Laporan Kasus

11
LAPORAN KASUS SKABIES DENGAN INFEKSI SEKUNDER Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di BRSD KRT. Setjonegoro Diajukan Kepada : dr. H. Aris Budiarso, Sp. KK Disusun Oleh : Muhammad Faris. N 2007.031.0150 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1

Transcript of Laporan Kasus

Page 1: Laporan Kasus

LAPORAN KASUS

SKABIES DENGAN INFEKSI SEKUNDER

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti

Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

di BRSD KRT. Setjonegoro

Diajukan Kepada :

dr. H. Aris Budiarso, Sp. KK

Disusun Oleh :

Muhammad Faris. N

2007.031.0150

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

BRSD WONOSOBO

2013

1

Page 2: Laporan Kasus

Telah dipresentasikan dan disetujui Laporan Kasus dengan judul :

SKABIES DENGAN INFEKSI SEKUNDER

Hari/Tanggal : 12 Januari 2013

Tempat : BRSD Setjonegoro Wonosobo

Disahkan oleh :

Dosen Pembimbing

dr. H. Aris Budiarso, Sp. KK

2

Page 3: Laporan Kasus

PENDAHULUAN

Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.

Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua

kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat

dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang

kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung

(pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).

Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana

suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan

kadang-kadang vesikel.

Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya

berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun

merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat.

3

Page 4: Laporan Kasus

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki (An. A), 14 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin BRSD KRT.

Setjonegoro Wonosobo diantar keluarganya dengan keluhan gatal-gatal. Gatal-gatal terutama

di sela-sela jari tangan, siku, perut, selakangan, dan kemaluan. Keluhan disertai dengan kulit

yang berbenjol-benjol tampak terisi nanah di tangan kanan. Keluhan gatal dirasakan pasien

sejak ± 2 minggu yll. Keluhan gatal pada tubuh ini diawali dengan rasa gatal di tangan,

kemudian gatal menyebar ke bagian tubuh yang lain. Gatal dirasakan semakin memberat

ketika malam hari dan ketika berkeringat, sedangkan gatal sedikit mereda ketika istirahat di

siang hari. Pasien belum pernah berobat ke dokter. Keluhan dirasakan juga disertai dengan

demam ringan.

Pasien belum pernah mondok sebelumnya namun pernah ada keluhan di kulit yang

serupa sudah diobatkan ke dokter dan dinyatakan sembuh. Di keluarga pasien tidak ada yang

sakit serupa namun di lingkungan pondok pesantren pasien ada yang sakit serupa. Untuk

keluhan yang saat ini, pasien belum pernah mengobatkan sakitnya ke Puskesmas dan mantri.

Gambar Kiri. Pada bagian perut pasien tampak papul-papul hiperpigmentasiGambar Kanan. Pada selakangan pasien tampak papul-papul hiperpigmentasi

Pada pemeriksaan fisik saat pasien diperiksa pertama kali, keadaan umum pasien

tampak baik. Di sela-sela jari kedua tangan, perut, selakangan, dan siku pasien tampak papul

hiperpigmentasi tersebar merata, tepi jelas, bentuk bulat, dengan disertai adanya skuama agak

kasar berwarna putih pada sebagian papul, juga tampak pustul dengan dasar eritem pada

tangan kanan, jumlah multiple, batas tegas, bentuk bulat, tepi reguler.

4

Page 5: Laporan Kasus

Gambar. Pada tangan pasien tampak pustul dengan dasar eritem yang menunjukkan adanya kemungkinan infeksi sekunder

Diagnosis banding pada pasien ini adalah skabies, urtikaria akut, prurigo, dan gigitan

serangga. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini cenderung mengarah ke skabies

dengan infeksi sekunder. Hal ini didasarkan pada gatal yang memberat pada malam hari dan

diderita oleh sekelompok orang dalam wilayah tertentu. Infeksi sekunder pada pasien ini

didasarkan pada adanya pustulasi dan adanya demam ringan.

Penatalaksanaan pada pasien ini merupakan penatalaksanaan gabungan antara terapi

non-medikamentosa dan medikamentosa. Terapi non-medikamentosa berupa mandi dengan

air hangat dan keringkan badan, hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan, Ganti

pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, dan juga setiap anggota keluarga serumah sebaiknya

mendapatkan pengobatan yang sama. Kemudian terapi medikamentosa diberikan permethrin,

obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek toksisitasnya

terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam

penggunaannya sangat kecil. Sebagai tambahan, perlu diberikan antibiotik untuk penanganan

infeksi sekunder untuk 7 hari. Kemudian untuk keluhan gatal, dapat diberikan antihistamin

semisal CTM. Untuk keluhan demamnya diberikan antipiretik misal paracetamol.

5

Page 6: Laporan Kasus

DISKUSI

Penegakan diagnosis skabies harus dilakukan dengan cermat. Anamesis yang tajam dan

disertai pemeriksaan fisik yang memadai menjadi kunci penegakan diagnosis penyakit ini.

Pada anamnesis, perlu diketahui gejala awal yang dialami penderita, awal mula kejadian, dan

juga riwayat perjalanan penyakit. Selain itu, perlu diketahui juga mengenai riwayat keluhan

kulit sebelumnya pada penderita untuk menegakkan diagnosis dari skabies itu sendiri.

Kemudian, riwayat mengenai keluhan kulit yang ada di keluarga dan lingkungan pasien juga

dapat membantu penegakan diagnosis skabies ini. Riwayat penggunaan obat-obatan dan juga

riwayat pengobatan apa saja yang biasa dikonsumsi dan telah didapatkan penderita dapat pula

mempertajam anamnesis pasien dengan kecurigaan skabies.

Pada pemeriksaan fisik, papul-papul pada sela jari, siku, perut, selakangan, dan

kemaluan pada penderita dapat menjadi penunjuk. Hal ini dikarenakan skabies sendiri

memiliki lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang,

berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung

terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di

dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan

tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena

aktivitas menggaruk pasien yang hebat.

Dari data anamnesis dan juga pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien ini,

diagnosis mengarah ke skabies dengan infeksi sekunder. Pada anamnesis, ditemukannya

keluhan gatal pada malam hari, dan juga gatal-gatal diderita oleh orang-orang di serkitar

pasien. Dari data yang didapatkan, skabies memang memiliki gejala berupa gatal malam hari

karena setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus

akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal

yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini

disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.

Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah. Skabies

juga menyerang sekelompok orang dalam wilayah tertentu karena penyakit ini menyerang

manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh

anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies

dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan

individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan

6

Page 7: Laporan Kasus

keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain. Pada pasien juga

didapatkan keluhan demam ringan dan adanya UKK berupa pustulasi yang menjadi dugaan

adanya infeksi sekunder.

Pendekatan tatalaksana pasien dengan skabies berupa perawatan umum dimana

mencakup mandi dengan air hangat dan keringkan badan, hindari menyentuh mulut dan mata

dengan tangan, ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, setiap anggota keluarga

serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

Perawatan khusus mencakup Permethrin, Presipitat Sulfur, Benzil Benzoate, Ivermectin, dan

Malathion. Pemberian Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama

8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan

pemberian kedua setelah 1 minggu. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -

10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana,

yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari

berturut-turut. Benzil Benzoate digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam

dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Ivermectin

diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies.

Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat

dengan dasar air digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.

Pemberian antibiotik profilaksis, dan juga pemberian antihistamin untuk keluhan gatal pada

pasien.

Pada penatalaksanaan pasien ini, telah diberikan anti skabies berupa permethrin 5 %

krim 1xue (malam hari), antihistamin CTM 3x4 mg tab, antibiotik cefexime 3x100 mg tab,

dan juga antipiretik paracetamol 3x500 mg tab. Pendekatan tatalaksana pada pasien ini dirasa

tepat karena sudah diberikannya anti skabies, antihistamin unutuk mengurangi rasa tidak

nyaman akibat gatal pada pasien, antipiretik untuk mengatasi demam pada pasien dan juga

antibiotik yang ditujukan unutk profilaksis terhadap infeksi sekunder yang menyerang pasien.

7

Page 8: Laporan Kasus

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien An. A, 14 th dengan diagnosa skabies dengan infeksi sekunder.

Diagnosa skabies didapatkan dari dari data anamnesis dan juga pemeriksaan fisik yang

didapatkan dari pasien ini. Pada saat datang pertama kali, pasien mengeluh gatal di sela jari

tangan, siku, perut, selakangan, dan kemaluan. Keluhan kemudian disertai dengan kulit yang

berbenjol-benjol pada tangan yang berisi nanah. Gatal dirasakan memberat pada malam hari

dan saat berkeringat. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak baik. Di sela jari,

siku, perut, selakangan, dan kemaluan pasien tampak papul hiperpigmentasi yang tersebar

merata, tepi jelas, bentuk bulat, dengan disertai adanya skuama pada beberapa papul. Tampak

pustul dengan jumlah multiple, batas tegas, tepi reguler, dengan dasar eritem pada tangan

kanan. Keluhan dirasakan juga disertai dengan demam ringan.

Pasien mendapatkan pengobatan anti skabies berupa permethrin 5 % krim 1xue (malam

hari), antihistamin CTM 3x4 mg, antibiotik cefixime 3x100 mg, dan antipiretik paracetamol

3x500 mg. Selain itu pasien juga mendapatkan edukasi berupa mandi dengan air hangat dan

keringkan badan, hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan, ganti pakaian, handuk,

sprei, yang digunakan, setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan

yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

8

Page 9: Laporan Kasus

REFERENSI

Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.

Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.

Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.

Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: EGC; 1996. 191-5.

Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.

9