Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

12
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA I. Diagnosa medik: Cedera kepala. II. Definisi : Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera kepala (head injury) ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai tengkorak atau otak atau keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut nasional institude of neurological disorder and strok, cedera kepala atau yang sinonim dengan brain injuri/head injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera yang mengenai kepala atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma mendadak menyebabkan kerusakan pada otak. Hemoragi intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasa terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak dan cedera tumpul). Hemoragi di dalam otak mungkin disebabkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan degenersi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisme, anomali vaskuler, tumor intrakranial. III. Etiologi: Cedera kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan olah raga, luka pada persalianan (Tarwoto, dkk, 2007). Tipe dan Tingkatan Cedera Kepala. Cedera kepala ringan : - Klien bangun dan mungkin bisa berprientasi - GCS (13-15) - Kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit - Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hamatom. • Cedera kepala sedang - Klien mungkin konfusi/samnolen, namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana - GCS (9-12) - Hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam - Dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan • Cedera kepala berat - Klien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran - GCS (3-8)

description

LP CKR

Transcript of Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

Page 1: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

I.       Diagnosa medik: Cedera kepala.

II.    Definisi  : Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala

hingga tengkorak (Cranium dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera

kepala (head injury) ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai

tengkorak atau otak atau keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut nasional

institude of neurological disorder and strok, cedera kepala atau yang sinonim

dengan brain injuri/head injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera yang

mengenai kepala atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma mendadak

menyebabkan kerusakan pada otak.

Hemoragi intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini

biasa terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai

daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak dan cedera tumpul).

Hemoragi di dalam otak mungkin disebabkan oleh hipertensi sistemik yang

menyebabkan degenersi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisme,

anomali vaskuler, tumor intrakranial.

III. Etiologi: Cedera kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas,

terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan olah raga, luka pada persalianan

(Tarwoto, dkk, 2007). Tipe dan Tingkatan Cedera Kepala.

• Cedera kepala ringan :

-          Klien bangun dan mungkin bisa berprientasi

-          GCS (13-15)

-          Kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit

-          Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hamatom.

•        Cedera kepala sedang

-          Klien mungkin konfusi/samnolen, namun tetap mampu untuk mengikuti

perintah sederhana

-          GCS (9-12)

-          Hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam

-          Dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan

•        Cedera kepala berat

-          Klien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan

kesadaran

-          GCS (3-8)

-          Kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam

-          Mengalami kontusio serebral, laserasi, hematoma intrakranial.         

Page 2: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

IV. Patofisiologi

Kerusakan otak dapat diakibatkan cedera primer atau cedera sekunder pada

kepala. Pada cedera primer kerusakan otak akibat trauma itu sendiri, sedangkan

pada cedera sekunder kerusakan pada otak merupakan akibat dari

pembengkakan (swelling), perdarahan (hematom), infeksi, hipoksia cerebral, atau

iskemia yang terjadi estelah cedera primer. Cedera sekunder dapat terjadi dalam

waktu yang cepat, dalam hitungan jam dari terjadinya cedera primer (Porth, 1998

dalam Lemote & Burke, 2000).

Web of caution terlampir

V. Pemeriksaan fisik

      Pengkajian

1. Aktifitas/ Istirahat

Gejala : Letih, lelah ,malaise, perubahan kesadaran dan kehilangan

keseimbangan.

              Sakit kepala yang hebat pada saat perunahan postur tubuh/ aktivitas.

              Keterbatasan akibat keadaan.

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi

Tanda : Hipertensi

              Denyutan vaskuler, misalnya daerah temporal.

              Pucat, wajah tampak kemerahan.

3. Integritas Ego

Gejala : Perasaan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan, depresi.

              Peka rangsangan selama nyeri kepala

               Factor-faktor stress emosional/ lingkungan tertentu.

4. Makanan/ cairan

Gejala :  Makan-makanan yang tinggi kandungan vasoaktifnya, misalnya kafein,  

coklat, daging, makanan berlemak.

               Mual/muntah, anoreksia

                Penurunan berat badan

5. Neurosensori

Gejala : Pusing, disorientasi, tidak mampu berkosentrasi.

              Riwayat cedera kepala yang baru terjadi, trauma, infeksi intracranial,

              Kraniotomy.

              Penurunan tingkat kesadaran.

             Status mental : mengobservasi penampilan klien dan tingkah laku

              Perubahan visual, sensitive terhadap cahaya/ suara yang keras.

              Kelemahanprogresif/ paralisi satu sis temporer

Tanda :   Perubahan pola bicara/proses fakir.

               Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.

Page 3: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

               Penurunan reflektendon dalam papiledema

6. Nyeri/ Kenyamanan

Karakteristik tergantung pada jenis sakit kepala :

Pascatraumatik : berat dan biasanya bersifat kronis, kontiniu atau intermiten,

setempat atau umum, intensitas beragam, diperburuk oleh gangguan emosional,

perubnahan posisi tubuh.

Tanda : Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.

             Respon emosional/ perilaku tak terarah, gelisah.

7. Interaksi Sosial :

Gejala : perubahan dalam tanggung jawab peran/ interaksi social yang

berhubungan dengan penyakit.

8. Ventilasi

Pada cedera kepala tertutup disarankan untuk melalukukan hiperventilasi manual

dengan memberikan oksigen

9. Hiportermi

Penurunan laju metabolisme serebral akan oksigen menyebabkan penurunan

darah serebral.

VI. Pemeriksaan Diagnostik

      1. CT. Scan (dengan /tanpa zat kontras)

      2. MRI, sama dengan CT Scan

      3. EEG : memperlihatkan keberadaan/ berkembangnya sel patologis

      4. Fungsi Lumbal : CSS menduga adanya perdarahn sub arachnoid

      5. GDA : mengetahui masalah ventilasi dan oksigenasi yang dapat menarik

TIK.

VII. Diagnosa keperawatan

•        Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan interupsi aliran

darah, tidak adekuatnya suplai darah ke cerebral : gangguan oklusi, hemoragi,

vasospasme cerebral, edema cerebral.

•        Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan kesadaran

dan disfungsi hormonal.

•        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

perubahan metabolisme, pembatasan cairan dan asupan yang tidak adekuat.

•        Perubahan proses pikir (defisit fungsi intelektual komunikasi, ingatan,

proses informasi) yang berhubungan dengan cedera otak.

•        Potensial terhadap koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan

pasien tidak responsif, hasil yang tidak jelas, periode pemulihan yang lama, sisa

kemampuan fisik pasien dan defisit emosi.

•        Kurang pengetahuan tentang proses rehabilitasi.

VIII. Intervensi Keperawatan

Page 4: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

•        Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan interupsi aliran

darah, tidak adekuatnya suplai darah ke cerebral : gangguan oklusi, hemoragi,

vasospasme cerebral, edema cerebral

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

-         Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan

TIK dan akibatnya.

-         Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat

-         Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap

dua jam

-         Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal

tipis)

-         Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

-         Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

-         Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

-     Keluarga lebih berpartisipasi dalam

proses penyembuhan

-         Untuk mencegah perdarahan ulang

-         Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk

penetapan tindakan yang tepat.

-         Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan

memperbaiki sirkulasi serebral.

-         Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan

potensial terjadi perdarahan ulang.

-         Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya.

-         Memperbaiki sel yang masih viabel

Page 5: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

•        Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan kesadaran

dan disfungsi hormonal.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

- Pantau TTV, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan postural), takikardia,

takipnea dan demam.

- Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan BB

harian.

- Ukur berat jenis urine.

- Observasi kulit/ membran mukosa untuk kekeringan, turgor.

- Ubah posisi tubuh dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering dan

pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

CIDERA KEPALA

A. Pengertian

Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma

pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari

trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

B. Etiologi

Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

1. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :

kecelakaan, dipukul dan terjatuh.

2. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

3. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.

4. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.

C. Manifestasi klinis

Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan

cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat

disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti

Page 6: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala,

mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda

penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.

Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia

antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan

sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah

ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan

menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.

Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka

ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan

kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam

atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan

syaraf. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf,

gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih

dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi

kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

D.  Klasifikasi

Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :

1. Cidera kepala terbuka

Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater

disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat

menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan

segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.

2. Cidera kepala tertutup

Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-

keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa

sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang

menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan

gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk

haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum

(mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma,

sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan

yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di

daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-

cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr.

Capitis).

a. Epiduralis haematoma

 Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto        

kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan   terhadap

pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau  Angiografi.

Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena

Page 7: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis

dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu kejadian

yang gawat dan harus segera ditangani.

b. Subduralis haematoma akut

Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh

darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian

atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras

dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan

memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi

tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra

Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah

beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang

memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma

subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun

pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma.

Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar

seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai

kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural

haematoma akut sangat tinggi (80%).

c. Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan

pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik

sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena

bawaan lahir aneurysna “pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan

pecahnya pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala

penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal.

Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah

korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau

arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak

menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar

sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.

d. Contusio Cerebri

Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe  -

kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak,

gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala.

Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak

encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat

encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru -

jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu

badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat

dikendalikan (decebracio rigiditas).

E. Pemeriksaan diagnostik

Page 8: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

1. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi

(perdarahan atau ruptur atau fraktur).

2. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan

otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal

aracknoid jika dicurigai.

4. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/

luas terjadinya perdarahan otak.

5. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

6. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui

bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

G. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran

darah ke otak.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.

3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan

tekanan intra kranial.

4. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.

5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan

elektrolit meningkat.

6. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,

kerusakan medula oblongata.

H. Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran

darah ke otak.

Tujuan

Gangguan perfusi jaringan tidak dapat diatasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x 24 jam dengan KH :

a.     Mampu mempertahankan tingkat kesadaran

b.     Fungsi sensori dan motorik membaik.

Intervensi

a.       Pantau status neurologis secara teratur.

b.      Evaluasi kemampuan membuka mata (spontan, rangsang nyeri).

Page 9: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

c.       Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana.

d.      Pantau TTV dan catat hasilnya.

e.       Anjurkan orang terdekat untuk berbicara dengan klien

f.       Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi melalui IV dengan alat control

2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.

Tujuan

Rasa nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

dengan KH :

a.       pasien mengatakan nyeri berkurang.

b.      Pasien menunjukan skala nyeri pada angka 3.

c.       Ekspresi wajah klien rileks.

Intervensi

a.       Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya.

b.      Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma

servikal.

c.       Berikan kompres dingin pada kepala

3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan

tekanan intra kranial.

Tujuan

Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah dilakukan perawatan selama 3x 24

jam dengan KH :

a.       mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar.

b.      Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya

Intervensi

a.       Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam

perasaan, sensori dan proses pikir.

b.      Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/ tumpul

dan kesadaran terhadap gerakan.

c.       Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat pendek dan

sederhana. Pertahankan kontak mata.

d.      Berikan lingkungan tersetruktur rapi, nyaman dan buat jadwal untuk klien

jika mungkin dan tinjau kembali.

e.       Gunakan penerangan siang atau malam.

f.       Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi

kognitif.

4. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.

Tujuan

Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

dengan KH :

a.       Bebas tanda- tanda infeksi

b.      Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

Intervensi

Page 10: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

a.       Berikan perawatanwatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci

tangan yang baik.

b.      Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang

alat invasi, catat karakteristik drainase dan adanya inflamasi.

c.       Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung

yang mengalami infeksi saluran nafas atas.

d.      Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai indikasi

5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan

elektrolit meningkat.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ganguan

keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan KH :

a.       Menunjukan membran mukosa lembab,

b.      tanda vital normal

c.       haluaran urine adekuat

d.      bebas oedema

Intervensi

a.       Kaji tanda klinis dehidrasi atau kelebihan cairan.

b.      Catat masukan dan haluaran, hitung keseimbangan cairan, ukur berat jenis

urine.

c.       Berikan air tambahan/ bilas selang sesuai indikasi

d.      Kolaborasi pemeriksaan lab. kalium/fosfor serum, Ht dan albumin serum.

6. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,

kerusakan medula oblongata.

Tujuan

Tidak terjadi gangguan pola nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan  2x 24

jam dengan KH :

a.       Memperlihatkan pola nafas normal/ efektif,

b.      Bebas sianosis dengan BGA  dalam batas normal pasien.

Intervensi

a.       Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan

pernafasan.

b.      Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan posisi miring sesuai indikasi.

c.       Anjurkan pasien untuk latihan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.

d.      Auskultasi suara nafas. Perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-

suara tambahan yang tidak normal. (krekels, ronki dan whiszing).

e.       Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD, tekanan oksimetri.

f.       Berikan oksiegen sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Capernito, L.J. 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Page 11: Laporan Pendahuluan Cedera Kepala

Doengoes, M.E. 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Price, Silvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Edisi keempat, Buku Kedua. Jakarta :EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC