[Jurnal] Desain Langsung Tulangan Longitudinal Kolom Beton Bertulang Bujur Sangkar
Laporan Longitudinal
Transcript of Laporan Longitudinal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sungai adalah air yang mengalir ke satu arah. Aliran air dan gelombang secara
konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis
lintang. Sungai Serayu merupakan sungai terbesar yang mengalir di Karesidenan Banyumas.
Lahan di sekitar DAS Serayu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain sebagai
pemukiman, pertanian, perkebunan, industri dan kegiatan penambangan. Sungai Serayu juga
dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai sumber air, yang merupakan sumber utama bagi
kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, rekreasi, pembangkit tenaga listrik,
tempat pembuangan limbah baik domestik maupun industri, transportasi, penggalian tambang
golongan C (batu dan pasir), dan perikanan (keramba) oleh penduduk sekitar.
Sungai merupakan perairan yang mengalir (lotik), oleh karena itu sungai memiliki
arus yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Dan di setiap aliran memilki organisme yang
berbeda pula. Pada aliran sungai terdapat dua zona utama, yaitu zona air deras dan zona air
tenang. Organisme pada zona air deras diantaranya adalah Corydalus (Neuroptera),
dubiraphia, (Coelenterata), Gammarus dan Pontocorela altnis (Crustacea), Cladophora, lumut
air dari marga Fontinalis dan sebagainya. Sedangkan organisme pada zona air tenang
diantaranya adalah Encilosnia, Hydropsyche, Hagenius, Siphlonurus, Gyrinid (kumbang),
Ephemerophetra dan sebainya (Hawkes, 1978).
1.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui faktor fisikokimia dan pengaruhnya terhadap biota perairan.
2. Dapat membaca pola longitudinal ekosistem sungai dari hulu ke hilir.
1 | Pola Longitudinal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai merupakan daerah perairan air tawar yang mengalir, yang terbagi menjadi 3
bagian, yaitu daerah hilir, hulu, dan muara sungai. Sungai Serayu merupakan salah satu
sungai terbesar di Pulau Jawa terletak bagian tengah pulau. Sungai Serayu melintasi beberapa
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang melalui Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap.
Pola longitudinal merupakan bentuk pengukuran keadaan suatu daerah perairan secara fisika
dan kimia. Faktor yang mempengaruhi pola logitudinal dari sungai dapat dilihat dari
perubahan perubahan kondisi fisik dan kimia dari sungai tersebut misalnya,pengukuran pH,
konduktivitas, kecepatan arus, salinitas, skor fisik habitat, kedalaman, kejernihan, tipe
substrat, lebar sungai, suhu, BODO, dan DO.
Tingkat keasaman air sangat mempengaruhi penyebaran organisme. Toleransi
organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktifitas
fotosintesis, suhu, dan oksigen terlarut. Suatu organisme dapat hidup dalam perairan yang
mempunyai pH netral (pH 7) dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah yaitu
sekitar pH 6-8 (Barus, 2002).
Suhu juga merupakan salah satu faktor penting yang berperan besar bagi faktor biotik
dan abiotik. Seringkali suhu menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan dan distribusi
organisme. Umumnya suhu air di permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28- 310 C.
Arus dapat menentukan jenis substrat yang berada disungai tersebut apakah berupa
lumpur, pasir, kerikil, atau bebatuan. Arus pada perairan lotik menjadi faktor pembatas bagi
keberadaan dan distribusi organisme. Sedangkan pada perairan lentik arus bukanlah sebagai
suatu faktor pembatas. Pada aliran sungai terdapat dua zona utama, yaitu:
1. Zona air deras yaitu daerah dangkal di mana kecepatan arus cukup tinggi
sehingga menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain
yang lepas, sehingga dasrnya padat. Contoh organisme yang hidup di zona
ini adalah Bentos.
2. Zona air tenang yaitu bagian air yang dalam, kecepatan arus sudah
berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar,
sehingga dasarnya lunak. Organisme yang hidup disisni contohnya Nekton
dan Plankton. (menurut Asdak, 2007)
2 | Pola Longitudinal
Menurut Sandy (1985), kedalaman sungai sangat tergantung dari jumlah air yang
tertampung pada alur sungai yang diukur dari penampang dasar sungai sampai ke permukaan
air. Level rataan dasar sungai pengukurannya dirata-ratakan minimal dari tiga titik yang
berbeda yaitu di bagian tengah dan kanan kirinya.
Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang dipengaruhi oleh
salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya salinitas air sungai di daerah hilir,
disebabkan oleh pengaruh pasang surut air laut. Namun demikian Lebeck (1939), menyatakan
bahwa salinitas air baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain dipengaruhi oleh pengaruh air
laut, juga dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang bersifat basa.
3 | Pola Longitudinal
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
a. Botol Neril
b. Botol air mineral
c. Tali raffia
d. Thermometer
e. pH universal
f. tongkat penduga
g. keeping Secchii
h. jarum Altimeter
i. Konduktivitimeter
3.1.2 Bahan
a. sampel air
b. larutan MNSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3 0,025 N, dan indicator amilum
3.2 Metode
Pengukuran factor fisikokimia air dan deskripsi habitat
1. Oksigen Terlarut (BOD0) >>> Metode Winkler (APHA 1992)
a. Ambil air menggunakan botol Winkler (Neril) sebanyak 250 ml tanpa ada
gelembung.
b. Tambahkan berturut-turut larutan MNSO4 dan KOH-KI masing-masing
sebanyak 1 ml (gunakan pipet ukur atau jarum suntik). Biarkan sesaat sampai
endapan terbentuk.
c. Tambahkan H2SO4 pekat ke dalam botol lalu dikocok sampai endapan larut.
d. Diambil sebanyak 100 ml dan pindahkan ke dalam labu Erlenmeyer.
e. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai larutan berwarna kuning muda.
f. Tambahkan 10 tetes indicator amilum hingga berwarna biru.
g. Titrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru hilang.
h. Titrasi duplo dan hasilnya di rata-rata
4 | Pola Longitudinal
i. Rumus perhitungannya :
Oksigen terlarut = 1000/100 x p x q x 8
P = volume larutan
Q = normalitas larutan
8 = bobot setara larutan
2. Pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD)
Pengukuran BOD dilakukan berdasarkan metode Winkler (APHA, 1985) yaitu
a. Sampeldimasukkan ke dalam dua botol Winkler volume 250 ml sampai penuh.
b. Botol Winkler pertama segera diperiksa kandungan oksigennya (DO0 hari),
sedangkan botol Winkler kedua diinkubasi selama 5 hali pada suhu 20oC.
c. Setelah diinkubasi 5 hari, periksa kandungan oksigennya (DO5 hari).
d. Untuk pengukuran blanko, prosedur kerja sama seperi pada sampel.
e. Kandungan BOD dapat dihitung dengan rumus :
BOD=( A0−A5 )−(S0−S5 )T
P
Keterangan :
A0 : Oksigen terlarut sampel pada nol hari
A5 : Oksigen terlarut sampel pada lima hari
S0 : Oksigen terlarut blanko pada nol hari
S5 : Oksigen terlarut blanko pada lima hari
T : persen perbandingan antara A0:S0
P : derajat pengenceran
3. Temperature
Celupkan termometer pada perairan, tunggu beberapa menit sampai pengukuran angka
stabil. Lakukan pengukuran di tiga titik. Rata-ratakan
4. Derajat Keasaman Air (pH)
Celupkan kertas pH. Samakan perubahan warna pada kertas dengan warna skala pH
yang tercantum.
5. Kecepatan Arus
Lakukan pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Lakukan botol
yang terisi setengah penuh air pada tali raffia sepanjang 10 meter. Lemparkan botol ke
sungai. Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut sepanjang 10 m.
Lakukan 3 kali pengukuran dan rata-ratakan.
5 | Pola Longitudinal
6. Kejernihan Air
Masukkkan keeping secchi disk ke dalam air. Ukurlah kedalaman sampai batas antara
hitam dan putih tak dapat dibedakan, catatlah kedalaman sampai dasar tersebut.
7. Ketinggian Tempat
Altimeter diletakkan pada permukaan tanah yang datar di stasiun pengamatan sampai
menunjukan angka konstan yang ditunjuk oleh jarum altimeter
8. Substrat Dasar
Estimasi secara visual persentase bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir,
kerikil dan batu.
9. Lebar Sungai
Ukurlah lebar sungai menggunakan rolling meter. Bila tidak memungkinkan lakukan
estimasi.
10. Kedalaman
Lakukan pengukuran pada tiap 2 m lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah
diberi skala panjang.
11. Skor Fisik Habitat
Dengan menggunakan tabel Barbour dan Stribling, lakukan perhitungan skor fisik
habitat tiap stasiun pengamatan.
3.3 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum pola longitudinal dilakukan pada tanggal 9 – 10 November
2010 di Sungai Kembangan,Kab. Banyumas, Mandiraja dan Selomerto, Kab. Banjarnegara,
serta Kejajar dan Garung, Kab. Wonosobo.
6 | Pola Longitudinal
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Parameter
Fisikokimia
Stasiun
KembanganMandiraj
aSelomerto
Kejaja
rGarung
Telaga
Warna
Telaga
Pengilon
O2 6,2 6 2,8 6,4 5 0 2
BOD 3,8 4,8 4 4 2 2
Suhu 28 27,5 25,1 20,1 24 18,3 16,4
pH 7 7 7 5 6 2 5,5
Lebar
Sungai3,8 29 25 9 5
Kedalaman 63,3 50 150 50 100 1600
Kejernihan 15 11,6 23,2 50 47
Kec Arus 0,81 2,2 0,397 9,51 0,6 0
Konduktif 208,13 203,5 197,8 168,8 294,4 160,7 101,5
Salinitas 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,8 0,1
Skor Fisik
Habitat45 35 50 50 45
Tipe
Substrat
Berupa
batuan/cadas
Cadas/
batuan
pasir dan
bebatuan
Kerikil
dan
pasir
Elevasi 47,4 90,7 125 1332 1341
Garis
Lintang7-27-452 7-26-781 7-25-742
7-15-
778
7-15-
716
Garis Bujur 109-25-941109-31-
389
109-33-
476
109-56-
891
109-57-
008
7 | Pola Longitudinal
4.2 Pembahasan
Ekosistem merupakan hubungan antara satu kesatuan komunitas biologi dengan
lingkungan fisik yang melingkapinya. Dalam ekosistem air dari komunitas biotis dan
permukaan bumi lalu jatuh kembali sebagai air hujan atau salju dan memasuki lingkungan
daratan atau laut. Lingkungan fisik berpengaruh terhadap struktur dan karakteristik komunitas
biologi, namun sebaliknya komunitas biologi juga dapat mempengaruhi karakter fisik dari
ekosistem. Ekosistem DAS merupakan satu unit kesatuan ekologis yang paling mantap.
Dalam ekosistem DAS berbagai tataguna lahan, bentuk geomorfologi, flora dan fauna,
bangunan-bangunan fisik serta manusia dan aktivitasnya bersama-sama menyusun kesatuan
ekosistem tersebut.
Kecepatan arus sungai juga dapat mempengaruhi suatu ekosistem. Semakin
meningkatnya kecepatan arus sungai maka laju drift juga akan meningkat karena terbawa
arus, demikian pula penurunan kecepatan arus yang tiba-tiba ternyata meningkatkan pula
larva insekta bentos untuk merapung. Hasil praktikum yang dipereoleh mengenai kecepatan
arus dapat disimpulkan bahwa arus di DAS Serayu rata-rata cepat, terutama pada sungai
Kejajar.
Suhu di DAS Serayu berkisar pada 20 – 28 derajat celcius. Idealnya Pada suhu air
29,2 derajat celcius jumlah oksigen terlarut lebih dari 5,5 ppm, maka kandungan oksigen
yang lebih besar dari 5 ppm memungkinkan survival live hewan-hewan akuatik. Nilai pH
merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam air. Tingkat pH sekitar
5-7masih bias dianggap baik karena angka pH yang sesuai untuk kehidupan ikan-ikan tersebut
adalah 6,5-8,4 (Asdak, 2007).
Habitat parameter
Optimal Suboptimal Maginal Poor
Substrat dasar Lebih dari 60% dasar perairan terdiri atas krikil, batu atau cads dengan porsi yang kurang lebih sama
SKOR 20
30-60% dari substrat dasa perairan berupa batuan atau cadas. Substrat mungkin didominasikan oleh salah satu kelas ukuran tersebut.
SKOR 15
10-30% merupakan salah satu materi yang besar tetapi lumpur atau pasi 70-90% mendominasi substrat dasar
SKOR 10
Substrat didominasi oleh Lumpur dan pasir Kerikil dan pasir dan materi yang lebih besar <10%
SKOR 5
8 | Pola Longitudinal
Kekomplekan habitat
Berbagai macam tipe kayu pohon, cabang, tumbuhan akuatik terdapat pada segmen sungai membentuk habitat yang bervariasi. Segmen sungai tertutup kanopi
SKOR 20
Substrat cukup bervariasi.
Segmen sungai cukup cukup terlindungi oleh Kanopi
SKOR 15
Habitat didominasi oleh 1 atau 2 macam komponen substrat, Tumbuhan tepi tang menaungi segmen sungai sedikit
SKOR 10
Habitat monoton Pair dan lumpur menyebabkan habitat tidak bervariasi
SKOR 5
Kualitas bagian yang menggenang
25% dari bagian yang menggenang sama atau lebih lebar dari setengah sungai dan kedalamannya
SKOR 20
5% bagian yang menggenang kedalamannya 1 m dan lebih dari ½ lebar sungai.
Umumnya bagian yang alan ini lebih kecil dari setengah lebar sungai dan kedalamannya > 1 m
SKOR 15
Kurang dari 1% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih dari lebar sungai
Bagian yang menggenang ini mungkin sangat dalam/dangkal.
Habitat tdk bervariasi.
SKOR 10
Bagian yang menggenang kecil dan dangkal bahkan mungkin tidak terdapat bagian yang menggenang
SKOR 5
Kestabilan tepi sungai
Tidak terdapat bukti-bikti bahwa tempat tersebut pernah terjai erosi atau berpotensi untuk erosi
SKOR 20
Jarang terjadi bagian tepi yang gugur, kemungkinan gugur ada tetapi rendah.
SKOR 15
Bagian tepi ada yang mengalami erosi saat banjir.
SKOR 10
Bagian tepi sungai tidak stabil, sering terjadi erosi
SKOR 5
9 | Pola Longitudinal
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum pola longitudinal sungai serayu dapat diambil
kesimpulan, sebagai berikut:.
a. Secara umum terdapat perbedaan antara faktor fisiko-kimia dari hulu ke hilir
pada DAS Serayu.
b. Sungai Serayu memiliki 40% - 70% substrat bagian dasarnya terdiri dari
kerikil, batu berukuran sedang dan batu besar.
c. Keragaman kedalaman di Sungai Serayu yang terjadi karena perubahan relief
bumi dan faktor kondisi lingkungan atau bencana alam dan aktifitas manusia
juga mempengaruhi kondisi fisikokimia sungai ini seperti kecepatan arus,
salinitas, BOD, DO, dan pH.
5.2 Saran
a. Kesadaran untuk menjaga ekosistem perairan khususnya pada Daerah Aliran
Sungai sangat penting, karena dapat berpengaruh dengan biota perairan yang
mana sebagai bioindikator kualitas air.
b. Karena fisikokomia salah satu pengaruh biota perairan, maka lebih baik
mengurangi penggunaan atau menekan masuknya bahan-bahan yang
berhubungan dengan sifat fisikokimia pada perairan.
10 | Pola Longitudinal
DAFTAR PUSTAKA
Asdal, 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah mada university
press: Yogyakarta
Lebeck, A.K,. 1939. Geomorphologi. New York: Grw Hill
Munir, Ahmad. 2009. Karakteristik DAS Serayu Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Kondisi
Fisik, Sosial, serta Ekonomi. Departemen Geografi : Universitas Indonesia
Sandy, IM. 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna Tanah
Departemen Dalam Negeri
11 | Pola Longitudinal