Laporan Kelompok Plasenta Previa

13
PLASENTA PREVIA A. Definisi dan Klasifikasi Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu : 1. Plasenta Previa Totalis atau Complete, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta. 2. Plasenta Previa Lateralis atau Partial, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta. 4. Plasenta Previa Marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). 5. Plasenta Letak Rendah atau Low Lying Plasenta, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir

description

pjbl maternitas

Transcript of Laporan Kelompok Plasenta Previa

PLASENTA PREVIAA. Definisi dan Klasifikasi

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu :

1. Plasenta Previa Totalis atau Complete, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta.

2. Plasenta Previa Lateralis atau Partial, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta.

1. Plasenta Previa Marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).

2. Plasenta Letak Rendah atau Low Lying Plasenta, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Gambar Klasifikasi Plasenta Previa

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat Placenta Previa terjadi pada 5 kelahitan per 1000 kelahiran dengan bayi yang hidup. Tingkat mortalitasnya 0.03%, data yang dikumpulkan tahun 1989-1997 menunjukkan bahwa placenta Previa terjadi 2.8 per 1000 kelahiran hidup. Selain itu ibu hamil dengan usia diatas 30 akan memiliki resiko 3 kali lebih besar terjadi Placenta Previa dari pada ibu dengan usia 20an.

Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20% termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu (Miller, 2009).

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia ibu di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Uterus yang cacat juga ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju, insidensinya lebih rendah, yaitu kurang dari 1%. Hal itu mungkin disebabkan oleh berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Sementara itu, usia juga berhubungan dengan prevalensi kejadian dari plasenta previa. Risiko terjadinya plasenta previa pada ibu usia 12-19 tahun adalah 1%, usia 20-29 tahun adalah 0,33%, usia 30-39 tahun adalah 1%, dan di atas 40 tahun adalah 2%.

C. Faktor Resiko

Faktor resiko dari placenta previa meliputi :a. Umur dan paritas Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering lebih sering daripada umur 25 tahun. Menurut Kloosterman (1973) frekuensi plasenta previa pada primigavida yang berumur lebih dari 35 tahun kira kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibanding grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Wiknjosastro, 2005).

Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah. Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil : hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).

b. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada usia muda.

c. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta.

d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.e. Tumor-tumor : seperti mioma uteri, polip endonetrium.f. Kadang-kadang pada kasus malnutrisi.

(Wiknjosastro, 2005)

Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:

i. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.

ii. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).

iii. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.

iv. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.

v. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.

vi. Plasenta terbentuk secara tidak normal.

vii. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir (Sumapraja dan Rachimhadi, 2005).

viii. Ibu merokok atau menggunakan kokain.

ix. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat. D. Patofisiologi

E. Manifestasi klinis

Dalam buku Kapita Selekta Arif Mansjoer menyatakan:

Adanya perdarahan. Darah berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab, terutama pada multigravida pada kehamilan usia setelah 20 minggu.

Tanda vital dapat normal sampai menunjukan tanda syok.

Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian bagian janin sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.Ben-zion Taber menyatakan, adapun yang menjadi manifestasi klinis dari Placenta Previa adalah:

Perdarahan Pervaginam ( biasanya tidak nyeri, merah terang, tidak disertai dengan kontraksi uterus dan cenderung terjadi secara tiba-tiba ketika trimester ketiga. Sebelum persalinan kejadiannya cenderung ringan dan perlahan-lahan berhenti secara spontan. Sewaktu persalinan aktif. Namun perdarahan ini jangan dianggap enteng karena dapat menyebabkan perdarahan yang massive pula.

Gejala-gejala kehamilan ( aktivitas janin biasanya normal. Beberapa klien melaporkan adanya perdarahan sebelumnya pad trimester 2 atau 1.

Sumber lain menyatakan manifestasi klinis selain Perdarahan adalah :

Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul (Martaadisoebrata, 2005).

Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak (Martaadisoebrata, 2005).

Perdarahan pasca persalinan ( Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan pascapersalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik.

Infeksi nifas ( Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan merupakan port d entree yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah.

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan in spekulo Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta harus dicurigai (T. M. Hanafiah : 2004).

b. USG, dapat mengetahui biometri janin, indeks cairan amnion, kaleinan kongenital, letak dan derjat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan.c. Kardiotokografi (KTG), dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.d. Laboratorium, darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi medis.(Akademi Keperawatan Setih Setio Muara Bungo : 2002)e. Pemeriksaan Fisik (Ida Bagus Gde Manuaba : 2007) Pemeriksaan umum, Hasil pemeriksaan umum tergantung pada penggolongan kehilangan darah, yaitu kelas I-IV.

Pemeriksaan obstetric

Palpasi abdomen

- bagian terendah janin belum masuk PAP, mengambang karena sekitar ostium uteri tertutup oleh jaringan plasenta

- terdapat kelainan letak janin interauterine : letak sungsang, letak lintang, bagian terendah miring

- dinding abdomen tidak tegang atau kaku sehingga mudah untuk melakukan pemeriksaan janin intrauteri dengan palpasi

Auskultasi

- Pemeriksaan auskultasi dapat dilakukan dengan funduskopi laenek untuk mendengarkan detak jantung janin

- Pemeriksaan menggunakan doppler sehingga detak jantung janin dapat terdengar oleh ibu

- Merekam denyut jantung janin dengan CTG

- Terjadi asfiksia ringan sampai berat, yang dapat direkam oleh CTG intermiten atau terus-menerusPenentuan letak plasenta tidak langsung Dapat dilakukan dengan radiografi, radio sotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta (T. M. Hanafiah : 2004).

Penentuan letak plasenta secara langsung Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta (T. M. Hanafiah : 2004).

G. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan terhadap plasenta previa adalah untuk memaksimalkan pematangan janin dan meminimalkan risiko terhadap ibu dan janin.

1. Tata laksana secara rawat jalan mungkin menjadi pilihan bagi ibu yang mengalami perdarahan tunggal dalam jumlah sedikit jika mereka dapat mematuhi instruksi untuk membatasi aktivitas dan berada di sekitar rumah sakit.

2. Jika kehamilan berusia 37 minggu atau lebih, atau jika janin sudah matur, seksio sesaria merupakan indikasi kecuali jika hanya terdapat plasenta previa derajat minimal.

3. Jika perdarahan cukup membahayakan ibu atau janin meskipun telah diberikan transfusi, seksio sesaria merupakan indikasi tanpa memandang usia kehamilan. Walau demikian, sebagian besar episode perdarahan tidak bersifat mengancam nyawa. Dengan pemantauan seksama, persalinan dapat ditunda dengan aman pada sebagian besar kasus ibu dengan plasenta previa.

4. Pada kehamilan preterm, penatalaksanaan diindikasikan pada pasien tanpa perdarahan yang nyata, uji tanpa tekanan reaktif, hematokrit yang stabil, dan mengeluh akan perintah dokter. Sebagian besar pasien memerlukan pengawasan bangsal, aktivitas fisik dibatasi. Jangan memasukkan apapu ke dalam vagina, termasuk pemeriksaan dalam vagina. Hematokrit dipertahankan pada 30% atau lebih. Persalinan prematur dapat dikelola dengan magnesium sulfat. Penggunaan agen beta-adrenergik dapat menyebabkan takikardia dan menutupi tanda-tanda perdarahan. Jika usia kehamilan telah mencapai 36-37 minggu, dengan maturitas janin yang ditunjukkan dengan amniosentesis, pasien dipersiapkan untuk pemeriksaan double-setup elektif.

5. Periksa adanya perdarahan janin: untuk 5 mL air ledeng ditambahkan 6 tetes KOH dan 3 tetes darah vagina pada tabung yang lain. Darah ibu akan berubah warna menjadi coklat hijau kekuningan setelah 2 menit. Jika terdapat sel eritrosit janin, larutan ini akan berubah menjadi merah muda. Persalinan segera merupakan indikasinya.

6. Ingat bahwa plasenta akreta dapat menjadi penyulit plasenta previa pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya. Perdarahan dapat mengharuskan dilakukannya histerektomi.

7. Hindari pelaksanaan sexual intercourse agar tidak memperparah terjadinya perdarahan.

Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghidari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar).

Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 manit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin. Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidak teratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia kehamilan.

Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500 g, maka :

bila perdarahan sedikit, rawat sampai sia kehamilan 37 minggu, lalu lakukan mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3 hari

Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan usia gestaji 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.