Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

31
Acara III FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Margaretha Rani Kirana NIM : 11.70.0044 Kelompok : D2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

Kecap adalah makanan tradisional yang berasal dari proses fermentasi menggunakan kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lain. Pada praktikum ini bahan baku yang digunakan adalah kacang kedelai putih. Tahap pembuatan kecap terdiri dari 4 tahap utama yaitu proses perebusan kedelai yang sudah disortir, mold fermentation, penggaraman, dan perebusan akhir . Proses fermentasi kecap ada dua tahap yang terdiri dari tahap fermentasi kapang (koji) dan fermentasi larutan garam (moromi).

Transcript of Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

Page 1: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

Acara III

FERMENTASI SUBSTRAT PADATFERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Nama : Margaretha Rani Kirana

NIM : 11.70.0044

Kelompok : D2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Pengamatan Hasil Uji Sensori Kecap

Kel. Perlakuan Warna Aroma Rasa Kekentalan

D1500 g kedelai + 0,5 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 1 kg

++ ++ + +

D2500 g kedelai + 0,5 % inoculum komersial tempe + 20 % garam + gula jawa 1,5 kg

+ + + +

D3500 g kedelai + 1,5 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 2 kg

+ + ++ +

D4500 g kedelai + 2 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 2 kg

++ ++ +++ ++

D5500 g kedelai + 2 % inoculum komersial tempe + 20% garam + gula jawa 2,5 kg

++ ++ +++ ++

Keterangan : Warna Aroma : Rasa : Kekentalan :

+ : kurang hitam : kurang kuat : kurang manis : kurang kental++ : hitam :kuat : manis : kental+++ : sangat hitam : sangat kuat : sangat manis : sangat kental

Berdasarkan Tabel 1. dapat kita lihat bahwa setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda

untuk hasil sensori dari segi warna, aroma, rasa, dan kekentalan. Dari segi warna, kelompok D1,

D4, dan D5 memiliki warna hitam, sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki warna kurang

hitam. Dari segi aroma, kelompok D1, D4, dan D5 memiliki aroma yang kuat, sedangkan

kelompok D2 dan D3 memiliki aroma yang kurang kuat. Dari segi rasa, kelompok D1 dan D2

memiliki rasa yang kurang manis, kelompok D3 memiliki rasa manis, kelompok D4 dan D5

memiliki rasa yang sangat manis. Dari segi kekentalan, kelompok D1, D2, dan D3 memiliki hasil

kurang kental, sedangkan kelompok D4 dan D5 memiliki hasil yang kental.

1

Page 3: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

2. PEMBAHASAN

2.1. Kecap

Menurut Suprihatin (2010) mengatakan bahwa kecap adalah makanan tradisional yang berasal

dari proses fermentasi menggunakan kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lain.

Berdasarkan sejarahnya kecap merupakan produk yang berasal dari Negara Cina lalu masuk ke

Jepang dan beberapa Negara Asia. Sedangkan menurut Santosa (1994), kecap adalah hasil

fermentasi dari sari kedelai yang diberi gula jawa atau tanpa gula jawa dan diberi bumbu supaya

memiliki aroma yang khas. Berdasarkan teori lain yaitu Rahman (1992), kecap adalah makanan

tradisional yang difermentasikan dengan menggunakan kacang-kacangan dan diberi

mikroorganisme sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki warna coklat sampai

kehitaman

Pada praktikum ini menggunakan kacang kedelai, dimana kedelai memiliki manfaat untuk

mengurangi tingkat kolesterol dan gejala menopause serta dapat mengurangi resiko penyakit

kronis seperti kanker, penyakit jantung, dan osteoporosis. Menurut Tjahjadi et al. (2004), kacang

kedelai mengandung protein sebesar 40%, dimana kandungan yang dimiliki protein lebih tinggi

daripada kandungan protein pada jenis kacang-kacangan lainnya. Sedangkan menurut Santosa

(1994) mengatakan bahwa di dalam kedelai terdapat asam amino yang memiliki porsi besar

dalam zat gizi kedelai, seperti asam glutamate, prolin, asam aspartat, dan leusin.

Selain itu, kecap dapat dibedakan berdasarkan rasa dan viskositas yaitu kecap manis dan kecap

asin (Rahman, 1992). Menurut Koswara (1997) mengatakan bahwa dalam pembuatan kecap

dapat melalui berbagai tahapan yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi antara keduanya

yaitu fermentasi dan hidrolisis asam. Dalam pembuatannya, kecap memiliki prinsip dimana

dilakukan fermentasi yang berkaitan dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat.

Kemudian berubah menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida karena adanya aktivitas

enzim dari kapang, khamir, dan bakteri. Perubahan senyawa dari senyawa kompleks menjadi

senyawa sederhana dapat memberikan rasa, aroma, dan komposisi kecap (Koswara, 1997).

Menurut Suprihatin (2010) mengatakan bahwa di dalam proses fermentasi kecap ada dua tahap

yang terdiri dari tahap fermentasi kapang (koji) dan fermentasi larutan garam (moromi). pH

2

Page 4: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

3

kecap sekitar 4,9-5,0 dan memiliki sifat yang mudah dicerna serta diserap oleh tubuh manusia

(Rahman, 1992). Selain itu, kecap memiliki kelarutan di dalam air sebesar 90% dengan

perbandingan nitrogen amino dan nitrogen total sebesar 45%. Sedangkan senyawa protein yang

utama di dalam kecap terdiri dari bentuk peptide-peptida sederhana dan asam amino (Kasmidjo,

1990). Kemudian menurut Muangthai et al. (2007), asam amino paling banyak jumlahnya di

dalam kecap dan dapat memberikan flavor yang khas yaitu asam amino glutamate.

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Effect of temperature on moromi fermentation of soy sauce

with intermittent aeration” mengatakan bahwa dalam fermentasi koji melibatkan campuran

antara kedelai dan tepung terigu dengan menggunakan inoculum Aspergillus oryzae. Dimana

selama proses fermentasi koji, A.oryzae yang ditambahkan ini mengeluarkan protease, amylase,

dan enzim yang lain. Enzim ini dapat menghidrolisis bahan mentah menjadi bentuk yang lebih

sederhana. Kacang kedelai kemudian dikonversi oleh enzim proteolitik menjadi gula sederhana.

Hasil hidrolisis fermentasi koji kemudian digunakan sebagai nutrisi oleh mikroorganisme yang

di fermentasi moromi (Wu, et al., 2010).

2.2. Cara Kerja

Dalam proses pembuatan kecapa secara tradisional meliputi beberapa tahap yaitu perendaman

kedelai, fermentasi koji, fermentasi moromi, ekstraksi dan filtrasi, pemberian gula jawa dan

bumbu kemudian pembotolan (Hendritomo, 2012). Pembuatan kecap pada dasarnya terdiri dari

beberapa tahap utama yaitu proses perebusan kedelai yang sudah disortir, mold fermentation,

penggaraman, dan perebusan akhir (Santosa, 1994)

Pada praktikum kali ini yaitu mengenai cara pembuata kecap dengan menggunakan biji kedelai

putih. Mula-mula kacang kedelai yang digunakan direndam kira-kira satu malam. Setelah

direndam selama 1 malam lalu kulit ari pada kacang tersebut dikupas hingga bersih. Kacang

kedelai yang sudah bersih itu lalu direbus. Kemudian kacang yang sudah direbus tersebut

ditiriskan hingga ¾ kering. Sambil menunggu kacang kedelai tiris dan suam-suam kuku,

praktikan menimbang inokulum komersial tempe kelompok D1 dan D2 sebanyak 0,5%,

kelompom D3 menimbang sebanyak 1%, dan kelompok D4 dan D5 sebanyak 1,5%. Pada

praktikum kali ini penambahan ragi pada masing-masing kelompok berbeda-beda. Perbedaan

Page 5: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

4

dalam penambahan ragi dapat mempengaruhi kualitas kecap yang dihasilkan. Selama proses

fermentasi moromi terdapat dua jenis bakteri. Menurut Amalia (2008), apabila konsentrasi ragi

yang ditambahkan lebih besar maka fermentasi koji yang dihasilkan lebih besar pula. Selain itu

tidak hanya hasil fermentasi koji yang besar tetapi waktu fermentasi semakin lebih cepat

sehinnga hasil yang menempel pada kacang kedelai lebih banyak.

Page 6: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

5

Perebusan dalam proses pembuatan kecap memiliki fungsi untuk menginaktifkan zat

antinutrisidan menghilangkan bau langu. Selain itu tahap perendaman juga bertujuan untuk

menghidrasi air ke dalam kedelai sehingga pada saat dimasak tidak memerlukan waktu yang

lama untuk melunakkan kedelai. Kemudian dengan adanya perendaman dapat menghambat

pertumbuhan jamur dari kacang kedelai, karena faktor yang dapat mengkontaminasi kedelai larut

di dalam air. Selain itu, perebusan juga dapat bertujuan untuk melunakan kedelai karena protein

di dalam kedelai akan terpecah-pecah tetapi tidak rusak, dapat membunuh bakteri yang terdapat

di permukaan kedelai, serta dapat merusak protein inhibitor (Kasmidjo, 1990).

Setelah semua yang digunakan siap. Kacang kedelai yang sudah tiris tersebut diberi dengan

inoculum komersial tempe dan diaduk dengan rata. Apabila sudah diaduk merata, tampah dan

daun pisang dipersiapkan dan dibersihkan. Kemudian tampah yang akan digunakan bagian

atasnya dialasi dengan daun pisang dan tuangkan kacang kedelai tersebut ke dalam daun pisang

ditata dengan rapi dan merapat. Lalu ditutup kembali dengan daun pisang dan tampah serta

diinkubasi selama 3 hari.

Menurut Astawan & Astawan (1991) ada beberapa jenis kapang yang berperan dalam proses

pembuatan kecap yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus flavus, Aspergilus niger dan Rhizopus sp,

serta beberapa jenis bakteri yaitu Lactobacillus delbrueckii dan ragi Hansenula sp. Pada saat

fermentasi koji, kandungan protein dan karbohidrat mengalami degradasi oleh adanya protease,

peptidase (gluminase), amilasi (turunan koji) (Rahayu et al., 1993). Aktivitas enzim yang ada di

dalam jamur sebagai bahan dasar dalam proses fermentasi awal kecap (Atlas, 1984). Menurut

. Kedelai direbus (kiri), Kedelai ditiriskan (tengah), Kedelai diberi inoculum (kanan)

Page 7: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

6

Buckle et al. (1987), koji adalah kultur campuran yang berasal dari proses pembuatan kecap atau

kultur murni yang tumbuh sendiri. Sedangkan menurut Rahman (1992), proses koji biasanya

disebut fermentasi media padat. Kelebihan proses koji yaitu cara kerjanya mudah, kontaminasi

bukan menjadi masalah yang penting, bahan media atau substrat mudah didapat, serta relative

murah. Sedangkan untuk kelemahanya adalah memerlukan ruang yang cukup luas,

membutuhkan tenaga kerja banyak, sulit mengatur komposisi komponen dari media, dan

mengabaikan komponen yang miliki pengaruh negative dalam proses fermentasi, serta sulit

mengatur kondisi dari fermentasi.

Setelah diinkubasi selama 3 hari, kacang kedelai yang sudah diberi inoculum tersebut akan

berubah menjadi tempe. Tempe yang terbentuk kemudian dicincang hingga sedikit lembut. Bila

sudah dicincang, tempe tersebut dikeringkan di dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Di dalam

proses fermentasi, makanan yang difermentasi dengan kapang jika dibandingkan dengan

makanan yang difermentasi dengan bakteri atau khamir memiliki perbedaan. Dimana

pertumbuhan miselium kapang terjadi di permukaan makanan yang mana dapat mempengaruhi

penampakan pada makanan. Selain itu fermentasi dengan kapang jauh lebih cepat dan mudah

tumbuh pada kedelai yang sudah agak dingin yaitu pada suhu 35-40oC. Dimana pada suhu ini

adalah kondisi optimal dari pertumbuhan kapang. Dalam fermentasi kapang, enzim yang

berperan yaitu enzim amilolitik dan proteolitik, dimana kedua jenis enzim ini dapat memecah

pati dan protein.

Gambar 2. Tampah (kiri), Daun Pisang (tengah), kedelai dibungkus daun pisang (kanan)

Page 8: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

7

Tahap fermentasi

selanjutnya dalam proses pembuatan kecap yaitu tahap fermentasi larutan garam atau moromi.

Lalu tempe yang kering tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik dan direndam dalam

larutan garam sebanyak 20%. Penambahan garam pada tahap ini bertujuan sebagai bahan

pengawet, menyeleksi aktivitas mikroorganisme yang tumbuh. Apabila tidak menggunakan

garam maka akan terjadi kontaminasi akibat mikroorganisme yang tidak dinginkan tumbuh atau

proses fermentasi anaerob yang tidak diinginkan. Menurut Su et al. (2005) dengan tingginya

konsentrasi NaCl dapat menghambat hidrolisis proteolitik pada protein sehingga dapat

menghambat proses maturity pada kecap. Selain itu aktivitas dari protease di dalam proses

pembuatan kecap dapat dihambat dengan adanya NaCl. Sedangkan perendaman dengan

menggunakan larutan garam bertujuan untuk mengektrak senyawa sederhana yang dihasilkan

dari reaksi hidrolisis pada fermentasi jamur (Tortora et al., 1995). Berdasarkan jurnal dengan

judul “Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi terhadap Kualitas Kecap

Ikan Lele”, konsentrasi larutan garam 3% memiliki kadar protein lebih besar jika dibandingkan

dengan konsentrasi larutan garam 5 dan 9%. Dimana semakin tinggi konsentrasi garam akan

mengakibatkan jumlah protein yang dipecah menjadi asam amino semakin menurun (Kurniawan,

2008)

Menurut Kurniawan (2008) larutan garam memiliki tujuan dalam pembuatan kecap, yaitu:

Dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, kecuali BAL halofilik

yang berperan dalam cita rasa dan aroma pada kecap

Menghilangkan rasa pahit akibat adanya pemecahan protein oleh enzim protease

Sebagai pengawet dan pemberi rasa asin

Terciptanya bagian-bagian anaerobic pada media fermentasi

3. Kedelai yang sudah ditumbuhi jamur (kiri), Tempe (tengah), Tempe dikeringkan

Page 9: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

8

Selama proses fermentasi moromi terdapat dua jenis bakteri yaitu yang melakukan fermentasi

gula sederhana dan asam amino menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam suksinat. Dimana

asam laktat dan asam suksinat adalah komponen yang dapat membuat rasa khas pada kecap

(Astawan & Astawan, 1991). Setelah proses fermentasi selesai maka pada permukaan adan

dihasilkan miselium yang memiliki warna putih dengan adanya warna air garam yang keruh

(Peppler & Perlman, 1979). Menurut Astawan & Astawan (1991) di dalam proses inkubasi

sebaiknya larutan garam selalu diaduk. Hal ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam

sehingga dapat merata di permukaan substra. Selain itu pada saat pengadukan maka secara tidak

langsung ada udara yang masuk, dimana udara ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dari

khamir dan bakteri. Perendaman ini juga bertujuan untuk mengekstrak senyawa sederhana hasil

dari hidrolisis tahap fermentasi jamur. Pada proses ini secara tidak langsung akan membentuk

bakteri halofiliki yang dapat menimbulkan flavor yang khas pada kecap. Proses perendaman ini

terjadi ketika kecap mengalami ektraksi molekul sederhana hasil reaksi hidrolisis enzim yang

didapat dari jamur ke larutan garam.

Menurut Atlas (1984) mengatakan bahwa terdapat beberapa jenis mikroba yang berperan dalam

proses fermentasi moromi yang ada secara alami seperti bakteri dan yeast. Pada bakteri yang

berperan adalah bakteri asam laktat seperti Lactobacillus delbrueckii yang nantinya akan

menghasilkan asam laktat yang dapat berfungsi untuk mencegah pembusukan oleh

mikroorganisme lain. Pada yeast yang berperan adalah Saccharomyces rouxii,

Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp yang akan menggunakan gula sederhana hasil

fermentasi kapang untuk menghasilkan alcohol. Selama proses inkubasi larutan garam, enzim

protease, amylase (turunan koji) akan menjadi aktif dan ini dapat menyebabkan populasi

mikroba menjadi semakin banyak.

Kemudian direndam selama 1 minggu dimana setiap hari dijemur selama 30 menit dan diaduk

setiap 10 menit sekali. Proses pengadukan disini bertujuan untuk memberikan aerasi dan

menghomogenkan larutan garam supaya semua bagian permukaan substrat saling berkontakan

atau bersentuhan. Dengan adanya pengadukan ini akan memberikan udara yang akan dibutuhkan

oleh bakteri dan khamir untuk pertumbuhan (Tortora et al., 1995). Setelah 1 minggu, kacang

kedelai tersebut disaring dan diambil airnya. Kemudian dimasak dan ditambahkan beberapa

Page 10: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

9

bumbu untuk meningkatkan rasa dan aroma. Pada tahap ini ditambahkan gula jawa atau gula

jawa. Penambahan gula jawa ini bertujuan untuk memberikan warna pada kecap yang akan

dihasilkan. Apabila sudah mendidih dan mengental, lalu disaring kembali untuk memisahkan

kecap dengan bumbu yang digunakan dan siap untuk di uji sensori. Menurut Astawan &

Astawan (1991) bau khas yang ditimbulkan dari proses pembuatan kecap dipengaruhi dari jenis

bumbu yang ditambahkan sehingga dapat menimbulkan bau dan cita rasa yang khas.

Penambahan gula jawa juga dapat mempengaruhi aroma dan warna yang dihasilkan. Dengan

adanya gula ini dapat mengakibatkan warna coklat caramel dan viskositasnya akan meningkat.

Begitu juga dengan teori dari Santosa (1994) yang mengatakan bahwa di dalam pembuatan

kecap manis ditambahkan gula jawa dalam jumlah yang banyak serta dapat meningkatkan

viskositasnya. Biasanya jenis gula yang digunakan adalah glukosa, galaktosa, maltose, xilosa,

arabinose, dan komponen gula alcohol sepert gliserol dan manitol. Penambahan gula jawa ini

untuk menentukan jenis kecap.

Fermentasi dengan menggunakan bakteri akan menghasilkan asam-asam organic yang berperan

membentuk cita rasa, warna, dan daya simpan. Sedangkan fermentasi dengan menggunakan

khamir akan menghasilkan 4-etilguakol, 4-etilfenol dan 2-fenil etanol berperan dalam

pembentukan citarasa khas kecap. Sedangkan Amalia (2008) menambahkan bahwa adanya gula

ini dapat menyebabkan terbentuknya asam-asam organic. Oleh karena itu dengan penambahan

gula jawa ini akan menyebabkan warna merah dan memiliki aroma khas, sedikit asam, dan

berbau caramel. Aroma kecap terbentuk dari senyawa yang berasal dari rempah-rempah yang

digunakan.

Gambar 4. Hasil saringan kecap (kiri), Wajan (tengah), Kecap yang dimasak (kanan)

Page 11: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

10

Menurut pendapat dari Sumague (2008) mengatakan bahwa kecap dapat mengalami kerusakan

yang kemudian dapat dicegah dan dikontrol dengan cara menghindari kontaminasi. Oleh karena

itu sebaiknya bahan baku yang digunakan adalah kedelai, gandum, beras, dan garam harus

mengandung jumlah mikroorganisme yang minimal. Sehingga bahan baku sebaiknya dikemas

dengan benar dan disimpan di tempat yang kering, sejuk, dan yang bersih. Kemudian

kontaminasi harus dihindari khususnya setelah bahan baku direbus. Menambahkan bahwa kecap

memiliki kandungan yang tinggi yaitu mengandung kadar garam sebesar 18%, gula minimal

40%, serta pH yang berkisar 4,7-4,8.

2.3. Uji Sensori

Berdasarkan Tabel 1. di atas dapat kita lihat bahwa setiap kelompok memiliki hasil yang

berbeda-beda untuk hasil sensori dari segi warna, aroma, rasa, dan kekentalan. Dari segi warna,

kelompok D1, D4, dan D5 memiliki warna hitam, sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki

warna kurang hitam. Dari segi aroma, kelompok D1, D4, dan D5 memiliki aroma yang kuat,

sedangkan kelompok D2 dan D3 memiliki aroma yang kurang kuat. Dari segi rasa, kelompok D1

dan D2 memiliki rasa yang kurang manis, kelompok D3 memiliki rasa manis, kelompok D4 dan

D5 memiliki rasa yang sangat manis. Dari segi kekentalan, kelompok D1, D2, dan D3 memiliki

hasil kurang kental, sedangkan kelompok D4 dan D5 memiliki hasil yang kental.

Menurut penelitian Muangthai et al. (2009) yang berjudul “Development of Healthy Soy Sauce

from Pigeon Pea and Soybean” mengatakan bahwa rasa, warna, kekentalan, dan aroma pada

kecap dipengaruhi oleh jenis dan kondisi kedelai, yang mana merupakan bahan baku utama

dalam pembuatan kecap.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kecap yang dimiliki D1, D4, dan D5 berbeda

dengan kelompok D2 dan D3 yaitu berwarna hitam dan kurang hitam. Dimana perbedaan warna

ini mungkin dikarenakan adanya penambahan gula pada saat kecap sedang dimasak. Menurut

Kasmidjo (1990) mengatakan bahwa warna yang terbentuk disebabkan karena adanya reaksi

browning antara gula pereduksi dengan gugus-gugus amino dari protein. Penambahan gula jawa

pada saat dimasak akan menstimulasi terbentuknya warna coklat pada kecap. Selain itu dengan

Page 12: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

11

adanya penambahan gula jawa akan menentukan flavor yang khas dan menyebabkan warna

kecap menjadi coklat caramel serta viskositasnya juga meningkat.

Kemudian Buckle et al. (1988) menambahkan jika warna coklat yang dihasilkan dari kecap ini

disebabkan karena adanya pembentukan melanoidin di dalam reaksi Mailard. Reaksi ini mula-

mula ada karena terjadi reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup

asam amino bebas pada molekul asam amino menghailkan amino-deoxy-ketose. Setelah produk

Amadori tidak stabil dan mengalami reaksi yang kompleks dan dapat menghasilkan aroma dan

flavor serta pigmen berwarna coklat yang berasal dari melanoidin. Kemudian pada suhu 37oC

terjadi reaksi Mailard yang dapat berlangsung secara cepat pada suhu 100oC, namun pada suhu

150oC. Selain adanya reaksi Mailard juga terdapat reaksi karamelisasi, yang artinya adalah reaksi

yang terjadi karena adanya pemanasan pada gula dengan adanya katalis asam atau basa pada

suhu 170oC. Dimana pada saat terjadi karamelisasi akan menghasilkan warna yang coklat dan

aroma yang khas. Sebagian besar produksi kecap di Indonesia memiliki perbedaan pada

kandungan gula, komposisi asam, dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan proses

fermentasi.

Berdasarkan hasil dari pengamatan dapat kita lihat bahwa kelompok D1, D4, dan D5 memiliki

aroma yang lebih kuat jika dibandingkan dengan kelompok D2 dan D3. Dimana menurut

Astawan & Astawan (1991) mengatakan bahwa bau dari kecap dapat ditentukan dari jenis

bumbu yang digunakan pada saat memasak kecap serta dapat menimbulkan bau dan cita rasa

yang khas pada kecap. Selain itu terdapat komponen aroma dan flavor yang dipengaruhi oleh

komponen nitrogen pendukung misalnya kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia.

Apabila membentuk senyawa garam dan asam glutamate akan menimbulkan flavor yang sedap.

Begitu pula dengan adanya arginine, histidine, lisin, putresin dengan asam suksinat dapat

menimbulkan flavor yang sedap juga. Untuk adanya garam-garam yang berasal dari tiramin dan

kholin akan menimbulkan rasa pahit, begitu juga dengan adanya garam-garam dari asam laktat,

format, fosfat, dan asetat.

Menurut penelitian Feng et al. (2013) yang berjudul “New Model for Flavour Quality Evaluaty

of Soy Sauce”, kecap merupakan produk hasil fermentasi yang memiliki komponen flavor

Page 13: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

12

organic yang bersifat volatile seperti alcohol, ester, fenol, asam, dan heterocyclics. Asam amino

dan asam organic merupakan komponen flavor yang dapat digunakan sebagai indicator dan dapat

mempengaruhi kualitas dari kecap. Kebanyakan flavor kecap terbentuk pada saat fermentasi

bakteri. Untuk aroma dan flavor pada kecap dapat disebabkan karena adanya aktivitas enzimatis

dari yeast Tetragenococcus halophilus dan beberapa spesies dari Lactobacillus (Elizabeth

Caplice & Gerald, 1999). Sebenarnya komponen volatile sudah mulai terbentuk selama proses

fermentasi koji dan moromi. Dimana pada saat fermentasi akan menghasilkan komponen volati

terdiri dari 15 alkohol alfatik dan aromatic, 14 aldehid alfatik, 14 ester, 9 keton alifatik dan

lakton, 12 turunan benzene, 9 asam lemak, 5 senyawa furan, 18 terpenoid, 3 pirazin, 1 tiazol, 1

piridin, dan 2 komponen sulfur (Apriyantoro & Gono, 2004).

Berdasarkan tabel pengamatan dapat kita lihat bahwa kecap kelompok D1 dan D2 memiliki rasa

yang kurang manis, kelompok D3 memiliki rasa yang manis, kemudian untuk kelompok D4 dan

D5 memiliki rasa yang sangat manis. Perbedaan ini dikarenakan pada tahap pemasakan setiap

kelompok diberi gula jawa dengan jumlah yang berbeda-beda. Pada kelompok D1 diberi gula

jawa sebanyak 1 kg. kelompok D2 diberi gula jawa sebanyak 1,5 kg. sedangkan kelompok D3

dan D4 diberi gula sebanyak 2 kg serta pada kelompok D5 diberi gula sebanyak 2,5 kg. Oleh

karena itu rasa yang dihasilkan pada masing-masing kelompok berbeda, walaupun ada beberapa

kelompok yang sama.

Kemudian untuk hasil pengamatan dengan parameter kekentalan. Kelompok D1 sampai D3

memiliki kekentalan yang lebih rendah daripada kelompok D4 dan D5. Menurut Lim et al.

(2009) mengatakan bahwa penambahan ragi dapat mempengaruhi hasil kekentalan dari kecap.

Selain itu kondisi lingkungan pada saat fermentasi juga dapat mempengaruhi aktivitas ragi yang

ditambahkan. Kondisi tersebut meliputi pH, ionic strength dan suhu yang mana dapat

mempengaruhi disosiasi dari protein pada kedelai. Kemudian mengalami fermentasi dan

denaturasi oleh enzim protein. Hal ini dibuktikan dengan cara kerja pembuatan kecap. Dimana

kelompok D1 dan D2 diberi inoculum sebesar 0,5%, kelompok D3 dan D4 diberi inoculum

sebesar 0,75%, sedangkan kelompok D5 sebanyak 1%. Akan tetapi ada beberapa kelompok yang

penambahan raginya sama tapi hasil sensori berbeda. Ini dikarenakan uji sensori merupakan uji

yang kurang valid karena pendapat orang berbeda-beda. Hal ini dibuktikan bahwa antar

Page 14: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

13

praktikan yang satu dengan yang lain memiliki standar kekentalan yang berbeda-beda. Selain

penambahan ragi, kekentalan juga dipengaruhi dengan adanya penambahan gula yang diberikan.

Pada kelompok D4 dan D5 memiliki kandungan gula lebih tinggi jika dibandingkan dengan D1

dan D2. Sedangkan kelompok D3 dan D4, walaupun memiliki kandungan gula yang

ditambahkan sama tetap memiliki perbedaan yaitu pada proses pemasakan. Dimana gula yang

ditambahkan pada kelompok D3 masih kurang larut semua atau masih terlalu encer.

Mutu dari kecap dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu

- Lamanya proses fermentasi (Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam

untuk mendapatkan hasil yang optimal)

- Kemurnian biakan kapang

- Jenis mikroba yang digunakan ( Rhizopus sp dan Aspergillus sp)

- Proses pengolahan pada produk kecap

(Astawan & Astawan, 1991)

Menurut Santosa (1994) mengatakan bahwa dalam pemilihan jenis jamur Aspergillus flavus

sebaiknya tidak mengandung aflatoxin dan mampu menghasilkan daya pemecah protein yang

tinggi. Dalam pembuatan starter sebaiknya mengkondisikan bahwa mikroorganisme tersebut

berada pada fase eksponensial supaya waktu adapatasi dengan media lebih cepat

Menurut penelitian Tjahjadi Purwoko & Noor (2007) yang berjudul “Kandungan Protein Kecap

Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus” dalam

pembuatan kecap manis dapat dilakukan walaupun tidak melalui fermentasi moromi. Akan tetapi

menggunakan dua jenis yeast yaitu Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Berdasarkan hasil yang

didapat kecap manis tanpa fermentasi moromi dapat menghasilkan kandungan protein yang

terlarut dan protein total lebih tinggi daripada kecap manis dengan menggunakan fermentasi

moromi. Kecap manis hasil fermentasi menggunakan R. oligosporus memiliki kadar protein

yang terlarut lebih besar daripada dengan menggunakan fermentasi R.oryzae.

Menurut penelitian Chancharoonpong (2012) dengan judul “Production of Enzyme and Growth

of Aspergillus oryzae S. on Soybean Koji” mengatakan bahwa koji merupakan gandum yang

Page 15: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

14

dimasak atau kedelai yang diinokulasi dengan biakan atau cetakan koji. Dimana pada awal

pembuatan makanan atau minuman fermentasi yang dilakukan adalah membuat koji. Selama

pembuatan, Aspergillus oryzae S. sebagai cetakan koji dapat menghasilkan amylase dan protease

yang dapat berfungsi untuk memecah karbohidrat dan protein dalam gandum dan kacang kedelai.

Page 16: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

3. KESIMPULAN

Pada praktikum pembuatan kecap dengan menggunakan kedelai putih sebagai bahan

bakunya.

Kecap adalah makanan tradisional yang berasal dari proses fermentasi menggunakan

kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lain.

Ada 4 tahap utama dalam pembuatan kecap yaitu proses perebusan biji kedelai yang telah

disortir, mold fermentation, penggaraman, dan perebusan akhir.

Fermentasi kacang kedelai menggunakan kapang Rhizopus oligosporus dan Aspergillus

oryzae

Beberapa jenis kapang dalam proses fermentasi kecap yaitu Aspergillus oryzae,

Aspergillus soyae, A.niger dan Rhizopus sp, sedangkan bakteri yang berperan adalah

Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp.

Secara tradisional, pembuatan kecap meliputi beberapa tahap yaitu perendaman kedelai,

fermentasi koji, fermentasi moromi, ekstraksi dan filtrasi, pemberian gula jawa dan

bumbu kemudian pembotolan

Tahap koji adalah tahap fermentasi oleh kapang.

Tahap moromi adalah proses fermentasi kedelai dalam larutan garam oleh bakteri dan

khamir.

Fermentasi koji bertujuan untuk menghasilkan enzim amilase dan enzim protease untuk

memecah karbohidrat dan protein dalam kedelai.

Fermentasi moromi bertujuan untuk fermentasi gula sederhana dan asam amino menjadi

asam laktat, asam asetat, dan asam suksinat oleh Pediococcus halophillus dan

Lactobacillus delbrueckii.

Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor,

menginaktifkan zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu serta membunuh bakteri

yang ada di permukaan kedelai

Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa

sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur

Pengadukan pada proses perendaman bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan

memberikan udara yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme fermentasi

kecap (Aerasi).

15

Page 17: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

16

Penambahkan gula dalam jumlah yang besar dapat menaikkan viskositas kecap

Penambahan gula juga bertujuan untuk memberikan warna pada kecap dengan adanya

reaksi Mailard

Warna kecap yang dihasilkan ini disebabkan karena adanya penambahan bumbu-bumbu

saat pemasakan, khususnya gula jawa.

Aroma khas kecap dapat ditentukan oleh jenis bumbu yang dapat menimbulkan bau dan

cita rasa yang khas pada kecap.

Aroma kecap dapat muncul karena adanya komponen volatil akan dihasilkan selama

proses fermentasi koji dan fermentasi moromi.

Aroma dan flavor pada kecap dapat disebabkan karena adanya aktivitas enzimatis dari

yeast Tetragenococcus halophilus dan beberapa spesies dari Lactobacillus

Semakin banyak gula yang ditambahkan, maka akan semakin tinggi viskositas kecap,

semakin manis rasa kecap, dan semakin gelap warna kecap.

Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kecap antara lain jenis kedelai dan

inokulum, proses fermentasi serta pemasakan.

Semarang, 19 Juni 2014

Praktikan, Asisten dosen,

Katharina Nerissa

Margaretha Rani

11.70.0044

Page 18: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

4. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13813/2/F08tam.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014

Apriyantono, A dan Gono D. Y. (2004). Perubahan Komponen Volatil Selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. VOl XV, No 2.

Astawan, M. & M. W. Astawan. ( 1991 ). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Buckle, K. A. ; R.A. Edward ; G. H. Fleet & N. Wooton. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Buckle, K. A.; R.A. Edward.; G. H. Fleet.; & N. Wooton. 1988. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Caplice, Elizabeth & Gerald F. Fitzgerald. (1999). Food Fermentation: Role of Microorganisms in Food Production and Preservation. International Journal of Food Microbiology 50 (1999) 131-149.

Chancharoonpong, Chuenjit.; P. C Hsieh.; S. C Sheu. 2012. Enzyme production and growth of Aspergillus oryzae S. on soybean koji fermentation.Taiwan. Asia-Pacific Chemical, Biological & Environmental Engineering Society.

Feng, J.; Xiao-Bei Zhan; Zhi-Yong Zheng; Dong Wang; Li-Min Zhang; and Chi-Chung Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, No. 3: 292–305.

Hendritomo, Henky Isnawan. (2012). Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu Kecap Selama Penyimpanan. http://jifi.ffup.org/wp-content/uploads/2012/03/hengky....PENGARUH.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014.

17

Page 19: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

18

Kasmidjo, R. B. ( 1990 ). Tempe: Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. P. A. U. UGM. Yogyakarta.

Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional: hasil olahan kedelai. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):75-76.

Kurniawan, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kwalitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia Vol.2,No.2 April 2008. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Itenas Bandung. Bandung

Lim, J. Y.; J. J. Kim.; D. S. Lee.; G. H. Kim.; J. Y. Shim.; I. Lee.; and J. Y. Imm. 2009. Physicochemical Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans. Food Chemistry.

Muangthai, P.; P. Upajak; and W. Patumpai. (2007). Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean.KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No. S2

Muangthai, P.; P. Upajak; P. Suwunna;and W. Patumpai.(2009). Development of Healthy Soy sauce from Pigeon Pea and Soybean.As. J. Food Ag-Ind.2(03), 291-301.

Peppler, H. J. & D. Perlman. ( 1979 ). Microbial Technology, Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, Tjahjadi & Noor Soesanti Handajani. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. BIODIVERSITAS Volume 8, Nomor 2 Halaman 223-227. ISSN: 1412-033X.

Rahayu, E. ; R. Indrati; T. Utami; E. Harmayani & M. N. Cahyanto. ( 1993 ). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Samruan W., A. Oonsivilai and R. Oonsivilai. 2012.Soybean and Fermented Soybean Extract Antioxidant Activities. World Academy of Science, Engineering and Technology.

Santosa, H. B. ( 1994 ). Kecap dan Taoco Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Su, N. W.; M. L, Wang.; K. F, Kwok.; And M. H. Lee. 2005. Effects Of Temperature And Sodium Chloride Concentration On The Activities Of Proteases And Amylases In Soy Sauce Koji. Journal Agriculture Food Chemistry, 53, 1521-1525.

Page 20: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

19

Sumague, M. J. V.; R. C. Mabesa1.; E. I. Dizon.; E. V. Carpio.; and N. P. Roxas. 2008. Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114. ISSN : 0031 – 7683.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Press.

Tjahjadi, et al. 2004. Kadar Karbohidrat, Lemak, dan Protein pada Kecap dari Tempe. Bioteknologi 1 (2):48-53, Nopember 2004 ISSN:0216-6887.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu T. Yeong, Men Seng Kan, Lee F.S., and Lithness K. Palniandy. 2010. Effect of Temperature On Moromi Fermentation of Soy Sauce With Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology. ISSN.

Page 21: Laporan Kecap_Kloter D2_Margaretha Rani_11.70.0044_Universitas Katolik Soegijapranata

5. LAMPIRAN

5.1. Laporan Sementara

5.2. Jurnal

20