laporan kerja

49
LAPORAN KERJA PERUMUSAN EMPIRIS PERCEPATAN TANAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN PERIODE DOMINAN DAN VS30 DAERAH JAWA TIMUR PERIODE 2008- 2011 Disusun Oleh : RIAN MAHENDRA TARUNA NPT : 13112550 PROGRAM STUDI GEOFISIKA i

description

persamaan atenuasi jawa timur

Transcript of laporan kerja

LAPORAN KERJA

PERUMUSAN EMPIRIS PERCEPATAN TANAH DENGAN

MEMPERHITUNGKAN PERIODE DOMINAN DAN VS30 DAERAH

JAWA TIMUR PERIODE 2008- 2011

Disusun Oleh :

RIAN MAHENDRA TARUNA

NPT : 13112550

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN

GEOFISIKA

2015

i

LEMBAR PENGESAHAN

PERUMUSAN EMPIRIS PERCEPATAN TANAH DENGAN

MEMPERHITUNGKAN PERIODE DOMINAN DAN VS30 DAERAH

JAWA TIMUR PERIODE 2008- 2011

Disusun Oleh :

RIAN MAHENDRA TARUNA

NPT : 13112550

Telah disetujui oleh :

Ketua Program Studi Geofisika, Pembimbing,

Drs. Ibnu Purwana, M.Sc Drs. Hendri Subakti, S.Si,

M.Si

ii

PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, nama: Rian Mahendra Taruna,

NPT. 13112550, taruna Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Kerja ini saya susun tanpa

tindakan plagiarism sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Apabila di kemudian hari ternyata saya terbukti melakukan plagiarism

pada Laporan Kerja ini, saya akan bertanggung jawab dan siap menerima sanksi

akademis yang dijatuhkan oleh Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika.

iii

Tangerang Selatan, Juli 2015

(Rian Mahendra Taruna)

PERUMUSAN EMPIRIS PERCEPATAN TANAH DENGAN

MEMPERHITUNGKAN PERIODE DOMINAN DAN VS30 DAERAH

JAWA TIMUR PERIODE 2008- 2011

I. PENDAHULUAN

Percepatan tanah maksimum (PGA) merupakan salah satu parameter

yang dianggap paling tepat untuk menggambarkan tingkat kerusakan tanah akibat

gempabumi. Jika nilai PGA dari suatu wilayah diketahui, maka kita bisa

memperkirakan daerah mana saja yang mengalami tingkat kerusakan tertinggi saat

terjadi gempabumi.

Alat untuk mengukur nilai percepatan tanah adalah accelerograph. Di

Indonesia terdapat 231 sensor accelerograph yang tersebar di seluruh wilayah

Indonesia, termasuk Jawa Timur. Pemasangan sensor ini sangat penting karena

Jawa Timur termasuk daerah rawan gempa dengan penduduk yang padat. Menurut

USGS tercatat 524 event gempabumi pernah terjadi di wilayah Jawa Timur pada

periode 1960- 2015. Di sisi lain Jawa Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak

37.476.757 jiwa (Badan Pusat Statistik,2010).

Adapun tujuan dari penulis adalah untuk mencari persamaan empiris

percepatan tanah baru yang sesuai dengan data observasi dari accelerograph.

Sehingga pemodelan tingkat kerusakan tanah akibat gempabumi bisa lebih akurat.

Selama ini para peneliti hanya menentukan perumusan percepatan tanah dengan

input magnitude dan jarak hiposenter seperti McVerry (1995), McGuire (1974),

Takahashi (2000), Donovan (1972), dll. Oleh karena itu, diperlukan rumus

empiris yang mempertimbangkan periode dominan maupun Vs30 yang berkaitan

dengan local site daerah penelitian seperti Kanai (1966), Tong Katayama (1988),

dan Boore (1997). Kemudian nilai percepatan yang didapatkan dari rumus

atenuasi baru tersebut dibandingkan dengan rumus atenuasi yang sudah ada untuk

daerah Jawa Timur.

Ruang lingkup pada bahasan ini dibatasi analisa pada 7 sensor

accelerograph dan seismic aktif di Jawa Timur, yaitu sensor Banyuwangi (BYJI),

Gresik (GRJI), Gumukmas (GMJI), Karangkates (KRK), Pacitan (PCJI),

Pagerwojo (PWJI), dan Sawahan (SWJI). Perhitungan jarak hiposenter juga

1

dibatasi dengan menganggap sumber gempa berupa point source. Dan nilai Vs30

serta periode dominan adalah sama untuk daerah di sekitar sensor. Data

gempabumi dan PGA didapatkan dari BMKG dengan periode tahun 2008- 2011,

mL ≥ 4.5 ,dan h ≤ 150 km. Wilayah penelitian berada pada koordinat 5.5° LS – 9 °

LS dan 110° BT – 114.5° BT.

II. LANDASAN TEORI

Parameter Gempabumi

Menurut Hunt (2004) gempabumi merupakan getaran dalam bumi yang

terjadi akibat pelepasan energi yang terkumpul secara tiba-tiba pada batuan yang

mengalami deformasi. Goncangan yang terjadi dapat dirasakan hingga mampu

mengakibatkan kerusakan bangunan diatasnya dan dapat juga tidak dirasakan

sama sekali di permukaan. Parameter – parameter gempabumi antara lain

magnitude, kedalaman, episenter, dan waktu kejadian atau origin time (Matthew

A. d’alessio, 2006).

Magnitude

Menurut Richter (1935) magnitude adalah ukuran instrumental kekuatan

gempabumi yang menunjukan besar energi yang dikeluarkan oleh suatu

gempabumi. Ada beberapa tipe magnitude yang dikembangkan oleh para ahli

seperti magnitude gelombang badan (mb), magnitude gelombang permukaan

(Ms), magnitude durasi (Md), magnitude local (Ml), magnitude moment (Mw),

dan lain sebagainya. Masing – masing tipe magnitude memiliki rumusan atau

persamaan masing – masing. Secara umum skala magnitude dapat dinyatakan

sebagai berikut:

M= log (A/T)max + σ(Δ,h) + Cr + Cs.................................................. (1)

Dimana :

A : Amplitudo / Ground Displacement dari fase gelombang seismic yang diamati

T : Periode fase gelombang seismic

σ : Koreksi jarak episenter (Δ) dan kedalaman (h)

Cr: Koreksi daerah sumber

Cs: Koreksi lokasi stasiun

2

Untuk memperkirakan nilai percepatan tanah, pada umumnya yang digunakan

adalah Magnitude Surface (Ms). Karena Ms berkaitan langsung dengan kekuatan

getaran gelombang permukaan. Berikut akan dijelaskan hubungan antara beberapa

megnitudo untuk wilayah Indonesia :

Tabel 1. Rumus Konversi Magnitude

No Rumus Hubungan Magnitude

I mb = 1.7 + 0.8ML – 0.01ML2 ...........................................................

(2)

II Ms = 1.59 mb – 3.97 ........................................................... (3)

III Mw = ((1.5 Ms + 16.1) / 1.5 ) – 10.73 …......................................... (4)

Hiposenter dan Episenter

Hiposenter adalah titik lokasi terjadinya gempabumi. Lokasi hiposenter

dinyatakan dalam lintang, bujur, dan kedalaman. Episenter adalah titik di

permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus dari hiposenter. Lokasi

episenter dibuat dalam sistem koordinat geografis yang dinyatakan dalam lintang

dan bujur.

Gambar 1. Notasi Jarak

Noise

3

Noise merupakan getaran harmonik alami tanah yang terjadi secara terus

menerus disebabkan oleh getaran mikro di bawah permukaan tanah dan kegiatan

alam lainnya. Serta dapat juga diakibatkan oleh gangguan setempat seperti: lalu

lintas,industri atau getaran permukaan udara yang diteruskan ke permukaan tanah.

Noise biasanya dianggap sebagai gangguan pada sinyal gempabumi.

Namun, dalam studi sesmologi teknik, noise dianggap sebagai sinyal yang

berguna, karena terdapat beberapa informasi yang bisa didapatkan dari analisa

noise tersebut, seperti informasi struktur, kecepatan dan frekuensi resonansi

(frekuensi dominan) struktur lapisan sedimen teratas dari lapisan tanah yang

diselidiki.

Periode Dominan

Periode dominan tanah memiliki keterkaitan yang sangat dekat dengan

kedalaman lapisan sedimen lunak (Nakamura, 1989 dalam Martasari, 2013). Nilai

periode dominan berbanding lurus dengan ketebalan dari lapisan sedimen lunak di

tempat tersebut. Di sisi lain periode dominan juga memiliki keterkaian dengan

kerentanan suatu daerah terhadap gempabumi. Daerah yang berada pada lembah

atau sesar akan memiliki nilai periode dominan tinggi. Hal ini dikarenakan pada

lembah terjadi perubahan kemiringan dari pegunungan ke dataran, sehingga

energi pengangkut (air) melemah mengakibatkan material hasil erosi terendapkan.

Metode HVSR

Metoda HVSR pertama kali diperkenalkan oleh Nogoshi dan Iragashi

yang menyatakan adanya hubungan antara perbandingan komponen horisontal

dan vertikal terhadap kurva elipsitas pada gelombang Rayleigh yang kemudian

disempurnakan oleh Nakamura yang menyatakan bahwa perbandingan spektrum

H/V sebagai fungsi frekuensi berhubungan erat dengan fungsi site transfer untuk

gelombang S.

Melalui analisis spektral metode HVSR pada Noise yang terekam pada

seismograph kita bisa mendapatkan nilai frekuensi dominan dan amplifikasi

spektrum. Nilai periode dominan sangat dipengaruhi oleh nilai frekuensi dominan.

Dengan mempertimbangkan deret waktu diskrit, pengamatan serta perekaman

oleh sensor akan menghasilkan banyak kondisi dan menunjukkan suatu perilaku

yang periodik yang cenderung merujuk pada satu nilai frekuensi yang dinamakan

4

sebagai frekuensi dominan (dominant frequency), dimana frekuensi ini membawa

energi paling besar (maximum) di antara semua frekuensi yang ditemukan pada

spektrum. (Telgarsky, 2013).

Kecepatan Gelombang S pada kedalaman 30 meter (Vs30)

Data kecepatan gelombang S digunakan dalam perhitungan menggunakan

rumus Boore. Gelombang S ini merupakan respons dari jenis tanah yang dilalui

gelombang seismic dan dianggap penting karena efeknya terhadap kerusakan yang

mungkin terjadi (Handayani et al, 2009).

Pada penelitian yang dilakukan oleh tim dari Geoteknologi LIPI, data Vs

30 yang digunakan adalah dengan melakukan pendekatan berdasarkan peta

geologi permukaan dan hubungannya dengan kecepatan gelombang S (shear).

Wills et al (2000) memetakan Vs30 daerah California dengan mengkategorikan

Vs30 untuk suatu formasi berdasarkan umur dan sifat fisik formasi tertentu

dengan dipandu oleh hasil pengukuran lapangan kecepatan gelombang S.

Ketebalan Sedimen

Menurut Seht dkk bahwa hardrock basement tertutup oleh lapisan sedimen

lunak dengan ketebalan H dan kelajuan gelombang geser Vs. Untuk menentukan

ketebalan sedimen dapat menggunakan persamaan Nakamura (2008) sebagai

berikut:

fo= Vs rata−rata

4 H atau H= Vs rata- rata * To …………………

(5)

Dimana :

f0 = frekuensi resonansi (Hz)

To = Periode dominan (sekon)

Vs rata-rata = kecepatan gelombang geser rata-rata (m/s)

H = ketebalan sedimen (m)

Dari persamaan tersebut, kedalaman bedrock berbanding terbalik dengan

frekuensi natural atau berbanding lurus dengan periode dominan. Wilayah

dikategorikan rentan terhadap gempa apabila wilayah tersebut memiliki tingkat

amplifikasi tanah tinggi. Nilai amplifikasi tanah tersebut dipengaruhi oleh periode

dominan atau ketebalan sedimen. Ketebalan lapisan sedimen di suatu wilayah

memicu terjadinya resonansi gelombang gempabumi, sehingga menimbulkan

5

faktor amplifikasi atau penguatan getaran gempabumi. Semakin tebal lapisan

sedimen di suatu tempat maka periode dominan dan faktor amplifikasinya juga

semakin besar.

Percepatan Tanah Maksimum

Setiap gempa yang terjadi akan menimbulkan satu nilai percepatan tanah

pada suatu tempat (site). Nilai Percepatan tanah yang akan diperhitungkan pada

perencanaan bangunan adalah nilai percepatan tanah maksimum. Percepatan tanah

maksimum adalah nilai terbesar percepatan tanah pada suatu tempat akibat

getaran gempabumi dalam periode waktu tertentu. Semakin besar nilai PGA yang

pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar risiko gempabumi yang mungkin

terjadi. Pengukuran percepatan tanah dengan cara empiris dapat dilakukan dengan

pendekatan dari beberapa rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau data

intensitas. Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metode ke metode

lainnya tidak selalu sama, namun cukup memberikan gambaran umum tentang

percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA).

Persamaan Empiris Percepatan Tanah

Banyak penelitian tentang rumus empiris percepatan tanah maksimum

yang telah dilakukan selama ini. Input dari metode- metode empiris tersebut

adalah Magnitude, kedalaman, dan jarak hiposenter. Namun sebagian besar

didapatkan dari penelitian di luar Indonesia. Padahal di Indonesia sudah terpasang

banyak jaringan accelerograph yang tersebar di seluruh wilayahnya.

Karena itu diperlukan penelitian lanjut tentang perumusan percepatan

tanah maksimum dengan menggunakan data PGA yang ada. Di sisi lain

perumusan empiris seharusnya tidak hanya bergantung pada parameter sumber

(magnitude, kedalaman, dan jarak) tetapi juga mempertimbangkan kondisi local

(periode dominan dan Vs30).

Dalam penelitian ini perumusan empiris percepatan tanah dibagi menjadi 3

kelompok:

a. Rumus empiris tanpa mempertimbangkan faktor periode dominan, yaitu :

rumus empiris Donovan (1973),rumus empiris McGuire (1977), McVerry

(1995), dan Takahashi (2000).

6

b. Rumus empiris dengan mempertimbangkan faktor periode dominan,

yaitu : rumus empiris Kanai (1966) dan Tong Katayama (1988).

c. Rumus empiris dengan mempertimbangkan faktor Vs30, yaitu : Boore

(1997)

Beberapa rumus empiris yang akan digunakan dalam menghitung PGA

pada penelitian ini antara lain :

Rumus McVerry (1995)

Model ini diterapkan di wilayah New Zealand, dengan bentuk persamaan

sebagai berikut :

Log a = -1.434 + 0.209*Mw – 0.00297*R + 0.449*log R ....................

(6)

Dimana :

a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)

Mw : Magnitude moment

R : jarak hiposenter (km)

Rumus Donovan (1973)

a = 1080*(e^0.5*M)/(R+25)*1.32 ……………................................

(7)

Dimana:

a : percepatan (gal)

M : magnitude (SR)

R : jarak hiposenter (km)

Rumus McGuire (1977)

Rumus ini diterapkan di wilayah California Selatan, dengan bentuk

persamaan sebagai berikut :

a = 472.3∗100.278∗Ms

(R+25)1.301 …................................................................... (8)

Dimana:

a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)

Ms : Magnitude surface

R : Jarak hiposenter (km)

Rumus Yohannes (2012)

7

Rumus ini merupakan adaptasi dari rumusan Lin dan Wu (2010) yang

diterapkan di wilayah Bali, dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

Log(PGA ) = -2.0663*log R + 0.9019*Mb + 0.1091…...…….............

(9)

Dimana :

PGA : Peak Ground Accceleration (gals)

R : Jarak hiposenter (km)

Mb : Magnitude Body

Rumus Kanai (1966)

Rumus ini diterapkan di California dan Jepang, dengan bentuk persamaan

sebagai berikut :

a = 5/(To)0.5 * 100.61*Ms-(1.66+3.60/R)*log R + (0.167-1.83/R)……………...…. (10)

Dimana :

a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)

To : nilai periode pre-dominan tanah (sekon)

Ms : Magnitude surface

R : jarak hiposenter (km)

Rumus Tong Katayama (1988)

Rumus ini diterapkan di Kanto, Jepang, dengan bentuk persamaan sebagai

berikut :

Log a = 0.509*Ms – 2.32*log(∆+10)+0.039*T+2.33 …………

(11)

Dimana :

a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)

Ms : Magnitude surface

Δ : jarak episenter (km)

T : nilai periode dominan(sekon)

Rumus Boore (1997)

Rumus atenuasi Boore 1997 (Douglas, 2001) diperoleh dari daerah

penelitian di Amerika Utara. Daerah tersebut memiliki kondisi berupa zona

subduksi dengan adanya segmen sesar geser (strike-slip fault). Persamaan ini telah

dikembangkan oleh Ajeng (2014) sebagai berikut:

8

Log Y= b1+b2(Mw-6)+ b3logR+bv(Log Vs30-LogVA)…………. (12)

Dimana:

Y = percepatan tanah horisontal (gals)

b1 = -0,105

b2 = 0,229

b3 = -0,778

bv = -0,371

VA = 1400 m/s (konstanta kecepatan)

R = jarak hiposenter

Mw = magnitude momen

Vs30 = kecepatan gelombang geser pada kedalaman 30 meter (m/s)

Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat serta memprediksi nilai variabel terikat dengan menggunakan

variabel bebas. Dalam analisis regresi variabel bebas berfungsi untuk

menerangkan (explanatory), sedangkan variabel terikat berfungsi sebagai yang

diterangkan (the explained).

Pada dasarnya regresi linier merupakan masalah inverse (Grandis H, 2009).

Karena hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah linier, maka

disebut sebagai inverse linier. Permasalahan inverse secara umum dapat

diformulasikan dengan melibatkan variabel atau parameter yang ada untuk

dinyatakan sebagai notasi vektor atau matrix yang mempresentasikan variabel

dengan banyak komponen atau elemen.

Jika data (a) dan model (b) masing-masing dinyatakan oleh vektor:

a = [a1,a2,a3,…,aN] T ............................................................ (13)

b = [b1,b2,b3,…,bM] T ............................................................ (14)

Maka secara umum hubungan antara data dan model :

G(b) = a ....................................................................................... (15)

Dimana G merupakan fungsi umum pemodelan ke depan (forward

modeling) yang memetakan model menjadi besaran dalam domain data. Dengan

kata lain, fungsi g memungkinkan kita memprediksi data suatu model b.

Secara eksplisit setiap komponen pada persamaan (2.12) dapat ditulis:

9

¿= [a 1a 2..

aN] ................................................. (16)

Dimana Gi menyatakan fungsi prediksi data elemen ke-i hasil perhitungan

fungsi pemodelan kedepan g sebagai fungsi model m. Fungsi G1 pada dasarnya

adalah fungsi yang sama untuk semua i=1,2,3,…n. Perbedaannya, fungsi tersebut

dihitung untuk variabel bebas tertentu sehingga berasosiasi dengan komponen

data tertentu.

a. Dalam metode inverse linier, kita akan mencari model parameter dari data

yang kita dapatkan. Untuk menghubungkan data dengan model parameter

adalah dengan menjadikan persamaan matrix menjadi lebih sederhana :

Gb=a

Dinyatakan dalam matrix menjadi :

[G 11G12 ……G 1 MG21 G 22… …G 2 M

::

Gn1Gn2 ……GNM]* [

b1b2..

bM] = [

a1a2..

a3] .................................. (17)

Dimana G adalah matrix kernel atau matrix (N x M). kelinieraan pada

dasarnya untuk menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara operasi

dengan model parameter b.

b. Langkah berikutnya adalah dengan menjadikan persamaan sebagai berikut,

dimana masing-masing ruas dikali GT

GT G b = GT a …................................................................................... (18)

Dimana: T adalah tranpose matrix G

Apabila sebelumnya matrix G merupakan matrix (N x M) maka menjadi

matrix (MxN)

c. Masing –masing dari ruas dikalikan dengan [GTG]-1 sehingga tidak merubah

nilai. Sehingga persamaan menjadi :

[GTG]-1 GTG b = [GTG]-1 GT a ....................................................... (19)

Ingat bahwa dalam matrix, nilai inverse matrix jika dikalikan dengan matrix

sebelum di-inverse bernilai 1. Sehingga :

10

[GTG]-1 GTG = ................................................................................... (20)

d. Maka persamaan untuk mendapatkan model parameter menjadi :

b = [GTG]-1 GT a ............................................................................... (21)

Adjusted R Square (R2)

Sering disebut dengan koefisien determinasi, diartikan sebagai seberapa

besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel

terikatnya. Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan

mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R).

R2=JKRegresi

JKTotal

=∑i=1

n

( Y i−Y )2

∑i=1

n

(Y i−Y )2

…………………………………

(22)

Penggunaan R Square sering menimbulkan permasalahan, yaitu bahwa

nilainya akan selalu meningkat dengan adanya penambahan variabel bebas dalam

suatu model. Karena adanya kelemahan dalam perhitungan R2, banyak peneliti

yang menyarankan untuk menggunakan Adjusted R Square. Interpretasinya sama

dengan R Square, akan tetapi nilai Adjusted R Square dapat naik atau turun

dengan adanya penambahan variabel baru, tergantung dari korelasi antara variabel

bebas tambahan tersebut dengan variabel terikatnya. Nilai Adjusted R Square

dapat bernilai negatif, sehingga jika nilainya negatif, maka nilai tersebut dianggap

0, atau variabel bebas sama sekali tidak mampu menjelaskan varians dari variabel

terikatnya.

R2 adjusted=1−(1−R2)(n−1)

(n−p−1) ……………………………… (23)

Dimana:

R2= R kuadrat

n= jumlah data sampel

m= jumlah parameter/ variable bebas

III. PENGOLAHAN DATA

11

DATA

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa data sebagai berikut:

a. Data Noise sensor seismograph yang didownload dari situs webdc BMKG

dengan rincian sensor adalah:

Sensor Gresik (GRJI), koordinat 6.92° LS dan 112.48° BT tanggal 2

Desember 2011

Sensor Gumukmas (GMJI), koordinat 8.27° LS dan 113.44° BT tanggal 2

Juli 2015

Sensor Karangkates (KRK), koordinat 8.15° LS dan 112.45° BT tanggal 2

Juli 2015

Sensor Pacitan (PCJI), koordinat 8.19° LS dan 111.18° BT tanggal 2

Desember 2011

Sensor Pagerwojo (PWJI), koordinat 8.22° LS dan 111.8° BT tanggal 2

Juli 2015

Sensor Banyuwangi (BYJI), koordinat 8.21° LS dan 114.36° BT tanggal 2

Juli 2015

Sensor Sawahan (SWJI), koordinat 7.74° LS dan 111.77° BT didapatkan

dari data trace stasiun Sawahan tanggal 2 Agustus 2014

b. Data hasil pembacaan accelerograph pada sensor BYJI, GRJI, GMJI, KRK,

PCJI, PWJI, dan SWJI wilayah Jawa Timur diperoleh dari data BMKG

dengan periode 2008- 2011. Jumlah data observasi adalah 255 pembacaan

dengan jumlah gempa 69 event di sekitar Jawa Timur.

c. Data parameter gempabumi seperti magnitude, origine time, dan kedalaman

didapatkan dari BMKG dengan batas koordinat 5° LS – 11.5° LS dan 105°

BT- 125° BT pada periode 2008- 2011. Dengan magnitude ≥ 4.5 mb dan

kedalaman ≤ 150 km.

d. Data Vs30 daerah tiap- tiap sensor didapatkan dari Global Vs30 Map Server

USGS.

12

Gambar 2. Peta Distribusi Epicenter Jawa Timur Dan

Sekitarnya Periode 2008- 2011 (BMKG)

METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan- tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data MiniSeed yang didownload dari webdc diolah menggunakan software

Geopsy dengan metode Horizontal to Vertical Rasio Spectra (HVSR).

Sehingga didapatkan nilai frekuensi dominan yang bisa dikonversi menjadi

periode dominan. Periode dominan masing- masing stasiun diambil rata- rata

dari tiap jamnya.

2. Mencari nilai Vs30 yang sesuai dengan koordinat sensor dari data USGS.

3. Menentukan persamaan empiris percepatan tanah daerah Jawa Timur

menggunakan metode inversi dengan input Magnitude, jarak Hiposenter,

kedalaman , periode dominan, dan atau Vs30.

4. Membandingkan hasil perhitungan dari persamaan empiris yang didapatkan

dengan data observasi accelerograph yang ada. Dan dibandingkan juga

dengan perhitungan persamaan empiris lain yang ada pada penelitian lain.

Menghitung Nilai Periode Dominan

Data yang telah di download dalam format *.MSD dibuka menggunakan

software GEOPSY. Input MiniSeed tersebut memiliki banyak window yang terdiri

dari sinyal tremor dan event (transient). Untuk itu perlu dipilih terlebih dahulu

window yang ada agar sinyal event tidak ikut diolah. Langkah yang digunakan

13

untuk mendeteksi transient ini dilakukan berdasarkan perbandingan STA dan

LTA. STA (Short Term Average) merupakan nilai rata-rata amplitudo jangka

pendek (0,5-2 s). LTA (Long Term Average) merupakan nilai rata-rata amplitude

jangka panjang (>10 s). Sinyal dapat dikategorikan sebagai event apabila

perbandingan STA/LTA melebihi ambang batas yang sudah ditentukan (antara 3

dan 5).

Kemudian untuk masing-masing window dikenai transformasi fourier

sehingga didapatkan data spektrum komponen vertikal (U-D), horisontal Hx (E-

W) dan horisontal Hy (N-S). Data komponen horisontal (Hx dan Hy) digabungkan

dengan menghitung rata-rata dari modulus spektrum masing-masing komponen

dengan akar rata-rata kuadrat, sehingga diperoleh komponen H.

Data komponen horisontal dibagi komponen vertikal dalam domain

frekuensi sehingga didapatlah nilai H/V untuk masing-masing window. Kemudian

merata-ratakan nilai H/V pada masing-masing window untuk semua window

sehingga diperoleh kurva average H/V. Pada kurva ini didapat nilai average H/V

dan nilai frekuensi resonan (f), dimana nilai H/V adalah nilai amplifikasi seperti

yang terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3. Spektrum H/V Untuk Mendapatkan Frekuensi Dominan

Nilai frekuensi resonan kemudian diubah menjadi periode dominan tanah

dengan persamaan f=1/T.

14

Mencari Nilai Vs30

Dari Vs30 yang telah diunduh dari situs USGS dalam bentuk txt dibuka

menggunakan software surfer 11 untuk digrid. Data yang telah digrid ini

kemudian dicocokkan dengan data lintang bujur pada titik- titik sensor. Setelah

dicocokkan, maka didapat nilai Vs30 untuk setiap lokasi sensor.

Menentukan Persamaan Empiris Percepatan Tanah

Pemilihan data gempabumi dari USGS yang sesuai dengan data PGA

observasi tahun 2008- 2011. Termasuk parameter- parameter yang akan

digunakan sebagai input seperti Magnitude, Kedalaman, Koordinat Epicenter dan

stasiun, Periode dominan, dan Vs30.

Menghitung jarak Episenter dengan rumus segitiga bola :

R= √( Xh−Xs)2+(Yh−Ys)2+(Zh−Zs)2 ………………….. (24)

Dimana :

Xs = r * Cos ϕs*Cos θs

Ys = r * Cos ϕs*Sin θs

Zs = r * Sin ϕs

Zh = (r – h) * Sin ϕh

Xh = (r – h) * Cos ϕh*Cos θh

Yh = (r – h ) * Cos ϕh*Sin θh

ϕs = lintang stasiun

ϕh = lintang episenter

θs = bujur stasiun

θh = bujur episenter

r = jari-jari bumi (= 6371 Km)

Kemudian jarak hypocenter bisa dihitung dengan rumus phytagoras:

D=√ R2+h2 ……………………………………………… (25)

Dimana:

D = Jarak Hiposenter

R = Jarak Epicenter

h = kedalaman (km)

Menghitung input- input yang digunakan dalam perumusan persamaan

percepatan tanah secara empiris seperti log (PGA), log (R), dan log (Vs30). Serta

15

MULAI

PENGUMPULAN DATA

DATA NOISE (webdc BMKG)

GEOPSY

KURVA HVSR

PERIODE DOMINAN (To)

FREKUENSI DOMINAN (fo

lakukan konversi magnitude jika dalam persamaan yang digunakan bukan

magnitude body (mb).

Melakukan inversi linear dari matriks variable dan data PGA observasi,

sehingga didapatkan konstanta baru yang akurat.

‖log R 1 M 1 ¿1log R 2 M 2 ¿2log R 3 M 3 ¿3

… … …‖ . ‖ a

bc…

‖= ‖log PGAlog PGA

… ‖Nilai a, b, dan c merupakan konstanta yang dicari untuk mendapatkan persamaan

umum dengan bentuk

a log (R) + bM + cTo = log PGA …………………………….. (26)

Setelah mendapatkan persamaan empiris baru, hasil perhitungan rumus

empiris tersebut dibandingkan dengan data observasi PGA dan hasil perhitungan

rumus empiris lainya. Rumus empiris tersebut juga dibandingkan dengan rumus

empiris Jawa Timur yang sudah ada sebelumnya dan dilihat mana yang lebih tepat

melalui grafik.

16

MULAIMULAI

DATA PGA HASIL OBSERVASI SENSOR BYJI, GMJI, GMJI, KRK, PCJI, PWJI, DAN

SWJI (2008- 2011)

DATA GEMPABUMI DARI USGS (2008- 2011)

PENGELOMPOKAN DATA PGA DENGAN

PARAMETER GEMPABUMI DARI USGS

MENGHITUNG JARAK HIPOSENTER

LOG (PGA), LOG (R), To, Vs30, DAN MAGNITUDE TERKONVERSI

PERIODE DOMINAN VS30

REGRESI LINIER DENGAN METODE INVERSI UNTUK MENDAPATKAN

KONSTANTA a,b, dan c

RUMUS EMPIRIS PERCEPATAN TANAH JAWA TIMUR

DATA PGA YANG SUDAH DILENGKAPI DENGAN PARAMETER GEMPABUMI

MENGHITUNG LOG (PGA), LOG (R), To, Vs30, DAN KONVERSI MAGNITUDE

17

RUMUS EMPIRIS LAIN YANG SUDAH DISESUAIKAN

RUMUS EMPIRIS PERCEPATAN TANAH JAWA TIMUR

MENGHITUNG NILAI PGA SECARA EMPIRIS DARI SETIAP RUMUS

NILAI PGA TIAP- TIAP RUMUS PGA HASIL OBSERVASI

MEMBUAT GRAFIK PERBANDINGAN DAN ADJUSTED R SQUARE ANTARA PGA OBSERVASI, PGA HASIL RUMUS BARU

DAN RUMUS EMPIRIS LAIN

GRAFIK PERBANDINGAN ANTARA PGA OBSERVASI, PGA HASIL RUMUS BARU DAN RUMUS EMPIRIS LAIN

SELESAI

Gambar 4. Diagram Alir Perumusan Empiris Percepatan Tanah

18

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisa Periode Dominan Tanah Hasil Pengolahan Dengan Geopsy

Noise dari masing- masing sensor telah diolah dengan software Geopsy

menggunakan metode HVSR. Sehingga didapatkan nilai frekuensi dominan tiap

jam dari 12 data per sensor. Contoh perolehan T-dominan dari sensor Gresik

(GRJI) diperlihatkan pada grafik di bawah:

0.1015

0.1025

0.1035

0.1045

0.1055

0.1065

0.1041

0.10510.1050

0.1040

0.10620.1057

0.1044

0.1034

0.1046

0.10340.1031

0.1045

SENSOR GRJI

waktu (UTC)

perio

de d

omin

an (s

ekon

)

Gambar 5. Grafik T-Dominan Sensor GRJI Per Jam

Nilai tersebut kemudian dirata- ratakan untuk mendapatkan periode

dominan yang menggambarkan kondisi tanah di daerah tersebut. Proses yang

sama dilakukan terhadap data T-dominan sensor lainya. Sehingga mendapatkan T-

dominan rata- rata masing sensor.

GRJI PCJI SWJI KRK GMJI BYJI PWJI

NILAI RATA- RATA

0.10445671540036

7

0.13872367284796

2

0.41378982166693

2

0.50061074510903

3

0.26514918840043

0.14905449146520

2

0.63034579194281

5

0.05000.15000.25000.35000.45000.55000.6500

GRAFIK PERBANDINGAN To TIAP SENSOR

SEKO

N

Gambar 6. Grafik Perbadingan T-Dominan Rata- Rata Tiap Sensor

19

Dari grafik 6 dapat dilihat bahwa sensor Gresik memiliki T-dominan

terkecil yaitu 0.1045 sekon. Nilai ini diasumsikan mewakili keadaan tanah di

daerah tersebut. Menurut Nakamura (2000) nilai T-dominan yang rendah

menunjukkan ketabalan sedimen yang tipis sehingga amplifikasi getaran gempa

juga kecil.

Untuk sensor Pacitan (PCJI) dan Banyuwangi (BYJI) memiliki T-

dominan rata- rata sebesar 0.1387 sekon dan 0.1491 sekon. Berdasarkan tabel

Kanai nilai T-dominan di bawah 0.25 s memiliki ketebalan sedimen <10 meter.

Ketebalan ini masih dikategorikan tipis- menengah. Sehingga amplifikasi tanah

juga masih kecil.

Sensor Gumukmas (GMJI) memilik T-dominan sebesar 0.2651 sekon.

Menurut Kanai ketebalan sedimen di kawasan ini tergolong tebal hingga

mencapai 30 meter. Sehingga tanah di daerah tersebut dapat memperkuat getaran

akibat gempa secara signifikan.

Daerah dengan T- dominan terbesar terletak di dekat sensor Pagerwojo

(PWJI), sensor Karangkates (KRK), dan sensor Sawahan (SWJI). Dengan nilai

sebesar 0.6303 sekon, 0.5006 sekon, dan 0.4138 sekon. Menurut klasifikasi Kanai

daerah tersebut memiliki lapisan sedimen kategori sangat tebal >30 meter.

Sehingga dapat diamsusikan daerah ini memeiliki amplifikasi getaran tanah

terkuat dibandingkan daerah sensor lainya.

Menentukan Nilai Vs30 di Daerah Sensor Accelerograph

Data Vs30 yang didownload dari web USGS memiliki grid yang berbeda

dengan titik- titik koordinat sensor accelerograph. Untuk itu perlu dilakukan

interpolasi menggunakan metode krigging di surfer 11 seperti pada lampiran.

Sehingga didapatkan nilai Vs30 yang diasumsikan tepat untuk daerah sensor

seperti berikut :

Tabel 2. Nilai Vs30 Daerah Sensor Accelorograph

KODE

STASIUNPCJI BYJI GRJI KRK SWJI GMJI PWJI

Vs30(m/s) 587.767 397.723 335.265 308.732 609.475 260.223 498.003

Menentukan Rumus Empiris Percepatan Tanah di Jawa Timur

20

Untuk mendapatkan rumus empiris percepatan tanah di Jawa Timur

dengan memperhitungkan periode dominan dan Vs30, data yang digunakan

adalah log PGA hasil observasi dan parameter dari 69 event gempabumi tahun

2008- 2011 yang tercatat oleh sensor BMKG.

Perumusan empiris percepatana tanah diperoleh dengan meregresikan log

PGA sebagai variable terikat serta log (vs30*To), Magnitude moment (Mw), dan

log jarak episenter (∆) sebagai variable bebas. Perkalian Vs30 dan T-dominan

diasumsikan sebagai parameter ketebalan tanah sesuai dengan persamaan 2.5 dari

Nakamura (2008). Dari analisis regresi tersebut didapatkan persamaan di bawah

ini:

Log a= 3.16 + 0.44*log(V*T) + 0.67*Mw - 3.2*log(∆)………. (27)

Dimana:

a = nilai percepatan tanah PGA (gals)

V = Vs30 (m/s)

T = periode dominan tanah (sekon)

Mw = Magnitude moment

∆ = Jarak Epicenter

Tahapan selanjutnya adalah membandingkan hasil rumus empiris baru di

atas dengan PGA hasil onbservasi serta beberapa rumus empiris lain yang sudah

ada. Rumus empiris lain yang dimaksud disini antara lain:

a. Rumus Empiris yang tertera pada Bab 2, baik yang memperhitungkan Periode

dominan atau Vs 30 maupun tidak. Dan tanpa melakukan penyesuaian

konstanta terlebih dahulu.

b. Dari perbandingan tersebut akan didapatkan beberapa rumus dengan korelasi

tertinggi dengan hasil observasi. Konstanta dari rumus- rumus tersebut akan

disesuaikan dan dibuat perbandingan lagi.

Jumlah data yang digunakan untuk perbandingan dan cross check adalah 30

data gempa pada tahun 2011.

4.1 Perbandingan Hasil dari Rumus Empiris dengan Data Observasi

Perbandingan Data PGA Observasi dengan Rumus Empiris tanpa

penyesuain

21

Dalam penelitian ini terdapat 7 rumus empiris yang digunakan sebagai

perbandingan, yaitu rumus McVerry, Donovan, McGuirre, Yohannes, Boore,

Kanai, dan Tong Katayama. Rumus- rumus tersebut masih menggunakan

konstantanya yang semula, yang telah digunakan dalam penelitian- penelitian

sebelumnya. Grafik log PGA observasi dan hasil perhitungan empiris

diperlihatkan gambar 4.3

0 5 10 15 20 25 30

-2.5-2.0-1.5-1.0-0.50.00.51.01.5

G r a f ik Pe r ba nding a n PG A o bs da n Empir is

log PGA McVerry Donovan McguirreYohannes Boore Kanai Tong

Urutan data

Log

PGA

Gambar 7. Perbandingan PGA Hasil Observasi Dan Empiris

Dari gambar 7 bisa dilihat pola yang paling mendekati PGA observasi

adalah rumus Tong, Mcverry, Yohannes, dan Kanai. Untuk mempermudah

perbandingan maka dibuat grafik dari resultan antara hasil empiris dan observasi.

Sehingga didapatkan grafik seperti gambar 8. Perhitungan resultan adalh sebagai

berikut:

Resultan = log (PGA)observasi – log (PGA)empiris

22

0 5 10 15 20 25

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

Gr afi k p er b an d in g an r esu lt an P GA o b s DEN GA N P GA RUMUS emp ir is

McVerry Donovan Mcguirre YohannesBoore Kanai Tong

Urutan data

log

PGA

Gambar 8. Perbandingan Resultan PGA Hasil Perhitungan Empiris

Dari gambar 8 grafik yang menunjukkan resultan terkecil merupakan

grafik yang paling mendekati nilai 0. Menurut gambar 8 grafik dari persamaan

Tong Katayama, Kanai, Yohannes, dan Mcverry memiliki resultan terkecil

dengan hasil observasi. Sedangkan persamaan McGuirre, Donovan, dan Boore

memiliki resultan yang besar.

Untuk menyakinkan hasil perbandingan tersebut maka ditentukan nilai

adjusted R square dari masing- masing hasil empiris. Sehingga didapatkan hasil

seperti pada gambar 9 .

McVerry Donovan McGuirre Yohannes Boore Kanai Tong

Nilai per ru-mus

0.587371905198545

-1.91875851

253279

-1.74919151

819377

0.158830659759275

-1.69634145

760099

0.570087236480656

0.631679501343601

0.10.20.30.40.50.60.7

Grafik Perbandingan nilai Adjusted R square

Adju

sted

R2

Gambar 9. Perbandingan Nilai Adjusted R Square Tiap Persamaan

Nilai adjusted R square menunjukkan korelasi antara semua data

observasi yang ada dengan data hasil perhitungan rumus empiris. Semakin besar

nilai Adjusted R square maka korelasi yang ada semakin baik. Dari gambar 9

23

dapat dilihat bahwa persamaan Tong Katayama memiliki adjusted R square

terbesar yaitu 0.632, kemudian persamaan McVerry dengan nilai 0.587 dan Kanai

sebesar 0.57 Hal ini diasumsikan karena persamaan Tong dan Kanai

memperhitungkan periode dominan dalam perumusanya. Seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya bahwa nilai T-dominan menggambarkan kondisi geologi

lokal suatu daerah.

Untuk persamaan Donovan, Mcguirre, dan Boore memiliki nilai adjusted

R square di bawah 0. Ini menunjukkan tidak adanya korelasi antara hasil

perumusan empiris dengan data hasil observasi. Padahal rumus Donovan

digunakan pada penelitian yang pernah ada tentang persamaan percepatan tanah

Jawa Timur (Handewi, 2014). Tidak adanya korelasi ini diasumsikan karena

rumus- rumus tersebut tersebut digunakan untuk daerah di luar Indonesia yang

memiliki kondisi geologi yang berbeda. Selain itu Donovan dan Mcguirre tidak

memperhitungkan parameter local site. Untuk rumus Boore, meskipun

memperhitungkan Vs30 ternyata juga menghasilkan nilai PGA yang jauh dengan

hasil pengamatan. Hal ini dimungkinkan karena rumus Boore yang digunakan

merupakan rumus PGA untuk daerah strike slip fault.

Perbandingan Data PGA Observasi Dengan Rumus Empiris

Setelah Penyesuain

Dari analisa perbandingan pada subbab 4.4.1 maka didapatkan 3 rumus

empiris yang memiliki korelasi terbaik, yaitu rumus Tong Katayama, Kanai, dan

Mcverry. Rumus tersebut kemudian disesuaikan konstantanya agar memiliki

korelasi yang lebih baik dengan data observasi yang ada. Hasil penyesuaian rumus

Tong, McVerry, dan Kanai adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Persamaan Empiris Yang Sudah Ada Setelah Penyesuaian

Nama Rumus Persamaan

Tong Katayama Log a= 4.34 + 0.66*Mw - 0.06*T - 3.19*(LOG (∆+10))

Kanai a= 0.000014/(To)6.5 * 100.68Ms-(4.31+9.35/R)log R + (12.63-138.45/R)

McVerry Log a= 3.1845 + 0.6696*Mw - 0.00042*R - 2.7802*logR

dimana:

24

a = Percepatan tanah maksimum (gals)

Mw = Magnitude moment

T = Periode dominan

∆ = Jarak Episenter

R = Jarak Hiposenter

Ms = Magnitude Surface

Hasil dari perhitungan dari rumus Tong Katayama, Kanai, dan Mcverry

dengan konstanta baru ditunjukkan pada gambar 10. Dari grafik pada gambar 10

dapat dilihat bahwa rumus Tong mempunyai resultan paling kecil dibandingkan

rumus Mcverry dan Kanai. Rumus Kanai juga memiliki resultan yang hampir

mendekati 0. Hal ini dapat diasumsikan bahwa rumus yang memperhitungkan

periode dominan memiliki pengaruh yang signifikan. Untuk memberikan hasil

yang lebih akurat dibuat juga perbandingan nilai adjusted R square seperti pada

gambar 11. Dari perbandingan nilai adjusted R square tersebut juga terlihat bahwa

rumus Tong memiliki nilai tertinggi yaitu 0.786578 Hal ini menunjukkan bahwa

rumus Tong Katayama setelah penyesuaian konstanta memiliki korelasi yang

paling baik dengan data PGA hasil observasi.

0 5 10 15 20 25 30

-1.2

-0.7

-0.2

0.3

0.8

Grafik perbandingan resultan PGA obs dEN GA N PGA R U MU S empiris

McVerry Kanai

Urutan data

log

PGA

Gambar 10 Perbandingan Resultan PGA Hasil Rumus Baru

25

McVerry Kanai Tong

adjusted r2 0.740211000198736 0.778638106368049 0.786577637126685

0.7150.7250.7350.7450.7550.7650.7750.7850.795

Grafik Perbandingan nilai Adjusted R square

Adju

sted

R2

Gambar 11 Perbandingan Nilai Adjusted R Square Tiap Persamaan

Tahapan selanjutnya adalah membandingkan rumus Tong Katayama

yang sudah disesuaikan dengan rumus empiris baru yang didapatkan pada analisa

sebelumnya. Pembuatan rumus baru mengacu pada bentuk persamaan Tong

Katayaman, namun ada sedikit perubahan dengan ditambahkanya parameter Vs30

dalam perhitungan. Untuk itu rumus baru ini selanjutnya akan diberi nama rumus

Modified Tong Rian. Grafik perbandingan antara rumus Tong hasil penyesuaian

dengan rumus Tong- Rian ditunjukkan pada gambar 12.

0 5 10 15 20 25 30-0.2

-1.66533453693773E-16

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Grafik perbandingan resultan PGA obs dEN Gan PGA R U MU S empiris

Tong- Rian Tong

Urutan data

log

pga

Gambar 12 Perbandingan Resultan PGA Hasil Perhitungan Empiris

26

Dari gambar 12 dapat dilihat bahwa rumus Tong- Rian memiliki resultan

lebih kecil daripada rumus Tong setelah penyesuaian. Hal ini diperkuat dengan

hasil perhitungan adjusted R square rumus tersebut dengan PGA hasil observasi.

Sesuai dengan gambar 11 nilai adjusted R square dari rumus Tong setelah

penyesuaian adalah 0.786578. Dan adjusted R square dari Rumus Tong- Rian

adalah 0.7898. Meskipun selisih dari nilai adjusted R kedua persamaan kurang

dari 0.01 tetapi hal ini sudah menunjukkan bahwa rumus Tong- Rian lebih sesuai

untuk perhitungan empiris Percepatan Tanah di daerah Jawa Timur. Dalam rumus

Tong- Rian juga bisa dilihat bahwa konstanta dari log(Vs30*To) bernilai positif.

Hal ini menunjukkan hubungan linear positif antara nilai PGA dan nilai ketebalan

sedimen tanah. Sehingga sesuai dengan yang dijelaskan di bab landasan teori

bahwa semakin besar nilai ketebalan sedimen di suatu area maka nilai Percepatan

Maksimum Tanah juga meningkat.

V. KESIMPULAN

1. Rumus empiris baru yang didapatkan dalam penelitian ini memiliki korelasi

yang cukup baik dengan data PGA hasil pengukuran accelerograph. Dalam

perumusanya terdapat 3 parameter yang diperhitungkan, yaitu jarak epicenter,

Magnitude moment, dan perkalian antara Vs30 dan T- dominan yang

diasumsikan sebagai ketebalan sedimen. Rumus yang diperoleh adalah

sebagai berikut:

Log a= 3.16 + 0.44*log(V*T) + 0.67*Mw - 3.2*log(∆)

Dimana:

a = nilai percepatan tanah PGA (gals)

V = Vs30 (m/s)

T = periode dominan tanah (sekon)

Mw = Magnitude moment

∆ = Jarak Epicenter

2. Nilai percepatan tanah maksimum yang didapatkan dari rumus empiris yang

memperhitungkan periode dominan tanah seperti rumus Tong dan Kanai lebih

27

baik dibandingkan rumus empiris yang hanya memperhitungkan jarak sumber

gempa dan magnitude. Untuk wilayah Jawa Timur rumus empiris yang paling

sesuai adalah rumus baru yang memperhitungkan nilai ketebalan sedimen.

VI. DAFTAR ACUAN

Rini, V.S., (2014), Modifikasi Rumus Empiris Percepatan Tanah Dengan

Mempertimbangkan Periode Dominan. Laporan Kerja, Sekolah Tinggi

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Douglas, J., (2001), A comprehensive worldwide summary of strong motion

attenuation relationships for peak ground acceleration and spectral

ordinates (1969 to 2000). ESEE Report No. 01-1., Imperial College, UK.

Youngs, RR., J.R.Humphrey, S.J.Chiou, and W.J.Silva (1997), Strong ground

motion attenuation relationship for subduction zone earthquakes.

Seismological Research Letters Volume 68, Number 1.

Jambari, (2014), Perbandingan Nilai Percepatan Tanah Antara Persamaan

Empiris Dan Data Pengamatan Di Papua Dan Papua Barat. Laporan

Kerja, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

28

Wills, C.J. M. Petersen, W.A. Bryant, M. Reichle, G.J. Saucedo, S. Tan, G.

Taylor, and J.,Treiman, (2000), A site conditions map for California based

on geology and shear wave velocity. Bull. Seism. Soc. Am. 90: S187-

S208.

Mustaqin, A.S., dkk, (2013), Makalah Analisis Regresi Ukuran Penilaian

Kemampuan / Kesesuaian Model : R-Square (R2). Makalah ilmiah,

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta.

Sungkono dan Santosa, (2011), Karakterisasi Kurva Horizontal-To-Vertical

Spectral Ratio: Kajian Literatur Dan Permodelan. Jurnal Neutrino Vol.4,

No.1., Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Handewi, I., dkk, (2014), Analisis Percepatan Tanan Maksimum Gempabumi

Tektonik Wilayah Jawa Timur Menggunakan Metode Donovan.

Universitas Negeri Malang, Malang.

Ibrahim, Gunawan, dan Subardjo. (2005). Pengetahuan Seismologi. Badan

Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

VII. LAMPIRAN

Tabel 1. Klasifikasi Tanah menurut Kanai dan Omote-Nakajima (G.Ibrahim & Subardjo, 2005)

No Klasifikasi Tanah Periode

Dominan (sec)

Frekuensi

Dominan (Hz)

Keterangan Deskripsi

Kanai Omete-

Nakajima

1 Jenis I Jenis A 0.05-0.15 6.667- 20 Batuan tersier

atau lebih tua

terdiri dari

batuan hard

sandy, gravel

dll

Ketebalan sedimen

permukaanya sangat

tipis, didominasi oleh

batuan keras

2 Jenis II 0.10-0.25 4- 10 Batuan alluvial,

Dengan kedalaman 5

m terdiri dari

sandy-gravel,

sandyhard clay,

loam dll

Ketebalan sedimen

permukaanya masuk

dalam kategori

menengah 5-10 meter

3 Jenis III Jenis B 0.25-0.40 2.5- 4 Batuan alluvial,

hamper sama

dengan II, hanya

Ketebalan sedimen

permukaanya masuk

dalam kategori tebal 10-

29

dibedakan oleh

adanya formasi

bulff

30 meter

4 Jenis IV Jenis C >0.40 <2.5 Bataun alluvial,

yang terbentuk

dari sedimentasi

delta, topsoil,

lumpur dll dengan

kedalaman 30m

Ketebalan sedimen

permukaanya sangatlah

tebal

Gambar 1. Peta Kontur Vs30(m/s) dengan metode Kriging

30

Tabel 2. Data Parameter Gempa Dan PGA Yang Digunakan Dalam Perbandingan

31

Mcverry

DonovanM

cGuirreYohannes

BooreKanai

TongTong-Rian

117/5/2011

-9.55112.55

5.9025

KRK1.20410

155.820.5006

308.732.48958

1.366971.36657

0.04755-1.59714

0.597370.20336

0.97598 PCJI

0.30021213.19

0.1387587.77

2.769211.21450

1.216300.58541

-1.802890.11480

-0.110130.44085

GMJI

0.83626172.64

0.2651260.22

2.415351.31811

1.318420.23238

-1.602690.39359

0.096810.68757

PWJI

1.09050169.07

0.6303498.00

2.697231.32815

1.328310.00388

-1.700510.59511

0.130931.00450

218/5/2011

-9.44112.56

5.1420

BYJI-0.00925

240.290.1491

397.722.59958

1.004920.94760

0.36238-1.95221

-0.41075-0.61325

-0.29013 GRJI

-0.84026280.89

0.1045335.27

2.525390.92324

0.867101.05328

-1.97744-0.59515

-0.76644-0.59961

KRK0.70917

143.710.5006

308.732.48958

1.257651.19669

0.09268-1.74245

0.19016-0.10829

0.57056 PCJI

-0.31008205.56

0.1387587.77

2.769211.08314

1.024700.79938

-1.96387-0.32288

-0.46313-0.02161

SWJI

0.64889208.68

0.4138609.47

2.784961.07557

1.017240.17287

-1.97471-0.09562

-0.466890.17418

GMJI

0.37818162.08

0.2651260.22

2.415351.20024

1.140110.31931

-1.75420-0.02557

-0.231240.25954

PWJI

0.46620159.06

0.6303498.00

2.697231.20930

1.149040.24763

-1.852630.17469

-0.199180.57363

329/6/2011

-9.65113.72

4.8140

BYJI-0.16613

178.280.1491

397.722.59958

1.081820.99544

0.58013-1.93440

-0.42443-0.49516

-0.11661 GRJI

-1.66216333.33

0.1045335.27

2.525390.76329

0.681491.52666

-2.11378-0.92093

-1.10218-1.05207

GMJI

-0.07786156.08

0.2651260.22

2.415351.13124

1.044150.58035

-1.83274-0.23299

-0.364240.08673

PWJI

-0.81589263.75

0.6303498.00

2.697230.88277

0.799260.88298

-2.10125-0.37475

-0.85351-0.31828

429/9/2011

-10.6113.99

4.7010

BYJI-0.54697

268.290.1491

397.722.59958

0.861970.76926

0.55258-2.08988

-0.75447-0.94540

-0.73407 KRK

-0.34374320.29

0.5006308.73

2.489580.76866

0.677290.19082

-2.10877-0.61323

-1.10431-0.78905

PCJI-0.77301

408.260.1387

587.772.76921

0.638760.54926

0.40266-2.29437

-1.06022-1.35633

-1.23940PW

JI-0.81698

357.070.6303

498.002.69723

0.710730.62020

0.56668-2.22247

-0.63842-1.20562

-0.800385

13/10/2011-9.89

114.536.65

10KRK

1.54103299.05

0.5006308.73

2.489581.19572

1.255590.52553

-1.638720.62458

-0.043820.61109

613/10/2011

-9.76114.53

5.3610

KRK0.34071

289.970.5006

308.732.48958

0.951420.91307

0.02920-1.92368

-0.14095-0.67029

-0.211647

18/11/2011-10.75

113.695.03

10 BYJI

-0.35212291.21

0.1491397.72

2.599580.88402

0.819210.47283

-2.04142-0.60804

-0.85594-0.62134

GRJI-1.71444

446.610.1045

335.272.52539

0.655330.59381

1.45219-2.15809

-0.98164-1.27684

-1.30007 KRK

0.10520319.22

0.5006308.73

2.489580.83557

0.771460.06655

-2.03151-0.40813

-0.93182-0.56180

PCJI-0.76861

395.750.1387

587.772.76921

0.720670.65822

0.61474-2.20774

-0.83576-1.15651

-0.97446PW

JI-0.65043

349.130.6303

498.002.69723

0.787900.72448

0.60887-2.13875

-0.42002-1.01436

-0.547238

40586-10.91

111.014.92

10 BYJI

-0.21266473.38

0.1491397.72

2.599580.60168

0.531620.16497

-2.23076-1.01293

-1.38876-1.35272

KRK-0.38768

344.910.5006

308.732.48958

0.772670.70015

0.29432-2.08292

-0.52906-1.06377

-0.74026 PCJI

-0.46398302.42

0.1387587.77

2.769210.84249

0.768960.48837

-2.14232-0.71691

-0.94940-0.68524

PWJI

-0.74350311.49

0.6303498.00

2.697230.82685

0.753550.74143

-2.12558-0.40858

-0.95907-0.46742

ToVs30

Hasil Rumus Em

pirisN

oTanggal

LatLong

Ms

DepthSensor

log PGA∆