LAPORAN KASUS - repositori.unud.ac.id...pada digiti 1. Abses pada digiti ini ditemukan sebanyak 1,3%...

35

Transcript of LAPORAN KASUS - repositori.unud.ac.id...pada digiti 1. Abses pada digiti ini ditemukan sebanyak 1,3%...

  • LAPORAN KASUS

    “PENANGANAN ABSES PADA DIGITI I DENGAN METODE

    ONYCHECTOMY”

    Oleh :

    I WAYAN NICO FAJAR GUNAWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2016

  • ii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

    DAFTAR TABEL .................................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang.................................................................... 1

    1.2. Tujuan Penulisan ................................................................ 2

    1.3. Manfaat Penulisan .............................................................. 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 3

    2.1. Abses ................................................................................. 3

    2.2. Etiologi ............................................................................... 3

    2.3. Tanda Klinis ...................................................................... 4

    2.4. Diagnosis ............................................................................ 5

    2.5. Prognosis ............................................................................ 5

    2.6. Metode Penanganan ............................................................ 5

    2.6.1 Pre Operasi ................................................................. 5

    2.6.2 Operasi Dengan Metode Onychectomy...................... 6

    2.6.3 Pasca Operasi.............................................................. 8

    2.7. Terapi ................................................................................... 9

    BAB III MATERI DAN METODE ...................................................... 10

    3.1. Materi .................................................................................. 10

    3.1.1 Hewan ......................................................................... 10

    3.1.2 Alat - alat .................................................................... 11

    3.1.3 Bahan – Bahan ............................................................ 12

    3.2. Metode ................................................................................ 13

    3.2.1. Pre Operasi ................................................................ 13

    3.2.2 Operasi ........................................................................ 14

    3.2.3 Pasca Operasi.............................................................. 14

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………15

  • iii

    4.1 Hasil ...................................................................................... 15

    4.2 Pembahasan ........................................................................... 21

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 25

    5.1. Kesimpulan ........................................................................... 25

    5.2. Saran ...................................................................................... 25

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 26

    LAMPIRAN ............................................................................................... 29

  • iv

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Tabel 3.1.1.C. Hasil Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Mix German

    Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Menggunakan

    Onychectomy”..........................................................................................11

    2. Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pra Operasi, Operasi, Pasca Operasi Pada

    Anjing Lokal Mix German Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada

    Digiti 1 Dengan Metode Onychectomy”..................................................22

    v

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Anjing merupakan mamalia karnivora hasil hasil domestikasi dari

    serigala yang dapat hidup berdampingan dengan manusia. Sejarah

    menunjukkan bahwa bukti domestikasi tersebut dapat dilihat dari penemuan

    fosil yang berkaitan dengan anjing serta bukti genetik berupa DNA, dan

    dalam kesehariannya, anjing memiliki peranan yang cukup penting bagi

    kehidupan manusia di seluruh dunia (Beck, 2000). American Pet Products

    Manufacturer Association (1999) merilis laporan survey berkenaan dengan

    pemeliharaan anjing di dunia. Di banyak negara, sebanyak 95% orang

    menyatakan bahwa tujuan dari memelihara anjing adalah sebagai

    companion animal dan hampir 50% menyatakan anjing sangat baik untuk

    kesehatan, sementara tiga perempat koresponden menyatakan bahwa anjing

    sebagai anggota keluarga, dan 64% diantaranya menyebutkan anjing

    sebagai penjaga.

    Anjing – anjing yang digunakan untuk membantu kegiatan manusia

    dalam kehidupan sehari – hari memiliki kriteria fisik yang berbeda – beda,

    tergantung pada kegunaan dari anjing tersebut. Pada umumnya setiap anjing

    memiliki struktur kerangka dan perototan yang sama, dimana anjing

    memiliki 5 jari pada kaki depan dan 4 jari pada kaki belakang (Puja, 2011).

    Sebagai anjing penjaga, riwayat kesehatan dari anjing tersebut pun tidak

    boleh luput dari perhatian si pemilik, karena jika anjing penjaga tersebut

    sampai jatuh sakit, tugas – tugas yang biasanya dilakukan oleh si anjing pun

    akan terbengkalai. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik

    khususnya pada struktur rangka karena dalam kesehariannya anjing penjaga

    umumnya memiliki kemampuan berlari cepat dan mempunyai daya jelajah

    jarak yang jauh, hal ini disebabkan karena anjing berjalan di atas jari kaki

    (toes) (Puja, 2011).

    Abses merupakan salah satu penyakit umum yang terjadi pada

    anjing. Abses penting yang dapat mempengaruhi kemampuan berlari anjing

    penjaga ini adalah abses pada struktur pertulangan, khususnya adalah abses

  • 2

    pada digiti 1. Abses pada digiti ini ditemukan sebanyak 1,3% yang berasal

    dari anjing yang dibawa ke klinik hewan di negara Spanyol (Verde, 2005).

    Sampai saat ini belum ada data lengkap yang dipublikasikan mengenai

    penyakit abses digiti 1 ini pada anjing penjaga di Bali, sehingga perlu

    dilakukan pembedahan dan pengamatan pasca operasi guna melengkapi

    informasi penyakit abses pada digiti 1.

    1.2 Tujuan Penulisan

    Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui cara

    mendiagnosa, prosedur operasi dari saat pre operasi maupun pasca operasi

    dan rencana terapi pada kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1

    Menggunakan Metode Onychectomy”.

    1.3 Manfaat Penulisan

    Hasil dari pembedahan ini yang kemudian disusun dalam bentuk

    laporan diharapkan mampu memberikan keterampilan bagi mahasiswa

    PPDH dalam melakukan diagnosa, prosedur operasi dari saat pre operasi

    maupun pasca operasi pada kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1

    Menggunakan Metode Onychectomy”.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Abses

    Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan

    supurasi jaringan. Abses bisa terjadi pada semua jaringan atau struktur

    anatomi pertulangan. Abses pada kuku anjing merupakan abses yang paling

    sering terjadi. Abses pada kuku anjing ini dapat timbul karena adanya

    infeksi dari berbagai bakteri, yaitu : Staphylococcus pyogenes,

    Streptococcus pyogenes, Corynebacterium pyogenes, Pseudomonas

    aeruginosa, Actinomyces bovis, dan E. coli.

    Abses terbentuk karena terjadinya migrasi leukosit dengan inti

    polymap dari kapiler menuju daerah yang bebas kuman, kemudian adanya

    membrane yang lisis dari elemen – elemen jaringan akan menghasilkan

    ruangan (Sudisma et al., 2006). Sel darah putih yang merupakan pertahanan

    tubuh dalam melawan ifeksi bakteri bergerak ke dalam rongga tersebut,

    setelah memakan bakteri sel arah putih akan mengalami kematian. Sel darah

    putih yang telah mati ini yang kemudian disebut dengan abses yang mengisi

    rongga tersebut (Green, 2014). Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan

    disekitarnya terdorong. Jaringan yang pada akhirnya tumbuh di sekitar

    tempat terjadinya abses ini disebut dengan dinding abses, hal ini merupakan

    mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Karena

    abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya sehingga diperlukan tindakan

    medis secepatnya, dan agar abses tidak menyebar ke bagian tubuh lain

    diperlukan tindakan penyembuhan dengan cara operasi untuk penanganan

    dalam penyakit abses ini (Jaeger et al., 2008).

    2.2 Etiologi

    Penyakit abses ini umumnya dapat terjadi pada anjing lokal maupun

    anjing ras. Adapun anjing ras yang berisiko terkena penyakit abses ini yaitu

    : German Shepherd, giant, standard and miniature Schnauzer, Rottweiler,

    Greyhound, Bearded Collie and Norwegian Gordon and English Setter

    (Rosychuk, 2015). Rosychuck (2015) pun menulis di dalam jurnalnya,

  • 4

    bahwa untuk penyakit abses pada kuku ini pun dapat dialami oleh anjing

    dengan rentang umur dari 6 bulan – 11 tahun, dengan rata – rata umur yang

    dilaporkan terkena penyakit ini yaitu berkisar dari 4-5 tahun.

    Abses yang terjadi pada kuku anjing dalam kasus ini diperkirakan

    terjadi karena adanya infeksi dari luka terbuka maupun tertutup yang

    menyebabkan terjadinya penimbunan cairan dalam jaringan yang kemudian

    membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan

    jaringan fibrotik di sekitarnya sebagai respons tubuh terhadap adanya

    infeksi bakteri (PetMD, 1999). Infeksi bakteri ini sendiri dapat menyebar

    dengan sangat cepat baik secara lokal maupun sistemik dalam aliran darah

    sehingga dapat menimbulkan sepsis (Anonymous, 2005).

    Adapun akibat yang ditimbulkan dari infeksi bakteri ini adalah

    sebagai berikut : radang diikuti dengan warna kemerahan di sekitar lokasi

    abses, bengkak dan terasa panas pada saat di palpasi, timbul rasa nyeri dan

    terdapat gangguan fungsi terhadap lokasi timbulnya abses. Fase akhir dari

    penyakit abses ini adalah terbentuknya dinding abses, atau terbentuk kapsul

    oleh sel – sel sehat yang berada di sekeliling abses sebagai upaya

    pencegahan pus menginfeksi struktur lain yang ada di sekitar tempat

    terjadinya abses tersebut (Anonymous, 2005).

    2.3 Tanda Klinis

    Abses yang sudah matang dapat ditandai dengan adanya tonjolan

    pada kulit, berdinding tipis, lunak, elastis, biasanya berwarna orange

    kemerahan mengkilat, terdapat elevasi kulit, terkadang terjadi kerontokan

    rambut di sekitar tempat terjadinya abses. Menurut Sudisma et al., (2006),

    abses dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

    1. Abses Dangkal (Superfisial)

    merupakan abses yang pada fase pertumbuhannya menuju

    permukaan tubuh dengan cara menyatukan diri dengan

    jaringan diatasnya.

    2. Abses Dingin (Cold Abses)

    adalah abses dengan ciri – ciri mengandung kuman namun

    tidak disertai dengan rasa sakit dan tanda radang yang berat.

  • 5

    3. Abses Steril

    yaitu abses bebas kuman, namun disertai dengan rasa sakit.

    Abses steril dapat terjadi karena adanya perlakuan kepada

    hewan ataupun karena penyakit.

    2.4 Diagnosis

    Diagnosa dalam penyakit abses pada digiti 1 ini dapat ditegakkan

    melalui anamnese hasil wawancara dengan pemilik hewan tersebut,

    kemudian dilanjutkan dengan inspeksi dan melakukan palpasi terhadap

    lokasi terjadinya abses, dimana dalam kasus ini lokasi yang dilakukan

    palpasi adalah kuku pada digiti 1 extremitas sinister anjing mix German

    Shepperd berumur +/-4 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya

    tonjolan berwarna merah di sekitar kulit di digiti 1 extremitas sinister,

    kerontokan rambut pada daerah terjadinya abses, terdapat peradangan yang

    disertai dengan rasa sakit pada saat mempalpasi abses tersebut. Hal – hal

    yang ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan fisik ini sesuai dengan

    yang ditulis oleh Doni, 2012 dimana dalam jurnalnya ditulis bahwa dalam

    pemeriksaan fisik senantiasa ditemukan organ atau jaringan infeksi, massa

    eksudat, peradangan, abses superficial dengan ukuran bervariasi, terdapat

    rasa sakit dan bila di palpasi akan terasa fluktuatif.

    2.5 Prognosis

    Prognosa dari penyakit abses pada digiti 1 ini adalah fausta. Namun

    prognosa ini sangat bergantung dari kondisi hewan, tingkat keparahan

    abses, lokasi tempat terjadinya abses, dan kerjasama dari owner dalam

    memberikan terapi kepada pasien yang baru saja menjalani operasi.

    2.6 Metode Penanganan

    2.6.1 Pre Operasi

    Penanganan abses sangat tergantung dari tingkat keparahannya.

    Abses yang berukuran kecil dapat dilakukan penanganan dengan

    mengkompres menggunakan air dingin. Namun abses yang berukuran besar

    / abses yang sering terjadi berulang di tempat yang sama dapat dilakukan

  • 6

    tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan dengan melakukan

    incisi pada daerah asbes utuk kemudian dilakukan pembersihan abses dari

    jaringan yang mati dengan menggunakan NaCl dan kemudian ditutup

    dengan jahitan.

    2.6.2 Operasi Dengan Metode Onychectomy

    Istilah "onychectomy" berasal dari bahasa Yunani yaitu

    星ちにつ onycho,kuku + 厨せkてたお ektome, eksisi dan "declawing" yang

    mempunyai arti penghapusan cakar ke- 5 (cakar lebih) pada hewan, tetapi

    deskripsi yang lebih tepat digunakan dalam laporan bedah kasus ini adalah

    onychectomy.

    Gambar 2.6.2.A. Histologi Kuku Anjing

    (Sumber : Mueller et al., 1993)

  • 7

    Gambar 2.6.2.B. Posisi Pemotongan Kuku

    (Sumber : Swaim, 2015)

    Gambar 2.6.2.C. Lokasi Pembedahan Abses Pada Digiti 1

    (Sumber : Schwartz, 2011)

  • 8

    Onychectomy merupakan suatu tindakan pembedahan untuk

    menghilangkan kuku pada hewan (Schwartz, 2011). Pembedahan dilakukan

    dengan cara amputasi dari seluruh atau sebagian dari falang distal, atau

    mengakhiri tulang dari jari kaki hewan, karena kuku berkembang dari

    jaringan germinal dalam barisan ketiga, amputasi tulang diperlukan untuk

    sepenuhnya menghilangkan kuku hewan (Swaim, 2015).

    Onychectomy ini biasanya dilakukan dalam kasus tumor, proses

    inflamasi kronis, gangren, adanya infeksi baik persisten maupun parah dan

    abses yang terbatas falang distal. Prosedur pembedahan yang dilakukan

    pada kasus ini biasanya terbatas pada kuku yang terinfeksi sakit, dan akan

    meninggalkan kuku yang sehat (jika ada) utuh. Dan dalam pelaksanaannya,

    onychectomy membutuhkan anestesi umum dan manajemen terapi yang

    baik sebelum, selama, dan setelah operasi.

    2.6.3 Pasca Operasi

    Setelah operasi dalam kasus bedah penanganan abses pada digiti 1

    ini dapat diberikan antibiotika dan vitamin (Sudisma et al., 2006). Dimana

    untuk obat – obatan yang akan diberikan, baik antibiotika maupun vitamin

    yang diberikan harus disesuaikan dengan riwayat pasien, apakah

    sebelumnya pernah mengalami keluhan alergi obat.

    Dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2001 terhadap 276

    pemilik kucing, 34% dilaporkan ketidaknyamanan pasca bedah

    onychectomy pada kucing mereka sementara 78% melaporkan terutama

    nyeri. Waktu pemulihan mengambil dari tiga hari sampai dua

    minggu. Peningkatan kekuatan menggigit atau frekuensi dilaporkan di 4%

    dari kucing, tapi secara keseluruhan, 96% dari pemilik puas dengan

    operasi. Beberapa penelitian lain menemukan ketimpangan setelah

    onychectomy berlangsung > 3 hari, > 1 minggu, 8 hari, > 12 hari, hingga

    180 hari, bahkan sampai 96 bulan.

    Pada satu rumah sakit pendidikan kedokteran hewan, antara 50 dan

    80% dari kucing memiliki satu atau lebih komplikasi kesehatan pasca-

    operasi; 19,8% mengalami komplikasi setelah rilis. Penelitian lain

    melaporkan tingkat komplikasi pasca-op medis 24% (Jankowski 1998),

    https://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.co.id&sl=en&u=https://en.wikipedia.org/wiki/Amputation&usg=ALkJrhg9mqQj2IGdkwoihBrnd3DsijWRDQhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.co.id&sl=en&u=https://en.wikipedia.org/wiki/Distal_phalanges&usg=ALkJrhhaKQ_AW6slCR_TkHETAq1ySKBVag

  • 9

    53% (Martinez 1993), 1,4% (Pollari 1996), 82,5% untuk blade dan 51,5%

    untuk teknik geser (Tobias 1994), dan 80% (Yeon 2001).

    2.7 Terapi

    Terapi dalam proses penyembuhan (recovery) ini dapat berupa

    terapi dari luar ataupun dalam tubuh pasien. Adapun maksud terapi dari luar

    tubuh pasien yaitu dengan mengajak si hewan tersebut untuk melakukan

    kegiatan berjalan – jalan di halaman sekitar, kegiatan ini harus disesuaikan

    dengan kemampuan si pasien tersebut. Dan terapi yang diberikan setelah

    operasi yaitu meliputi obat – obatan analgesik, antibiotik, dan vitamin A

    untuk mempercepat proses penyembuhan (Sudisma et al., 2006).

  • 10

    BAB III

    MATERI DAN METODE

    3.1 Materi

    3.1.1 Hewan

    A. Sinyalement

    Pada tanggal 3 November 2015 telah dilakukan pemeriksaan

    klinis terhadap seekor anjing lokal mix German Shepperd berjenis

    kelamin jantan yang bernama brownie, berumur +/- 4 tahun dengan

    berat 30 kg dan rambut berwana coklat. Pemilik bernama William

    yang beralamat di Jl. Gunung Salak 27B , Kerobokan – Kuta Utara.

    B. Anamnese

    Berdasarkan keterangan dari pemilik anjing tersebut,

    brownie yang awalnya terlihat lincah mulai lemas, nafsu makan

    menurun, dan selama 2 hari diperhatikan brownie terlihat susah

    berjalan. Kaki Depan yang sebelah kanan terlihat seperti pincang

    pada waktu berjalan. Sistem pemeliharaan anjing ini tidak

    dikandangkan, melainkan dibiarkan berkeliaran bebas begitu saja,

    sehingga menyulitkan pemilik untuk melakukan penanganan awal

    sebelum absesnya menjadi matang dan pecah.

    C. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anjing lokal mix

    German Shepperd dengan kasus penanganan abses pada digiti 1

    dengan onychectomy meliputi pemeriksaan fisik untuk berat badan,

    suhu badan, pulsus, respirasi, CRT, genetik, kulit dan kuku, otot,

    sirkulasi, pernafasan, pencernaan, urogenital, mata, telinga, saraf,

    limfonodus, dan mukosa. Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

  • 11

    NO. Jenis

    Pemeriksaan Fisik

    Keterangan

    1. Berat Badan 30 kg

    2. Suhu Badan 38,8 °C

    3. Pulsus 81 x/menit

    4. Respirasi 30 x/menit

    5. CRT 2 detik

    6. Genetik Normal

    7. Kulit dan Kuku Terjadi radang kemerahan, dan

    terdapat massa berupa nanah

    pada abses tersebut

    8. Otot Normal

    9. Sirkulasi Normal

    10. Pernafasan Normal

    11. Pencernaan Normal

    12. Urogenital Normal

    13. Mata Normal

    14. Telinga Normal

    15. Saraf Normal

    16. Limfonodus Normal

    17. Mukosa Normal

    Tabel 3.1.1.C. Hasil Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Mix German

    Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1

    Menggunakan Onychectomy”

    (Sumber : Penulis)

    3.1.2 Alat-alat

    Alat – alat yang digunakan dalam pembedahan ini, antara lain :

    timbangan, stetoskop, termometer, alat pecukur rambut, kateter urine, sonde

    lambung, ett, infus set, iv cat 24 G, gloves, masker, penutup kepala, baju

    bedah, scalpel, blade, pinset anatomis, pinset sirurgis, needle holder,

    gunting, jarum, benang chromic cat gut 3,0, spuite, tampon, dan perban.

  • 12

    3.1.3 Bahan-bahan

    Bahan – bahan yang dipersiapkan adalah antiseptik (iodine), alkohol

    70%, lactat ringer, NaCl, benang absorable chromic catgut 3,0, gloves,

    masker, dan obat – obatan yang dipersiapkan yaitu atropin sulfat untuk

    premedikasi, ketamine xlyazine untuk anastesi, vitamin K, epinepherin,

    antibiotik, dan anti inflamasi. Adapun dosis obat yang diberikan pada

    pembedahan ini, adalah sebagai berikut :

    1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml

    (Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    0,25

    = 2,4 – 4,8

    Dosis yang diberikan = 3,6 ml

    2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml

    (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    100

    = 3 – 4,5

    Dosis yang diberikan = 3,5 ml

    3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml

    (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x

    Berat Badan

    Sediaan

    = (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    20

    = 1,5 – 4,5

    Dosis yang diberikan = 3 ml

  • 13

    3.2 Metode

    3.2.1 Preoperasi

    A. Persiapan Ruang Operasi

    Ruang operasi dibersihkan dari kotoran debu dengan menggunakan

    sapu kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.

    B. Persiapan Alat Bedah

    Meliputi sterilisasi pada alat-alat bedah menggunakan alat sterilisasi

    yang ada di ruangan bedah selama 45 menit yang bertujuan untuk

    menghilangkan seluruh mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah,

    agar jaringan yang steril atau pembuluh darah pada pasien yang akan

    dibedah tidak terkontaminasi.

    C. Persiapan Hewan

    1. Anjing yang akan dioperasi dilakukan signalemen,

    anamnesa, dan pemeriksaan klinik. Sebelum dilakukan

    operasi, hewan dipuasakan selama 12 jam agar hewan tidak

    muntah pada waktu teranaesthesia.

    2. Pertama-tama diinjeksi dengan premedikasi yaitu atropin

    sulfat sebanyak 3,6 ml secara subkutan (dosis terlampir).

    3. Setelah 30 menit, kemudian di anestesi menggunakan

    xylazine sebanyak 3 ml secara intramuskuler (dosis

    terlampir) dan setelah 10 menit disuntikkan ketamin dengan

    jumlah pemberian anestesi sebanyak 3,5 ml secara

    intramuskuler (dosis terlampir).

    4. Setelah teranestesi, anjing ditempatkan pada posisi lateral

    recumbency.

    5. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah

    yang akan diinsisi dibersihkan. Kemudian dilakukan

    pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan dilakukan

    pemasangan kateter intravena untuk infus Lactat Ringer.

    6. Dilakukan penutupan site operasi dengan kain drape.

    Akan tetapi pada kasus ini tidak menggunakan kain drape

    dikarenakan area yang akan diinsisi berukuran lebih kecil

    dengan kain drape yang ada di ruangan bedah.

  • 14

    7. Kemudian diberi antiseptik untuk menjaga kondisi aseptis.

    D. Persiapan Perlengkapan Operator dan Asisten

    Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten adalah masker,

    penutup kepala dan sarung tangan serta menggunakan pakaian

    khusus operasi. Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi

    dengan menggunakan ozone selama 15 menit.

    3.2.2 Operasi

    Setelah tahapan preoperasi selesai dan hewan telah teranestesi

    kemudian hewan dibaringkan pada posisi lateral. Insisi dilakukan pada

    daerah abses, setelah abses berhasil di insisi dilakukan pembersihan

    menggunakan NaCl di sekitar jaringan yang berisi nanah. Pemilik anjing

    mengatakan bahwa abses ini sudah sangat sering terjadi sehingga abses ini

    dirasa sangat mengganggu gerak gerik dari anjing tersebut, maka dilakukan

    pengamatan terhadap akar akar yang ada di sekitar kuku anjing. Dan

    ditemukan ada penumpukan nanah di bawah kuku digiti 1 anjing tersebut

    yang mengakibatkan kuku anjing ini patah sebagian, sehingga operator

    memutuskan untuk mencabut kuku anjing dari bagian phalanx distal 3. Perlu

    diperhatikan adanya pembuluh darah pada daerah digiti anjing tersebut,

    apabila terjadi perdarahan dapat dilakukan ligasi pada daerah tersebut atau

    dapat diberikan epinephrine pada pendarahan lokal. Setelah kuku berhasil

    dicabut, dilakukan penyemprotan antibiotik dan penjahitan kulit dengan

    pola jahitan subkurtikuler menerus menggunakan benang absorbable

    chromic catgut 3,0. Daerah operasi dan bekas luka insisi dibersihkan dengan

    antiseptic betadine lalu diolesin antibiotik salep dan terakhir ditutup dengan

    kain kasa untuk diperban.

    3.2.3 Pasca Operasi

    Setelah operasi selesai, pasien diberikan injeksi antibiotik ampicilin

    dan salep oxytetraxycline untuk daerah bekas luka insisi. Salep ini

    diberikan oles setelah diberikan betadine sebelumnya.

  • 15

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    NO. DOKUMENTASI

    HASIL

    KETERANGAN

    GAMBAR

    1.

    Sabtu, 24 Oktober 2015

    Pemilik anjing melaporkan kepada

    penulis dengan cara mengirimkan

    gambar, bahwa hewan peliharaannya

    sakit pada kukunya.

    2.

    Minggu, 25 Oktober 2015

    Keesokan harinya, penulis melakukan

    inspeksi ke lokasi, palpasi pada daerah

    yang sakit dan melakukan anamnese

    dengan si pemilik anjing tersebut. Dan

    hewan didiagnosa abses pada kuku

    digiti 1.

    3.

    Jumat, 30 Oktober 2015

    Hewan pada saat dibawa ke RSH untuk

    diskusi dengan dosen pembimbing

    kasus. Terlihat kuku anjing sudah

    hampir patah namun abses masih

    terlihat kemerahan dan masih

    mengeluarkan darah.

    4.

    Senin, 2 November 2015

    H-1 sebelum operasi, pemilik

    melaporkan bahwa kuku anjing sudah

    patah dan abses terlihat sudah pecah

    namun sering mengeluarkan darah.

    Pada foto terlihat kering dikarenakan

    kotor akibat terkena pasir.

  • 16

    5.

    Selasa, 3 November 2015

    Pada gambar ini brownie terlihat sudah

    teranathesi dan team bedah sedang

    melakukan pemeriksaan status present,

    seperti : pulsus, respirasi, suhu, CRT.

    6.

    Selasa, 3 November 2015

    Dilakukan pencukuran rambut di

    sekitar lokasi abses untuk persiapan

    operasi.

    7.

    Selasa, 3 November 2015

    Hewan diletakkan diatas meja operasi

    dengan posisi Lateral Recumbency.

    8.

    Selasa, 3 November 2015

    Dilakukan pemasangan kateter

    intravena untuk infus sebelum operasi

    berlangsung, agar cairan dalam tubuh

    hewan dapat tergantikan langsung dan

    mempermudah dalam pemberian obat.

  • 17

    9.

    Selasa, 3 November 2015

    Pemasangan Endotracheal Tube (ETT)

    untuk memasang anasthesi inhalasi

    (isofluerant).

    10.

    Selasa, 3 November 2015

    Dilakukan pemasangan kateter urine

    guna memenuhi skill lab di dalam lab

    bedah dan radiologi.

    11.

    Selasa, 3 November 2015

    Pada gambar ini dilakukan

    pembersihan di sekitar daerah abses

    tempat akan melakukan insisi

    menggunakan antiseptik supaya lokasi

    yang akan di insisi tetap aseptis.

    12.

    Selasa, 3 November 2015

    Insisi pada digiti 1 dilakukan untuk

    membuka abses supaya isi dari abses

    tersebut dapat dikeluarkan dan

    dibersihkan.

  • 18

    13.

    Selasa, 3 November 2015

    Pada saat pembersihan abses,

    ditemukan bahwa posisi kuku anjing

    tersebut tumbuh melukai daging,

    sehingga diputuskan untuk mencabut

    (mengamputasi) kuku dari phalanx

    distal 3 hingga ke ujung kuku pada

    digiti 1. Gambar disamping

    menunjukkan setelah kuku diamputasi.

    14.

    Selasa, 3 November 2015

    Dilakukan penjahitan dengan pola

    subkurtikuler menggunakan benang

    absorable chromic catgut 3,0.

    16.

    Selasa, 3 November 2015

    Penjahitan telah selesai dilakukan

    dengan pola jahitan subkurtikuler

    menggunakan benang absorable

    chromic catgut 3,0.

  • 19

    17.

    Selasa, 3 November 2015

    Setelah operasi selesai, bekas

    pembedahan ditutup dengan

    menggunakan kasa dan plester dibalut

    menjadi perban.

    18.

    Hari ke-2 pasca operasi, Kamis 5

    November 2015.

    Bekas operasi terlihat membengkak

    akibat terjadinya inflamasi pasca

    operasi dan luka menjadi sedikit basah

    dikarenakan luka terkena air hujan.

    19.

    Hari ke-3 pasca operasi, Jumat 6

    November 2015.

    Dilakukan penggantian perban secara

    berkala yang bertujuan untuk

    mempercepat proses penyembuhan.

    20.

    Hari ke-5 pasca operasi, Minggu 8

    November 2015.

    Perban yang dipakai untuk membalut

    luka diganti selama 2 hari sekali.

  • 20

    21.

    Hari ke-6 pasca operasi, Senin 9

    November 2015.

    Obat bekerja dengan baik, luka sudah

    tidak benyek seperti sebelumnya tapi

    hewan masih merasakan sakit ketika

    bekas operasinya dicoba untuk

    disentuh.

    22.

    Hari ke-7 pasca operasi, Selasa 10

    November 2015.

    Bengkak pada bekas operasi sudah

    mulai mengecil.

    23.

    Hari ke-8 pasca operasi, Rabu 11

    November 2015.

    Bekas jahitan mulai terlihat mengering.

    24.

    Hari ke-10 pasca operasi, Jumat 13

    November 2015.

    Di hari ke-10 ini brownie sudah mulai

    terlihat ceria, sudah mulai dapat

    berjalan sedikit demi sedikit. Proses

    penyembuhan berlangsung dengan

    sangat baik walaupun membutuhkan

    waktu yang lama.

  • 21

    25.

    Hari ke-19 pasca operasi, Minggu 22

    November 2015.

    Pasien amputasi kuku ini menghilang

    selama 8 hari, sehingga selama 8 hari

    sebelumnya tidak dapat dilakukan

    pengamatan proses kesembuhan. Pada

    hari ke-19 ini bekas jahitan sudah

    terlihat mengering.

    26.

    Hari ke-20 pasca operasi, Senin 23

    November 2015.

    Rambut di sekitar bekas operasi sudah

    mulai tumbuh seperti semula.

    27.

    Hari ke-21 pasca operasi, Selasa 24

    November 2015.

    Luka sudah mulai terlihat mengering.

  • 22

    28.

    Hari ke-23 pasca operasi, Kamis 26

    November 2015.

    Pasien amputasi kuku sudah sembuh,

    bekas jahitan sudah tertutup dengan

    sempurna dan sudah kering. Rambut

    sudah tumbuh seperti sebelum operasi

    dilakukan.

    Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pra Operasi, Operasi, Pasca Operasi

    Pada Anjing Lokal Mix German Shepperd Pada Kasus

    “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Dengan Metode Onychectomy”

    (Sumber : Penulis)

    4.2 Pembahasan

    Penanganan abses pada digiti 1 dengan metode onychectomy pada

    kasus ini tidak begitu sulit, dikarenakan abses sudah pecah sebelum

    dilakukan pembedahan, sehingga incisi dilakukan untuk mengeluarkan sisa

    – sisa nanah yang ada. Setelah nanah yang ada dibersihkan keseluruhan,

    dilakukan pengamatan pada kuku yang patah, patahan ini yang diduga

    sering menyebabkan terjadinya abses karena posisi patahan kuku melukai

    bagian daging extremitas sinister anjing. Setelah kuku berhasil dicabut

    (pencabutan dilakukan pada phalanx distal 3) , dilakukan penjahitan

    subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic 3,0 , sehingga

    prognosa untuk kasus ini adalah “Fausta”

  • 23

    Pasca operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi, brownie

    diberikan obat antibiotik berspektrum luas untuk gram positif dan gram

    negatif berupa amoxycilin tablet. Selain pemberian antibiotik secara oral,

    diberikan pula antibiotik luar dalam berbentuk tabur dan salep. Pada hari

    pertama pasca operasi, brownie terlihat mengalami kesakitan pada bagian

    kakinya, sehingga diberikan obat analgesik berupa asam mefenamat yang

    berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri, sakit dan juga memiliki fungsi

    sebagai anti inflamasi / anti radang. Tidak hanya obat – obatan, pemberian

    vitamin pun tidak luput dari pantauan. Brownie diberikan vitamin dan

    makanan kaya protein guna mempercepat proses pemulihan jaringan baik

    di rongga abses maupun luka bekas insisi.

  • 25

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Pasien dalam kasus ini bernama Brownie, seekor anjing campuran

    anjing lokal degan German Shepperd. Owner dari anjing tersebut

    mengeluhkan ahwa brownie terlihat sulit untuk berjalan, setelah dilakukan

    inspeksi palpasi dan menayakan riwayat brownie kepada si pemilik,

    brownie didiagnosa abses pada digiti 1. Abses dalam kasus ini disebabkan

    oleh masuknya potongan kuku ke dalam daging pada extremitas sinister

    yang mengakibatkan penanganan asbes pada kasus ini dilakukan dengan

    metode onychectomy. Onychectomy merupakan proses pencabutan kuku

    dari phalanx distal 3, dimana kuku yang dicabut ialah kuku pada digiti 1

    extremitas sinister. Setelah dilakukan pembedahan, insisi luka dijahit

    dengan pola jahitan subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic

    catgut 3,0. Pemberian obat – obatan, vitamin, dan pakan kaya protein terus

    dilakukan pasca operasi guna membantu proses penyembuhan baik di

    jaringan sekitar abses maupun di insisi luka.

    5.2 Saran

    Apabila ditemukan kasus abses, sebaiknya hewan segera

    medapatkan penanganan yang tepat dan cepat berupa pembedahan yang

    bertujuan untuk menghilangkan isi abses dan membersihkan jaringan yang

    nekrosis di dalamnya, ataupun melakukan penanganan lainnya yang

    dibutuhkan. Untuk mencegah terjadinya abses, sebaiknya hewan dipelihara

    di dalam kandang dan dikeluarkan dari dalam kandang seperlunya saja guna

    mencegah terjadinya luka dan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri

    yang dapat memperparah keadaan abses tersebut. Perlu diperhatikan pula

    pemberian pakan yang baik agar gizi yang diperlukan oleh tubuh hewan

    selalu tercukupi supaya hewan tersebut tidak mudah terserang penyakit.

    Selalu kontrol hewan peliharaan terkait dengan sanitasi, vaksinasi, pakan,

    dan pemberian obat cacing serta vitamin secara rutin.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    Anjing dari Wikipedia Indonesia, Ensklopedia Bebas (2015). Diperoleh dari

    http//id.wikipedia.org.wiki.Anjing. Tanggal akses 10 November 2015.

    American Pet Products Manufacturer Association (APPMA) : National Pet Owners

    Survey. 1999. APPMA. Greenwich, Connecticut.

    Anonymous. 2005. Abses Pada Hewan Kecil. Kedokteran Hewan Institut Pertanian

    Bogor. Bogor.

    Beck, M. A. 2000. The Human – Dog Relationship : A Tale of Two Species. In

    Dogs, Zoonoses, and Public Health. C. N. L. Macpherson. F. X. Meslin., and

    A. I. Wandeler. Cromwell Press. USA.

    Doni. 2012. Abses Pada Hewan Kecil. Petkartini.comxa.com Tanggal akses 10

    November 2015.

    Fletcher, T. F., A. F. Weber. 2013. Veterinary Developmental Anatomy. Embryo

    Lect Notes. USA.

    Green. 2014. Konsep Dasar Abses. http://ilmugreen.com/2012/07/konsep-dasar-

    abses.com. Tanggal akses 10 November 2015.

    Jaeger, G.H., S.O. Chanapp. 2008. Carpal ad Tarsal Injuries. Veterinary

    Orthopedics Sports Medicine Group. Elicott City.

    Jankowski, A. J., D. C. Brown., J. Duval. 1998. Comparison of Effects of Elective

    Tenectomy or Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine Association.

    Spain.

    http://ilmugreen.com/2012/07/konsep-dasar-abses.comhttp://ilmugreen.com/2012/07/konsep-dasar-abses.com

  • 27

    Martinez, S. A., J. Hauptmann., R. Walshaw. 1993. Comparing Two Techniques

    for Onychectomy in Cats and Two Ahesives for Wound Closure. Veterinary

    Medicines 88 : 516 – 525.

    Mueller, R. S., A. S. Kock., A. A. Stannard. 1993. Veterinary Medical Teaching

    Hospital. University of California. USA.

    Pollari, F. L., B. N. Bonnett., S. C. Bamsey. 1996. Postoperative Complications of

    Elective Surgeries in Dogs and Cats Determined by Examining Electronic

    and Paper Medical Records. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.

    PetMD. 1999. Abcesses in Dog.

    http://www.petmd.com/conditions/skin/c_dg_abscessatio#. Tanggal akses 10

    November 2015.

    Puja, IK. 2011. Anjing Perawatan dan Pengembangbiakan. Denpasar: Udayana

    University Press.

    Reynoldson, J.A., B.J. Hilbert., S.E. Cooper. 1997. Veterinary Drug Dose

    Handbook. School of Veterinary Studies Murdoch University. Western

    Australia.

    Royschuk, R. A. W. 2015. Canine and Feline Pododermatitis.Norwegia.

    Schwartz, S. H. 2011. Onychectomy and Tendonectomy. NAVC Clinician’s Brief.

    Ohio.

    Sudisma, I.G.N., G.A.G. Pemayun., A.A.G.J. Wardhita., I.W. Gorda. 2006. Ilmu

    Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Fakultas Kedokteran Hewan. Denpasar.

    Swaim, S. F., J. A. Welch., R. L. Gillette. 2015. Management of Small Animal

    Distal Limb Injuries. Swiss.

    http://www.petmd.com/conditions/skin/c_dg_abscessatio

  • 28

    Tobias, K. S. 1994. Feline Onychectomy at Teaching Institution : A Retrospective

    Study of 163 Cases. Veterinary Surgery 23 : 274 – 280.

    Verde, M. 2005. Canine and Feline Nail Disease. North American Veterinary

    Conference. Florida.

    Walter. 2008. Handbook of Veterinary Pharmacology. Blackwell Publishing. USA.

    Yeon, S. C., J. A. Flanders., J. M. Scarlett. 2001. Attitudes of Owner Regarding

    Tendonectomy and Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine

    Association. Spain.

  • 29

    LAMPIRAN 1

    DOSIS PEMBERIAN OBAT

    1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml

    (Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    0,25

    = 2,4 – 4,8

    Dosis yang diberikan = 3,6 ml

    2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml

    (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    100

    = 3 – 4,5

    Dosis yang diberikan = 3,5 ml

    3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml

    (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x

    Berat Badan

    Sediaan

    = (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    20

    = 1,5 – 4,5

    Dosis yang diberikan = 3 ml

    4. Ampicilin sebagai antibiotika yang diinjeksikan setelah operasi

    selesai dengan sediaan 100 mg /ml (Reynoldson, 1997) :

    = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (5 – 10) ml/kg/BB/hari X 30 kg

    100

    = 1,5 – 3

    Dosis yang diberikan = 2,25 ml

  • 30

    5. Amoxycilin sebagai antibiotika dengan sediaan 500 mg/ml

    (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (40 – 80) mg/kg/BB/hari X 30 kg

    500

    = 2,4 – 4,8

    Dosis yang diberikan = 3 tablet / hari

    R/ Amoxycilin 500 mg tab xv

    S 3 dd 1 tab m.et.v

    #

    6. Asam Mefenamat sebagai analgesik dengan sediaan 500 mg/ml

    (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

    Sediaan

    = (30 – 60) mg/kg/BB/hari X 30 kg

    500

    = 1,8 – 3,6

    Dosis yang diberikan = 2 tablet / hari

    R/ Asam Mefenamat 500 mg tab x

    S 2 dd 1 tab m.et.v

    #

    7. Enbatic sebagai antibiotik tabur

    R/ Enbatic Pulv adsper No.1

    S.u.e applic part dol

    #

    8. Salep Oxytetracyclin

    R/ Oxytetracyclin

    S.u.e applic part dol

    #

    9. Vitamin

    R/ Livron Bplex tab v

    S 1 dd 1 tab o.m.

    #