan

dekafeinasi memberikan hasil bubuk kopi dengan warna yang lebih gelap

daripada perlakuan non dekafeinasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijaya

Warna Bubuk Kopi

dan Yuwono (2015), bahwa warna kopi dekafeinasi jika dibandingkan dengan

kontrol (non dekafeinasi) memiliki warna yang lebih hitam.

Pada perlakuan tanpa dekafeinasi dan lama penyangraian 30 menit

menghasilkan nilai rata-rata 2,2 sehingga termasuk warna cokelat tua. Kopi

dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan lama penyangraian 40 menit

menghasilkan nilai rata-rata 2,3 sehingga tergolong warna cokelat tua.

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kopi yang memiliki

warna coklat kehitaman bila dilakukan penyangraian dalam waktu yang lama.

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa perubahan warna disebabkan ketika

suhu diatas 205oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung

agak hitam). Warna menjadi lebih gelap karena reaksi maillard yang

melibatkan senyawa bergugus karbonil (gula reduksi) dan bergugus amino

(asam amino). Reaksi maillard merupakan reaksi browning non enzimatik

yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul yang tinggi

(Primadia, 2009). Menurut Nurbaya dan Estiasih (2013), pada reaksi Maillard

akan terbentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.

b) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Warna Ampas

20 menit 30 menit 40 menit0

0.51

1.52

2.53

3.54

4.55

DekafNon dekaf

Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit

menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata 1,2 yang berarti cokelat.

Kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20 menit

menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata 1 yaitu warna cokelat. Kopi

dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan

warna ampas dengan nilai rata-rata 2,0 yang berarti cokelat tua. Kopi dengan

perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan warna

ampas dengan nilai rata-rata 3 yang berarti cokelat kehitaman. Kopi dengan

perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan warna ampas

dengan nilai rata-rata 4,4 yang berarti hitam kecokelatan. Kopi dengan

perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan warna

ampas dengan nilai rata-rata 3,53 yang berarti cokelat kehitaman. Hasil warna

ampas kopi tidak berbeda jauh dengan warna bubuk kopi. Semakin lama

waktu penyangraian, makan warna ampas juga semakin hitam karena adanya

pengaruh reaksi Maillard.

c) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Warna Seduhan Kopi

Warna Ampas

20 menit 30 menit 40 menit0

0.51

1.52

2.53

3.54

4.55

DekafNon dekaf

Warna seduhan merupakan warna ketika kopi sudah diseduh dengan

air. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit

menghasilkan warna seduhan dengan nilai rata-rata 1,2 yang berarti cokelat.

Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20

menit menghasilkan warna seduhan dengan nilai rata-rata 2,46 yaitu warna

cokelat tua. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 30 menit

menghasilkan warna seduhan dengan nilai rata-rata 1,8 yang berarti

mendekati cokelat tua. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi

dan penyangraian 30 menit menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata

3 yang berarti cokelat kehitaman. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan

penyangraian 40 menit menghasilkan warna ampas dengan nilai rata-rata 4,46

yang berarti hitam kecokelatan. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa

dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan warna ampas dengan

nilai rata-rata 3,13 yang berarti cokelat kehitaman.

Berdasarkan literatur, seharusnya warna kopi dengan perlakuan non

dekafeinasi lebih cerah dari kopi dengan perlakuan dekafeinasi. Hasil warna

seduhan pada lama penyangraian 20 dan 30 menit tidak sesuai dengan

literatur. Hal ini terjadi karena perbedaan suhu kompor yang digunakan pada

Warna Seduhan Kopi

tiap kombinasi perlakuan. Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan

pencoklatan yang lebih tinggi. Teknik penyangraian juga mempengaruhi

warna kopi. Jika selama penyengraian kurang pengadukan, warna kopi akan

menjadi lebih hitam.

d) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Aroma Kopi

20 menit 30 menit 40 menit0

0.51

1.52

2.53

3.54

DekafNon dekaf

Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam

memilih produk makanan dan minuman yang disukai. Kriteria aroma kopi

diterapkan untuk menentukan aspek mutu melalui kesan ordo (bau) yang

diakibatkan oleh senyawa-senyawa yang timbul dari suatu bahan makanan

dan minuman.

Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit

menghasilkan aroma khas kopi yang sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,0.

Kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20 menit

menghasilkan aroma khas kopi yang sama dengan perlakuan sebelumnya

yaitu sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,0. Kopi dengan perlakuan

dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan aroma khas kopi yang

sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,4. Sedangkan kopi dengan perlakuan

Aroma Kopi

tanpa dekafeinasi dan penyangraian 30 menit menghasilkan aroma khas kopi

yangagak kuat dengan nilai rata-rata 3,4. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi

dan penyangraian 40 menit menghasilkan aroma khas kopi yang mendekati

kuat dengan nilai rata-rata 3,73. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa

dekafeinasi dan penyangraian 40 menit menghasilkan aroma khas kopi yang

mendekati kuat dengan nilai rata-rata 3,8.

Secara garis besar, semakin lama waktu penyangraian, maka aroma

khas kopi semakin kuat. Hal ini karena senyawa volatile pada kopi semakin

keluar ketika penyangraian yang dilakukan semakin lama. Kopi dengan

perlakuan dekafeinasi menghasilkan aroma yang kurang kuat jika

dibandingkan dengan kopi tanpa dekafeinasi. Pada suhu penyangraian 2000C

menyebabkan senyawa trigonelin terurai menjadi senyawa alkil-piridin dan

pirol. Senyawa piridin bersifat volatil dan diketahui mempunyai peran penting

dalam pembentukan aroma roasty yang khas (Barbara, 2005). Berkurangnya

senyawa trigonelin selama proses dekafeinasi karena terlarut dalam air telah

mengurangi jumlah senyawa piridin dan pada akhirnya menurunkan cita rasa

dan aroma kopi secara menyeluruh.

e) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Rasa Pahit Kopi

20 menit 30 menit 40 menit0

0.51

1.52

2.53

3.54

4.5

DekafNon dekaf

Rasa Pahit

Kopi memiliki cita rasa pahit yang khas. Cita rasa tersebut dapat

mempengaruhi kesukan konsumen terhadap kopi. Kopi dengan perlakuan

dekafeinasi dan penyangraian 20 menit memiliki rasa pahit yang sedikit kuat

dengan nilai rata-rata 1,9. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi

dan penyangraian 20 menit memiliki rasa pahit yang tidak kuat dengan nilai

rata-rata 1,46. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 30 menit

memiliki rasa pahit yang sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2,3. Sedangkan

kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 30 menit memiliki

rasa pahit yang agak kuat dengan nilai rata-rata 3,2. Kopi dengan perlakuan

dekafeinasi dan penyangraian 40 menit memiliki rasa pahit yang kuat dengan

nilai rata-rata 4. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan

penyangraian 40 menit memiliki rasa pahit yang agak kuat dengan nilai rata-

rata 3,13.

Makin rendahnya nilai sensoris kepahitan berhubungan dengan makin

berkurangnya kandungan kafein, asam klorogenat dan trigonelin dalam biji

kopi. Hal ini terkait dengan proses dekafeinasi dan lama penyangraian. Kafein

merupakan senyawa yang menyebabkan rasa pahit. Proses dekafeinasi dapat

menurunkan kadar kafein sehingga rasa pahit pun ikut menurun.

f) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Rasa Asam Kopi

20 menit 30 menit 40 menit0

0.51

1.52

2.53

3.5

DekafNon dekaf

Rasa Asam

Kopi dengan perlakuan dekafeinasi dan penyangraian 20 menit

memiliki rasa asam yang sedikit kuat dengan nilai rata-rata 2. Sedangkan kopi

dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan penyangraian 20 menit memiliki rasa

asam yang agak kuat dengan nilai rata-rata 3. Kopi dengan perlakuan

dekafeinasi dan penyangraian 30 menit memiliki rasa asam yang sedikit kuat

dengan nilai rata-rata 2. Kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan

penyangraian 30 menit memiliki rasa asam yang sama dengan perlakuan

sebelumnya dengan nilai rata-rata 2,06. Kopi dengan perlakuan dekafeinasi

dan penyangraian 40 menit memiliki rasa asam yang agak kuat dengan nilai

rata-rata 2,6. Sedangkan kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dan

penyangraian 40 menit memiliki rasa asam yang sedikit kuat dengan nilai

rata-rata 2.

Nilai keasaman atau pH biji sangat dipengaruhi oleh kandungan

senyawa asam asam volatil dan non volatil. Senyawa asam volatil seperti

asam asetat, butirat, propionate dan valerat mempunyai titik didik rendah

sehingga akan mudah menguap pada suhu dekafeinasi 1000C. Senyawa asam

non volatil terdiri dari asam klorogenat, oksalat, malat, sitrat dan tartrat akan

terurai membentuk senyawa lain (Charley dan Weaver, 1998). Semakin lama

waktu penyangraian, maka rasa asam akan semakin menurun. Hal ini karena

senyawa yang menyebabkan rasa asam telah terurai pada proses dekafeinasi

dan penyangraian. Namun, terdapat hasil yang kurang sesuai pada perlakuan

dekafeinasi dan lama penyangraian 40 menit yang nilai keasaman nya

meningkat. Hal ini terjadi karena adanya salah persepsi tentang rasa asam

yang dinilai panelis. Panelis belum mampu memahami bagaimana rasa asam

pada kopi.

g) Pengaruh Dekafeninasi / Non Dekafeinasi Terhadap Kesukaan Kopi

20 menit 30 menit 40 menit0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

DekafNon dekaf

Berdasarkan uji sensori yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa kopi

yang paling disukai adalah kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dengan

lama penyangraian 40 menit dengan nilai rata-rata 3,2. Panelis menyatakan

agak suka dengan kopi perlakuan tersebut.

Kesukaan

PENUTUP

A. Kesimpulan

Variasi proses pengolahan yaitu dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi, serta

perbedaan lama penyangraian yaitu 20, 30, dan 40 menit mempengaruhi berbagai

variabel yang diamati seperti warna bubuk kopi, warna ampas, warna seduhan, rasa

asam, rasa pahit, aroma, dan rendemen. Kopi yang paling disukai konsumen adalah

kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dengan lama penyangraian 40 menit.

B. Saran

Sebaiknya pada saat dilakukan uji organoleptik, diusahakan agar panelis lebih

memahami variabel yang diuji sehingga hasil yang didapat tidak bias.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, R. S. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta. EGC.

Charley, H., dan Weaver, C. 1998. Foods (A Scientific Approach). New Jersey. Prentice Hall Inc.

Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor.

Danarti dan Najayati, S. 2004. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ernawati., et al.2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan teknologi Pertanian. Agro Inovasi. Bogor

Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Nurbaya, S. R. dan Estiasih T. 2013. Pemanfaatan Talas Berdaging Umbi Kuning dalam Pembuatan Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 1(1): 46-55.

Panggabean , Edy. (2011). Buku Pintar Kopi. 1st edition. Jakarta : Agromedia Pustaka

Petracco, M. J. 2005. Our Everuday Cup of Ceffee: The Chemistry Behind Its Magic. Chemical Education. 82 (8): 1161.

Primadia, A.D . 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafinasi Kopi dalam Reaktor Kolom Tunggal terhadap Mutu Kopi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta

Ramalakhsmi, K., Kubra I. R., dan Rao LJM. 2008. Antioxidant Potential of Low-Grade Coffee Beans. Food Research International. 41: 96-103.

Rejo, A., Sri R., dan Tamaria P. 2010. Karakteristik Mutu Biji Kopi pada Proses Dekafeinasi. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Sofyana, Nadya. (2011). 1001 Fakta Tentang Kopi. 1st edition. Yogyakarta : Cahya Atma Pustaka

Sutistyowati. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Citarasa Seduhan Kopi. Pelatihan Uji citarasa Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.

Wijaya, D. A. dan Yuwono S. S. 2015. Pengaruh Lama Pengukusan dan Konsentrasi Etil Asetat Terhadap Karkteristik Kopi Pada Proses Dekafeinasi Kopi Robusta. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4): 1560-1566.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

LAMPIRAN

Gambar KeteranganBiji kopi mentah yang akan disangrai

Biji kopi mentah yang digunakan untuk mengukur kadar air

Biji kopi yang sedang disangrai di atas penggorengan tanah liat

Biji kopi yang telah disangrai

Bubuk kopi hasil 6 perlakuan

Bubuk kopi yang digunakan untuk mengukur kadar air