Laporan Pendahuluan Fraktur Femur

31
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR Disusun guna memenuhi tugas praktik klinik komprehensif II Oleh: Umamul Faqih Nurul Yaqin NIM 122310101044

description

askep fraktur femur

Transcript of Laporan Pendahuluan Fraktur Femur

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

Disusun guna memenuhi tugas praktik klinik komprehensif II

Oleh:Umamul Faqih Nurul YaqinNIM 122310101044

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2015LAPORAN PENDAHULUANJUDUL FRAKTUR FEMUROleh UMAMUL FAQIH NURUL YAQIN1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)Fraktur Femur2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, tanda & gejala, Penangan)a. PengertianFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Marylin E. Doengoes. 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. (Soebroto Sapardan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005).Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :1) Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.a) Melalui kepala femur (capital fraktur).b) Hanya di bawah kepala femur.c) Melalui leher dari femur.2) Fraktur Ekstrakapsuler;a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecilKlasifikasi1. Berdasarkan sifat fraktura) Fraktur tertutupApabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Tidak menyebabkan robeknya kulit.

b) Fraktur terbukaApabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar. Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :1) Derajat Ia. Luka < 1 cmb. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.c. Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringad. Kontaminasi minimal2) Derajat IIa. laserasi > 1 cmb. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsec. Fraktur kominutif sedangd. Kontaminasi sedang3) Derajat IIITerjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.b. Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktura. Fraktur komplit Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi normal)b. Fraktur inkomplit Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Misal : Hair line fraktur, Green stick(fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok)3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme taumaa. Fraktur transversal Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsungb. Fraktur oblikArah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma langsungc. Fraktur spiralArah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasid. Fraktur kompresiFraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)4. Istilah laina. Fraktur komunitifFraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmenb. Fraktur depresiFraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).c. Fraktur patologiFraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).d. Fraktur avulseTertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.e. Fraktur GreensickFraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.f. Fraktur EpfisealFraktur melalui epifisisg. Fraktur ImpaksiFraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

b. EtiologiMenurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :1) Cedera traumatika. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara spontan.b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.

2) Fraktur patologiFraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :a. Tumor tulang (jinak atau ganas).b. Infeksi seperti osteomielitis.c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.3) Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteranc. PatofisiologiTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :1) Faktor EkstrinsikAdanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.2) Faktor IntrinsikBeberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulangd. Tanda dan GejalaTanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:a) Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.b) Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.c) Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang mengikuti fraktur.d) Deformitas/kelainan bentuk.e) Rigiditas tulang/ kekakuanf) Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.g) Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna.a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.c) Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.d) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. ( uji kripitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebebrapa jam atau hari setelah cederaMenurut Mansjoer,dkk, (2000), daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis

e. KomplikasiMenurut Sylvia and Price (2001), komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :1) Komplikasi Awala) Kerusakan ArteriPecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.b) Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.c) Fat Embolism SyndromFat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.d) InfeksiSystem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.e) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.f) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.2) Komplikasi Dalam Waktu Lamaa) Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.b) Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.c) MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik

f. PenatalaksanaanPenatalaksanaan yang dilakukan adalah :1. Fraktur TerbukaMerupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:a) Pembersihan lukab) Exicic) Hecting situasid) AntibiotikAda bebearapa prinsipnya yaitu :1) Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.2) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.3) Pemberian antibiotika.4) Debridement dan irigasi sempurna.5) Stabilisasi.6) Penutup luka.7) Rehabilitasi.8) Life Saving; Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.9) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.10) Pemberian antibiotika Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.11) Debridemen dan irigasi Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.12) Stabilisasi.Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita. 2. Seluruh Fraktur1) Rekognisis/Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.2) Reduksi/Manipulasi/ReposisiUpaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinarx harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinarx digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinarx. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.3) OREF Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).4) ORIF ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin, Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur. Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari segi estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin.5) Retensi/Immobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.6) RehabilitasiMenghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup seharihari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan hargadiri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan

3. a. Pohon masalah

Kondisi PatologisTrauma Tidak LangsungTrauma Langsung

Fraktur femur

Terjadi pembengkakanPerubahan Jaringan Sekitar

Nyeri AkutPemasangan gipsLaserasi KulitSpasme Otot

Hambatan Mobilitas FisikKerusakan Integritas KulitGangguan fungsiPutus Vena /ArteriPenekanan pembuluh darahPeningkatan tekanan kapiler

Penurunan perfusi jaringan

Resiko PendarahanGangguan Perfusi Jaringan

Kurang menerima terhadap perubahan

Oksigenasi tidak adekuat

Kemandirian berkurang

Perubahan citra diri

Keletian, kelemahan

Defisit perawatan diri

Intoleransi aktivitas

b. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji1) Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri2) Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan: tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, bising usus, keseimbangan cairan, dan nyeri.3) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi dan gelisah).4) Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya.5) Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi urin. Retensi dapat disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah, pembesaran prostat, dan adanya infeksi saluran kemih.6) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul selama minggu kedua), dan tanda vital.7) Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis.8) Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku dan perubahan kesadaran.Sedangkan menurut Doenges (2000), data dasar pengkajian pada pasien dengan post op fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah umum yang mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu:1) Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.2) Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang tekena, pembengkakan jaringan.3) Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas local.4) Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera, spasme/keram otot.5) Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan local

4. Diagnosis keperawatan (minimal 5 diagnosa keperawatan)Diagnosa keperawatan pre operasi fraktur femur yaitu :1) Nyeri berhubungan dengan pembengkakan dan imobilisasi.2) Resiko Perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah vena atau arteri.3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan, serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.5) Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak muskuloskeletal.Sedangkan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post operasi fraktur meliputi:1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.2) Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak adekuatan oksigenisasi.3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat, dan ganguan peredaran darah.4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, tyerdapat jaringan nekrotik.5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.6) Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi

5. Rencana tindakan keperawatan (masing masing diagnosa minimal 5 rencana tindakan)

NoDiagnosaTujuan dan kriteria hasil(noc)Intervensi(nic)

1Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan dan imobilisasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 jam nyeri klien berkurang, dengan kriteria :1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang5. Tanda vital dalam rentang normalPain Management1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas dan faktor pesipitasi)2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan5. Ajarkan tentang teknik pernafasan / relaksasi6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

2Resiko Perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah vena atau arteri.Setelah dilakukan askep .....x24 jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan1. Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi.2. Monitor tanda-tanda vital3. Pantau laborat 4. kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)5. Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya6. Pantau daerah yang dilakukan operasi

3Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan alat yang mengikat, dan ganguan peredaran darah.

.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. gangguan perfusi jaringan pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Status sirkulasi; aliran darah yang tidak obstruksi dan satu arah, pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar sirkulasi pulmonal dan sistemik2. Perfusi jaringan: perifer; keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi jaringan1. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer2. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan fisik3. Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran4. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin5. Pantau parestesia, kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia6. Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda7. Pantau kesesuaian alat penyangga, prosthesis, sepatu dan pakaian

4Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, tyerdapat jaringan nekrotik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)2. Tidak ada luka/lesi pada kulit3. Perfusi jaringan baik4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami5. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali3. Monitor kulit akan adanya kemerahan 4. Monitor status nutrisi pasien5. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus6. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka7. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

5Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan dengan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan criteria hasil:1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik2. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah1. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat dan cegah terhadap cedera4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang teknik ambulasi5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi6. Latih pasien dalam pememnuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

6. Daftar pustakaAapley, A. Graham dan Solomon. 1993. Metabolic and Endocrine Disorder: System of Ortopaedics and Fracture. Edisi 7. British Goverment :ELB with Butterworth.

Black, J.M.,et al. 1995. Luckman and Sorensens Medical Nursing : A Nursing Process Approach . Philadelphia : W.B. Saunders Company.

Carpenito, L J.2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ahli Bahasa Eka Anisa Mardella Edisi 9. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika

Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. FKUI.

Nanda International. Diagnosa Keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Alih bahas : made sumarwati dan Nike budi Subekti. Editor : Herman T heather. EGC. Jakarta.

Noer H. M Sjaifullah.1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. 2001. Pathofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Alih bahas : Peter Anugerah. Editor : Caroline Wijaya. Buku 1. Cetakan I. Edisi 4. EGC. Jakarta.Smeltzer,S.C. & Bare, B.G.2000.Brunner and Suddarths textbook of medical surgical nursing. 8th edition. Alih bahasa : Waluyo,A. Jakarta : EGC.