Laporan keswis II.doc

11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sejarah Berdirinya Pura Agung Besakih Besakih asal katanya dari kata Basuki yang artinya selamat, kemudian lazim disebut Basakih atau Besakih. Pura Besakih asal mulanya didirikan oleh Rsi Markandya . Rsi Markandya adalah seorang Yogi dari India yang tinggal di Jawa Timur tepatnya di Gunung Rawung. Karena ketinggian ilmu bhatinnya, kesucian rohaninya, serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau maka oleh rakyat, beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang. Beliau juga seorang pertapa. Mulanya beliau bertapa di Gunung Demulung, Sekian waktu kemudian beliau bertapa ke Gunung Hyang (Dieng di Jawa Tengah). Sekian waktu lamanya bertapa, akhirnya beliau mendapat Pawisik wahyu dari Tuhan agar merabas hutan di Pulau Dawa ( Bali ) untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para pengikutnya. Demikianlah kemudian beliau berangkat ke tanah Bali disertai pengikutnya yang pertama yang berjumlah 8000 orang dengan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan. Sesampainya ditempat yang dituju, beliau memerintahkan pengikutnya agar mulai merambas hutan. Tempat itu merupakan hutan belantara yang ditumbuhi kayu yang lebat dan semak belukar . Pada saat itu Pulau Bali belum terpisah seperti sekarang dengan Pulau Jawa. Artinya Selat Bali ( Segara Rupek ) belum ada pada saat kedatangan Rsi Markandya ke Bali. Sekian lama merambas hutan, karena pada saat mulai

Transcript of Laporan keswis II.doc

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Sejarah Berdirinya Pura Agung BesakihBesakih asal katanya dari kata Basuki yang artinya selamat, kemudian lazim disebut Basakih atau Besakih. Pura Besakih asal mulanya didirikan oleh Rsi Markandya . Rsi Markandya adalah seorang Yogi dari India yang tinggal di Jawa Timur tepatnya di Gunung Rawung. Karena ketinggian ilmu bhatinnya, kesucian rohaninya, serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau maka oleh rakyat, beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang.

Beliau juga seorang pertapa. Mulanya beliau bertapa di Gunung Demulung, Sekian waktu kemudian beliau bertapa ke Gunung Hyang (Dieng di Jawa Tengah). Sekian waktu lamanya bertapa, akhirnya beliau mendapat Pawisik wahyu dari Tuhan agar merabas hutan di Pulau Dawa ( Bali ) untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para pengikutnya.

Demikianlah kemudian beliau berangkat ke tanah Bali disertai pengikutnya yang pertama yang berjumlah 8000 orang dengan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan. Sesampainya ditempat yang dituju, beliau memerintahkan pengikutnya agar mulai merambas hutan. Tempat itu merupakan hutan belantara yang ditumbuhi kayu yang lebat dan semak belukar . Pada saat itu Pulau Bali belum terpisah seperti sekarang dengan Pulau Jawa. Artinya Selat Bali ( Segara Rupek ) belum ada pada saat kedatangan Rsi Markandya ke Bali. Sekian lama merambas hutan, karena pada saat mulai merambas hutan itu tidak didahului dengan upacara (yadnya ) maka murkalah Sang Hyang Widhi. Para pengikut Rsi Markandya banyak yang sakit dan meninggal, juga tidak sedikit yang dimakan binatang buas. Sang Rsi sangat berduka. Kemudian beliau memerintahkan pengikutnya untuk menghentikan perambasan. Dengan hati yang sedih beliau kemudian mengajak pengikutnya untuk kembali ke Jawa. Beliau kembali ketempat pertapaannya semula untuk mohon petunjuk kepada sang Hyang Widhi.

Setelah beberapa lamanya beliau berada dipertapaannya, timbul cita-citanya kembali untuk melanjutkan merambas hutan tersebut. Pada suatu hari yang baik,beliau kembali berangkat ke tanah Bali. Kali ini beliau mengajak pengikutnya yang kedua berjumblah 4000 orang yang berasal dari desa Aga yaitu penduduk yang mendiami lereng Gunung Rawung. Turut dalam rombongan itu para Pandita atau para Rsi. Para pengikutnya membawa perlengkapan beserta alat-alat pertanian dan bibit tanaman untuk ditanam di tempat yang baru.

Sesampainya ditempat yang dituju, Rsi Markandya beserta para Pandita atau para Rsi melakukan yoga samadhi, weda samadhi, melakukan upacara Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya serta Pratiwi Stawa disertai doa penolak seluruh hama. Selesai melakukan upacara lalu beliau memerintahkan pengikutnya mulai merambas hutan, menebangi kayu-kayu mulai dari sebelah selatan menuju ke utara.

Ketika dirasa sudah cukup luas, kemudian Rsi Markandya memerintahkan pengikutnya menghentikan perambasan. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada pengikutnya untuk dipergunakan sebagai: sawah,tegalan dan pekarangan rumah.

Demikianlah pengikut Rsi Markandya yang berasal dari Desa Aga ( penduduk lereng Gunung Rawung Jawa Timur ) menetap di tempat itu sampai sekarang. Ditempat bekas dimulainya perambasan hutan itu oleh Sang Rsi/Yogi Markandya menanam kendi (caratan) berisi air disertai 5 jenis logam yaitu: emas, perak, tembaga, perunggu dan besi yang disebut Panca Datu dan permata Mirahadi ( mirah yang utama ) dengan disertai sarana upakara selengkapnya dan diperciki Tirta Pangentas ( air suci ). Tempat menanam 5 jenis logam itu diberinama Basuki yang artinya selamat. Kenapa disebut demikian, karena pada kedatangan Rsi Markandya yang ke dua beserta 4000 pengikutnya selamat tidak menemui hambatan atau bencana seperti yang dialami pada saat kedatangan beliau yang pertama. Ditempat itu kemudian didirikan palinggih. Lambat laun di tempat itu kemudian didirikan pura atau khayangan yang diberi nama Pura Basukian. Pura inilah cikal-bakal berdirinya pura pura yang lain di komplek Pura Besakih. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan pura ditempat itu dimulai sejak Isaka 85 atau tahun 163 Masehi. Pembangunan komplek pura di Pura Besakih sifatnya bertahap dan berkelanjutan disertai usaha pemugaran dan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dari masa kemasa.

3.2 Gambaran Umum Pura Agung BesakihPura Agung Besakih terletak di Desa Besakih Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Pura ini berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, oleh umat Hindu di Indonesia dipandang sebagai pura terbesar dan pusat pemujaan untuk umat Hindu di Indonesia. Luas kawasan Pura Agung Besakih tidak kurang dari 12 Km2 dan terdapat 18 pura pakideh (termasuk Pura Pasar Agung di Selat), 4 Pura Catur Lawa, 13 Pura Pedharman dan 13 Pura Dadia/Paibon. Pura Agung Besakih juga sering disebut sebagai pusat Kahyangan Jagat karena 4 diantara 18 Pura Pakideh disebut sebagai Pura Catur Lokapala sebagai wujud kekuasaan Tuhan di empat arah penjuru. Pura Penataran Agung dipandang sebagai titik tengah dengan palinggih Padma Tiga sebagai sthana Dewa Ciwa.Berbagai upacara di Pura Agung Besakih, khususnya di Pura Pakideh didasarkan atas perputaran waktu sasih, purnama-tilem yang disebut Aci dan Usaba. Upacara upacara ini ditutup dengan upacara Ngusaba Kadasa, sering disebut dengan Ida Bhatara Turun Kabeh yang dilaksanakan pada Purnama Kadasa. 3.2 Fasilitas Sanitasi Pura Agung BesakihKondisi fasilitas yang dinilai sanitasinya pada Pura Agung Besakih pada saat wawancara dan observasi yaitu meliputi : bangunan pura, tempat pembuangan sampah, toilet, air bersih dan tempat penjualan makanan.a. Bangunan PuraBangunan Pura Agung Besakih pada Pura Penataran Agung kondisinya masih baik dengan bangunannya yang klasik serta sakral terbuat dari batu paras. Pada Pura Penataran Agung terdapat banyak bangunan yang berbentuk meru dan Pura berada pada lokasi yang cukup tinggi sehingga untuk menuju Pura harus melewati anak anak tangga yang cukup banyak. Pada anak tangga belum adanya besi pengaman di sisi kiri kanannya dan tangga terbuat dari batu, sehingga pada saat hujan tangga akan menjadi licin. Hal ini cukup berbahaya apabila pengunjung tidak berhati hati dalam melewati anak tangga. Untuk tetap menjaga kelestarian dan keamanan bangunan pura perlu dilakukan perawatan secara berkala.b. Tempat Pembuangan Sampah

Tempat pembuangan sampah di Pura Agung Besakih ketersediaannya sudah memadai dan sudah diletakkan pada lokasi lokasi strategis. Tempat sampah ini merupakan punia dari hotel, pemerintah propinsi dan DKP. Pengangkutan sampah dilakukan oleh DKP. Namun, pada saat observasi kami melihat masih banyak sampah yang berserakan di Jaba Pura. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran pemedek dan pengunjung pura untuk ikut menjaga kebersihan pura dengan membuang sampah di tempatnya. Walaupun sudah adanya pengelolaan sampah yang baik dari pengelola, permasalahan mengenai sampah ini tetap saja masih terjadi. c. Toilet Dan Tempat Cuci TanganPada Pura Agung Besakih sudah disediakan toilet dan tempat cuci tangan. Toilet dan tempat cuci merupakan punia dari Bounty Cruise. Kondisi toilet dan tempat cuci tangan yang tersedia sudah bersih, namun di tempat cuci tangan belum disediakan sabun dan tissue atau handuk. d. Air BersihSumber air bersih berasal dari PDAM dan apabila air dari PDAM mati/macet ada truk bantuan yang akan mengirimkan air bersih. Truk bantu ini merupakan bantuan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK).e. Tempat Penjualan MakananTempat penjualan makanan yang tersedia di Pura Agung Besakih berbentuk warung warung yang berjajar. Kondisi kebersihan pada tempat penjualan makanan ini sudah baik dan telah tersedia tempat cuci tangan pada setiap warung. Namun ada satu tempat penjualan makanan yang kurang bersih yaitu pedagang yang berjualan di dalam areal parkir. Tempat penjualan makanannya sangat sederhana dan ditutupi oleh tenda yang terbuat dari terpal. Pada tempat penjualan makanan ini terdapat banyak lalat dan tidak mudahnya akses ke air bersih.3.2 Sistem Keamanan Pura Agung BesakihDalam upaya menjaga keamanan dan kenyamanan aktifitas Pura Agung Besakih baik bagi pemedek dan pengunjung, sistem keamanan dijaga oleh pecalang dan polisi. Dimana di depan Pura terdapat kantor polisi.3.3. Fasilitas Penunjang Lain Yang Tersedia Di Pura Agung Besakiha. Tempat parkir

Tempat parkir di Pura Agung Besakih yang disediakan sudah cukup luas. Namun pada saat piodalan tempat parkir ini sering terasa kurang sehingga pengunjung harus parkir cukup jauh dari areal pura. Untuk mengatasi masalah ini, pengelola Pura Agung Besakih menyediakan jasa ojek sepeda motor bagi pemedek dan pengunjung.b. Fasilitas KesehatanFasilitas kesehatan yang terdekat dari areal Pura Agung Besakih yaitu Puskesmas pembantu yang berada di Desa Manik Mas dan Puskesmas yang berada di Kecamatan Rendang. Khusus pada saat ada pujawali, ada P3K yang bergantian berjaga. P3K ini berasal dari Puskesmas se-Kabupaten Karangasem, dan Rumah Sakit Rumah Sakit swasta di Bali. Untuk Poliklinik belum tersedia di areal Pura.Berdasarkan hasil observasi pada fasilitas sanitasi, sistem keamanan yang disediakan serta fasilitas penunjang lainnya sudah memenuhi syarat. Keseluruhan aktifitas serta fasilitas yang disediakan berdampak terhadap kesehatan pemedek, pengunjung serta masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu upaya kesehatan wisata sangat penting untuk diperhatikan oleh para pengelola pura maupun para pemedek dan pengunjung dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Karena permasalahan kesehatan di tempat wisata dapat bersumber dari fasilitas-fasilitas yang tidak memenuhi syarat sehingga menimbulkan penyakit yang terjadi karena perjalanan wisata sesuai dengan International Travel and Health 2001 yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) seperti gangguan kesehatan utama yang dapat diantaranya Gangguan kesehatan karena lingkungan:Travel sickness, Bathing / diving, Altitude, Heat and humidity, Insect dan Accident serta adanya gangguan kesehatan karena makanan dan minuman :Diarrhoea dan Viral Hepatitis type A salah satunya oleh karena tempat sampah yang terbuka. .BAB VKESIMPULAN DAN SARAN1.1 KesimpulanAdapun dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilaksanakan, didapatkan di Pura Agung Besakih pada fasilitas sanitasi, sistem keamanan, dan fasilitas penunjang lainnya telah tersedia dengan baik dan memadai. Namun ada beberapa permasalahan yang masih terjadi antara lain :1. Pada Pura Penataran Agung berada pada lokasi yang cukup tinggi sehingga untuk menuju Pura harus melewati anak anak tangga yang cukup banyak. Pada anak tangga belum adanya besi pengaman di sisi kiri kanannya dan tangga terbuat dari batu, sehingga pada saat hujan tangga akan menjadi licin. Hal ini cukup berbahaya apabila pengunjung tidak berhati hati dalam melewati anak tangga.

2. Jumlah tempat sampah yang tersedia sudahcukup dan sudah ditempatkan pada lokasi yang strategis. Namun, sampah masih banyak terlihat berserakan di jaba pura, hal ini karena pemedek yang membuang sampah sembarangan. Masih kurangnya kesadaran pemedek dan pengunjung untuk ikut menjaga kebersihan dengan cara membuang sampah di tempat sampah yang telah disediakan.3. Kondisi toilet dan tempat cuci tangan yang tersedia sudah bersih, namun di tempat cuci tangan belum disediakan sabun dan tissue atau handuk.

4. Masih adanya tempat penjualan makanan yang kondisinya kurang bersih sehingga adanya lalat di tempat berjualan.

5. Belum tersedianya poliklinik di areal pura. 1.2 SaranAdapun beberapa saran yang dapat diberikan kepada pihak pengelola Pura Agung Besakih yaitu :1. Perawatan bangunan pura agar dilakukan secara berkala, sehingga pura dapat tetap terjaga kelestariannya dan aman bagi pemedek dan pengunjung.2. Pada fasilitas fasilitas yang masih kurang sesuai agar bisa ditambahkan agar dapat lebih menjamin keamanan dan kesehatan pemedek dan pengunjung. Seperti ketersediaan pengaman di sisi kiri dan kanan tangga, sabun dan tisu atau handuk pada tempat cuci tangan, dan ketersediaan poliklinik. 3. Adanya penertiban bagi penjual makanan agar tidak berjualan di areal parkir dan mengharuskan pedagang untuk dapat tetap menjaga kebersihan makanan yang dijual.

4. Adanya sosialisasi dan pemberitahuan bagi pemedek dan pengunjung untuk membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan. Pemberitahuan bisa dilakukan dengan pemasangan papan papan larangan dan adanya pengawasan dari pengelola. DAFTAR PUSTAKA

Soebandi Ktut. Sejarah Berdirinya Pura Besakih [Internet]. [cited 2015 May 14]. Available from: http://www.senaya.web.id/sejarahpurabesakih.phpPusat Informasi Pura Besakih. Sekilas Pura Agung Besakih [Leaflet]. 2013