Laporan Kasus Stenosis PCA

19
PENDAHULUAN Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua diseluruh dunia dan berkontribusi dalam sebagian besar angka kesakitan global. Penanganan stroke tergantung pada pengetahuan akurat tentang teritorial arteri serebri. Pengetahuan akan teritorial arteri serebri atau teritorial yang terlibat pada stroke iskemik dapat membantu praktisi kesehatan terutama dokter mempersempit atau memperlebar cakupan pemeriksaan. Pengetahuan akan teritorial arteri serebri juga akan dapat membedakan antara infark yang berlokasi di dalam teritorial arteri serebri dengan yang berada di zona perbatasan antara teritorial arteri (Phan et al, 2007). Penelitian terhadap oklusi teritorial Midle Cerebral Arteries (MCA) lebih banyak dibandingkan infark akibat oklusi Posterior Cerebral Arteries (PCA ), walaupun faktanya stroke PCA terjadi sekitar 26,5% dari stroke iskemik dan disabilitas yang disebabkan oleh infark PCA juga banyak seperti defek lapang pandang, hemiparesis, gangguan sensibilitas dan gangguan pada kognisi dan perilaku (Phan et al,2007). Sedikit laporan yang menyatakan infark PCA menyebabkan terjadinya ataksia atau gangguan koordinasi. Oleh karena itu pada kasus ini ingin mengetahui apakah terdapat keterkaitan antara stenosis PCA dengan manifestasi berupa defisit serebelum murni. Arteri Serebri Posterior Arteri serebri posterior merupakan cabang akhir dari arteri basilaris. Kadang-kadang, arteri ini merupakan 1

description

Laporan Kasus Stenosis PCA

Transcript of Laporan Kasus Stenosis PCA

Page 1: Laporan Kasus Stenosis PCA

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua diseluruh dunia dan berkontribusi

dalam sebagian besar angka kesakitan global. Penanganan stroke tergantung pada

pengetahuan akurat tentang teritorial arteri serebri. Pengetahuan akan teritorial arteri

serebri atau teritorial yang terlibat pada stroke iskemik dapat membantu praktisi kesehatan

terutama dokter mempersempit atau memperlebar cakupan pemeriksaan. Pengetahuan

akan teritorial arteri serebri juga akan dapat membedakan antara infark yang berlokasi di

dalam teritorial arteri serebri dengan yang berada di zona perbatasan antara teritorial arteri

(Phan et al, 2007).

Penelitian terhadap oklusi teritorial Midle Cerebral Arteries (MCA) lebih banyak

dibandingkan infark akibat oklusi Posterior Cerebral Arteries (PCA ), walaupun faktanya

stroke PCA terjadi sekitar 26,5% dari stroke iskemik dan disabilitas yang disebabkan oleh

infark PCA juga banyak seperti defek lapang pandang, hemiparesis, gangguan sensibilitas

dan gangguan pada kognisi dan perilaku (Phan et al,2007). Sedikit laporan yang menyatakan

infark PCA menyebabkan terjadinya ataksia atau gangguan koordinasi. Oleh karena itu pada

kasus ini ingin mengetahui apakah terdapat keterkaitan antara stenosis PCA dengan

manifestasi berupa defisit serebelum murni.

Arteri Serebri Posterior

Arteri serebri posterior merupakan cabang akhir dari arteri basilaris. Kadang-kadang,

arteri ini merupakan perpanjangan dari arteri karotis interna. Cabang-cabang kecil dari

arteri basilaris dan dari tunggul proksimal arteri PCA memberi darah mesensefalon. Cabang-

cabang paramedial di antara aa pedunkulus berdesenden ke dalam tegmentum separuh

rostral dari pons. Cabang PCA juga bertanggung jawab bagi talamus. Kebanyakan nukleus

lateral dan ventral diberi oleh cabang-cabang talamoperforantes, yang berasenden melalui

substansia perforantes posterior. Cabang-cabang talamogenikulatum memberikan

perdarahan untuk korpus genikulatum lateral dan medial serta daerah di sekitarnya. Arteri

koroidalis posterior medial, yang meninggalkan PCA di depan mesensefalon dan menyertai

arteri-arteri pada perjalanannya melalui sisterna ambiens, mengelilingi pulvinar dan

mengambil arah rostral, memberi darah bagian dorsal talamus sampai berakhir dalam

1

Page 2: Laporan Kasus Stenosis PCA

nukleus talamus anterior. Arteri ini juga memasuki pleksus koroid ventrikel ketiga dan sela

media ventrikel lateral (Duus, 1994).

Gambar 1. Sirkulus Willisi dan Area yang diperdarahi. (Mumenthaler,2006).

Penyebab Stroke Sirkulasi Posterior

Secara umum kelainan yang menyebabkan infark sirkulasi anterior juga menyebabkan

infark teritorial sirkulasi posterior dan proporsi sebagian besar sebanding antara sirkulasi

2

Page 3: Laporan Kasus Stenosis PCA

carotid dengan vertebrobasilar. Beberapa penyebab stroke merupakan predileksi untuk

teritorial sirkulasi posterior (Martin, 1998).

a. Emboli

Diagnosis stroke emboli memerlukan identifikasi sumber emboli dan tempat yang

menerima emboli. Stroke emboli muncul mendadak dan biasanya tidak progresif setelah

onset. Sekitar 40% infark sirkulasi posterior adalah emboli (Martin, 1998).

b. Trombosis

Populasi kulit putih memiliki kecendrungan memiliki atheroma di dalam pembuluh

darah ekstrakranial, sedangkan populasi kulit hitam dan asia sering mengalami

ateroma pada pembuluh darah intrakranial.

c. Branch Penetrator Disease

Arteri perforasi parenkim profunda kecil dapat teroklusi oleh salah satu dari tiga

mekanisme.

Lipohyalinosis muncul secara segmental sepanjang penetrating vessel dan memicu

oklusinya. Pembentukan mikroateroma dapat mengoklusi cabang asal arteri

penetrating dan ateroma di dalam arteri proksimal dapat mengoklusi cabang awal

arteri perforating. Pasien dengan intracranial small vessel disease memiliki faktor

risiko yang sama dengan aterosklerosis arteri besar yaitu hipertensi (Martin,1998).

Diagnosis branch artery disease memerlukan penunjukkan infark yang terbatas pada

teritorial arteri cabang, biasanya meluas mencapai asal pembuluh darah tersebut.

Pada sirkulasi posterior, oklusi arteri paramedian pontin, midbrain,

thalamogeniculate dan thalamostriata memberikan gambaran infark lakunar

(Martin,1998).

3

Page 4: Laporan Kasus Stenosis PCA

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 43 tahun, swasta, tamat SLTP, kinan datang sadar mengeluh pusing

berputar. Pasien mengatakan sekelilingnya berputar sehingga pasien tidak mau membuka

mata. Pusing dikatakan terjadi mendadak saat beraktivitas mengemudi kendaraan, 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Keluhan pusing ini dikatakan menetap, tidak memberat dengan

perubahan posisi dan tidak membaik dengan istirahat. Pusing ini merupakan keluhan yang

pertama kali dirasakan pasien. Pusing ini membuat pasien mual namun tidak sampai

muntah. Keluhan ini disertai kesulitan pasien dalam mengendalikan gerakannya, yang

dirasakan beberapa menit setelah pusing berputar ini terjadi, hal ini menyebabkan pasien

tidak mampu mengerjakan atau mengambil sesuatu kemudian diikuti oleh kurang

tangkasnya kaki kirinya sehingga pasien tidak mampu berdiri dan berjalan. Keluhan pusing

ini tidak disertai gangguan pendengaran, telinga berdenging ataupun terasa penuh pada

telinga. Pasien juga tidak mengeluhkan kesemutan atau rasa tebal pada separuh tubuh atau

pada sekitar mulut.

Riwayat tekanan darah tinggi tidak diketahui namun beberapa hari sebelum masuk

rumah sakit dikatakan tekanan darah pasien sempat 140/90 saat periksa di dokter umum.

Riwayat penyakit kencing manis, penyakit jantung tidak diketahui. Pasien merokok sejak 5

tahun yang lalu dengan jumlah rokok kurang lebih 10 batang perhari.

Pada pemeriksaan didapatkan GCS E4V5M6 dengan tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 78 x/mnt, frekuensi nafas 18 x/mnt, suhu aksila 36,6 C. Status general dalam batas

normal. Pemeriksaan neurologi didapatkan vertigo vestibular tipe sentral, kekuatan tenaga

keempat ekstrimitas dalam batas normal, dismetri pada kedua tangan namun yang lebih

berat pada tangan kiri, gangguan koordinasi berupa gangguan dalam melakukan tes

telunjuk-telunjuk, telunjuk-hidung-telunjuk pada kedua tangan dengan intensitas lebih berat

pada tangan kiri, gangguan tes tumit-lutut-ibu jari kaki pada kedua kaki dengan intensitas

lebih berat pada kaki kiri, fenomena lajak pada kedua sisi, terjadi asinergia serebelar dan

disdiadokinesis pada kedua tangan dengan intensitas lebih berat pada tangan

kiri,propioseptif normal,MMSE 30.

4

Page 5: Laporan Kasus Stenosis PCA

Pemeriksaan penunjang menunjukkan dislipidemia (kolesterol 265 mg/dl, HDL 34

mg/dl, LDL, 167 mg/dl, TG 320 mg/dl, hiperuresemia 9,00 mg/dl). Elektrokardiogram

menunjukkan irama sinus, regular, toraks foto dalam batas normal, CT (Computed

Tomography) Scan kepala dalam batas normal. MRA (Magnetic Resonance Angiography)

dilakukan pada hari kesepuluh saat pasien MRS didapatkan gambaran stenosis PCA dextra.

Diagnosis kerja pada pasien adalah stroke non hemoragik serebelum ec susp trombus

dd emboli. Setelah dilakukan MRA, diagnosis pada pasien menjadi Stroke Non Hemoragik ec

susp trombus PCA D.

Pasien mendapatkan terapi neuroprotektor 250 mg/8 jam, asetosal tab 325 mg

selanjutnya 1 x 100 mg, Flunarizin tab 1 x 5 mg, Betahistin mesilat tab 3 x 6 mg, Simvastatin

1 x 20 mg, alupurinol tab 1 x 100mg. Selama 10 hari perawatan keluhan pasien membaik

dan kelainan neurologis membaik, pasien mampu berjalan.

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapatkan gejala neurologis yang terjadi mendadak saat beraktivitas ringan,

hal ini menandakan terjadinya suatu kejadian terkait vaskular. Didukung pula dengan

terdapatnya beberapa faktor risiko vaskular pada pasien ini yaitu faktor yang tidak dapat

5

Page 6: Laporan Kasus Stenosis PCA

dimodifikasi yaitu jenis kelamin laki-laki, dan faktor yang dapat dimodifikasi yaitu

dislipidemia, hiperuricemia, dan perokok (Ngoerah, 1991;Warlow et al, 2001).

Awitan subakut, kesadaran yang baik, normotensi, tidak ada muntah, tidak ada kaku

kuduk mengindikasikan pasien pada kasus ini mengalami suatu stroke non hemoragik

(Ngoerah,1991).

Berdasarkan anamnesa didapatkan keluhan berupa pusing berputar atau vertigo.

Vertigo merupakan sensasi rotasi tanpa adanya perputaran yang sebenarnya

(Ngoerah,1991). Rasa rotasi ini digambarkan oleh para penderita dengan cara yang berbeda-

beda. Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibular atau pada

serabut-serabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibular dengan pusat-pusat di

serebelum dan korteks serebri. Vertigo ini akan timbul bila terdapat ketidakcocokan dalam

informasi yang oleh susunan-susunan aferen disampaikan kepada kesadaran kita. Susunan

aferen yang terpenting dalam hal ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan yang

secara terus menerus menyampaikan impuls ke serebelum. Pada kasus ini terjadi vertigo

vestibular tipe sentral (Tabel 1), berdasarkan gejala yang dirasakan pasien menetap tidak

berkurang atau memberat dengan perubahan posisi, tidak terdapat latensi gejala, tidak

terdapat fatigabilitas gejala dan tidak terdapat habituasi gejala, tidak dikeluhkan tinitus atau

tidak ditemukan penurunan pendengaran, intensitas vertigo sedang-berat, disertai dengan

gangguan koordinasi pada ekstremitas kiri (Hauser, 2006). Lesi batang otak atau serebelum

dapat menyebabkan terjadinya vertigo sentral yang akut.

Tabel 1. Perbedaan Vertigo tipe Perifer dengan Tipe Sentral (Hauser,2006).

6

Page 7: Laporan Kasus Stenosis PCA

Gangguan koordinasi, dismetri dan asinergia serebelar yang terjadi pada pasien terkait

dengan lesi pada susunan yang mengatur koordinasi dengan pusat pada serebelum. Serat

eferen dari sel Purkinje pada korteks serebelum mengadakan hubungan dengan inti

serebelum yang merupakan tempat asal jalur keluar dari serebelum (Gambar 2). Output dari

inti serebelum adalah bersifat eksitatori dan glutaminergik kecuali proyeksi ke oliva inferior

yang menggunakan GABA sebagai neurotransmiter. Nukleus fastigii menerima serat aferen

dari palaeocerebellum dan juga dari inti vestibular dan saraf Vestibularis. Impuls eferen,

sebagian besar menyilang pada dasar, melalui batang otak menuju inti vestibularis

khususnya nukleus vestibularis lateral dan menuju formasio retikularis. Beberapa serat

eferen keluar dari serebelum melalui pedunkulus serebelum inferior dan sisanya melalui

pedunkulus serebelum superior pada fasikulus unsinatus. Nukleus fastigii juga

mengeluarkan serat proyeksi menuju nukleus Ventral lateral (VL) talamus, yang selanjutnya

memproyeksikan kepada area motorik. Nukleus dentatus, menerima serat aferen dari sel

Purkinje neoserebelum. Nukleus ini mengeluarkan serat proyeksi menuju VL dan

intralaminar talamus ipsilateral dan secara kontralateral menuju nukleus ruber dan nukleus

olivarius inferior (Campbell, 2005).

Gambar 2. Jalur koordinasi (Campbell,2005)

7

Page 8: Laporan Kasus Stenosis PCA

Serebelum merupakan bagian dari kompleks lengkung umpan balik yang terlibat

dalam koordinasi aktivitas motorik. Spindel otot bermielin yang besar dan organ tendon

Golgi yang bersifat aferen berjalan menuju serebelum melalui traktus spinoserebelar dan

masuk kedalam serebelum pada pedunkulus serebelum inferior. Informasi ini diproses pada

hemisfer dan mempengaruhi aktivitas sel purkinje pada inti serebelum profunda pada garis

tengah (khususnya nukleus dentatus). Sel purkinje mengeluarkan akson melalui pedunkulus

serebelum superior menuju nukleus VL talamus kontralateral yang selanjutnya mengirimkan

impuls tersebut ke korteks motorik. Serat kortikopontin desenden bersinaps dengan nukleus

pontis pada basis pons, yang selanjutnya mengirimkan akson pontoserebelar melalui

pedunkulus serebelum media menuju hemisfer serebelum. Serat kortikomotor desending

yang lain secara aktual mengeksekusi tugas-tugas pada tangan. Serebelum diperlukan dalam

memperhalus gerakan yang diakibatkan korteks serebri. Motorik talamus bertugas untuk

mengintegrasikan aktivitas serebelum, ganglia basalis dan korteks serebri (Campbell,2005).

Gambaran CT sken kepala pada kasus ini tidak tampak adanya kelainan hipodens atau

hiperdens abnormal. Ada beberapa alasan yang menjelaskan gambaran CT sken kepala yang

dalam batas normal pada pasien yang menunjukkan defisit neurologis. Dalam dekade

pertama perkembangan CT, penampakan infark pada CT Sken terbatas oleh teknologi.

Seperti yang dikutip oleh Warlow, dikatakan Campbell et al (1978) mengadakan penelitian

pada 141 pasien yang datang ke rumah sakit dengan stroke iskemik akut segera setelah

onset dan setelah 7 hari kemudian dilakukan lagi skening. Mereka menemukan lebih dari

50% lesi iskemik terdeteksi pada CT sken pertama kali dan 66% pada sken yang kedua. Hal

ini membenarkan bahwa perubahan infark dapat tidak tampak pada CT sken dalam 24-48

jam setelah onset walaupun kadang-kadang lesi iskemik dapat tampak lebih awal sekitar 3-6

jam setelah onset (Warlow et al, 2001). Infark yang kecil terlihat belakangan dibandingkan

infark yang lebih besar, karena terdapat sedikit jaringan untuk mengubah densitasnya pada

CT sken. Oleh karena itu, infark lakunar jarang tampak pada 24 jam pertama pada CT sken

atau sama sekali tidak akan pernah tampak pada CT Sken. Infark yang kecil pada batang otak

dan serebelum khususnya, sangat sulit dapat tervisualisasikan dengan CT karena artefak

yang ditimbulkan oleh tulang petrosus, hal ini tidak menjadi masalah lagi bila menggunakan

teknologi skening yang lebih modern dan irisan scan yang lebih tipis (Warlow et al,2001).

Gambaran CT sken yang normal pada kasus ini kemungkinan disebabkan karena belum 8

Page 9: Laporan Kasus Stenosis PCA

tampaknya infark pada CT sken atau terjadi infark lakunar atau terjadi infark pada

serebelum. Untuk memastikan hal ini, maka dilakukan rencana pemeriksaan MRA (Magnetic

Resonance Angiography). MRA dapat memberikan gambaran pembuluh darah tanpa

pemberian kontras dengan menggunakan karakteristik sinyal aliran darah. Teknik ini dapat

digunakan pada stroke iskemik akut. MRA dapat digunakan menilai stenosis karotis pada

pasien yang akan menjalani carotid endarterectomy dan juga dapat mengevaluasi deteksi

aneurisma intrakranial (Warlow et al,2001). Hasil MRA pasien pada gambar 1 menunjukkan

terjadinya stenosis arteri serebri posterior kanan (segmen P1 dan P2).

Arteri posterior serebri (PCA) dibedakan menjadi interpedunkular, ambient, dan

quadtraversal sebelum terbagi menjadi cabang-cabang terminal kortikal (Gambar 3). Suatu

sistem alternatif membagi PCA menjadi segmen P1, P2, dan P3. Segmen P1 dari asal PCA

pada percabangan arteri basilaris menuju Posterior Communicating Artery (PcoA). Segmen

P2 berjalan menuju batang otak (mesensefalon bagian posterior). Segmen P3 berakhir pada

perbatasan anterior fisura Kalkarina.

Gambar 3. Anatomi arteri serebri posterior dari percabangan arteri Basilaris, menunjukkan hubungannya terhadap mesensefalon (Chambers et al,1991)

Arteri serebri posterior memberikan tiga kelompok cabang utama : 1) cabang sentral

menuju batang otak, 2) cabang ventrikular menuju pleksus koroid dan 3) cabang kortikal

menuju korteks serebri. Cabang sentral mencakup arteri perforating langsung (peduncular,

thalamoperforate , thalamogeniculate) dan arteri sirkumfleksi. Bersama-sama mensuplai

pedunkulus serebri, tectum, talamus medial dan posterior, nukleus genikulatum dan

pulvinar serta krus posterior kapsula interna. Cabang ventrikular (arteri choroid medial dan 9

Page 10: Laporan Kasus Stenosis PCA

lateral) mensuplai pleksus koroid ventrikel lateral dan dinding ventrikel serta memberikan

percabangan menuju pedunkulus serebri, tegmentum, kolikulus, korpus genikulatum,

pulvinar dan posterior talamus. Cabang kortikal mencakup arteri temporal inferior,

parietooccipital, calcarine dan splenial (Chambers et al, 1991).

Sebagian besar peneliti membagi area arteri yang mensuplai talamus menjadi 4

teritorial utama (Gambar 4), walaupun masih terdapat pertentangan. Arteri thalamotuberal

berasal dari PcoA mensuplai nukleus anterolateral, ventral anterior, ventral lateral dan

dorsal medial. Arteri ini biasanya sering tidak ada, sehingga area ini disuplai oleh arteri

thalamoperforate. Arteri thalamoperforate berasal dari segmen P1 PCA dan mensuplai

nukleus medial talamus, kelompok nukleus intralaminar dan sebagian besar nukleus dorsal

medial. Kedua arteri thalamoperforate berasal dari PCA yang sama. Arteri mesensefalic

paramedian superior mensuplai mesensefalon bagian atas. Arteri thalamogeniculate berasal

dari segmen P2 PCA memberikan perdarahan nukleus inferolateral-ventral posterior,

pulvinar dan sebagian kecil ventral lateral bagian posterior. Arteri choroidal posterior medial

dan lateral berasal dari PCA, bersama-sama mensuplai pulvinar dan korpus genikulatum

lateral (Chambers et al,1991).

Gambar 4. Anatomi Vaskularisasi Talamus (Chambers et al, 1991)

Infark talamus terjadi pada sepertiga kejadian PCA infark (Yamamoto et al, 1999). Infark

talamus memberikan gambaran sindrom klinis yang berbeda, walaupun terdapat perbedaan

pada beberapa laporan kasus. Sindrom thalamotuberal mencakup defisit kognitif,

hemineglect, afasia (lesi hemisfer dominan) dan defisit sensorimotorik ringan. Sindrom

10

Page 11: Laporan Kasus Stenosis PCA

thalamoperforate terdiri dari drowsiness, gangguan kognitif dan perilaku dan kadang-

kadang hemineglect, afasia (pada lesi hemisfer dominan) dan kesulitan melihat ke atas,

dapat juga terjadi defisit motorik dan sensorik. Keterlibatan bilateral juga sering terjadi, hal

ini karena kelompok thalamoperforate berasal dari PCA yang sama, menyebabkan

terjadinya demensia talamus. Sindrom thalamogeniculate mencakup kehilangan sensoris

hemicorporeal yang lengkap, kelemahan atau ataksia dan kadang-kadang nyeri yang berat

(Sindrom Dejerine-Roussy). Sindrom choroidal posterior jarang dan menyebabkan terjadinya

hemianopia tidak lengkap (Chambers et al,1991). Berikut ini uraian yang dapat membantu

memahami gambaran klinis yang menyertai oklusi PCA proksimal. Hemiparesis akibat infark

pedunkulus serebri (arteri peduncular perforator, sirkumfleksi) atau segmen anterior krus

posterior kapsula interna (arteri thalamotuberal). Ataksia serebelar kontralateral terjadi

akibat terlibatnya nukleus ventral lateral talamus (arteri thalamogeniculate) yang menerima

serat-serat jalur dentatorubrothalamic (Goto et al, 1979, Chambers et al, 1991) sedangkan

Goto et al (1979) menyatakan bahwa ataksia serebelar unilateral dengan atau tanpa

gerakan koreoatetosis diketahui dengan baik akibat oklusi arteri thalamoperforate

interpendicular. Pernyataan ini mendukung gambaran klinis pada kasus yang menunjukkan

gangguan koordinasi bilateral, karena arteri thalamoperforate kedua sisi berasal dari PCA

yang sama.

Proprioseptif pada pasien dalam batas normal. Tidak terlibatnya propioseptif pada lesi

talamus dengan manifestasi serebelum dapat dijelaskan berikut ini. Studi anatomi pada kera

menunjukkan bahwa terdapat serat input serebelum menuju talamus kontralateral melalui

jalur dentatorubrotalamikus, sedangkan serat lemnikus medialis kolum posterior berakhir

pada nukleus ventral posterolateral caudalis terdekat. Kedua traktus ini tidak terjadi

overlaping pada talamus (Gutrecht et al, 1992).

Infark teritorial PCA seringkali akibat aterosklerosis intrinsik. Aterosklerosis yang

terjadi pada PCA adalah sangat berat pada segmen P1 dan P2 (Chambers et al,1991).

Pernyataan ini sesuai dengan hasil MRA pada pasien yang menunjukkan terjadinya stenosis

pada segmen P1 dan P2 PCA. Emboli juga penting namun sebagian besar berasal dari

jantung (Chambers et al,1991).

SIMPULAN

11

Page 12: Laporan Kasus Stenosis PCA

Gambaran klinis gangguan serebelum murni pada kedua sisi dapat diakibatkan oleh adanya

stenosis arteri serebri posterior kanan yang memberikan percabangan menjadi arteri

thalamoperforate pada kedua sisi. Arteri thalamoperforate ini mensuplai beberapa area

nukleus talamus. Talamus sendiri terlibat dalam sirkuit koordinasi karena talamus khususnya

bagian motorik menjadi pengatur aktivitas serebelum, ganglia basalis dan korteks serebri.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Laporan Kasus Stenosis PCA

Campbell, William, W., 2005. DeJong’s The Neurologic Examination. Sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp 511-533.

Chambers, B.R., Brooder,R.J., Donnan, G.A.,1991. Proximal Posterior Artery Occlusion Simulating Middle Cerebral Artery Occlusion., Neurology :41;385. Available at:http://www.neurology.org/content/41/3/385. Accessed: 2011, October 11.

Duus, Peter., 1994. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 2., Jakarta: EGC. Hal 315-316

Goto, K., Tagawa,K., Uemra, K.,Ishii, K., Takahashi, S., 1979. Posterior Cerebral Artery Occlusion : Clinical, Computed Tomographic and Angiographic Correlation. Radiology 132: 357-368.

Gutrecht, J.A., Zamani, A.A., Pandya, D.N., 1992. Lacunar Thalamic Stroke with Pure Cerebellar and Proprioceptive Deficits. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry. J Neurol Neurosurg Psychiatry 55: 854-856. Available at jnnp.bmj.com. Accessed: 2011, October 25.

Hauser,S.L.,2006. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 1th edition. United States: The McGraw-Hill Companies,Inc. Pp 125-126.

Martin., 1998. Vertebrobasilar Ischaemia. Q J Med., 91: 799-811. Available: http://www.qjmed.com. (Accessed: 2011, October 18)

Mumenthaler, M., Mattle, H., Taub, E., 2006. Fundamentals of Neurology An Illustrated Guide. Germany:Georg Thieme Verlag.

Ngoerah, I GNG.,1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Edisi pertama. Surabaya: Airlangga University Press., hal 241-255.

Phan, T.G., Fong, A.C., Donnan, G.,Reutens, D.C. 2007. Digital Map of Posterior Cerebral Artery Infarcts Associated With Posterior Cerebral Artery Trunk and Branch Occlusion.,Stroke. 2007;38:1805-1811. (Available: http://stroke.ahajournals.org. Accessed: 2011, October 18)

Warlow, C.P., Dennis, M.S., van Gijn, J., Hankey, G.J., Sandercock, P.A.G., Bamford, J.M., Wardlaw., 2001. Stroke: A Practical Guide to Management. Second edition. Blackwell science Ltd. Pp 232-233

Yamamoto, Y., Georgiadis, A.L., Chang, H-M., Caplan,L.P., 1999. Posterior Cerebral Artery Territory Infarcts in The New England Medical Center Posterior Circulation Registry.

13

Page 14: Laporan Kasus Stenosis PCA

Arch Neurol.,56: 824-832. Available at http://www.archneurol.com. Accessed: 2011, October 18.

14