LAPORAN KERJA PRAKTEK ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH …
Transcript of LAPORAN KERJA PRAKTEK ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH …
1
LAPORAN KERJA PRAKTEK
ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT
DI PUSKESMAS SUKAMAHI
“Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kerja Praktek”
Disusun oleh :
TATIK CATUR KARTIKASARI
331710109
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PELITA BANGSA
BEKASI
2019
2
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tatik Catur Kartikasari
NIM : 331710109
Judul KP : Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Puskesmas Sukamahi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan laporan kerja praktek ini
berdasarkan hasil pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat
karya orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Sekolah Tinggi Teknologi Pelita Bangsa.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari
pihak manapun
Bekasi, 10 Mei 2019
Yang membuat pernyataan
Tatik Catur Kartikasari
NIM. 331710109
3
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT
DI PUSKESMAS SUKAMAHI
Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Studi Teknik Lingkungan
Sekolah Tinggi Teknologi Pelita Bangsa
Tahun Akademik 2018/2019
Disusun oleh :
Tatik Catur Kartikasari
NIM : 331710109
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing
Pada tanggal: 17 Juni 2019
Pembimbing Lapangan
Leo Hariono, S.K.M., M.Si.
NIP. 197308212005011010
Dosen Penguji
Dodit Ardiatma S.T.,M.Sc.
NIDN. 0403029201
Dosen Pembimbing
Hamzah Muhammad Mardi Putra, S.K.M., M.M.
NIDN. 0424109102
Mengetahui :
Kepala Program Studi Teknik Lingkungan
Dodit Ardiatma S.T.,M.Sc.
NIDN. 0403029201
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
izin,rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan kerja praktek
ini dengan baik.Kerja Praktek merupakan salah satu mata kuliah wajib di
semester 7 Program studi Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Pelita
Bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,sikap dan keterampilan
mahasiswa melalui latihan kerja serta aplikasi ilmu sesuai dengan bidang yang
dipelajari selama kuliah.
Laporan ini ditulis berdasarkan Kerja Praktek yang dilaksanakan penyusun
di Puskesmas Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat yang di mulai pada tanggal
01 Januari 2019 sampai dengan tanggal 28 Februari 2019.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam laporan penyusunan ini terutama kepada :
1. Dokter Rozana Aryani selaku Kepala Puskesmas Sukamahi Kecamatan
Cikarang Pusat, yang telah memberikan izin atau kesempatan kepada
penyusun untuk melaksanakan kegiatan Kerja Praktek yang berlangsung
selama 2 (dua) bulan.
2. Bpk. Leo Hariono S.K.M.,M.Si. selaku Pembimbing Lapangan selama kerja
praktek.
3. Bpk. Dodid Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Kaprodi Teknik Lingkungan
SekolahTinggi Teknologi Pelita Bangsa
4. Bpk. Hamzah Muhammad Mardi Putra, S.K.M., M.M. selaku Dosen
Pembimbing Laporan kerja Praktek
Penyusun sadar bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, maka dengan
kerendahan hati dan demi kesempurnaan laporan ini, dimohon kritik dan saran
demi kesempurnaan yang diharapkan dari laporan ini, dan akhir kata semoga
laporan ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bekasi, 10 Mei 2019
Penyusun
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………....................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………..…….. iii
KATA PENGANTAR …………….................................................... iv
DAFTAR ISI……………………………………………………….… v
DAFTAR TABEL ............................................... …………………... viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.....………………………………… 1
1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………….. 2
1.3 Batasan Masalah ………….………..………………………. 2
1.4 Rumusan Masalah …………………………………………. 3
1.5 Tujuan Kerja Praktek ………………………………………. 3
1.6 Manfaat Kerja Praktek …………………………………….. 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Puskesmas...………….…………………………………..…. 5
2.2 Limbah ………………………………………………….….. 5
2.2.1 Limbah Medis ……………………………………..… 6
2.2.2 Limbah Non Medis …………………………………. 8
2.3 Kesehatan Lingkungan Puskesmas ..…………………….…. 8
2.3.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Puskemas …. 9
2.3.2 Sumber Limbah Puskesmas ……………………….. 10
2.4 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan …... 11
2.4.1 Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam .. 12
2.4.2 Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi ………………… 13
2.4.3 Bahaya Limbah Radioaktif ………………………… 13
6
2.5 Pengolahan Limbah Medis ………….……………………... 13
2.5.1 Teknologi Pengolahan Limbah Medis …………….. 13
2.5.2 Penanganan Limbah di Sumber Limbah ………….. 17
2.5.3. Pengangkutan Limbah Padat ……………………... 19
2.5.4 Pembuangan dan Pemusnahan Limbah …………… 21
2.6 Alat Pelindung Diri ( APD ).......…………………………. 24
2.6.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) ……………. 25
2.6.2 Persyaratan Alat Pelindung Diri (APD) …………… 25
2.6.3 Ketentuan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) . 25
2.6.4 Kelemahan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) . 26
2.6.5 Jenis Alat Pelindung Diri (APD) …………………… 26
2.6.6 Alat Pelindung Diri (APD) pada Pengolahan Limbah
Puskesmas ………………………………………………… 28
BAB III METODE KERJA PRAKTEK
3.1 Jenis Metode …......................…………………………..… 30
3.2 Metode Penelitian ………..….……………………………... 30
3.3 Lokasi Kerja Praktek ………………………………………. 31
3.4 Alasan Pemilihan Lokasi Kerja Praktek……………………. 32
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek …………………. 32
3.6 Jadwal Pelaksanaan ………………………………………… 32
BAB IV GAMBARAN UMUM PUSKESMAS SUKAMAHI
4.1 Situasi Geografis ...………………..…………………..…… 34
4.1.1 Peta Wilayah ………………………………………… 34
4.1.2 Luas Wilayah dan Batas-batas………………………. 34
4.1.3 Wilayah Administrasi ……………………………….. 35
4.2 Situasi Demografis.……………………………..…………… 35
4.3 Visi Dan Misi Puskesmas Sukamahi ……………………....... 36
4.3.1 VISI …………………………………………………... 36
4.3.2 MISI ………………………………………………….. 36
4.4 Sumber Pembiayaan Kesehatan ……………………………... 37
4.5 Sarana Kesehatan ……………………………………………. 37
7
4.5.1 Puskesmas Pembantu ………………………………… 37
4.5.2 Posyandu ……………………………………………... 37
4.5.3 Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Swasta (SPKDS) .. 38
4.6 Sumber Daya Manusia…………………………………………. 38
4.7 Pola Penyakit Terbanyak ……………………………………. 39
4.8 Penyakit Menular ……………………………………………... 41
4.8.1 Tuberkulosis Paru ……………………………………. 41
4.8.2 Penyakit Kusta ……………………………………….. 41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Limbah Medis Padat Puskesmas ………………..… 44
5.2 Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Medis Padat……….... 44
5.3 Evaluasi Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Medis Padat . 46
5.4 Rekomendasi Pengelolaan …………………………………….. 48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan …………………..….…………………………… 49
6.2. Saran …………………………….…………………………… 49
DAFTAR PUSTAKA ...… ………….……………..……………... 50
LAMPIRAN ………………………………………………………. 52
8
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai
Kategorinya ............................................................................ 16
Tabel 4.1. Jumlah Posyandu Yang Ada di Puskesmas Sukamahi
Tahun 2018 …………………………..…………………….. 37
Tabel 4.2. Jumlah SPKDS di Puskesmas Sukamahi Tahun 2018 .…….. 38
Tabel 4.3. Jumlah Dan Keadaan Tenaga Puskesmas Sukamahi
Tahun 2018 ……………….................................................... 39
Tabel 4.4. Pola Penyakit di Puskesmas Sukamahi Tahun 2018 ..…….… 40
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pemisahan Limbah ...…....................................................... 15
Gambar 2.2. Alat Pelindung Mata berupa Googles..………………….. 28
Gambar 2.3. Masker Pernafasan untuk Polusi Udara …………..…….. 28
Gambar 2.4. Sarung Tangan .………................................................. 29
Gambar 2.5. Sepatu Boots …………………………………………….… 29
Gambar 3.1. Lokasi Puskesmas Sukamahi………….…………………... 32
Gambar 4.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Sukamahi Kecamatan
Cikarang Pusat …………………………………………… 34
10
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Operasional Puskesmas Sukamahi ………….. 52
Lampiran 2 Pemilahan Tempat Sampah Medis dan Non Medis .…….. 53
Lampiran 3 Pemilahan Tempat sampah Non Medis
( Organik/ An Organik )...................................................... 54
Lampiran 4 Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Medis Padat .… 55
Lampiran 5 Pengangkutan Limbah Medis Padat oleh PT Adipraya
Hijau Lestari …….……………………..………………... 56
Lampiran 6 Pengolahan Limbah Medis Padat
oleh PT Wastec Internasional ………….………………… 57
Lampiran 7 Diagram Alir Pengolahan Limbah Medis Padat
di PT Wastec Internasional ……………………………... 58
Lampiran 8 MOU Pengolahan Limbah Medis Padat Puskesmas Sukamahi 59
Lampiran 9 Surat Perjanjian Kerjasama PT Adipraya dengan PT
Wastec Internasional ……………………………………. 60
Lampiran 10 Neraca Limbah Puskesmas Sukamahi Tahun 2018 dan 2019 61
Lampiran 11 Manifest Limbah Puskesmas Sukamahi Pengangkutan
Januari 2019 …………………………………………. 62
Lampiran 12 Sertifikat Pemusnahan Limbah Medis Padat oleh PT Wastec
Internasional …………………………
11
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
izin,rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan kerja praktek
ini dengan baik.Kerja Praktek merupakan salah satu mata kuliah wajib di
semester 7 Program studi Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Pelita
Bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,sikap dan keterampilan
mahasiswa melalui latihan kerja serta aplikasi ilmu sesuai dengan bidang yang
dipelajari selama kuliah.
Laporan ini ditulis berdasarkan Kerja Praktek yang dilaksanakan penyusun
di Puskesmas Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat yang di mulai pada tanggal
01 Januari 2019 sampai dengan tanggal 28 Februari 2019.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam laporan penyusunan ini terutama kepada :
5. Dokter Rozana Aryani selaku Kepala Puskesmas Sukamahi Kecamatan
Cikarang Pusat, yang telah memberikan izin atau kesempatan kepada
penyusun untuk melaksanakan kegiatan Kerja Praktek yang berlangsung
selama 2 (dua) bulan.
6. Bpk. Leo Hariono SKM,M.Si selaku Pembimbing Lapangan selama kerja
praktek.
7. Bpk. Dodid Ardiatma, ST, MSc selaku Kaprodi Teknik Lingkungan
SekolahTinggi Teknologi Pelita Bangsa
8. Bpk. Hamzah Muhammad Mardi Putra, SKM, MM selaku Dosen
Pembimbing Laporan kerja Praktek
Penyusun sadar bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, maka dengan
kerendahan hati dan demi kesempurnaan laporan ini, dimohon kritik dan saran
demi kesempurnaan yang diharapkan dari laporan ini, dan akhir kata semoga
laporan ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bekasi, 10 Mei 2019
Penyusun
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan.
Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik
pula. Dalam hal ini, sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan
keterkaitan tersebut. Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat bertemunya
kelompok masyarakat penderita penyakit, kelompok masyarakat pemberi
pelayanan, kelompok pengunjung dan kelompok lingkungan sekitar. Adanya
interaksi di dalamnya memungkinkan menyebarnya penyakit bila tidak didukung
dengan kondisi lingkungan yang baik dan saniter.
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) merupakan salah satu unit
pelayanan kesehatan yang dalam kegiatannya menghasilkan limbah medis
maupun limbah non medis baik dalam bentuk padat maupun cair. Limbah medis
dalam bentuk padat di puskesmas biasanya dihasilkan dari kegiatan yang berasal
dari ruang perawatan (bagi puskesmas rawat inap), poliklinik umum, poliklinik
gigi, poliklinik ibu dan anak/KIA, laboratorium dan apotik. Sementara limbah cair
biasanya berasal dari laboratorium puskesmas yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif. (Suryati, 2009 : 42).
Jumlah limbah medis yang bersumber dari fasilitas kesehatan
diperkirakan semakin lama semakin meningkat. Penyebabnya yaitu jumlah rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, maupun laboratorium medis yang terus
bertambah. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah
rumah sakit di Indonesia mencapai 1.632 unit. Sementara itu, jumlah puskesmas
mencapai 9.005 unit. Fasilitas kesehatan yang lain diperkirakan jumlahnya akan
terus meningkat dan tidak dijelaskan berapa jumlah yang tepat .
Limbah yang dihasilkan dari upaya medis seperti puskesmas, poliklinik
dan rumah sakit yaitu jenis limbah yang termasuk dalam kategori biohazard yaitu
jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, di mana di sana banyak
13
terdapat buangan virus, bakteri maupun zat-zat yang membahayakan lainnya
sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu di atas 800 ⁰C
(LPKL, 2009). Namun pengelolaan limbah medis yang berasal dari rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan maupun laboratorium medis di Indonesia masih di
bawah standar profesional. Bahkan banyak rumah sakit yang membuang dan
mengolah limbah medis tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Puskesmas Sukamahi merupakan Puskesmas Kecamatan yang terletak Jl.
Raya Sukamahi Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi.
Puskesmas Sukamahi berdiri pada tahun 2002. Limbah Puskesmas Sukamahi,
khususnya limbah medis yang infeksius bisa berbahaya terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitar apabila tidak dikelola dengan baik. Dari latar belakang di atas
maka dilakukan penelitian tentang Analisa Pengelolaan Limbah Medis Padat di
Puskesmas Sukamahi.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang uraian di atas, masalah yang dapat di identifikasi
yaitu:
1. Setiap hasil limbah Medis di Puskesmas Sukamahi memiliki jenis-jenis limbah
yang berbeda. Pengelolaan limbah Medis Padat di Puskesmas Sukamahi belum
sesuai standar persyaratan menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015.
2. Setiap proses pengelolaan limbah Medis Padat di Puskesmas harus mentaati
Peraturan Pemerintah yang ditetapkan.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan
di atas, maka penulis memfokuskan Analisa Pengelolaan Limbah Medis Padat di
Puskesmas Sukamahi.
14
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang uraian di atas, maka disusun rumusan masalah yaitu:
1. Apa saja Jenis Limbah Medis di Puskesmas Sukamahi?
2. Bagaimana Pengelolaan Limbah Medis padat di Puskesmas Sukamahi?
3. Apakah pelaksanaan pengelolaan limbah Medis padat di Puskesmas
Sukamahi telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia?
1.5. Tujuan Kerja Praktek
1. Mengetahui Jenis Limbah Medis di Puskesmas Sukamahi.
2. Mengetahui Pengelolaan Limbah Medis padat di Puskesmas Sukamahi.
3. Mengetahui Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah Medis
padat di Puskesmas Sukamahi.
1.6. Manfaat Kerja Praktek
1. Bagi Mahasiswa
a. Dapat menerapkan Pengelolaan Limbah B3 khususnya limbah medis
yang diperoleh dari Dosen Pengajar.
b. Menambah pengetahuan mengenai Ilmu Pengelolaan Limbah B3
khususnya limbah medis puskesmas.
c. Mendapat gambaran yang nyata mengenai aplikasi Ilmu Pengelolaan
Limbah B3 khususnya limbah medis di lingkungan Puskesmas
Sukamahi.
d. Mendapatkan pengalaman bekerja sesuai topik yang diteliti di
Puskesmas Sukamahi.
2. Bagi Program Studi Teknik Lingkungan
a. Dapat menjadi media untuk menjalin kerjasama antara institusi
pendidikan dan institusi pemerintah.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga terampil
dari lapangan dalam kegiatan kerja praktek.
15
c. Memperoleh masukkan yang positif untuk dapat ditetapkan dalam
program kerja praktek selanjutnya.
3. Bagi Puskesmas
a. Puskesmas dapat melibatkan mahasiswa kerja praktek dalam
pelaksanaan Pengelolaan Limbah Medis padat.
b. Puskesmas dapat melakukan perbaikan terhadap lingkungan kerja yang
telah dimiliki berdasarkan gambaran dan data yang diolah oleh
mahasiswa.
c. Hasil kerja praktek yang dilakukan penulis dapat dijadikan referensi
masukkan yang bermanfaat tentang kajian dalam Pengelolaan Limbah
Medis padat.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas
Puskesmas menurut Trihono (2010:8) adalah unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten / kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis
(UPTD) dinas kesehatan kabupaten / kota, puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kabupaten / kota
dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama.
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota sesuai dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja
puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih
dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan
masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab
langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota (Trihono, 2010:9).
2.2 Limbah
Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan baik rumah sakit, klinik
maupun puskesmas, akan menghasilkan limbah baik cair maupun padat. Limbah
padat rumah sakit / puskesmas lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah
sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi,
atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang
dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat (KepMenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004).
Limbah padat puskesmas adalah semua limbah puskesmas yang
berbentuk padat akibat kegiatan yang terdiri dari limbah medis padat dan non
medis (KepMenKes R.I. No.1428/MENKES/SK/XII/2006). Limbah padat
17
layanan kesehatan adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat
kegiatan layanan kesehatan yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu
(Pruss, 2005:3):
a. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.
b. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
c. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah
dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia yang
rentan.
d. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock
(sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan
lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat
infeksius.
2.2.1 Limbah Medis
Limbah medis yaitu buangan dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai
ataupun tidak berguna termasuk dari limbah pertamanan. Limbah medis
cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak
dikelola dengan baik. Limbah medis puskesmas adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan puskesmas dalam bentuk padat dan cair (KepMenkes RI
No. 1428/Menkes/SK/XII/2006).
Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, oleh
Departemen Kesehatan RI limbah medis telah digolongkan sebagai berikut
(Adisamito, 2009:129-131) :
1. Limbah benda tajam, yaitu obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian yang menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit,
18
seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas
dan pisau bedah.
2. Limbah infeksius, yaitu limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan
isolasi penyakit menular dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan
pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit
menular.
3. Limbah jaringan tubuh, yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh. Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi.
4. Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang terkontaminasi oleh obat sitotoksik selama
peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
5. Limbah farmasi, yaitu terdiri dari obat-obatan kedaluwarsa, obat yang terbuang
karena karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat yang tidak diperlukan lagi atau limbah dari proses
produksi obat.
6. Limbah kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterenary, laboratorium, proses sterilisasi atau riset.
Dalam hal ini dibedakan dengan buangan kimia yang termasuk dalam limbah
farmasi dan sitotoksik.
7. Limbah radioaktif, yaitu bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida Dalam kaitan dengan
pengelolaannya, limbah medis dikelompokkan menjadi lima (5), yaitu
(Adisamito, 2009:133):
a. Golongan A, terdiri dari;
1) Dresing bedah, swab dan semua limbah yang terkontaminasi dari daerah ini.
2) Bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi.
3) Seluruh jaringan tubuh manusia, bangkai/jaringan hewan dari laboratorium
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.
b. Golongan B terdiri dari : syrenge bekas, jarum, cartride, pecahan gelas dan
benda tajam lainnya.
c. Golongan C terdiri dari : limbah dari laboratorium dan post partum, (kecuali
yang termasuk dalam gol. A)
19
d. Golongan D terdiri dari : limbah bahan kimia dan bahan farmasi tertentu.
e. Golongan E terdiri dari : pelapis bed-pan, disposable, urinoir, incontinence pad
dan stamag bags.
2.2.2 Limbah Non Medis
Selain limbah medis, Puskesmas juga menghasilkan limbah non-medis.
Limbah non-medis adalah limbah domestik yang dihasilkan di sarana pelayanan
kesehatan tersebut. Sebagian besar limbah ini merupakan limbah organik dan
bukan merupakan limbah B-3, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan bersama-
sama dengan sampah kota yang ada. Jenis limbah non medis tersebut antara lain,
limbah cair dari kegiatan loundry, limbah domestik cair dan sampah padat
(Adisasmito, 2009:135).
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah
padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut (Anies, 2006:
43) :
a. Kantor/administrasi
b. Unit perlengkapan
c. Ruang tunggu
d. Ruang inap
e. Unit gizi atau dapur
f. Halaman parkir dan taman
g. Unit pelayanan
2.3 Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Kesehatan lingkungan adalah: upaya perlindungan, pengelolaan, dan
modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat
kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009).
Kesehatan lingkungan puskesmas diartikan sebagai upaya penyehatan
dan pengawasan lingkungan puskesmas yang mungkin berisiko menimbulkan
penyakit dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).
20
Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit/puskesmas meliputi kegiatan-
kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program
dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan
prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah
sakit/puskesmas (Depkes RI, 2004).
2.3.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Puskemas
Puskesmas sebagai sarana pelayanan umum wajib memelihara dan
meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standart dan persyaratan
(Kepmenkes No.1428 tahun 2006). Adapun persyaratan kesehatan lingkungan
puskesmas berdasarkan Kepmenkes No.1428/Menkes/SK/XII/2006 adalah
meliputi sanitasi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi,
dan sosial psikologi di puskesmas. Menurut Depkes RI(2004), program sanitasi di
rumah sakit/puskesmas terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan
air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen,
pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi,
penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan
pengelolaan sampah/limbah.
Upaya mengoptimalkan penyehatan lingkungan Puskesmas dari
pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Puskesmas harus mempunyai
fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1428/Menkes/SK/XII/2006
tentang Persyaratan Sarana dan Fasilitas Sanitasi yaitu :
a. Fasilitas Pembuangan Limbah Cair
Setiap puskesmas harus menyediakan septic tank yang memenuhi syarat
kesehatan. Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan
dilengkapi penutup dengan bak kontrol setiap jarak 5 meter. Limbah rumah
tangga dibuang melalui saluran air yang kedap air, bersih dari sampah dan
dilengkapi penutup dengan bak control setiap jarak 5 meter. Pembuangan
limbah setelah SPAL dengan cara diresapkan ke dalam tanah. Limbah cair
bekas pencucian film harus ditampung dan tidak boleh dibuang ke lingkungan
serta dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan.
21
b. Fasilitas Pembuangan Limbah Padat
Limbah padat harus dipisahkan, antara sampah infeksius, dan non
infeksius. Setiap ruangan harus disediakan tempat sampah yang terbuat dari
bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mudah dibersihkan
serta dilengkapi dengan kantong plastik sebagai berikut:
1) Untuk sampah infeksius menggunakan kantong plastik berwarna kuning.
2) Benda-benda tajam dan jarum ditampung pada wadah khusus seperti botol.
3) Sampah domestik menggunakan kantong plastik berwarna hitam, terpisah
antara sampah basah dan kering.
Adapun pengelolaan sampah padat dibedakan, di mana untuk sampah
infeksius harus dimusnahkan dalam incinerator, sedangkan sampah domestik
dapat dikubur, dibakar ataupun diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
2.3.2 Sumber Limbah Puskesmas
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit/puskesmas menimbulkan
berbagai buangan dan sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang
berbahaya. Limbah layanan kesehatan tersebut dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik sampah yaitu :
a. Sampah infeksius : yang berhubungan atau berkaitan dengan pasien yang
diisolasi, pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik, perawatan, penyakit menular
dan lain – lain.
b. Sampah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope seperti
penggunaan alat medis, riset dan lain – lain.
c. Sampah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan tindakan
pelayanan terhadap pasien (Depkes RI, 2006).
Selain itu, limbah berdasarkan sumber air limbah dibagi atas tiga jenis
yaitu :
a. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis
seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular
dan lain – lain.
22
b. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis
yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.
c. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Budiman
Chandra, 2007).
2.4 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Layanan kesehatan selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan
depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari
pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan sarana kesehatan, seperti udara, air, lantai, makanan
dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman
dapat sampai ke tenaga kerja, penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial
(Anies, 2006).
Limbah layanan kesehatan yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat
memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan
penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah layanan kesehatan tersebut
mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut (Pruss. A,
2005:3):
a. Limbah mengandung agent infeksius
b. Limbah bersifat genoktosik
c. Limbah mengandung zat kimia atau obat – obatan berbahaya atau baracun
d. Limbah bersifat radioaktif
e. Limbah mengandung benda tajam
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas serta
memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat
kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang
beresiko antara lain :
23
a. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah
sakit
b. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah
c. Penjenguk pasien rawat inap
d. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan
kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian
transportasi.
e. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan
sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005: 21).
2.4.1 Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
pathogen. Pathogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa
jalur :
a. Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit
b. Melalui membrane mukosa
c. Melalui pernafasan
d. Melalui ingesti
Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi
gastroenteritis dimana media penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi
saluran pernafasan melalui sekret yang terhirup atau air liur dan lain – lain. Benda
tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tertusuk tetapi
juga dapat menginfeksi luka jika benda itu terkontaminasi pathogen. Karena
resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam
kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul
adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan
masuknya agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah (Pruss. A,
2005: 22).
24
2.4.2 Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan
sebagai akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka
bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi
melalui kulit atau membaran mukosa, atau melalui pernafasan atau pencernaan.
Zat kimia yang mudah terbakar, korosif atau reaktif (misalnya
formaldehide atau volatile/mudah menguap) jika mengenai kulit, mata, atau
membrane mukosa saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang
umum terjadi adalah luka bakar (Pruss.A, 2005: 23).
2.4.3 Bahaya Limbah Radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah radioaktif bergantung pada
jenis dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala,
pusing, dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena limbah
radioaktif bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat mengenai materi genetik.
Bahaya yang mungkin timbul dengan aktifitas rendah mungkin terjadi
karena kontaminasi permukaan luar container atau karena cara serta durasi
penyimpanan limbah tidak layak. Tenaga layanan kesehatan atau tenaga
kebersihan dan penanganan limbah yang terpajan radioaktif merupakan kelompok
resiko (Pruss.A, 2005: 24).
2.5. Pengolahan Limbah Medis
2.5.1 Teknologi Pengolahan Limbah Medis
Konsep pengelolaan lingkungan yang memandang pengelolaan
lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya
yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environment Management
System), melalui pendekatan ini, pengelolaan lingkungan tidak hanya meliputi
bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product (output), tetapi juga
mengembangkan strategi-strategi manajemen dengan pendekatan sistematis untuk
meminimasi limbah dari sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian
sumber daya sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan performa
25
lingkungan. Hal ini berarti menghemat biaya untuk remediasi pencemaran
lingkungan ( Adisasmito, 2008:1).
Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut
(Adisamito, 2009:9):
a. Reduksi limbah pada sumbernya (source reduction)
b. Minimisasi limbah
c. Produksi bersih dan teknologi bersih
d. Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh (Total Quality Environmental
Management/TQEM)
e. Continous Quality Improvement (CQI)
Pengelolaan limbah medis secara konvensional meliputi hal-hal sebagai
berikut: pemilahan pada sumber, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pemilahan, pemotongan, pengolahan dan pembuangan akhir.
1. Pemilahan dan pengurangan pada sumber
Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan hal-hal yaitu
kelancaran penanganan dan penampungan, pengurangan jumlah limbah yang
memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3,
diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3, pengemasan
dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi
biaya, tenaga kerja, dan pembuangan, pemisahan limbah berbahaya dari semua
limbah pada tempat penghasil limbah akan mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dan penanganan (Adisasmito, 2009: 194).
2. Pengumpulan (Penampungan)
Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas,
aman, dan higienis. Pemadatan merupakan cara yang paling efisien dalam
penyimpanan limbah yang bisa dibuang dan ditimbun. Namun tidak boleh
dilakukan untuk limbah infeksius dan benda tajam (Adisasmito, 2009: 195).
3. Pemisahan limbah
Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah dengan cara
menggunakan kantong berkode (umumnya dengan kode berwarna). Kode
berwarna yaitu kantong warna hitam untuk limbah domestik atau limbah
26
rumah tangga biasa, kantong kuning untuk semua jenis limbah yang akan
dibakar (limbah infeksius), kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang
sebaiknya dibakar tetapi bisa juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan
pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan, biru muda atau transparan
dengan strip biru tua untuk limbah autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum
pembuangan akhir (Adisasmito, 2009: 195).
Gambar 2.1. Pemisahan Limbah
Sumber : https://rsud.bulelengkab.go.id/artikel/pengelolaan-limbah-medis-rumah-
sakit-88,2019
27
Tabel 2.1. Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengolahan limbah klinis adalah
sebagai berikut:
a. Penghasil limbah klinis dan yang sejenis harus menjamin keamanan dalam
memilah-milah jenis sampah, pengemasan, pemberian label, penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan
b. Penghasil limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik
meninjau kembali strategi pengolahan limbah secara menyeluruh
c. Menekan produksi sampah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi
pengelolaan
d. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya adalah langkah awal prosedur
pembuangan yang benar
e. Limbah radioaktif harus diamanakan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang
berlaku oleh instansi berwenang
f. Incinerator adalah metode pembuangan yang hanya disarankan untuk limbah
tajam, infeksius, dan jaringan tubuh
28
g. Incinerator dengan suhu tinggi disarankan untuk memusnahakan limbah
citotoksis (110°C)
h. Incinerator harus digunakan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi desain.
Mutu emisi udara harus dipantau dalam rangka menghindari pencemaran
udara.
i. Sanitary landfill mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu bila sarana
incinerator tidak mencukupi
j. Perlu diperhatikan bahwa program latihan karyawan atau staf RS menjadi
bagian integral dalam strategi pengelolaan limbah (Adisasmito, 2008: 38).
2.5.2 Penanganan Limbah di Sumber Limbah
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya
pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume
bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi
limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Pruss, A., 2005: 67).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus
dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau
mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah
pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan
tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung
pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni
meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan
pelaksanaannya relatif murah. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi
limbah pada sumbernya adalah (Pruss, A., 2005: 68):
a. Penanganan yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau
kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
b. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
29
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.
c. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau
bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
d. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan
bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak
berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
e. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
f. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang
kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup
tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau
penggantian sebagian unitnya (Adisasmito, 2009: 9).
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di
seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat
dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut
(Depkes RI, 1992):
a. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu
untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
b. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik. Limbah dari
kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
c. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan
kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Pruss, A., 2005:
6768):
1. Pemisahan limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
30
c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.
2. Penyimpanan limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
a. Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
b. Kantung dipegang pada lehernya
c. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai
sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu
mengangkut kantong tersebut
d. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih
untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double
bagging)
e. Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalam kantung yang salah
f. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung
limbah
2.5.3. Pengangkutan Limbah Padat
Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah
bagian klinik dibawa ke incinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus
(mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang
31
digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah)
dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
Kereta atau troli yang digunakan untuk transportasi sampah medis harus
didesain sedemikian sehingga (Pruss, A., 2005: 68):
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak mudah tembus
2) Tidak menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak menempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali
Dalam beberapa hal dimana tidak tersedia sarana setempat, sampah
medis harus diangkut ketempat lain (Pruss, A., 2005: 69) :
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut,
dan harus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang
dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi
kebocoran atau tumpah. Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu
pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-
site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan
dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat
proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut
termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam
kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor (Hapsari, 2010).
Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator, atau
pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya:
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
32
2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah
ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dari binatang dan bebas
dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah (Depkes RI, 2002).
Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang,
apron, pelindung kaki/ sepatu boot, dan sarung tangan khusus (Depkes RI, 2004).
2.5.4 Pembuangan dan Pemusnahan Limbah
Setelah dimanfatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat
dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar
(insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah
dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli incinerator sendiri,
incinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 -
1500ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas
yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula
memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah
sakit yang berasal dari rumah sakit lain. Incinerator modern yang baik tentu saja
memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah
klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak
terpakai (Arifin, 2009).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun
dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut
meliputi yang berikut:
a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
33
b. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm. Tambahkan
lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa
ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
c. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah (Setyo Sarwanto, 2003).
Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah mempunyai
keuntungan sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar
instansi/unit.
2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan
rumah sakit maupun pada penanganan limbah diluar rumah sakit.
3) Pengurangan biaya produksi kantong dan container (Hapsari, 2010).
Pelaksanaan pengelolaan limbah medis untuk masing-masing golongan
adalah sebagai berikut (Adisasmito, 2009: 133):
A. Golongan A
1) Dressing bedah yang kotor, swab, dan limbah lain yang terkontaminasi deri
ruang pengobatan hendaknya di tampung pada bak penampungan limbah
medis/medis yang mudah dijangkau atau bak sampah yang dilengkapi
dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong pelapis tersebut
hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila tiga perempat
penuh. Kemudian diikat dengan kuat sebelum diangkut dan ditampung
sementara di bak sampah medis. Bak ini juga hendaknya jadwal
pengumpulan sampah. Isi kantong jangan sampai longgar pada saat
pengangkutan dari bak ke bak, sampah hendaknya dibuang sebagai
berikut:
a) Sampah dari unit haemodialisis: sampah hendakmya dimusnahkan
dengan insinerator. Bisa juga dengan autoclaving tetapi kantong harus
dibuka dan dibuat sedemikian sehingga uap panas bisa menembus
secara efektif.
b) Limbah dari unit lain: limbah hendaknya dimusnahkan dengan
insinerator. Bila tidak memungkinkan bisa dengan menggunakan cara
lain, misalnya dengan membuat sumuran dalam yang aman.
34
2) Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh
pimpinan yang bertanggung jawab. Kepala Instalasi Sanitasi dan Dinas
Kesehatan c/q. Sub Dinas PKL setempat.
3) Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada
bak limbah medis atau kantong lain yang tepat dan kemudian
dimusnahkan dengan insinerator. Kecuali bila terpaksa, jaringan tubuh
tidak boleh dicampur dengan sampah lain pada saat pengumpulan.
4) Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan
insinerator. Insinerator harus dioperasikan dibawah pengawasan bagian
sanitasi atau bagian laboratorium.
B. Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan
tertutup. Sampah jenis ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam
yang bila telah penuh diikat dan ditampung dalam bak sampah medis sebelum
diangkut dan dimusnahkan dengan insinerator.
C. Golongan C
Pembuangan sampah medis yang berasal dari Laboratorium patologi
kimia, haemotologi, dan transfusi darah, mikrobiologi, histologi dan post-
mortum serta unit sejenis (misalnya tempat binatang percobaan disimpan),
dibuat dalam kode pencegahan infeksi dalam laboratorium medis dan ruang
post-mortum dan publikasi lain.
D. Golongan D
Barang dari produk medis yang baru sebagian digunakan hendaknya
dikembalikan kepada petugas yang bertanggung jawab dibagian farmasi.
E. Golongan E
Kecuali yang berasal dari ruang dengan risiko tinggi, isi dari sampah dari
golongan ini bisa dibuang melalui saluran air, WC atau unit pembuangan untuk
itu. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui saluran air hendaknya disimpan
dalam bak sampah medis dan dimusnahkan dengan incinerator (Adisasmito,
2009: 133).
35
Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum berbagai
prosedur yang digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan
hendaknya disertakan terutama pada sampah yang dapat membahayakan petugas
atau orang-orang yang berkaitan dengan pengankutan/pembuangan sampah atau
pembersihan sampah atau kepada masyarakat umum. Prosedur tersebut
hendaknya dikonsultasikan dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit pemadam
kebakaran, kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan.
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah:
a. Incinerasi.
b. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu
121ºC.
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde).
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia
sebagai desinfektan).
e. Inaktivasi suhu tinggi.
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi).
g. Microwave treatment.
h. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).
i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk (Depkes RI, 2006).
2.6 Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan alat pelindung diri sudah diatur dalam Undang-Undang No.1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, khususnya pasal 9, 12, dan 14, yang
mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja,
baikbagi pengusaha maupun bagi tenaga kerja.
36
2.6.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Budiono (2003), alat pelindung diri adalah seperangkat alat
yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagia atau seluruh tubuhnya dari
adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja.
2.6.2 Persyaratan Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Suma’mur (1996), syarat-syarat alat pelindung diri yang baik
antara lain :
a. Alat pelindung diri tersebut harus enak dipakai.
b. Alat pelindung diri tersebut harus tidak boleh mengganggu pekerjaannya.
c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya yang dihadapinya.
2.6.3 Ketentuan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Budiono, dkk (2003), alat pelindung diri yang telah dipilih
hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Harus memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik
atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja.
b. Beratnya harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
c. Harus dapat dipakai secara fleksibel.
d. Bentuknya harus cukup menarik.
e. Tidak mudah rusak.
f. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya.
g. Suku cadangnya harus mudah diperoleh sehingga pemeliharaan alat
pelindung diri dapat dilakukan dengan mudah.
h. Memenuhi ketentuan dari standar yang ada
i. Pemeliharaannya mudah
j. Tidak membatasi gerak
k. Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa “tidak nyaman” tidak mungkin
hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi). Oleh
sebab itu pemeliharaan dan control terhadap alat pelindung diri penting
37
karena alat pelindung diri sensitive terhadap perubahan tertentu, punya masa
kerja tertentu dan APD dapat menularkan beberapa jenis penyakit jika secara
bergantian.
2.6.4 Kelemahan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
a. Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna
1) Memakai alat pelindung diri tidak tetap.
2) Cara memakai alat pelindung diri yang salah.
3) Alat pelindung diri yang dipakai tidak memenuhi persyaratan yang
diperlukan.
b. Alat pelindung diri tidak enak dipakai
2.6.5 Jenis Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Suma’mur (1996), alat pelindung diri beraneka ragam
macamnya, jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi maka jenis
proteksi diri adalah :
a. Kepala : pengikat rambut, penutup, topi dari berbagai bahan
b. Mata : kaca mata dari berbagai jenis
c. Muka : perisai muka
d.Tangan dan jari : sarung tangan
e. Alat pernafasan : masker khusus
f. Telinga : sumbat telinga dan tutup telinga
g. Tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan
Menurut Notoadmodjo (1974), faktor yang mempengaruhi bersedia
atau tidaknya menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan adalah
a. Sejauh mana orang yang memakai alat itu mengerti akan kegunaannya.
b. Kemudahan dan kenyamanan apabila dipakai dengan gangguan yang paling
minimum terhadap prosedur kerja yang normal.
c. Sangsi-sangsi ekonomi, social dan disiplin yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi attitude mereka.
Menurut Siswanto (1991), alat pelindung diri antara lain :
38
A. Alat pelindung tangan
Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak
digunakan. Hal ini tidaklah mengherankan karena kecelakaan pada tangan sering
terjadi. Dalam memilih sarung tangan yang tepat, perlu mempertimbangkan
faktor-faktor antara lain :
1) Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan, misalnya untuk
pekerjaan yang halus dimana pemakaiannya harus membedakan benda-benda
yang halus, pemakaian sarung tangan yang tipis akan memberikan kepekaan
(sensibilitas) yang lebih besar dari sarung tangan yang berukuran tebal.
2) Bagian tangan yang harus dilindungi, apakah tangan saja atau tangan dan
lengan bawah. Menurut bentuknya, sarung tangan dapat dibedakan menjadi :
a) Sarung tangan biasa
b) Gaulets atau sarung tangan yang dilapisi oleh plat logam
c) Mitts atau sarung tangan dimana keempat jari pemakainyai bungkus
menjadi satu kecuali ibu jari yang mempunyai pembungkus sendiri
(bentuknya seperti sarung petinju)
Macam-macam sarung tangan antara lain :
1) Sarung tangan karet
2) Sarung tangan kulit
B. Alat pelindung kaki atau sepatu boot
Sepatu keselamatan kerja (Sefety Shoes) digunakan untuk melindungi
kaki dari bahaya tertusuk benda-benda tajam. Sepatu pelindung kaki ini terbuat
dari kulit.
C. Pakaian kerja
Pakaian pelindung atau pakaian kerja ini digunakan untuk melindungi
pemakainya dari benda yang kotor, cuaca yang panas. Menurut Fundamental of
Chemical Safety and Major Hazard Control(1991:143), alat pelindung diri dibagi
menjadi :
1) Alat Pelindung Kepala
2) Alat Pelindung Telinga
3) Pelindung Muka dan Mata
39
4) Pelindung Pernafasan
5) Pakaian Kerja
6) Sarung Tangan
7) Pelindung kaki
2.6.6 Alat Pelindung Diri (APD) pada Pengolahan Limbah Puskesmas
Dalam pengelolaan limbah padat di puskesmas, alat pelindung diri yang
digunakan untuk melindungi diri terhadap faktor bahaya percikan pembakaran
sampah, debu dan benda-benda kecil beterbangan menurut Sumak’mur (1996)
adalah :
1) Mata, dengan menggunakan Googles, penutup mata
Gambar 2.2. Alat Pelindung Mata berupa Googles
Sumber : /sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/alat-
pelindung-diri-apd.html
2) Alat pernafasan, menggunakan respirator atau masker khusus
Gambar 2.3. Masker Pernafasan untuk Polusi Udara
Sumber : /sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/alat-
pelindung-diri-apd.html
40
3) Lengan, tangan, dan jari dengan menggunakan sarung tangan dan pakaian
berlengan panjang
Gambar 2.4. Sarung Tangan
Sumber : /sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/alat-
pelindung-diri-apd.html
4) Tungkai dan kaki, dengan menggunakan pelindung-pelindung betis, tungkai
dan mata kaki. Dalam hal ini dapat menggunakan sepatu boots.
Gambar 2.5. Sepatu Boots
Sumber : /sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/10/alat-
pelindung-diri-apd.html
41
BAB III
METODE KERJA PRAKTEK
3.1.1 Jenis Metode
Jenis metode yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah deskriptif,
yaitu memberikan gambaran secara jelas yang terbatas pada usaha
mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga hanya
merupakan penyingkapan suatu fakta dan data yang diperoleh dan digunakan
sebagai bahan penulisan serta bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran
Pengelolaan Limbah Medis padat di Puskesmas Sukamahi Kecamatan Cikarang
Pusat.
3.2 Metode Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari kerja praktek ini di dapatkan dari dua sumber, yaitu:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil observasi dan hasil
pengamatan kegiatan pengelolaan limbah medis padat dan data yang
diperoleh melalui dokumen yang dimiliki oleh pihak Puskesmas Sukamahi
Kecamatan Cikarang Pusat.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder meliputi kegiatan pengumpulan sekunder, data
literatur, jurnal, makalah, laporan kerja praktek terdahulu, data keterangan
berupa bagan alir proses produksi dan dampak yang mungkin timbul dan data
pendukung lainnya seperti metode pengumpulan data informasi dengan cara
menbaca dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan objek studi.
2. Metode Analisis
Penanganan Limbah Medis padat di Puskesmas Sukamahi Kecamatan
Cikarang Pusat menganut pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015.
42
Dalam Pasal 3 disebutkan Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 merupakan fasilitas yang wajib terdaftar di instansi yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pusat kesehatan masyarakat;
b. Klinik pelayanan kesehatan atau sejenis; dan
c. Rumah sakit.
Pasal 4 memuat Limbah B3 dalam Peraturan Menteri ini meliputi
limbah:
a. Dengan karakteristik infeksius;
b. Benda tajam;
c. Patologis;
d. Bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan;
e. Radioaktif;
f. Farmasi;
g. Sitotoksik;
h. Peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi; dan
i. Tabung gas atau kontainer bertekanan.
Data yang diperoleh dari Puskesmas Sukamahi Kecamatan Cikarang
Pusat akan di masukkan dan disusun ke dalam hasil kerja praktek, kemudian
pembahasan dengan cara membandingkan Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015.
3.3 Lokasi Kerja Praktek
Lokasi Kerja Praktek bertempat di Puskesmas sukamahi Kecamatan
Cikarang Pusat yang beralamat di Jalan Raya Sukamahi Kampung Cimahi Rt 07
Rw 04, Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi.
43
Gambar 3.1. Lokasi Puskesmas Sukamahi
Sumber: Google Maps, 2018
3.4 Alasan Pemilihan Lokasi Kerja Praktek
Penulis mengambil lokasi kerja praktek di Puskesmas Sukamahi karena
memiliki Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang sesuai
dengan judul diteliti. Selain itu, Puskesmas Sukamahi lebih efisiensi dengan
waktu kerja yang diambil penulis dengan tempat kerja praktek dan dekat dengan
tempat tinggal penulis, sehingga memperlancar kegiatan kerja praktek penulis.
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek
Objek Kerja Praktek ini adalah di Area Puskesmas Sukamahi Kecamatan
Cikarang Pusat.
3.6 Jadwal Pelaksanaan
Sesuai dengan kurikulum Program Studi Teknik Lingkungan Sekolah
Tinggi Teknik Pelita Bangsa (STT Pelita Bangsa). Kegiatan Kerja Praktek
mempunyai bobot 2 SKS dan merupakan persyaratan untuk menempuh ujian
akhir. Pelaksanaan Kerja Praktek ini di rencanakan pada tanggal sebagai berikut
44
Pelaksanaan Kerja Praktek
Tempat : Puskesmas Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat
Alamat : Jalan Raya Sukamahi Kampung Cimahi Rt 07 Rw 04, Desa
Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi.
Waktu : 2 Januari 2019 – 28 Februari 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Studi Pendahuluan
2 Observasi
3 Wawancara
4 Studi Literatur
5 Analisa dan Diskusi
6 Report Harian
7 Penyusunan Laporan
Waktu Per MingguNo Uraian Kegiatan
45
BAB IV
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS SUKAMAHI
4.1 Situasi Geografis
4.1.1 Peta Wilayah
Peta wilayah Puskesmas Sukamahi adalah sebagai berikut :
Gambar 4.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2018
4.1.2 Luas Wilayah dan Batas-batas
Puskesmas Sukamahi merupakan Puskesmas Kecamatan yang terletak Jl.
Raya Sukamahi Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi.
Puskesmas Sukamahi berdiri pada tahun 2002.
Luas wilayah kerja Puskesmas Sukamahi adalah 4.523 km2. Terdiri dari
6 desa yaitu desa Sukamahi, desa Cicau, desa Pasirranji, desa Pasir Tanjung, desa
Hegar Mukti dan desa Jaya Mukti.
Wilayah kerja desa yang paling luas adalah Desa Cicau yaitu 942 km2
dan wilayah kerja paling kecil adalah Desa Jaya Mukti yaitu 518 km2. Namun
CICAU
SUKAMAHI
PASIRRANJI
HEGARMUKTI
JAYAMUKTI
PASIRTANJUNG
SERANG BARU
TELUKJAMBE BARAT
BOJONGMANGU
CIKARANG PUSAT
CIKARANG TIMUR
CIKARANG SELATAN
CIKARANG UTARA
Batas kecamatan
BOJONGMANGUCIKARANG PUSAT
CIKARANG SELATANCIKARANG TIMURCIKARANG UTARA
SERANG BARUTELUKJAMBE BARAT
Desa Cikarang PusatCICAU
HEGARMUKTIJAYAMUKTIPASIRRANJI
PASIRTANJUNGSUKAMAHI
10 0 10 20 Kilometers
N
EW
S
PETA BATAS WILAYAH KERJAPUSKESMAS SUKAMAHI
KEC. CIKARANG PUSAT
CICAUSUKAMAHI
PASI RRANJI
HEGARMUKTI
JAYAMUKTI
PASI RTANJUNG
46
walaupun luas wilayahnya paling kecil tapi mempunyai kepadatan penduduk
paling besar yaitu 45/km2
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Sukamahi adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kecamatan Cikarang Timur
- Sebelah Selatan : Kecamatan Serang Baru
- Sebelah Barat : Kecamatan Cikarang Selatan
- Sebelah Timur : Kabupaten Karawang
4.1.3 Wilayah Administrasi
Secara administratif Puskesmas Sukamahi termasuk kedalam wilayah
Kecamatan Cikarang Pusat, jumlah desa wilayah kerja Puskesmas Sukamahi
adalah 6 desa meliputi 137 RT dan 49 RW. Keenam desa tersebut adalah :
a. Desa Sukamahi
b. Desa Cicau
c. Desa Pasirranji
d. Desa Pasir Tanjung
e. Desa Hegar Mukti
f. Desa Jaya Mukti
Jarak terjauh ke Puskesmas yaitu 10 km dan jarak terdekat yaitu 1 km
dengan waktu tempuh terlama adalah 60 menit dan waktu tempuh tercepat 10
menit dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh desa di wilayah kerja
Puskesmas Sukamahi relatif terjangkau.
4.2 Situasi Demografis
Penduduk sebagai sumber daya manusia merupakan potensi daerah yang
paling penting. Tentu saja hal ini perlu didukung dengan kualitas yang memadai
baik pendidikan maupun kesehatannya. Secara kuantitatif, jumlah penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Sukamahi pada tahun 2018 adalah 82.238 jiwa terdiri
47
dari laki-laki 41.813 jiwa dan perempuan 40.425 jiwa, dengan kepadatan
penduduk 18 jiwa per km2.
Tingkat kepadatan penduduk tidak merata dangan kepadatan penduduk
tertinggi ditempati Desa Jaya Mukti dengan rata-rata 53 jiwa/km2 sedangkan
menempati kepadatan penduduk terendah ialah Desa Pasiranji dengan 5 jiwa/km2 .
4.3 Visi Dan Misi Puskesmas Sukamahi
4.3.1 VISI
Puskesmas Sukamahi Sehati ( Sehat, Hangat, Diminati ) yang mandiri
menuju Cikarang Pusat Sehat.
4.3.2 MISI
a. Menyelnggarakan pelayanan kesehatan yang prima dan mandiri kepada
masyarakat dengan membudayakan 5 S ( Senyum, Salam, Santun, Sentuh dan
Sabar )
b. Memberdayakan potensi masyarakat melalui peran serta aktif masyarakat.
c. Menggalang kemitraan di wilayah kerja Cikarang Pusat
Upaya kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas Sukamahi meliputi 6
program dasar wajib di Puskesmas ditambah dengan program pengembangan.
Program-program tersebut adalah :
1. Program Promosi Kesehatan
2. Program Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana
3. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
4. Program Kesehatan Lingkungan
5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6. Program Pengobatan
48
4.4 Sumber Pembiayaan Kesehatan
Sumber pembiayaan kesehatan di Puskesmas Sukamahi bersumber dari :
1. JKN
2. APBD Kabupaten
3. BOK ( Bantuan Operasinal Kesehatan )
4.5 Sarana Kesehatan
4.5.1 Puskesmas Pembantu
Puskesmas Pembantu yang ada di Puskesmas Sukamahi berjumlah tiga
buah yaitu Puskesmas Pembantu Hegar Mukti, Puskesmas Pembantu Pasir
Tanjung, dan Puskesmas Pembantu Pasirranji. Puskesmas Pembantu ini berperan
memperluas jangkauan pelayanan kesehatan Puskesmas yang jauh dari Puskesmas
Induk.
4.5.2 Posyandu
Dalam rangka mendekatkan dan memeratakan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat , telah dibentuk Pos Pelayanan Terpadu yang melayanai
sasaran masyarakat rawan diantaranya bayi, balita , ibu hamil , ibu menyusui ,
PUS dan WUS.
Jumlah Posyandu yang ada di Puskesmas Sukamahi tahun 2018 adalah
75 posyandu yang tersebar di 6 desa wilayah kerja. Jumlah posyandu dimasing-
masing desa yaitu Apabila dibandingkan dengan jumlah desa maka rata-rata tiap
desa telah memiliki 10 Posyandu kecuali desa Jaya Mukti dengan penduduk
terbanyak mempunyai 24 Posyandu,apabila dibandingkan dengan jumlah KK ,
maka setiap Posyandu melayani 241 KK. Jumlah Posyandu yang ada di
Puskesmas Sukamahi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1. Jumlah Posyandu Yang Ada di Puskesmas Sukamahi Tahun 2018
No DESA NAMA
POSYANDU JUMLAH
1 Sukamahi Anggrek I - VIII 11
2 Cicau Bugenville I – IX 1
49
3 Pasiranji Puring I – VI 6
4 Pasir Tanjung Pasir Tanjung 01-08 9
5 Hegar Mukti Pos I – Pos XII 15
6 Jaya Mukti Anggrek,mawar,Lili 24
JUMLAH 75
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2018
4.5.3 Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Swasta (SPKDS)
Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar swasta yang ada di wilayah
Puskesmas Sukamahi tahun 2018 dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.2. Jumlah SPKDS di Puskesmas Sukamahi Tahun 2018
No Jenis SPKS Jumlah Jumlah
Berizin
1 Praktik Dokter
Bersama 9 9
2 Balai
Pengobatan/Klinik 22 22
3 Rumah bersalin 6 6
4 Praktik Dokter
Perorangan 4 4
5 Apotek 13 13
Jumlah 54 54
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2018
4.6 Sumber Daya Manusia
Jumlah seluruh tenaga yang ada di Puskesmas Sukamahi adalah 38
orang dengan perincian sebagai berikut :
50
Tabel 4.3. Jumlah Dan Keadaan Tenaga Puskesmas Sukamahi Tahun 2018
No Jenis Tenaga PNS PTT Kontrak
/Lain2 Jumlah
1 Dokter
Umum 2 0 0 2
2 Dokter Gigi 2 0 0 2
3 Sarjana Kes
Masy 1 0 0 1
4 Bidan
Puskesmas 11 0 0 11
5 Bidan di desa 7 0 0 7
6 Perawat 5 0 0 5
7 Perawat Gigi 0 0 0 0
8 Nutrisionist 1 0 0 1
9 Pengawas
Farmasi 1 0 0 1
10 Pranata
Laboratorium 1 0 0 1
10 Sanitarian 1 0 0 1
11 Administrasi 0 0 1 0
12 Cleaning
Service 0 0 2 2
13 Lain-lain/
Penjaga 0 0 2 2
Jumlah 31 0 5 36
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2018
4.7 Pola Penyakit Terbanyak
Pola penyakit terbanyak ( 20 Penyakit utama ) yang terjadi di Puskesmas
Sukamahi Tahun 2018 diperoleh dari SP3 (LB 1 Penyakit) . Lebih jelas dapat
dilihat pada tabel-tabel berikut :
51
Tabel 4.4. Pola Penyakit di Puskesmas Sukamahi Tahun 2018
No JENIS PENYAKIT JUMLAH %
1 Penyakit ISPA Akut tidak spesifik 2329 28,62
2 Dispepsia 802 8,72
3 Hipertensi primer/essensial 642 7,05
4 Gastritis, tidak spesifik 589 6,94
5 Dermatitis lain tidak spesifik 540 6,07
6 Nasofaringitis akut 536 6,02
7 Demam tidak diketahui penyebabnya 460 5,38
8 Mialgia 380 4,27
9 Dispepsia 341 3,83
10 Konjungtivitis 312 3,50
11 Faringitis Akut 291 3,27
12 Migren & sindrom nyeri kepala
lainnya 258 2,90
13 Penyakit gusi, jaringan periodontal 229 2,57
14 Low back pain nyeri punggung
bawah 216 2,43
15 Dispepsia 201 2,26
16 Influenza 195 1,85
17 Tonsilitis Akut 175 1,40
18 Penyakit Pulpa dan jaringan
periapikal
152 1,26
19 Abses,furunkel,karbunkel Kutan 107 0,98
20 Otitis eksterna 91 0,69
Total 8846 100
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2018
52
4.8 Penyakit Menular
4.8.1 Tuberkulosis Paru
Merebaknya kembali penyakit yang sudah hampir terberantas ( re-
emerging diseases) ini sangat perlu diwaspadai. Hal ini telah ditindaklanjuti
dengan adanya Gerakan Terpadu Nasional TB Paru yang di dengungkan di
seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
Usaha menemukan penderita pada tahap dini serta pengobatan yang
tuntas diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan sehingga akibat fatal
kematian pun dapat dikurangi.
Selain dari intensifikasi program dalam hal tata cara penemuan penderita,
mulai dari pengambilan specimen, pemeriksaan Laboratorium dengan bahan
reagen yang baik dan memadai, serta pencegahan masa pengobatan yang tidak
tuntas (DO). Pengkajian mengenai DOTS, pemberdayaan berbagai pihak seperti
guru, bidan desa atau tenaga lainnya sebagai Pengawas Minum Obat ( PMO )
diasumsikan sebagai salah satu upaya untuk mencegahnya penderita putus
pengobatan / DO.
Jumlah kasus TB Paru yang ditangani di Puskesmas Sukamahi selama
kurun waktu 2014-2018 mengalami Fluktuasi kasus. Jumlah kasus TB Paru yang
ditangani pada tahun 2014 sebanyak 9 kasus, pada tahun 2015 sebanyak 11 kasus
dan meningkat pada tahun 2016 sebanyak 12 kasus, pada tahun 2017 jumlah
kasus yang ditangani mengalami kenaikan menjadi 13 kasus sedangkan pada
tahun 2018 mengalami penurunan kasus yang diobati yaitu sebanyak 5 kasus.
4.8.2 Penyakit Kusta
Upaya untuk menurunkan angka prevalensi kusta dalam rangka
eradikasi kusta di Indonesia sehingga menjadi lebih kecil dari 1 per 10.000
penduduk, dilakukan melalui kegiatan penemuan kasus baru secara intensif,
melaksanakan pengobatan secara ketat dan cermat. Selain itu, untuk mencegah
cacat baru pada penderita yang diobati maupun yang sudah selesai maka penderita
yang sudah dinyatakan Release For Control (RFC) maupun Release For
Treatment (RFT) tetap dimotivasi agar selalu memeriksakan diri. Penyakit kusta
53
yang di jumpai dan menjalani pengobatan di Puskesmas Sukamahi selama tahun
2018 hanya sebanyak 3 kasus, yaitu berasal dari Desa Sukamahi, desa Cicau dan
Desa Jaya Mukti.
4.8.3 Penyakit Diare
Penyakit diare merupakan penyakit yang banyak disebabkan karena
faktor sanitasi lingkungan dan kebersihan diri . Berbagai upaya terus dilakukan
untuk menekan kasus diare, terutama kegiatan penyuluhan kepada masyarakat
tentang pentingnya menjaga hygine lingkungan dan perorangan.
Dari tahun ketahun kasus diare yang terjadi mengalami fluktuasi yang
bervariasi. Jumlah kasus diare dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik Kasus Diare Puskesmas Sukamahi Tahun 2016 – 2018
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2018
4.9 Penyakit Bersumber Binatang (Penyakit Demam Berdarah)
Dari tahun ke tahun Penyakit Demam Berdarah merupakan penyakit
bersumber binatang yang banyak dijumpai dan mengalami peningkatan yang
cukup banyak. Pada tahun 2016 jumlah kasus Kejadian Demam Berdarah yang
ada di tangani sebanyak 17 kasus, dan pada tahun 2017 kasus Demam Berdarah
530
540
550
560
570
580
590
600
610
2016 2017 2018
54
yang ditangani sebanyak 6 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 kasus DBD dapat
ditekan menjadi 1 kasus. Upaya meminimalisasi terjadinya kasus Demam
Berdarah terus digalakkan dengan cara penyuluhan, penyemprotan ( Fogging )
dan Abatesasi. Namun upaya ini tidak ada artinya tanpa peran serta aktif dari
masyarakat dengan kegiatan 3 M dan menjaga kebersihan lingkungan.
55
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Limbah Medis Padat Puskesmas
Limbah Medis Padat yang dihasilkan oleh Puskesmas berasal dari
kegiatan medis. Jenis limbah yang dihasilkan adalah limbah infeksius benda
tajam, infeksius non benda tajam dan toksik farmasi. Limbah infeksius benda
tajam terdiri dari jarum suntik, spuit, needle,bisturi, trocar implant,ampul, jarum
lancet dan jarum hecting. Limbah infeksius non benda tajam terdiri dari kasa,
kapas, diapers,tissue, handscoen, dan botol plastik bekas ludah penderita TBC.
Limbah toksik farmasi terdiri dari sisa bungkus obat,obat yang sudah kadaluarsa,
botol obat/reagen yang dipakai di laboratorium.
5.2 Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Medis Padat
Pengelolaan limbah Medis Padat yang dilakukan oleh Puskesmas
meliputi pemilahan, pengemasan, pengumpulan dan penyimpanan. Pengangkutan
dan pengolahan limbah Medis Padat dilakukan oleh PT Adipraya Hijau Lestari
dengan metode insinerasi. Berikut ini merupakan uraian kondisi eksisting
pengelolaan limbah Medis Padat.
1) Pemilahan
Pemilahan limbah dilakukan berdasarkan jenis limbah yaitu infeksius
benda tajam, infeksius non benda tajam dan toksik farmasi. Pemilahan
dilakukan dengan menyediakan kemasan yang berbeda bagi setiap jenis
limbah. Puskesmas memberikan label “limbah medis” pada wadah limbah
infeksius benda tajam dan toksik farmasi.
2) Pengemasan
Puskesmas menggunakan safety box sebagai kemasan limbah infeksius
benda tajam. Limbah Medis Padat jenis lainnya dikemas dengan tempat
sampah plastik yang dilengkapi penutup.
56
3) Pengumpulan
Pengumpulan limbah Medis Padat dari setiap ruangan di Puskesmas
induk dilakukan setiap hari untuk limbah infeksius non benda tajam dan toksik
farmasi. Pengumpulan dilakukan setelah pelayanan administrasi. Pengumpulan
dilakukan setiap hari agar tidak terjadi penumpukan dan mencegah
kontaminasi ruang pelayanan medis. Limbah infeksius benda tajam
dikumpulkan apabila safety box telah ¾ penuh. Berdasarkan hasil pengamatan,
frekuensi pengumpulan di Pustu dilakukan lebih dari 7 hari. Limbah Medis
Padat dari Pustu akan dibawa ke Puskesmas induk untuk disimpan di TPS B3
sebelum diolah. Pengumpulan dilakukan lebih dari 7 hari karena limbah Medis
Padat yang dihasilkan Pustu sangat sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan,
dalam beberapa hari Pustu bisa tidak menghasilkan limbah sama sekali. Hal ini
dikarenakan adanya kebijakan tidak tertulis yang diterapkan sebagian
Puskesmas mengenai pembatasan kegiatan injeksi terutama di Pustu. Pada saat
proses pengumpulan limbah, petugas pengumpulan pada umumnya hanya
menggunakan handscoen dan masker. Proses pengumpulan tidak menggunakan
trolly khusus. Petugas akan mengangkat plastik kemasan berisi limbah dan
mengganti dengan plastik yang baru. Plastik berisi limbah Medis Padat dari
setiap ruangan dipegang dan dibawa secara langsung menuju TPS.
4) Penyimpanan
Penyimpanan limbah Medis Padat oleh Puskesmas Induk di TPS B3
dilakukan hingga berbulan bulan. Pembayaran minimum untuk satu kali
pengambilan limbah Medis Padat oleh pengolah adalah 30 kg. Laju timbulan
rata-rata Puskesmas dalam satu bulan kurang dari 25 kg. Sehingga Puskesmas
menunggu hingga limbahnya mencapai 30 kg atau lebih, lalu kemudian
memanggil pengolah untuk mengangkut limbah Medis Padat.
5) Pengangkutan
Pengangkutan limbah Medis Padat dari Pustu ke Puskesmas induk tidak
menggunakan kendaraan khusus. Pengangkutan limbah Medis Padat dari
Puskesmas induk ke pengolah menggunakan transporter PT Adipraya Hijau
Lestari dengan kendaraan pick up yang tertutup ( box ) dan sudah dilengkapi
57
dengan simbol. Petugas menggunakan APD berupa handscoen,masker dan
sepatu boot saat memasukkan limbah ke dalam kendaraan pengangkut.
Berdasarkan hasil wawancara, petugas sudah mendapatkan training
sebelumnya perihal penanganan limbah medis.
6) Pengolahan
Pengolahan limbah medis oleh PT Wastec menggunakan 2 unit
insinerator dengan tipe Reciprocating Grate Static Incinerator. Insinerator
memiliki kapasitas 350 kg/jam. Rata-rata penggunaan suhu insinerator pada
chamber 1 adalah 792°C dan 1019°C pada chamber 2. Rata-rata limbah medis
yang dibakar adalah 48 kg/10 menit. Berdasarkan hasil uji emisi, efisiensi
pembakaran adalah 99,99%. Alat kontrol emisi berupa wet scrubber.
5.3 Evaluasi Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Medis Padat
1) Komposisi Limbah Medis Padat
Komposisi limbah B3 terbanyak Puskesmas limbah infeksius benda
tajam yang berupa jarum suntik bekas imunisasi di Posyandu menempati
persentase tertinggi yaitu 70%.
2) Laju Timbulan Limbah Medis Padat
Berdasarkan pengukuran Puskesmas induk dan 3 Pustu, didapatkan hasil
laju timbulan sebagai berikut.
Puskesmas = 6,37 g/pasien.hari
Penyebabnya adalah karena jenis pelayanan medis yang ditawarkan
berbeda. Rujukan menyebutkan bahwa laju timbulan limbah medis sangat
dipengaruhi oleh besar dan tipe dari fasilitas kesehatan. Selain kedua hal
tersebut, rujukan mengemukakan bahwa aktivitas pemilahan dan pelayanan
medis juga turut mempengaruhi laju timbulan.
3) Pemilahan
Pemilahan dilakukan mulai dari sumbernya sesuai dengan jenis limbah
padat medis yang dihasilkan. Kegiatan pemilahan di Puskesmas belum berjalan
58
optimal. Pada kemasan limbah Medis Padat masih sering ditemukan limbah
domestik seperti sisa makanan, plastik, dan kertas.
4) Pengemasan
Kemasan limbah Medis Padat terbuat dari bahan yang kuat, ringan, tahan
karat dan kedap air serta limbah benda tajam dikumpulkan dalam satu wadah
sudah terlaksana. Di setiap ruangan yang menghasilkan limbah disediakan
kemasan dan menggunakan kemasan plastik sekali pakai belum terlaksana.
Kemasan dilengkapi penutup, simbol dan label masih belum terlaksana.
Penggunaan kantong kemasan limbah infeksius berwarna kuning sudah
terlaksana.
5) Pengumpulan
Pengumpulan limbah harus dilakukan setiap 3/4 volume kemasan sudah
terisi . Pengumpulan di Puskesmas induk sudah dilakukan. Namun di Pustu
pengumpulan masih dilakukan lebih dari 7 hari. Persyaratan pengumpulan
menggunakan trolly pengangkut dan APD lengkap oleh petugas belum
terlaksana. Pengumpulan dengan terpilah sudah terlaksana.
6) Penyimpanan
Persyaratan penyimpanan maksimum 2 hari belum terlaksana. Lokasi
TPS bebas banjir dan tidak rawan bencana alam dan berada dalam penguasaan
penghasil limbah sudah terlaksana. Jarak minimum antar lokasi dengan
fasilitas umum adalah 50m belum terlaksana. TPS memiliki saluran drainase,
bak penampung, penerangan, ventilasi, dapat melindungi limbah dari sinar
matahari dan hujan sudah terlaksana. Lantai bangunan kedap air, rata, tidak
retak, serta dilengkapi simbol dan label belum terlaksana. TPS tidak dirancang
khusus sebagai tempat penyimpanan limbah Medis Padat sehingga tidak dapat
memenuhi kriteria TPS B3.
7) Pengangkutan
Pengangkutan limbah B3 dari Pustu ke Puskesmas induk ataupun dari
Puskesmas induk ke PT Wastec harus menggunakan kontainer yang tertutup.
Hal ini belum terlaksana pada pengangkutan dari Pustu ke Puskesmas induk.
59
Pengangkutan limbah menuju pengolah sudah menggunakan kontainer yang
tertutup. Petugas menggunakan APD lengkap sudah terlaksana.
8) Pengolahan
Suhu minimum pembakaran limbah medis adalah 1000C [1]. Untuk
insinerator dengan tipe duble chamber, suhu pembakaran pada chamber
pertama minimum 850°C dan suhu pembakaran di chamber kedua 1100°C.
Penelitian lainnya menyatakan insinerasi plastik dan farmasi harus dilakukan
pada suhu minimum 1100°C [16]. Di bawah suhu ini terdapat kemungkinan
terbentuknya senyawa toksik berupa dioksin dan furan. Suhu rata-rata
pembakaran pada incenerator PT Wastec Internasional berdasarkan
Kepmenkes 1204 (2004) sudah memenuhi persyaratan.
5.4 Rekomendasi Pengelolaan
Berikut ini merupakan beberapa rekomendasi pengelolaan limbah Medis
Padat Puskesmas Sukamahi.
1. Pengadaan Safety Talk.
Pengadaan safety talk secara rutin untuk untuk meningkatkan kesadaran
mengenai penggunaan APD. Sosialisasi ini sebaiknya dilakukan terus menerus
dan terjadwal sehingga seluruh karyawan, terutama yang terlibat penanganan
limbah menjadi familiar dengan aturan aturan dalam Standar Operating
Procedure (SOP) dan dapat melakukan dengan kesadaran sendiri tanpa
paksaan.
2. Menyimpan Limbah Medis pada Ruang Pendingin.
Limbah medis dapat disimpan selama 24 jam pada suhu 20°C atau 72
jam pada suhu -7°C hingga -13°C [19]. Di California dan Mississippi limbah
medis dapat disimpan maksimal 90 hari pada suhu dibawah 0°C (32F). Di
Malaysia, fasilitas kesehatan dengan skala kecil akan menyimpan limbahnya
lebih dari 1 hari dengan menyimpan limbah medis dalam pendingin bersuhu -
1°C hingga -5°C. Dengan penyimpan limbah medis di ruangan pendingin,
maka limbah dapat disimpan lebih dari 2 hari.
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kerja praktek ini adalah sebagai
berikut.
1) Komposisi limbah Medis Padat terbesar pada Puskesmas Sukamahi adalah
limbah infeksius benda tajam 73% sedangkan non benda tajam 27%, dan pada
Pustu adalah infeksius benda tajam 100% . Laju timbulan limbah di puskesmas
6,37 g/hari dan Pustu 1,97 g/hari
2) Kondisi eksisting pengelolaan limbah medis padat di Puskesmas Sukamahi dan
penggunaan APD belum berjalan optimal.
3) Pengelolaan limbah medis padat pada Puskesmas Sukamahi yang belum sesuai
dengan PermenLHK Nomor P. 56 tahun 2015 adalah belum adanya
penggunaan ruang pendingin dengan suhu dibawah 0°C di TPS Limbah medis
untuk penyimpanan limbah medis padat karena disimpan lebih dari 2 hari .
6.2. Saran
Beberapa saran yang diberikan untuk perbaikan pengelolaan Limbah
Medis Padat di Puskesmas Sukamahi adalah:
1) Penggunaan ruang pendingin untuk penyimpanan Limbah B3,karena
disimpan lebih dari 2 hari
2) MOU dilakukan tidak hanya dengan transporter, tetapi dengan pihak
pengolah atau pemusnah limbah ( PT Wastec Internasional )
3) Observasi lapangan mengenai rute pengangkutan limbah B3 dari Puskesmas
ke pengolah sebaiknya juga dilakukan.
61
DAFTAR PUSTAKA
, 2004, Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI. Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Alamsyah, Bestari. 2007. Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang
untuk Memenuhi Baku Mutu Lingkungan, Tesis. Universitas Diponegoro:
Semarang.
El-Salam, Magda Magdy Abd. 2005. Hospital waste management in El-Beheira
Governorate, Egypt. Journal of Environmental Management 91, p618-629
ICRC, 2011. Medical Waste Management. International Committee of the Red Cross,
Geneva, Switzerland.
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1995. Keputusan Kepada Bapedal No.1
Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badang Pengendalian
Dampak Lingkungan, Indonesia.
Notoatmodjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Paraningrum, Epifani Ardysta. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Medis Padat
dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Barat. Program Studi Teknik Lingkungan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya.
Perdani, Intan Puteri. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Medis Padat dari
Fasilitas Kesehatan di Surabaya Timur. Program Studi Teknik Lingkungan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Pratiwi, Dyah. 2013. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Puskesmas Kabupaten
Pati. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Pruss.A, 2005, Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, Cetakan I, Jakarta:
Penerbit EGC
Sekretariat Bapedal. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian
Dampak Lingkunga, Indonesia. .
62
Surat Kementrian Lingkungan Hidup Deputi Bidang Pengelolaan B3 No.
6251/Dep.IV/LH/PDAL/05/2013 perihal Klarifikasi terkait Limbah Botol Infus
Bekas. Kementerian Lingkungan Hidup, Indonesia
Suryati, dkk, 2009, Evaluasi Pengolahan Limbah Cair di RSU Cut Meutia Kota
Lhokseumawe. Jurnal Kedokteran Nusantara, Volume 42, No. 1, Maret 2009,
hlm. 41-47.
Sumakmur, 1996, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Gunung Agung
Trihono. (2005). ARRIMES: Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta :
CV. Sagung Seto.
Widiartha, Komang Y. 2012. Analisis Sistem Pengelolaan Limbah Medis Puskesmas di
Kabupaten Jember. Program Studi Kesehatan Lingkugan dan Kesehatan
Keselamatan Kerja. FKM: Universitas Jember.
Wiku Adisasmito, 2008, Audit Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta : Rajawali Pers.
63
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Operasional Puskesmas Sukamahi
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2019
64
Lampiran 2 Pemilahan Tempat Sampah Medis dan Non Medis
Sumber : Penulis ,2019
65
Lampiran 3 Pemilahan Tempat sampah Non Medis ( Organik/ An Organik )
Sumber : Penulis ,2019
66
Lampiran 4 Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Medis Padat
Sumber : Penulis ,2019
67
Lampiran 5 Pengangkutan Limbah Medis Padat oleh PT Adipraya Hijau Lestari
Sumber : Penulis ,2019
68
Lampiran 6 Pengolahan Limbah Medis Padat oleh PT Wastec Internasional
Sumber : wastecinternational.com/teknologi#insinerator-limbah-lumpur 2019
69
Lampiran 7 Diagram Alir Pengolahan Limbah Medis Padat di PT Wastec Internasional
Sumber : wastecinternational.com/teknologi#insinerator-limbah-lumpur 2019
70
Lampiran 8 MOU Pengolahan Limbah Medis Padat Puskesmas Sukamahi
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2019
71
Lampiran 9 Surat Perjanjian Kerjasama PT Adipraya dengan PT Wastec Internasional
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2019
72
Lampiran 10 Neraca Limbah Puskesmas Sukamahi Tahun 2018 dan 2019
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2019
Neraca Limbah 2018
Neraca Limbah 2019
73
Lampiran 11 Manifest Limbah Puskesmas Sukamahi Pengangkutan Januari 2019
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2019
74
Lampiran 12 Sertifikat Pemusnahan Limbah Medis Padat oleh PT Wastec Internasional
Sumber : Puskesmas Sukamahi, 2019