Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

13
Laporan Live-in Desa 2008 Minggu, 9 November 2008 Memang, pada hari Minggu saya dilanda rasa senang sekaligus takut dan juga penasaran. Para siswa wajib berkumpul pada pukul 1 siang, maka dengan itu saya pun datang pada jam tersebut. Namun ternyata pada jam satu pun masih banyak siswa yang belum berkumpul. Maka dari itu para siswa yang telah datang pun harus menunggu dengan sabar. Setelah ±2 jam menunggu, akhirnya anak-anak pun dikumpulkan untuk diberi pengarahan atau briefing. Setelah briefing berakhir, anak-anak pun dibagikan sumbangan pakaian bekas untuk dibawa ke dalam bus. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam bus, bus pun akhirnya berangkat pada pukul 16.00. Waktu perjalanan memakan waktu ±18 jam, di mana seharusnya dijadwalkan memakan waktu ±14 jam. Hal ini dikarenakan kesalahan tekhnis pada bus dalam perjalanan pada malam hari di mana 1 bus mogok di tengah jalan dan 1 bus mengalami kerusakan pada AC. Kami semua pun berhenti di Pamanukan pada jam 19.00 untuk makan malam. Suasana di dalam bus pun lumayan ramai agar tidak dilanda kebosanan. Beberapa anak pun meramaikan suasana bus dengan bercanda bersama dengan guru, bermain kartu, dan berbagai kegiatan seru lainnya. Tetapi mereka pun tidak lupa untuk menghormati dan menghargai teman-teman yang lain yang

description

Laporan live in desa gw di wonogiri nih.. heheThis is my report for the live-in in wonogiri

Transcript of Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Page 1: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Laporan Live-in Desa 2008

Minggu, 9 November 2008

Memang, pada hari Minggu saya dilanda rasa senang sekaligus takut dan juga

penasaran. Para siswa wajib berkumpul pada pukul 1 siang, maka dengan itu saya pun

datang pada jam tersebut. Namun ternyata pada jam satu pun masih banyak siswa yang

belum berkumpul. Maka dari itu para siswa yang telah datang pun harus menunggu

dengan sabar. Setelah ±2 jam menunggu, akhirnya anak-anak pun dikumpulkan untuk

diberi pengarahan atau briefing. Setelah briefing berakhir, anak-anak pun dibagikan

sumbangan pakaian bekas untuk dibawa ke dalam bus. Setelah memasukkan barang-

barang ke dalam bus, bus pun akhirnya berangkat pada pukul 16.00.

Waktu perjalanan memakan waktu ±18 jam, di mana seharusnya dijadwalkan

memakan waktu ±14 jam. Hal ini dikarenakan kesalahan tekhnis pada bus dalam

perjalanan pada malam hari di mana 1 bus mogok di tengah jalan dan 1 bus mengalami

kerusakan pada AC. Kami semua pun berhenti di Pamanukan pada jam 19.00 untuk

makan malam.

Suasana di dalam bus pun lumayan ramai agar tidak dilanda kebosanan. Beberapa

anak pun meramaikan suasana bus dengan bercanda bersama dengan guru, bermain kartu,

dan berbagai kegiatan seru lainnya. Tetapi mereka pun tidak lupa untuk menghormati dan

menghargai teman-teman yang lain yang sedang istirahat. Pada malam hari, suasana

sudah mulai sepi dan anak-anak pun mulai istirahat.

Page 2: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Senin, 10 November 2008

Bus kami sampai di Pastoran kurang lebih pukul 10.00. Setelah kami sampai di

Pastoran, kami segera makan pagi karena telah dihidangkan oleh pastoran. Sajian yang

dihidangkan adalah nasi pecel. Yang membuat saya bingung adalah sayurannya harus

diambilkan oleh para ibu yang telah siap melayani para anak-anak. Saya hanya heran.

Saya hanya berpikir, bila saja sayurannya tidak diambilkan oleh para ibu tersebut,

mungkin saja sayuran tersebut akan jarang tersentuh dan tidak dimakan oleh para siswa.

Mungkin itu tujuan para ibu mengambilkan untuk anak-anak : agar sayurannya pun

dimakan.

Setelah semua anak-anak terkumpul dan makan siang, kami semua pun bersiap

untuk pergi ke desa masing-masing. Pendistribusian ke desa masing-masing

menggunakan alat transport yang sederhana. Saya beserta teman-teman sekampung saya

menuju desa Pendem memakai truk.

Pada saat telah sampai di sana, kami segera berkumpul di kapel kecil yang terbuat

dari kayu. Kami berkumpul di sana untuk melakukan briefing secara singkat dan

berkenalan dengan ketua lingkungan Katholik di desa Pendem. Setelah itu, kami

diantarkan ke rumah tempat kami masing-masing akan tinggal. Saya pun diantarkan oleh

istri tuan rumah tempat saya akan tinggali.

Sesampainya di rumah tempat akan kami tinggali, saya dan Arvin, teman serumah

saya, memperkenalkan diri dengan tuan rumah tersebut, demikian juga sebaliknya. Nama

tuan rumah tersebut adalah Bapak Tomo. Beliau adalah seseorang yang telah tua. Ia telah

memiliki anak-anak yang sudah dewasa dan tinggal di Jakarta. Sekarang, dia hanya

tinggal bersama istrinya dan cucunya, Dika, yang berumur 9 tahun, yang dititipkan oleh

anak Bapak Tomo agar dapat tinggal di desa dan bersekolah di desa tersebut. Alasan

dititipkan di desa adalah agar Dika tidak dipengaruhi oleh pergaulan yang kurang baik di

Jakarta.

Bapak Tomo bekerja sebagai petani di sawah. Ia hanya menanam padi, jagung,

dan sayur bayam. Di rumah, beliau juga menanam mangga. Istrinya, (sebut saja Ibu

Tomo), tidak bekerja di sawah. Beliau hanya bertugas menjaga rumah, memasak, dan

pergi ke pasar untuk membeli berbagai keperluan yang dibutuhkan di rumah. Ibu Tomo

Page 3: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

juga merupakan pemasak yang hebat. Bapak Tomo mengatakan demikian karena bila ada

hajatan, Ibu Tomo lah yang paling sering dimintai tolong untuk masak; dan di hari-hari

ke depan, Ibu Tomolah yang menyiapkan makan pagi, siang, dan malam buat saya dan

teman saya. Masakannya pun enak dan patut diancungi jempol. Dika adalah seorang anak

yang duduk di bangku kelas 4 SD. Ia merupakan seorang anak yang lincah dan selalu

bergembira, tetapi saya mendapat informasi bahwa Dika juga merupakan anak yang

paling bandel di desa dan di sekolahnya.

Rumah Bapak Tomo merupakan rumah yang sederhana, terbuat dari kayu dan

lantai dari ubin batu. Rumahnya lumayan luas dan saya mudah terbiasa karena saya sudah

terbiasa dengan rumah ibu saya yang jauh lebih kecil yang berada di Pontianak. Yang

membuat saya terkagum-kagum adalah adanya kompor bakar yang terdapat di rumah

tersebut, karena saya belum pernah melihat kompor bakar secara langsung. Sampah-

sampah seperti daun, kayu, kertas, dan plastik langsung digunakan untuk bahan bakar

kompor bakar tersebut.

Setelah kegiatan pekenalan dengan keluarga, kegiatan selanjutnya merupakan

acara bebas sehingga anak-anak pun berkumpul bersama untuk bermain voli. Tetapi

setiap pukul 19.00, anak-anak wajib berkumpul bersama untuk mengadakan refleksi

kegiatan pada hari tersebut. Refleksi pada malam itu saya anggap tidak serius karena

banyak anak-anak yang masih bercanda sehingga kegitan refleksi dianggap sebagai

sebuah kegiatan yang tidak berguna sama sekali.

Setelah kegiatan refleksi, anak-anak pun dapat kembali ke tempat tinggalnya

masing-masing dan beristirahat.

Page 4: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Selasa, 11 November 2008

Saya harus bangun pagi pada hari Selasa karena saya dan Arvin akan menemani

Bapak Tomo ke sawah. Perjalanan ke sawah ternyata tidak terlalu jauh. Dengan melewati

jalan setapak yang berbatuan dan juga berlumpur karena hujan, kami pun dapat sampai ke

sawah dan hektar milik Bapak Tomo. Kami ke sana membawa alat untuk menyiangi

rumput. Di sana kami hanya bertugas menyiangi rumput karena masa panen jagung

belum datang dan padinya pun baru tumbuh beberapa centimeter sehingga sangat belum

siap untuk dipanen. Setelah hari agak siang dan Bapak juga agak lelah, barulah kami

pulang untuk beristirahat dan mandi.

Kegiatan di rumah selebihnya adalah kegiatan menganggur karena Bapak Tomo

sudah tua, sehingga ia juga banyak tidur. Saya dan Arvin juga hanya disuruh nonton

televisi dan tidur siang sehingga tidak ada pekerjaan yang berat bagi saya dan Arvin.

Seperti biasa pada sore hari, anak-anak pun akan keluar dari rumah untuk bermain

voli bersama anak-anak desa lainnya. Pada malamnya pun kami mengadakan kegiatan

refleksi malam untuk merefleksikan kegiatan yang telah dikerjakan pada hari tersebut.

Kali ini, kegiatan refleksi dapat berjalan lebih serius dan lebih tenang dibandingkan hari

kemaren.

Sebelum tidur, saya sempat mengobrol mengenai kehidupan di desa. Saya sangat

kagum karena orang-orang di desa sungguh ramah. Mereka pun mengenali semua warga

baik dari desa yang sama maupun dari desa yang berbeda. Saya pun hanya dapat

membandingkan dengan Jakarta yang belum tentu saya kenali dengan baik tetangga-

tetangga saya. Di desa, orang pun saling menyapa satu sama lain baik bila berpapasan di

jalan maupun hanya melewati rumahnya saja.

Saya juga sempat merasa kasian pada sulitnya kehidupan di desa karena hasil

panen yang mereka kumpulkan kadang-kadang hanya menghasilkan untung yang sedikit.

Seperti halnya penjual melon, dapat diandaikan seperti taruhan uang. Bila penjual melon

tersebut untung ya untung sekali mereka, tetapi sekali rugi maka rugi sekali mereka.

Petani melon merupakan pekerjaan yang menghasilkan banyak uang tapi sekaligus susah

untuk merawatnya. Sebagian warga yang menanam melon di desa pun bangkrut dan

harus menjual rumahnya, tetapi ada juga warga yang menjadi kaya karena mendapatkan

Page 5: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

hasil dari tanaman melonnya itu. Bapak Tomo mengatakan bahwa beliau tidak ingin

menanam melon karena terlalu repot dan beresiko. Maka itu beliau pun memilih

menanam padi dan jagung. Dari urutan atas, hasil panen yang paling untung adalah

melon, padi, jagung. Sisanya adalah hasil sayur mayur lain seperti kacang panjang, pare,

tomat, lombok (cabe), dsb. Tetapi yang paling untung dari semua panen tersebut adalah

penjual pupuk karena semua petani pasti membutuhkan pupuk untuk melakukan

menanami tanaman tersebut agar dapat berbuah dan memberikan hasil yang baik. Penjual

pupuk pun mengelilingi dan berkunjung rumah demi rumah untuk menawarkan pupuknya

dan juga untuk meminjamkan modal kepada para petani yang sedang membutuhkan.

Page 6: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Rabu, 12 November 2008

Meskipun saya dan Arvin bangun pagi, kami baru akan berangkat sedikit agak

siangan karena Ibu Tomo takut jika Dika tidak ingin ke sekolah melainkan mengikuti

ibunya. Tetapi kali ini kami tidak ke sawah, melainkan menemani Ibu Tomo ke Pasar

Batu.

Pasar Batu adalah pasar tradisional yang terletak jauh dari desa Pendem. Untuk

mencapai ke sana, harus menggunakan bus umum yang berhenti di Pasar Batu. Jika

dibandingkan dengan bus umum di Jakarta, bus di Wonogiri jauh lebih aman dan juga

bersih. Tidak ada sampah dan suasana dalam bus juga lebih terang, meskipun ukuran

busnya lebih kecil.

Suasana Pasar Batu tidak jauh berbeda dengan pasar tradisional yang berada di

Jakarta. Barang-barang yang dijual pun kurang lebih sama dengan pasar tradisional

Jakarta; ada sayur, daging, minuman, dsb. Saya pun menemani Ibu Tomo membeli

kebutuhan-kebutuhan rumah dan juga membantu Ibu Tomo membelikan obat untuk

Bapak Tomo yang telah sakit sariawan selama tiga hari. Setelah selesai berbelanja, kami

pun pulang dengan bus menuju desa tempat kami tinggal.

Pada hari itu saya pun mendapatkan informasi dari salah satu teman saya,

Vincent, bahwa orang-orang di desa hanya mendapatkan untung yang sedikit dan

menurut saya tidak sepadan dengan usaha keras yang telah mereka kerjakan. Saya

mengatakan demikian karena sungguh susah dengan uang yang didapatkan dengan waktu

panen mereka yang lumayan lama. Saya ambil contoh seperti jagung. Masa panen jagung

membutuhkan waktu yang cukup lama. Di hari panen, jagung-jagung yang sedemikian

banyak itu dipetiki, tetapi tidak sampai di situ saja. Jagung-jagung tersebut harus dipreteli

atau dilepas dari batangnya terlebih dahulu, dan proses tersebut memakan waktu yang

lama dan usaha yang keras, tidak mungkin dilakukan dalam waktu semalam. Ternyata

setelah usaha yang keras, jagung-jagung tersebut dijual. Untung yang mereka dapatkan

tidak sampai 500.000 rupiah. Saya pun setelah membantu mempreteli jagung dengan

susah, mendengar Vincent menceritakan keadaan tersebut, saya pun kaget dan sempat

merasa kasihan karena usaha keras tersebut tidak sepadan dengan yang dihasilkan.

Page 7: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Setelah selesai bermain voli, kami pun segera pulang untuk segera bersiap

mengikuti refleksi dan mengikuti misa ekaristi sabda.

Page 8: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Kamis, 13 November 2008

Pada hari Kamis, kami semua beserta siswa-siswa yang berada di desa lain

berencana akan mengunjungi SMA Pangudi Luhur. Sekolah Pangudi Luhur adalah

sebuah sekolah yang sederhana, lebih kecil daripada SMA Kanisius. Namun, siswa-siswa

di SMA Pangudi Luhur terlihat lebih ramah dan lebih sopan. Setelah melakukan upacara

di lapangan SMA Pangudi Luhur, siswa-siswa dari Kanisius pun bertanding sepak bola

dan voli. Meskipun siswa dari Kanisius kalah, namun siswa Kanisius pun tidak merasa

kecewa.

Berita di televisi menunjukan bahwa sekarang terjadi kelangkaan dan kemahalan

pupuk di daerah bagian Jawa. Sekarang banyak petani yang kesusahan mencari pupuk

untuk menyuburkan tanah mereka. Akhirnya mereka tidak bisa mendapatkan hasil yang

maksimal dari panen mereka. Para petani pun harus mencari pupuk tersebut sampai ke

tempat yang jauh. Banyak petani yang kesal karena belum bisa mendapatkan pupuk.

Meskipun terdapat pupuk, pasti yang terlihat adalah mahalnya harga karena kelangkaan

pupuk tersebut.

Hal tersebut pun ternyata juga dialami oleh Bapak Tomo dan para petani lainnya

di Wonogiri. Saya pun sempat kaget karena saya baru tahu dan diberitahu pada saat saya

melihat berita tersebut di televisi. Memang sungguh susah kehidupan para petani. Hidup

mereka yang susah, harus ditambah beban yang lebih berat lagi hanya karena kelangkaan

pupuk. Saat ini pemerintah memang sedang mengusahakan membenarkan masalah pupuk

di Jawa.

Page 9: Laporan Live in Desa Wonogiri (Desa Pendem)

Jumat, 14 November 2008

Memang hari Jumat adalah hari yang agak berat bagi kami semua karena kami

akan berpisah dengan ‘orang tua’ kami di desa. Tetapi kami pun juga merasa lega karena

akhirnya kami dapat pulang kembali ke rumah kami masing-masing. Sebelum berangkat

kembali ke paroki, tidak lupa kami kami berpamitan terlebih dahulu ke ‘orang tua’ kami

yang telah merawat kami dan mengajari kami di desa tersebut.

Setelah sampai di paroki, kami harus mengadakan misa di Goa Maria Ratu

Kenya. Kami semua berjalan kaki menuju ke Goa Maria Ratu Kenya dan harus mendaki

bukit. Tempat misa di Goa tersebut pun lumayan sempit sehingga beberapa anak harus

mengadakan misa di luar kapel tersebut.

Setelah selesai misa, kami pun segera kembali ke Paroki untuk menikmati makan

siang yang telah disediakan. Setelah mengabsen kembali anak-anak, bus pun akhirnya

berangkat menuju ke Jakarta kurang lebih pada pukul 13.30