LAPORAN PENELITIAN RIGA APLIKASI - stppgowa.ac.id · kelapa sawit dan karet ... sehingga...
Transcript of LAPORAN PENELITIAN RIGA APLIKASI - stppgowa.ac.id · kelapa sawit dan karet ... sehingga...
1
LAPORAN PENELITIAN
RIGA APLIKASI
APLIKASI MIKORIZA DAN MIKROORGANISME LOKAL (REBUNG) PADA PERTUMBUHAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
OLEH:
ISMAYA N.R. PARAWANSA
H. MUH. ASKARI KURUSENG RAMLI
UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (UPPM)
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) GOWA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Aplikasi Mikoriza dan Mikroorganisme Lokal (Rebung) Pada Pertumbuhan Tanaman Kakao
(Theobroma cacao L.)
2. Bidang Penelitian : Teknis Pertanian
2
3. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Dr. Ismaya N.R. Parawansa, S.P, M.Si b. Jenis Kelamin : Wanita c. NIP : 19690527 200312 2 002 d. Disiplin ilmu : Budidaya Tanaman e. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I/IIId f. Jabatan : Lektor g. Jurusan : Penyuluhan Pertanian h. Alamat : Jl. Malino km. 7 Romanglompoa Kec.
Bontomarannu, Kab. Gowa i. Telpon/Faks/E-mail : (0411-861127) j. Alamat Rumah : Jl. Srigala 9 No. 12 k. Telpon/Faks/E-mail : 085242019633 4. Jumlah Anggota Peneliti : 2 orang
a. Nama Anggota I : Ir. H. Muh. Askari Kuruseng, M.P b. Nama anggota II : Ramli, S.P.,M.P 5. Lokasi Penelitian : Gowa
6. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp 10.045.000,00
Gowa, 31 Desember 2014
Mengetahui, Ketua Peneliti, Kepala UPPM Ir. Abd. Rahman Arinong,MP Dr. Ismaya N.R. Parawansa, S.P, M.Si NIP. 19660510 199903 1 002 NIP. 19690527 200312 2 002
Menyetujui, Ketua STPP GOWA
Drs. Muh. Arby Hamire, M.Si NIP. 19570402 198101 1 001
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, taufik ,dan hidayah-Nya, sehingga laporan hasil
penelitian yang berjudul Aplikasi Mikoriza dan Mikroorganisme Lokal
3
(rebung) pada Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) bisa
selesai tepat waktu.
Kegiatan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
Dosen STPP Gowa dalam hal budidaya tanaman kakao dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, diharapkan saran yang
membangun untuk kesempurnaan penelitian ini.
Akhirnya penulis mengharapkan penelitian ini bisa menjadi bahan
informasi bagi perkembangan ilmu pertanian dan bermanfaat bagi petani
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraanya. Amin.
Gowa, Desember 2014
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii
4
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian 5 D. Kegunaan Penelitian 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Tanaman Kakao 6
B. Mikoriza dan Manfaatnya 9 C. Mikroorganisme Lokal (MOL) 18 D. Hipotesis 22 E. Kerangka Pikir 23
III. METODE PENELITIAN 24
A. Tempat dan Waktu 24
B. Bahan dan Alat 24 C. Rancangan Penelitian 24 D. Pelaksanaan Penelitian 25 E. Pengamatan 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 29
A. Hasil 29
B. Pembahasan 32
V. Kesimpulan dan saran 38
A. Kesimpulan 38
B. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terhadap Tinggi Tanaman......... 29
2. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terhadap Jumlah Daun............. 30
3. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terhadap Diameter Batang........ 31
5
4. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung terhadap Kandungan NPK Tanah ..................................................... 31
Nomor Lampiran
Halaman
1. Jadwal, personil peneliti dan rencana anggaran biaya Penelitian............................................................................. 41
2. Denah Percobaan............................................................... 43
3a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 4... 44 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 4.......... 44 4a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 6..... 45 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 6........... 45 5a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 8...... 46 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 8.............. 46 6a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 10....... 47 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 10............. 47 7a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 12....... 48 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 12............. 48
8a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 14.........
49 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 14............ 49
9a. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) pada minggu 16.......... 50 b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 16................ 50
10a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 4................. 51 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 4............... 51
6
11a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 6................. 52 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 6............... 52 12a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 8................. 53 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 8................ 53
13a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 10............... 54 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 10............. 54
14a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 12................ 55 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 12............... 55
15a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 14................. 56 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 14.............. 56
16a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 16................. 57 b. Hasil analisis sidik ragam jumlag daun minggu 16............... 57
17a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 4........... 58 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 4.......... 58
18a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 6............ 59 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 6........... 59
19a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 8............ 60 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 8........... 60
20a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 10......... 61 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 10........ 61
21a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 12......... 62 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 12......... 62
22a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 14......... 63 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu14......... 63
23a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 16......... 64 b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 16........ 64
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Spanduk Penelitian Kakao 2014..............………………………… 65
7
2. Pembuatan MOL dari rebung bambu........................................... 66
3. Penanaman Kakao sekaligus pemberian Mikoriza....................... 67
4. Pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang Penelitian Kakao 2014...................................................................... 68
5. Aplikasi pemberian MOL rebung bambu Penelitian
Kakao................ 69
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman tahunan
yang menjadi salah satu unggulan non migas Indonesia. Kakao berpotensi
karena merupakan komoditas perkebunan andalan yang memegang
peranan penting dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai penghasil
devisa Negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja,
mendorong agroindustri dan pembangunan wilayah (Suswono, 2009).
8
Luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
1.740.612 hektar menghasilkan produksi total sebesar 720.862 ton sehingga
menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia
setelah Pantai Gading dan Ghana (Kementerian Pertanian, 2013).
Komoditas kakao juga merupakan komoditas sosial, karena
perkebunan kakao didominasi oleh perkebunan rakyat (93,11%) dengan
jumlah petani yang terlibat secara langsung sebanyak 1.526.271 kepala
keluarga dan pada tahun 2012 tercatat memberikan sumbangan devisa
kepada negara sebesar USD 1.053.446.947 (1.013 milyar). Hal ini
merupakan penghasil devisa terbesar ketiga sub-sektor perkebunan setelah
kelapa sawit dan karet (Kementerian Perindustrian, 2013).
Pada umumnya tanaman kakao mulai dikembangkan di Indonesia
sekitar 1980-an, sehingga produktivitasnya sudah menurun, di samping itu
adanya serangan hama dan penyakit, maka perbaikan peningkatan produksi
dan mutu kakao perlu diprioritaskan.
Upaya meningkatkan produksi kakao di Indonesia terus dilakukan
diantaranya dengan perluasan areal. Perluasan areal perkebunan kakao
diawali dengan penyediaan bibit yang memiliki performa baik sehingga
ketika ditanam di lapang memiliki kemampuan hidup dan berproduksi tinggi.
Namun demikian lahan-lahan subur yang tersedia semakin terbatas
sehingga perluasannya mengarah pada lahan-lahan marginal yang banyak
terdapat di luar pulau Jawa seperti Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Lahan-lahan tersebut kebanyakan merupakan lahan kering yang mempunyai
tingkat kesuburan tanah rendah.
9
Kendala utama lahan marginal pada umumnya adalah rendahnya
kadar bahan organik tanah, rendahnya tingkat kesuburan tanah baik secara
fisik, kimia dan biologi tanah karena tingginya tingkat degradasi lahan. Jenis
tanah Entisol merupakan tanah yang banyak diusahakan secara intensif,
tanah ini memiliki karakter dangkal (kurang dari 25 cm). Resiko utama pada
tanah-tanah yang bersolum dangkal adalah kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan unsur hara. Keterbatasan seperti ini akan menjadi faktor
pembatas terhadap jumlah hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman
seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Keterbatasan ini juga,
biasanya akan menyebabkan sistem pemupukan yang dilakukan menjadi
tidak efektif akibat kurangnya hara yang terlarut pada lapisan tanah dengan
kandungan air terbatas. Oleh karenanya perlu dicari suatu upaya untuk
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut.
Upaya yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kesuburan tanah
terutama dalam hal meningkatkan ketersediaan hara adalah dengan jalan
menambahkan bahan pupuk baik organik maupun anorganik yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi tanaman secara optimal. Namun penambahan
bahan pupuk ini haruslah dalam keadaan yang seimbang, kelebihan maupun
kekurangan pupuk dapat mengganggu serapan hara dan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Tisdale, et al.,1985).
Penggunaan pupuk anorganik atau kimia yang beranalisis tinggi akhir-akhir
ini telah terbukti banyak menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya
pencemaran lingkungan, sehingga pemanfaatan pupuk organik atau yang
dikenal dengan istilah pertanian alami (back to nature farming) maupun
10
pupuk hayati banyak dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap
penggunaan pupuk anorganik.
Selain pemanfaatan pupuk anorganik dan organik, pupuk hayati juga
banyak mendapat perhatian karena terbukti dapat meningkatkan kesuburan
tanah. Salah satu jamur yang dapat digunakan dan efektif dalam memenuhi
kebutuhan unsur hara bagi tanaman adalah mikoriza. Mikoriza adalah
merupakan suatu hubungan simbiosis mutualisme antara jamur yang dapat
bersimbiosis antara jamur (mykes) dan akar (rhiza) tanaman tingkat tinggi
(Sieverding, 1991). Hubungan simbiosis antara jamur mikoriza dan akar
bersifat parasitisme yang tidak berbahaya tetapi memberikan keuntungan
kepada tanaman inang, jamur mendapatkan karbohidrat dan energi dari
tanaman, sedangkan tanaman mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan (Bethlenfalvay, et al., 1982; Bethlenfalvay, et al., 1991).
Cendawan mikoriza mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan jalan meningkatkan serapan
hara melalui memperluas permukaan area serapan Marshner dan Dell
(1994) . Selain itu cendawan mikoriza dapat melindungi akar tanaman dari
serangan patogen yang menyebabkan penyakit-penyakit terbawa tanah atau
Soil-born Diseases (Perrin, 1990), juga dapat meningkatkan resistensi
tanaman terhadap kekeringan (Auge and Stodola, 1990), dan mampu
meningkatkan serapan hara N, P, K dan berat kering tanaman coklat. Lebih
lanjut hasil penelitian Simarmata (2005) menunjukkan bahwa pemanfaatan
cendawan mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman
tomat. Untuk tanaman hortikultura seperti sayur-sayuran, buah-buahan,
11
tanaman hias inokulasi dengan cendawan mikoriza dapat meningkatkan
kualitas bibit yang dipindah-tanamkan (transplanted crops) (Chang, 1994).
Penelitian mengenai Mikoriza dan mikroorganisme lokal secara
mandiri sudah banyak dilakukan tetapi pemanfaatan mengenai Mikoriza dan
mikroorganisme lokal serta manajemen kebun dapat memperbaiki serapan P
pada tanaman coklat masih sedikit diungkap. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian ini untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman kakao serta bagaimana manajemen kebun kakao yang ideal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pemberian Inokulan mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman kakao.
2. Bagaimana pengaruh mikroorganisme lokal terhadap pertumbuhan
tanaman kakao.
3. Bagaimana pengaruh interaksi inokulan mikoriza dan mikroorganisme
lokal terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian Inokulan mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman kakao;
12
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian mikroorganisme lokal terhadap
pertumbuhan tanaman kakao.
3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi inokulan mikoriza dan
mikroorganisme lokal terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan
masalah untuk meningkatkan pertumbuhan kakao.
2. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan rujukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang budidaya kakao
sehingga penggunaan inokulan mikoriza dan mikroorganisme lokal dapat
dimanfaatkan bagi peningkatan hasil perkebunan kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kakao
1. Iklim
Pertumbuhan kakao sangat dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah.
Faktor iklim yang sangat menentukan pertumbuhan diantaranya adalah
curah hujan, suhu udara dan sinar matahari. Ditinjau dari wilayah
penanamannya, kakao sangat cocok ditanam pada 10o LU -10o LS, namun
penyebaran kakao umumnya berada diantara 7o LU dan 18oLS. Dengan
demikian maka Indonesia yang berada pada 5o LU- 10o LS masih sesuai
13
untuk penanaman kakao. Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk
penanaman kakao adalah <800 m dpl. Distribusi curah hujan sepanjang
tahun 1.100-3.000 mm per tahun. Dengan curah hujan lebih dari 4500 mm
per tahun tanaman kakao mudah terserang penyakit busuk buah, sedangkan
kurang dari 1.200 mm per tahun diperlukan irigasi. Kakao sangat ideal pada
daerah tipe iklim A (menurut Koppen) atau B (menurut Scmidt dan
Fergusson). SedangkanTipe C kurang baik karena bulan keringnya panjang.
Suhu.
Suhu sangat berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan
serta kerusakan daun. Kakao dapat tumbuh dengan baik pada suhu 18o-
32oC. Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia, suhu 25o-26o C merupakan
suhu rata-rata tahunan sehingga sangat cocok untuk tanaman kakao. Pada
suhu kurang dari 10o C akan menyebabkan gugur daun dan mengeringnya
bunga, sedangkan suhu tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian
akan gugur. Suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang akan
mempengaruhi bobot biji. Suhu yang relatif rendah akan menyebabkan biji
kakao banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Pada tanaman belum
menghasilkan, suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang akan
menyebabkan matinya pucuk.
Cahaya matahari yang terlalu banyak akan menyebabkan lilit batang
kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek. Kakao tergolong tanaman C3
yang mampu berfotosintsis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum
diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20 % dari
pencahayaan penuh.
14
2. Tanah.
Sifat kimia yang perlu diperhatikan adalah pH tanah, kadar bahan
organik, unsur hara, kapasitas absorbsi dan kejenuhan basa. Sedangkan
sifat fisik tanah yang berpengaruh adalah kedalaman efektif, tinggi
permukaan air tanah, drainase, struktur dan konsistensi tanah. Selain itu
kekeringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan kakao.
Sifat kimia tanah untuk tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik
pada tanah yang memiliki pH 6-7.5, dan masih toleran pada suhu 4oC - 8oC
serta paling tidak pada kedalaman 1 meter. Pada pH tinggi akan
menyebabkan terbatasnya ketersediaan hara, dan pada pH rendah terdapat
efek racun dari Al, Mn, dan Fe. Disamping itu kadar bahan organik juga ikut
berperan, sehingga bahan organik pada lapisan tanah setebal 0-15 cm
sebaiknya lebih dari 3 %. Kadar bahan organik yang tinggi akan
meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Usaha
menigkatkan bahan organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah
sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao.
Sifat fisik tanah untuk tanaman kakao struktur tanah yang baik adalah
lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir dan
10-20 % debu. Tanah regosol dengan struktur lempung berliat walaupun
mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.
Kedalaman tanah untuk tanaman kakao menginginkan solum tanah
minimal 90 cm dan kedalaman tanah minimal 3 meter. Semakin miring suatu
15
areal semakin dalam air tanah yang dikandungnya. Pada lahan dengan
kemiringan 8 % perlu dibuat teras selebar 1 meter dan pada kemiringan
tanah 25% selebar 1,5 meter. Lahan dengan kemiringan lebih dari 40%
sebaiknya tidak ditanami kakao, karena kecenderungan tererosi dan
keterbataan air tanah.
Kriteria tanah yang tepat bagi tanaman kakao.
Areal yang baik mengandung fosfor antara 257-550 ppm pada berbagai
kedalaman (0-127,5 cm), dengan persentase liat 10,8-43,3%, kedalaman
efektif 150 cm, tekstur tanah rata-rata 0-50 cm> SC, Cl, SiCl; kedalaman
Gley dari permukaan tanah 150 cm; pH-H2O (1: 2,5)= 6-7; bahan organik 4
%; KTK rata-rata 0-50 cm>24 me/100 gram, kejenuhan basa rata-rata 0-50
cm > 50% (Kementerian Pertanian, 2010).
B. Mikoriza dan Manfaatnya
Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah
berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk
simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh
karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan.
Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan. Mikoriza
merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran
tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid
(akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini
memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang
16
merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur
mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap
penyakit dan meningkatkan pertumbuhan Mikoriza dikenal dengan jamur
tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area
perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa
dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah
kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
terutama unsur hara Phosphat.
Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir
90% jenis tanaman (pertanian, kehutanan, perkebunan dan tanaman pakan)
dan membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara
(terutama fosfor) pada lahan marginal.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran
tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman
yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas
dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).
Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank
pada tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar
sebagai titik awal sejarah mikoriza. Mikoriza adalah suatu struktur yang khas
yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling
menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau
lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari
asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang
sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun
17
penyebaranya. Mikoriza tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis
dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80%
jenis tumbuhan yang ada (Nuhamara, 1994).
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman
inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis
mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan
sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman
inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar
bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur
tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk.
Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan
serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur
toksik.
Nuhamara (1994) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat
membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu: 1)
Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban
yang ekstrim. 2) Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat
pengatur tumbuh lainnya seperti auxin. 3) Menjamin terselenggaranya
proses biogeokemis.
Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam
Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan
istilah "rel atif field mycorrhizal depedency" (RFMD) :RFMD = [ (BK. tanaman
18
bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x
100 %.
Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh
karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana
percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan
tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air,
temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor
biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran
tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi
mikoriza tapi respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali
menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan
Hirata, 1995).
Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan
suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Menurut Hakim, et al
(1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah
organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel
tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa
eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa pilysakarida,
asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan
mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir
sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalam
menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan
oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap
(Subiksa, 2002).
19
Secara umum manfaat yang diberikan dengan penggunaan pupuk
hayati mikoriza adalah :
1. Meningkatkan Penyerapan Air & Hara
Tanaman yang bermikoriza (endo-mikoriza) dapat menyerap pupuk P
lebih tinggi (10-27%) dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza
(0.4-13%). Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat
menghemat penggunaan pupuk Nitrogen 50%, pupuk phosfat 27% dan
pupuk Kalium 20%.
Jaringan hipa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang
serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hipa yang lebih halus dari bulu-
bulu akar memungkinkan hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling
kecil (mikro) sehingga hipa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah
yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh
tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan
terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur
tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran
masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hipa cendawan juga
mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-
ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman.
Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut
fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan
mikorisa dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et
al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya
interaksi sinergis antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh
20
Azcon dan Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila
tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi
oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan
bakteri penambat N, B. japonicum.
2. Menahan Serangan Patogen Akar dan Unsur Toksik
Akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena
lapisan mantel (jaringan hypa) menyelimuti akar dapat melindungi akar. Di
samping itu beberapa mikoriza menghasilkan antibiotik yang dapat
menyerang bakteri, virus, jamur yang bersifat patogen.
Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui
perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Imas et al (1993)
menyatakan bahwa struktur mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung
biologi bagi terjadinya patogen akar. Mekanisme perlindungan dapat
diterangkan sebagai berikut : 1). Adanya selaput hipa (mantel) dapat
berfungsi sebagai barier masuknya patogen. 2). Mikoriza menggunakan
hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta
lingkungan yang tidak cocok untuk patogen. 3). Cendawan mikoriza dapat
mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen. 4). Akar tanaman
yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh
cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.
Mikoriza tidak selamanya memberikan pengaruh yang
menguntungkan dari segi patogen. Pada tanaman tertentu, adanya mikoriza
menarik perhatian zoospora Phytopthora, sehingga tanaman menjadi lebih
peka terhadap penyakit busuk akar.
21
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu
yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme
perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan
mikorisa dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau
penimbunan unsur tersebut dalam hipa cendawan. Khan (1993) menyatakan
bahwa VAM dapat terjadi secara alami pada tanaman pioneer di lahan
buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi
lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha
penghijauan kembali tanah.
3. Memperbaiki Struktur Tanah dan Tidak Mencemari Lingkungan
Mikoriza dapat meningkatkan struktur tanah dengan menyelimuti
butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel
polysakarida yang dihasilkan cendawan pembentuk mikoriza. Karena bukan
merupakan bahan kimia pupuk ini tidak mencemari lingkungan. Mikoriza
melalui jaringan hipa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan
struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan
lendir oleh jaringan hipa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer
menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya
dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses
"mechanical binding action" oleh hipa eksternal akan membentuk agregat
makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa
cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat
berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin
lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan
22
dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hipa eksternal bersama
enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah
menyebabkan rusaknya jaringan hipa sehingga sekresi yang dihasilkan
sangat sedikit.
Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama
pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993)
menyatakan bahwa cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah
bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah
menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi,
namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga
kelembaban tanah. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan
laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka
beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi
tanaman, tapi juga bagi tanah.
4. Pemupukan Sekali Seumur Tanaman
Karena mikoriza merupakan mahluk hidup maka sejak berasosiasi
dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi
membantu tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang,
mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu
ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang membedakan
menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2
23
bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza. Pola asosiasi antara
cendawan dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan
morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada
ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk kedalam sel tapi
berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel di
permukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk
kedalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval
yang disebut vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule,
sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM)
(Rao, 1994).
Bila menurut Rao golongan mikoriza hanya terdiri dari 2 tipe, berbeda
halnya dengan Brundett (2004). Berdasarkan struktur dan cara cendawan
menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe: 1).
Ektomikoriza. 2). Ektendomikoriza dan 3). Endomikoriza.
Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi
membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar
dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air,
hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-
dinding sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan Hartiq.
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua
mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis
berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga
sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan
sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas.
24
Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi
tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke
dalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk
oval yang disebut Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang
dichotomous disebut arbuscules (arbuskul) (Brundrett, 2004).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan
spora cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk
perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok
untuk perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki
ketahanan cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar.
Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga
pada lahan tergenang seperti pada padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995).
Bahkan pada lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang tercemar
limbah berbahaya, cendawan mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya
(Aggangan et al, 1998). Sifat cendawan mikoriza ini dapat dijadikan sebagai
dasar dalam upaya bioremidiasi lahan kritis.
C. Mikroorganisme Lokal
Kecenderungan ketergantungan petani pada penggunaan pupuk dan
pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi hijau (1970-2005)
menimbulkan dampak negatif yang berkaitan dengan degradasi lingkungan.
Subsidi harga dari pemerintah dan pengaruh pupuk dan pestisida anorganik
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ikut mendorong preferensi petani
terhadap pupuk anorganik sehingga penggunaan bahan organik sebagai
komponen pembentuk kesuburan tanah semakin ditinggalkan.
25
Bahan organik memiliki peranan penting sebagai sumber karbon,
dalam pengertian luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber
energi untuk mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai jenis
mikroba tanah (Sisworo, 2006). Penurunan kandungan bahan organik tanah
menyebabkan mikroba dalam tanah mengalami defisiensi karbon sebagai
pakan sehingga perkembangan populasidan aktivitasnya terhambat. Hal ini
mengakibatkan proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi
tanaman akan terhambat. Tanah yang mengalami defisiensi sumber energi
bagi mikroba menjadi berstatus lelah atau fatigue (Pirngadi, 2009). Kondisi
tersebut berdasarkan salah satu indikator kesuburan tanah adalah
kandungan C-Organik. Komponen C-Organik dari 65 % tanah di Indonesia
di bawah 1 %, yang harusnya diatas 2 %. Hal tersebut lebih diperburuk
dengan kondisi dimana pertambahan input pada tanah sebagai media tanam
tidak lagi mampu meningkatkan produksi tanaman (levelling off).
Permasalahan diatas menimbulkan kesadaran masyarakat untuk
menerapkan suatu sistem pertanian yang ramah lingkungan untuk suatu
keberlanjutan. Selain itu didukung pula oleh berkembangnya kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan yang menjadikan produk organik sebagai
tren bahan makanan yang dikonsumsi. Konsep pertanian berkelanjutan
yang diterapkan dalam era Revolusi Hijau Lestari (RHL) yang dicetuskan
sejak tahun 2006 yaitu peningkatan produktivitas tanaman dengan mengacu
sistem agroekologi alamiah yang secara lestari dapat mendukung kehidupan
biota diatasnya. Secara alamiah, siklus karbon biologis dan unsur lainnya
terjadi secara in situ, sehingga berdampak terhadap keberlanjutan
26
kehidupan biota penyusun ekologi. Sumarno (2006) menyatakan bahwa
hara untuk pertumbuhan tanaman optimal dan untuk mempertahankan
kesuburan tanah dapat berasal dari : asli tanah (indigenenous nutrients),
endapan lumpur dari wilayah hulu; dari pengairan; dari air hujan; dari pupuk
organik; dari pupuk anorganik (sintesis); dari residu tanaman; dan
penambatan N oleh tanaman legum; tumbuhan air dan mikroba; dan bahkan
dari debu, abu gunung dan kilat. Hara yang berasal dari dekomposisi
mikroba, hewan rendah dan hewan tinggi juga merupakan sumber hara yang
legitimate pada teknologi Revolusi Hijau Lestari. Penerapan pertanian
organik merupakan pilihan yang bijaksana untuk mewujudkan pertanian
lestari.
Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang ramah
lingkungan yang bersifat hukum pengembalian (low of return) yang berarti
suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua bahan organik ke
dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanian maupun ternak
yang selanjutnya bertujuan untuk memenuhi makanan pada tanah yang
mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Limbah organik
seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak tidak bisa langsung diberikan
ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih
dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh
tanaman. Proses pengomposan secara alami memerlukan waktu yang lama
sehingga diperlukan mikroba dekomposer yang mampu mempercepat
proses dekomposisi bahan organik. Mikroorganisme Lokal (MOL) banyak
27
ditemukan di lapang dan sudah terbukti bermanfaat sebagai dekomposer,
pupuk hayati dan pestisida hayati.
Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal (MOL) yang mempunyai
keuntungan dari segi biaya yang relatif murah dan kemudahan aplikasinya
merupakan pilihan yang telah diterapkan oleh beberapa petani di beberapa
daerah. Selain sebagai dekomposer, MOL juga digunakan sebagai pupuk
dan pestisida hayati yang dapat diaplikasikan langsung ke tanaman.
Kandungan MOL Rebung Bambu: Mengandung C Organik, Giberellin,
Azotobacter dan Azospirillium yang tinggi untuk merangsang pertumbuhan
tanaman secara cepat, untuk aplikasi POC dosis 1 liter + 15 liter air.
Di Indonesia, setiap tahunnya lebih dari 165 juta ton bahan organik
dihasilkan dari limbah panen tanaman pangan dan hortikultura, namun
potensi tersebut pada umumnya belum terkelola dengan baik. Di lain pihak,
kandungan bahan organik dalam tanah pertanian saat ini rendah, rata-rata
kurang dari 2 % (Pirngadi, 2009). Umumnya bahan organik yang dihasilkan
dari limbah pertanian dialihkan oleh petani untuk berbagai penggunaan lain
yang seyogianya dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik.
Pertanian organik dipahami sebagai teknik budidaya pertanian yang
mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia
sintetis. Tetapi jika melihat kondisi saat ini yang menuntut peningkatan
produktivitas dan kemampuan tanah menyediakan hara maka terdapat
pemikiran bahwa pertanian organik (dan penggunaan pupuk organik) juga
merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai
28
salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen
pupuk buatan (kimia anorganik). Pestisida dan herbisida digunakan secara
selektif dan rasional atau menggunakan biopestisida. Landasan prinsipilnya
adalah sistem pertanian modern, mengutamakan produktivitas, efisiensi
produksi, serta keamanan dan kelestarian lingkungan dan sumber daya
(BPTP Sulawesi Selatan, 2011).
Pembuatan MOL rebung bambu dengan bahan: 4 buah rebung
bambu kurang lebih 1,5 kg, air beras 4 liter, air kelapa 300 ml, 2 ons gula
merah, cara pembuatannya; a) rebung bambu ditumbuk halus atau diiris-iris
kemudian masukan kedalam ember atau tong plastik,
b) campurkan dengan gula merah yang telah dihaluskan dan aduk sampai
rata, c) campurkan dengan air kelapa, d) Rendam dengan air cucian beras
sebanyak 5 liter, e) tutup rapat ember/tong dengan platik, dan berikan slang
palstik yang disambungkan dengan air yang berada pada botol,
f) biarkan selama 15 hari, g) MOL siap untuk diaplikasi ke tanaman.
D. Hipotesis
1. Terdapat pengaruh salah satu dosis pemberian Inokulan mikoriza
terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
2. Terdapat pengaruh salah satu dosis mikroorganisme lokal terhadap
pertumbuhan tanaman kakao.
3. Terdapat pengaruh interaksi inokulan mikoriza dan mikroorganisme
lokal terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
29
E. Kerangka Pikir
Tanah Marginal
Pertumbuhan Kakao Rendah
Manusia
Pertumbuhan Kakao 1. Tinggi Tanaman 2. Jumlah Daun 3. Diameter
Batang
Mikroorganisme Lokal (Rebung)
Inokulan Mikoriza:
30
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Pertumbuhan Kakao
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Romanglompoa, Kecamatan
Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Kegiatan Penelitian ini berlangsung pada
April sampai Desember 2014.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit kakao varietas sulawesi 2,
Mikrorganisme Lokal (MOL) dari rebung bambu, inokulan mikoriza, polybag,
kapur, pupuk organik (kotoran sapi).
Interaksi Inokulan
Mikoriza dengan
mikroorganisme Lokal
31
Peralatan yang digunakan adalah meteran, hand sprayer, ember,
timbangan, label, cangkul, skop, linggis, mistar geser, tali dan alat tulis
menulis.
C. Rancangan Penelitian
Percobaan ini dirancang dengan menggunakan rancangan faktorial 2
faktor dengan rancangan acak kelompok (RAK) sebagai rancangan
dasarnya. Terdiri dari 3 ulangan/kelompok. Faktor pertama adalah
pemberian inokulan mikoriza yang terdiri dari 4 level yakni: tanpa inokulan
mikoriza (M0), inokulan mikoriza 50 g(M1), inokulan mikoriza 100 g (M2) dan
inokulan mikoriza 150 g (M3). Faktor kedua adalah pemberian
mikroorganisme lokal yang terdiri dari 4 level, yaitu: tanpa mikroorgganisme
Lokal (Ko), Mikroorganisme Lokal 100 ml/l air (K1), Mikroorganisme Lokal
150 ml/l air (K2), dan Mikroorganisme Lokal 200 ml/l air (K3). Dengan
demikian akan diperoleh 16 kombinasi perlakuan (treatment) dan setiap
kombinasi penelitian diulang tiga kali sehingga secara keseluruhan diperoleh
48 satuan percobaan. Rata-rata nilai tengah perlakuan/interaksi akan diuji
dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiples
range test). Jika interaksi antara faktor-faktor yang diteliti berpengaruh
nyata berdasarkan uji F.
I II
Mo Ko
32
M1 K1
M2 k2
M3 K3
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan lahan penelitian
Kegiatan sebelum pembuatan lubang tanam yang dilakukan yaitu
membersihkan lahan dari rumput-rumput liar, untuk memperlancar
pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus
dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan
tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan. Selanjutnya
melaksanakan pengukuran jarak tanam dengan masing-masing jarak tanam
3m x 3m. Lubang tanam terbentuk satu bulan kemudian dilakukan
penutupan tanah sebelum pertanaman agar supaya kondisi tanah menjadi
gembur.
2. Penanaman
Jarak lubang tanam adalah 3m x 3 m. Ukuran lubang tanam
50x50x50cm. Waktu tanam yang baik adalah awal musim kemarau/awal
musim penghujan, tetapi dapat saja sepanjang musim asal air tanahnya
memadai, bibit yang digunakan berumur 6 bulan yang mempunyai daun 4-5
helai, ditanam tegak lurus dilubang pertanaman.
33
3. Penyulaman
Bibit kakao akan tumbuh 4 - 5 minggu setelah tanam. Bibit yang tidak
tumbuh segera disulam dari persiapan cadangan bibit yang mempunyai
umur yang sama, agar pertumbuhan tanaman tetap optimal.
4. Pemberian Mikoriza
Pemberian mikoriza dilakukan pada akar bibit kakao yang
sebelumnya dilakukan pelukaan pada ujung akar.
5. Mikroorganisme Lokal
Pemberian mikroorganisme lokal diberikan pada saat tanam dan
berumur 4–12 minggu setelah tanam dengan dosis 100 ml/L air, 150 ml/L air
dan 200 ml/L air. Proses pembuatan MOL rebung bambu sebagai berikut :
a. Bahan:
1. 1,5 Kg rebung bambu
2. Air cucian beras 4 liter
3. Air kelapa 300 ml
4. Gula merah 1 – 2 ons
b. Cara membuat :
1. Rebung bambu diiris tipis-tipis atau ditumbuk juga boleh
2. Masukkan rebung bambu yang telah dihaluskan ke dalam jerigen
3. Masukkan daging buah maja yang telah dihaluskan
4. Masukkan gula merah
5. Masukkan air cucian beras
34
6. Tutup rapat jerigen tersebut, dan kocok-kocok hingga tercampur
7. Buka sebentar tutup jerigen tiap pagi sekali agar gas dalam jerigen
bisa keluar.
8. Setelah 15 hari siap digunakan.
6. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada waktu tanaman berumur 2 - 3 minggu
setelah tanam, tergantung pertumbuhan rumput di lahan penanaman.
Penyiangan dengan cara mencabut rumput liar/membersihkan dengan alat
cangkul.
7. Pemupukan
Pemupukan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk
organik dari kotoran sapi yang diaplikasikan bersamaan pada saat
penutupan lubang tanam. Pada penelitian ini tidak menggunakan pupuk
kimia (anorganik).
8. Pengairan
Pada fase awal pertumbuhan tanaman kakao hingga tanaman
tumbuh dilapangan, penyiraman dilakukan rutin tiap hari. Pengairan
berikutnya disesuaikan kondisi iklim.
9. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penelitian ini dalam pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan
dengan sistem PHT. Caranya dengan menyemprot dengan pestisida nabati
atau mengambil dan memijat langsung hama yang ada dipertanaman.
35
E. Pengamatan
Parameter yang akan diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai pada titik
tumbuh tanaman saat tanaman berumur 4 Minggu Setelah Tanam (4
MST), 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST, 14 MST, dan 16 MST.
2. Jumlah daun (helai), dihitung banyaknya daun saat tanaman berumur 4
Minggu Setelah Tanam (4 MST), 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST, 14
MST, dan 16 MST.
3. Diameter batang (cm), diukur saat tanaman berumur 4 MST, 6 MST, 8
MST, 10 MST, 12 MST, 14 MST, dan 16 MST.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tinggi Tanaman
Hasil analisis Uji Berganda Duncan 0,05 untuk tinggi tanaman kakao
minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
perlakuan 100 g Mikoriza (M2) memberikan hasil terbaik, sedangkan
perlakuan mikroorganisme lokal (Mol) rebung tidak memberikan perbedaan
yang nyata tetapi kecenderungan memberikan perlakuan terbaik pada
36
pemberian 200 ml/ L air Mol rebung (K3). Tidak terdapat interaksi antar
perlakuan pada parameter tinggi tanaman.
Tabel 1. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terhadap Tinggi Tanaman
Perlakuan Minggu ke
Mikoriza 4 6 8 10 12 14 16
0 g 48.77ab 49.84ab 50.68ab 51.95ab 52.93ab 53.37ab 53.64ab
50 g 44.85a 46.30a 46.83a 47.37a 48.64a 49.28a 49.41a
100 g 50.37b 51.74b 52.24b 5312b 53.67b 54.49b 54.63b
150 g 49.45ab 50.73ab 51.48ab 52.02ab 52.34ab 52.55ab 52.69ab
Mol
0 mL/L air 48.22a 49.17a 50.19a 50.58a 51.59a 52.51a 52.62a
100 mL/L air 49.50a 50.77a 51.30a 51.80a 52.44a 52.75a 53.08a
150 mL/L air 47.11a 47.67a 48.36a 49.81a 50.51a 50.84a 50.98a
200 mL/L air 48.61a 50.99a 51.37a 52.27a 53.04a 53.59a 53.70a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan Uji Berganda Duncan 0,05.
2. Jumlah Daun
Hasil analisis Uji Berganda Duncan 0,05 pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa perlakuan 100 g Mikoriza (M2) memberikan hasil terbaik terhadap
jumlah daun, sedangkan perlakuan mikroorganisme lokal (Mol) rebung tidak
memberikan perbedaan yang nyata tetapi kecenderungan memberikan
perlakuan terbaik pada pemberian 200 ml/ L air Mol rebung (K3). Tidak
terdapat interaksi antar perlakuan pada parameter jumlah daun.
37
Tabel 2. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terhadap Jumlah Daun
Perlakuan Minggu ke
Mikoriza 4 6 8 10 12 14 16
0 g 9.67a 12.29b 12.79b 14.46b 15.99b 16.99b 17.88b 50 g 8.04a 9.42a 9.92a 10.00a 11.46a 13.38a 14.33a 100 g 9.30a 11.58ab 11.96ab 12.29ab 13.08ab 14.38ab 14.96ab 150 g 7.96a 9.63a 9.75a 10.04a 11.67a 12.83a 12.92a
Mol
0 mL/L air 9.46a 11.21a 12.04a 12.13a 12.66a 13.66a 14.33a 100 mL/L air 7.71a 10.21a 10.54a 10.96a 12.25a 14.08a 14.75a 150 mL/L air 8.88a 9.75a 9.88a 11.08a 13.50a 14.75a 15.50a 200 mL/L air 8.92a 11.75a 11.96a 12.63a 13.79a 15.08a 15.50a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan Uji Berganda Duncan 0,05.
3. Diameter Batang
Hasil analisis Uji Berganda Duncan 0,05 pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa perlakuan 100 g Mikoriza (M2) memberikan hasil terbaik terhadap
diameter batang, sedangkan perlakuan mikroorganisme lokal (Mol) rebung
tidak memberikan perbedaan yang nyata tetapi kecenderungan memberikan
perlakuan terbaik pada pemberian 100 ml/ L air Mol rebung (K1). Tidak
terdapat interaksi antar perlakuan pada parameter diameter batang.
Tabel 3. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung minggu ke 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terhadap Diameter Batang.
Perlakuan Minggu ke
Mikoriza 4 6 8 10 12 14 16
0 g 0.45a 0.49a 0.52a 0.55a 0.57ab 0.59ab 0.62ab
50 g 0.46a 0.50a 0.50a 0.52a 0.53a 0.54a 0.57a
100 g 0.47a 0.52a 0.54a 0.56a 0.58b 0.61b 0.65b
150 g 0.47a 0.50a 0.51a 0.54a 0.55ab 0.57ab 0.59a
Mol
0 mL/L air 0.47a 0.49a 0.50a 0.51a 0.52a 0.55a 0.56a
38
100 mL/L air 0.47a 0.51a 0.53a 0.56b 0.58b 0.60b 0.64b
150 mL/L air 0.46a 0.50a 0.52a 0.54ab 0.56ab 0.57ab 0.61ab
200 mL/L air 0.46a 0.51a 0.53a 0.55ab 0.56ab 0.58ab 0.62b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan Uji Berganda Duncan 0,05.
4. Pengaruh Mikoriza dan Mol Rebung terhadap Kandungan NPK Tanah
Tabel 4. Perlakuan Mikoriza dan Mol Rebung terhadap
Kandungan NPK Tanah
Mikoriza N P K
0 g 0.1613a 14.2875a 0.3038a
50 g 0.1825a 15.8638b 0.3250ab
100 g 0.2200b 17.1788c 0.3175ab
150 g 0.2363b 18.3562d 0.3625b
Mol
0 mL/L air 0.1763a 15.1163a 0.3188a
100 mL/L air 0.1938ab 16.6625b 0.3150a
150 mL/L air 0.2150b 16.6488b 0.3375a
200 mL/L air 0.2150b 17.2588b 0.3375a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan Uji Berganda Duncan 0,05.
B. Pembahasan
1. Pengaruh Mikoriza dan Mol Rebung Bambu terhadap Pertumbuhan Kakao
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman
kakao mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis).
Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai
39
'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan
maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994).
Bagi tanaman kakao, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat
yang sangat besar bagi pertumbuhannya. Pemberian inokulasi mikoriza
dengan dosis 100 g per tanaman memberikan pertumbuhan tinggi tanaman,
jumlah daun dan diameter batang kakao yang terbaik dibandingkan dengan
kontrol, dosis 50 g dan 150 g. Hal ini sejalan dengan Muslimin (1994),
dimana pemberian inokulasi mikoriza dapat meningkatkan tinggi tanaman
kakao sebesar 12.5 - 23.2 %.
Keistimewaan dari mikoriza ini adalah kemampuannya dalam
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara
Phosphat (P) (Anonim1, 2009). Mikoriza mempunyai kemampuan untuk
berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman (pertanian, kehutanan,
perkebunan dan tanaman pakan) dan membantu dalam meningkatkan
efisiensi penyerapan unsur hara (terutama fosfor) pada lahan marginal
( Anonim2, 2009).
Unsur P diperlukan dalam pertumbuhan tanaman, kekurangan unsur
hara makro ini mengakibatkan mengurangi kemampuan tanaman untuk
mengabsorbsi unsur hara lainnya. Menurut Buckman & Brandy (1982) unsur
P dalam tanaman antara lain digunakan untuk pembelahan sel,
pembentukan lemak, pembungaan, pembuahan, perkembangan akar,
memperkuat batang, kekebalan terhadap penyakit dan lain sebagainya.
Unsur P dalam tanaman merupakan unsur penting penyusun
Adenosin Triphosphate (ATP) yang secara langsung berperan dalam proses
40
penyimpanan dan transfer energi yang terkait dalam proses metabolisme
tanaman (Dobermann dan Fairhurst, 2000).
Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal (MOL) yang mempunyai
keuntungan dari segi biaya yang relatif murah dan kemudahan aplikasinya
merupakan pilihan yang telah diterapkan oleh beberapa petani di beberapa
daerah. Selain sebagai dekomposer, MOL juga digunakan sebagai pupuk
dan pestisida hayati yang dapat diaplikasikan langsung ke tanaman.
Kandungan MOL rebung bambu: mengandung C Organik, Giberellin,
Azotobacter dan Azospirillium yang tinggi untuk merangsang pertumbuhan
tanaman secara cepat. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian dimana
perlakuan mikroorganisme lokal (MOL) rebung tidak memberikan perbedaan
yang nyata tetapi kecenderungan memberikan tinggi tanaman dan jumlah
daun terbaik pada pemberian 200 mL/ L air Mol rebung (K3). Sedangkan
untuk kecenderungan hasil diameter batang terbaik pada perlakuan
pemberian 100 mL/ L air MOL rebung (K1).
Inokulasi mikoriza dan mol rebung tidak saling berinteraksi untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman kakao meski pada pemberian 100 g
mikoriza per tanaman dan 200 mL/L air mol rebung memberikan respon
lebih baik untuk meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun kakao. Hal
ini disebabkan karena aplikasi mikoriza dilakukan di akar sementara aplikasi
mol rebung bambu pada tanaman di atas permukaan tanah, sehingga
interaksi keduanya kurang disamping faktor defisit air pada saat penanaman
karena musim kemarau.
2. Pengaruh Mikoriza dan Mol Rebung Bambu terhadap NPK Tanah
41
Mikoriza berperan secara tidak langsung dalam perbaikan struktur
tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk.
Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan
serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur
toksik.
Tanaman yang bermikoriza (endo-mikoriza) dapat menyerap pupuk P
lebih tinggi (10-27%) dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza
(0.4-13%). Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat
menghemat penggunaan pupuk Nitrogen 50%, pupuk phosfat 27% dan
pupuk Kalium 20%.
Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan
air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar
memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil
(mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang
sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman
bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh
aliran masa seperti N, K dan S, sehingga serapan unsur tersebut juga makin
meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang
tinggi juga disebabkan karena hifa cendawan juga mengeluarkan enzim
phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik,
sehingga tersedia bagi tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
dimana pemberian mikoriza 150 g memberikan kandungan N, P dan K
terbesar.
42
Sedangkan pemberian mol rebung 150 mL/L air memberikan
kandungan N, P, dan K terbesar. Hal ini disebabkan C-organik yang
terkandung pada mol rebung bambu .dimana kandungan C-organik bisa
meningkatkan proses dekomposisi tanah dan reaksi-reaksi yang
memerlukan mikroorganisme misalnya pelarutan P, fIksasi N dan
sebagainya.
Interaksi antara mikoriza dan mol rebung tidak terjadi sehingga tidak
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kakao dan kandungan N, P dan K
tanah. Kandungan C-organik menurut tipe fisiogami yakni kedalaman 0-10
cm memiliki kandungan C-organik 4%, kedalaman 10-20 cm adalah 3,38%
dan kedalaman 20-30 cm adalah 2,52% dengan harkat sedang sampai
tinggi. Fisiognomi II kedalaman 0-10 cm kandungan C-organik adalah
5.00%, kedalaman 10-20 cm adalah 2,67% dan kedalaman 20-30 cm adalah
2,38% dengan harkat sedang sampai tinggi. Fisiognomi III pada kedalaman
0-10 cm kandungan C-Organik adalah 5,63%, kedalaman 10-20 cm adalah
3,89% dan kedalaman 20-30 cm adalah 3,56% dengan harkat tinggi hingga
sangat tinggi. Kandungan C-organik cenderung menurun dengan semakin
dalamnya tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh akumulasi bahan organik
yang berasal dari dekomposisi serasah lebih banyak di bagian atas
(Supriono dkk, 2009). Hal ini yang menyebabkan nilai C-organik
menunjukkan kandungan bahan organik dalam tanah, bahan organik
berperan dalam menyediakan sumber makanan bagi tumbuhan. Jumlah C-
organik berdasarkan hasil uji laboratorium pada semua unit lahan sangat
rendah yaitu kurang dari 0,8%. Menurut Djaenudin, 2003, C-organik < 0,8%
43
termasuk pada kelas kesesuaian S3 (sesuai marginal). Hal tersebut juga
dijelaskan oleh Siregar, dkk, 2011, yang menyatakan bahwa zat organik
pada lapisan tanah setebal 0-15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut
setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air
serta struktur tanah yang gembur.
Kandungan bahan organik ditentukan berdasarkan jumlah C-organik,
bahan organik tersebut sangat berperan secara fisik, kimia, dan biologis
dalam menentukan tingkat kesuburan tanah. Faktor pembatas C-organik ini
dapat diatasi dengan pemberian bahan organik berupa pupuk organik.
Pupuk organik tersebut dapat berupa pupuk kompos dan pupuk kandang.
Pupuk kompos berasal dari hasil pengolahan sisa-sisa tanaman yang
mengandung banyak mikroorganisme. Sementara pupuk kandang berasal
dari hasil pengolahan kotoran hewan. Berdasarkan penelitian Hanafiah
(dalam Hanafiah, 2007) bahwa pupuk kandang dari kotoran ayam 20 ton/ha
dapat meningkatkan nilai C- organik 0,43%. Usaha meningkatkan kadar zat
organik dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa
pemangkasan maupun pembenaman buah cokelat. Kulit buah cokelat
sebagai mengandung zat organik sebanyak 900 kg/ha, dan dapat
memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP,
dan 8 kg kieserit. Daun dari tanaman penaung seperti gliricida, juga mampu
menambahkan unsur hara. Sebanyak 1.990 kg/ha/tahun daun gliricida yang
jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg/ha, fosfor 1,6 kg/ha, kalium
25 kg/ha, dan magnesium 9,1 kg/ha (Siregar,dkk, 2011). Pemberian pupuk
organik tersebut bermanfaat untuk menggemburkan lapisan tanah di
44
permukaan, meningkatkan populasi jasad renik, dan mempertinggi daya
serap dan daya simpan air.
45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pemberian inokulan mikoriza 100 g memberikan pengaruh terbaik
pada tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang kakao.
2. Pemberian mol rebung 200 mL/ L air tidak berpengaruh nyata tetapi
cenderung memberi hasil terbaik pada tinggi tanaman dan jumlah
daun serta mol rebung 100 mL/ L air pada diameter batang kakao.
3. Interaksi antara inokulan mikoriza dan MOL rebung tidak memberikan
pengaruh pada tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang
kakao. Pengaruh mikoriza dan MOL rebung terhadap unsur NPK,
Mikoriza 150 g dan MOL rebung 150 mL/ L air memberi hasil terbaik.
B. Saran
Penelitian dapat dilanjutkan dengan menambah lama pengamatan
terhadap pertumbuhan kakao sehingga hasil yang diperoleh lebih komplit.
46
DAFTAR PUSTAKA
Auge, R.M. and A.J.W. Stadola. 1990. An apparent Increase in Symplastic in
Water Contributes to Greater Turgor in Mycorrhizal Roots of
Droughted Rosa Plants. NewPhytol. 115, 285-295.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan, 2011. (On line)(sulsel.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=690:peran-dan-pemanfaatan-mikroorganisme-lokal-mol-mendukung-pertanian-organik. Di akses 25 Maret 2014).
Bethlenfalvay, G.J., M.S. Brown and R.S. Pacosvsky. 1982. Parasitic
Mutualistic Assosiation Between a Mycorrhizal Fungus and Soybean.
Development of the Host Plants Phytopathology. 72 : 889 – 893.
Bethlenfalvay, G.J., M.G. Reyes-Solis, S.B. Camel and R. Ferrera-Cerrato.
1991. Nutrient transfer Between The Root Zones of Soybean and
Maize plants Connected By a Common Mycorrhizal Mycelium.
Physiol. Plant. 82, 423-432.
Chang, D.C.N. 1992. Studies and Prospect of Horticultural Vesicular-
Arbuscular Mycorrhizae. In Taiwan. Sci. Agric. 40, 45-52.
Chang, D.C.N., 1994. What is The Potential for Mangement of Vesicular-
Arbuscular Mycorrhizae in Hoticulture? In Management of
Mycorrhizas in Agriculture, Horticulture and Forestry. Eds. A.D.
Robson, L.K. Abbott and N. Malajczuk. Kluwer Academic Publishers.
187 – 190 pp. The Netherland.
Djaenudin, Marwan H., H. Subagyo, Mulyani, Anny., Suharta. 2003. Kriteria
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Jakarta: Pusat
penelitian tanah dan agroklimat, badan pengembangan penelitian dan
pengembangan pertanian.
Gardner, F.P., R.P. Brent,dan R.L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanamanan
Budidaya, Universitas Indonesia Press.
Hanafiah, Ali, Kemas. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Kementerian Perindustrian, 2013. Industri Kakao Mampu Meningkatkan
Devisa Negara. http://www.kemenperin.go.id/artikel/7454/Industri-
47
Kakao-Mampu-Meningkatkan-Devisa-Negara. Diakses pada tanggal
24 Desember.
Kementerian Pertanian, 2010. Persyaratan Tumbuh Tanaman Kakao. (On
line) (http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/persyaratan-tumbuh-
tanaman-kakao. Di akses tanggal 25 maret 2014).
--------------------------------, 2013. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas
Perkebunan di Indonesia. http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabel-3-prod-
lsareal-prodvitas-bun.pdf. Diakses pada tanggal 24 Desember 2014
Marschner, H. And B. Dell. 1994. Nutrient Uptake in Mycorrhiza Symbiosis.
Plant Soil. 159: 89-102.
Perrin, R. 1990. Interactions Between Mycorrhizae and Deseases Caused by
Soil-born Fungi. Soil Use Manag. 6, 189-195.
Pirngadi K., 2009. Peran Bahan Organik dalam Peningkatan Produksi Padi Berkelanjutan Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(1) : 48-64
Sieverding, E., 1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Management in
Tropical Agrosystem. Technical Cooperation Federal Republic of
Germany.
Simarmata, T. 2005. Kontribusi Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos
Dalam Meningkatkan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum
esculentum Mill) pada Inceptisols. Agroteksos 14 (4) : 233 – 238.
Mataram.
Siregar, T.HS., S, Riyadi dan L, Nuraeni. 2011. Budidaya Cokelat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sisworo, W.H., 2006. Swasembada Pangan dan Pertanian Berkelanjutan. Tantangan Abad Dua Satu : Pendekatan Ilmu Tanah, tanaman dan Pemanfataan Iptek Nuklir. Dalam A. Hanafiah WS, Mugiono,dan E.L. Sisworo. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta. 207 hal.
Tisdale, S., W. Nelson, and J.D. Beaton, 1985.Soil Fertility and Fertilizers.
Fourth Edition. Collier Mc Millan Publishing Co. Inc. New York.
48
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal, personil peneliti dan rencana anggaran biaya Penelitian
A. Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Uraian
Kegiatan
Bulan
Maret April Mei Juni Juli Agustus
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
I Persiapan
a. Penyusunan
proposal
b. Seminar
proposal
c. Survei dan
identifikasi
lokasi
II Pelaksanaan
a. Penanaman
b. uji
laboratorium
c. pengolahan
data
III Pasca Penelitian
a. Penyusunan
laporan,
seminar hasil
b. pelaporan
B. Personalia Penelitian 1. Ketua peneliti
a. Nama lengkap : Dr. Ismaya N.R. Parawansa, S.P., M.Si b. Jenis kelamin : Wanita c. NIP : 19690527 200312 2 002 d. Disiplin ilmu : Pertanian e. Pangkat/golongan : Penata Tk.I/IIId f. Jabatan : Lektor g. Jurusan : Penyuluhan Pertanian
2. Anggota Peneliti
a. Nama lengkap : Ir. H. Muh. Askari Kuruseng, M.P b. Jenis kelamin : Laki-laki c. NIP : 19660901199803 002 d. Disiplin ilmu : Pertanian e. Pangkat/golongan : Pembina/IVa f. Jabatan : Lektor Kepala g. Jurusan : Penyuluhan Pertanian
49
3. Anggota Peneliti
a. Nama lengkap : Ramli, S.P., M.P b. Jenis kelamin : laki-laki c. NIP : 19741010 200604 1 038 d. Disiplin ilmu : Pertanian e. Pangkat/golongan : Penata Muda Tk.I/IIIb f. Jabatan : Asisten ahli g. Jurusan : Penyuluhan Pertanian
C. RINCIAN BIAYA PENELITIAN
No Uraian Satuan Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)
I Alat dan bahan
a. Polybag 100 buah 1.000 100.000
b. Pupuk Kompos 500 kg 2.000 1.000.000
c. Gembor 1 buah 125.000 125.000
d. Mistar geser 1 buah 125.000 125.000
e. Cangkul 2 buah 50.000 100.000
f. Bibit kakao 130 buah 10.000 1.300.000
g. Mikoriza 2 kg 150.000 300.000
h. Linggis 1 buah 100.000 100.000
i. Ember 2 buah 35.000 70.000
Jumlah 1 3.220.000
II Perjalanan
a. Survei Lokasi 4 OH 300.000 1.200.000
b. Pengambilan Data 8 OH 300.000 2.400.000
Jumlah 2 3.600.000
III Analisis tanah dan Tanaman
a. Pengujian sampel tanah (fisik, kimia dan biologi tanah)
b. Pengujian MOL c. Pengujian stlh Penelitian
10 10 10
Sampel Sampel sampel
50.000 50.000 50.000
500.000 500.000 500.000
Jumlah 3 1.500.000
III ATK dan Admistrasi
a. Kertas HVS Kuarto 70 g 3 rim 35.000 105.000
b. Catridge Warna canon 1 buah 300.000 210.000
c. Penggandaan 40 eks 4.000 160.000
d. Seminar proposal dan hasil
40 peserta 25.000 1.000.000
e. Laporan 7 eks 50.000 350.000
Jumlah 4 1.725.000
Jumlah (1 + 2 + 3 + 4) 10.045.000
50
Lampiran 2. Denah Percobaan
Ulangan I Ulangan II Ulangan III U
MoKo M1K2 M2K1
MoK2 M1K1 M2K3
MoK1 M1K3 M2Ko
MoK3 M1Ko M2K2
M1K2 M2K1 M3K0
M1K1 M2K3 M3K3
M1K3 M2Ko M3K1
M1Ko M2K2 M3K2
M2K1 M3K0 MoKo
M2K3 M3K3 MoK2
M2Ko M3K1 MoK1
M2K2 M3K2 MoK3
M3K0 MoKo M1K2
M3K3 MoK2 M1K1
M3K1 MoK1 M1K3
M3K2 MoK3 M1Ko
51
Lampiran 3a. Hasil pengamatan tinggi tanaman(cm) pada minggu 4
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 40.20 53.05 50.30 143.55 47.85
M0K1 56.50 48.35 51.10 155.95 51.98
M0K2 54.85 46.45 44.65 145.95 48.65
M0K3 45.65 49.10 45.00 139.75 46.58
M1K0 37.25 53.10 44.95 135.30 45.10
M1K1 53.35 38.60 47.70 139.65 46.55
M1K2 41.60 47.10 48.50 137.20 45.73
M1K3 49.95 39.35 36.70 126.00 42.00
M2K0 55.15 52.10 44.15 151.40 50.47
M2K1 49.40 58.55 46.10 154.05 51.35
M2K2 50.50 46.55 43.25 140.30 46.77
M2K3 62.55 49.15 47.00 158.70 52.90
M3K0 46.10 48.60 53.70 148.40 49.47
M3K1 46.55 46.95 50.85 144.35 48.12
M3K2 52.90 45.10 43.85 141.85 47.28
M3K3 58.55 50.60 49.70 158.85 52.95
Jumlah 801.05 772.70 747.50
Lampiran 3b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 4
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 89.716 44.858 1.464tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 213.065 71.022 2.317tn 2.92 4.51 Mol 3 35.368 11.789 0.385tn 2.92 4.51 Interaksi 9 165.333 18.370 0.599tn 2.21 3.06 Galat 30 919.447 30.648
Total 47 1422.928
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
52
Lampiran 4a. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu 6
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 42.80 53.25 50.75 146.80 48.93
M0K1 57.50 49.40 51.45 158.35 52.78
M0K2 55.10 46.60 44.75 146.45 48.82
M0K3 50.10 49.85 46.50 146.45 48.82
M1K0 40.15 53.60 45.45 139.20 46.40
M1K1 55.50 39.75 48.15 143.40 47.80
M1K2 43.00 48.10 48.75 139.85 46.62
M1K3 54.70 40.40 38.00 133.10 44.37
M2K0 54.50 53.00 44.40 151.90 50.63
M2K1 49.05 59.90 49.05 158.00 52.67
M2K2 51.20 46.90 44.50 142.60 47.53
M2K3 65.25 52.15 51.00 168.40 56.13
M3K0 47.00 49.83 55.35 152.18 50.73
M3K1 46.56 50.60 52.35 149.51 49.84
M3K2 53.20 45.35 44.60 143.15 47.72
M3K3 59.00 52.65 52.25 163.90 54.63
Jumlah 824.61 791.33 767.30
Lampiran 4b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 6
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 103.530 51.765 1.778tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 201.882 67.294 2.311tn 2.92 4.51 Mol 3 86.296 28.765 0.988tn 2.92 4.51 Interaksi 9 159.322 17.702 0.608tn 2.21 3.06 Galat 30 873.438 29115
Total 47 1424.48
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
53
Lampiran 5a. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu 8
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 45.75 54.00 52.05 151.80 50.60
M0K1 58.65 49.50 51.95 160.10 53.37
M0K2 56.85 47.60 45.50 149.95 49.98
M0K3 49.25 50.25 46.75 146.25 48.75
M1K0 40.65 56.10 45.45 142.20 47.40
M1K1 56.15 39.80 48.95 144.90 48.30
M1K2 43.35 48.30 50.05 141.70 47.23
M1K3 54.45 40.50 38.20 133.15 44.38
M2K0 55.60 54.50 44.65 154.75 51.58
M2K1 49.10 60.35 49.50 158.95 52.98
M2K2 51.40 47.05 44.50 142.95 47.65
M2K3 65.35 52.55 52.35 170.25 56.75
M3K0 47.05 50.80 55.70 153.55 51.18
M3K1 46.58 50.60 54.50 151.68 50.56
M3K2 54.30 45.50 45.95 145.75 48.58
M3K3 59.35 52.90 54.50 166.75 55.58
Jumlah 833.83 800.30 780.55
Lampiran 5b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 8
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 90.689 45.345 1.449tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 208.125 69.375 2.216tn 2.92 4.51 Mol 3 70.899 23.633 0.755tn 2.92 4.51 Interaksi 9 194.972 21.664 0.692tn 2.21 3.06 Galat 30 939.131 31.304
Total 47 1503.817
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
54
Lampiran 6a. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu 10
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 45.75 54.25 52.15 152.15 50.72
M0K1 59.55 51.30 54.00 164.85 54.95
M0K2 60.00 48.80 47.65 156.45 52.15
M0K3 51.85 50.50 47.65 150.00 50.00
M1K0 41.40 57.30 45.65 144.35 48.12
M1K1 56.25 40.25 49.00 145.50 48.50
M1K2 44.20 49.60 50.75 144.55 48.18
M1K3 54.65 40.50 38.85 134.00 44.67
M2K0 55.60 54.75 45.20 155.55 51.85
M2K1 49.15 60.50 49.50 159.15 53.05
M2K2 51.60 50.35 44.70 146.65 48.88
M2K3 66.10 56.60 53.35 176.05 58.68
M3K0 47.40 51.10 56.35 154.85 51.62
M3K1 46.58 50.70 54.85 152.13 50.71
M3K2 57.45 45.75 46.85 150.05 50.02
M3K3 59.37 53.25 54.60 167.22 55.74
Jumlah 846.90 815.50 791.10
Lampiran 6b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 10
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 97.812 48.906 1.525tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 234.977 78.326 2.443tn 2.92 4.51 Mol 3 45.737 15.246 0.475tn 2.92 4.51 Interaksi 9 237.510 26.390 0.823tn 2.21 3.06 Galat 30 961.945 32.065
Total 47 1577.981
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
55
Lampiran 7a. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu 12
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 48.55 54.25 52.25 155.05 51.68
M0K1 61.35 51.35 55.75 168.45 56.15
M0K2 60.10 51.00 50.20 161.30 53.77
M0K3 51.85 50.55 47.90 150.30 50.10
M1K0 45.25 57.45 46.00 148.70 49.57
M1K1 56.70 40.40 49.50 146.60 48.87
M1K2 44.40 51.20 51.25 146.85 48.95
M1K3 54.80 42.55 44.15 141.50 47.17
M2K0 55.60 58.50 45.55 159.65 53.22
M2K1 50.15 60.55 49.50 160.20 53.40
M2K2 51.70 50.90 44.72 147.32 49.11
M2K3 66.60 56.90 53.40 176.90 58.97
M3K0 47.55 51.55 56.55 155.65 51.88
M3K1 46.58 51.80 55.60 153.98 51.33
M3K2 57.60 46.15 46.90 150.65 50.22
M3K3 59.70 53.35 54.70 167.75 55.92
Jumlah 858.48 828.45 803.92
Lampiran 7b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 12
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 93.340 46.670 1.615tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 180.312 60.104 2.080tn 2.92 4.51 Mol 3 43.327 14.442 0.500tn 2.92 4.51 Interaksi 9 231.178 25.686 0.889tn 2.21 3.06 Galat 30 866.997 28.900
Total 47 1415.155
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
56
Lampiran 8a. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu 14
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 49.00 55.00 53.40 157.40 52.47
M0K1 62.30 51.40 55.85 169.55 56.52
M0K2 60.20 52.00 50.30 162.50 54.17
M0K3 52.50 50.60 47.90 151.00 50.33
M1K0 46.65 57.50 46.20 150.35 50.12
M1K1 57.05 40.55 50.00 147.60 49.20
M1K2 44.50 51.30 51.50 147.30 49.10
M1K3 54.95 46.55 44.55 146.05 48.68
M2K0 60.60 58.60 46.05 165.25 55.08
M2K1 50.20 60.55 50.75 161.50 53.83
M2K2 51.72 52.75 44.72 149.19 49.73
M2K3 67.25 57.00 53.65 177.90 59.30
M3K0 47.75 52.35 57.00 157.10 52.37
M3K1 46.60 52.10 55.60 154.30 51.43
M3K2 57.85 46.15 47.05 151.05 50.35
M3K3 60.00 53.35 54.75 168.10 56.03
Jumlah 869.12 837.75 809.27
Lampiran 8b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 14
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 112.025 56.013 1.932tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 180.985 60.328 2.081tn 2.92 4.51 Mol 3 47.808 15.936 0.550tn 2.92 4.51 Interaksi 9 211.690 23.521 0.811tn 2.21 3.06 Galat 30 869.839 28.995
Total 47 1422.346
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
57
Lampiran 9a. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada minggu 16
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 49.10 55.00 53.50 157.60 52.53
M0K1 64.50 51.45 55.85 171.80 57.27
M0K2 60.50 52.15 50.30 162.95 54.32
M0K3 52.50 50.60 48.20 151.30 50.43
M1K0 46.80 57.60 46.30 150.70 50.23
M1K1 57.45 40.55 50.10 148.10 49.37
M1K2 44.50 51.30 51.85 147.65 49.22
M1K3 55.10 46.60 44.80 146.50 48.83
M2K0 60.90 58.60 46.40 165.90 55.30
M2K1 50.50 60.55 50.80 161.85 53.95
M2K2 52.00 52.75 44.80 149.55 49.85
M2K3 67.50 57.05 53.75 178.30 59.43
M3K0 47.80 52.35 57.10 157.25 52.42
M3K1 47.00 52.35 55.80 155.15 51.72
M3K2 58.00 46.55 47.10 151.65 50.55
M3K3 60.00 53.35 54.90 168.25 56.08
Jumlah 874.15 838.80 811.55
Lampiran 9b. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman minggu 16
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 123.145 61.572 2.076tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 184.551 61.517 2.074tn 2.92 4.51 Mol 3 48.484 16.161 0.545tn 2.92 4.51 Interaksi 9 221.863 24.651 0.831tn 2.21 3.06 Galat 30 889.980 29.666
Total 47 1468.023
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
58
Lampiran 10a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 4
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 9.50 16.50 6.00 32.00 10.67
M0K1 6.50 8.00 9.00 23.50 7.83
M0K2 12.50 8.50 7.00 28.00 9.33
M0K3 10.50 9.50 12.50 32.50 10.83
M1K0 8.50 8.50 9.00 26.00 8.67
M1K1 8.00 8.00 5.00 21.00 7.00
M1K2 11.00 8.00 6.50 25.50 8.50
M1K3 8.00 8.00 8.00 24.00 8.00
M2K0 9.50 10.00 9.50 29.00 9.67
M2K1 10.50 11.50 7.50 29.50 9.83
M2K2 6.50 9.50 11.50 27.50 9.17
M2K3 11.00 6.50 8.00 25.50 8.50
M3K0 11.50 8.50 6.50 26.50 8.83
M3K1 3.50 8.50 6.50 18.50 6.17
M3K2 11.50 9.00 5.00 25.50 8.50
M3K3 6.50 11.50 7.00 25.00 8.33
Jumlah 145.00 150.00 124.50
Lampiran 10b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 4
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 22.823 11.411 2.026tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 27.141 9.047 1.606tn 2.92 4.51 Mol 3 19.557 6.519 1.157tn 2.92 4.51 Interaksi 9 19.464 2.163 0.384tn 2.21 3.06 Galat 30 169.010 5.634
Total 47 257.995
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
59
Lampiran 11a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 6
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 13.00 16.50 9.00 38.50 12.83
M0K1 6.50 10.50 13.00 30.00 10.00
M0K2 12.50 10.50 7.00 30.00 10.00
M0K3 20.00 14.00 15.00 49.00 16.33
M1K0 11.00 13.00 9.00 33.00 11.00
M1K1 11.00 10.00 5.00 26.00 8.67
M1K2 9.50 8.00 6.50 24.00 8.00
M1K3 10.00 12.00 8.00 30.00 10.00
M2K0 12.00 10.00 12.00 34.00 11.33
M2K1 15.50 13.00 12.50 41.00 13.67
M2K2 10.00 9.50 11.50 31.00 10.33
M2K3 13.00 8.00 12.00 33.00 11.00
M3K0 13.50 9.00 6.50 29.00 9.67
M3K1 3.50 11.50 10.50 25.50 8.50
M3K2 11.50 12.50 8.00 32.00 10.67
M3K3 7.50 13.50 8.00 29.00 9.67
Jumlah 180.00 181.50 153.50
Lampiran 11b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 6
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 31.010 15.505 2.149tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 73.354 24.451 3.388 * 2.92 4.51 Mol 3 30.021 10.007 1.387tn 2.92 4.51 Interaksi 9 93.604 10.400 1.441tn 2.21 3.06 Galat 30 216.490 7.216
Total 47 444.479
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, * = berbeda nyata
60
Lampiran 12a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 8
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 15.00 16.50 9.00 40.50 13.50
M0K1 6.50 10.50 13.00 30.00 10.00
M0K2 12.50 12.50 7.50 32.50 10.83
M0K3 20.00 15.50 15.00 50.50 16.83
M1K0 11.00 18.50 9.00 38.50 12.83
M1K1 11.50 10.00 5.00 26.50 8.83
M1K2 9.50 8.00 6.50 24.00 8.00
M1K3 10.00 12.00 8.00 30.00 10.00
M2K0 10.50 13.50 12.00 36.00 12.00
M2K1 16.00 14.00 13.50 43.50 14.50
M2K2 8.50 9.50 12.00 30.00 10.00
M2K3 13.00 8.00 13.00 34.00 11.33
M3K0 13.50 9.50 6.50 29.50 9.83
M3K1 3.50 12.00 11.00 26.50 8.83
M3K2 11.50 12.50 8.00 32.00 10.67
M3K3 7.50 13.50 8.00 29.00 9.67
Jumlah 180.00 196.00 157.00
Lampiran 12b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 8
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 48.042 24.021 2.826tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 81.854 27.285 3.210 * 2.92 4.51 Mol 3 41.229 13.743 1.617tn 2.92 4.51 Interaksi 9 121.396 13.488 1.587tn 2.21 3.06 Galat 30 254.958 8.499
Total 47 547.479
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, * = berbeda nyata
61
Lampiran 13a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 10
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 15.00 16.50 9.00 40.50 13.50
M0K1 9.00 12.50 13.50 35.00 11.67
M0K2 22.50 12.50 9.50 44.50 14.83
M0K3 23.00 15.50 15.00 53.50 17.83
M1K0 11.00 18.50 9.00 38.50 12.83
M1K1 11.50 10.00 5.00 26.50 8.83
M1K2 9.50 8.00 6.50 24.00 8.00
M1K3 10.00 12.00 9.00 31.00 10.33
M2K0 10.50 13.50 12.00 36.00 12.00
M2K1 16.00 14.00 13.50 43.50 14.50
M2K2 8.50 9.50 12.00 30.00 10.00
M2K3 15.00 10.00 13.00 38.00 12.67
M3K0 13.50 9.50 7.50 30.50 10.17
M3K1 3.50 12.00 11.00 26.50 8.83
M3K2 14.00 12.50 8.00 34.50 11.50
M3K3 7.50 13.50 8.00 29.00 9.67
Jumlah 200.00 200.00 161.50
Lampiran 13b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 10
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 61.760 30.880 2.834tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 163.182 54.394 4.992 ** 2.92 4.51 Mol 3 23.599 7.866 0.722tn 2.92 4.51 Interaksi 9 119.922 13.325 1.223tn 2.21 3.06 Galat 30 326.906 10.897
Total 47 695.370
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata
62
Lampiran 14a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 12
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 17.00 16.90 9.00 42.90 14.30
M0K1 11.00 12.50 13.50 37.00 12.33
M0K2 27.50 15.00 12.50 55.00 18.33
M0K3 24.00 15.50 17.50 57.00 19.00
M1K0 13.50 18.50 9.00 41.00 13.67
M1K1 11.50 12.50 6.50 30.50 10.17
M1K2 9.50 13.00 6.50 29.00 9.67
M1K3 12.50 15.50 9.00 37.00 12.33
M2K0 10.50 13.50 12.00 36.00 12.00
M2K1 16.00 14.00 14.00 44.00 14.67
M2K2 9.50 12.50 12.50 34.50 11.50
M2K3 17.50 12.00 13.00 42.50 14.17
M3K0 13.50 11.00 7.50 32.00 10.67
M3K1 6.00 18.50 11.00 35.50 11.83
M3K2 22.50 13.00 8.00 43.50 14.50
M3K3 7.50 13.50 8.00 29.00 9.67
Jumlah 229.50 227.40 169.50
Lampiran 14b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 12
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 144.934 72.467 4.992 * 3.32 5.39 Mikoriza 3 157.218 52.406 3.610 * 2.92 4.51 Mol 3 18.552 6.184 0.426tn 2.92 4.51 Interaksi 9 166.597 18.511 1.275tn 2.21 3.06 Galat 30 435.540 14.518
Total 47 922.840
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, * = berbeda nyata
63
Lampiran 15a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 14
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 17.50 16.90 10.50 44.90 14.97
M0K1 11.00 14.00 13.50 38.50 12.83
M0K2 27.50 16.00 15.00 58.50 19.50
M0K3 26.50 15.50 20.00 62.00 20.67
M1K0 17.00 18.50 9.50 45.00 15.00
M1K1 11.50 13.50 12.00 37.00 12.33
M1K2 9.50 17.50 9.00 36.00 12.00
M1K3 12.50 18.00 12.00 42.50 14.17
M2K0 11.00 15.00 12.00 38.00 12.67
M2K1 16.00 16.00 19.00 51.00 17.00
M2K2 9.50 16.00 12.50 38.00 12.67
M2K3 17.50 15.00 13.00 45.50 15.17
M3K0 14.00 13.50 8.50 36.00 12.00
M3K1 10.50 19.00 13.00 42.50 14.17
M3K2 22.50 13.00 9.00 44.50 14.83
M3K3 8.50 14.50 8.00 31.00 10.33
Jumlah 242.50 251.90 196.50
Lampiran 15b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 14
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 109.865 54.933 3.883 * 3.32 5.39 Mikoriza 3 122.667 40.889 2.890 tn 2.92 4.51 Mol 3 14.876 4.959 0.351tn 2.92 4.51 Interaksi 9 205.652 22.850 1.615tn 2.21 3.06 Galat 30 424.408 14.147
Total 47 877.468
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
64
Lampiran 16a. Hasil pengamatan jumlah daun pada minggu 16
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 18.50 17.50 10.50 46.50 15.50
M0K1 16.50 14.00 13.50 44.00 14.67
M0K2 27.50 16.00 17.50 61.00 20.33
M0K3 26.50 15.50 21.00 63.00 21.00
M1K0 21.50 19.50 9.50 50.50 16.83
M1K1 11.50 14.50 12.00 38.00 12.67
M1K2 10.50 17.50 9.00 37.00 12.33
M1K3 15.50 18.00 13.00 46.50 15.50
M2K0 11.50 15.00 12.00 38.50 12.83
M2K1 16.00 16.00 20.00 52.00 17.33
M2K2 13.00 16.00 14.50 43.50 14.50
M2K3 17.50 15.00 13.00 45.50 15.17
M3K0 14.00 13.50 9.00 36.50 12.17
M3K1 11.00 19.00 13.00 43.00 14.33
M3K2 22.50 13.00 9.00 44.50 14.83
M3K3 8.50 14.50 8.00 31.00 10.33
Jumlah 262.00 254.50 204.50
Lampiran 16b. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun minggu 16
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 122.135 61.068 4.514 * 3.32 5.39 Mikoriza 3 156.604 52.201 3.859 * 2.92 4.51 Mol 3 12.062 4.021 0.297tn 2.92 4.51 Interaksi 9 196.312 21.812 1.612tn 2.21 3.06 Galat 30 405.865 13.529
Total 47 892.979
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, * = berbeda nyata
65
Lampiran 17a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 4
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.45 0.49 0.39 1.33 0.44
M0K1 0.45 0.41 0.42 1.28 0.43
M0K2 0.51 0.46 0.47 1.44 0.48
M0K3 0.42 0.50 0.47 1.39 0.46
M1K0 0.47 0.63 0.40 1.50 0.50
M1K1 0.50 0.40 0.45 1.35 0.45
M1K2 0.41 0.45 0.55 1.41 0.47
M1K3 0.43 0.36 0.45 1.24 0.41
M2K0 0.51 0.55 0.42 1.48 0.49
M2K1 0.48 0.53 0.45 1.46 0.49
M2K2 0.42 0.55 0.40 1.37 0.46
M2K3 0.50 0.43 0.43 1.36 0.45
M3K0 0.42 0.50 0.42 1.34 0.45
M3K1 0.50 0.50 0.54 1.54 0.51
M3K2 0.49 0.40 0.38 1.27 0.42
M3K3 0.44 0.52 0.47 1.43 0.48
Jumlah 7.40 7.68 7.11
Lampiran 17b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 4
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.010 0.005 1.651tn 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.002 0.001 0.270tn 2.92 4.51 Mol 3 0.003 0.001 0.333tn 2.92 4.51 Interaksi 9 0.031 0.003 1.123tn 2.21 3.06 Galat 30 0.092 0.003
Total 47 0.139
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata
66
Lampiran 18a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 6
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.47 0.53 0.39 1.39 0.46
M0K1 0.56 0.44 0.42 1.42 0.47
M0K2 0.57 0.47 0.49 1.53 0.51
M0K3 0.48 0.54 0.47 1.49 0.50
M1K0 0.53 0.55 0.40 1.48 0.49
M1K1 0.57 0.42 0.52 1.51 0.50
M1K2 0.55 0.47 0.58 1.60 0.53
M1K3 0.55 0.37 0.45 1.37 0.46
M2K0 0.54 0.56 0.43 1.53 0.51
M2K1 0.50 0.53 0.50 1.53 0.51
M2K2 0.54 0.50 0.42 1.46 0.49
M2K3 0.70 0.49 0.43 1.62 0.54
M3K0 0.48 0.50 0.44 1.42 0.47
M3K1 0.53 0.56 0.55 1.64 0.55
M3K2 0.52 0.45 0.39 1.36 0.45
M3K3 0.59 0.52 0.51 1.62 0.54
Jumlah 8.68 7.90 7.39
Lampiran 18b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 6
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.052 0.026 7.269** 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.007 0.002 0.686tn 2.92 4.51 Mol 3 0.004 0.001 0.416tn 2.92 4.51 Interaksi 9 0.030 0.003 0.940tn 2.21 3.06 Galat 30 0.107 0.004
Total 47 0.202
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata
67
Lampiran 19a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 8
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.51 0.53 0.41 1.45 0.48
M0K1 0.59 0.47 0.52 1.58 0.53
M0K2 0.58 0.55 0.49 1.62 0.54
M0K3 0.51 0.55 0.51 1.57 0.52
M1K0 0.53 0.56 0.42 1.51 0.50
M1K1 0.57 0.43 0.52 1.52 0.51
M1K2 0.55 0.47 0.59 1.61 0.54
M1K3 0.55 0.38 0.46 1.39 0.46
M2K0 0.58 0.56 0.43 1.57 0.52
M2K1 0.55 0.56 0.50 1.61 0.54
M2K2 0.54 0.62 0.44 1.60 0.53
M2K3 0.70 0.50 0.47 1.67 0.56
M3K0 0.48 0.51 0.45 1.44 0.48
M3K1 0.53 0.59 0.55 1.67 0.56
M3K2 0.53 0.46 0.39 1.38 0.46
M3K3 0.61 0.56 0.51 1.68 0.56
Jumlah 8.91 8.30 7.66
Lampiran 19b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 8
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.049 0.024 7.618** 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.008 0.003 0.793tn 2.92 4.51 Mol 3 0.008 0.003 0.834tn 2.92 4.51 Interaksi 9 0.031 0.003 1.084tn 2.21 3.06 Galat 30 0.096 0.003
Total 47 0.192
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata
68
Lampiran 20a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 10
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.53 0.53 0.42 1.48 0.49
M0K1 0.64 0.49 0.57 1.70 0.57
M0K2 0.62 0.55 0.52 1.69 0.56
M0K3 0.58 0.56 0.54 1.68 0.56
M1K0 0.58 0.57 0.42 1.57 0.52
M1K1 0.61 0.48 0.52 1.61 0.54
M1K2 0.56 0.47 0.59 1.62 0.54
M1K3 0.56 0.40 0.46 1.42 0.47
M2K0 0.58 0.57 0.45 1.60 0.53
M2K1 0.62 0.56 0.51 1.69 0.56
M2K2 0.54 0.63 0.44 1.61 0.54
M2K3 0.73 0.53 0.52 1.78 0.59
M3K0 0.48 0.53 0.45 1.46 0.49
M3K1 0.58 0.59 0.56 1.73 0.58
M3K2 0.62 0.47 0.46 1.55 0.52
M3K3 0.61 0.58 0.53 1.72 0.57
Jumlah 9.44 8.51 7.96
Lampiran 20b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 10
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.070 0.035 12.064** 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.009 0.003 1.081tn 2.92 4.51 Mol 3 0.018 0.006 2.049tn 2.92 4.51 Interaksi 9 0.026 0.003 1.009tn 2.21 3.06 Galat 30 0.087 0.003
Total 47 0.210
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata
69
Lampiran 21a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 12
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.56 0.55 0.45 1.56 0.52
M0K1 0.65 0.49 0.57 1.71 0.57
M0K2 0.67 0.55 0.53 1.75 0.58
M0K3 0.64 0.58 0.54 1.76 0.59
M1K0 0.58 0.57 0.42 1.57 0.52
M1K1 0.61 0.49 0.52 1.62 0.54
M1K2 0.61 0.49 0.59 1.69 0.56
M1K3 0.59 0.42 0.46 1.47 0.49
M2K0 0.59 0.57 0.45 1.61 0.54
M2K1 0.70 0.65 0.52 1.87 0.62
M2K2 0.61 0.63 0.44 1.68 0.56
M2K3 0.74 0.53 0.52 1.79 0.60
M3K0 0.50 0.54 0.50 1.54 0.51
M3K1 0.58 0.60 0.61 1.79 0.60
M3K2 0.64 0.49 0.47 1.60 0.53
M3K3 0.61 0.58 0.53 1.72 0.57
Jumlah 9.88 8.73 8.12
Lampiran 21b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 12
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.100 0.050 16.961** 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.016 0.005 1.818tn 2.92 4.51 Mol 3 0.022 0.007 2.466tn 2.92 4.51 Interaksi 9 0.021 0.002 0.810tn 2.21 3.06 Galat 30 0.088 0.003
Total 47 0.247
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata
70
Lampiran 22a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 14
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.56 0.57 0.46 1.59 0.53
M0K1 0.69 0.49 0.61 1.79 0.60
M0K2 0.69 0.57 0.57 1.83 0.61
M0K3 0.67 0.59 0.57 1.83 0.61
M1K0 0.63 0.57 0.42 1.62 0.54
M1K1 0.63 0.50 0.53 1.66 0.55
M1K2 0.61 0.50 0.59 1.70 0.57
M1K3 0.63 0.42 0.49 1.54 0.51
M2K0 0.65 0.58 0.53 1.76 0.59
M2K1 0.77 0.65 0.53 1.95 0.65
M2K2 0.61 0.64 0.47 1.72 0.57
M2K3 0.76 0.56 0.53 1.85 0.62
M3K0 0.52 0.55 0.51 1.58 0.53
M3K1 0.58 0.61 0.62 1.81 0.60
M3K2 0.64 0.50 0.47 1.61 0.54
M3K3 0.62 0.62 0.55 1.79 0.60
Jumlah 10.26 8.92 8.45
Lampiran 22b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 14
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.110 0.055 16.495** 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.027 0.009 2.662tn 2.92 4.51 Mol 3 0.019 0.006 1.929tn 2.92 4.51 Interaksi 9 0.023 0.003 0.772tn 2.21 3.06 Galat 30 0.100 0.003
Total 47 0.280
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, ** = berbeda sangat nyata
71
Lampiran 23a. Hasil pengamatan diameter batang pada minggu 16
Perlakuan Kelompok
Total Rata-rata
(cm) I II III
M0K0 0.57 0.58 0.47 1.62 0.54
M0K1 0.72 0.50 0.66 1.88 0.63
M0K2 0.72 0.58 0.76 2.06 0.69
M0K3 0.69 0.61 0.58 1.88 0.63
M1K0 0.66 0.60 0.42 1.68 0.56
M1K1 0.66 0.52 0.54 1.72 0.57
M1K2 0.64 0.56 0.59 1.79 0.60
M1K3 0.65 0.47 0.49 1.61 0.54
M2K0 0.65 0.60 0.53 1.78 0.59
M2K1 0.80 0.81 0.56 2.17 0.72
M2K2 0.62 0.66 0.50 1.78 0.59
M2K3 0.85 0.60 0.62 2.07 0.69
M3K0 0.53 0.56 0.52 1.61 0.54
M3K1 0.62 0.62 0.63 1.87 0.62
M3K2 0.64 0.52 0.52 1.68 0.56
M3K3 0.64 0.68 0.59 1.91 0.64
Jumlah 10.66 9.47 8.98
Lampiran 23b. Hasil analisis sidik ragam diameter batang minggu 16
SK DB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.093 0.047 9.713** 3.32 5.39 Mikoriza 3 0.048 0.016 3.299 * 2.92 4.51 Mol 3 0.043 0.014 2.976 * 2.92 4.51 Interaksi 9 0.057 0.006 1.316tn 2.21 3.06 Galat 30 0.144 0.005
Total 47 0.385
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata
72
Gambar 1. Spanduk Penelitian Kakao 2014
73
Gambar 2. Pembuatan MOL dari rebung bambu
74
Gambar 3. Penanaman Kakao sekaligus pemberian Mikoriza
75
Gambar 4. Pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang
Penelitian Kakao 2014
76
Gambar 5. Aplikasi pemberian MOL rebung bambu Penelitian Kakao 2014