LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan...

67
LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERAIN KESEHATAN TAHUN 2017

Transcript of LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan...

Page 1: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

LAPORAN KINERJA

DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT

TAHUN 2016

DIREKTORAT JENDERAL

KESEHATAN MASYARAKAT

KEMENTERAIN KESEHATAN

TAHUN 2017

Page 2: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

i | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu unit eselon I di

Kementerian Kesehatan memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Salah satu komponen SAKIP adalah membuat

Laporan Kinerja yang menggambarkan kinerja yang dicapai atas pelaksanaan program

dan kegiatan yang menggunakan APBN.

Penyusunan laporan kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor 53 tahun

2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja ini merupakan informasi

kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya

dicapai. Dalam laporan kinerja ini juga menyertakan berbagai upaya perbaikan

berkesinambungan yang telah dilakukan dalam lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat, untuk meningkatkan kinerjanya pada masa mendatang.

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, telah menyelesaikan Laporan Kinerja

tahun 2016 sebagai bentuk akuntabilias perjanjian kinerja yang dibuat pada awal tahun

2016. Secara garis besar laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi;

rencana kinerja dan capaian kinerja sesuai dengan Rencana Stategis (Renstra)

Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, disertai dengan faktor pendukung dan

penghambat capaian, serta upaya tindak lanjut yang dilakukan.

Peningkatan kualitas laporan kinerja ini menjadi perhatian kami, masukan dan

saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan

penyusunan laporan di tahun yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita

semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan pengembangan program

di masa mendatang.

Jakarta, Januari 2017

Direktur Jenderal

dr. Anung Sugihantono, M.Kes

NIP 196003201985021002

Page 3: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

ii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

IKHTISAR EKSEKUTIF

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam Peraturan

Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi

dan dalam PermenPAN Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk

Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja

Instansi Pemerintah, maka Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun laporan

kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja yang telah dilakukan pada tahun

2016.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia

Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat

melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan

perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dan

kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat tahun 2016 mengacu

pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Untuk

mencapai tujuan tersebut, dilakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan masing-

masing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Upaya

tersebut dilaksanakan di tiap jenjang pemerintahan mulai dari pemerintah pusat,

pemerintah daerah (melalui dana dekonsentrasi) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2016 sebagaimana

yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang terdiri dari Indikator Kerja

Utama (IKU). Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di

lingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat tahun 2016.

Berdasarkan Perjanjian Kinerja tahun 2016 antara Menteri Kesehatan dengan

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

memiliki 6 IK (Indikator Kinerja), antara lain (1) Persentase persalinan di fasilitas

pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian sebesar 77,3% (target 77%), (2)

Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) berdasarkan hasil PSG tahun

2016 di 34 Provinsi sebesar 16,2% (target 22,7%), (3) Persentase kunjungan

neonatal pertama (KN1) sebesar 78,1% (target 78%), (4) Jumlah kebijakan publik

yang berwawasan kesehatan 3 (target 3), (5) Persentase kabupaten/kota yang

memiliki kebijakan PHBS 53,3% (target 50%), (6) Persentase kabupaten/kota yang

memenuhi kualitas kesehatan lingkungan 33,5% (target 25%).

Hal yang menjadi hambatan dalam pencapaian indikator ini adalah dimana perlu

dilakukan penyesuaian struktur organisasi dan tata kerja sesuai Permenkes nomor 64

tahun 2015.

Realisasi anggaran dilingkup Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat meliputi

anggaran dekonsentrasi, kantor pusat dan kantor daerah sebesar 95,5% maupun

percepatan realisasi anggaran Dekonsentrasi oleh provinsi. Serapan dana kantor pusat

sebesar 97,2% capaian kinerja penyerapan anggaran keseluruhan sebesar 96,5%, bila

dibandingkan dengan kinerja program yang di representasikan melalui 6 Indikator Kinerja

telah tercapai diatas 100%. Hal ini hal ini sebanding dengan capaian Indikator Kinerja

Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran di tahun 2016

dikarenakan adanya efisiensi anggaran, revisi anggaran antar program,self blocking dan

Page 4: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

iii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

masuknya anggaran hibah luar negeri, sehingga pagu mengalami perubahan yang cukup

siginifikan.

Perbaikan ke depan perlu koordinasi lebih baik antar unit eselon II dalam

penyusunan rencana operasional kegiatan terutama dengan melibatkan direktur jenderal

serta eselon II sehingga rencana kegiatan yang dibuat dapat terlaksana dengan baik.

Proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal (tidak melewati triwulan

2) agar tidak semua pengadaan bertumpuk pada akhir tahun.

Page 5: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

iv | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

DAFTAR ISI

IKHTISAR EKSEKUTIF ........................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii

BAB I ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Maksud dan Tujuan ................................................................................. 2

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi ............................................................ 2

D. Tugas Pokok dan Fungsi ......................................................................... 3

E. Potensi dan Permasalahan ...................................................................... 4

F. Sistematika .............................................................................................. 6

BAB II ..................................................................................................................... 7

A. Perjanjian Kinerja .................................................................................... 7

1. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat .............................. 7

BAB III .................................................................................................................... 9

A. Capaian Kinerja Organisasi ..................................................................... 9

1. Indikator Kinerja Program .................................................................... 9

B. Realisasi Anggaran ............................................................................... 50

BAB IV ................................................................................................................. 55

A. Kesimpulan ............................................................................................ 55

Page 6: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

v | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

DAFTAR TABEL

Tabel 2 Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat ................... 8

Tabel 3 Capaian indikator kinerja Program Kesehatan Masyarakat tahun 2015-

2016 ..................................................................................................................... 10

Tabel 4 Perbandingan Target Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan ............ 25

Tabel 5 Perbandingan Target Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS ................................................................................................... 33

Tabel 6 Jumlah Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan

per Provinsi .......................................................................................................... 44

Tabel 7 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat tahun 2016 menurut

jenis anggaran ...................................................................................................... 51

Tabel 8 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Berdasar Sasaran 51

Tabel 9 Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat .... 52

Tabel 10 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi

satuan kerja kantor daerah tahun 2016 ................................................................ 53

Page 7: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

vi | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Trend Peningkatan Cakupan Persalinan di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan ............................................................................................................ 11

Grafik 2 Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) ................. 12

Grafik 3 Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (PF) Per Provinsi Tahun 2016 ............................................................ 13

Grafik 4 Target dan capaian persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019 .......... 16

Grafik 5 Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan Tahun

2016 ..................................................................................................................... 17

Grafik 6 Perbandingan Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan

Tambahan tahun 2016 Dengan Target Jangka Menengah .................................. 18

Grafik 7 Persentase Ibu Hamil Mendapat TTD Tahun 2016 ................................. 18

Grafik 8 Perbandingan Cakupan Ibu Hamil yang Mendapat TTD Tahun 2016

dengan Target Jangka Menengah ........................................................................ 19

Grafik 9 Cakupan KN1 Tahun 2010-2016 ............................................................ 21

Grafik 10 Cakupan KN1 dan target Renstra Tahun 2015-2019 ............................ 21

Grafik 11 Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di 34 Provinsi Tahun 2016....... 22

Grafik 12 Grafik Realisasi Kinerja Tahun 2015-2016 ........................................... 27

Grafik 13 Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS .................................. 34

Grafik 14 Perbandingan Realisasi Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS Tahun 2015-2016 ...................................................................... 35

Grafik 15 Target dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016 ..................................... 41

Grafik 16 Realisasi 2016 dan Target Jangka Menengah Indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016 .. 42

Grafik 17 Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi

Kualitas Kesehatan Lingkungan (IKU) Per Propinsi Tahun 2016 ......................... 43

Grafik 18Target dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016 ............................ 46

Grafik 19Target dan Capaian Kinerja Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016 ............................ 46

Grafik 20 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator

Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan

Tahun 2016 .......................................................................................................... 47

Grafik 21 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator

Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan

Tahun 2015-2016 ................................................................................................. 47

Page 8: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

vii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Indikator Kerja Utama Program Kesehatan Masyarakat ........................ 9

Gambar 2 Peta Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi

Kualitas Kesehatan Lingkungan (IKU) Per Propinsi Tahun 2016 ......................... 43

Page 9: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

viii | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

DAFTAR SINGKATAN

KEK : Kurang Energi Kronik

KN1 : Kunjungan Neonatal Pertama

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PF : Persalinan di Fasilitas Kesehatan

TTD : Tablet Tambah Darah

K4 : Kunjungan ke empat kali selama masa kehamilan

Page 10: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

1 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan melalui

pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan

terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan

dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai

dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan

Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan

dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya

akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,

tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal

melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)

terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan

responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2016 yang

merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian

Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan, yang mempunyai visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan

Berkeadilan”. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program

Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi

masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang

didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional: 1) pilar

paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam

pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat; 2)

penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses

pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan

kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis

risiko. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat merupakan unit yang sangat

berperan dalam mewujudkan pilar pertama dalam “Program Indonesia Sehat”.

Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut

salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.

Laporan kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Direktorat

Jenderal Kesehatan Masyarakat dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil

capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di tahun 2016.

Dengan perubahan Susunan Organisasi baru Permenkes Nomor 64 Tahun 2016

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka dilakukan perubahan

dalam penyusunan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja yang ditandatangani Direktur

Page 11: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

2 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Jenderal Kesehatan Masyarakat dengan Menteri Kesehatan terdiri dari 3 sasaran atau

6 indikator kinerja, yang sebelumnya terdiri dari 1 sasaran dan 2 indikator kinerja.

B. Maksud dan Tujuan

Penyusunan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2016 dalam mencapai

target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan

ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat oleh pejabat yang bertanggungjawab.

C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi

1. Visi

Visi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, mendukung kepada visi

Kementerian Kesehatan RI, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,

Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.

2. Misi

Misi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mendukung kepada misi

Kementerian Kesehatan yaitu:

a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;

b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hokum;

c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim;

d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;

e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta;

g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

3. Tujuan

Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di

lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat dalam rangka terselenggaranya

pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna agar

meningkatnya status kesehatan masyarakat. .

4. Nilai-nilai

Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan

kesehatan, Ditjen Kesehatan Masyarakat menganut dan menjunjung tinggi nilai-

nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:

a. Pro Rakyat;

b. Inklusif;

c. Responsif;

d. Efektif;

Page 12: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

3 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

e. Bersih.

5. Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya

kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui

peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan

dan peningkatan pembiayaan kesehatan.

Strategi pembangunan kesehatan masyarakat tahun 2015-2019 meliputi:

a. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang Berkualitas.

b. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.

c. Meningkatkan Penyehatan Lingkungan.

d. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

6. Sasaran Ditjen Kesehatan Masyarakat

Sasaran Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, antara lain adalah:

a. Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.

b. Meningkatnya pelaksanaan pemberdayaan dan promosi kesehatan kepada masyarakat.

c. Meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan.

7. Indikator Kinerja

Indikator kinerja Ditjen Kesehatan Masyarakat yang terdiri dari 6 Indikator kinerja

(IK) antara lain:

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);

b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1).

d. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

e. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS.

f. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan

lingkungan.

D. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan Permenkes Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di

bidang kesehatan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Kesehatan masyarakat

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan

lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi

Page 13: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

4 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu

dan anak;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan

lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan kesehatan ibu

dan anak;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang peningkatan

kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi

masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan

gizi dan kesehatan ibu dan anak;

4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan kesehatan

keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat,

serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan

kesehatan ibu dan anak;

5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan kesehatan keluarga,

kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. pembinaan gizi dan

kesehatan ibu dan anak;

6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, dan

7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Kesehatan Keluarga;

c. Direktorat Kesehatan Lingkungan;

d. Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga;

e. Direktorat Gizi Masyarakat; dan

f. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Disamping direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan masyarakat

membina beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, antara lain:

1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) Bandung;

2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar;

3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) Palembang.

E. Potensi dan Permasalahan

Potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan akan menjadi input dalam

menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan.

Angka Kematian Ibu sudah mengalami penurunan, namun masih jauh dari target

MDGs tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan

mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh antara lain kualitas

pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan

faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam

kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini dapat diminimalisir apabila

kualitas Antenatal Care dilaksanakan dengan baik.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara

lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,

hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda <20 tahun, terlalu tua >35 tahun,

terlalu dekat jaraknya 2 tahun dan terlalu banyak anaknya > 3 tahun). Sebanyak 54,2

Page 14: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

5 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

per 1000 perempuan dibawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan

yang melahirkan usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini

diperkuat oleh data yang menunjukkan masih adanya umur perkawinan pertama pada

usia yang amat muda (<20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah

kawin.

Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah

tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif

tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai.

Demikian juga secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED dan RS PONEK

meningkat namun belum diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan

kesehatan ibu sebelum hamil terutama pada masa remaja, menjadi faktor penting

dalam penurunan AKI dan AKB.

Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni

19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi

penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, angka kematian anak balita

juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian pada

kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak 29,5%

dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%, ini berarti faktor kondisi ibu

sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya. Tantangan ke

depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan

melahirkan dan menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi

bayi dari infeksi. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun, penyebab utama

kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan

perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.

Untuk status gizi remaja, hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi remaja

usia 13-15 tahun yang pendek dan amat pendek adalah 35,2% dan pada usia 16-18

tahun sebesar 31,2%. Sekitar separuh remaja mengalami defisit energi dan sepertiga

remaja mengalami defisit protein dan mikronutrien.

Pelaksanaan UKS harus diwajibkan di setiap sekolah dan madrasah mulai dari

TK/RA sampai SMA/ SMK/MA, mengingat UKS merupakan wadah untuk

mempromosikan masalah kesehatan. Wadah ini menjadi penting dan strategis, karena

pelaksanaan program melalui UKS jauh lebih efektif dan efisien serta berdaya ungkit

lebih besar. UKS harus menjadi upaya kesehatan wajib Puskesmas. Peningkatan

kuantitas dan kualitas Puskesmas melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja (PKPR) yang menjangkau remaja di sekolah dan di luar sekolah. Prioritas

program UKS adalah perbaikan gizi usia sekolah, kesehatan reproduksi dan deteksi

dini penyakit tidak menular.

Selain penyakit tidak menular yang mengancam pada usia kerja, penyakit akibat

kerja dan terjadinya kecelakaan kerja juga meningkat. Jumlah yang meninggal akibat

kecelakaan kerja semakin meningkat hampir 10% selama 5 tahun terakhir. Proporsi

kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada umur 31-45 tahun. Oleh karena itu

program kesehatan usia kerja harus menjadi prioritas, agar sejak awal faktor risiko

sudah bisa dikendalikan. Prioritas untuk kesehatan usia kerja adalah mengembangkan

pelayanan kesehatan kerja primer dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di

tempat kerja, selain itu dikembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja sebagai salah satu

bentuk UKBM pada pekerja dan peningkatan kesehatan kelompok pekerja rentan

seperti Nelayan, TKI, dan pekerja perempuan.

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih

menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan

Page 15: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

6 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

yang harus kita tangani dengan serius. Selain itu kita dihadapi dengan masalah

stunting. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh

kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak

berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak

dalam kemiskinan. Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis

yang menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi

gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari,

dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting,

masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak

balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition)

dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari pertama

kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam

menyelesaikan masalah stunting secara terintergrasi karena masalah gizi tidak hanya

dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi juga oleh

sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan

Gizi.

F. Sistematika

Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

adalah sebagai berikut :

- Ringkasan Eksekutif

- Kata Pengantar

- Daftar Isi

- BAB I

Penjelasan umum organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,

penjelasan aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic

issued) yang sedang dihadapi organisasi.

- BAB II

Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal

Kesehatan Masyarakat tahun 2016.

- BAB III

Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat untuk setiap

pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran

kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:

Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan

realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang

terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis penyebab

keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi

yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis

program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian

pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.

- BAB IV

Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi

serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk

meningkatkan kinerjanya.

- LAMPIRAN

Formulir RK : Pengukuran Kinerja

Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan

Page 16: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

7 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan

dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan

kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja

tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.

Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang

mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan

pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indoinesia. Perjanjian

penetapan kinerja tahun 2016 yang telah ditandatangani bersama oleh Direktur

Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Menteri Kesehatan berisi Indikator, antara lain:

1. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat

Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari enam indikator yang

dianggap dapat merefleksikan kinerja program. Indikator tersebut meliputi:

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)

d. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

e. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

f. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan.

Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan menggambarkan indikator

pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di fasilitas

pelayanan kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab kematian ibu di

Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan dan infeksi pada saat

persalinan. Menurunkan angka kematian ibu merupakan bagian dari kesepakatan

global terhadap pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs).

Persentase ibu hamil Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan risiko yang

akan dialami ibu hamil dan bayinya dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca

persalinan.

Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) menggambarkan

keberlangsungan neonatal pada 6 jam sampai dengan 48 jam. Hal ini dilakukan

sebagai antisipasi atau skreening diawal kehidupan bayi.

Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan yang menjadi sasaran

adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak diluar kesehatan untuk mendukung

kesehatan masyarakat.

Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS, merupakan indikator

yang mempunyai daya ungkit terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit dari sisi

perubahan perilaku di masyarakat.

Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan

merupakan indikator komposit dari beberapa indikator kesehatan lingkungan.

Berdasarkan keenam indikator diatas diharapkan dapat menjadi daya ungkit

terhadap keberhasilan dalam pencapaian renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-

2019.

Page 17: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

8 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Tabel 1 Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

tahun 2015-2019

Sasaran Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019

Meningkatnya ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat

1.Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

75% 77% 79% 82% 85%

2. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)

24,2% 22,7% 21,2% 19,7% 18,2%

3. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) 75% 78% 81% 85% 90%

Meningkatnya pelaksanaan pemberdayaan dan promosi kesehatan kepada masyarakat

4. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

3 3 3 3 3

5. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

40% 50% 60% 70% 80%

Meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan

6. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan 20% 25% 30% 35% 40%

Page 18: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

9 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi

Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya

memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan

instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk memastikan bahwa

manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi

penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan

laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja

sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran

dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran.

Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi

yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal

terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja

dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap

pengukuran kinerja

1. Indikator Kinerja Program

Program Kesehatan Masyarakat adalah salah satu program Kementerian Kesehatan

dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian

Bayi (AKB) dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen

Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2016, indikator kinerja program kesehatan masyarakat

terdiri dari:

Gambar 1 Indikator Kerja Utama Program Kesehatan Masyarakat

Persentase

Persalinan di

Fasilitas Pelayanan

Kesehatan

Persentase Ibu

Hamil Kurang Energi

Kronik (KEK)

Persentase

kunjungan neonatal

pertama (KN1)

Jumlah kebijakan

publik yang

berwawasan

kesehatan

Persentase

kabupaten/kota yang

memiliki kebijakan

PHBS

Persentase

kabupaten/kota yang

memenuhi kualitas

kesehatan

lingkungan

Page 19: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

10 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2 Capaian indikator kinerja Program Kesehatan Masyarakat tahun 2015-2016

Sasaran Indikator Target

2016

Realisasi Capaian

2016 2015 2016

Meningkatnya

ketersediaan dan

Keterjangkauan

pelayanan

kesehatan yang

bermutu bagi

seluruh

masyarakat

Persentase persalinan

di fasilitas pelayanan

kesehatan (PF)

77% 78,4% 77,3% 100,4%

Persentase ibu hamil

Kurang Energi Kronik

(KEK) *

22,7%

13,3%

(PSG

2015)

16,2% *

(PSG 2016) 136,74%

Persentase kunjungan

neonatal pertama

(KN1)

78% 75% 78,1% 100,1%

Meningkatnya pelaksanaan

pemberdayaan dan promosi kesehatan

kepada masyarakat

Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

3 3 3 100%

Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

50% 44% 53,3% 105%

Meningkatnya penyehatan dan

pengawasan kualitas

lingkungan

Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan

25% 27,6% 33,5% 133,84%

*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian

yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.

Capaian indikator Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dapat dikatakan tercapai

seluruhnya, dimana semua indikator melebihi 100%.

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

Persalinan di fasilitas kesehatan merupakan indikator baru di Renstra 2015 – 2019.

Pada Renstra sebelumnya lebih dikenal dengan ”persalinan oleh nakes” (Pn). Perubahan

indikator ini dilakukan untuk menjawab kajian terkait upaya penurunan AKI dan AKB yang

ternyata dirasakan masih kurang optimal. Kondisi di Indonesia dimana masih terdapat

kepercayaan terhadap ”dukun beranak”, dan pola bersalin di rumah, menyebabkan

bahwa persalinan oleh nakes yang diasumsikan akan memenuhi standar, baik secara

kelayakan tempat, sarana prasarana, dll, ternyata menghasilkan dampak yang kurang

cukup mendongkrak penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB).

Melihat hal diatas, maka indikator persalinan oleh nakes di tingkatkan secara

kualitasnya menjadi persalinan di fasilitas kesehatan yang merupakan upaya mendorong

ibu bersalin untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Diharapkan setiap ibu bersalin

mendapatkan pelayanan sesuai standar yang sehingga kematian ibu dan bayi dapat

diturunkan.

Pertolongan persalinan merupakan bagian dari proses pelayanan persalinan. Proses

persalinan membutuhkan penanganan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang

Page 20: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

11 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan

adalah meningkatnya kesehatan masyarakat, dengan salah satunya melalui

Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 85% pada akhir tahun

2019 sebesar 85%. Target pada tahun 2016 adalah sebanyak 77% ibu hamil melakukan

persalinan di fasilitas Pelayanan Kesehatan. Data yang diambil saat penyusunan laporan

kinerja cut off 17 Januari 2017.

Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dihitung dengan cara Jumlah

ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas yang mendapatkan pertolongan sesuai standar

oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumlah

sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun

yang sama) x 100 %.

Definisi Operaional dari persalinan di fasilitas kesehatan adalah persentase ibu

bersalin yang mendapat pertolongan persainan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di

fasilitas pelayanan kesehatan.

Tren realisasi cakupan persalinan di fasilitas pelayanan Kesehatan (PF) berdasarkan

Riskesdas menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Riskesdas

tahun 2007 persalinan di faskes menunjukan angka sebesar 41,6%, tahun 2010 sebesar

56,8%, dan pada tahun 2013 sebesar 70,4%. Sedangkan menurut Data Rutin Direktorat

Bina Kesehatan Ibu tahun 2014, realisasi cakupan PF sebesar 73,3%. Data tersebut,

sebagimana digambarkan pada grafik dibawah dijadikan dasar dalam penentuan target

awal di tahun 2015.

Grafik 1 Trend Peningkatan Cakupan Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

2007 2010 2013 2014 2015 2016

41,6

56,8

70,4 73,3 78,4 77,3

Pada tahun 2016, indikator Persalinan di Fasilitas Kesehatan berhasil mencapai

target 2016 sebesar 77% ibu bersalin. Dengan cakupan sebesar 77.3 % tercatat

sebanyak 3.951.232 ibu bersalin telah bersalin di fasilitas Kesehatan. Cakupan sebesar

77.3% dan target sebesar 77% maka terhitung capaian kinerja terkait indikator PF adalah

sebesar 100,4%.

RISKESDAS Data Rutin Dit.Kesehatan

keluarga

Page 21: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

12 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 2 Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

tahun 2015-2019

Target

70

72

74

76

78

80

82

84

86

2015 2016 2017 20182019

75

77

79

82

85

78,477,3 Target

Capaian

Sumber Data : Dit Kesehatan Ibu Tahun 2016

Pada grafik batang diatas pada tahun 2016 terlihat capaian persalinan di

fasilitas kesehatan telah memenuhi target yang diharapkan, akan tetapi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan pada tahun ini (77,3%) lebih rendah dari tahun sebelumnya (78,4%).

Bila di lihat tren cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun 2015 cakupan PF sebesar 78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini menunjukan kesan tren penurunan cakupan walaupun dari sisi target maka cakupan PF masih dalam kategori baik (tercapai). Penurunan ini di sebabkan belum masuknya seluruh data daerah saat LAKIP disusun. Dimana belum semua provinsi (lebih dari 40%) yang mengirimkan data hanya sampai bulan November 2016.

Bila dibandingkan dengan target jangka menengah (2017) sebesar 79%, maka perlu kerja keras dan inovatif dalam mengupayakan peningkatan sebesar 2% dari cakupan 2016. Dengan pengalaman tren yang terus meningkat (berdasarkan hasil Riskesdas), maka dapat dikatakan cakupan PF, “on the track” dengan catatan sistem pelaporan satu pintu harus segera direalisasikan dan dilakukan pendampingan.

Grafik dibawah memperlihatkan sebaran cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan per provinsi. Terlihat pada grafik dibawah hanya 10 Provinsi yang capaian PF-nya diatas target nasional. Hal ini berarti baru 29,4% yang memenuhi target capaian.

Page 22: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

13 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 3 Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (PF) Per Provinsi Tahun 2016

10

,3 17

,8 26

,5

30

,8 42

,1

42

,7

44

,2

46

,7 55

,8

56

,0

59

,1

60

,2

64

,4

64

,6

64

,9

66

,8

70

,0

70

,9

71

,1

73

,9

74

,0

74

,3

75

,7

76

,9

77

,3

78

,3

79

,0

79

,0

81

,1 86

,3

88

,5

90

,3

91

,1

94

,1

Analisa Keberhasilan

Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang

akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.

Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan

antara lain sebagai berikut:

1. Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi

ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca

persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam

ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta

maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar

pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis

serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil

difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil

yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan

Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.

2. Puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K)

Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan

bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini,

menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh

Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan

pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan

yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk

persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat

membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud

Page 23: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

14 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat

meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan

bayi baru lahir dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan

kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

3. Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4).

Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan

tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan

minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini

menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini

diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau

kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.

Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan

memberikan pelayanan antenatal secara lengkap yang terdiri dari: timbang badan dan

ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus

uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan

bila perlu pemberian imunisasi TT, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),

test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan atau berdasarkan

indikasi (HBsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC), tata laksana kasus, dan temu wicara/

konseling termasuk P4K serta KB PP.

Pada konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan

perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan

ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas

kesehatan.

Analisa Kegagalan

Selain hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan, beberapa yang menjadi menjadi

hambatan:

1) Bila melihat data per Provinsi maka terlihat kesenjangan antar provinsi, dimana

ada Provinsi yang cakupannya sangat rendah dan ada provinsi yang cakupannya

lebih dari target bahkan lebih dari 100%.

2) Belum meratanya jumlah tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil,

perbatasan, dan kepulauan.

3) Kondisi geografis masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil, perbatasan,

dan kepulauan menyebabkan kesulitan untuk mengakses fasilitas pelayanan

kesehatan.

Alternatif solusi

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan untuk pencapaian persalinan di

fasilitas kesehatan

1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas pelayanan

kesehatan menjadi kendala. Direktorat Kesehatan Keluarga menerapkan

kebijakan melanjutkan pengembangan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta

Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun diupayakan bermitra dengan Bidan dalam

hal pengaturan hak dan kewajiban sehingga terdapat kejelasan peran dan tugas

masing-masing pihak. Mendorong Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan

persalinan tidak lagi dikerjakan oleh Dukun, namun wajib dirujuk ke Bidan.

Page 24: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

15 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

2) Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat Bidan atau memang memiliki

kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari taksiran persalinan diupayakan

sudah berada di dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat tinggal di Rumah

Tunggu Kelahiran. Untuk itu pada tahun 2016 telah di gelontorkan dana dari puat

melalui mekanisme DAK yaitu jampersal dimana jampersal ini adalah upaya

mendekatkan akses ibu hamil ke faskes melalui pembiayan transportasi dan sewa

RTK.

3) Distribusi buku KIA sampai ke masyarakat.

4) Audit Maternal dan Perinatal.

5) Kerjasama lintas sektor.

b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK)

Masalah gizi kurang pada ibu hamil masih merupakan fokus perhatian, masalah

tersebut antara lain anemia dan ibu hamil kurang energi kronik (KEK). Riskesdas 2013

menunjukkan prevalensi risiko KEK pada ibu hamil (15-49 tahun) sebesar 24,2%,

khususnya prevalensi tertinggi ditemukan pada usia remaja (15-19 tahun) sebesar 38,5%

dibandingkan dengan kelompok lebih tua (20-24 tahun) sebesar 30,1%.

Proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi kurang dari 70% angka

kecukupan energi (AKE) sedikit lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan

yaitu sebesar 52,9% dibandingkan dengan 51,5% (SDT, 2014). Sementara proporsi ibu

hamil dengan tingkat kecukupan protein kurang dari 80% angka kecukupan protein (AKP)

juga lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan yaitu sebesar 55,7%

dibandingkan 49,6% (SDT, 2014). Kurangnya asupan energi yang berasal dari zat gizi

makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A, vitamin

D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi miro lain pada wanita usia

subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa kehamilan), mengakibatkan terjadinya

kurang energi kronik (KEK) pada masa kehamilan, yang diawali dengan kejadian ‘risiko’

KEK dan ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu cukup lama yang

diukur dengan lingkar lengan atas (LiLA).

Ibu hamil dengan masalah gizi dan kesehatan berdampak terhadap kesehatan dan

keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang dilahirkan. Kondisi ibu hamil KEK

berisiko menurunkan kekuatan otot yang membantu proses persalinan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya kematian janin (keguguran), prematur, lahir cacat, bayi berat

lahir rendah (BBLR) bahkan kematian bayi, ibu hamil KEK dapat mengganggu tumbuh

kembang janin yaitu pertumbuhan fisik (stunting), otak dan metabolisme yang

menyebabkan penyakit menular di usia dewasa.

Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadi jika kebutuhan akan tubuh

tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis pada ibu hamil dapat dimonitor dengan

melakukan pengukuran lingkar lengan atas ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya memiliki lingkar

lengan atas lebih dari 23,5 cm pada 3 bulan pertama kehamilan. Selain membutuhkan

energi untuk dirinya, ibu hamil juga membutuhkan energi untuk pertumbuhan janin dalam

kandungannya. Indikator ibu hamil KEK merupakan indikator untuk mengurangi risiko

persalinan, pertumbuhan dan perkembangan anak dikemudian hari. Kekurangan energi

kronik pada ibu hamil akan berdampak pada pertumbuhan janin didalam kandungan ibu.

Ibu hamil KEK memiliki risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

Kondisi KEK pada ibu hamil ini harus segera ditindaklanjuti untuk menurunkan angka

kejadian BBLR sehingga risiko kematian bayi atau neonatal yang disebabkan BBLR dapat

diturunkan.

Page 25: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

16 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Indikator persentase ibu hamil KEK merupakan salah satu indikator baru di

Kementerian Kesehatan dan merupakan indikator output. Persentase ibu hamil KEK

diharapkan turun sebesar 1,5% setiap tahunnya. Dimulai pada tahun 2015 dengan

batasan maksimal 24,2% ibu hamil KEK, hingga pada akhir tahun 2019 diharapkan

persentase ibu hamil KEK dibawah 18,2%. Data dasar sebagai bahan penetapan

persentase bumil KEK ini didapat dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2013. Dengan ditetapkannya target tersebut, maka diharapkan persentase ibu hamil KEK

setiap tahunnya tidak melebihi target.

Data ibu hamil KEK diperoleh dengan membandingkan antara Jumlah ibu hamil yang

diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA (hasil ukur kurang

dari 23,5 cm) dibagi jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya dikali 100%.

Di tahun 2015, berdasarkan hasil survey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2015

menunjukkan angka 13,3%, dimana angka ini berada di bawah target atau sesuai dengan

yang diharapkan.

Grafik 4 Target dan capaian persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019

13,3

16,2

24,222,7

21,219,7

18,2

0

5

10

15

20

25

30

2015 2016 2017 2018 2019

Capaian

Target

Sumber data: Pemantauan status gizi tahun 2015 dan tahun 2016

Dikarenakan indikator ini adalah indikator output maka data diperoleh melalui

survei yang dilakukan setiap tahun, dengan definisi operasional proporsi ibu hamil yang

diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA dengan hasil ukur

kurang dari 23,5 cm terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya pada periode

tertentu dikali 100%. Hasil survey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, seperti

yang terlihat pada grafik batang diatas terlihat bahwa persentase ibu hamil kurang energi

kronik pada tahun 2016 (16,2%) masih dibawah target yang ditentukan (grafik garis =

22,7%), Hasil ini menjadi gambaran status gizi ibu hamil yang sesuai dengan harapan.

Akan tetapi bila dibandingkan hasil Pemantauan Status Gizi antara tahun 2016 dan tahun

2015 terlihat adanya peningkatan persentase ibu hamil kurang energi kronik. Sedangkan

pada target yang diharapkan adalah seharusnya terjadi penurunan capaian.

Bila dibandingkan dengan target jangka menengah sebesar 21,2% (2017) ibu

hamil KEK, perlu ada strategi baru dalam menurunkan angka ibu hamil KEK.

Page 26: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

17 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, kurangnya asupan makanan

menjadi faktor utama yang berisiko terjadinya kekurangan energi kronik pada ibu hamil.

Hasil Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) yang dilakukan bersamaan dengan

pengumpulan data PSG tahun 2016 menunjukkan, baru sebanyak 26,3% ibu hamil yang

memenuhi kecukupan energi dan 29,3% ibu hamil yang memenuhi kecukupan protein

dalam konsumsinya sehari-hari. Dengan kondisi kecukupan energi dan protein di atas,

maka hal ini berkontribusi cukup besar terhadap terjadinya kejadian ibu hamil KEK di

Indonesia.

Analisa Keberhasilan

Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase

ibu hamil KEK dapat didukung melalui:

1) Pemberian makakan tambahan pada ibu hamil kurang energi kronis

Pada tahun 2016 secara rata-rata nasional cakupan ibu hamil KEK yang mendapat

makanan tambahan sudah melebihi target yang ditetapkan yaitu 79.1%, dari target

50%. Penentuan target 50% ini didasarkan kepada besaran anggaran APBN tahun

2016 yang baru mampu mengakomodir sebanyak 50% dari total jumlah ibu hamil KEK

yang ada di Indonesia (berdasarkan hasil Riskesdas 2013).

Grafik 5 Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan Tahun 2016

Perbandingan realisasi kinerja kegiatan ibu hamil KEK yang mendapat makanan

tambahan tahun 2016 dengan target jangka menengah dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Realisasi

Target

79,1%

50,0%

Page 27: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

18 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 6 Perbandingan Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan tahun

2016 Dengan Target Jangka Menengah

13%

50%

65%

80%

95%

36%

79,10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2015 2016 2017 2018 2019

Target

Realisasi

2) Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil

Secara rata-rata nasional, cakupan ibu hamil yang mendapat TTD minimal 90 tablet

selama masa kehamilannya belum mencapai target, yaitu sebesar 80.4% dari target

85%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Grafik 7 Persentase Ibu Hamil Mendapat TTD Tahun 2016

78%

79%

80%

81%

82%

83%

84%

85%

Target Realisasi

85,0%

80,4%

Perbandingan realisasi kinerja kegiatan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah

tahun 2016 dengan target jangka menengah dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 28: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

19 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 8 Perbandingan Cakupan Ibu Hamil yang Mendapat TTD Tahun 2016 dengan Target

Jangka Menengah

82%85%

90%95%

98%83,20%

80,40%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

2015 2016 2017 2018 2019

Target Realisasi

3) Kegiatan kelas ibu hamil

Melalui kelas ibu hamil diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan

sikap dan perilaku ibu dalam hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang

gizi dan konseling dapat diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko.

4) Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih

untuk ibu selama masa kehamilannya. Kegiatan ini merupakan cara penting untuk

memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil sebagai pendeteksian dini risiko

untuk mencegah adanya komplikasi dan tanda bahaya pada kehamilan, termasuk

didalamnya penemuan ibu hamil dengan risiko KEK.

Analisa Kegagalan

Meskipun secara nasional persentase ibu hamil KEK di bawah angka target

maksimal, tetapi jika dibandingkan dengan persentase tahun 2015, persentase di tahun

2016 mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan adanya trend status kesehatan ibu hamil.

Akan tetapi secara metodologi survei, fenomena yang terjadi tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Metodologi pengambilan sampel.

Terdapat perbedaan dalam pengambilan sampel.

Pada survei PSG tahun 2015, sampel ibu hamil hanya yang ditemukan di rumah

tangga sampel yang mempunyai balita, dengan total sebesar kurang lebih 5.000 ibu

hamil.

Pada survei PSG tahun 2016, sampel ibu hamil merupakan sampel yang wajib dicari

di setiap klaster, tidak hanya yang ada di rumah tangga sampel yang mempunyai

balita tetapi yang berada di luar rumah tanggal sampel. Total sampel yang didapat

kurang lebih 53.000 ibu hamil.

b. Dengan jumlah dan metode pengambilan sampel yang berbeda maka standard error

(SE) yang dihasilkanpun akan berbeda. Hasil PSG tahun 2015 mempunyai SE yang

lebih tinggi dibandingkan tahun 2016, artinya hasil tahun 2016 lebih valid

dibandingkan dengan tahun 2015.

Page 29: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

20 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

c. Kesimpulan: persentase ibu hamil KEK tahun 2015 tidak dapat dibandingkan dengan

persentase ibu hamil KEK tahun 2016.

Alternatif solusi

Dalam mengatasi hambatan pencapaian kinerja, maka Ditjen Kesehatan Masyarakat pada tahun 2016 melakukan: a. Masalah Survei yaitu dengan:

1) Penyempurnaan metoda survei PSG, dari semula di tahun 2015, ibu hamil yang dikumpulkan datanya hanya ibu hamil yang ada/ditemukan di rumah tangga sampel (yang mempunyai balita), menjadi seluruh ibu hamil yang ada di wilayah klaster penelitian di tahun 2016.

2) Penyediaan makanan tambahan untuk ibu hamil kurang energy kronik dari semula 13% (tahun 2015) menjadi 50% di tahun 2016. Penyediaan makanan tambahan ini untuk membantu memperbaiki asupan gizi bagi ibu hamil.

3) Penyusunan buku Pedoman Gizi Seimbang untuk kelompok khusus, yang didalamnya termasuk ibu hamil.

4) Uji coba aplikasi untuk monitoring suplementasi gizi, untuk memantau dan memastikan distribusi PMT bumil kurang energy kronik sudah sampai ke puskesmas di 14 provinsi, yang meliputi 28 kabupaten dan 56 puskemas.

b. Konseling ibu tentang gizi seimbang yang terintegrasi di kelas ibu. c. Penyediaan PMT dan tablet tambah darah bumil sesuai jumlah sasaran. d. Meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu melalui

pemberian tablet tambah darah dan pendidikan tentang gizi seimbang.

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)

Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang dikenal dengan sebutan dengan

KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk

mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6 - 48 jam setelah lahir. Dalam

kunjungan pertama neonatal dilakukan kegiatan untuk mendeteksi sedini mungkin

permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir, konseling perawatan bayi baru

lahir, penyuluhan ASI eksklusif, pemberian Vitamin K1 injeksi (bila belum diberikan) dan

Hepatitis B 0 (nol) injeksi (bila belum diberikan).

Sepanjang renstra 2010 – 2014, indikator KN 1 selalu mencapai target. Dan di akhir

2014 indikator ini telah mencapai cakupan sebesar 97 %. Target Indikator KN 1 diawal

Renstra 2015 -2019 adalah sebesar 75 % (2015). Definisi operasional KN1 pada Renstra

2014-2015 dengan Renstra 2015-2019 adalah hal yang berbeda, yang semula berfokus

pada akses (Renstra 2014-2015) dan pada Renstra 2015-2019 difokuskan pada kualitas

pelaksanaan KN 1. Dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan hal yang ingin dicapai

melalui kegiatan KN 1.

Page 30: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

21 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 9 Cakupan KN1 Tahun 2010-2016

84

90,5 92,3 92,3 9781

78,184 86 88 89 90

75

78

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Cakupan Target

Sumber : Data evaluasi direktorat kesehatan keluarga

Target indikator kunjungan neonatal pertama (KN 1) tahun 2016 adalah 78%, hasil

cakupan diakhir tahun 2016 sebesar 78.1% yang berarti sebanyak 3.800.136 Bayi Baru

lahir, telah dilakukan kunjungan neonatal pertama.

Grafik 10 Cakupan KN1 dan target Renstra Tahun 2015-2019

81 78,1

75 78

81

85

90

2015 2016 2017 2018 2019

Cakupan Target Column1

Tren cakupan KN1 sejak tahun 2010 cenderung meningkat, namun bila melihat

cakupan pada grafik diatas mengesankan terjadi penurunan pada tahun 2016. Kesan

penurunan ini disebabkan karena data yang belum masuk secara keseluruhan,

sebagaimana yang terjadi pada cakupan persalinan di fasilitas kesehatan.

Bila disandingkan dengan target di akhir tahun 2019 sebesar 90 % maka terdapat

gap sebesar 12% yang harus dicapai. Dan bila dilihat pada midterm Renstra 2015-2019

(target 2017 sebesar 81%) maka terdapat gap sebesar 3 %.

Akses Kualitas

Page 31: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

22 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Hasil capaian nasional bila di breakdown per provinsi maka masih terdapat disparitas

cakupan KN1. Disparitas terbesar (3 Provinsi dengan cakupan KN1 terkecil) antara lain

Maluku, maluku utara dan Kalimantan selatan. Terdapat 15 Provinsi yang telah mencapai

target nasional sebesar 78%, dan 19 provinsi masih belum mencapai target nasional.

Grafik 11 Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di 34 Provinsi Tahun 2016

10

4,3

99

,99

7,3

95

,59

2,9

90

,68

9,9

87

,48

6,6

83

,38

2,6

82

,57

9,8

79

,27

8,7

78

,17

4,7

74

,27

4,1

73

,77

1,4

69

,16

8,4

65

,16

1,5

60

,25

6,6

47

,44

4,8

41

,63

4,9

34

,12

6,7

19

,21

0,7

Cakupan target

Dari 19 provinsi yang belum mencapai target, terdapat 8 Provinsi yang perlu

mendapat perhatian di tahun 2017 yaitu Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Riau, Papua,

Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Selatan karena didalam mencapai target

nasional memiliki capaian kinerja dibawah 60%. Terkait Provinsi Sumatera Barat

terkendala didalam pengiriman laporan, adapun didalam pelaksanaannya diperkirakan

lebih tinggi cakupannya dibandingkan dengan data yang telah dikirimkan.

Analisa Keberhasilan

Kunjungan neonatal pertama didaerah terutama dilakukan oleh bidan. Kementerian

kesehatan RI (Pusat) di era desentralisasi membagi wewenangnya dengan daerah.

Kerjasama pusat dan daerah memiliki peran yang sangat besar didalam menjamin setiap

bayi yang baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor

Pendukung terlaksananya kegiatan yang menunjang capaian KN1 adalah dengan adanya

pedoman Neonatal Esensial yang menjadi dasar/ standar pelayanan kesehatan bayi baru

lahir yang didalamnya termsuk adalah kunjungan neonatal.

Indikator KN 1 saat ini menjadi target RPJMN, oleh sebab itu maka perencanaan dan

anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat

Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam

penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat diperoleh

melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan terhadap organisasi profesi, dan

pelibatan organisasi profesi terkait didalam kegiatan.

Terdapatnya pedoman di instansi pelayanan kesehatan. Di awal distribusi ini

dilakukan di pusat untuk kemudian di advokasi ke daerah untuk menyelenggarakan

secara mandiri. Dengan telah semakin tersebar dan terdistribusinya buku saku pelayanan

neonatal esensial maka cakupan dapat tercapai (menjadi faktor pendukung tercapainya

Page 32: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

23 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

indikator KN1). Buku ini menjadi pedoman sekaligus suatu bentuk perlindungan terhadap

nakes didalam melaksanakan Kunjungan Neonatal Pertama.

Upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan KN 1 di integrasikan dan

menjadi satu kesatuan dengan kegiatan upaya mendorong persalinan di fasilitas

kesehatan. Melalui persalinan di fasilitas kesehatan maka diharapkan bayi yang dilahirkan

juga akan mendapatkan pelayanan sesuai standar.

Selain kegiatan yang telah diintegrasikan beberapa kegiatan terkait kunjungan

neonatal ini antara lain:

1) Sosialisasi kepada masyarakat saat event nasional sebagai contoh adalah saat

Perayaan Hari Anak Nasional Tahun 2016

2) Evaluasi pelaksanaan kunjungan neonatal dalam kaitannya dengan penurunan AKB.

3) Untuk menambah jumlah SDM kesehatan yang memahami kunjungan neonatal maka

dilaksanakan juga orientasi tim pengkaji AMP, Orientasi Skrining Bayi Baru Lahir, dan

Orientasi Tenaga Kesehatan dalam Surveilans Kelainan Bawaan Berbasis RS di

Jakarta.

Analisa Kegagalan

Untuk mencapai keberhasilan indikator Cakupan KN 1, membutuhkan dukungan dari

berbagai sektor antara lain, pendidikan (Riskesdas 2013: Semakin rendah Pendidikan

maka kecendrungan KN1 juga rendah, kemiskinan (Riskesdas 2013: Kemiskinan

berbanding lurus dengan pencapaian Cakupan KN1), geografis (terkait akses), budaya.

Dukungan tersebut untuk saat ini masih belum optimal.

Secara nasional, hambatan ini dapat terjadi di semua kab/kota atau puskesmas.

Faktor Penghambat Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama antara lain:

1) Belum semua daerah dan lintas sektor/lintas program terkait memberikan dukungan

secara optimal.

2) Masalah jumlah distribusi dan kualitas SDM kesehatan yang masih juga belum

merata, sehingga belum semua nakes dapat memberi pelayanan Kunjungan

Neonatal sesuai standar.

3) Kurangnya kepatuhan petugas dalam menjalankan pelayanan sesuai pedoman.

4) Masih ada persalinan meski ditolong oleh nakes tetapi tetap dilakukan di rumah

(bukan di faskes).

5) Masalah koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor yang belum

harmonis.

6) Masyarakat belum sepenuhnya menggunakan buku KIA sebagai panduan untuk

kesehatan bayinya.

7) Sistem pencatatan dan pelaporan yang belum sesuai seperti yang diharapkan

misalnya penolong persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat

dengan benar pelayanan yang telah diberikan dan juga belum dipakainya form

Manajemen Terpadu Bayi Muda pada kunjungan neonatal merupakan kendala dalam

pencapaian KN.

Alternatif solusi

Alternatif solusi yang dilakukan dalam mengatasi hambatan antara lain:

1. Melakukan sosialisasi indikator dan definisi operasional dari tingkat pusat ke

provinsi.

2. Perluasan sosialisasi indiaktor dan definisi operasional ke kabupaten/kota dan

puskesmas menggunakan dana dekonsentrasi.

Page 33: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

24 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

3. Mengawal kebijakan sistem informasi kesehatan dan komunikasi data (komdat)

kemenkes sebagai mekanisme 1 pintu di tingkat pusat terkait pelaporan agar

memasukkan indikator baru.

4. Refresing petugas kesehatan terhadap pedoman KIA.

5. Memasukkan indikator kunjungan neonatal 1 (KN1) dalam form pelaporan SIP.

6. Menguatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat agar ibu hamil memanfaatkan

buku KIA.

d. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

Pembangunan sektor kesehatan harus sinergis dan ditunjang oleh pembangunan

sektor lainnya. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan

hasil kerja sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh langkah-langkah

kebijakan pembangunan sektor lainnya.

Dukungan kebijakan berwawasan kesehatan yang dikeluarkan oleh lintas sektor

sangat mempengaruhi terwujudnya kondisi lingkungan yang ideal dalam mendukung

peningkatkan perilaku hidup sehat masyarakat. Oleh sebab itu, pengarusutamaan

permasalahan kesehatan dalam agenda pengambil kebijakan (policy makers) di

semua sektor di setiap jenjang merupakan salah satu poin krusial yang harus

dilakukan. Menyadari hal tersebut, Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat berupaya mendorong lintas sektor untuk mengeluarkan kebijakan

berwawasan kesehatan (Health in All Policy).

Jumlah Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan adalah jumlah kebijakan yang

dibuat sektoral (K/L) berupa Peraturan Presiden/ Peraturan Menteri/ Instruksi

Menteri/ Surat Edaran Menteri/ Surat Keputusan Bersama Menteri, yang mendukung

kesehatan khususnya dalam upaya peningkatan perilaku sehat dan kemandirian

masyarakat untuk hidup sehat. Indikator Jumlah Kebijakan Publik Berwawasan

Kesehatan Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2019 bersifat konstan, dengan target

capaiannya sebanyak 3 Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan setiap tahunnya.

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja

Capaian jumlah kebijakan publik berwawasan kesehatan yang dikeluarkan oleh lintas

sektor pada tahun 2016 adalah 3 (tiga) kebijakan. Hasil ini menunjukkan bahwa

target Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan tahun 2016 telah tercapai 100%.

Page 34: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

25 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Tabel 3 Perbandingan Target Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN

TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan 3 3 3 3 3

Adapun kebijakan publik berwawasan kesehatan yang diterbitkan oleh lintas sektor

tahun ini adalah :

1. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

No. 22 Tahun 2016 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa.

Dana desa merupakan suatu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk

menciptakan kemandirian desa dalam partisipasi pembangunan nasional. Salah

satu upaya dalam pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan untuk

tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

penduduk adat dapat mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan

kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Prioritas Pemanfaatan Dana

Desa digunakan untuk Bidang Pembangunan Desa dan Bidang Pemberdayaan

Masyarakat.

Bidang Pembangunan Desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan

kemiskinan dengan prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan untuk

pelaksanaan program dan kegiatan Pembangunan Desa. Bidang Pemberdayaan

Masyarakat digunakan untuk membiayai program dan kegiatan bidang

Pemberdayaan Masyarakat Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas

dan kapabilitas masyarakat Desa dengan mendayagunakan potensi dan

sumberdayanya sendiri sehingga Desa dapat menghidupi dirinya secara mandiri.

Prioritas pemanfaatan Dana Desa untuk Kesehatan sebagai berikut:

a. Bidang Pembangunan Desa adalah Pengadaan, pembangunan,

pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar

untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat.

b. Bidang Pemberdayaan Masyarakat adalah dukungan pengelolaan kegiatan

pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan

perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan

anggota masyarakat Desa penyandang disabilitas.

2. Peraturan Menteri Keuangan No. 28 Tahun 2016 Tentang Penggunaan dan

Montoring Evaluasi Dana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

DBHCHT yang dibagikan ke daerah penghasil bersifat earmarking, dimana

penggunaan DBHCHT sudah diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu dalam

rangka pengendalian, pengawasan dan mitigasi dampak negatif yang ditimbulkan

dari produk hasil tembakau serta optimalisasi penerima CHT. DBHCHT adalah

Page 35: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

26 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

bagian dari Anggaran Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi

penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau. Penggunaan DBHCHT

sebagai berikut:

Paling sedikit 50% untuk mendanai program/kegiatan peningkatan kualitas

bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi

ketentuan di bidang cukai dan/atau pemberantasan barang kena cukai

illegal.

Paling banyak 50% untuk mendanai program/kegiatan sesuai dengan

kebutuhan dan prioritas daerah.

Penggunaan DBH CHT untuk bidang kesehatan sebagai berikut pembinaan

lingkungan sosial adalah penyediaan/pemeliharaan sarana pelayanan

kesehatan bagi masyarakat yang terkena penyakit akibat dampak konsumsi

rokok dan penyakit lainnya antara lain :

- bagunan/gedung/ruang

- alat kesehatan

- obat-obatan, bahan habis pakai, bahan kimia dan reagen

- sarana transportasi rujukan.

- mobile unit untuk pelayanan kuratif dan rehabilitatif penderita penyakit

akibat dampak konsumsi rokok dan penyakit lainnya.

3. Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi No. 700 tahun 2016 Dukungan Dalam rangka Pekan Imunisasi

Nasional (PIN) Polio.

Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang terbukti sangat effektif untuk

pencegahan kematian dan kecatatan yang disebabkan penyakit. Berdasarkan

laporan dari provinsi, cakupan imunisasi telah melebihi 90% namun tidak merata

di seluruh provinsi. Sampai dengan tahun 1997, virus polio liar asli Indonesia

sudah tidak ditemuan lagi, tetapi tahun 2005 ditemukan kembali kasus polio

importasi. Berdasarkan hasil desk review Kementerian Kesehatan bersama WHO,

UNICEF dan melibatkan pakar dan akademisi serta organisasi profesi, maka

direkomendasikan untuk melakukan PIN Polio pada anak usia 0-59 bulan untuk

memberikan perlindungan yang optimal bagi seluruh anak terhadap virus polio.

Untuk mensukseskan pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio,

diperlukan dukungan sektoral salah satunya dukungan dari Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yaitu dengan mengeluarkan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Desa No. 700 tahun 2016 Dukungan Dalam rangka Pekan Imunisasi Nasional

(PIN) Polio. Isi dari Surat Edaran ini adalah:

Seluruh Kepala BPMPD Provinsi untuk meneruskan Surat Edaran hingga

tingkat Desa.

Seluruh Kepala Desa beserta perangkat desa dan masyarakat desa untuk

mendukung secara aktif PIN Polio serta agar dilakukan Imunisasi Polio

pada putra dan putri usia 0 – 59 bulan diseluruh POS PIN yang terdekat.

Memberikan dukungan secara aktif pada panitia dan atau petugas

pelaksana di masing-masing desa sesuai kebutuhan bagi suksesnya

pelaksanaan PIN

Penggunaan Dana Desa untuk mensukseskan pelaksanaan PIN Polio

tahun 2016.

Page 36: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

27 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Tahun 2015

Pencapain Jumlah Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan pada 2016 mencapai 3

buah kebijakan (capaian 100%), sedangkan pada Tahun 2015 jumlah kebijakan 4

Kebijakan (133%). Grafik 12 Grafik Realisasi Kinerja Tahun 2015-2016

3 3 3 3

4

3

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

2015 2016 2017 2018 2019

Target Capaian

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Target Jangka Menengah

Berdasarkan hasil capaian tahun 2015 dan tahun 2016, pada tahun 2017 Direktorat

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat optimis target jumlah

kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS yaitu sejumlah 3 kebijakan publik

100% dapat kembali tercapai.

Analisis keberhasilan pencapaian indikator Kebijakan Publik Berwawasan

Kesehatan.

Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu

antara lain ;

Dukungan lintas program kesehatan dalam upaya-upaya advokasi yang

dilakukan kepada lintas sektor sasaran dan identifikasi isu kebijakan

berwawasan yang diperlukan

Pelibatan pihak luar seperti, LSM, organisasi kemasyarakatan, Akademisi

dalam untuk mendorong lintas sektor agar lebih responsif terhadap isu-isu

kesehatan dalam menentukan kebijakan.

Analisis hambatan pencapaian indikator Kebijakan Publik Berwawasan

Kesehatan

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu

antara lain :

Perubahan struktur organisasi Kementerian Kesehatan sesuai Perpres No. 35

Tahun 2015 berakibat pada penyusaian dan harmonisasi tata kerja organisasi

dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya yang baru.

Efisiensi Anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun

2016 pada tanggal 12 Mei 2016, tentang Langkah-langkah Penghematan dan

Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Rangka

Page 37: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

28 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Hal

tersebut berakibat kepada ruang lingkup sasaran kegiatan advokasi untuk

mendorong lintas sektor mengeluarkan kebijakan yang mendukung

pembangunan kesehatan berkurang.

Alternatif Solusi yang Dilakukan

Meningkatkan upaya koordinasi dengan Lintas Program Kementerian

Kesehatan terkait isu-isu kesehatan yang berkaitan dengan sektor lainnya di

luar kesehatan.

Meningkatkan upaya sosialisasi dan advokasi untuk mendorong kesadaran

Lintas Sektor terkait permasalahan kesehatan yang tidak hanya menjadi

tangggung jawab Kementerian Kesehatan saja tetapi juga terkait sektor lain

non kesehatan

Penerapan managemen pelaksanaan kegiatan-kegiatan advokasi yang tepat

waktu dan tepat sasaran.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai target tahun 2016

Pertemuan Tim Advokasi Pusat dengan Lintas Sektor /Lintas Program.

Penggalangan Komitmen dalam Penggunaan Pajak/Cukai Rokok dalam

Bidang Kesehatan.

Penggalangan Komitmen dalam Determinan Sosial Kesehatan.

Pelaksanaan Penggalangan Komitmen dengan Pemerintah Daerah dalam

mendukung KIA.

Pelaksanaan Advokasi Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan di daerah.

Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

Analisis efisiensi terhadap capaian indikator Kebijakan Publik Berwawasan

Kesehatan terlihat dari pencapaian indikator Kebijakan Publik Berwawasan

Kesehatan sesuai dengan target walaupun terjadi efisiensi anggaran semula

anggaran sebesar Rp. 7.084.388.000,- menjadi Rp. 1.263.233.000,-. Pengurangan

anggaran yang cukup signifikan secara target tidak mengurangi, karena isu advokasi

kesehatan yang akan disasar telah ditetapkan sebelumnya, yaitu kearah

Pemanfaatan Dana Desa, Pemanfaatan DBHCHT dan mendorong dukungan

terhadap keberhasilan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio.

Penyerapan anggaran sebesar 99,76% dari alokasi anggaran sebesar Rp

1.260.320.924,- dari total anggaran sebesar 1.263.233.000,- dengan capaian

indikator Jumlah Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan sebanyak 3 kebijakan

(dari target 3 kebijakan)

e. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan

Pembangunan kesehatan di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh Kementerian

Kesehatan berikut jajarannya, namun memerlukan dukungan dari lintas sektor

lainnya terutama sektor swasta. Pada sector swasta dilakukan oleh pelaku dunia

usaha di mana memiliki program atau kegiatan yang disebut CSR (Corporate Social

Responsibility).

Page 38: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

29 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

CSR merupakan tanggung jawab social dari pelaku dunia usaha terhadap seluruh

pemangku kepentingannya dan lingkungan sekitar di mana perusahaan itu berada.

Bentuk dari CSR dilakukan melalui suatu kegiatan yang dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan beasiswa

untuk anak tidak mampu di lingkungan tersebut, pemeliharaan fasilitas umum mau

pun fasilitas masyarakat lainnya.

Kegiatan CSR akan mempengaruhi keberlanjutan dunia usaha yang dilakukan,

karena:

1. Menurunnya gangguan social yang sering terjadi akibat pencemaran lingkungan.

2. Terjaminnya pasokan bahan baku secara berkelanjutan untuk jangka panjang.

3. Tambahan keuntungan dari unit bisnis baru, yang semula merupakan kegiatan

CSR yang dirancang oleh korporat.

Adapun 5 pilar yang mencakup kegiatan CSR, yaitu:

1. Pengembangan kapasitas SDM di lingkungan internal perusahaan maupun

lingkungan masyarakat sekitarnya.

2. Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan

3. Pemeliharaan hubungan relasionalantara korporasi dan lingkungan sosialnya

4. Perbaikan tata kelola perusahaan yang baik

5. Pengelolaan lingkungan, baik lingkungan fisik, social, dan budaya.

Direktorat Promkes melakukan advokasi kepada dunia usaha untuk mendorong

pemanfaatan CSR bagi program kesehatan yang diwujudkan dalam bentuk MoU

mau pun perjanjian kerjasama (PKS) antara pemerintah dengan pelaku dunia usaha

tersebut.

Di tahun 2016 terdapat 81 dunia usaha/swasta (pusat dan daerah) yang

memanfaatkan CSR nya untuk program kesehatan. Di tingkat pusat ada 7 dunia

usaha yang memanfaatkan CSR nya, antara lain:

1. Peningkatan kesehatan ibu, anak usia sekolah, remaja, dan masyarakat melalui

program promotif dan preventif yang dilakukan oleh PT. Pertamina Bina Medika.

2. Promosi kesehatan, peningkatan pengetahuan dan kesadran masyarakat dalm

pencegahan penyakit ginjal dan pengendalian faktor resiko oleh PT. Fresenius

Medical Care Indonesia.

3. Peningkatan Kesadaran anak usia sekolah dan masyarakat tentang PHBS oleh

PT. Mega Sari Makmur.

4. Peningkatan upaya promotif dan preventif untuk mendukung SDGS bidang

kesehatan oleh PT. BTPN.

5. Peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat untuk hidup

sehat melalui upaya promotif oleh PT. Tempo Inti Media.

6. Upaya pencegahan dan pengendalian kasus PTM oleh PT. Boehringer Ingelheim

Indonesia.

7. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang diabetes oleh PT. Sang Hyang

Perkasa.

Di tingkat daerah ada 74 dunia usaha yang melakukan CSR nya, misalnya

penyampaian pesan kesehatan di kantong belanja oleh Chandra Superstore dan

Chandramart di Lampung; pemanfaatan TOGA oleh Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan TOGA di kota Metro Lampung; penyelenggaraan kegiatan

Page 39: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

30 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

peningkatan program kesehatan gizi balita di DKI Jakarta oleh Yayasan Amway

Peduli; peningkatan kesehatan dan kesejahteraan oleh PT. Persada Unilever di

Yogyakarta; penyebaran informasi kesehatan pada pengunjung mall, poster,

standing banner oleh PT. Sriwijaya Propindo (pengelola Lombok Epicentrum Mall).

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja

Capaian jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan

pada tahun 2016 adalah 7 (tujuh) dunia usaha. Hasil ini menunjukkan bahwa target

jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan tahun 2016

adalah 88%.

Tabel 4 Perbandingan Target Jumlah Dunia Usaha Yang memanfaatkan CSR Untuk

Program Kesehatan

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN

TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

4 8 12 16 20

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Tahun 2015

Pencapain jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan

pada tahun 2016 adalah 7 dunia usaha (capaian 88%), sedangkan pada Tahun 2015

jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan adalah

….(%).

Page 40: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

31 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 13 Grafik Realisasi Kinerja Tahun 2015-2016

Target0

5

10

15

20

2015 2016 2017 2018 2019

4

8

12

16

20

7Target

Capaian

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Target Jangka Menengah

Berdasarkan hasil capaian tahun 2015 dan tahun 2016, pada tahun 2017 Direktorat

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat optimis target jumlah dunia

usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan yaitu sejumlah 12 dunia

usaha dapat tercapai.

Analisis keberhasilan pencapaian indikator jumlah dunia usaha yang

memanfaatkan CSR untuk program kesehatan

Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapaian kinerja yaitu

antara lain ;

Dukungan lintas program kesehatan dalam upaya-upaya advokasi yang

dilakukan kepada lintas sektor sasaran.

Semakin tingginya kesadaran dunia usaha dalam memanfaatkan CSR untuk

program kesehatan.

Analisis hambatan pencapaian indicator jumlah dunia usaha yang

memanfaatkan CSR untuk program kesehatan

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu

antara lain :

Perubahan struktur organisasi Kementerian Kesehatan sesuai Perpres No. 35

Tahun 2015 berakibat pada penyusaian dan harmonisasi tata kerja organisasi

dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya yang baru.

Page 41: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

32 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Efisiensi Anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun

2016 pada tanggal 12 Mei 2016, tentang Langkah-langkah Penghematan dan

Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Rangka

Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Hal

tersebut berakibat kepada ruang lingkup sasaran kegiatan advokasi untuk

mendorong lintas sektor dalam mendukung pencapaian indicator ini

berkurang.

Alternatif Solusi yang Dilakukan

Meningkatkan upaya koordinasi dengan Lintas Program Kementerian

Kesehatan terkait isu-isu kesehatan yang berkaitan dengan sektor lainnya di

luar kesehatan.

Meningkatkan upaya sosialisasi dan advokasi untuk mendorong kesadaran

Lintas Sektor terkait permasalahan kesehatan yang tidak hanya menjadi

tangggung jawab Kementerian Kesehatan saja tetapi juga terkait sektor lain

non kesehatan

Penerapan managemen pelaksanaan kegiatan-kegiatan advokasi yang tepat

waktu dan tepat sasaran.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai target tahun 2016

Pertemuan Tim Advokasi Pusat dengan Lintas Sektor /Lintas Program.

Penggalangan Komitmen dari dunia usaha dalam pelaksanaan CSR.

Pelaksanaan Advokasi pemanfaatan CSR di daerah.

Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

Analisis efisiensi terhadap capaian indikator terlihat dari pencapaian indikator jumlah

dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan belum mencapai

target. Walaupun terjadi efisiensi anggaran semula anggaran sebesar Rp.

7.084.388.000,- menjadi Rp. 1.263.233.000,-, pengurangan anggaran yang cukup

signifikan ini secara target tidak mengurangi.

Penyerapan anggaran sebesar 99,76% dari alokasi anggaran sebesar Rp

1.260.320.924,- dari total anggaran sebesar 1.263.233.000,- dengan capaian

indikator sebanyak 7 dunia usaha (dari target 8 dunia usaha).

f. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

Kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya

masih rendah. Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013 Persentase rumah tangga di

Indonesia yang mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baru mencapai 55%.

Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS sangat erat kaitannya dengan

paradigma masyarakat Indonesia di mana masalah kesehatan masih dipandang dari

sudut pandang sakit dan kuratif. Paradigma Sehat yang tidak tepat ini juga masih

berkembang pada sebagaian penyelenggara pemerintahan dan stake holder

pembangunan di daerah. Hal ini dapat terlihat dalam aspek kebijakan publik dan

anggaran yang masih mengesampingkan aspek pembangunan kesehatan. Dalam rangka

mendukung pelaksanaan perilaku hidup sehat, diperlukan dukungan dari sektor

Page 42: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

33 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

pemerintah daerah salah satunya dari sisi regulasi. Diharapkan regulasi yang dikeluarkan

menjadi dasar untuk mendorong pembangunan kesehatan khususnya di daerah tersebut.

Persentase Kab/kota yang memiliki kebijakan PHBS adalah Persentase kabupaten dan

kota yang membuat kebijakan yang mendukung PHBS minimal 1 kebijakan dalam bentuk

Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi Bupati/Walikota, Surat Keputusan

Bupati/Walikota, Surat Edaran/Himbauan Bupati/Walikota pada tahun tersebut. Target

dan capaian indikator ini bersifat kumulatif dan merupakan kebijakan baru yang

dikeluarkan oleh kab./kota yang belum mengeluarkan kebijakan PHBS.

Tabel 5 Perbandingan Target Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan

PHBS

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN

TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

Presentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS 40% 50% 60% 70% 80%

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja

Pada tahun 2016, capaian persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

sebanyak 53.3% (Laporan dari Provinsi Berdasarkan Surat Permintaan Data B12 Dari

Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat) Tanggal 14 Desember

2016 No. PR.03.01/5/7875/2016) atau sebanyak 274 kabupaten/kota (Permendagri No.56

Tahun 2015 Tentang Kode dan Data Wilayah). Persentase ini mencapai 130% dari target

yang ditetapkan yaitu 50%. Hasil ini menunjukkan bahwa target Kabupaten/Kota yang

memiliki kebijakan PHBS tahun 2016 telah tercapai.

Page 43: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

34 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 14 Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan

PHBS

Berdasarkan grafik di atas, provinsi yang mempunyai kabupaten/kota yang memiliki

kebijakan PHBS pada tahun 2016 terbanyak adalah Jawa Tengah (34 Kabupaten/Kota),

disusul Sulawesi Selatan (19 kabupaten/kota), dan kemudian Jawa Timur (18

kabupaten/kota).

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Tahun 2015

Capain persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS pada Tahun 2016

mencapai 53,3% . Bila dibandingkan dengan hasil capaian dengan tahun 2015 sebesar

44%, trend positif capaian yang melebihi target dapat dipertahankan.

Page 44: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

35 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 15 Perbandingan Realisasi Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS Tahun 2015-2016

0%

20%

40%

60%

80%

2015 2016 2017 2018 2019

40%50%

60%70%

80%

44%

52.5%

Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS

Target Capaian

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Target Jangka Menengah

Melihat hasil capaian tahun 2015 dan tahun 2016, pada tahun 2017 Direktorat Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat optimis trend positif pencapaian target

persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS dapat terealisasi sebesar

60%.

Analisis keberhasilan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang

Memiliki Kebijkan PHBS.

Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara

lain :

Paradigma pembangunan kesehatan nasional yang mengedepankan upaya promotif

preventif Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah terkait

pengelolaan advokasi.

Analisis hambatan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijkan PHBS

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara

lain :

Belum semua Sumber Daya Tenaga Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat telah mengikuti peningkatan kapasitas terkait Pengelolaan Advokasi.

Efisiensi Anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016

pada tanggal 12 Mei 2016, tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan

Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Hal tersebut berakibat kepada efisiensi

kegiatan penggalangan komitmen di beberapa provinsi serta berkurangnya kegiatan

pembinaan teknis dari petugas dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan

kabupaten.

Page 45: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

36 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Alternatif solusi

Penguatan dukungan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah.

Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah.

Pelaksanaan advokasi terhadap pemerintah daerah.

Upaya yang dilakukan dalam mencapai indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Mengeluarkan Kebijakan PHBS adalah:

Pemetaan Kebijakan PHBS

Kegiatan pemetaan kebijakan PHBS dilakukan dalam bentuk pertemuan di Provinsi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya peta kebijakan yang mendukung PHBS di

Provinsi dan Kabupaten Kota. Sasaran kegiatan ini adalah LP/LS di Provinsi serta

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan Advokasi Kebijakan PHBS

Kegiatan pelaksanaan advokasi dilakukan dengan melakukan pertemuan di 60%

Kabupaten/Kota sasaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah adanya komitmen dari

pemerintah kabupaten/kota untuk mengeluarkan kebijakan PHBS. Sasaran kegiatan

ini adalah Bupati/Walikota dan Lintas Program Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pembinaan Teknis pada daerah yang telah diadvokasi.

Pembinaan teknis pada daerah yang telah diadvokasi dilakukan oleh petugas promosi

kesehatan provinsi kepada petugas promosi kesehatan kabupaten/kota. Tujuan

kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman teknis petugas promosi kesehatan

kabupaten/kota tentang teknis kebijakan PHBS yang akan dikeluarkan serta teknis

pelaksanaan advokasi. Sasaran kegiatan ini adalah Petugas Promosi Kesehatan

Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Analisis efisiensi terhadap capaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan

Kebijakan PHBS terlihat dari pencapaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan

Kebijakan PHBS sesuai dengan target walaupun terjadi efisiensi tetapi secara capaian

indikator masih tercapai. Hal ini dikarenakan anggaran difokuskan kepada target

kabupaten/kota yang belum mengeluarkan kebijakan PHBS.

Penyerapan anggaran sebesar 98% dari alokasi anggaran sebesar Rp 6.054.887.000,-

dari total anggaran sebesar Rp. 6.178.457.000,- dengan capaian indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sebesar 53,3%

g. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk

mendukung kesehatan

Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh

masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kepentingan kegiatan dan

tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi terca[painya tujuan NKRI yang

berdasarkan Pancasila.

Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945 , meski Ormas juga

dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas

yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Ri 1945. Hal ini tentunya berbeda

dengan kebijakan Ormas di masa silam yang mewajibkan seluruh Ormas berasaskan

Pancasila. Sementara itu untuk sifat kegiatan, Ormas tentunya harus dibedakan dengan

Page 46: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

37 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

organisasi lainnya yang tujuannya memang memperoleh keuntungan, seperti CV, PT, dll.

Dalam melaksanakan kegiatannya Ormas bersifat sukarela, social , mandiri, nirlaba dan

demokratis.

Dalam rangka mendorong Ormas untuk memanfaatkan sumber dayanya bagi kesehatan,

Direktorat Promkes melakukan advokasi, dan koordinasi bersama organisasi

kemasyarakatan, antara lain PBNU, PP Muhammadiyah, Fatayat NU, PP Aisyiah,

KOWANI, PERDHAKI, Yayasan Jaringan Pesantren Nusantara untuk sama-sama

melakukan gerakan hidup sehat dan keluarga sehat. Selain itu di beberapa daerah juga

dilakukan advokasi kepada Ormas misalnya di Propinsi Bengkulu melalui IBI Propinsi

Bengkulu umtuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui usaha promotif dan

preventif. Selanjutnya PERSIT Chandra Kirana di Kabupaten Purworejo melakukan

pelayanan akseptor KB, pelatihan dan seminar dalam rangka Hari Kesehatan Nasional.

Pada tahun 2016 untuk Ormas yang memanfaatkan sumber dayanya untuk kesehatan di

level pusat berjumlah 17 Ormas, antara lain:

1. PBNU

2. PP Muhammadiyah

3. PGI

4. PHDI

5. Fatayat NU

6. Muslimat NU

7. PP Aisyiah

8. PERSIS

9. Pengajian Al Hidayah

10. PELKESI

11. PERDHAKI

12. KOWANI

13. DWP

14. PERWANAS

15. APPI

16. Yayasan Jaringan Pesantren Nusantara

17. DMI

Dari 17 Ormas tersebut telah ditandatangani dalam bentuk MoU dan Perjanjian

Kerjasama (PKS). Sedangkan untuk ruang lingkup kerjasama adalah Gerakan

Masyarakat Hidup Sehat dan Keluarga Sehat.

Tabel 6 Perbandingan Target Jumlah organisasi kemasyarakatan yang

memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN

TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

Jumlah organisasi kemasyarakatan yang

memanfaatkan sumber dayanya untuk

mendukung kesehatan

22,1 23,2 24,4 25,6 26,9

Page 47: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

38 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja

Pada tahun 2016, capaian jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan

sumber dayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 17 Ormas. Hasil ini

menunjukkan bahwa target jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan

sumber dayanya untuk mendukung kesehatan tahun 2016 belum tercapai.

Grafik 16 Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya

untuk mendukung kesehatan

Target

0

5

10

15

20

25

30

2015 2016 2017 2018 2019

22.1 23.2 24.4 25.6 26.9

17

Target

Capaian

organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung

kesehatan

Berdasarkan grafik di atas, Pencapain jumlah pada tahun 2016 adalah 7 dunia usaha

(capaian 88%), sedangkan pada Tahun 2015 jumlah dunia usaha yang memanfaatkan

CSR untuk program kesehatan adalah ….(%).

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Tahun 2015

Capain persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS pada Tahun 2016

mencapai 53,3% . Bila dibandingkan dengan hasil capaian dengan tahun 2015 sebesar

44%, trend positif capaian yang melebihi target dapat dipertahankan.

Page 48: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

39 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 17 Perbandingan Realisasi Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS Tahun 2015-2016

0%

20%

40%

60%

80%

2015 2016 2017 2018 2019

40%50%

60%70%

80%

44%

52.5%

Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS

Target Capaian

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Target Jangka Menengah

Melihat hasil capaian tahun 2015 dan tahun 2016, pada tahun 2017 Direktorat Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat optimis trend positif pencapaian target

persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS dapat terealisasi sebesar

60%.

Analisis keberhasilan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang

Memiliki Kebijkan PHBS.

Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara

lain :

Page 49: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

40 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Paradigma pembangunan kesehatan nasional yang mengedepankan upaya promotif

preventif Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah terkait

pengelolaan advokasi.

Analisis hambatan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijkan PHBS

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara

lain :

Belum semua Sumber Daya Tenaga Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat telah mengikuti peningkatan kapasitas terkait Pengelolaan Advokasi.

Efisiensi Anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016

pada tanggal 12 Mei 2016, tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan

Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Hal tersebut berakibat kepada efisiensi

kegiatan penggalangan komitmen di beberapa provinsi serta berkurangnya kegiatan

pembinaan teknis dari petugas dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan

kabupaten.

Alternatif solusi

Penguatan dukungan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah.

Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah.

Pelaksanaan advokasi terhadap pemerintah daerah.

Upaya yang dilakukan dalam mencapai indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Mengeluarkan Kebijakan PHBS adalah:

Pemetaan Kebijakan PHBS

Kegiatan pemetaan kebijakan PHBS dilakukan dalam bentuk pertemuan di Provinsi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya peta kebijakan yang mendukung PHBS di

Provinsi dan Kabupaten Kota. Sasaran kegiatan ini adalah LP/LS di Provinsi serta

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan Advokasi Kebijakan PHBS

Kegiatan pelaksanaan advokasi dilakukan dengan melakukan pertemuan di 60%

Kabupaten/Kota sasaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah adanya komitmen dari

pemerintah kabupaten/kota untuk mengeluarkan kebijakan PHBS. Sasaran kegiatan

ini adalah Bupati/Walikota dan Lintas Program Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pembinaan Teknis pada daerah yang telah diadvokasi.

Pembinaan teknis pada daerah yang telah diadvokasi dilakukan oleh petugas promosi

kesehatan provinsi kepada petugas promosi kesehatan kabupaten/kota. Tujuan

kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman teknis petugas promosi kesehatan

kabupaten/kota tentang teknis kebijakan PHBS yang akan dikeluarkan serta teknis

pelaksanaan advokasi. Sasaran kegiatan ini adalah Petugas Promosi Kesehatan

Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Analisis efisiensi terhadap capaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan

Kebijakan PHBS terlihat dari pencapaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan

Kebijakan PHBS sesuai dengan target walaupun terjadi efisiensi tetapi secara capaian

Page 50: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

41 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

indikator masih tercapai. Hal ini dikarenakan anggaran difokuskan kepada target

kabupaten/kota yang belum mengeluarkan kebijakan PHBS.

Penyerapan anggaran sebesar 98% dari alokasi anggaran sebesar Rp 6.054.887.000,-

dari total anggaran sebesar Rp. 6.178.457.000,- dengan capaian indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sebesar 53,3%

h. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan

Pada tahun 2016 indikator Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan. Peningkatan kualitas kesling pada kab/kota tercapai dengan kriteria minimal 4 dari 6 kriteria yang meliputi: 1. Memiliki Desa/kel melaksanakan STBM minimal 20%

2. Menyelenggarakan kab/kota sehat

3. Melakukan pengawasan kualitas air minum minimal 30%

4. TPM memenuhi syarat kesehatan minimal 8 %

5. TTU memenuhi syarat kesehatan minimal 30%

6. RS melaksanakan pengelolaan limbah medis minimal 10%

Bahwa kab/kota terhitung menjadi 1 kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan

lingkungan jika memenuhi minimal 4 kriteria dari 6 kriteria seperti di atas. Dasar

penetapan kriteria sebanyak 4 dari 6 antara lain berdasarkan analisa data realisasi

indikator pada tahun 2013. Didapatkan hasil bahwa jika 5 dan 6 kriteria yang ditetapkan

maka hanya bisa 2 kab/kota yang memenuhi kriteria tersebut. Selanjutnya dilakukan

analisis kembali untuk mendapatkan jumlah kab/kota yang lebih besar yang dapat

memenuhi kriteria yang ditetapkan. Jika ditetapkan 2 kriteria maka 130 kab/kota yang

dapat memenuhi kriteria, jika ditetapkan 3 kriteria maka 119 kab/kota yang dapat

memenuhi kriteria, jika ditetapkan 4 kriteria maka jumlah kab/kota yang dapat memenuhi

kriteria tersebut sebesar 76 kab/kota. Oleh karena itu ditetapkanlah minimal 4 dari 6

kriteria sebagai kriteria indikator kab/kota yang memenuhi kualitas kesling.

Grafik 18 Target dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi

Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Page 51: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

42 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Pada Tahun 2016, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 25 % (129 kab/ kota dari 514 kab/ kota). Sedangkan realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 % (172 kab/ kota), sehingga melebihi target indikator dengan capaian kinerja sebesar 133.9 %.

Grafik 19 Realisasi 2016 dan Target Jangka Menengah Indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Capaian Kinerja 133.9 %

Page 52: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

43 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Jika menyandingkan realisasi 2016 dengan terget jangka menengah 2015-2019 maka diketahui bahwa realisasi 2016 sudah melewati target 2016 dan 2017 namun masih di bawah target 2018-2019.

Gambar 2 Peta Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas

Kesehatan Lingkungan (IKU) Per Propinsi Tahun 2016

Grafik 20 Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas

Kesehatan Lingkungan (IKU) Per Propinsi Tahun 2016

Page 53: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

44 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

0 0 0 0

6 79

12 1216

20 20 20 21

29

33

33.538 40

43 43

50 5054 56 57 58

6367 67

75

80 82

89

100100

0

20

40

60

80

100

120

*) dalam persen

Tabel 7 Jumlah Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan

per Provinsi

NO PROVINSI JUMLAH KAB/KOTA

JUMLAH KAB/

KOTA YG MEMENUHI KUALITAS KESLING

%

1 ACEH 23 0 0.00

2 SUMATERA UTARA 33 2 6.06

3 SUMATERA BARAT 19 17 89.47

4 RIAU 12 9 75.00

5 JAMBI 11 9 81.82

6 SUMATERA SELATAN 17 2 11.76

7 BENGKULU 10 5 50.00

8 LAMPUNG 15 1 6.67

9 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

7 4 57.14

10 KEPULAUAN RIAU 7 3 42.86

11 DKI JAKARTA 6 3 50.00

12 JAWA BARAT 27 18 66.67

13 JAWA TENGAH 35 10 28.57

14 DI YOGYAKARTA 5 5 100.00

15 JAWA TIMUR 38 6 15.79

Page 54: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

45 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

NO PROVINSI JUMLAH KAB/KOTA

JUMLAH KAB/

KOTA YG MEMENUHI KUALITAS KESLING

%

16 BANTEN 8 5 62.50

17 BALI 9 5 55.56

18 NUSA TENGGARA BARAT 10 8 80.00

19 NUSA TENGGARA TIMUR 22 2 9.09

20 KALIMANTAN BARAT 14 3 21.43

21 KALIMANTAN TENGAH 14 6 42.86

22 KALIMANTAN SELATAN 13 5 38.46

23 KALIMANTAN TIMUR 10 2 20.00

24 KALIMANTAN UTARA 5 2 40.00

25 SULAWESI UTARA 15 5 33.33

26 SULAWESI TENGAH 13 7 53.85

27 SULAWESI SELATAN 24 14 58.33

28 SULAWESI TENGGARA 17 2 11.76

29 GORONTALO 6 6 100.00

30 SULAWESI BARAT 6 4 66.67

31 MALUKU 11 0 0.00

32 MALUKU UTARA 10 2 20.00

33 PAPUA BARAT 13 0 0.00

34 PAPUA 29 0 0.00

JUMLAH 514 172 33.5

Pada tahun 2016, dari 514 kab/kota terdapat 172 kab/kota telah memenuhi kualitas

kesling. Terdapat 5 propinsi (15 %) yang berada di zona hijau (76-100 % kab/kota di

propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Gorontalo, DIY, Sumatera Barat, Jambi

dan NTB; 8 propinsi (24 %) berada di zona kuning (51-75 % kab/kota di propinsi tersebut

memenuhi kualitas kesling) yaitu Riau, Kep. Bangka Belitung, Jawa Barat, Banten, Bali,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat; 8 propinsi (24 %) berada di zona

oranye (26-50 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Bengkulu,

Kep. Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Utara, Sulawesi Utara; dan terakhir 13 propinsi (37 %) masih berada di zona

merah (0-25 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling). Sumber data

diperoleh dari berbagai instrument pelaporan indikator baik secara manual maupun

elektronik (online).

1. Untuk indikator yang sudah berbasis elektronik antara E-Monev STBM untuk indikator

jumlah desa yang melaksanakan STBM, E-Monev TPM untuk indikator persentase

TPM yang memenuhi syarat, E-Monev Limbah Fasyankes untuk indikator persentase

RS yang melaksanakan pengelolaan limbah medis sesuai standar

2. Sementara 3 indikator sisanya masih berbasis manual dan pembangunan sistem

elektroniknya sudah dilaksanakan di akhir tahun 2016

Page 55: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

46 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Grafik 21Target dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi

Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016

Pada tahun 2016, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas

Kesehatan Lingkungan sebesar 25 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 %. Itu

berarti pada tahun 2016, realisasi indikator telah mencapai target indikator yang

ditetapkan. Pada tahun 2015, target indikator tersebut sebesar 20 % dan realisasi

indikator tersebut sebesar 27.6 %. Itu berarti pada tahun 2015, realisasi indikator tersebut

juga telah mencapai target indikator yang ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend

realisasi indikator tersebut senantiasa mencapai target indikator setiap tahunnya.

Grafik 22Target dan Capaian Kinerja Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016

Pada tahun 2016, capaian kinerja indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi

Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 133.9 %. Pada tahun 2015, capaian kinerja

indikator tersebut sebesar 138.1 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend capaian kinerja

Page 56: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

47 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

indikator tersebut di atas 100 % setiap tahunnya. Itu berarti setiap tahunnya capaian

kinerja sudah mencapai target capaian kinerjanya yang adalah 100 %.

Grafik 23 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Pada tahun 2016, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar Rp

206.420.007.000,- dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar

93.3 % atau Rp 192.528.210.128,-. Target indikator yang ditetapkan sebesar 25 % dan

realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 % sehingga capaian kinerja yang diperoleh

sebesar 133.85 %. Itu berarti terwujud efisiensi anggaran karena capaian kinerja sebesar

133.9 % dapat terwujud dengan 93.3 % anggaran.

Grafik 24 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016

Page 57: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

48 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Pada tahun 2016, capaian kinerja indikator indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 133.9 % dan realisasi anggarannya

sebesar 93.3 %. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator tersebut sebesar 138.1 %

dan realisasi anggarannya sebesar 81.4 %. Jika dilihat dari segi ini, itu berarti setiap

tahunnya terwujud keefisiensian anggaran karena besar capaian kinerja lebih besar

daripada realisasi anggaran.

Analisa Keberhasilan

Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :

1. Pelaksanaan review Peraturan Menteri Kesehatan menyesuaikan dengan kondisi

seperti Permenkes Nomor 736 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan

Kualitas Air Minum, Revisi Kepmen No 519 Th 2014 tentang Penyelenggaraan Pasar

Sehat menjadi Permenkes.

2. Penyusunan pedoman seperti Juknis Pelaksanaan RPAM Komunal, Modul Monev

PKAM, Modul Teknis Penyehatan Air, Pedoman Standar Peralatan Kesling di

Puskesmas, Modul Pelatihan Radioland, Juknis PP, Pedoman Pengamanan Pestisida

terhadap Kesehatan, Standar Baku Mutu Biomarker, Pedoman Pengamanan Dampak

Radiasi.

3. Peningkatan kapasitas petugas untuk pelaksanaan kegiatan kesling melalui kegiatan

Orientasi Teknis Penyehatan Air, Workshop Healthy and Green Building Office (Kantor

Sehat), Pelatihan Pra Kedaruratan Bidang Kesling/ KLB, Capacity Building Bidang

Radiasi, TOT Inspektur HSP yang Kompenten.

4. Pemberian dukungan sarana dan prasarana bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota,

Puskesmas dan pokja pasar terpilih berdasarkan usulan dari daerah berupa sarana kit

sanitasi kesling sebanyak 345 paket, uji kualitas air (water test kit) sebanyak 76 paket,

uji keamanan pangan (food contamination kit dan food security vvip kit) sebanyak 39

paket, sarana supply sanitasi (cetakan jamban) sebanyak 283 paket, peralatan

radioland sebanyak 10 paket, alat pembersih pasar dan pelindung diri sebanyak 10

Page 58: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

49 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

paket, alat kedaruratan kesling (alat penjernih air dan udara) sebanyak 11 paket,

bufferstock kedaruratan kesehatan lingkungan sebanyak 11 paket.

5. Pemberian dana dekon dan DAK untuk mendukung pelaksanaan kegiatan kesling.

6. Pengembangan jejaring/koordinasi lintas program/lintas sektor dalam bentuk

pertemuan antar stakeholder terkait untuk menyamakan persepsi dalam mewujudkan

dan mendukung pelaksanaan kegiatan kesling.

7. Bermitra dengan Pramuka, PKK, TNI dan Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaan

kegiatan kesling.

8. Pengeluaran Surat Edaran Pasar Sehat dimana satu kab/kota diwajibkan mengadopsi

satu Pasar Percontohan Pasar Sehat.

9. Pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati pelaksanaan kesling seperti

penilaian kab/kota sehat, lingkungan bersih sehat, kantor sehat, sekolah sehat, kantin

sehat, pelabuhan/bandara sehat, toilet sehat dll.

10. Pembangunan sistem monitoring yang berkualitas dan akuntabel melalui sistem

monitoring berbasis Web dan SMS gateway STBM dan emonev HSP yang sudah

berjalan serta emonev pengelolaan limbah fasyankes, emonev KKS, emonev PKAM

yang baru saja dibangun.

Analisa Kegagalan Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi : 1. Adanya efisiensi anggaran sebesar Rp 87.592.373.000,- atau 43 % dari anggaran.

2. Masih kurangnya kuantitas dan kualitas petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas

dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait kesling serta mutasi

petugas yang terjadi di daerah.

3. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan pembinaan dan

pengawasan terkait kesling.

4. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet) masih

belum optimal terkait dukungan jaringan internet yang belum stabil di seluruh lokasi.

5. Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan melibatkan multi sektor sehingga perlu

memperkuat jejaring kemitraan, dan kapasitas SDM.

6. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara cepat,

cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan pendampingan

petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku yang lebih sehat dalam

kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.

7. Masyarakat belum banyak memahami pentingnya kesehatan lingkungan.

Alternatif solusi Mengatasi permasalahan dan hambatan yang ada, solusi yang dilakukan meliputi :

Page 59: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

50 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

1. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan kesehatan lingkungan secara

terintegrasi dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif kepada seluruh pengelola

kesehatan lingkungan di daerah dalam percepatan pencapaian target indikator

kesehatan lingkungan.

2. Memasimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun surat menyurat

kepada seluruh pimpinan daerah dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi

data dan pelaporan tepat waktu.

3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh dukungan terhadap

pelaksanaan kegiatan kesling khususnya dalam hal pendanaan penyelenggaraan

kesehatan lingkungan untuk mencapai universal akses air dan sanitasi Th 2019.

4. Tahun 2017 akan dilaksanakan orientasi kesehatan lingkungan secara terintegrasi

kepada seluruh pengelola kesehatan lingkungan (sanitarian) tingkat Puskemas dan

Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan kesehatan lingkungan yang terstandar dan

pelaporan tepat waktu melalui sistim monitoring elektronik.

5. Pemberian sarana dan prasarana pengawasan kesehatan lingkungan sampai tingkat

Puskesmas yang menjadi sasaran prioritas Kementerian Kesehatan (sasaran lokus

Puskesmas untuk program Keluarga Sehat) dan pada puskesmas yang tersedia

tenaga sanitarian aktif.

6. Pendampingan dana dekon dan DAK yang optimal untuk percepatan capaian

kesehatan lingkungan secara menyeluruh.

7. Sosialisasi 5 pilar STBM kepada masyarakat di seluruh kab/kota.

8. Bermitra dengan Pramuka, PKK, TNI dan Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaan

kegiatan kesling sampai dengan basis keluarga.

9. Melanjutkan pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati pelaksanaan

kesling seperti penilaian kab/kota sehat, lingkungan bersih sehat, kantor sehat,

sekolah sehat, kantin sehat, pelabuhan/bandara sehat, toilet sehat dll.

B. Realisasi Anggaran

Anggaran yang awalnya diperjanjikan pada Program Kesehatan Masyarakat di

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyakat sebesar Rp 3.017.856.573.000,-. Namun dalam

perjalanannya (di tahun anggaran yang sama) mengalami beberapa penyesuaian, antara

lain:

1. APBNP; dimana terjadi pengurangan pagu sebesar kurang lebih Rp. 190 Milyard

2. Refocusing; terjadi pergeseran anggaran antar program yaitu dari Ditjen Kesehatan

Masyarakat ke Ditjen Pelayanan Kesehatan sebesar lebih kurang Rp. 249 Milyard.

3. Revisi anggaran berupa penambahan pagu dari hibah Luar Negeri ke Program

Kesehatan Masyarakat sejumlah lebih kurang Rp. 40 Milyard.

Berdasarkan perubahan anggaran diatas,maka pagu Ditjen Kesmas mengalami

peribbahan menjadi Rp.2.638.754.121.000.

Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang

pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap

penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan upaya

pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan realisasi

anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut:

Page 60: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

51 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Tabel 8 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat tahun 2016 menurut

jenis anggaran

No Satuan Kerja Alokasi Selfblocking Realisasi SP2D

%

Realisasi

SP2D

1 Dekonsentrasi 1.094.560.691.000 433.597.399.000 610.896.276.977 55,81%

2 Kantor Pusat 1.505.854.973.000 463.627.604.000 1.000.234.452.493 66,42%

3 Kantor Daerah 38.338.457.000 3.270.000.000 33.348.093.622 86,98%

TOTAL 2.638.754.121.000 900.495.003.000 1.644.478.823.092 62.32%

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

Di tahun 2016 sesuai inpres nomor 8 tahun 2016 tentang penghematan anggaran

Ditjen Kesmas mengalami selfblocking sebesar kurang lebih 900 M (namun tidak

mempengaruhi pagu anggaran).

Sedangkan realisasi keuangan berdasarkan sasaran pada perjanjian kinerja dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Berdasar Sasaran

tahun 2016

No Sasaran Alokasi Selfblocking Realisasi SP2D

%

Realisasi

SP2D

1 Meningkatnya

ketersediaan

dan

Keterjangkauan

pelayanan

kesehatan yang

bermutu bagi

seluruh

masyarakat

1.114.289.039.000 279.205.231.000 810.079.541.976 72,70%

2 Meningkatnya

pelaksanaan

pemberdayaan

dan promosi

kesehatan

kepada

masyarakat

185.145.927.000 96.830.000.000 85.219.073.389 46,03%

3 Meningkatnya

penyehatan dan

pengawasan

kualitas

lingkungan

206.420.007.000 87.592.373.000 104.935.837.128 50,84%

Total 1.505.854.973.000 463.627.604.000 1.463.862.056.493

66,42%

Page 61: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

52 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Dari sisi akuntabilitas, kewenangan pemerintah pusat terkait akuntabilitas dana

dekonstrasi dan tugas pembantuan telah dilimpahkan kepada gubernur sebagai kepala

daerah tingkat I. Oleh karenanya pembiayaan melalui dekonsentrasi menjadi

tanggungjawab dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada gubernur dan

bupati/wali kota. Sehingga dalam pertanggungjawaban akuntabilitas menjadi

kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Tabel 10 Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat

No Nama Satker Alokasi Self Blocking Realisasi SP2D % realisasi

SP2D

1 Dinkes Prov DKI 16.173.812.000 6.064.740.000 7.896.293.194 48,82

2 Dinkes Prov

Jabar

41.814.414.000 12.727.212.000 22.643.474.342 54,15

3 Dinkes Prov

Jateng

73.313.442.000 33.277.621.000 38.481.615.864 52,49

4 Dinkes Prov

Yogya

12.008.741.000 6.805.915.000 5.172.487.557 43,07

5 Dinkes Prov

Jatim

58.754.458.000 24.004.368.000 27.534.382.311 46,86

6 Dinkes Prov

Aceh

34.234.163.000 15.297.965.000 17.652.511.755 51,56

7 Dinkes Prov

Sumut

51.960.474.000 22.729.189.000 28.717.403.933 55,27

8 Dinkes Prov

Sumbar

29.798.071.000 13.840.483.000 15.438.534.878 51,81

9 Dinkes Prov Riau 22.856.477.000 8.184.807.000 12.895.031.046 56,42

10 Dinkes Prov

Jambi

26.660.109.000 82.65.974.000 18.032.203.722 67,64

11 Dinkes Prov

Sumsel

35.948.130.000 14.820.831.000 19.817.479.936 55,13

12 Dinkes Prov

Lampung

47.625.950.000 26.978.075.000 20.095.627.545 42,19

13 Dinkes Prov

Kalbar

31.171.101.000 9.702.646.000 18.942.812.104 60,77

14 Dinkes Prov

Kalteng

25.425.786.000 9.754.936.000 14.602.129.100 57,43

15 Dinkes Prov

Kalsel

32.109.410.000 14.956.857.000 15.842.654.396 49,34

16 Dinkes Prov

Kaltim

27.476.791.000 12.795.246.000 12.905.442.402 46,97

17 Dinkes Prov

Sulut

36.767.807.000 8.729.704.000 27.743.454.700 75,46

18 Dinkes Prov

Sulteng

34.192.424.000 10.618.379.000 22.918.100.742 67,03

19 Dinkes Prov

Sulsel

57.027.026.000 15.947.042.000 40.126.455.569 70,36

20 Dinkes Prov

Sultra

32.535.383.000 10.405.941.000 21.439.440.809 65,90

21 Dinkes Prov

Maluku

24.792.884.000 13.281.371.000 7.924.706.591 31,96

22 Dinkes Prov Bali 23.622.172.000 8.159.167.000 14.903.371.482 63,09

23 Dinkes Prov NTB 28.034.569.000 11.234.255.000 16.275.206.977 58,05

Page 62: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

53 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

24 Dinkes Prov NTT 49.559.222.000 18.495.315.000 30.774.900.486 62,10

25 Dinkes Prov

Papua

33.755.369.000 14.280.596.000 15.938.825.815 47,22

26 Dinkes Prov

Bengkulu

24.513.722.000 7.413.595.000 16.918.339.966 69,02

27 Dinkes Prov

Malut

28.303.353.000 14.402.643.000 12.157.212.350 42,95

28 Dinkes Prov

Banten

34.049.155.000 13.329.815.000 19.122.843.906 56,16

29 Dinkes Prov

Babel

19.098.384.000 6.729.489.000 11.650.376.745 61,00

30 Dinkes Prov

Gorontalo

29.700.505.000 9.965.447.000 18.932.054.140 63,74

31 Dinkes Prov Kep.

Riau

19.234.443.000 6.637.985.000 12.310.151.395 64,00

32 Dinkes Prov

Papbar

23.884.060.000 12.589.083.000 10.159.738.923 42,54

33 Dinkes Prov

Sulbar

15.840.800.000 4.475.857.000 10.201.341.715 64,40

34 Dinkes Prov

Kaltara

12.258.084.000 6.694.850.000 4.729.670.581 38,58

Selain sumberdaya anggaran di kantor pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat juga didukung sumberdaya anggaran yang berada di kantor daerah yaitu

pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari: a) BKTM Makassar, b) LKTM

Palembang dan BKOM Bandung. Secara umum serapan anggaran pada kantor daerah

sebesar 96.45%, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 11 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi satuan

kerja kantor daerah tahun 2016

No Satuan Kerja Alokasi Realisasi %

1 BKTM MAKASAR 9.552.300.000 8.880.640.597 92.97%

2 LKTM PALEMBANG 21.027.688.000 20.332.683.380 96.69%

3 BKOM BANDUNG 7.758.469.000 7.404.769.645 95.51%

Total 38.338.457.000 36.618.093.62 95.51%

Efisiensi yang telah dilakukan

1. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menerapkan kebijakan pengintegrasian

kegiatan yang hanya dilakukan ditingkat Direktorat Jenderal antara lain:

a. Rapat Koordinasi teknis yang sebelumnya diadakan setiap satker minimal 2 kali

setahun, di tahun 2016 hanya dilakukan di tingkat Ditjen Kesehatan Masyarakat.

Dengan pengintegrasian ini banyak sekali menghemat sumber daya seperti:

1) Anggaran; bila sebelumnya alokasi transport setiap pertemuan di satker ada

12 kali (6 satker) maka dengan pengintegrasian ini hanya dianggarkan 1 kali

transport.

2) Sumberdaya manusia; Bila sebelumnya pengelola program bisa diundang

berkali-kali ke pusat maka dengan pengintegrasian ini mengurangi kunjungan

Page 63: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

54 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

petugas daerah untuk menghadiri pertemuan di pusat, sehingga waktu untuk

bekerja di daerah menjadi lebih banyak dan efektif.

b. Kebijakan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang dianggarkan melalui dana DAK

non Fisik, sehingga mendongkrak capaian persalinan di fasilitas pelayanan

kesehatan dan kunjungan neonatal pertama.

Page 64: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

55 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Indikator kinerja (IK) Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat terdiri atas

enam indikator, yaitu:

1) Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian 77,3%

dari target 72%.

2) Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) dengan capaian

sebesar 16,6% dari target 22,7%.

3) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dengan capaian sebesar

78,1% dari target 78%.

4) Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan dengan capaian

sebesar 3 kebijakan dari target 3 kebijakan.

5) Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS dengan

capaian sebesar 52,5% dari target 50%.

6) Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan

dengan capaian sebesar 33,5% dari target 25%.

2. Dalam pelaksanaannya, ke 6 indikator tersebut berada di level Puskesmas

dan Kabupaten/Kota, sehingga membutuhkan koordinasi dan sosialisasi

programn yang komprehensif, berkesinambungan antara pengelola program di

pusat dan di daerah.

3. Berdasarkan analisa keberhasilan didapatkan beberapa point, yaitu adanya

sosialisasi, evaluasi pelaksanaan program secara rutin dan berjenjang,

komitmen yang tinggi dari pengelola program serta lintas sektor membantu

keberhasilan program di lapangan.

4. Untuk analisa penghambat, beberapa point yang perlu digaris bawahi adalah

belum adanya sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi satu pintu dan

masih berjalan berdasarkan program masing-masing, selain itu adanya

perubahan perangkat organisasi dan tata kelola berakibat pengelola program

perlu belajar memahami kembali tiap indikator tersebut.

5. Alternatif solusi yang dapat diberikan, antara lain memaksimalkan pembinaan

penyelenggaraan program dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif

kepada seluruh pengelola kesehatan di daerah dalam percepatan pencapaian

target indikator program serta memaksimalkan komunikasi aktif baik melalui

media elektronik maupun surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah

dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan

tepat waktu.

6. Pada tahun 2016, Ditjen Kesmas mengalami perubahan anggaran semula

Rp. 3,07 Trilyun menjadi Rp. 2,6 T, disebabkan adanya APBNP, Efisiensi,

Self blocking dan Refocusing, namun demikian dalam realisasi anggaran telah

mencapai diatas 90%. Hal ini dapat dikatakan sejalan dengan capaian

indikator kinerja, dimana telah mencapai target.

Page 65: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

56 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

7. LAMPIRAN

Page 66: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

57 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

Page 67: LAPORAN KINERJA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT LKj Es 1 2016/3... · semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk ... dan status gizi ... dari Indikator Kerja Utama (IKU). Sumber data

58 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016