LAPORAN KASUSnew

87
LAPORAN KASUS DISUSUN OLEH : Ayu Annisahusna 2008730054 DOKTER PEMBIMBING dr. Ihsanil Husna,Sp.PD FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

description

rr

Transcript of LAPORAN KASUSnew

Page 1: LAPORAN KASUSnew

LAPORAN KASUS

DISUSUN OLEH :

Ayu Annisahusna

2008730054

DOKTER PEMBIMBING

dr. Ihsanil Husna,Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

BAB I

Page 2: LAPORAN KASUSnew

STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Ny.M

TTL : Pati, 03 April 1987

Usia : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Pengangsaan II, Jakarta Utara

Tanggal MRS : 28 Juli 2015

No.RM : 00-75-43-42

Anamnesis

Keluhan Utama :

Sesak nafas sejak 1 minggu SMRS.

Keluhan Tambahan :

Mudah lelah saat aktivitas, kedua kaki bengkak,lemas, sering lapar, haus dan sering buang

air kecil

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan bahwa dalam 1 minggu terakhir pasien

sering merasa sesak terutama saat beraktivitas seperti naik tangga, mengerjakan pekerjaan

rumah, atau mengangkat barang. Sesak berkurang saat pasien beristirahat. karena sesak

aktivitas pasien terbatas sehingga pasien tidak bias mandi sendiri dan berjalan jauh. Pasien

lebih merasa nyaman saat tidur menggunakan 2 bantal. Saat sesak tidak terdengar suara ngik

Page 3: LAPORAN KASUSnew

– ngik. Sesak tidak disertai batuk dahak, pilek, nyeri dada, berdebar-debar, demam tinggi,

dan keringat dingin di sangkal.

Pasien juga mengeluh bengkak di kedua kakinya yang muncul sejak ± 1 minggu yang

lalu. Bengkak semakin hari bertambah berat dan dirasakan tidak pernah berkurang. Bengkak

dirasakan dari ujung jari hingga kebetis, ketika ditekan kulit kembali dengan lamban,

bengkak tidak disertai dengan nyeri dan tidak ada perubahan warna. Bengkak tidak

ditemukan pada anggota tubuh lain.

Selain itu, pasien juga mengeluh bahwa badannya lemas sejak 1 hari SMRS. Lemas

tidak berkurang dengan istirahat maupun pemberian makan. Lemas tidak disertai pusing,

demam maupun berkunang-kunang. Kadang pasien juga merasa mual, muntah (+) 1x yaitu 1

hari SMRS sebanyak ±1/2 gelas belimbing, isi makanan, darah (-), dan nafsu makan menurun

tetapi tidak ada penurunan berat badan drastis dalam beberapa bulan terakhir.

Pasien mengetahui bahwa ia memiliki penyakit gula dan hipertensi sejak ±3 tahun

SMRS. Pasien merasakan bahwa sejak ± 3 tahun yang lalu sering merasa lapar dan mudah

haus meskipun sudah makan secara teratur, serta sering kencing terutama di malam hari.

Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan. Pasien tidak kontrol rutin serta tidak

minum obat sakit gula maupun hipertensi secara teratur. Pasien mengkonsumsi obat gula dan

hipertensi hanya terkadang saat periksa ke dokter/tidak rutin. Pasien BAB 1x/hari, konsistensi

lunak padat, warna kecoklatan, BAB hitam (-). BAK jarang dan sedikit sejak ± 3 bulan

SMRS kira-kira sebanyak, sebanyak 1-2 x/hari @1/2 gelas belimbing, warna kuning, darah

(-), nanah (-), pasir (-), nyeri saat BAK (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat tekanan darah tinggi : (+) sejak 3 tahun yang lalu, tidak kontrol rutin dan tidak

minum obat teratur

Riwayat sakit gula : (+) sejak 3 tahun yang lalu, tidak kontrol rutin dan tidak minum obat

teratur.

Riwayat TB disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Di keluarga tidak ada yang mengeluh hal yang sama

Page 4: LAPORAN KASUSnew

- DM disangakal

- HT disangkal

- Asma disangkal

Riwayat Alergi :

Riwayat alergi dan obat-obatan disangkal

Riwayat Psikososial :

Makan teratur 3x sehari

Jarang berolahraga

Riwayat Pengobatan :

Belum pernah diobati

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Nadi : 96x/menit

Suhu : 37o C

Pernapasan : 24x/m

Antropometri

Berat Badan : 72 kg

Tinggi Bada : 160 kg

Status gizi : 28,125 obesitas

Page 5: LAPORAN KASUSnew

Status Generalis

1. Kepala dan Wajah

Rambut

o Hair pull test : tidak mudah rontok (-)

o Distribusi : merata

o Warna : hitam peanjang

Wajah

o Mata

Konjungtiva : anemis +/+

Sclera : tidak ikterik

Pupil : isokor

Reflek cahaya : positif (+)

o Telinga

Bentuk: normotia

Sekret : -

o Hidung

Deviasi septum nasi : negatif (-)

Epistaksis : negatif (-)

Sekret : negatif (-)

Mulut

Bibir dan mukosa tidak nampak sianosis, bibir dan mukosa kering,,

bercak (-)

Gigi lengkap, tidak terdapat radang gusi atau gigi yang tercabut

Lidah tidak kotor dan tidak tremor

Faring, laring dan tonsil tidak hiperemis, T1: T1

2. Leher

KGB : JVP R + 4 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid

(-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-),

3. Thorax

I : normochest, simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada

P : Tidak terdapat nyeri tekan

Page 6: LAPORAN KASUSnew

P : sonor pada kedua lapang paru

Batas paru hati ICS 5

Batas paru lambung ICS 7

A : vesikuler (+),wheezing (-),ronkhi basah halus dibasal paru (+)

Jantung

I : Ictus cordis tidak terlihat

P : Ictus cordis teraba

P : Batas jantung kanan linea mid sternalis dextra

Batas jantung kiri line midclavicula sinisttra

A : Bunyi jantung I dan II murni reguler,murmur (-),gallop(-)

Abdomen

I: bentuk perut datar, simetris, kontur rata, tidak teraba adanya massa tumor, jaringan

parut, dan caput medusa.

P: tidak ada pembesaran hepar dan spleen, bimanual ginjal (-), terdapat nyeri tekan

epigastrium, CVA (-).turgor kulit turun

P: hipertimpani

A: bising usus 10x/menit

Ekstremitas dan kulit

Kulit akral teraba dingin, oedem, tidak ikterus, tidak sianosis, RCT < 2 detik, dan tidak

eritem.

Tonus : 5 5

5 5

Reflek : tidak dilakukan

Page 7: LAPORAN KASUSnew

Laboratorium tanggal 28 juli 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hb 11,2 g/dl 11,7 – 15,5

Leukosit 9,43 ribu/µL 3,60-11,00

Hitung Jenis

Basofil 1 0 – 1

Eosinofil 2 2 – 4

Neutrofil Batang 4 3 – 5

Neutrofil Segmen 63 50 – 70

Limfosit 23 25 – 40

Monosit 7 2 – 8

Ht 20 % 35 - 47

Trombosit 594 Ribu/µL 150 – 440

GDS 329 Mg/dL 70 – 200

SGOT (AST) 20 U/L 10 – 31

SGPT (ALT) 33 U/L 9 – 36

Ureum 29 mg/dL 10-50

Creatinin 1,6 mg/dL <1,4

Natrium 134 mEq/L 135-147

Kalium 4,7 mEq/L 3,5-5

Chloride 96 mEq/L 94-111

GDS 01-08-2015 323 Mg/dl

GDS 02-08-2015 577 Mg/dl

GDS 03-08-2015 293 Mg/dl

Page 8: LAPORAN KASUSnew

Foto thorax

Cor CTR 66% aorta tinggi

Sinus dan diagfragma normal

Pulmo: hili normal. Corakan vaskuler normal

Tak tampak infitrat atau kranialisasi

Trachea di tengah

Kesan: cardiomegali

Tak tampak bendungan paru

EKG

Gambaran LBBB

Page 9: LAPORAN KASUSnew

RESUME

Ny. M 48 tahun datang dengan keluhan dispneu d’effort sejak 1 minggu SMRS,

oedem kedua tungkai, malaise, nausea, vomitus, anoreksia, riwayat HT dan DM tak

terkontrol. Pada pemfis didapatkan didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesan gizi lebih

BMI 28,125 kg/m2 (Obesitas grade I), tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva pucat di

kedua mata, JVP R+4 cm, rhonki basah halus di basal paru, serta oedem di ekstremitas

bawah. Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan hemoglobin 11,2

g/dL, eosinofil 2%, limfosit 23%, hematokrit 33%, trombosit 594, kreatinin 1.6mg/dL,

natrium darah 134 mmol/L, GDS 323 mg/dL. Pada gambaran radiologi di temukan

kardiomegali. Pada gambaran EKG left bundle branch block.

DAFTAR MASALAH

1. CHF NYHA II

2. DM tipe 2 obes

ASSESMENT

1. CHF NYHA II

Pada anamnesis didapatkan dispneu d’effort, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus yang

tidak terkontrol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesan gizi lebih BMI 28,125

kg/m2 (Obesitas grade I), tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva pucat di kedua mata,

JVP R+4 cm, rhonki basah halus di basal paru, serta oedem di ekstremitas bawah.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan foto thorax yang mengambarkan kardiomegali,

EKG gambaran LBBB.

A: CHF NYHA II

Hipertensi heart disease

Rencana diagnosis: echocardiografi, profil lipid

Rencana terapi:

Non farmakologi

Bedrest

Diet ( rendah garam, hindari obesitas)

Edukasi: aktivitas fisik

Page 10: LAPORAN KASUSnew

Farmakologi

Oksigen 3-5 liter

Pantau TTV

Inj. Furosemid 20 mg/8 jam ( pantau input output)

Captropil 3 x 25mg

2. DM tipe 2

Berdasarkan anamnesis di dapatkan os riwayat DM tidak terkontrol, polifagia, polidipsi,

poliuri, obesitas I, pada pemeriksaan laboratorium GDS 323 mg/dL.

A: DM tipe 2 obes

Rencana diagnostic: funduskopi, HbA1C, monitoring GDS, GDP, GD2 PP, profil lipid,

albumin/protein urin.

Rencana terapi :

1. Edukasi (Pola Gaya Hidup)

2. Terapi gizi Medis: Berdasarkan rumus Broaca.

• BB ideal = (TB - 100) - (TB - 100) x 10%

(160-100) – (160-100)x10% = 60-6= 54 kg

Berat Badan : 72 kg

Tinggi Bada : 160 kg

Status gizi : 28,125 obesitas

• Kebutuhan Kalori perhari :

Kebutuhan Kalori Basal = BB idealx 30 kalori = 54 x 30 = 1620 kalori.

Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20%= 20%x1620 =324 kalori.

Koreksi karena kekurangan BB = 20%x1620 = 324 kalori.

Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk penderita ini adlah = 1620+324+324= 2268

kalori atau 2200 kalori.

1. Karbohidrat 60%=60% x 2200= 1320 kalori karbohdrat

2. Protein 20%= 20%x2200=440 kalori protein

Page 11: LAPORAN KASUSnew

3. Lemak 20% = 20%x2200= 440 kalori lemak

3. Latihan Jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selam kurang lebih 30menit).Latihan

jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,jogging,berenang,dan bersepeda santai.

4.intervensi Farmakologis: Pemberian Obat OHO:

Sulfonilurea(diberikan 15- 30 menit sebelum makan) dengan masa kerja paling

singkat. Frekuensi pemberian obat: 1x/hari,pda waktu makan pagi atau pada makan

makanan porsi terbesar.

TINJAUAN PUSTAKA

Page 12: LAPORAN KASUSnew

CONGESTIVE HEART FAILURE

I. PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan

saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme

kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit

jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi

miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan

gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi

akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan

penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. 1, 2

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang

lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika

Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia

belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung

Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65%

adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan

yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien

penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang

ringan. 2, 3

Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat

diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun

sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan

meninggal dalam tahun pertama. 2

II. DEFINISI

Page 13: LAPORAN KASUSnew

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting

dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan

metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung

secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi

miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi

mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah

perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1

Beberapa istilah dalam gagal jantung : 4

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari

pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan

echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa

sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas

fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian

ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi

ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi,

pseudo-normal, tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan

katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi

vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V, beri-beri,

dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung

kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi

pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena

Page 14: LAPORAN KASUSnew

sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.

Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,

maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun

tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara

tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan

multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,

namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir

selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure),

karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal,

hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol,

peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan

tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan

jantung atau seluruh rongga jantung. 5

II1. ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta

dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi

stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada

infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu

perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat

berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. 1

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit

katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer.

Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang

menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal

jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan

penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien

dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. 5

Page 15: LAPORAN KASUSnew

IV. PATOFISIOLOGI

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard, maka

kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan

timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang

menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu

dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup

peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi

sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini

mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau

hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.

Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak

saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin

kurang efektif. 1,5,6,7

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah

peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik

simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan

medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung

(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi

vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume

darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah

misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.

Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk

selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar

katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama

latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam

darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons

miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan

berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6

Page 16: LAPORAN KASUSnew

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan

parasimpatik pada gagal jantung. 8

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air

oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi

sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun

apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian

peristiwa berikut:

- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan

angiotensinI

- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin

II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. 1,

5, 6, 7

Page 17: LAPORAN KASUSnew

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah

tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan

kontraksi ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;

namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan

kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan

untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan

kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir

dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat

karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen

miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih

lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan

kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan

gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini

adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 1,

4,6,7

Page 18: LAPORAN KASUSnew

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap

hemodinamik berlebih. 8

V. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat

latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala

hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung,

toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan

aktivitas yang lebih ringan. 1, 4

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai

dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.1, 4, 9

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan

adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan

merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak

kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.

Page 19: LAPORAN KASUSnew

Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar

membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling

umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti

vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara

juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari

kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,

maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan

gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama

disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah

ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga

akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal

Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan

manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan

dispnea atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi

berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari

gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena

pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat

distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena

sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher

mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara

paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan

terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan

kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat

disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema

mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam

hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi

Page 20: LAPORAN KASUSnew

cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu

berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.

Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara

klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini

dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal

jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami

sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat

iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi

dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan

penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,

EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. 2

Kriteria Diagnosis : 11

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

Page 21: LAPORAN KASUSnew

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman

untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas

fisik, antara lain: 1

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik

serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak

napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka

tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa

dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung

berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam

kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi

kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala

insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa

menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik

meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan

penunjang sebaiknya dilakukan. 12

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),

kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan

gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Page 22: LAPORAN KASUSnew

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG

adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy

(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal

biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 11,

12

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung

dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang

efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat

mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,

mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna

adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian

semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan

menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding

regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan

hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic

pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal

jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai

untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat

penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga

memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang

menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling

berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan

end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan

noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas

oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak

ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload

dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral

sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.

Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi

Page 23: LAPORAN KASUSnew

sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%). 11

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik

akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,

meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya

kondisi. 13

Terapi : 14

a. Non Farmakalogi :

- Anjuran umum :

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti

biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa

dilakukan.

Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :

Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan

1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung

berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

Hentikan rokok

Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang

lainnya.

Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30

menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-

80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).

Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi

Page 24: LAPORAN KASUSnew

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis

Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain,

digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia. 14, 15

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling

sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop

diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat

dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan

tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari

dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang

sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,

dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu

sampai dosis yang efektif.

c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian

dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan

kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan

sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta

yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan

bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.

d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi

terhadap ACE ihibitor.

e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung

disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,

digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan

emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi

ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial

kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic

Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau

aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali

pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama

amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan

Page 25: LAPORAN KASUSnew

untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah

kematian mendadak.

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis

untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari)

dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek

dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta

meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada

penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan

fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,

takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan

hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta

cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok

kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul

pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)

atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum

ventrikel pasca infark. 13

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan

hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi

tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring

gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi

jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,

semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan

merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki

asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan

venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop

diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat

oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus

dihindari bila memungkinkan. 13

Page 26: LAPORAN KASUSnew

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri

dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan

tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan

dapat diulang sesuai kebutuhan. 13

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta

tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal

jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang

lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis

pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri

tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada

pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam. 13

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada

gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis

hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan

fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide

adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.

Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,

aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan

pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume

karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1

menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit. 13

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang

disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg.

Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan

pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan

afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan

arteri rata - rata > 65 mmHg. 13

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

Page 27: LAPORAN KASUSnew

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian

5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan

meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang

reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik

(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt,

untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien

yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15

– 20 μg/kg/mnt. 13

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering

digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk

terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi

penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg

bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25–

0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt. 13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang

disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok

kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan

tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah

epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5

μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah

penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan

hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload.

Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena,

nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine).

Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat

untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload

tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia

jantungharus diterapi. 13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,

pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist

Page 28: LAPORAN KASUSnew

device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau

syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai

regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung

bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi

atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang

simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device

bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist

Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,

indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi

terutama inotropik. 13

VIII. PROGNOSA

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun

bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada

pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai

dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan

kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),

insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.

Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa

kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark

miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah

akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami

gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi

paliatif yang sangat cermat. 11

Diabetes melitus

Page 29: LAPORAN KASUSnew

De f nisi

Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin:

mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula

adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa

hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (Buku Ajar

Fisiologi Manusia, Lauralee Sherwood)

Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu penurunan

sensitivitas jaringan tehadap insulin. (Fisiologi Kedokteran, Guyton and Hall)

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA. 2010)

Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang

tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat

dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan

fungsi insulin.

Klasifikasi DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Page 30: LAPORAN KASUSnew

Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Diabetes Melitus terbagi menjadi :

• DM tipe I (IDDM) diabetes melitus yg tergantung insulin

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,

yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula

darah).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu

insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya

coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya

mempunyai peranan dalam terjadinya DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang

membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana

antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya

memainkan peran munculnya penyakit ini

• DM tipe II (NIDDM) diabetes melitus tidak tergantung insulin.

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya

NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan

bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien

NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk

Page 31: LAPORAN KASUSnew

metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan

insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau

mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat

keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah

mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan

berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka

sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah

kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat

badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia

diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

Epidemiologi

Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus

diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 %

penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung

tinggi pada negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan

kebiasaan hidup. Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan

hilangnya pendapatan. Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya

komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan

pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan.

Menurut WHO prevalensi DM diperkirakan akan meningkat dari 8,4 juta tahun 2000

menjadi 21,2 juta lebih pada tahun 2030 (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Page 32: LAPORAN KASUSnew

Anatomi dan Fisiologi Pankreas

a. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak

melintang dibagian

atas abdomen

dibelakang gaster

didalam ruang

retroperitoneal.

Disebelah kiri ekor

pankreas mencapai

hilus limpa diarah

kronio – dorsal dan

bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher

pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm,

arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah

kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua

jaringan utama yaitu :

1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.

2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya

namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans

hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.

Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.

Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah

setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel beta merupakan bungkusan

insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu

dengan yang lain. Dalam sel beta , molekul insulin membentuk polimer yang juga

kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena

perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis

di dalam retikulum endoplasma sel beta, kemudian diangkut ke aparatus golgi,

Page 33: LAPORAN KASUSnew

tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak

ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan

insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran

basalis sel beta serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk

mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel

mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel

mensekresikan somatostatin. (Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Fisiologi

Manusia Lauralee Sherwood)

b. Fisiologi Pankreas

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa

hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-

hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar

glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah

yaitu glukagon. Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans

menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis

hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin

menghambat sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar

batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin

diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah

puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara

berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui

perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel

dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan

didalam hati (Guyton & Hall, 1999)

Sintesis insulin

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada

retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin

mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun

dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini,sekali

lagi dengan bantuan peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-

Page 34: LAPORAN KASUSnew

peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui

membran sel. (IPD FKUI.2009)

Sekresi insulin

Kadar glukosa darah yang meningkat merupakan komponene utama yang memberi

rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin sekaligus sebagai tahap

awal terjadinya sekresi insulin.

Disamping glukosa,beberapa

jenis asam amino dan obat-

obatan dapat pula memiliki

efek yang sama dalam

rangsangan terhadap sel beta.

Berikut tahapan sekresi

insulin:

- Tahap pertama adalah proses

glukosa melewati membran

sel. Untuk dapat melewati

memebran sel beta, dibutuhkan bantuan senyawa lain yakni glucose transporter 2

(glut2) yang terdapat dalam sel beta.

- Selanjutnya molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di

dalam sel dan membebaskan molekul atp. Molekul atp yang terbentuk, mengaktifkan

penutupan k channel pada membran sel.

- Penutupan k channel berakibat terhambatnya pengeluaran ion k dari dalam sel yang

menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang diikuti oleh pembukaan ca

channel.

- Masuknya ion Ca2+ ini yang merangsang terjadinya mobilisasi vesikel proinsulin ke

membran sel dan akhirnya di sekresikan dalam bentuk insulin dan peptida-C

(IPD FKUI.2009, Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood. 2001, Farmakologi FKUI.2009)

Patofisiologi

a. DM Tipe I

Page 35: LAPORAN KASUSnew

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin

karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan

hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria

(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).

(Patofisiologi Price Sylvia)

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga

terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan

(polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya

berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu

keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.

(Patofisiologi Price Sylvia)

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang

dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat

masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang

dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta

tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah

DM tipe II. (Patofisiologi Price Sylvia)

Manifestasi Klinik

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau

Page 36: LAPORAN KASUSnew

cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari

hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari

dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin

maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.

Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan

dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan

menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan

secara otomatis.

(Patofisiologi Price Sylvia)

Langkah-Langkah Diagnostik DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2

di Indonesia 2011)

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole

blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan

untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Diagnosis diabetes melitus

Page 37: LAPORAN KASUSnew

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.

a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik

ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa

yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga

pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun

TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan

pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO

sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

(IPD FKUI.2009 dan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

Page 38: LAPORAN KASUSnew

a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

b. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

c. diperiksa kadar glukosa darah puasa

d. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

e. berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

g. selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Page 39: LAPORAN KASUSnew

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau

suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal

atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,

adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan

mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada

pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,

setelah mendapat pelatihan khusus.

Pilar Penatalaksanaan DM :

a. Edukasi

b. Terapi Gizi medis

c. Latihan Jasmani

d. Intervensi Farmakologi

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk

dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan

perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang

komprehensif dan upaya peningkatan motivasi

Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,

ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).

a. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya

guna mencapai sasaran terapi.

b. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran

makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes

perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan

Page 40: LAPORAN KASUSnew

jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa

darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain

e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai

bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.

b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh

dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

e. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein

a. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.

c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

Page 41: LAPORAN KASUSnew

a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok

teh) garam dapur.

b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang

tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik

untuk kesehatan.

b. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif

a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk

pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt,

lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

b. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

c. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.

d. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,

neotame.

e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

(Accepted Daily Intake / ADI )

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.

Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30

kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis

kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus

Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Page 42: LAPORAN KASUSnew

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:

RedefiningObesity and its Treatment):

BB Kurang <18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih >23,0

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

a. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita

sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

b. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade

antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%,

di atas 70 tahun.

c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,

20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%

dengan aktivitas sangat berat.

d. Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan

Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan

Page 43: LAPORAN KASUSnew

BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit

1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3

porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi

makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien,

sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang

diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan

penyakit penyertanya.

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan

dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan

kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan

umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan

jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan

kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

Page 44: LAPORAN KASUSnew

Intervensi Farmakologi

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani.

1. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

c. penghambat glukoneogenesis (metformin)

d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti

orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin

a. Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan

jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di

perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-

IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.

Page 45: LAPORAN KASUSnew

Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati

secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),

di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada

penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien

dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,

renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk

mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

f. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama

g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI

1. Sulfonil urea-

Glibenclamid

Insulin secretagous

: ATP-sensitive K

channel

S:2,5-5mg/tab

DH:2,5-15mg

ES:hipoglikemi

KI:pasien hepar&

ginjal

Page 46: LAPORAN KASUSnew

LK:12-24jam

F:1-2x/hari a.c

2. Meglitinid-

Repaglinid

Insulin secretagous S:1mg/tab

DH:1,5-6mg

LK:-

F:3x/hari a.c

ES: ggn GI

KI:pasien hepar&

ginjal

3. Biguanid-

Metformin

↓ Prod glukosa

hepar dan ↑ sens.

Jar otot& adiposa

thdp insulin

S:500-850mg

DH:250-3000

LK:6-8jam

F:1-3x/hari

p.c/bersama mkn

ES: gjala GI

KI: pasien dgn gangg

hepar, ginjal

No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI

4. Tiazolidinedion

- pioglitazone

Mengaktifkan

PPAR-g, terbentuk

GLUT baru

S:15-30mg/tab

DH:15-45mg

LK:24 jam

F:1x sehari

ES: ↑BB, edema

KI:ggal jtg 3-4

5. Penghambat α-

glikosidase

(acarbose)

Mengurangi

absorbsi glukosa di

usus halus

S:50-100mg

DH:100-300mg

LK:-

F:3x bersama

suapan I

ES: kembung, flatulens

(Farmakologi FKUI.2009)

Page 47: LAPORAN KASUSnew

2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetik

d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin

a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.

c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada

keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan

hiperglikemia setelah makan.

c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi

yang terjadi.

d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat

(rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting),

kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).

Page 48: LAPORAN KASUSnew

e. Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin

kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau

kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi

dengan OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah harian.

f. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari

bila sasaran terapi belum tercapai.

Tipe - Jenis Insulin

(Farmakologi FKUI.2009)

Insulin dapat dibedakan atas dasar:

1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak

disuntikan.

2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.

3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya

efek insulin.

Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan

jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :

1. Insulin Eksogen kerja cepat.

Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang

termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2

macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain

: Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan,

mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

Page 49: LAPORAN KASUSnew

2. Insulin Eksogen  kerja sedang.

Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan

menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat

penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine

Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5

jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan

24 jam.

3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin

ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40

4. Insulin

Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).

Page 50: LAPORAN KASUSnew

Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat

penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam.

Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard

Cara pemberian insulin

Insulin kerja singkat :

IV, IM, SC

Infus ( Glukosa / elektrolit )

Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

Insulin kerja menengah / panjang :

Jangan IV karena bahaya emboli.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan

tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa

setiap 6 jam sekali.

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah

< 60 mg % = 0  unit

< 200 mg % = 5 – 8  unit

200 – 250 mg% = 10 – 12 unit

250 - 300 mg% = 15 – 16 unit

300 – 350 mg% = 20 unit

> 350 mg% = 20 – 24 unit

Dosis :

a. Pasien DM muda 0,75-1,5 U/kgbb kerja sedang 2x/hr

Page 51: LAPORAN KASUSnew

b. DM dewasa kurus 8-10 U kerja sedang 20-30 m sblm mkan pagidan 4-5 U sblm makan

malam

c. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sblm makan malam

(IPD FKUI. 2009)

Teknik Penyuntikan Insulin

Sebelum menggunakan insulin, diabetesi ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan

pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen :

1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik

haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan

menggunakan kapas bersih dan steril

2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.

3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara

perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk

melarutkan kembali suspensi. (Jangan dikocok).

4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke

dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama

diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.

5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih

dahulu.

6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung

gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi

tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada

sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis

insulin.

7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya

suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit

dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi

penyuntikkan otot (intra muskular).

Page 52: LAPORAN KASUSnew

Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan

insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut

dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada

darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada  daerah perut.

Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas

dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-

gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi

variasi penyerapan.

Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya

perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan

sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm)  dari daerah sebelumnya.

Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke

daerah yang lain. 

Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses

penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi

rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:

1. Menyuntik dengan suhu kamar

2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara

3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik

4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang

5. Tusuklah kulit dengan cepat

6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan

7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul 

Penyimpanan Insulin Eksogen

Bila belum dipakai :

Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di

lemari pendingin, namun hindari freezer.

Page 53: LAPORAN KASUSnew

Bila sedang dipakai :

Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi

janganlah terkena sinar matahari.

Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik

sampai 100 kai dari biasanya.

Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari

pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.

Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan

gelap. 

Efek samping penggunaan insulin

Hipoglikemia

Lipoatrofi

Lipohipertrofi

Alergi sistemik atau lokal

Resistensi insulin

Edema insulin

Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat

ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang

diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit

tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan

lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak

begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan

akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.

Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.

Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada

penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat

suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.

Page 54: LAPORAN KASUSnew

Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan

insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang

baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan

intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi

kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang

ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.

Interaksi

Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,

kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin

menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini

perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.

Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini

ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol,

tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin

memperlihatkan efek hipoglikemik.

Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß,

obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik

insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan

pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO

tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua

macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar

glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang

berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik

dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga

OHO.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan

insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada

Page 55: LAPORAN KASUSnew

malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian

dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan

harinya.

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,

maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Penilaian hasil terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana

dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan

pemeriksaan 2 jam posprandial.

b. Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk

menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat

digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C

dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

Kriteria Pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik

yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah

mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang

diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah

Page 56: LAPORAN KASUSnew

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa

darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180

mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan

kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia

lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia

dan interaksi obat.

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Penyulit Diabetes Melitus

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan cara mengatasinya

a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL

b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan

kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemiapaling sering disebabkan oleh

penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat

berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu

kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk

Page 57: LAPORAN KASUSnew

pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal

kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,

mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada

pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan

memerlukan pengawasan yang lebih lama.

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,

gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun

sampai koma).

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan

makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula

berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang

glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien

dengan hipoglikemia berat

Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%

intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan

penyebab menurunnya kesadaran.

Penyulit Kronik

1. Makroangiopati :

- Pembuluh darah jantung

- Pembuluh darah tepi

- Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus

iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

- Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

- Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan

memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati

- Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan

mengurangi risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB)

juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

- Neuropati

Page 58: LAPORAN KASUSnew

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya

sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih

terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien

perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan

pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan

sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal,

perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk

mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik atau

gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus

diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

(IPD FKUI.2009).

Pencegahan Diabetes Melitus

Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko

tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita

penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45

tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat

keluarga DM, dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya

untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit

dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini

bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut.

Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting

untuk meningkatkan kepatuhan berobat.

3. Pencegahan Tersier

Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus

berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien

sedini mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis

Page 59: LAPORAN KASUSnew

rendah (80--325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM

yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang

holistik dan terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.

Page 60: LAPORAN KASUSnew

DAFTAR PUSTAKA

1. Arief, Nirwan. Kegawatdaruratan Paru. Departemen Pulmonologi Dan Ilmu

Kedokteran Respirasi FKUI RS PERSAHABATAN. Universitas Indonesia. 2009.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.

4. Depkes. PedomanNasionalPenanggulanganTuberkulosis. Edisi 2. 2007

5. Sudoyo, Aru w, dkk. BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilid II Edisi IV. Jakarta.

DepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitasIndonesia. 2006

6. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.

EGC. 1995.

7. Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran – EGC. 2004. 756-763.

8. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan Dokter

Anak Indonesia; 2002. h 345-353

9. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 17.Philadelphia; 2004. h

1813-1814

10. Prico SA. dan Wilson LM. Patologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC;

1995. h 827-829.