Laporan Longitudinal

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah air yang mengalir ke satu arah. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Sungai Serayu merupakan sungai terbesar yang mengalir di Karesidenan Banyumas. Lahan di sekitar DAS Serayu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain sebagai pemukiman, pertanian, perkebunan, industri dan kegiatan penambangan. Sungai Serayu juga dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai sumber air, yang merupakan sumber utama bagi kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, tempat pembuangan limbah baik domestik maupun industri, transportasi, penggalian tambang golongan C (batu dan pasir), dan perikanan (keramba) oleh penduduk sekitar. Sungai merupakan perairan yang mengalir (lotik), oleh karena itu sungai memiliki arus yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Dan di setiap aliran memilki organisme yang berbeda pula. Pada aliran sungai terdapat dua zona utama, yaitu zona air deras dan zona air tenang. Organisme pada zona air deras diantaranya adalah Corydalus (Neuroptera), dubiraphia, (Coelenterata), Gammarus dan Pontocorela altnis (Crustacea), Cladophora, lumut air dari marga Fontinalis dan sebagainya. Sedangkan organisme pada zona air tenang diantaranya adalah 1 | Pola Longitudinal

Transcript of Laporan Longitudinal

Page 1: Laporan Longitudinal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai adalah air yang mengalir ke satu arah. Aliran air dan gelombang secara

konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis

lintang. Sungai Serayu merupakan sungai terbesar yang mengalir di Karesidenan Banyumas.

Lahan di sekitar DAS Serayu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain sebagai

pemukiman, pertanian, perkebunan, industri dan kegiatan penambangan. Sungai Serayu juga

dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai sumber air, yang merupakan sumber utama bagi

kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, rekreasi, pembangkit tenaga listrik,

tempat pembuangan limbah baik domestik maupun industri, transportasi, penggalian tambang

golongan C (batu dan pasir), dan perikanan (keramba) oleh penduduk sekitar.

Sungai merupakan perairan yang mengalir (lotik), oleh karena itu sungai memiliki

arus yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Dan di setiap aliran memilki organisme yang

berbeda pula. Pada aliran sungai terdapat dua zona utama, yaitu zona air deras dan zona air

tenang. Organisme pada zona air deras diantaranya adalah Corydalus (Neuroptera),

dubiraphia, (Coelenterata), Gammarus dan Pontocorela altnis (Crustacea), Cladophora, lumut

air dari marga Fontinalis dan sebagainya. Sedangkan organisme pada zona air tenang

diantaranya adalah Encilosnia, Hydropsyche, Hagenius, Siphlonurus, Gyrinid (kumbang),

Ephemerophetra dan sebainya (Hawkes, 1978).

1.2 Tujuan

1. Dapat mengetahui faktor fisikokimia dan pengaruhnya terhadap biota perairan.

2. Dapat membaca pola longitudinal ekosistem sungai dari hulu ke hilir.

1 | Pola Longitudinal

Page 2: Laporan Longitudinal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai merupakan daerah perairan air tawar yang mengalir, yang terbagi menjadi 3

bagian, yaitu daerah hilir, hulu, dan muara sungai. Sungai Serayu merupakan salah satu

sungai terbesar di Pulau Jawa terletak bagian tengah pulau. Sungai Serayu melintasi beberapa

kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang melalui Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara,

Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap.

Pola longitudinal merupakan bentuk pengukuran keadaan suatu daerah perairan secara fisika

dan kimia. Faktor yang mempengaruhi pola logitudinal dari sungai dapat dilihat dari

perubahan perubahan kondisi fisik dan kimia dari sungai tersebut misalnya,pengukuran pH,

konduktivitas, kecepatan arus, salinitas, skor fisik habitat, kedalaman, kejernihan, tipe

substrat, lebar sungai, suhu, BODO, dan DO.

Tingkat keasaman air sangat mempengaruhi penyebaran organisme. Toleransi

organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktifitas

fotosintesis, suhu, dan oksigen terlarut. Suatu organisme dapat hidup dalam perairan yang

mempunyai pH netral (pH 7) dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah yaitu

sekitar pH 6-8 (Barus, 2002).

Suhu juga merupakan salah satu faktor penting yang berperan besar bagi faktor biotik

dan abiotik. Seringkali suhu menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan dan distribusi

organisme. Umumnya suhu air di permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28- 310 C.

Arus dapat menentukan jenis substrat yang berada disungai tersebut apakah berupa

lumpur, pasir, kerikil, atau bebatuan. Arus pada perairan lotik menjadi faktor pembatas bagi

keberadaan dan distribusi organisme. Sedangkan pada perairan lentik arus bukanlah sebagai

suatu faktor pembatas. Pada aliran sungai terdapat dua zona utama, yaitu:

1. Zona air deras yaitu daerah dangkal di mana kecepatan arus cukup tinggi

sehingga menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain

yang lepas, sehingga dasrnya padat. Contoh organisme yang hidup di zona

ini adalah Bentos.

2. Zona air tenang yaitu bagian air yang dalam, kecepatan arus sudah

berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar,

sehingga dasarnya lunak. Organisme yang hidup disisni contohnya Nekton

dan Plankton. (menurut Asdak, 2007)

2 | Pola Longitudinal

Page 3: Laporan Longitudinal

Menurut Sandy (1985), kedalaman sungai sangat tergantung dari jumlah air yang

tertampung pada alur sungai yang diukur dari penampang dasar sungai sampai ke permukaan

air. Level rataan dasar sungai pengukurannya dirata-ratakan minimal dari tiga titik yang

berbeda yaitu di bagian tengah dan kanan kirinya.

Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang dipengaruhi oleh

salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya salinitas air sungai di daerah hilir,

disebabkan oleh pengaruh pasang surut air laut. Namun demikian Lebeck (1939), menyatakan

bahwa salinitas air baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain dipengaruhi oleh pengaruh air

laut, juga dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang bersifat basa.

3 | Pola Longitudinal

Page 4: Laporan Longitudinal

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Materi

3.1.1 Alat

a. Botol Neril

b. Botol air mineral

c. Tali raffia

d. Thermometer

e. pH universal

f. tongkat penduga

g. keeping Secchii

h. jarum Altimeter

i. Konduktivitimeter

3.1.2 Bahan

a. sampel air

b. larutan MNSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3 0,025 N, dan indicator amilum

3.2 Metode

Pengukuran factor fisikokimia air dan deskripsi habitat

1. Oksigen Terlarut (BOD0) >>> Metode Winkler (APHA 1992)

a. Ambil air menggunakan botol Winkler (Neril) sebanyak 250 ml tanpa ada

gelembung.

b. Tambahkan berturut-turut larutan MNSO4 dan KOH-KI masing-masing

sebanyak 1 ml (gunakan pipet ukur atau jarum suntik). Biarkan sesaat sampai

endapan terbentuk.

c. Tambahkan H2SO4 pekat ke dalam botol lalu dikocok sampai endapan larut.

d. Diambil sebanyak 100 ml dan pindahkan ke dalam labu Erlenmeyer.

e. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai larutan berwarna kuning muda.

f. Tambahkan 10 tetes indicator amilum hingga berwarna biru.

g. Titrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru hilang.

h. Titrasi duplo dan hasilnya di rata-rata

4 | Pola Longitudinal

Page 5: Laporan Longitudinal

i. Rumus perhitungannya :

Oksigen terlarut = 1000/100 x p x q x 8

P = volume larutan

Q = normalitas larutan

8 = bobot setara larutan

2. Pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD)

Pengukuran BOD dilakukan berdasarkan metode Winkler (APHA, 1985) yaitu

a. Sampeldimasukkan ke dalam dua botol Winkler volume 250 ml sampai penuh.

b. Botol Winkler pertama segera diperiksa kandungan oksigennya (DO0 hari),

sedangkan botol Winkler kedua diinkubasi selama 5 hali pada suhu 20oC.

c. Setelah diinkubasi 5 hari, periksa kandungan oksigennya (DO5 hari).

d. Untuk pengukuran blanko, prosedur kerja sama seperi pada sampel.

e. Kandungan BOD dapat dihitung dengan rumus :

BOD=( A0−A5 )−(S0−S5 )T

P

Keterangan :

A0 : Oksigen terlarut sampel pada nol hari

A5 : Oksigen terlarut sampel pada lima hari

S0 : Oksigen terlarut blanko pada nol hari

S5 : Oksigen terlarut blanko pada lima hari

T : persen perbandingan antara A0:S0

P : derajat pengenceran

3. Temperature

Celupkan termometer pada perairan, tunggu beberapa menit sampai pengukuran angka

stabil. Lakukan pengukuran di tiga titik. Rata-ratakan

4. Derajat Keasaman Air (pH)

Celupkan kertas pH. Samakan perubahan warna pada kertas dengan warna skala pH

yang tercantum.

5. Kecepatan Arus

Lakukan pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Lakukan botol

yang terisi setengah penuh air pada tali raffia sepanjang 10 meter. Lemparkan botol ke

sungai. Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut sepanjang 10 m.

Lakukan 3 kali pengukuran dan rata-ratakan.

5 | Pola Longitudinal

Page 6: Laporan Longitudinal

6. Kejernihan Air

Masukkkan keeping secchi disk ke dalam air. Ukurlah kedalaman sampai batas antara

hitam dan putih tak dapat dibedakan, catatlah kedalaman sampai dasar tersebut.

7. Ketinggian Tempat

Altimeter diletakkan pada permukaan tanah yang datar di stasiun pengamatan sampai

menunjukan angka konstan yang ditunjuk oleh jarum altimeter

8. Substrat Dasar

Estimasi secara visual persentase bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir,

kerikil dan batu.

9. Lebar Sungai

Ukurlah lebar sungai menggunakan rolling meter. Bila tidak memungkinkan lakukan

estimasi.

10. Kedalaman

Lakukan pengukuran pada tiap 2 m lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah

diberi skala panjang.

11. Skor Fisik Habitat

Dengan menggunakan tabel Barbour dan Stribling, lakukan perhitungan skor fisik

habitat tiap stasiun pengamatan.

3.3 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum pola longitudinal dilakukan pada tanggal 9 – 10 November

2010 di Sungai Kembangan,Kab. Banyumas, Mandiraja dan Selomerto, Kab. Banjarnegara,

serta Kejajar dan Garung, Kab. Wonosobo.

6 | Pola Longitudinal

Page 7: Laporan Longitudinal

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Parameter

Fisikokimia

Stasiun

KembanganMandiraj

aSelomerto

Kejaja

rGarung

Telaga

Warna

Telaga

Pengilon

O2 6,2 6 2,8 6,4 5 0 2

BOD 3,8 4,8 4 4 2 2

Suhu 28 27,5 25,1 20,1 24 18,3 16,4

pH 7 7 7 5 6 2 5,5

Lebar

Sungai3,8 29 25 9 5

Kedalaman 63,3 50 150 50 100 1600

Kejernihan 15 11,6 23,2 50 47

Kec Arus 0,81 2,2 0,397 9,51 0,6 0

Konduktif 208,13 203,5 197,8 168,8 294,4 160,7 101,5

Salinitas 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,8 0,1

Skor Fisik

Habitat45 35 50 50 45

Tipe

Substrat

Berupa

batuan/cadas

Cadas/

batuan

pasir dan

bebatuan

Kerikil

dan

pasir

Elevasi 47,4 90,7 125 1332 1341

Garis

Lintang7-27-452 7-26-781 7-25-742

7-15-

778

7-15-

716

Garis Bujur 109-25-941109-31-

389

109-33-

476

109-56-

891

109-57-

008

7 | Pola Longitudinal

Page 8: Laporan Longitudinal

4.2 Pembahasan

Ekosistem merupakan hubungan antara satu kesatuan komunitas biologi dengan

lingkungan fisik yang melingkapinya. Dalam ekosistem air dari komunitas biotis dan

permukaan bumi lalu jatuh kembali sebagai air hujan atau salju dan memasuki lingkungan

daratan atau laut. Lingkungan fisik berpengaruh terhadap struktur dan karakteristik komunitas

biologi, namun sebaliknya komunitas biologi juga dapat mempengaruhi karakter fisik dari

ekosistem. Ekosistem DAS merupakan satu unit kesatuan ekologis yang paling mantap.

Dalam ekosistem DAS berbagai tataguna lahan, bentuk geomorfologi, flora dan fauna,

bangunan-bangunan fisik serta manusia dan aktivitasnya bersama-sama menyusun kesatuan

ekosistem tersebut.

Kecepatan arus sungai juga dapat mempengaruhi suatu ekosistem. Semakin

meningkatnya kecepatan arus sungai maka laju drift juga akan meningkat karena terbawa

arus, demikian pula penurunan kecepatan arus yang tiba-tiba ternyata meningkatkan pula

larva insekta bentos untuk merapung. Hasil praktikum yang dipereoleh mengenai kecepatan

arus dapat disimpulkan bahwa arus di DAS Serayu rata-rata cepat, terutama pada sungai

Kejajar.

Suhu di DAS Serayu berkisar pada 20 – 28 derajat celcius. Idealnya Pada suhu air

29,2 derajat celcius jumlah oksigen terlarut lebih dari 5,5 ppm, maka kandungan oksigen

yang lebih besar dari 5 ppm memungkinkan survival live hewan-hewan akuatik. Nilai pH

merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam air. Tingkat pH sekitar

5-7masih bias dianggap baik karena angka pH yang sesuai untuk kehidupan ikan-ikan tersebut

adalah 6,5-8,4 (Asdak, 2007).

Habitat parameter

Optimal Suboptimal Maginal Poor

Substrat dasar Lebih dari 60% dasar perairan terdiri atas krikil, batu atau cads dengan porsi yang kurang lebih sama

SKOR 20

30-60% dari substrat dasa perairan berupa batuan atau cadas. Substrat mungkin didominasikan oleh salah satu kelas ukuran tersebut.

SKOR 15

10-30% merupakan salah satu materi yang besar tetapi lumpur atau pasi 70-90% mendominasi substrat dasar

SKOR 10

Substrat didominasi oleh Lumpur dan pasir Kerikil dan pasir dan materi yang lebih besar <10%

SKOR 5

8 | Pola Longitudinal

Page 9: Laporan Longitudinal

Kekomplekan habitat

Berbagai macam tipe kayu pohon, cabang, tumbuhan akuatik terdapat pada segmen sungai membentuk habitat yang bervariasi. Segmen sungai tertutup kanopi

SKOR 20

Substrat cukup bervariasi.

Segmen sungai cukup cukup terlindungi oleh Kanopi

SKOR 15

Habitat didominasi oleh 1 atau 2 macam komponen substrat, Tumbuhan tepi tang menaungi segmen sungai sedikit

SKOR 10

Habitat monoton Pair dan lumpur menyebabkan habitat tidak bervariasi

SKOR 5

Kualitas bagian yang menggenang

25% dari bagian yang menggenang sama atau lebih lebar dari setengah sungai dan kedalamannya

SKOR 20

5% bagian yang menggenang kedalamannya 1 m dan lebih dari ½ lebar sungai.

Umumnya bagian yang alan ini lebih kecil dari setengah lebar sungai dan kedalamannya > 1 m

SKOR 15

Kurang dari 1% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih dari lebar sungai

Bagian yang menggenang ini mungkin sangat dalam/dangkal.

Habitat tdk bervariasi.

SKOR 10

Bagian yang menggenang kecil dan dangkal bahkan mungkin tidak terdapat bagian yang menggenang

SKOR 5

Kestabilan tepi sungai

Tidak terdapat bukti-bikti bahwa tempat tersebut pernah terjai erosi atau berpotensi untuk erosi

SKOR 20

Jarang terjadi bagian tepi yang gugur, kemungkinan gugur ada tetapi rendah.

SKOR 15

Bagian tepi ada yang mengalami erosi saat banjir.

SKOR 10

Bagian tepi sungai tidak stabil, sering terjadi erosi

SKOR 5

9 | Pola Longitudinal

Page 10: Laporan Longitudinal

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari praktikum pola longitudinal sungai serayu dapat diambil

kesimpulan, sebagai berikut:.

a. Secara umum terdapat perbedaan antara faktor fisiko-kimia dari hulu ke hilir

pada DAS Serayu.

b. Sungai Serayu memiliki 40% - 70% substrat bagian dasarnya terdiri dari

kerikil, batu berukuran sedang dan batu besar.

c. Keragaman kedalaman di Sungai Serayu yang terjadi karena perubahan relief

bumi dan faktor kondisi lingkungan atau bencana alam dan aktifitas manusia

juga mempengaruhi kondisi fisikokimia sungai ini seperti kecepatan arus,

salinitas, BOD, DO, dan pH.

5.2 Saran

a. Kesadaran untuk menjaga ekosistem perairan khususnya pada Daerah Aliran

Sungai sangat penting, karena dapat berpengaruh dengan biota perairan yang

mana sebagai bioindikator kualitas air.

b. Karena fisikokomia salah satu pengaruh biota perairan, maka lebih baik

mengurangi penggunaan atau menekan masuknya bahan-bahan yang

berhubungan dengan sifat fisikokimia pada perairan.

10 | Pola Longitudinal

Page 11: Laporan Longitudinal

DAFTAR PUSTAKA

Asdal, 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah mada university

press: Yogyakarta

Lebeck, A.K,. 1939. Geomorphologi. New York: Grw Hill

Munir, Ahmad. 2009. Karakteristik DAS Serayu Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Kondisi

Fisik, Sosial, serta Ekonomi. Departemen Geografi : Universitas Indonesia

Sandy, IM. 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna Tanah

Departemen Dalam Negeri

11 | Pola Longitudinal