LAPORAN PENELITIAN OPERASIONAL PENELITIAN RUTIN...

44
LAPORAN PENELITIAN OPERASIONAL PENELITIAN RUTIN (OPR) FAMILY BUSINESS SUCCESIONPLANNING A CASE STUDY IN RICE MILL INDUSTRY TIM PENGUSUL: Didiek Wijaya Agustian S.E., M.M (NIDN: 0210088901) Andiana Rosid, S.E., M.M (NIDN: 0212168503) Dibiayai dengan: DIPA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO Nomor: 374/III.AU/F/LPPM/2016 Tanggal 21 Desember 2016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2017

Transcript of LAPORAN PENELITIAN OPERASIONAL PENELITIAN RUTIN...

LAPORAN PENELITIAN

OPERASIONAL PENELITIAN RUTIN (OPR)

FAMILY BUSINESS SUCCESIONPLANNING

A CASE STUDY IN RICE MILL INDUSTRY

TIM PENGUSUL:

Didiek Wijaya Agustian S.E., M.M (NIDN: 0210088901)

Andiana Rosid, S.E., M.M (NIDN: 0212168503)

Dibiayai dengan:

DIPA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

Nomor: 374/III.AU/F/LPPM/2016

Tanggal 21 Desember 2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

2017

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kajian perusahaan atau bisnis keluarga merupakan sebuah kajian yang

dapat dikatakan baru di Indonesia, meskipun pada dasarnyabukan sebuah kajian

yang benar-benar baru.Studi pada perusahaan keluargatelah lama diperkenalkan

sejak akhir 70an (Wortman, 1994)dan terus digali hingga saat ini di berbagai

negara.Perusahaan keluarga telah disepakati sebagai sebuah organisasi bisnis yang

unik dan berbeda dengan perusahaan (non-keluarga) pada umumnya(Chua, et.al,

1999; Sharma, 2003).Satu hal umum yang dianggap menjadi sebuah keunikan

perusahaan keluarga adalah, unsur keterlibatan (anggota) keluarga yang memiliki

pengaruh terhadap kehidupanperusahaan, bahkan dapat menentukan ekonomi

sebuah negara.

Perusahaan keluarga umumnya didirikan oleh seorang entrepreneur,

sebagian besar diantaranya berangkat dari usaha skala mikro, kemudian tumbuh

menjadi besar, dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.Beragam alasan

seseorang memilih untuk menjadi seorang pengusaha.Diantara alasan tersebut

diantaranya; menghidupi keluarga, aktualisasi diri, kebebasan dalam mencari

kehidupan, dan lain sebagainya.Oleh karenanya wajar jika perusahaan keluarga

(family business atau family firm) merupakan bentuk paling umum dari organisasi

bisnis di dunia.

Di Amerika Serikat misalnya bisnis keluarga, bisnis milik keluarga atau

bisnis yang dikendalikan oleh keluarga mencakup lebih dari 80% dari semua

perusahaan; berkontribusi terhadap 12% GDP; dan mempekerjakan sekitar 15%

dari tenaga kerja (Shanker & Astrachan, 1996). Sementara di Indonesia sendiri,

meski tidak ada angka pasti, diyakini jumlah perusahaan keluarga lebih dari 90%

dari total jumlah perusahaan yang ada.Kompas (11-07-2002) menyatakan bahwa

mayoritas atau 90 persen pengusaha Indonesia merupakan eksekutif yang

menjalankan bisnis keluarga.Sedangkan Susanto (2005) memprediksi bahwa 88

persen perusahaan swasta nasional berada di tangan keluarga.

2

Perusahaan keluarga terdiri atas dua unsur berbeda yakni perusahaan dan

keluarga, dimana satu sama lainnya saling tarik menarik namun memiliki sistem

yang berlawanan. Secara sederhana, perusahaan merupakan sebuah entitas yang

mengedepankan profesionalisme dalam pola kerjanya, sedangkan keluarga

cenderung mengedepankan cinta dan kasih sayang.Meskipun sepintas kedua

sistem saling berlawanan, ternyata tidak sedikit perusahaan keluarga yang

memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang murni

profesional atau tidak memiliki pengaruh keluarga di dalamnya.

Isu atau topik utama yang banyak diteliti dalam kajian perusahaan

keluarga hingga saat ini adalah isu Suksesi (succesion) atau secara sederhana

dapat dikatakan sebagai perpindahan tahta perusahaan dari pendiri atau pemimpin

saat ini kepada generasi penerusnya. Topik lain setelah suksesi yang banyak

diteliti diantaranya terkait Kinerja, Tata Kelola, Strategi/keunggulan kompetitif,

Konflik, Kewirausahaan, Budaya, Profesionalisasi pada perusahaan keluarga

(Chrisman, et.al, 2003).

Gambar 1.1: Isu-isu Penting dalam Kajian Perusahaan Keluarga

Sumber: Hofmann (2009) dan Chrisman, Chua, Sharma (2003)

Karena keunikannya inilah perusahaan keluarga menjadi daya tarik

tersendiri oleh peneliti di berbagai Negara.Penerbit jurnal yang spesifik pada tema

perusahaan keluarga telah tumbuh, diawali oleh Family Business Review – Family

Firm Institute pada tahun 1988, Journal of Family Business Strategy - Elsevier ,

Journal of Family Business ManagementEmeraldInsight, International Journal of

3

Family Business and Regional Development – InderScience, dan penerbit jurnal

internasional lain dengan edisi tema perusahaaan keluarga. Bahkan, begitu

menariknya studi ini, mata kuliah manajemen perusahaan keluarga telah

dimasukkan di banyak fakultas ekonomi di dunia danbeberapa telah mulai di

Indonesia, salah satunya adalah Universitas Islam Indonesia (2010).

Sebagai pendahuluan, penelitian ini akan mencoba mendalami tema yang

banyak dikaji pada perusahaan keluarga yaitu terkait pola suksesi atau penerusan

perusahaan keluarga pada industri penggilingan padi. Berdasarakan penelitian

sebelumnya (Sobirin& Rosid, 2016) diketahui bahwa penggilingan padi masih

tergolong pada industri yang bersifat tradisional.Bahkan bagi beberapa kalangan

industri ini dikatakan sebagai industri yang perlu kerja keras, berat, penuh

keringat, debu, panas dan pekerjaan yang berat lainnya.Berdasarkan penelitian

Sobirin& Rosid (2015) juga diketahui bahwa industri penggilingan padi memiliki

tingkat resiko bisnis yang cukup tinggi, membutuhkan modal yang cukup besar,

namun margin yang diterima tidak begitu besar, meskipun pasarnya akan terus

terbuka dikarenakan produk yang dihasilkan industri penggilingan padi yaitu

beras, masih menjadi makanan pokok di Indonesia dan cenderung tidak

tergantikan. Berbagai masalah juga ditemukan dari sektor hulu yaitu pada sektor

pertanian padi sebagai bahan baku industri penggilingan padi, serta di sektor hilir

yaitu fluktuasi harga beras yang sering merugikan para pelaku industri

penggilingan padi dalam hal ini perusahaan keluarga.

Berangkat dari latar belakang tersebut, maka pada penelitian ini

akanmencoba memotret pola perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga di

Industri penggilingan padi di Lampung Tengah.Penelitian ini akan menggali

informasi satu perusahaan keluarga di industri penggilingan padi di Lampung

Tengah. Alasan dipilihnya Lampung Tengah sebagai lokasi penelitian

dikarenakan Lampung Tengah merupakan salah salah satu lumbung padi di

Provinsi Lampung dan memiliki jumlah penggilingan padi terbanyak kedua

setelah di Lampung (PERPADI, 2014).Sehingga optimism keberlanjutan

perusahaan keluarga di daerah ini cukup tinggi.

4

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka masalah

yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan suksesi

pada perusahaan keluarga di industri penggilingan padi di Lampung Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan

suksesi pada perusahaan keluarga di industri penggilingan padi di Lampung

Tengah. Mengingat penelitian ini mengambil fokus pada isu suksesi perusahaan

keluarga, maka tujuan spesifik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui faktor-faktor apa yang dipertimbangkan dalam melakukan

perencanaan keluarga.

2) Mengetahui kapan perencanaan suksesi tersebut dilakukan.

3) Mengetahui tingkat keberhasilan dari perencanaan suksesi yang

dilakukan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberi

manfaat yang luas antara lain:

1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan dan memperluas

pengembangan ilmu pengetahuan Manajemen Sumberdaya Manusia

danManajemen Strategi, khususnya yang berkaitan dengan keberlanjutan

perusahaan keluarga. Hal ini mengingat topik tentang kegagalan

perusahaan keluarga belum banyak dikaji di Indonesia.

2. Bagi Obyek Penelitian

Untuk memberikan pemahaman dan informasi kepada para pemilik

perusahaan keluarga dalam mengelola Bisnis dan Keluarganya, agar

dapat merencanakan keberlanjutan usahanya dengan tepat dan

menyesuaikan strategi bisnis dalam kaitannya dengan perubahan zaman

dan perubahan lingkungan bisnis.

1.5. Target Luaran Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan menghasilkan luaran berupa

jurnal yang akan dipublikasikan pada penerbit jurnal nasional.

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Esensi Perusahaan Keluarga

Perusahaan keluarga diakui telah menarik perhatian pada literatur

manajemen dan kewirausahaan, dan menjadi bahan perbincangan oleh para

peneliti di berbagai belahan dunia.Pada era-era sebelumnya, perusahaan keluarga

kerap dianggap tidak ubahnya dengan kewirausahaan, khususnya ketika

perusahaan keluarg itu berangkat dari skala kecil.Namun, secara sederhana dalam

pengertian umum kewirausahaan, penciptaan usaha sering mengesampingkan

―dimensi keluarga‖ dimana hal ini menjadi perhatian utama dalam kajian

perusahaan keluarga.

Perusahaan keluarga adalah perusahaan yang dikelola dan atau ―dimenej‖

dengan tujuan keberlanjutan, dan terutama hingga generasi selanjutnya yang

beranggotakan keluarga yang sama atau beberapa keluarga kecil. (Chua et.al,

1999). Dalam banyak kasus perusahaan keluarga, termasuk perusahaan yang besar

sekalipun, pada umumnya didirikan oleh seorang entrepreneur atau ―copreneurs‖

dengan beragam alasan. Diantaranya adalah:untuk mencari nafkah, menciptakan

lapangan kerja bagi dirinya sendiri, keluarga dan teman-teman, dan meninggalkan

warisan bagi keluarga mereka. Sementara itu Cassilas et. al (2007) mengatakan

bahwa perusahaan keluarga didirikan sebagai konsekuensi dari perilaku

kewirausahaan seorang pendiri atau lebih yang menemukan dan mengeksploitasi

peluang bisnis. Oleh karena itu, orientasi kewirausahaan mereka harus

dipertahankan dan bahkan ditingkatkan sampai kepada generasi-generasi

berikutnya agar perusahaan keluarga yang telah mereka dirikan mampu bertahan

hidup, terus berkembang dan menciptakan kekayaan dan kesejahteraan keluarga.

Pada dasarnya istilah perusahaan keluarga terdiri dari dua kata –

perusahaan dan keluarga. Menurut teori sistem, keluarga dan perusahaan

merupakan dua sistem yang berbeda, masing-masing dengan agenda dan guiding

principles yang berbeda. Namun penggabungan dan saling kebergantungan dari

dua sistem inilah yang menjadikan perusahaan keluarga memiliki keunikan

6

tersendiri (Mc. Collom, 1990). Perusahaan atau bisnis adalah sebuah sistem yang

bersifat rasional dan berorientasi tugas. Secara sederhana sering dikatakan bahwa

perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan laba karena dengan laba itulah

perusahaan bisa terus eksis dan berkembang. Jika perusahaan gagal mencapai

target tersebut konsekuensinya perusahaan harus ditutup yang berarti pula

keberadaan perusahaan berakhir. Keluarga di sisi lain adalah sebuah sistem yang

mengandalkan rasa (sentiment) yang keberadaannya dibutuhkan untuk

mendukung dan memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga. Oleh karena itu

peran utama keluarga adalah untuk menjalankan fungsi sosial yakni untuk

menjamin kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan sosial dan emosional anggota

keluarga termasuk didalamnya belonging, affection dan intimacy anggota

keluarga.Secara umum perbedaan antara sistem keluarga dan perusahaan dapat

diringkas dan tampak pada table 1 berikut ini.

Tabel 2.1: Perbedaan antara Sistem Keluarga dan Bisnis/Perusahaan

System

Dimension Family System Business system

Right to exist/goal Mutual protection and

support of family

offspring

Output and profit

generation

Affiliation of members Hereditary, permanent

and non-selectable

Skill-based, temporary

and deliberate

View of individual and

relationship

Fundamental, holistic,

long-term, emotional

Partial, functional,

replaceable

Norms of behavior Emotional solidarity,

love, trust, harmony

Rational, economic and

political reasoning

Communication Oral, informal,

individual related

Written, formal, factual

Compensation (Quasi) unconditional

love and support

Performance-based,

monetary,

promotion/dismissal

Berdasarkan perbedaan kedua sistem diatas, perusahaan keluarga

sesungguhnya menghadapi situasi yang sangat sulit karena keberlangsungannya

sangat bergantung pada kemampuan para pengelola untuk menyeimbangkan

kedua sistem tersebut. Oleh karena itu perusahaan keluarga sering mengadapi

konflik antara yang pro keluarga dan pro bisnis yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi kinerja perusahaan keluarga. Demikian juga perusahaan keluarga

7

terus dituntut untuk menetapkan nilai, norma dan prinsip-prinsip yang bisa

memenuhi tuntutan kedua sistem tersebut (Davis & Stern, 1980; Lansberg, 1983).

Beberapa studi menemukan bahwa perusahaan keluarga mengungguli perusahaan

non keluarga (Carney & Gedajlovic, 2002), sementara yang lain menemukan

sebaliknya (Barth et. al, 2005; Westhead & Howorth, 2006).

Menurut Litz (1995), bisnis dapat dianggap sebagai bisnis keluarga jika

manajemen dan kepemilikan terkonsentrasi di tangan satu keluarga dan jika

anggota keluarga mencoba mempertahankan atau meningkatkan kehadiran

keluarga dalam organisasi. Berdasarkan pemahaman ini sebuah bisnis disebut

sebagai bisnis keluarga jika melibatkan tiga entitas berbeda namun saling

bergantung: perusahaan itu sendiri, keluarga yang melekat padanya, dan

kepemilikan. Ketiga entitas tersebut bisa dilihat pada Gambar 2sebagai berikut:

Gambar 2.1 : The Three-Circle Model of Family Business

Sumber : Taguiri and Davis (1996).

Seperti tampak pada Gambar 2peran seorang anggota keluarga dalam

perusahaan keluarga dapat dibedakan menjadi tujuh kemungkinan. Sebagai

contoh, pada zona 5,6 atau 7, seseorang murni berperan sebagai anggota keluarga,

mewakili perusahaan atau semata-mata sebagai pemilik. Sedangkan pada zona 2,

3, dan 4, sesorang memiliki peran ganda baik sebagai anggota keluarga dan

mewakili perusahaan (zona 2), mewakili perusahaan dan sebagai pemilik (zona 3)

atau sebagai anggota keluarga dan sekaligus pemilik (zona 4). Sedangkan

8

seseorang yang berada pada zona 1 berarti berperan sebagai anggota keluarga,

wakil perusahaan dan sekaligus sebagai pemilik.

Pembagian zonasi seperti tampak pada Gambar 2 bisa membantu

pemahaman kita terhadap keuntungan dan kerugian yang dialami seseorang pada

masing-masing zona. Sebagai contoh, seseorang yang berada pada zona 1

umumnya memiliki pemahaman yang baik tentang keluarga serta kekuatan dan

kelemahan masing-masing anggota keluarga dan juga mengetahui permasalah

perusahaan dengan baik. Orang tersebut berada dalam posisi sempurna untuk

membantu perusahaan untuk kemanfaatan keluarga dan sebaliknya. Orang ini juga

yang bertanggung jawab untuk menengahi konflik antara keluarga, perusahaan,

dan pemilik. Mereka yang berada pada posisi ini tidak harus bingung dengan

peran kepala keluarga, kepala perusahaan, dan pemilik. Selain itu, orang ini tidak

harus mencoba untuk memecahkan konflik keluarga dengan menggunakan

perusahaan, atau menggunakan keluarga untuk menyelesaikan konflik perusahaan.

2.2. Kepempimpinan dalam Perusahaan Keluarga

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perusAhaan keluarga

setidaknya memiliki dua entitas yang saling terkait yaitu Bisnis dan

keluarga.Dalam tataran yang lebih kompleks, muncul satu entitas lagi yaitu

manajemen kepemilikan.Pemimpin perusahaan keluarga perlu terlibat dalam tiga

dimensi tersebut, dan menjadi penting untuk menyadari pergeseran yang akan

terjadi dari masing-masingnya. Ketiganya saling terkait dan mempengaruhi satu

sama lain dalam menghadapi tantangan perusahaan keluarga yang kompleks. Ini

juga berarti bahwa hasil untuk satu perusahaan keluargadapat sangat berbeda dari

perusahaan keluarga lainnya, dan inilah salah satu keunikan yang ada pada

perusahaan keluarga, dimana hasilnya tidak selalu sama(Nichloson, 2005)

UNIQUE FEATURES OF FAMILY

BUSINESS LEADERSHIP

SUPPORT STRUCTURES:

Governance, Board Structure

CHANGE MANAGEMENT:

Succession, Strategy

9

Gambar2.2 :Three core dimensions of family business leadership

Sumber: (Nichloson, 2005)

Dalam memimpin sebuah perusahaan keluarga, prinsip keseimbangan

tidak selalu mudah dijalankan. Hal yang kerap terjadi adalah kepemimpinan yang

terlalu terpusat dan dibawah kendali pendiri dan hilangnya proses delegasi kepada

anggota keluarga lain di dalam sebuah perusahaan keluarga. Hal ini sering disebut

dengan founder legacy centrality (Kelly et,al., 2000) dimana pendiri atau

pemimpin saat ini terlalu memegang penuh kuasa dan kurang mempercayai

anggota lainnya dalam perusahaan, bahkan kepada anaknya sendiri.

2.3. Perencanaan Suksesi

Ward (1987) mendefinisikan bisnis keluarga sebagai salah satu organisasi

yang akan diteruskan oleh keluarga generasi berikutnya untuk mengelola dan

mengendalikan. Generasi berikutnya pada perusahaan keluarga sering disebut

dengan suksesor, pengganti, pewaris atau penerus yang terlibat dalam proses

suksesi. Suksesi merupakan ujian utama dan tertinggi pada perusahaan

keluarga.Ketika bisnis telah bertransformasi dari usaha individual menjadi

perusahaan keluarga, keberlanjutannya menjadi perhatian bersama.Mau tidak

mau, siklus hidup individual dan perusahaan harus dipisahkan (Gersick, et al,

1999).

Suksesi dalam perusahaan keluarga bukan sekedar suatu hal, bukan hanya

satu peristiwa yang terjadi ketika pemimpin lama pensiun dan menyerahkan

tongkat estafet perusahaan kepada pemimpin baru, tetapi merupakan sebuah

proses yang ditentukan oleh perkembangan waktu. Dimulai sedini mungkin

dalam kehidupan sebuah keluarga dan terus dilanjutkan hingga generasi

penerusnya mencapai kedewasaan usia dan atau kehidupannya. Suksesi yang baik

membutuhkan waktu yang cukup untuk melalui proses itu semua.

Prosesnya, terlebih lagi, tidak selalu rasional, dapat direncanakan dan

berjalan sesuai rencana seperti pada banyak literature yang muncul dalam proses

transisi atau pewarisan tahta perusahaan. Hal ini dikarenakan karakteristik dan

kondisi perusahaan dan keluarga yang tentu saja berbeda satu sama lainnya.

10

Proses ini dapat menjadi sangat rumit atau menjadi sangat sederhana bagi

beberapa perusahaan keluarga, tetapi jika tidak melakukan upaya apapun terkait

dengan suksesi, perusahaan keluarga sering berakhir pada kehancuran (Leach,

2011).

Oleh karena itu, suskesi kerap menjadi kambing hitam bagi kekagalan

perusahaan keluarga pada generasi selanjutnya.Para ahli perusahaan keluarga

setuju bahwa perusahaan keluarga yang tidak merencanakan dan mempersiapkan

suksesi dengan tepat maka tingkat kegagalannya akan semakin tinggi.

Terlepas bagaimana prosesnya, bagaimana responnya, apakah sesuai

dengan kebutuhan, suksesi tetap merupakan proses yang rumit, dan

menggambarkan suatu halangan sangat besar (Aronoff et.al, 2011, Gersick, at.al

1999, Handler, 1994) bagi anggota keluarga dan semua elemen yang ada pada tiga

lingkaran dalam perusahaan keluarga (lihat gambar 2.1). Dalam aspek tata kelola,

pendiri dan atau pemilik perusahaan keluarga harus menetapkan visi struktur tata

kelola masa depan dan menentukan bagaimana caranya membagi kepemilikan

untuk menyesuaikan dengan struktur tersebut.

Para ahli menyatakan bahwa alih generasi perusahaan keluarga tidaklah

mudah, membutuhkan waktu dan serangakaian perencanaan alih generasi yang

tepat agar perusahaan keluarga dapat berlanjut ke generasi berikutnya, (Ward,

1987; Gersick et.al, 1999; Handler, 1994; Sharma et.al, 2003) adalah beberapa

diantaranya.

Mengingat begitu pentingnya masalah suksesi ini, oleh karenanya

diperlukan model suksesi yang sesuai dengan dengan kondisi dan kebutuhan

masing-masing perusahaan keluarga. Model suksesi juga diharapkan dapat

menjawab beberapa pertanyaan seperti:

1. Kapan waktu yang paling tepat dalam melakukan suksesi,

2. Bagaimana proses dan tahapan suksesi berlangsung,

3. Apa yang perlu disiapkan,

4. Siapa yang harus berpartisipasi saat perencanaan suksesi berlangsung

dan diimplementasikan,

11

5. Bagaimana komposisi saham diantara anggota keluarga.

2.3.1. Tujuan dan Pola Sukesi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suksesi bertujuan untuk

memastikan bahwa perusahaan keluarga diteruskan oleh dan ke generasi-generasi

selanjutnya. Secara umum, tujuan dari suksesi diantaranya adalah:

Menjaga perusahaan keluarga berumur panjang

Menjaga perusahaan keluarga agar tetap dikelola oleh generasi berikutnya

Menghindari konflik antar anggota keluarga, antara kepentingan

perusahaan dengan keluarga, dan para pemilik saham

Memastikan tujuan perusahaan dan tujuan keluarga tercapai, atau berjalan

di treknya

Memilih pemimpin pengganti yang tepat untuk menjaga semua tujuan

diatas.

2.3.2. Pola Perencanaan Suksesi

Agar suksesi berjalan dengan lancar dan berhasil diperlukan perencanaan suksesi

yang baik, dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan keluarga.

Menurut Susanto (2005) pola perencanan suksesi manajemen puncak antara lain :

Planned Succesion. Perencanaan suksesi yang terfokus pada calon yang

telah dipersiapkan untuk menduduki posisi kunci.

Informal Planned Succession. Perencanaan suksesi yang lebih mengarah

pada pemberian pengalaman dengan cara memberikan posisi di bawah

―orang nomor satu‖ dan secara langsung menerima perintah dan petunjuk

dari orang tersebut.

Unplanned Succesion. Peralihan pimpinan puncak kepada penerusnya

berdasarkan keputusan pemilik dengan mengutamakan pertimbangan-

pertimbangan pribadi.

2.4. Organizational Life Cycle (OLC)

Seperti pada umumnya kegiatan bisnis lainnya, perkembanganperusahaan

keluarga juga bisa dianalisis menggunakan model,salah satunya yang cukup

12

popular adalah siklus hidup organisasi (dikenal sebagai organizational life cycle

atau OLC). Menurut Adizes (1979) setiap kehidupan pasti mengikuti sebuah

siklus mulai dari lahir, tumbuh berkembang, menua, dan pada akhirnya mati.

Berdasarkan pemahaman ini Adizes kemudian mengembangkan konsep tentang

OLC yang bisa diterapkan pada kehidupan organisasi. Menurutnya siklus hidup

organisasi meliputi 10 tahapan yakni: courtship, infancy, go-go, adolescence,

prime, maturity, aristocracy, early bureaucracy, bureaucracy, and death.Adizes

selanjutnya juga mengatakan bahwa setiap saat perusahaan bisa saja

gagal.melewati setiap tahap yang ada.

Berdasarkan kemungkinan timbulnya kegagalan pada setiap tahap, Adizes

mengidentifikasi 4 peran yang harus dijalankan pengelola agar organisasi berjalan

efektif. Keempat peran tersebut oleh Adizes diberi label PAEI. P – Produce,

organisasi harus menghasilkan sesuatu secara efisien maupun efektif sebagai

akibat dari eksisitensi organisasi. A – Administration, yakni pengelola harus

membuat keputusan-keputusan penting secara runtut, pada waktu yang tepat dan

dengan intensitas yang benar pula. E – Entrepreneurial adalah peran pengelola

organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Peran ini

mensyaratkan perlunya kreativitas dan keberanian mengambil risiko.Terakhir

adalah I – Integration.PAEI memiliki peran yang berbeda pada tahap OLC yang

berbeda.Kedudukan keempat peran ini dalam siklus hidup organisasi

diilustrasikan pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar2.3 : Siklus Hidup Organisasi

Sumber : Adizes (1979)

Model lain pada siklus hidup organisasi sektor swasta dikembangkan oleh Greiner

13

(1972) yang menyatakan bahwa organisasi berevolusi melalui 5 tahap

berkelanjutan. Model Greiner secara keseluruhan menunjukkan pergerakan dari

tahap penekanan kreatifitas dan kewirausahaan menuju formalisasi kemudian

adaptabilitas dan fleksibilitas. Selain kedua model tersebut, Ward (1988)

mengembangkan OLC tiga tahap, yaitu: tahap I early, tahap II middle dan tahap

III late. Ward lebih lanjut mengatakan bahwa ada beberapa factor yang bisa

memberi tekanan kepada laju perusahaan keluarga. Diantaranya adalah sifat dari

bisnis itu sendiri, karakteristik organisasi, motivasi owner-manager, ekspektasi

keuangan keluarga dan tujuan keluarga.

2.4.1.Pengaruh Siklus Hidup pada Perusahaan Keluarga

Perencanaan untuk pertumbuhan bisnis sembari mentransfer kepemilikan

dan manajemen lintas generasi menyajikan banyak tantangan dalam lingkungan

bisnis yang kompleks saat ini.Perusahaan keluarga harus menanggulangi

perubahan industri terkait dan keputusan organisasi sekaligus perencanaan untuk

transisi pengelolaan dan kepemilikan yang didorong oleh siklus hidup individu

dan keluarga.Tantangan-tantangan ini tidak unik untuk sebuah perusahaan

keluarga tertentu.Sebaliknya, mereka terkait dengan transisi diprediksi yang

terjadi saat keluarga dan bisnis tumbuh dan matang.

Semua bisnis menghadapi tantangan yang diciptakan oleh industri dan

masing-masing siklus hidup organisasi. Penambahan atribut siklus hidup individu

dan keluarga, menjadikan perencanaan strategis yang unik pada perusahaan

keluarga, dan berbeda dengan perusahaan lain pada umumnya (non-keluarga).

Karena anggota keluarga ini erat terlibat sebagai karyawan dan pemilik, siklus

hidup mereka juga berdampak pada bisnis.Kombinasi transisi kehidupan yang

berkesinambungan dan peristiwa dalam keluarga dan sistem bisnis membuatnya

penting untuk memahami tantangan perencanaan didorong oleh siklus kehidupan

keluarga dan bisnis.

Model siklus hidup digunakan pada kajian perusahaan keluarga untuk

mengeksplorasi isu-isu perencanaan dan organisasional.Misalnya, Gersick et al.

merumuskan model perkembangan perusahaan keluarga yang meliputi tiga

14

subsistem yang saling tumpang tindih yaitu, bisnis, kepemilikan dan

keluarga.model mereka menyadari adanya hubungan antara tiga subsistem ini dan

menunjukan tiga tahap perkembangan untuk masing-masing subsistem tersebut.

Gambar 2.4: Four life cycle forces influencing family business planning

Sumber: Carlock &Ward (2001)

Kerangka analisis yang disajikan oleh Ward ini memiliki perbedaan

perspektif yang tipis. Menurut Ward, Kepemilikan bukan merupakan sebuah

siklus, tetapi cenderung merupakan Konfigurasi Kepemilikan yang dipengaruhi

oleh dorongan siklus dan keputusan keluarga. atau secara sederhana dapat

dikatakan terdapat perusahaan keluarga (besar sekalipun) akan cenderung tertutup

dalam kepemilikannya, ada juga yang memutuskan untuk menjadi kepemilikan

terbuka. Model ini mengajukan bahwa perusahaan keluarga dapat dibentuk

dengan enam konfigurasi kepemilikan yang dihasilkan dari dorongan siklus hidup

perusahaan dan keputusan keluarga, yaitu:

■ Kewirausahaan (Entrepreneurship)

■Pemilik mengendalikan bisnis (Owner-managed)

■Kerjasama Keluarga inti (Family Partnership)

■Kerjasama antar Sepupu (Sibling Partnership)

■Kerjasama antar KeponakanCousins’ Collaboration

■Sindikat Keluarga Besar (Family Syndicate)

Implikasi perencanaan untuk Konfigurasi Kepemilikan yang berbeda ini,

berelaborasi pada empat dorongan siklus hidup yang menciptakan tantangan unik

pada perusahaan keluarga, yang umumnya tidak dimiliki oleh perusahaan non-

15

keluarga pada umumnya.Kerangka kerja ini mengintegrasikan industri, organisasi,

keluarga dan dorongan siklus hidup individual untuk mendemonstrasikannya

mereka mengkombinasikan dampaknya pada Konfigurasi Kepemilikan

perusahaan keluarga.

Gambar2.5 :Life cycle forces influencing family businesses

Sumber: Ward (2001)

16

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian menentukan kesesuaian sebuah penelitian dengan

kaidah penelitian ilmiah. Metodologi yang benar dapat menjamin akurasi data dan

temuan penelitian yang akan dilakukan. Pembahasan metodologi untuk penelitian

ini dimulai dari pemaparan metodologi penelitian, populasi dan sampel, metode

pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metode analisa data.

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif.Satori dan Komariah (2010:22) menyatakan bahwa penelitian kualitatif

merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku

orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam

bentuk narasi. Denzim dan Lincoln (Satori dan Komariah, 2010:23-24), penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada. Dengan berbagai karateristik khas yang dimiliki,

penelitian kualitatif memiliki keunikan tersendiri sehingga berbeda dengan

penelitian kuantitatif.

Bungin (2010:48), dalam penelitian kualitatif seorang peneliti tidak

diharapkan dan danjurkan memelihara asumsi dan keyakinan bahwa dirinya

sangat tahu tentang fenomena yang hendak dikaji. Maka dari itu seorang peneliti

dituntut lebih berada pada posisi sebagai ―orang yang belajar dari masyarakat,

bukan belajar tentang masyarakat‖. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah

sebagai instrument kunci.

Satori dan Komariah (2010:25), Penelitian kualitatif tidak hanya sebagai

upaya mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan data

yang sohih yang dipersyaratkan kualitatif yaitu wawancara mendalam, observasi

partisipasi, studi dokumen, dan dengan melakukan triangulasi. Juga deskripsinya

17

berdasarkan analisis data yang sohih juga mulai dari display datanya, reduksi data,

refleksi data, kajian emic dan etik terhadap data dan sampai kepada pengambilan

kesimpulan yang harus memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi berdasarkan

ukuran dependability, credibility, transferability dan confirmability.

3.2. Lokasi dan Obyek Penelitian

Penelitian ini akandilakukan di perusahaan keluarga di industri

penggilingan padi di Lampung yaitu di Trimurjo Lampung Tengah pada satu

perusahaan keluarga penggilingan padi yang bernama PP. Anugrah.Penelitian ini

akan dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017. Berdasarkan informasi dan

hasil penelitian sebelumnya (Sobirin, 2015; Rosid& Sobirin, 2015), industri

penggilingan padi di Lampung pernah mengalami stagnasi industri, atau secara

sederhana industri ini sudah mencapai level kematangannya dan sulit untuk dapat

tumbuh lebih besar lagi. Namun diawal tahun 2016 muncul kebijakan dari

pemerintah, dengan dukungan perbaikan sarana dan prasarana di sektor pertanian,

saat ini Lampung telah mampu untuk menerapkan sistem tiga kali masa tanam

padi, seperti di daerah Jawa pada umumnya. Meskipun hasil panennya belum

dapat maksimal akibat hama dan cuaca, namun harus diakui bahwa tingkat

ketersediaan bahan baku padi bagi industri penggilingan padi di Lampung Tengah

saat ini terus tersedia sepanjang tahun.

Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan, ditemukan satu

perusahaan keluarga pelaku industri penggilingan padi kecil menengah PP.

Anugrah yang dimiliki oleh Haris Diantoyang merupakan perusahaan keluarga

generasi kedua.Perusahaan ini dapat dikatakan berhasil melakukan transisi ke

generasi ke dua kurang lebih 10 tahun yang lalu.Saat ini perusahaan keluarga ini

telah memiliki satu cabang penggilingan padi. Oleh karena itu, penelitian ini

berusaha untuk memotret keberhasilan proses suksesi pada perusahaan keluarga

tersebut.

3.3.Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat skematik,

narasi, dan uraian juga penjelasan data dari informan baik lisan maupun data

18

dokumen yang tertulis (Satori dan Komariah, 2010:219-220). Perilaku subjek

yang diamati di lapangan juga menjadi data dalam pengumpulan hasil penelitian

ini.

1. Rekaman Audio

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti merekam wawancara dengan

beberapa pihak terkait yang dianggap perlu untuk dikumpulkan datanya.

Dari hasil rekaman wawancara tersebut maka dideskripsikan dalam bentuk

transkrip wawancara (Satori dan Komariah, 2010:220).

2. Catatan Lapangan

Dalam membuat catatan di lapangan, maka peneliti melakukan prosedur

dengan mencatat sejumlah peristiwa yang benar-benar terjadi di lapangan

penelitian, dan hal yang berkisar pada isi catatan lapangan, model dan

bentuk catatan lapangan, proses penulisan catatan lapangan (Satori dan

Komariah, 2010:220).

3. Dokumentasi

Data ini dikumpulkan dengan melalui berbagai sumber data yang tertulis,

baik yang berhubungan dengan masalah kondisi objektif, dan juga silsilah

dan pendukung data lainnya.

4. Foto

Foto merupakan bukti berupa gambar nyata yang mendukung kondisi

objektif penelitian berlangsung.

3.4 Teknik Analisis Data

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Pada penelitian kualitatif analisis telah dilakukan terlebih dahulu

ketika peneliti berada dilapangan. Analisis tersebut dilakukan terhadap

data hasil studi pendahuluan, atau data skunder yang akan digunakan

untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini

masih bersifat sementara, dan akan berkembangan setelah penelitian

masuk dan selama di lapangan. (Sugiyono, 2010:245).

19

2. Analisis Selama di Lapangan

Analisis selama di lapangan, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode

tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model Miles dan

Huberman (Sugiyono, 2011:246-253), mengemukakan bahwa aktivitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Aktivitas tersebut meliputi data reduction, data display, dan conclution

drawing/verification.

Model dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.1: Komponen dalam Analisis Data (interactive model)

Sumber: Sugiyono (2011:247)

a. Data Reduction

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka

perlu dicatat secara rinci dan teliti. Semakin lama peneliti di lapangan,

maka jumlah data akan semakin banyak. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-

hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

20

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

b. Data Display

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif. Dengan men-display-kan data, maka

akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan

kerja selanjutnya, berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selain

teks yang naratif , juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring

kerja) dan chart.

c. Conclusion Drawing/ Verification

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dengan

demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah pada

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang

setelah peneliti beradadi lapangan.

3.5 Pengujian Keabsahan Data

Dalam proposal perlu dikemukakan rencana uji keabsahan data yang akan

dilakukan. Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif

menggunakan istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Ada pun

demikian dalam sebuah penelitian dilakukan pengecekan keabsahan data melalui:

3.5.1. Uji Kredibilitas

Standar kredibilitas ini identik dengan validitas internal dalam penelitian

kuantitatif. Agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang

tinggi sesuai dengan fakta dilapangan (informasi yang digali dari subyek atau

partisipan yang diteliti). (Lincoln dan Guba dalam Bungin, 2010:59). Maka dari

21

itu dalam penelitian kualitatif data harus benar-benar valid. Kredibilitas (derajat

kepercayaan) data dapat diperiksa melalui kelengkapan data yang diperoleh dari

berbagai sumber (Satori dan Komariah, 2010:165). Uji kredibilitas data atau

kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan

trianggulasi, diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing) dan member check.

1. Trianggulasi

Uji keabsahan melalui trianggulasi ini dilakukan karena dalam penelitian

kualitatif untuk menguji keabsahaan informasi tidak dapat dilakukan

dengan alat-alat uji statistik (Bungin, 2010:205). Maka peneliti perlu

melakukan trianggulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara dan waktu. Sehingga ada trianggulasi dari

sumber/informan, trianggulasi dari teknik pengumpulan data, dan

trianggulasi waktu (Satori dan Komariah, 2010:170).

a. Trianggulasi sumber

Trianggulasi sumber merupakan cara meningkatkan kepercayaan

penelitian adalah dengan mencari data dari sumber yang beragam

yang masih terkait satu sama lain. Dalam penelitian ini pengujian data

akan dilakukan kepada keluarga dan teman kerja yang merupakan

kelompok kerja pada objek penelitian. Data yang telah dianalisis oleh

peneliti menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan (member check) dengan para informan.

b. Trianggulasi teknik

Untuk menguji kredibilitas data dengan trianggulasi teknik yaitu

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari hasil

wawancara akan dicek dengan observasi. Apabila dengan kedua

teknik kredibilitas tersebut diperoleh situasi yang berbeda, maka akan

dilakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data atau yang lain

untuk memastikan data yang dianggap benar.

c. Trianggulasi waktu

Menguji kredibilitas data dengan trianggulasi waktu dilakukan dengan

cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda. Peneliti dapat

22

melakukan wawancara disore hari, bisa mengulangnya di pagi hari

dan mengeceknya kembali di siang hari atau sebaliknya.

2. Diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing)

Uji keabsahan dengan berdiskusi dengan teman sejawaat ini dilakukan

untuk mendapatkan data yang benar-benar teruji. Moleong dalam Satori

dan Komariah (2010:172) mengungkapkan bahwa diskusi dengan sejawat

akan menghasilkan: (1) pandangan kritis terhadap hasil penelitian, (2)

temuan teori substantif, (3) membantu mengembangkan langkah

berikutnya, (4) pandangan lain sebagai pembanding.

3. Member check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada informan. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian data

yang diberikan oleh pemberi data. Apabila pemberi data sudah

menyepakati data yang diberikan berarti data tersebut valid, sehingga

semakin kredibel (Satori dan Komariah, 2010:172). Member check

dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah

mendapatkan suatu temuan atau kesimpulan.

3.5.2 Uji Transferability

Transferability merupakan modifikasi validitas eksternal dalam penelitian

kuantitatif. Pada prinsipnya transferability ini merupakan pertanyaan yang

empirik yang tidak dapat dijawab oleh peneliti kualitatif itu sendiri, tetapi dijawab

dan dinilai oleh para pembaca laporan penelitian (Bungin, 2010:61). Kemampuan

peneliti mengangkat makna-makna esensial temuan penelitiannya dan melakukan

refleksi dan analisis krisis yang ditunjukan dalam pembahasan penelitian akan

membuat peneliti mendapatkan derajat Transferability yang tinggi (Satori dan

Komariah, 2010:173). Maka dari itu peneliti dalam membuat laporannya harus

memberikan uraian dengan rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

23

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah Pendirian Perusahaan Penggilingan Padi (PP) Anugrah

Perusahaan PP. Anugrah dikelola oleh Haris Dianto (Aris) yang

merupakan generasi kedua dari perusahaan induknya yang didirikan oleh oleh

ayahnya H. Anwar di dusun Srimulyo, desa Pujokerto Kec. Trimurjo - Lampung

Tengah. H. Anwar yang sebelumnya menjadi pekerja di PP milik konglomerat

Lampung Tengah yaitu Basir Group memberanikan diri untuk meminjam modal

dari sang majikan dan orang tuanya untuk mendirikan perusahaan penggilingan

padi sendiri.

Sebelumnya, pada tahun 1970an H. Anwar pernah mengalami dua kali

kegagalan mendirikan penggilingan padi dengan sistem kongsi dengan dua orang

investor lokal.Berangkat dengan pengalaman yang cukup dan belajar dari

kegagalan kongsi dengan dua investor sebelumya, maka H. Anwar mendirikan

perusahaan penggilingan padinya sendiri pada tahun 1983.Skala perusahaan ini

masih kecil dan penghasilan utama yang didapatkan berasal dari jasa penggilingan

padi.bukan dari proses produksi beras. Bersama tiga karyawan yang juga

temannya H. Anwar masih terjun langsung bekerja dan menangani usahanya.

Mulai dari memanggul gabah/padi dari petani, menjemur gabah, dan proses

penggilingan padi. berikut ini adalah kutipan wawancara dengan pak Aris:

Setelah dua kali gagal kongsi baru pada awal tahun

1980an kalau tidak salah bapak mulai membangun pabrik sendiri

dengan modal pinjamaan dari pak Basir mantan juragannya yang

konglomerat itu, sama ada bantuan dari simbah (Orang tua H.

Anwar) tapi syaratnya harus bagi hasil sama adik-adiknya.

Skalanya ya masih kecil dan bapak masih terjun langsung ikut

mengerjakan operasional pabrik (Aris, 05/04/2017 :09.00)

Pada masa itu pabrik penggilingan padi masih sedikit, jika pun ada

jaraknya jauh dari tempat tinggalnya. Berdasarkan surat pendirian, pabrik awal ini

24

mulai beroperasi pada tahun 1983 yang saat itu H. Anwar merekrut 3 orang

temannya yaitu : Ngadi, Pangat, dan Tukul. Pak Anwar juga ikut bekerja nguli

seperti ketiga pekerjanya tersebut. Pekerjaan yang dilakukan diantaranya,

memanggul gabah dan beras, menjemur gabah dan menggiling gabah. menurut

pengakuan Pak Anwar:

“waktu pabrik masih didepan rumah simbok dulu ya aku

ikut nguli sama Ngadi, Pangat dan Tukul. Dulu cuma

menawarkan jasa penggilingan padi saja, tapi setelah beberapa

tahun terus saya coba menjualkan beras milik petani-petani

sekitar di pasar Metro dan Punggur. Alhamdulillah laku dan

sedikit-sedikit hasilnya saya tabung dan coba membeli gabah

milik petani dan saya proses sendiri” (H. Anwar, 26/03/2017/

14.00)

Pabrik kecil ini beroperasi dari tahun 1983 hingga tahun 1985 kemudian

setelah memiliki 4 orang anak (Aris, Rokhim, Apen, dan Andi), dari

pernikahannya dengan ibu Siti Munawaroh,tepat saat kelahiran anak ke empatnya,

Pak Anwar memutuskan pindah rumah dan dan memindahkan pabriknya ke

tempat yang lebih strategis. Perpindahan ini lebih dikarenakan lokasi lama yang

kurang besar, karena pabrik penggilingan padi harus memiliki gudang tempat

penyimpanan gabah dan beras. Selain itu karena jarak pabriknya terlalu dekat

dengan perumahan warga, banyak keluhan mengenai polusi suara dan udara yang

ditimbulkan oleh pabriknya.Di lokasi yang baru ini, Pak Anwar membangun

pabrik yang lebih besar, meskipun masih menggunakan konfigurasi one

passdengan mesin buatan Cina yang akrab disebut dengan Tung Fungoleh warga

sekitar.

Berdasarkan pemaparan sejarah perusahaan keluarga diatas, dapat

diketahui bahwa Pak Anwar merupakan seorang entrepreneur sejati yang mampu

melihat dan memanfaatkan peluang bisnis yang tersedia. Darah pengusaha ini

sangat mungkin diturunkan dari ibunya (bu Watem) yang menjadi pioneer di

daerahnya sebagai wanita pengusaha, berjuang demi meningkatkan kesejahteraan

keluarganya. Begitu juga yang dianut oleh pak Anwar saat mendirikan

perusahaan.Meskipunsempat mengalami dua kali kegagagalan namun mampu

bangkit kembali, semata-mata demi meningkatkan kesejahteraan keluarga

kecilnya.

25

4.1.2.Pertumbuhan Bisnis Generasi Pertama

Pabrik yang secara resmi terdaftar di Dinas Pertanian dan Dinas

perindustrian adalah tempat yang baru dan yang hingga saat ini masih beroperasi.

Dengan akumulasi modal yang dimiliki, di lokasi yang baru ini beliau mampu

membeli 1 unit mobil pickup bekas untuk mempermudah dan mempercepat

pengangkutan gabah dari sawah atau atau rumah warga. Karena sebelumnya

sebagian besar gabah dari sawah kala itu masih diangkut dengan sepeda atau

sepeda motor.

Akumulasi modal yang didapatkan Pak Anwar membuat beliau berpikiran

strategis dari yang sebelumnya hanya menawarkan jasa penggilingan berkembang

sebagai produsen beras kecil-kecilan. Proses bisnis ini dilakukan dengan membeli

gabah dari petani semampu keuangannya kemudian diproses menjadi beras dan

dijual di pasar setempat. Setelah berjalan lancar barulah beliau mulai mendapat

kepercayaan dari petani setempat agar gabah petani dibeli dengn sistem bon,

setelah diproses menjadi beras dan dijual baru kemudian dibayarkan ke petani

tersebut. Akumulasi modal itu juga dipakai untuk menambah alat pabrik untuk

mendapatkan hasil giling yang lebih berkualitas. Keberuntungan menyertai

perusahaan keluarga ini, dengan manajemen yang ketat dan efisien, hingga pabrik

ini semakin bertambah besar dalam segi kuantitas. Beras hasil penggilingan

dengan kualitas yang masih standar saat itu dipasarkan di daerah Metro, Punggur

(Lampung Tengah) dan sekitarnya.

Bisnis penggilingan padi H. Anwar berkembang cukup pesat, dalam

hitungan 10 tahun, mampu tumbuh dari hasil penjualan beras yang awalnya hanya

5 ton beras perbulan, 10 tahun kemudian mampu meningkat menjadi 20 ton

perbulan. Dan untuk saat ini, diperkirakan mampu hingga 200 ton perbulan

tergantung musim, ketersediaan gabah dan permintaan.

“saya juga tidak menyangka perusahaan ini akan tumbuh seperti

ini. dulu saya mendirikan perusahaan intinya ya agar lebih mandiri,

bisa bertahan hidup, bisa menghidupi keluarga saja sudah

cukup.Perusahaan ini juga saya jalankan apa adanya tidak muluk-

26

muluk atau ngoyo, saya juga tidak buru-buru memperbesar kapasitas

pabrik, semampunya saja. Saya juga tidak pernah hutang sama bank,

takut mikir bunganya, jadi ya saya jalankan mengalir saja, paling

sesekali minjam uang teman untuk beli gabah, segera langsung saya

lunasi. Asal pengeluarannya bisa direm (hemat) pasti nanti bisa

nambah modal.Buat saya kejujuran, tanggung jawab dan disiplin itu

harga mati” (H. Anwar, 26/03/2017, 08.30)

Dikarenakan kuantitas bisnisnya semakin besar, maka pekerja yang hanya

3 orang tersebut tidak mampu lagi menangani semua pekerjaan. Maka pada tahun

1988, H. Anwar merekrut beberapa pemuda setempat untuk dijadikan pekerja

penjemur padi dan kuli angkut. Waktu itu Pak Anwar memberdayakan pemuda

lulusan SMA yang tidak bekerja, mereka adalah Mur, Sis, dan Nanang yang tidak

lain adalah teman seangkatan Aris, dan mereka juga diijinkan tinggal di rumah

Pak Anwar dan sudah dianggap seperti anak sendiri. Berikut ini kutipan

wawancara dengan Aris:

“banyak teman-teman SMA saya yang saya ajak bekerja sama

bapak, tapi cuma mereka bertiga yang kuat dan bertahan kerja disini.

Maklum saja pekerjaan nguli butuh tenaga Samson hehehe... Lagi pula

mereka bertiga juga sudah akrab dan sering nginep disini bersama

teman-teman yang lainnya. Jadi sudah dianggap anak sendiri sama

bapak. Mereka juga manggilnya bapak & ibu, bukan paklek atau

pakde.Jaman bujang dulu bisa 15an anak yang sering nginep dan

makan disini,rame banget.(Aris, 07/04/2017)

Dalam hal kepemimpinan, Pak Anwar dikenal jujur, disiplin, profesional,

dan efisien. Hal ini dapat dimaklumi karena relasi bisnis beliau lebih banyak

dengan pengusaha beras etnis Cina yang ada di Lampung Tengah. Sebagai

wirausahawan, Pak Anwar memang terkenal dengan kejujurannya, meskipun

bermain aman dan kurang berani dalam spekulasi resiko. Dimisalkan, beliau

hanya mau mengambil gabah dengan kualitas yang baik meskipun harganya lebih

tinggi, demi menjaga kualitas berasnya yang juga dikenal berkualitas dan harga

yang tinggi di sekitar Metro. Maklum saja dalam bisnis ini resikonya cukup

tinggi, jadi banyak detail yang harus dicermati dari mulai pembelian gabah,

penjemuran, penggilingan hingga pemasaran. Banyak kasus penipuan yang terjadi

bahkan hingga saat ini. Misalnya untuk memperberat timbangan gabahnya

seseorang memasukan batu atau kerikil ke dalam karung, atau pada saat panen

musim hujan ―rendheng‖ ada juga yang menyiram gabahnya dengan air untuk

27

mendapatkan hasil timbangan yang lebih berat. Untuk kasus seperti itu, maka Pak

Anwar dengan halus menolaknya dan lebih memilih untuk tidak giling dari pada

harus berspekluasi dan mengecewakan konsumennya. Berikut ini adalah

pengakuan menurut salah satu karyawan senior H. Anwar (Sis):

“saya sudah 15 tahun lebih ikut bapak, dan selama 15 tahun

itu pula saya diajari kejujuran terutama dalam proses

penimbangan gabah, karena saya memang ditunjuk jadi juru

timbang disini. Timbangan juga selalu ditera oleh petugas

timbangan dari pemerintah setiap 6 bulan sekali. Bapak memang

sangat berhati-hati, sekaligus tegas terutama pada kejujuran

kualitas gabah.Karena ini urusan dunia akhirat katanya. pernah

dulu ada agen bawa gabah oplosan sama gabah busuk. Pas saya

ambil sampelnya tanpa basa-basi bapak langsung bilang secara

halus kepada agen itu untuk membawa pulang gabahnya meskipun

agen tersebut sudah minta agar dipotong timbangan saja, tapi

bapak lebih baik menolaknya. Beda sama Aris, asal mau iklas

dipotong atau dihargai lebih murah pasti langsung disikat haha..

tapi menurut saya karena kejujuran itu juga banyak petani yang

percaya sama perusahaan ini, bahkan sampai saat ini banyak

petani yang tidak ikut menyaksikan proses penimbangan gabahnya

karena sudah sudah sangat percaya. Coba kalau sama pabrik lain,

petaninya melotot terus liat timbangan haha.. (Sis, 15/04/2017,

10.00)

Pengambilan keputusan bisnis pada generasi pertama ini masih dilakukan

oleh Pak Anwar sendiri, mengingat saat itu hanya beliau yang tahu proses

bisnispenggilingan padi, dan karyawan atau anggota keluarga lainnya masih

awam mengenai bisnis ini dan dianggap belum mampu memikul resiko. Sebagai

pemimpin keluarga pak Anwar juga bisa dikatakan otoriter, jadi ―jika ini ya harus

begini, itu ya harus begitu‖ sehingga karyawan atau anggota keluarga yang

lainnya tinggal melaksanakan perintah saja. Diceritakan oleh Aris dan Rohim

(anak kedua) bahwa Pak Anwar itu sangat tegas, berikut ini kutipan wawancara

dengan kedua narasumber tersebut:

“bapak itu ketat dan tegas, misalnya ada gabah yang buruk

ya langsung ditolak dan dibawa pulang padahal menurut saya

kalau agen gabahnya mau di akad pemotongan timbangan atau

potongan harga kan masih bisa untung (Aris). Kasihan juga

agennya sudah bawa gabah jauh-jauh.(Aris, 07/04/2017, 13.00)

Selain itu bapak juga tegas dan kejam apalagi kalau

menyangkut urusan ibadah, waktu kecil dulu kalau bangun

28

kesiangan diguyur pakai air sampai basah kuyup kasurnya. Tidak

sholat atau tidak ngaji, siap-siap saja sapu mendarat di bokong

sampai biru-biru semua, atau diikat dipohon jambu depan rumah

hahaha.. (Rohim, 10/04/2017, 13.00)

Pada proses pertumbuhan dan kepemimpinan generasi pertama ini dapat

disimpulkan bahwa perusahaan keluarga Pak Anwar tumbuh secara organik

dengan sumber daya murni yang dimilikinya hampir tanpa bantuan dana dari

pihak luar. Efisiensi menjadi strategi utama yang diterapkan olehnya di dalam

menjalankan bisnis sekaligus dalam menghidupi keluarganya.Dalam mengelola

bisnisnya, Pak Anwar cenderung pasif dan kurang proaktif dan menghidari

resiko.Hal ini selain dikarenakan sifat yang dimiliki, juga didukung oleh kondisi

lingkungan bisnis yang saat itu masih sangat lapang dan minim persaingan.

Kepemimpinan pada perusahaan dan keluarga masih terpusat pada satu sosok

yaitu Pak Anwar sendiri, dan semua anggota yang terlibat hanya menjalankan apa

yang diperintahkannya baik keputusan terkait bisnis maupun keputusan internal

keluarga. Nilai-nilai dan budaya utama pada perusahaan keluarga ini mulai

muncul ditahap generasi pertama yaitu kejujuran, efisiensi dan kekeluargaan.

4.1.3.Perencana SuksesidanKeterlibatanGenerasi Kedua

Berdasarkan penuturan dari Pak Anwar sebelumnya diketahui bahwa

perusahaan yang didirikan awalnya hanya bertujuan untuk mensejahterakan

keluarga, dalam hal ini sekedar bertahan hidup dan menunaikan tanggung

jawabnya sebagai tulang punggung keluarga.Namun seiring dengan pertumbuhan

bisnisnya yang cukup baik, Pak Anwar memiliki niatan bahwa perusahaan ini

kelak harus ada yang meneruskan.Oleh karena itu lah, Pak Anwar melakukan

perencanaan suksesi sejak dini kepada ke empat anaknya yaitu Aris, Rohim,

Apen, dan Andi. Salah satu cara yang Pak Anwar lakukan adalah dengan

melibatkan anak-anaknya dalam bisnis penggilingan padi sedini mungkin dengan

cara sekedar mengajak anak-anaknya untuk melihat proses bisnis yang

dijalankannya. Hal ini bertujuan untuk untuk menumbuhkan instingdan

pengetahuan bisnis dan pada akhirnya dapat mengetahui seberapa besar minat

masing-masing anak kepada bisnis tersebut. Berikut ini kutipan wawancara

dengan Pak Anwar:

29

“awalnya saya juga tidak menyangka bisnisnya bisa berjalan

lancar dan Alhamdulillah terus tumbuh. Dari nol sampai nol saya

bekerja sendiri sampai mempekerjakan beberapa karyawan. Dari

situ saya sadar bahwa bisnis ini pasti bisa diteruskan ke anak cucu

saya kelak” ”.(H. Anwar; 17/04/2017: 10.00)

“semua anak saya saya perkenalkan dengan bisnis ini sejak

anak-anak. Tapi sepertinya anak saya yang memiliki minat paling

tinggi sama bisnis gilingan ini ya cuma Aris, sejak kecil dia tertarik

dengan pekerjaan ini.selalu ingin ikut keliling cari gabah ke petani

sampek jauh, mengamati dan belajrmenimbang gabah, mengamati

proses penggilingan sampai mengantarkan gabah ke pasar.

Diajuga suka berinteraksi sama rekan-rekan bisnis saya. Sudah

kelihatan sejak kecil”.(H. Anwar; 17/04/2017: 10.00)

Hal ini dibenarkan oleh Aris yang menyatakan bahwa memang sejak kecil

sang Ayah selalu memberikan pengetahuan tentang bisnis penggilingan padi

kepadanya dan ia tularkan juga ke adik-adiknya. Tujuannya tidak lain adalah

meningkatkan minat dan pengetahuan dunia bisnis atau kewirausahaan khususnya

di bisnis penggilingan padi. Namun meskipun sudah memberikan pengetahuan

dan dorongan minat sejak dini kepada adik-adiknya, ternyata tidak satupun dari ke

tiga adiknya yang terjun di bisnis penggilingan padi. Berikut ini kutipan

wawancara dengan Aris:

“Saya masih ingat dulu jaman kecil selalu diajak bapak

keliling naik mobil pickup ngambil gabah ke sawah sama rumah-

rumah petani.Terus kalau pas libur atau pulang sekolah diajak ke

pasar nganter beras sambil mengantarkan ibu belanja untuk

warung. Ya buat anak kecil jaman dulu, naik mobil itu sesuatu yang

sangat menyenangkan, dan dari situ juga mungkin minat dan

insting bisnis saya terbentuk(Aris, 07/04/2017)

“Adik saya nomr 2 (Rohim) dan ke 3 (Apen) itu ya saya ajak

dan ajari tentang bisnis penggilingan padi, bahkan sampai

sekarang. Tapi karena memang kurang berminat di bisnis ini jadi

mereka berdua tidak bisa bekerja di bisnis ini.mungkinkarena

kelamaan dipondok akhirnya tradisi pondok yang berpola hidup

sederhana melekat. Akhirnya mereka memilih usaha dagang

warung kelontong yang resiko bisnisnya tidak besar.(Aris,

10/04/2017, 12.00)

“Kalau adik saya yang ragil (Andi) sebenarnya ada bakat

bisnis. sejak kecil sudah ikut saya ambil gabah kemana-mana.

Setiap pulang sekolah SD sampai SMP langsung ganti baju ikut

nimbrung sama pekerja atau sekedar naik mobil pickup yang ambil

gabah. Baru setelah kelas 1 SMP dia boleh bawa mobil pickup

30

untuk ambil gabah ke rumah-rumah petani yang dekat. Namun

karena dia lumayan pintar dibandingkan kakak-kakanya, saya dan

keluarga sadar bahwa pendidikan formal itu penting, akhirnya dia

saya arahkan untuk fokus kuliah saja” (Aris, 10/04/2017, 12.00).

Seiring dengan berjalannya waktu perusahaan penggilingan ini terus

berkembang perlahan dan lingkungan bisnis juga turut berubah. Usia Pak Anwar

yang tidak lagi muda serta paksaan dari anaknya untuk segera pensiun akhirnya

beliau ―terpaksa‖ tidak terlalu banyak bekerja. Beruntunglah Pak Anwar memiliki

suksesor yang memiliki komptensi dalam bisnis penggilingan padi.

Setelah menginjak pendidikan Aliyah(tahun 1990), jiwa kewirausahaan

Aris semakin terlihat. Sepulang sekolah Aris bekerja paruh waktu untuk sekedar

membantu ayahnya mengambil dan menimbang gabah dari petani meskipun

belum diberi kewenangan untuk menentukan harga gabah tersebut.Setelah lulus

dari Aliyah, Aris sebenarnya sempat kuliah di IAIN Metro yang saat itu masih

bernama STAIN dan mengambil Tarbiyah. Akan tetapi karena darah wirausaha

begitu kental pada diri Aris, maka tidak sampai dua semester dia memutuskan

untuk tidak melanjutkan kuliahnya. Aris lebih memilih untuk fokus bekerja dan

membantu ayahnya menjalankan penggilingan padinya.

Saat itu Aris sudah diberikan wewenang untuk mencari dan menimbang

gabah sendiri di beberapa Kecamatan di Lampung Tengah meskipun negosiasi

harga masih sepenuhnya dipegang oleh Pak Anwar. Dari sinilah sangat terlihat

bagaimana kemampuan Aris sebagai pengusaha yang mampu melakukan

penetrasi pasar diluar jangkauan ayahnya. berikut ini kutipan wawancara singkat

dengan Aris :

“ya namanya sejak kecil ikut bapak di pabrik, ya sulit kalau

disuruh fokus sekolah. Lagipula saya juga termasuk siswa yang

goblok haha.. tidak pernah mendapatkan nilai bagus. Pokoknya

yang terbayang dipikiran cuma bisnis, gabah, giling, dan beras,

sudah itu saja yang paling penting buat saya” ” (Aris, 07/04/2017,

09.00).

Saya memang tidak begitu suka sekolah atau kuliah. jadi

setelah lulus SMA saat itu saya sama karyawan pabrik (Mur, Sis,

Nanang) yang juga teman seumuran dengan saya keliling di

beberapa daerah kecamatan yang belum dijangkau bapak,

31

Alhamdulillah area terpencil itu bisa saya masuki. Saya benar-

benar cinta sama pekerjaan ini”(Aris, 07/04/2017, 09.00).

4.1.4. Kepemimpinan Generasi Ke Dua dan Masa Transisi

Setelah bertahun-tahun menjalankan perusahaan, pada tahun 1994 Pak

Anwar beserta istri melaksanakan panggilan ibadah Haji, dan gelar itu juga yang

tersematkan sebagai nama panggilan ―H. Anwar‖ dan bu ―Hj. Siti Munawaroh‖

oleh warga sekitar, juga tersurat dalam kemasan beras merk ―H. Anwar‖.Maklum

saja, pada tahun itu masih sedikit warga yang sudah ber-Haji.Sementara H. Anwar

menjalankan ibadah Haji, Aris diberi amanat penuh untuk menjalankan

perusahaan dan mengelola keuangan. Warung kelontong yang dirintis Aris

diserahkan kepada adiknya Rokhim dan Apen yang saat itu baru pulang dari

pondok pesantren di Jawa. Saat ditinggal ayahnya menjalankan ibadah Haji, Aris

menjalankan bisnis itu dengan sangat bersemangat bahkan menemukan bisnis

baru yaitu jual beli jagung yang tidak pernah digeluti ayahnya. Berikut ini kutipan

dengan salah satu karyawan senior (Nanang):

“waktu bapak berangkat Haji, sebenarnya saya sama Sis

diam-diam disuruh ngawasin Aris karena takut kalau Aris terlalu

spekulatif dalamberbisnis, tapi ya Aris kan tidak bisa di “geloni”

jadi tetep saja semua kendali sama dia. Lagipula kemampuan dan

pengetahuan Aris jauh diatas kami. Waktu itu memang Aris

kelihatan menggebu-gebu dalam bekerja, semangatnya diatas rata-

rata lah pokoknya. Lha wong nyari gabah bisa dari pagi sampe

magrib baru berhenti, sampai gempor kuli-kulinya. Terus waktu itu

kami masuk daerah terpencil yang cuma menanam jagung, tanpa

basa-basi Aris langsung mendekati petani disana langsung tanya

berapa harga jualnya terus dimana jualnya. Besoknya Aris

langsung ke daerah Tanjung Karang nyari gudang jagung yang

biasa beli jagung dalam jumlah besar, kalau tidak salah Comfeed

namanya. Kami dan bapak sampai heran melihat luasnya

jangkauan pergaulan Aris, orang-orang sini kan taunya cuma

Metro saja. Mulai saat itulah kami jadi punya bisnis baru jual beli

jagung, hingga akhirnya diikuti oleh pengusaha lain diderah

sini.(Nanang, 24/04/2017, 10.00).

Sepulangnya dari menunaikan ibadah Haji,H. Anwar lebih banyak

meluangkan waktu dibelakang meja, menerima telepon dari rekanan bisnis,

bersosialisasi dengan warga, bahkan saat ini mencari kegiatan dengan menggarap

sawahnya sendiri untuk ajang berolah raga. Meskipun belum sepenuhnya

32

kepemimpinan perusahaan berada ditangan Aris yang dalam posisinya bisa

dikatakan sebagai manajer, sedangkan H. Anwar menjadi penasihat atau owner

dari perusahaan kecil ini, meskipun tak jarang beliaulah yang mengambil

keputusan besar.

―saya memang suka besosialisasi, gotong royong sama warga

yang sekaligus pemasok gabah untuk usaha saya. Setelah Haji

hidup saya memang terasa lebih tenang, dan jadi saya nyari

kegiatan lain karena tidak banyak berurusan dengan dunia bisnis

lagi. Saya nggarap sawah saya sendiri, biar bisa skalian olahraga

karena saya punya darah tinggi dan diabet jadi harus banyak

olahraga (H. Anwar, 26/04/2017; 11.00).

Pada awal-awal kepemimpinannya, Aris telah dikenal sebagai pribadi yang

bertolak belakang dengan ayahnya. Dia lebih dikenal sebagai seorang

wirausahawan yang spekulan, berani mengambil risiko, pandai bernegosiasi, royal

bahkan cenderung boros, tidak memperhatikan detail dan sedikit ceroboh. Hal ini

diakui oleh beberapa pekerjanya yang senang dengan kepemimpinan Aris

dibandingkan dengan bapaknya. Misalnya saja jika penghasilan dan

keberuntungan perusahaan sedang bagus, tak jarang Aris mengajak pekerja

beserta anak-anak muda seusianya untuk ―Plesir‖ atau bertamasya ke pantai,

mancing, atau sekedar mentraktir pekerjanya makan di restoran padang yang bagi

kalangan pekerja hal itu adalah kemewahan tersendiri. Hal-hal seperti ini sangat

jarang dirasakan saat kepemimpinan H. Anwar, sehingga tak jarang beliau

menegur anaknya agar tidak boros. Berikut ini kutipan wawancara dengan pekerja

senior (Sis dan Nanang):

“Sebenarnya sejak kecil kami berteman sama Aris, dia

memang orang royal dan suka bergaul tanpa pilih-pilih. Waktu Aris

mulai terjun memimpin anak buah memang sangat “getol” cari

gabah kemana-mana, kenalan sama agen dimana-mana, dan kami

selalu didudukkan satu meja dengan mereka. Meskipun sebenarnya

banyak agen atau daerah pemasok gabah itu kenalannya bapak

tapi Aris selalu tidak pernah puas dan terus mencari kemana-mana,

hasilnya memang banyak tapi ya gempor kita haha... yang kami

sukai dari Aris itu kalau tau anak buahnya terlihat capek dan

jenuh, ketika sudah berakhir waktu panen Aris ngajak kami rame-

rame ke pantai, restoran, tamasya semua gratis-tis (Nanang,

26/04/2017, 10.00).

33

“bahkan dulu waktu masih awal-awalnya Aris belajar dapat

hasil, kami langsung diajak makan-makan di restoran padang, dan

baru kali itu kami makan direstoran padang yang besar isinya

orang kaya semua. Kalau sama bapak paling di warung sate,

bakso, mie ayam deket-deket sini haha.. Tapi ya menurut saya agak

terlalu boros Aris itu soalnya dia sering belanja pakaian yang

bagus-bagus, ya kami jadi ikut-ikutan, maklum dulu masih bujang

haha,,, pulang-pulang langsung dimarahin bapak kok boros men

koe Res, sering banget bapak bilang gitu”.(Sis, 26/04/2017, 10.00).

Disisi lain, gaya jiwa kewirausahaanrisk takeryang dimiliki oleh Aris

begitu kental, dimana setiap ada peluang pasti dia kejar tanpa pikir panjang.

Mislanya saja ketika bahan baku gabah sedang sulit, biasanya ada saja yang

memanfaatkan keadaan dengan bermain curang memasukkan kerikil atau air ke

dalam karung gabah, atau banyak gabah kosong (gabuk). Menanggapi kasus

seperti ini, dengan berbekal pengalaman dan spekulasi yang tinggi, maka Aris

berani memberi penawaran kepada pemilik gabah memberi potongan timbangan

sesuai kadar air atau sampah yang terkandung dalam setiap karung gabah tersebut,

plus potongan harga.

Dengan pengalaman dan pengetahuan dari beberapa rekan itulah dia berani

berspekulasi dari pada tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan. Alhasil untuk

mengejar pertumbuhan bisnis Aris mulai berani meminjam uang di Bank dalam

jumlah besar untuk mendapatkan pasokan gabah yang lebih banyak, meskipun H.

Anwar selalu khawatir pada sikap dan sifat spekulasi Aris yang terlalu tinggi,

akan tetapi beliau tidak dapat berbuat banyak dan membiarkan Aris berproses.

Dalam menentukan keputusan bisnis, tak jarang ayah dan anak ini beradu

argumentasi, akan tetapi pada akhirnya sang ayahlah yang lebih banyak mengalah.

Menurut H. Anwar beliau mengalah agar memberi kesempatan kepada anaknya

agar tidak ―kagol‖ istilah Jawanya, dan belajar lebih dalam mengenai bisnis ini.

Ada kalanya Aris benar dan beruntung mendapatkan laba tinggi, namun tak jarang

dia salah berspekulasi dan misalnya gabah basah tersebut menjadi berjamur

karena tidak sempat dijemur, bahkan hancur saat digiling. Di saat-saat seperti

inilah H. Anwar memberikan nasihat kepada anaknya agar lebih berhati-hati.

Perbedaan gaya kepemimpinan juga ditunjukan oleh Aris, dimana dalam kondisi

34

dan kasus tertentu Aris mendelegasikan wewenang kepada pekerjanya untuk

berani mengambil keputusan sama seperti yang dilakukannya.

Gaya kepemimpinan yang egaliter, memberi kebebasan, dan percaya

kepada pekerja, bahkan terlalu percaya kepada rekan kerja ini pernah menjadi

boomerang bagi perusahaan keluarga H. Anwar ini. Beberapa kali Aris ditipu oleh

rekan kerjanya bahkan hingga saat ini masih sering terjadi. Selain karena jiwa

kewirausahaan yang tinggi dan berani ambil resiko tinggi, hal ini juga

dikarenakan Aris mudah percaya kepada orang lain.

“sebenarnya saya sudah capek untuk menasihati Aris,tidak

dinasihati dia tambah ngawur, kalau saya nasihati terus dia pasti

“kagol” terus malas bekerja dan tidak mau bicara sama saya.

Belum lagi Aris selalu dibela sama ibunya jadi saya ya ngalah saja.

Maksud saya kalau Aris mau bermain aman, disiplin tinggi toh

hasilnya akan tetap banyak tanpa harus muluk-muluk memaksakan

diri untuk mendapatkan gabah yang mahal, toh rejeki itu sudah

diatur Yang Kuasa Yang membuat saya kaget lagi adalah, waktu

saya berangkat Haji itu saya tidak memiliki hutang sepeserpun

sama pihak lain, bahkan uang yang saya tinggalkan cukup untuk

mengoperasikan pabrik. lha kok tiba-tiba Aris sudah berani hutang

di Bank, berapa itu bunganya perbulan. (H.Anwar, 18/04/2017,

10.00).

Sebagaimana telah diceritakan sebelumnya bahwa H. Anwar mengelola

perusahaan dengan sangat ketat dan efisien, tumbuh dengan modal sendiri, dan

tidak mengandalkan uang dari Bank.sepulang Haji perusahaan yang tadinya tidak

memiliki hutang tiba-tiba berhutang ratusan juta. Jadi sangat wajar jika seorang

pendiri perusahaan keluarga terkejut dan kecewa dengan yang dilakkan oleh

penerusnya.Disisi lain jika harus menghentikan langkah Aris, bukan bisnis yang

beliau takutkan akan menurun, tetapi beliau lebih takut jika akhirnya hubungan

keluarga akan menjadi taruhannya.

Setelah puluhan tahun menjalankan bisnis Ayahnya dan mendapatkan

cukup pengalaman, Aris kemudian menikah pada tahun 1996 dan memberanikan

diri untuk membuka cabang penggilingan padi di desa Pujobasuki tidak jauh dari

desa ayahnya, dan penggilingan itu ia beri nama Anugrah. Sehingga, saat ini Aris

memimpin dua penggilingan padi sekaligus yaitu penggililngan padi H. Anwar

dan Anugrah.

35

Meskipun terlihat beberapa kekurangan Aris, namun sebagai pengusaha

Aris juga memiliki prestasi besar yang tidak dicapai oleh ayahnya.Salah satunya

adalah terjalin hubungan dengan BULOG Lampung untuk penyediaan stok beras

daerah.Aris mendapatkan kesempatan untuk menjadi salah satu penyuplai

persediaan beras Daerah Lampung.Kuota yang harus dipenuhi minimal 100 ton

perbulan, dan hal ini tidak mungkin diproduksi dari kedua pabrik milik

perusahaan keluarga ini.Akan tetapi karena luasnya relasi yang dibangun Aris

dengan beberapa pemilik penggilingan padi kecil (PPK), Aris bahkan mampu

melampaui kuota yang ditetapkan. Terakhir sejak bulan Agustus hingga Desember

2017 tercatat sekitar 600 ton beras yang telah Aris setorkan ke BULOG Lampung.

“kalau pas pasaran beras sedang anjlok, saya biasanya jual

beras ke BULOG, selain perputaran uangnya juga lebih cepat

dibandingkan harus menunggu harga beras naik lagi. Saya

kerjasama dengan BULOG sejak tahun 2012, Alhamdulillah selalu

tembus dari yang ditargetkan berkat bantuan dari teman-teman

penggilingan yang lain. (Aris, 18/04/2017, 10.00).

Ekspansi yang dilakukan oleh Aris tidak cukup sampai disitu, pada awal

tahun 2016 dia melakukan investasi besar-besaran dengan membeli seperangkat

alat penggilingan yang modern dengan tujuan dapat menciptakan beras dengan

kualitas yang lebih baik lagi. Menurutnya, hal ini dilakukan setelah melihat

peluang pasar beras premium yang mulai tumbuh di pasar Indonesia, khususnya

Lampung.Selain itu marjin di pasar beras premium juga lebih tinggi. Berikut ini

kutipan wawancara dengan Aris:

“setelah banyak ngobrol sama rekan-rekan penggilingan

yang besar-besar itu saya akhirnya dapat pencerahan, bahwa beras

premium ini belum banyak yang garap. Ya meskipun biaya

investasinya cukup besar tapi setelah saya piker panjang dan

mohon kepada Alloh akhirnya saya putuskan untuk melakukan

investasi.Karena margin di pasar ini juga cukup besar, meskipun

pasarnya belum ramai, tapi kondisi perekonomian warga Lampung

saya kira semakin meningkat ke depannya” (Aris, 18/04/2017,

10.00).

Namun keputusan yang diambil oleh Aris ini sempat mendapatkan

tentangan dari ayahnya.Hal ini lebih dikarenakan perbedaan karakteristik kedua

pemimpin tersebut.ayahnya yang cenderung konservatif dan bermain aman dalam

36

berbisnis lebih memilih tumbuh secara alami atau organic dibandingkan harus

tumbuh cepat dengan meminjam dana dari pihak eksternal, mengingat resiko

bisnis penggilingan padi ini cukup besar. Berikut ini kutipan wawancara dengan

H. Anwar:

―saya dari awal itu kurang setuju dengan keputusan

menambah investasi di pabrik ini. soalnya menurut saya, dengan

kondisi yang ada saja sudah cukup untuk bertahan dan menghidupi

keluarga. dari pada harus memikirkan bunga dan angsurannya,

lebih baik jalan apa adanya saja toh nanti tumbuh sendiri. lebih

tenang” (H. Anwar, 10/04/2017, 10.00).

Hal ini diakui juga oleh Aris dimana sempat terjadi negosiasi yang alot

antara Ayah dan Anak ini. Namun dengan perlahan dan kerendahan hati Aris

dapat meyakinkan ayahnya dan memohon doa restunya agar investasi yang

dilakukan dapat berjalan lancar dan menghasilkan yang lebih baik ke depannya.

Berikut ini kutipan wawancara dengan Aris:

“awalnya ya bapak menentang keras keinginan saya ini,

sampai berminggu-minggu saya mencoba meyakinkan bapak, tapi

ya cukup sulit. Soalnya bapak itu ya generasi jaman dulu, takut

sama Bank dan memang tidak pernah berhutang.Sampai akhirnya

orang Bank datang 2 kali dan saya ajak ngobrol langsung sama

bapak akhirnya bapak mengizinkan dan merestuinya”(Aris,

09/04/2017, 10.00).

Kondisi terkini dari perusahaan keluarga penggilingan padi ini sedang

dalam tahap pertumbuhan dan berdasarkan skala penggilingan padi menengah

(PPM).Kedua pabrik yang berlokasi di Pujokerto dan Pujobasuki dipimpin oleh

Aris, setelah pendiri yaitu H, Anwar memutuskan untuk pensiun, dimana

sebelumnya mengalami stagnasi pada masa transisi selama. Meskipun saat ini

perusahaan telah dipimpin oleh Aris, namun peran H. Anwar tidak kemudian

benar-benar hilang dari setiap keputusan dalam perusahaan keluarga ini,

khususnya keputusan-keputusan strategis yang dapat mempengaruhi

keberlangsungan perusahaan keluarga ini di masa depan. Dapat dilihat bagaimana

H. Anwar mampu mempengaruhi keputusan Aris saat akan melakukan

pertumbuhan skala pada perusahaannya, namun H. Anwar asih memberikan

beberapa nasihat sebagai pertimbangan di masa depan.

37

4.2. Pembahasan

Berdasarkan gambaran hasil penelitian diatas, dapat diketahui bahwa

perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga penggilingan padi Anugrah

dilakukan dengan caraInformal Planned Succession yaitu perencanaan suksesi

yang lebih mengarah pada pemberian pengalaman dengan cara memberikan posisi

di bawah ―orang nomor satu‖ dan secara langsung menerima perintah dan

petunjuk dari orang tersebut (Susanto, 2007).

Dalam kasus ini, H. Anwar selaku pendiri sekaligus orang nomor satu di

perusahaan keluarga ini memberikan pengalaman bisnis kepada keempat

anaknya.Selain untuk memberikan pengalaman, juga sebagai ajang untuk

menyeleksi minat dan bakat dari masing-masing anaknya.Setelah mengetahui

seberapa besar minat dan bakat yang dimiliki oleh masing-masing anak, barulah

perencanaan suksesi beralih ke bentuk Planned Succession.

PlannedSuccesionadalah perencanaan suksesi yang terfokus pada calon

yang telah dipersiapkan untuk menduduki posisi kunci (Susanto,

2007).Berdasarkan kasus ini diketahui bahwa setelah melakukan tahap seleksi

minat dan bakat dari keempat anaknya, H. Anwar kemudian memutuskan memilih

Aris anak pertamanya sebagai calon pewaris atau pemimpin bisnisnya di masa

datang.Indikasi awal dari keputusan ini dapat dilihat ketika H. Anwar berangkat

Haji dan menitipkan penggilingan padi sepenuhnya kepada Aris, bukan kepada

tiga anak yang lainya yaitu Rohim, Apen dan Andi.

Kajian perusahaan keluarga selalu memiliki sisi keunikan dan perbedaan

dibandingkan dengan kajian perusahaan pada umumnya.Terkait dengan

perencanaan suksesi, meskipun sudah terencana dengan sedemikian baik, namun

pada kasus ini ditemukan fakta bahwa alih generasi yang sudah direncanakan,

tidak kemudian berjalan dengan lancar dan dalam kasus ini proses transisi yang

berjalan lambat. Pada masa transisi, Aris yang sudah menjadi pemimpin

38

sementara selalu dibayangi oleh H. Anwar selaku pendiri dengan memberikan

pertimbagnag-pertimbangan yang cenderung berlawanan dengan keputusan Aris

dan dapat mengakibatkan penurunan dari segi bisnis maupun emosional keluarga.

Pada kasus ini diketahui bahwa H. Anwar akhirnya mampu melepaskan

puncak pimpinan kepada Aris setelah melewati berbagai ujian yang juga banyak

terjadi pada perusahaan keluarga pada umumnya.Beberapa ujian yang kerap

terjadi pada proses suksesi dan transisi ini diantaranya ―the problem of resistance‖

(Handler & Kram, 1988), ―founder trap‖ (Susanto, 2007), ―founder legacy

centrality‖ (Kelly et a., 2000) atau ―generational shadow‖ (Davis & Harveston,

1999). Situasi ini menggambarkan adanya keengganan pendiri untuk melepaskan

perusahaan kepada generasi penerusnya karena ketakutan akan kehilangan power,

takut perusahaannya akan bangkrut ditangan generasi penerusnya dan lain-lain.

Keberhasilan suksesi ini tentu didukung oleh prinsip H. Anwar yang lebih

mementingkan keluarga dibandingkan dengan bisnisya, atau pro-family

dibandingkan dengan pro-bussines, dimana beliau lebih mementingkan keutuhan

keluarga meskipun keputusan bisnis yang dibuat oleh anaknya bertentangan

dengan keinginannya.

Dalam mengkaji perencaaan dan proses suksesi pada perusahaan keluarga,

dapat dikaji pula perjalanan sebuah perjalanan perusahaan keluarga melalui Life

Cycle forces influencing family business seperti yang tertera pada gambar 2.5

(Ward, 2001). Pada kasus ini diketahui bahwa saat pendirian perusahaan oleh H.

Anwar,pada sumbuindividual berada di level middle adulthood atau pada saat H.

Anwar berusia 40an, an konfigurasi kepemilikan pada level Owner managed atau

pemilik mengelola perusahaannya sendiri, dan sumbu keluarga pada level anak

pertama (Aris) menuju fase remaja.Sedangkan Dari sumbu organisasinya sendiri

diketahui masih berada pada level bertahan hidup/survival karena masih baru dan

pada skala yang masih kecil. Dari sumbu Industry perusahaan keluarga ini berdiri

saat industri penggilingan padi pada tahap pertumbuhan (growth), jadi dari sisi

strategis perusahaan keluarga ini diuntungkan oleh kondisi industri yang sedang

tumbuh.

39

Pada saat fase pertumbuhan perusahaan H. Anwar melakukan informal

planned succession kepad anak-anaknya, dan ini juga mendukung bagi mental

bisnis yang ingin dibentuk kepada anak-anaknya. Pada fase pembelajaran bisnis

dan proses penyerahan perusahaan kepada Aris, sumbu individu H. Anwar

menunjukan level transisi menuju usia 50an atau dapat dikatakan late adulthood

transition, sedangkan Aris masih pada level remaja atau early adulthood. Sumbu

keluarga menunjukan fase H. Anwar telah memiliki cucu atau fase Grand

Parenting, dan Aris pada level keluarga yang baru memiliki anak (family with

children). Sumbu konfigurasi kepemilikan perusahaan pada fase penyerahan

perusahaan ini menunjukan pada level Sibling Partnership yaitu kondisi dimana

Aris dan Adik-adiknya bekerja sama meskipun dalam hal ini adinya masih tahap

pembelajaran bisnis dan Aris lebih dominan dalam perusahaan, namun

kepemilikan telah terdistribusi kepada adik-adiknya. Pada sumbu organisasi, pada

saat penyerahan tampuk pimpinan kepada Aris perusahaan dalam fase

pertumbuhan yang cepat, yang dapat terindikasi dari kecepatan pertumbuhan yang

diciptakan Aris. Meskipun, pada level ini kondisi di sumbu industri telah berada

di level Maturity atau kedewasaan industri.

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan

bahwa pada perusahaan keluarga penggilingan padi Anugrah suksesi

direncanakan dengan dua tahap yaitu tahap informal planned succession yang

bertujun untuk menyaring minat dan bakat masing-masing anak, dan kemudian

tahap kedua planned successionyaitu kondisi dimana setelah tahap seleksi minat

ditemukan satu atau beberapa suksesor yang layak untuk meneruskan bisnis di

masa depan.

Dari kasus ini juga dapat diketahui bahwa perencanaan suksesi pada

perusahaan keluarga dapat memberikan jaminan bahwa perusahaan keluarga dapat

dilanjutkan di masa depan. Namun, pada kasus ini, meskipun sudah direncanakan

dengan baik, tetapi proses transisi kepemipinan masih berjalan dengan lambat.

Hal ini diakibatkan oleh perbedaan karakter kepemimpinan antara pendiri dan

generasi penerusnya sehingga kerap menimbulkan konflik dalam keluarga.

Konflik yang terjadi karena masalah bisnis tidak berlangsung berlarut-larut

karena sebagian besar konflik ini reda setelah H. Anwar memutuskan untuk

mengalah dan membiarkan Aris berproses dan belajar menangani bisnis.Hal ini

sekaligus mengindikasikan bahwa family first begitu kentara di perusahaan

keluarga ini, dengan tidak mengorbankan hubungan keluarga demi kepentingan

bisnis semata.

Dari kasus tersebut, dapat kita tarik sebuah benang merah bahwa,

perencanaan suksesi memang sangat penting bagi keberlanjutan perusahaan

keluarga.baik melalui cara informal maupun planned succession. Belajar dari

kasus ini, dapat diketahui bahwa dengan melakukan perencanaan suskesi yang

41

baikpun tidak menjamin semua anak terjun di bisnis yang dirintis oleh sang

pendiri, dan juga tidak menjamin fase transisi berjalan dengan mulus dan cepat.

Oleh karena itu, penelitian ini memberikan saran sekaligus setuju dengan

para ahli perusahaan keluarga yang menyatakan bahwa alih generasi perusahaan

keluarga tidaklah mudah, membutuhkan waktu dan serangakaian perencanaan alih

generasi yang tepat agar perusahaan keluarga dapat berlanjut ke generasi

berikutnya.melakukan perencanaan suksesi sedini mungkin sangat dianjurkan bagi

pemilik perusahaan keluarga. Kemudian, apabila tidak melakukan upaya apapun

terkait perencanaan suksesi, akan cenderung berakibat pada kehancuran

perusahaan keluarga.

42

Daftar Pustaka

Adizes, I. (1979).Organizational passages—diagnosing and treating lifecycle

problems of organizations. Organizational dynamics, 8(1), 3-25.

Aronoff, C. E.,&Ward, J. L. (1997).Preparing your family business for strategic

change. Family Business LeadershipSeries, 9. Marietta, GA: Business

Owner Resources.

Aronoff, C. E., McClure, S. L., & Ward, J. L. (2011). Family business succession:

The final test of greatness. Palgrave, MacMilan.

Barth, E., Gulbrandsen, T., & Schone, P. (2005). Family ownership and

productivity: The role of ownermanagement. Journal of Corporate

Finance, 11: 107–127.

Bungin, B. (2010). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Komunikasi dan Ilmu-ilmu

Sosial Humaniora. Jakarta: Predana Group.

Carlock, R., & Ward, J. (2001). Strategic planning for the family business:

Parallel planning to unify the family and business. Springer.

Carney, M., & Gedajlovic, E. (2002). The coupling of ownership and control and

the allocation of financial resources: Evidence from Hong Kong. Journal

of Management Studies, 39: 123–146.

Casillas, Jose C., Fransisco J. Acedo & Ana M. Moreno. (2007).

InternationalEntrepreneurship in Family Business, Northampton: Edward

Elgar Publishing, Inc.

Chua, J. H., Chrisman, J. J., & Sharma, P. (1999).Defining the family business by

behavior. Entrepreneurship: Theory and Practice, 23(4), 19-19.

Chrisman, J.J., Chua, J.H & Steier, L.P (2003).An introduction to theories of

family business.Journal of Business Venturing, 18(4), 441-448.

Davis, P., & Stern, D. (1980). Adaptation, survival, and growth of the family

business: An integrated systems perspective. Human Relations, 34(4):

207–224.

Gersick, K. E., Lansberg, I., Desjardins, M., & Dunn, B. (1999). Stages and

transitions: Managing change in the family business. Family Business

Review,12(4), 287-297.

Greiner, L. E. (1997). Evolution and revolution as organizations grow.

1972.Harvard business review, 76(3), 55-60.

Handler, W. C. (1994). Succession in family business: A review of the

research.Family Business Review, 7(2), 133-157.

Hofmann, J. V. (2009). Family Mindset as Predictor of Entrepreneurship in

German Family Firms. DISSERTATION of the University of St. Galllen,

Graduate School of Business Administration, Economics, Law and Social

Sciences (HSG).

43

Kelly, L. M., Athanassiou, N., & Crittenden, W. F. (2000).Founder centrality and

strategic behavior in the family-owned firm. Entrepreneurship Theory and

Practice, 25(2), 27-42.

Leach, P. (2011). Family businesses: The essentials. Profile Books. Great Britain

Litz, R. A. (1995). The family business: Toward definitionalclarity. Family

Business Review, 8(2), 71–81.

Mc. Collom, M. (1990). "Problems and Prospects in Clinical Research on Family

Firms." Family Business Review, 3 (3), 245-262.

Nicholson, N., Åsa Björnberg. (2005), Highlights From The Family Business

Leadership Inquiry, London Business School.

Satori. Djam’an, Aan Komariah. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Penerbit AlfaBeta. Bandung.

Sharma, P. (2004). An overview of the field of family business studies: Current

status and directions for the future. Family business review, 17(1), 1-36.

Sharma, P., Chrisman, J. J., & Chua, J. H. (2003). Succession planning as planned

behavior: Some empirical results. Family Business Review, 16(1), 1-15.

Sobirin, A., & Rosid, A. (2015).Memprediksi Masa Depan Perusahaan

KeluargaMenggunakan Matriks Daya Tarik Industri. Paper

dipresentasikan pada SEMNAS dan Call Paper dengan Tema Peluang

Indonesia dalam Persaingan Ekonomi Kreatif Global. Universitas Kristen

Maranatha Bandung, 11 -13 Mei 2015

Sobirin, A., & Rosid, A. (2016). Entrepreneurial Orientation of Family Firm

within Maturity Industry: A Multi-Case Study in Rice Milling Industry in

Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 219, 710-716.

Sugiyono. (2009), Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

Susanto, A.B. (2005), World Class family Business, Jakarta: Quantum Bisnis dan

Manajemen

Tagiuri, R, & Davis, J. A. (1996). Bivalent attributesof the family firm. Family

Business Review, 9(2), 199–208.

Ward, J. (1987). Keeping the Family Business Healthy: How to Plan for

Continuing Growth, Profitability, and Family Leadership. San Francisco:

Jossey-Bass.

Ward, J. L. (1988). The special role of strategic planning for family

businesses. Family Business Review, 1(2), 105-117.

Carlock, R., & Ward, J. (2001). Strategic planning for the family business:

Parallel planning to unify the family and business. Springer.

Westhead, P., & Howorth, C. (2006). Ownership and management issues

associated with family firm performance and company objectives. Family

Business Review, 19(4): 301–316

Wortman, M. S. (1994). Theoretical foundations for family-owned business: A

conceptual and research-based paradigm. Family Business Review, 7(1), 3-

27.