LAPORAN KASUS Qamara

24
LAPORAN KASUS Selulitis Cruris Bilateral PEMBIMBING : dr. I Wayan Hendrawan M.Biomed, Sp. KK Qamara Kalehismaningrat H1A 009 046

description

Kulit

Transcript of LAPORAN KASUS Qamara

Page 1: LAPORAN KASUS Qamara

LAPORAN KASUS

Selulitis Cruris Bilateral

PEMBIMBING :

dr. I Wayan Hendrawan M.Biomed, Sp. KK

Qamara Kalehismaningrat

H1A 009 046

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2015

Page 2: LAPORAN KASUS Qamara

SELULITIS CRURIS BILATERAL

LAPORAN KASUS

Qamara Kalehismaningrat

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram – Rumah Sakit Umum Provinsi NTB

PENDAHULUAN

Selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan

dengan tanda – tanda radang akut 1. Keadaan ini biasanya diawali oleh adanya portal of the

entry yang berupa luka terbuka pada kulit yang bisa disebabkan karena: ulcus pressure,

gigitan serangga atau binatang, luka bedah, ulkus diabetikum, tinea pedis 2.

Selulitis bisa terjadi pada semua usia, namun lebih sering ditemukan pada anak-anak

dan orang tua. Banyak terdapat pada daerah tropis dan beriklim panas. Pada individu dengan

higienitas buruk, lingkungan berdebu dan kotor lebih berpotensi terjadi selulitis. Penyebab

utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan

Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang

infeksi 3.

Selulitis sering di inisiasi dengan adanya portal of entry berupa ulkus, luka bedah,

gigitan binatang, tinea pedis dan lainnya. Adanya hal tersebut menjadikan bakteri masuk ke

jaringan kulit 4.

Manifestasi klinis selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang

terlokalisasi. Kulit tampak merah diffus, bengkak, disertai nyeri tekan dan teraba hangat.

Bisa disertai memar dan lepuhan-lepuhan kecil. Selulitis juga sering disertai adanya gejala

sistemik berupa demam, malaise, dan menggigil 4.

2

Page 3: LAPORAN KASUS Qamara

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S.

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Pagesangan

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Waktu pemeriksaan : 12 Februari 2015

Nomor RM : 109062

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Nyeri dan bengkak pada kaki

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUP NTB dengan keluhan nyeri dan bengkak pada kedua kaki

sejak 2 minggu yang lalu SMRS. Nyeri yang dirasakan terus menerus dan semakin

nyeri hingga pasien susah untuk berjalan sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

Nyeri dirasakan berkurang jika pasien posisi tertidur. Bengkak pada kaki pasien

didahului pada kaki kirinya, setelah 2 hari baru muncul bengkak pada kaki

kanannya. Keluhan nyeri dan bengkak ini dirasakan secara tiba- tiba oleh pasien.

Pasien mengatakan tidak pernah terluka sebelumnya pada kedua kakinya. Selain itu,

pada kedua kaki pasien muncul berwarna merah yang menyebar dan kaki teraba

lebih hangat dibandingkan bagian lain. Keluhan pada kaki pasien juga disertai

dengan adanya demam, demam dirasakan terus menerus, namun saat ini demam

sudah tidak dikeluhkan oleh pasien. Mual dan muntah tidak dikeluhkan pasien, nafsu

makan menurun juga tidak dikeluhkan oleh pasien.

3

Page 4: LAPORAN KASUS Qamara

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa tidak pernah dirasakan sebelumnya oleh pasien, luka pada kaki (-),

Pasien sebelum muncul keluhan dikakinya juga mengalami peradangan pada

payudara kirinya sejak 1 bulan yang lalu dan sudah pernah dibawa ke poli bedah,

saat ini luka pada payudara masih terbuka dan kadang masih mengeluarkan cairan

berwarna agak kekuningan. DM (-), HT (-), Asma (-).

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga maupun orang yang tinggal bersama pasien tidak ada yang mengalami

keluhan serupa, Asma (-), HT (-), DM (-), Alergi (-).

e. Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat atau makanan disangkal

f. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat untuk keluhan kakinya tersebut, namun pasien sudah

mengobati sendiri dengan menggunakan kangkung yang ditumbuk, pasien merasa

nyeri agak berkurang jika menggunakan kangkung yang ditumbuk tersebut.

g. Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien saat ini merupakan seorang ibu rumah tangga dan jarang keluar rumah.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : CM

GCS : E4V5M6

Vital sign :

- TD : 110/70 mmHg

- Nadi : 86 x / menit

- RR : 19 x / menit

4

Page 5: LAPORAN KASUS Qamara

- Temperatur : 37,0 oC.

Kepala – Leher :

- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

- Telinga : sekret -/-

- Hidung : sekret -/-, darah -/-

- Mulut : mukosa bibir lembab (+)

- Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax

- Inspeksi : bentuk dada simetris kanan dan kiri

- Auskultasi

Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-

Cor : S1, S2 tunggal regular (-), murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : massa (-)

- Auskultasi : bising usus (+), normal

- Pembesaran KGB : (-)

Ekstremitas atas : akral hangat (+), edema (-)

Ekstremitas bawah : akral hangat (+), edema (+)

b. Status Dermatologis

Lokasi : Regio cruris dextra et sinistra

Effloresensi : Terdapat macula eritema, diffus, batas tidak tegas, jumlah multipel,

ukuran macula yang terkecil ±2x3,5 cm dan terbesar ±5x7 cm, teraba

hangat, nyeri tekan, dan udem, distribusi bilateral.

.

5

Page 6: LAPORAN KASUS Qamara

6

Gambar Kaki kiri pasien, A : perawatan tanggal 9-02-2015, B : perawatan tanggal 12-02-2015

Gambar Kaki kanan pasien, A : perawatan tanggal 9-02-2015, B : perawatan tanggal 12-02-2015

A

B

B

A

Page 7: LAPORAN KASUS Qamara

DIAGNOSA BANDING

Selulitis

Erisipelas

Dermatitis kontak alergi akut

Dermatitis stasis

Tromboplebitis/Deep Vein Thrombosis (DVT)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Tanggal 07/02/15 Tanggal 14/02/15 Nilai Rujukan

HGB 11,7 g/dl 10,5 g/dl 11,5 – 16,5 g/dL

RBC 4,67 10^6/uL 3,92 10^6/uL 4,0 – 5,0 x 106 /µL

HCT 36,9 % 34,3% 37,0 – 45,0 %

MCV 79,0 fL 80,7 Fl 82,0 – 92,0 fl

MCH 25,1 pg 24,7 pg 27,0 – 31,0 pg

MCHC 31,7 g/dl 30,6 g/dl 32,0 – 37,0 g/dL

WBC 15,25 10^3/uL 12,95 10^3/uL 4,0 – 11,0 x 103 /µL

PLT 440 10^3/uL 448 10^3.uL 150 – 400 x 103 /µL

GDS 156 mgl/dl - <160 mgl/dl

Kreatinin 0,6 mgl/dl - 0,6-1,1 mgl/dl

Ureum 21 mgl/dl - 10-15 mgl/dl

SGOT 36 mgl/dl - <40 mgl/dl

SGPT 45 mgl/dl - <41 mgl/dl

V. DIAGNOSIS KERJA

Selulitis Cruris Dextra et Sinistra

VII.TATALAKSANA

Planning Diagnosis

Pemeriksaan Gram dan kultur

Planning Terapi

7

Page 8: LAPORAN KASUS Qamara

Farmakologi

IVFD RL 20 tpm

Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam

Inj. Antrain 1 ampl/ 12 jam

Non farmakologis (KIE)

Elevasi kedua tungkai 15 derajat dengan menggunakan bantal

Menjaga higienitas kulit

VIII. PROGNOSIS

Qua ad Vitam: bonam

Qua ad Sanationam: bonam

Qua ad functionam : bonam

Qua ad Kosmetikam: bonam

8

Page 9: LAPORAN KASUS Qamara

PEMBAHASAN

Selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan

dengan tanda – tanda radang akut infeksi bakteri akut pada dermis dan jaringan subkutan1.

Selulitis bisa terjadi pada semua usia, namun lebih sering ditemukan pada anak-anak dan

orang tua. Banyak terdapat pada daerah tropis dan beriklim panas. Pada individu dengan

higienitas buruk, lingkungan berdebu dan kotor lebih berpotensi terjadi selulitis 3. Hal ini,

sesuai dengan keadaan pasien yang tinggal di daerah di mataram yang merupakan daerah

tropis, namun belum diketahui apakah pasien tinggal di lingkungan yang higienitasnya buruk

atau tidak.

Pada pasien terjadi selulitis pada kedua ekstremitas bagian bawah. telah dilaporkan

adanya peningkatan kasus selulitis sebesar 88% dari tahun 1997 hingga 2005 di Amerika

Serikat. Kejadian terbanyak selulitis pada ekstremitas inferior terjadi pada 71,56% kasus,

12,19% pada ekstremitas superior, 13,08% pada daerah kepala-leher, dan 3,12% pada daerah

badan 6. Kejadian terbanyak yang dilaporkan pada ekstremitas inferior berkaitan dengan

pengaruh gravitasi dimana, terjadi aliran balik darah yang lambat sehingga lebih mudah

terjadinya infeksi oleh bakteri yang ikut dengan darah. Selain itu, pada orang dewasa paling

sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di ekstremitas.

Dalam keadaan normal, di permukaan kulit terdapat beberapa jenis bakteri yang

umum disebut flora normal. Kulit yang intak merupakan pertahanan agar bakteri flora normal

tersebut tidak masuk dalam tubuh dan menyebabkan infeksi. Pada kulit yang luka,

merupakan penyebabkan masuknya mikroorganisme sehingga menyebabkan infeksi pada

dermis dan subkutan. Beberapa hal yang dapat menjadi portal of entry dari selulitis ini adalah

adanya luka karena pembedahan, tato, gigitan serangga atau binatang, ulkus, eksema, luka

bakar, dan tinea pedis. Adanya trauma pada tubuh, diabetes, kelainan vena, imunosupresi,

dan limfoedema juga merupakan faktor predisposisi terjadinya selulitis2,4,5,7. Pada pasien ini,

tidak mengalami luka pada daerah kakinya ataupun mempunyai riwayat luka sebelum

mengalami keluhannya. Namun, pasien memiliki riwayat luka pada payudara kirinya akibat

pembedahan yang dilakukan beberapa minggu yang lalu sebelum muncul keluhan pada

9

Page 10: LAPORAN KASUS Qamara

kakinya. Hal ini, bisa menjadi presdiposisi terjadinya keluhan pada kaki pasien yang

merupakan sumber infeksi.

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus

dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah

Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan

Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang

jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh

Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan

ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif

dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal

maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada

imunokopromais lebih sering melalui aliran darah 4,7.

Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan

kulit atau menimbulkan peradangan. Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem

vena serta limfatik pada ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan

kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia. Setelah menembus

lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan menghancurkannya,

10

Page 11: LAPORAN KASUS Qamara

hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan

lecithinase menghancurkan membran sel 4,11. Secara umum, patofisilogi selulitis dapat

dijelaskan dengan bagan berikut:

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A, stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit

Edema kemerahan

Lesi

Nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit

Gangguan rasa nyaman dan nyeri

Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A,

streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait berkembang

bakterimia, etiologi mikrobial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang

mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun

etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran

bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus

menunjukkan adanya organisme campuran.

Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat

mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan

peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah 4,11.

11

Page 12: LAPORAN KASUS Qamara

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.

Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi. Kulit tampak merah

diffus, bengkak, disertai nyeri tekan dan teraba hangat. Bisa disertai memar dan lepuhan-

lepuhan kecil. Selulitis juga sering disertai adanya gejala sistemik berupa demam, malaise,

dan menggigil, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Berbeda dengan erisipelas,

selulitis memberikan kesan klinis berupa kemerahan pada kulit yang difus sedangkan pada

erisipelas kemerahan berbatas tegas1,2,4,7. Berdasarkan anamesis dan pemeriksaan fisik pada

pasien sudah dapat ditegakkan pasien mengalami selulitis. Pada anamnesis dikeluhkan pasien

nyeri, bengkak, dan warna kemerahan pada kedua kakinya dan pada pemeriksaan fisik

terdapat macula eritema, diffus, batas tidak tegas, tepi ireguler, jumlah multipel, ukuran

macula yang terkecil ±2x3,5 cm dan terbesar ±5x7 cm, teraba hangat, nyeri tekan, dan udem,

distribusi bilateral pada kedua kaki pasien. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

peningkatan leukosit yang menunjukkan adanya tanda terjadinya infeksi pada pasien.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut 4,5,9:

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat diketahui adanya kelainan yang berkaitan dengan

selulitis. Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi oleh mikroorganisme.

Peningkatan kadar kreatinin serum dimungkinkan karena adanya infeksi Streptokokus

grup A, mionekrosis klostridial, atau karena toxic syock syndrome. Kadar glukosa darah

yang tinggi bisa menunjukkan adanya penyakit pencetus yaitu diabetes mellitus.

Kultur dan uji sensitivitas

Kultur bertujuaan untuk melihat bakteri penyebab infeksi dan terapi yang tepat sesuai uji

sensitivitas. Kultur dapat diambil dari swab luka atau aspirasi.

Radiologi

Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus selulitis. Ketika sulit

untuk membedakan selulitis dari necrotizing fasciitis, Magnetic Resonance Imaging

(MRI) dapat membantu. Pada necrotizing fasciitis akan didapati inflamasi hingga ke

fascia yang ditunjukkan dengan adanya penumpukan cairan dan adanya penebalan,

gambaran tersebut tidak didapati pada selulitis. USG dan CT-scan tidak dapat

membedakan necrotizing fasciitis dari selulitis, tetapi USG dapat membantu dalam

12

Page 13: LAPORAN KASUS Qamara

mendeteksi akumulasi pus pada subkutan sebagai komplikasi selulitis dan dapat

membantu dalam melalukan aspirasi.

Diagosis banding dari sellulitis ini diantaranya1,4,7 :

Erisipelas

Erisipelas adalah penyakit akut yang ditandai dengan eritema berwarna merah cerah

dan berbatas tegas disertai gejala konstitusi seperti demam, malaisse, dan

pembengkakan. Lapisan kulit yang diserang adalah epidermis dan dermis. Erisipelas

adalah bentuk selulitis superfisialis.

Dermatitis kontak alergi akut

Pada dermatitis kontak alergi akut biasanya didapati rasa gatal, namun tidak didapati

rasa nyeri pada area yang terkena. Biasanya terjadi tidak hanya pada satu area saja.

Dermatitis statis

Dermatitis stasis biasanya kronis dan terjadi bilateral pada ektremitas inferior,

gejalanya lesi berwarna merah atau coklat bilateral, kronik, pitting edema tidak nyeri.

Pada dermatitis statis terjadi patogenesis insufisiensi vena

kronisedemaekstravasasi eritrositoksigenasi jaringan berkurangperubahan

mikrovaskular dan mikrotrombus,

Tromboplebitis/Deep Vein Thrombosis (DVT)

Manifestasi berupa betis yang nyeri, eritem, biasanya tidak disertai dengan demam,

pada pemeriksaan USG didapati vena yang abnormal.

Penatalakasaan selulitis secara sistemik dapat diberikan penisilin dosis tinggi untuk

selulitis karena streptokokus dapat diberikan Penisilin dosis tinggi 1,2-2,4 juta unit selama

14-21 hari, Eritromisin 4x1gram selama 14-21 hari. Antibiotik spektrum luas seperti

golongan sefalosporin dan golongan amoksisilin 4 kali sehari selama 5-7 hari. Pada selulitis

karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200

mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa. Pada selulitis yang ternyata

penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi

penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin

(dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari.

Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20

13

Page 14: LAPORAN KASUS Qamara

mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin, juga dapat

diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari. Terapi kombinasi antara

antibiotik dengan anti-inflamasi memberikan perbaikan yang lebih cepat dibanding dengan

terapi menggunakan antibiotik saja. Diuretik juga dapat diberikan jika ada edema yang

berlebih. Pada pengobatan topical dapat diberikan kompres dengan antiseptic seperti

providon yodium 5-10%. Selain itu dapat dilakukan meninggikan dan mengistirahatkan

ekstremitas yang mengalami keluhan untuk mengurangi edema dan nyeri 1,3,4,9,11. Pada pasien

diberikan antibiotic golongan sefalospori yaitu cefadroxil. Pada pasien belum dilakukan

kultur jadi diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas. Selain itu juga pada pasien

diberikan obat analgetik karena pasien mengeluh sangat nyeri sekali, pasien diberikan obat

antrain yang kandungannya adalah Na Metamizole. Selain itu pada pasien dilakukan untuk

meninggikan dan mengistirahatkan ekstremitas yang mengalami keluhan untuk mengurangi

edema dan nyeri.

Prognosis bergantung pada kecepatan penanganan dan kemungkinan komplikasi yang

dapat terjadi. Dapat juga terjadi penyebaran melalui system limfatik dan aliran darah jika

tidak ditatalaksanakan dengan cepat. Pasien yang lebih tua mungkin bisa berkomplikasi

terjadinya tromboflebitis. Pada pasien yang terjadi edema kronik penyembuhannya dapat

lebih lambat 4. Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit ini

tidak mengancam jiwa, sebab dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda

komplikasi. Prognosis Quo ad sanationam adalah bonam karena dengan perawatan yang teliti

dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik. Prognosis Quo ad functionam

adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak terganggu setelah dilakukan

pengobatan selama 9 hari, pasien dapat berjalan tanpa rasa nyeri. Prognosis Qua ad

Kosmetikam adalah bonam karena pada pasien tidak terjadi komplikasi pada kulit yang

menyebabkan kosmetik buruk, pembengkakan dan warna merah pada kedua kaki dapat

hilang tanpa meninggalkan bekas.

KESIMPULAN

14

Page 15: LAPORAN KASUS Qamara

Selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan

dengan tanda – tanda radang akut. Dilaporkan satu kasus selulitis cruris pada wanita berusia

43 tahun yang diagnosisnya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dikeluhkan pasien nyeri, bengkak, dan warna

kemerahan pada kedua kakinya dan pada pemeriksaan fisik terdapat macula eritema, diffus,

batas tidak tegas, tepi ireguler, jumlah multipel, ukuran macula yang terkecil ±2x3,5 cm dan

terbesar ±5x7 cm, teraba hangat, nyeri tekan, dan udem, distribusi bilateral pada kedua kaki

pasien. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ini pasien dapat didiagnosa menderita selulitis

cruris.

Pasien dirawat di RSUP NTB selama 9 hari dan mendapatkan terapi medikamentosa

dan non medikamentosa berupa IVFD RL 20 tpm, Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam, Inj. Antrain 1

ampl/ 12 jam, elevasi kedua tungkai 15 derajat dengan menggunakan bantal, penjagaan

higienitas kulit. Pada pasien perlu dilakukan rawat inap karena keadaan umum pasien saat

datang yang tidak baik serta untuk mencegah agar tidak terjadinya komplikasi lebih lanjut

seperti sepsis.

Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah bonam, Prognosis Quo ad sanationam

adalah bonam, Prognosis Quo ad functionam adalah bonam, Prognosis Qua ad Kosmetikam

adalah bonam.

15

Page 16: LAPORAN KASUS Qamara

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. William DJ, et al. 2011. Andrews’ Diseases of the Skin - Clinical Dermatology.

British: Saunders Elsevier

3. Siregar R.S. 2005. Atlas Berwarna SARIPATI PENYAKIT KULIT. Palembang:

EGC.

4. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7thed. 2008. New York: Mc Graw Hill

5. Phoenix, G., Das, S., & Joshi, M. 2012. Diagnosis and management of cellulitis.

BMJ, 345(7869), 38-42.

6. Hadzovic-Cengic, M., Sejtarija-Memisevic, A., Koluder-Cimic, N., Lukovac, E.,

Mehanic, S., Hadzic, A., & Hasimbegovic-Ibrahimovic, S. 2012. Cellulitis–

Epidemiological and Clinical Characteristics. Med Arh, 66(3 suppl 1), 51-53.

7. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis:

a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94

8. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of

America.

9. Thomas, K. S., et al. 2013. Penicillin to prevent recurrent leg cellulitis. New England

Journal of Medicine, 368(18), 1695-1703.

10. Eron, L. J. 2009. Cellulitis and soft-tissue infections. Annals of Internal Medicine,

150(1), ITC1-1.

11. Swartz, M. N. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine, 350(9), 904-912.

16