LAPORAN KASUS OBSTETRI2
-
Upload
nuzul-love-nisa -
Category
Documents
-
view
100 -
download
0
description
Transcript of LAPORAN KASUS OBSTETRI2
LAPORAN KASUS OBSTETRI
G2P1A0H1 USIA KEHAMILAN 36 MINGGU T/H/IU DENGAN EKLAMPSIA
I Gede Ariana
H1A 007 024
PEMBIMBING :
dr. Agus Rusdhy A.H., Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU dengan
eklampsia” ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF
Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini dan
selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP NTB.
2. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor.
3. dr. H. Doddy A.K., Sp.OG (K), selaku supervisor.
4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor.
5. dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 10 Mei 2013
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu proses yang dimulai sejak pembuahan sampai dengan
lahirnya hasil pembuahan. Kehamilan mempengaruhi tubuh ibu secara keseluruhan dengan
menimbulkan perubahan fisiologi yang pada hakekatnya terjadi di seluruh sistem organ1.
Salah satu komplikasi kehamilan yang mempunyai tingkat kematian maternal dan
perinatal yang tinggi adalah preeklamsia/eklamsia. Hipertensi bersama dengan infeksi dan
perdarahan merupakan penyebab kematian ibu yang dominan2. Angka Kematian Ibu
merupakan angka kematian yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan 42 hari
pascapersalinan. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian
jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi. Adanya target global (Millenium
Development Goal 5) terkait dengan penurunan kematian ibu semakin menyadarkan kita
bahwa penanganan kematian ibu saat ini belum maksimal3.
World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000
ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Di Indonesia menurut Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian ibu masih cukup tinggi, yaitu 228
per 100.000 kelahiran hidup. Prioritas penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
(28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), abortus (5%) dan partus lama (5%)4.
Selain menimbulkan komplikasi terhadap ibu, hipertensi juga menimbulkan dampak
negatif terhadap janin meliputi timbulnya PJT, oligohidroamnion, prematuritas, dan bahkan
KJDR2. Resiko relative terjadinya bayi lahir mati pada ibu dengan preeklamsia adalah 5,65
kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tanpa preeklamsia5.
Mengingat hal tersebut diatas maka preeklamsia/eklamsia masih merupakan penyakit
kehamilan yang menyebabkan angka kematian ibu dan janin tinggi sehingga
preeklamsia/eklamsia di Indonesia masih merupakan suatu persoalan yang perlu mendapat
perhatian serta penanganan yang baik.
Berikut ini disajikan suatu kasus seorang wanita 35 tahun G2P1A0H1 usia kehamilan
36 minggu T/H/IU dengan eklampsia, yang selanjutnya ditatalaksana sesuai prosedur tetap di
RSUP NTB. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosis, tindakan, dan penatalaksanaannya
sudah tepat dan sesuai dengan literatur yang ada.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam2.
Berdasarkan “Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy” tahun 2001, hipertensi dalam kehamilan
dibagi menjadi2,6:
1. Hipertensi Kronik
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHgyang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
Preeklampsi adalah tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan di sertai dengan proteimuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+.
Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik/diastolik ≥ 140/90 sampai < 160/110 mmHg dengan proteinuria ≥ +1 dipstik.
Preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah kehamilan 20 mingg,5,7.
b) Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria5.
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending
eklampsia, dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut
impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala – gejala subjektif berupa
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah5,6,8,9.
4
Tabel Perbandingan Preeklampsi Ringan dan Berat6.
Abnormalitas Pre eklampsia Ringan Pre eklampsia Berat
Tekanan darah diastolik < 100 mmHg ≥ 110 mmHg
Proteinuria 1+ Persisten 2+ atau lebih
Nyeri Kepala - Ada
Gangguan penglihatan - Ada
Nyeri epigastrium - Ada
Oliguria - Ada
Kejang ( eklampsia) - Ada
Kreatinin Serum Normal Meningkat
Trombositopenia - Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Restriksi pertumbuhan fetus - Nyata
Edema pulmo - Ada
3. Eklampsia
Eklampsia ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang dan/atau koma tidak
berhubungan dengan penyebab lain.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
Merupakan timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20
minggu.Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia merupakan hipertensi
kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension)
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai
dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.
Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi sekarang
edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor resiko timbulny hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema
generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida yang mempunyai
kenaikan berat badan rendah < 0,34 kg/minggu, menurunkan resiko hipertensi, tetapi
meningkatkan resiko berat badan bayi rendah2.
5
2.2 Epidemiologi Hipertensi dalam Kehamilan
Menurut Laporan KIA Provinsi tahun 2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan
sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi oleh perdarahan
(32%), disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%), dan
abortus (1%). Penyebab Lain-lain (32%) cukup besar, termasuk didalamnya penyebab
penyakit non obstetrik7.
Dari grafik dibawah dapat dilihat bahwa jumlah kematian akibat hipertensi dalam
kehamilan kini telah melampaui jumlah kematian akibat infeksi, partus lama dan penyebab
lainnya, sehingga diperlukan tatalaksana yang cepat dan tepat untuk tatalaksana kasus
hipertensi dalam kehamilan.
2.3 Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:2
• Primigravida, primipaternitas
• Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar
• Umur yang ekstrim. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
• Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
• Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6
• Obesitas
Resiko terjadiya preeklampsia meningkat menjadi 13,3 % pada wanita dengan BMI > 35
kg/m2.
• Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan
2.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti. Beberapa
penjelasan mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang saat ini banyak
dianut adalah2:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan arteri spiralis dapat
berdilatasi. Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler memberi efek menurunkan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah ke
jaringan plasenta & janin sehingga terjadi remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot
vaskular & matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan myoepitel tetap keras dan kaku
sehingga tidak terjadi vasodilatasi, bahkan relatif mengalami vasokonstriksi. Efek
remodeling arteri spiralis yang normal pun tidak terjadi yang kemudian menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan aliran darah uteroplasenta menurun sehingga terjadi
iskemia plasenta.
7
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Pada teori invasi tropoblas, hipertensi dalam kehamilan teradi karena kegagalan
“remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan (senyawa
penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan). Salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis
terhadap membran sel endotel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak yang akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel
endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai bahan
toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel
endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam
lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan
hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik.
Disfungsi sel endotel
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan
fungsi endotel, keadaan ini disebut “disfungsi endotel”, yang mengakibatkan :
Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat.
8
Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat.
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.
Peningkatan faktor-faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang merupakan suatu
benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi.
HLA-G ini berfungsi untuk melindungi tropoblas dari lisis oleh Natural Killer (NK)
ibu.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya
HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam
desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks
di sekitarnya.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor,
akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel. Refrakter
artinya tidak peka atau dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk menimbulkan
vasokonstriksi.
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya terhadap
bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari
bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap rangsangan bahan vasopressor.
5. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak
perempuannya akan mengalami preeklmapsia pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu
mengalami preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi
terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
9
Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko.
Penelitian lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama
kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian
preeklampsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada
hanya glukosa.
7. Teori stimulus inflamasi
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan merangsang
terjadinya inflamasi.
Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar, sehingga
proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan masalah.
Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada aliran
darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik.
2.5 Patogenesis6,8
Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah vasospasme dan aktivasi sel endothelium
1. VASOSPASME
Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil
pada kuku, fundus oculi dan konjuntiva. Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan
tahanan perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan
kebocoran interstitisial yang meliputi bahan dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan
deposit subendotelial lain. Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan
tahanan arterial pada penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi,
iskemia dan perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE
Vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi pada
pasien dengan sindroma HELLP.
2. AKTIVASI SEL ENDOTEL Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas
masuk kedalam sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma
klinis PE adalah manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut.
Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos
terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel
endotel akan menyebabkan keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi dan
meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah:
10
1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut.
Peningkatan repon terhadap bahan “pressor”
Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor.
Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian
nor-epinephrine dan angisotensin II.
Prostaglandin
Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara
spesifik, respon terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa
penurunan respon vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial
vaskular. Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah
dibandingkan kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit
meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang menurun tersebut akan
meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II sehingga terjadi vasokonstriksi.
Nitric oxide
Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide
ini diambil maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE . Pencegahan sintesa nitric
oxide akan menyebabkan :
o Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure.
o Penurunan frekuensi denyut jantung.
o Kepekaan terhadap vasopresor meningkat.
Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel
meningkat. Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut
adalah sebuah akibat bukan sebuah sebab.
Endothelin
Endothelin adalah 21–amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan
endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia.
Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada
penderita PE kadar endothelin jauh lebih meningkat. Pemberian MgSO4 pada
penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1.
11
Patogenesis Hipertensi Dalam Kehamilan6
2.6 Pencegahan2
Modifikasi diet
o Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia
o Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasional
Aspirin dosis rendah
Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal
dari kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil akhir
peningkatan produksi prostacyclin endothelial. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
aspirin dosis rendah tidak efektif dalam pencegahan PE.
Antioksidan
Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi vitamin E tidak
berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang tinggi pada penderita PE
adalah merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang ada. Adanya penurunan
aktivasi sel endothel pada pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 – 22 dan pemberian
vitamin C dan E dapat menurunkan secara bermakna kejadian PE.
12
2.7 Gambaran Klinik Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia dapat timbul
pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu
24 jam pertama setelah persalinan2.
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodromal akan terjadinya kejang.
Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodromal ini disebut sebagai impending
eclampsia atau imminent eclampsia. Gejala prodromal yang dimaksud adalah nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah2.
Kejang pada eklampsia dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah
dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar
mulut., yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang
sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi,
bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi
inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini
berlangsung 15-30 detik2.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermitten pada
otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit.akibat kontraksi
otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang
kadang-kadang disertai bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada
konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan2.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan, kejang
klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan
akhirnya penderita diam tak bergerak. Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit,
kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke
dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian
juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita
mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi
aspirasi bahan muntah2.
13
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah
berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat
terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan
sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan
sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran dapat dipakai beberapa cara., salah
satunya dengan Glasgow Coma Scale2.
2.8 Penatalaksanaan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada pasien waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan
janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan
perawatan suportif eklampsia, merupakan yang sangat penting. Tujuan utama perawatan
medikamentosa eklampsia adalah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan
mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin
sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat5.
Tatalaksana medikamentosa
Obat anti kejang
Obat anti kejang yang menjadi pilihan adalah magnesium sulfat. Bila dengan
jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya
tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif / pilihan, namun mengingat dosis
yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh yang
berpengalaman. Pemberian diuretikum sebaiknya selalu disertai dengan memonitor
plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya
selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi5.
Magnesium sulfat
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian
magnesium sulfat pada preeclampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan
untuk gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk
memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah,
mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita yang mengalami kejang dan koma,
14
nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam
suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita dan monitoring
produksi urin5.
Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat di kamar isolasi
yang cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat
diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur
harus dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam
mulut penderita dan jangan coba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena
dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya
dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat
menghentak-hentak benda kerasi di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus
cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera
beri oksigen5.
Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau
mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrim, posisi tubuh yang menimbulkan
nyeri dan aspirasi, karena hilangnya refleks muntah. Bahaya terbesar yang
mengancam penderita koma ialah terbuntunya jalan napas atas. Setiap penderita
eklampsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas atas terbuntu,
kecuali dibuktikan lain5.
Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak
sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Untuk
menghindari terbuntunya jalan napas atas oleh pangkah lidah dan epiglottis dilakukan
tindakan sebagai berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga
terbukanya jalan napas atas, ialah dengan maneuver head tilt-neck lift, yaitu kepala
direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau posisi head tilt-chin lift,
dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas atau jaw thrust, yaitu mandibular
kiri kanan diekstensikan ke atas sambil mengangkat kepala ke belakang. Tindakan ini
kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway5.
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan
kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung
sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh
15
karena itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa
lender maupun sisa makanan, harus segera diisap secara intermitten. Penderita
ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lender5.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai GCS. Pada perawatan
koma perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan makanan penderita. Pada koma
yang lama, bila nutrisi tidak mungkin, dapat diberikan melalui NGT5.
Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator5.
Tatalaksana obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan
pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagaimana lazimnya5.
2.9 Prognosis Eklampsia
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam
kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena
hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam kemudian5.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu
yang sudah memiliki hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior5.
2.10 Komplikasi Eklampsia
Komplikasi yang tersering timbul pada eklampsia adalah sindroma HELLP. Sindroma
HELLP merupakan preeclampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia5.
H : Hemolisis
EL : Elevated Liver Enzyme
16
LP : Low Platelet Count
Diagnosa sindroma HELLP berdasarkan : 5
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas seperti malaise, lemah, nyeri kepala,mual
dan muntah.
Adanya tanda dan gejala preeclampsia.
Tanda-tanda hemolysis intravascular, khususnya kenaikan LDH, AST dan bilirubin
indirek.
Tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH.
Trombositopenia (trombosit ≤ 150.000/ml)
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeclampsia, harus dipertimbangkan
sindroma HELLP5.
Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi berdasarkan kadar
trombosit darah : 5
Klas I : trombosit ≤ 50.000
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Klas II : trombosit antara >50.000 sampai ≤ 100.000
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Klas III : trombosit > 100.000 sampai ≤ 150.000
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Terapi medikamentosa pada sindroma HELLP adalah mengikuti terapi
medikamentosa preeclampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring kadar trombosit
tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka
harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial dan fibrinogen5.
Pemberian deksametason rescue pada antepartum diberikan dalam bentuk double
strength dexamethasone (double dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml
atau trombosit 100.000 – 150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi
berat, nyeri epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v tiap 12 jam 2 kali,
kemudian diikuti 5 mg i.v tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason dihentikan, bila telah
terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta
perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeclampsia-eklampsia. Dapat
17
dipertimbangkan pemberian transfuse trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan
antioksidan5.
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan
diakhiri / terminasi tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan
pervaginam atau perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah
bila hendak melakukan anestesi regional (spinal) 5.
Kematian ibu bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonal, gangguan pembekuan darah,
perdarahan otak, rupture hepar dan kegagalan organ multiple. Demikian juga kematian
perinatal pada sindroma HELLP cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan
preterm5.
Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan
sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara
perawatan dan pengobatan pada preeclampsia dan eklampsia. Pemberian cairan
intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel
endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan
100ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/ jam. Bila
hendak dilakukan seksio sesarea dan bila trombosit <50.000/ml, maka perlu diberi
transfuse trombosit. Bila trombosit <40.000/ml dan akan dilakukan seksio sesarea maka
perlu diberi transfuse darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh
frozen plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolysis mikroangiopati5.
Double strength dexamethasone diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam segera setelah
diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberian double strength
dexametason ialah untuk : 5
1. Kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin
2. Mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik
Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg i.v setiap 12
jam disusul pemberian 5 mg deksametason 2 x selang 12 jam (tappering off). Perbaikan
gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan meningkatnya
produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah, menurunnya kadar LDH dan
AST. Bila terjadi rupture hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi5.
18
BAB III
STATUS OBSTETRI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : PRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Tanjung
RM : 510595
MRS : 18 April 2013 pukul 15.40
II. ANAMNESIS (Allo + Heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari puskesmas narmada dengan G2P1A0H1 umur kehamilan
36 minggu T/H/IU presentasi kepala dengan eklamsia. Pasien mengalami kejang-
kejang sebanyak 3 kali. Kejang terjadi 1 kali dirumah pasien dan 2 kali di PKM
Narmada. Pasien kejang pertama kali pukul 12.00 WITA (18/04/2013) dirumah
pasien. Kemudian dibawa oleh keluarganya ke PKM Narmada. Di PKM narmada
pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali. Keluarga pasien mengatakan setiap kali
pasien kejang selama ± 1 menit. Pasien kejang pada seluruh tubuh disertai dengan
lidah tergigit hingga keluar darah dari mulut. Keluar busa dari mulut (-). Setelah
kejang pasien tidak mengingat apa yang terjadi padanya. Pasien juga mengeluh
mual dan sempat muntah sebanyak 2 kali di puskesmas narmada.
Dua hari sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala. Pandangan kabur dan nyeri
ulu hati tidak dikeluhkan oleh pasien.
Pasien tidak mengeluhkan keluar air dari jalan lahir, keluar lendir campur darah
maupun perut terasa kencang. Gerakan janin masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
19
Selama ANC pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak tanggal 15/03/2013
dengan tekanan darah 150/90 mmHg. Riwayat DM (-). Riwayat asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah pasien memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat DM (-). Riwayat asma pada keluarga
(-).
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. ♂/ cukup bulan/spontan/ bidan/ puskesmas/ 2800 gram/ 8 tahun/ hidup
2. Ini
HPHT : 09-08-2012
Taksiran Persalinan : 16-05-2013
Riwayat ANC : 5 kali di Polindes
ANC terakhir : tanggal 9/04/2013, TD : 150/90 mmHg
Riwayat USG : 2x di Sp.OG. terkahir tanggal : 25/02/2013
Hasil : janin T/H/IU letak kepala, BPD 26 w 6d, AC 25 w 5d,
plasenta di fundus grade II, air ketuban cukup, jenis kelamin
laki-laki.
Riwayat KB : Suntik 3 bulan
Rencana KB : -
Kronologis di Puskesmas Narmada
15.10 wita
Keluhan
Pasien rujukan dari bidan dengan keluhan kejang 1x dirumah, muntah (+), dan sempat kejang
2x di puskesmas.
Pemeriksaan di Puskesmas Narmada :
KU : baik
TD : 180/120 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36.9 C
TFU : 27 cm
DJJ : 12-11-12 (140x/menit)
20
His : (-)
Teraba bokong di fundus
Diagnosis: G2P1A0H1 umur kehamillan 36 minggu T/H/IU dengan eklamsia
Terapi yang diberikan di Puskesmas Narmada :
IVFD RL
Nifedipin tablet 10 mg pukul 14.30
Bolus MgSO4 4 gram iv pukul 15.00
Drip MgSO4 6 gram 28 tpm
Rujuk ke RSUP NTB
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah : 190/120 mmHg
- Frekuensi nadi : 98 x/menit
- Frekuensi napas : 30 x/menit
- Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS OBSTETRI
L1 : bokong
L2 : punggung di sebelah kanan
L3 : kepala
L4 : 4/5
TFU : 26 cm
21
TBJ : 2325 gram
HIS : (-)
DJJ : 13-14-13 (160 x/menit)
VT : Ø 1 cm, effacement 10%, amnion (+), teraba kepala, denominator belum jelas,
↓ HI, tidak teraba bagian kecil janin dan tali pusat.
Pelvic score :
- Cervix dilatation 1 cm : 1
- Cervix length 2 cm : 1
- Consistency medium : 1
- Position midposition : 1
- Station -3 : 0
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HB: 14,1 g/dl SGOT: 146
RBC: 6.41 M/dl SGPT: 219
HCT: 41,4 % Kreatinin: 0,6
WBC: 16,39 K/dl Ureum: 16
PLT: 152 K/dl HBsAg : (-)
Proteinuria: +2 BT : 3’30
GDS : 164 CT : 6’00
VI. DIAGNOSIS
G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU presentasi kepala dengan eklampsia.
VII. TINDAKAN
• Observasi kesejahteraan ibu dan janin
• Pasang DC (urine output 110 cc)
• Bolus MgSO4 40% 4 gram (sudah di PKM narmada pukul 15.00)
• Pasang infus RL, drip MgSO4 40%6 gram 28 tpm (sudah di PKM narmada)
• Konsul ke SPV pro SC, advice :
• Drip oksitosin
• Kelola Eklampsia sesuai protap
• O2 nasal kanul 3 lpm
22
• Observasi tanda vital, urine output, keluhan subjektif, dan DJJ.
VIII. BAYI LAHIR
Jenis persalinan : Spontan Bracht
Lahir tanggal, jam : 19-04-2013 pukul 09.00 WITA
Jenis kelamin : Laki-laki
APGAR Score : 3-5
Lahir : Hidup
Berat : 1800 gram
Panjang : 46 cm
Amnion : keruh
Kelainan kongenital : (-)
Anus : (+)
Ballad Score : 28 sesuai umur kehamilan 34-36 minggu
IX. PLASENTA
Lahir : Spontan
Lengkap : Ya
Berat : 500 gram
Perdarahan : 250 cc
Panjang tali pusat : ± 50 cm
X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 180/120 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Kontraksi uterus : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Lochia rubra : (+)
XI. KONDISI IBU I HARI POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 150/100
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,8ºC
23
Kontraksi uterus : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Perdarahan aktif : (-)
Bayi di NICU
HR :168 bpm
RR : 40 bpm
T : 35,80C
24
TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING
18/04/
2013
16.00
Keluhan Utama : kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari puskesmas
narmada dengan G2P1A0H1
umur kehamilan 36 minggu
T/H/IU presentasi kepala
dengan eklamsia. Pasien
mengalami kejang-kejang
sebanyak 3 kali. Kejang terjadi
1 kali dirumah pasien dan 2
kali di PKM Narmada. Pasien
kejang pertama kali pukul
12.00 WITA (18/04/2013)
dirumah pasien. Kemudian
dibawa oleh keluarganya ke
PKM Narmada. Di PKM
narmada pasien mengalami
kejang sebanyak 2 kali.
Keluarga pasien mengatakan
setiap kali pasien kejang
Status Generalis
Keadaan umum :
Sedang
GCS : E2V4M5
Tanda Vital
- Tekanan darah:
190/120 mmHg
- Frekuensi nadi: 98
x/menit
- Frekuensi napas: 30
x/menit
- Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata: anemis -/-, ikterus
-/-
- Jantung:S1S2 tunggal
reguler, murmur (-),
gallop (-)
- Paru: vesikuler +/+,
ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : bekas luka
G2P1A0H1 usia
kehamilan 36
minggu T/H/IU
dengan
eklampsia
• Observasi kesejahteraan ibu
dan janin
• Pasang DC (urine output 110
cc)
• Bolus MgSO4 40% 4 gram
(sudah di PKM narmada
pukul 15.00)
• Pasang infus RL, drip
MgSO4 40%6 gram 28 tpm
(sudah di PKM narmada)
• Konsul ke SPV pro SC,
advice :
• Drip oksitosin
• Kelola Eklampsia
sesuai protap
• O2 nasal kanul 3 lpm
• Observasi tanda vital,
urine output, keluhan
subjektif, dan DJJ.
25
selama ± 1 menit. Pasien
kejang pada seluruh tubuh
disertai dengan lidah tergigit
hingga keluar darah dari
mulut. Keluar busa dari mulut
(-). Setelah kejang pasien tidak
mengingat apa yang terjadi
padanya. Pasien juga
mengeluh mual dan sempat
muntah sebanyak 2 kali di
puskesmas narmada.
Pasien mengeluh sakit kepala
sejak dua hari sebelumnya.
Pandangan kabur dan nyeri ulu
hati tidak dikeluhkan oleh
pasien.
Pasien tidak mengeluhkan
keluar air dari jalan lahir,
keluar lendir campur darah
maupun perut terasa kencang.
Gerakan janin masih
operasi (-), striae
gravidarum (+)
- Ekstremitas :
edema - -
- -
akral hangat + +
+ +
Status obstetri
L1 : bokong
L2 :punggung di
sebelah kanan
L3 : kepala
L4 : 4/5
TFU : 26 cm
TBJ : 2325 gram
HIS : -
DJJ :13-14-13 (160
bpm)
VT : Ø 1 cm, effacementt
10%, amnion (+), teraba
kepala, denominator belum
jelas, ↓ HI, tidak teraba
26
dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Selama ANC pasien memiliki
riwayat tekanan darah tinggi
sejak tanggal 15/03/2013 dengan
tekanan darah 150/90 mmHg.
Riwayat DM (-). Riwayat asma
(-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah pasien memiliki riwayat
darah tinggi. Riwayat DM (-).
Riwayat asma pada keluarga (+).
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan
makanan disangkal.
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat
kehamilan sebagai berikut :
1. ♂/ cukup bulan/spontan/
bidan/ puskesmas/ 2800
gram/ 8 tahun/ hidup
2. Ini
bagian kecil janin dan tali
pusat.
Pemeriksaan
Laboratorium
HB: 14,1 g/dl
RBC: 6,41 M/dl
HCT: 41,4 %
WBC: 16,39 K/dl
PLT: 152 K/dl
HBsAg : (-)
Proteinuria: +2
GDS : 164
SGOT: 146
SGPT: 219
Kreatinin: 0,6
Ureum: 16
BT : 3’30
CT : 6’00
27
HPHT : 09-08-2012
Taksiran Persalinan: 16-05-2013
Riwayat ANC : 5 kali di
Polindes
ANC terakhir :tanggal
9/04/2013, TD : 150/90 mmHg
Riwayat USG : 2x di
Sp.OG. terkahir tanggal :
25/02/2013
Hasil : janin T/H/IU letak kepala,
BPD 26 w 6d, AC 25 w 5d,
plasenta di fundus grade II, air
ketuban cukup, jenis kelamin
laki-laki.
Riwayat KB : Suntik 3
bulan
Rencana KB : -
28
17.30 Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 180/120 mmHg
Nadi : 94 bpm
RR : 22 x/min
Temp : 36,8oC
UO : 200 cc
UC : -
DJJ : 12-13-12 (148 bpm)
Drip MgSO4 28 tpm
Mulai drip oksitosin 8 tpm
21.30 Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 170/120 mmHg
Nadi : 88 bpm
RR : 22 x/min
Temp : 36,8oC
UO : 220 cc
UC : 2 x 10~25”
DJJ : 11-12-12 (140 bpm)
Drip MgSO4 28 tpm
Drip oksitosin 40 tpm
maintenance tetesan
23.30 Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 160/110 mmHg
Drip MgSO4 28 tpm
Drip oksitosin flash pertama
habisganti flash kedua
29
Nadi : 88 bpm
RR : 22 x/min
Temp : 36,8oC
UO : 310 cc
UC : 3 x 10~25”
DJJ : 11-11-11 (132 bpm)
19/04/
2013
03.30
Os mengatakan keluar air dari
jalan lahir
Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 170/110 mmHg
Nadi : 90 bpm
RR : 22 x/min
Temp : 36,8oC
UO : 310 cc
UC : 2 x 10~20”
DJJ : 12-11-12 (140 bpm)
VT : Ø 1 cm, effacement
25%, amnion (-), teraba
kepala, denominator belum
jelas, ↓ HI, tidak teraba
bagian kecil janin dan tali
pusat.
G2P1A0H1 usia
kehamilan 36
minggu T/H/IU
dengan
eklampsia +
KPD + gagal
drip
Drip MgSO4 28 tpm
Drip oksitosin flash keduahabis
ganti RL 20 tpm
Inj.ampicilin 1 g/6 jam
Observasi suhu
Co spv, advice :
Siapkan SC pagi ini
30
07.30 Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 170/120 mmHg
Nadi : 94 bpm
RR : 22 x/min
Temp : 36,6oC
UO : 500 cc
UC : 2 x 10~20”
DJJ : 12-11-11 (136 bpm)
G2P1A0H1 usia
kehamilan 36
minggu T/H/IU
dengan
eklampsia +
KPD + gagal
drip
Drip MgSO4 28 tpm
Pasien di transfer ke ruang OK IBS
08.55 Pasien mengatakan ingin
mengedan seperti ingin BAB
Keadaan umum : sedang
GCS : E4V5M6
TD : 170/120 mmHg
Nadi : 94 bpm
RR : 22 x/min
Temp : 36,6oC
VT : Ø lengkap, effacement
100%, amnion (-), teraba
bokong, ↓ HIV, tidak teraba
bagian kecil janin dan tali
pusat.
Persalinan kala II Pimpin ibu untuk mengedan
09.10 Bayi lahir hidup, secara spontan
31
bracth perempuan dengan berat
1800 gram dan panjang badan
46 cm. AS : 3-5, anus (+),
kelainan kongenital (-), amnion
keruh.
Plasenta lahir spontan, lengkap,
perdarahan ± 250 cc.
11.00
Keadaan umum : baik
GCS : E4V2M5
TD : 180/120 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5ºC
UC : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah
umbilicus
Lochia rubra: (+)
Perdarahan aktif (-)
2 jam post
partum
Observasi tanda vital,
perdarahan, kontraksi uterus dan
urin output
20/04/
2013
07.00
Keadaan umum : baik
GCS : E4V2M5
TD : 150/100 mmHg
post partum hari
k-2
Observasi tanda vital,
perdarahan, kontraksi uterus dan
urin output
Sarankan makan, minum, dan
32
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
UC : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah
umbilicus
Lochia rubra: (+)
Perdarahan aktif (-)
Bayi di NICU
HR :168 bpm
RR : 40 bpm
T : 35,80C
mobilisasi
Drip MgSO4 28 tpmstop
Tab amoxicillin 500 mg 3x1
Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1
Tab SF 2x1
21/04/
2013
08.00
Keadaan umum : baik
GCS : E4V2M5
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
UC : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah
Post partum hari
ke-3
Observasi tanda vital,
perdarahan, kontraksi uterus dan
urin output
Sarankan makan, minum, dan
mobilisasi
Tab amoxicillin 500 mg 3x1
Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1
Tab SF 2x1
33
umbilicus
Lochia rubra: (+)
Perdarahan aktif (-)
Bayi di NICU
HR :140 bpm
RR : 34 bpm
T : 36,50C
22/04/
2013
08.00
Keadaan umum : baik
GCS : E4V2M5
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
UC : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah
umbilicus
Lochia rubra: (+)
Perdarahan aktif (-)
Bayi di NICU
Post partum hari
ke-4
Observasi tanda vital,
perdarahan, kontraksi uterus dan
urin output
Sarankan makan, minum, dan
mobilisasi
Tab amoxicillin 500 mg 3x1
Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1
Tab SF 2x1
34
HR :145 bpm
RR : 36 bpm
T : 36,50C
23/04/
2013
08.00
Keadaan umum : baik
GCS : E4V2M5
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
UC : (+) baik
TFU : 2 jari di bawah
umbilicus
Lochia rubra: (+)
Perdarahan aktif (-)
Bayi di NICU
HR :144 bpm
RR : 40 bpm
T : 36,5 0C
Post partum hari
ke-5
Observasi tanda vital,
perdarahan, kontraksi uterus dan
urin output
Sarankan makan, minum, dan
mobilisasi
Tab amoxicillin 500 mg 3x1
Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1
Tab SF 2x1
Pasien boleh pulang
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita 35 tahun dengan
G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU dengan eklampsia, selanjutnya akan dibahas:
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada
ante, intra, dan postpartum.
Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien adalah adanya keluhan kejang berulang
disertai dengan keluhan sakit kepala, mual, dan muntah sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum pasien sedang dengan tekanan darah 190/120 mmHg. Dari riwayat
ANC sebelumnya, pernah didapatkan riwayat tekanan darah tinggi yaitu pada tanggal
15/03/2013. Selama kehamilan pasien melakukan 5 kali ANC dan hasilnya didapatkan riwayat
tekanan darah tinggi. Bengkak pada kedua kaki -/-. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
proteinuria +2, SGOT 146, SGPT 219, BT 3’30, CT 6’00, kreatinin 0,6 dan ureum 16. Dilihat
dari gejala dan tanda pasien mengarah ke diagnosis eklampsia namun belum memenuhi kriteria
HELLP syndrome.
Penatalaksanaan yang dilakukan di Puskesmas Narmada sudah cukup tepat yaitu
memberikan bolus MgSO4 40% 4 gram dan drip MgSO440% 6 gr dalam RL. Namun pemberian
terapi aktif diatas menurut penulis sedikit terlambat karena pasien sempat kejang sampai dua kali
di puskesmas baru diberikan injeksi dan drip MgSO4. Tindakan yang dilakukan di RSUP NTB
sudah tepat yaitu langsung melakukan terminasi tanpa memandang usia kehamilan.
Terminasi kehamilan pada kasus ini dilakukan dengan drip oksitosin karena ketika
dilakukan pemeriksaan didapatkan janin presentasi kepala. Namun setelah diberikan oksitosin
drip 2 flash sesuai protap janin belum lahir sehingga pasien didiagnosa dengan gagal drip.
Menurut kepustakaan gagal drip oksitosin dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
Faktor resiko Determinan Odd Ratio
Paritas Nullipara
Multipara
4,6
1
Umur kehamilan 37-40 minggu
24-36 minggu
1
1,2
36
>40 minggu 1,6
Bishop score <5
>5
1
1,99
Pecah ketuban Tidak ada
<12 jam
>12 jam
1
0,95
1,84
Riwayat obstetri
buruk
Ada
Tidak
2
1
Makrosomia Ya
Tidak
2,5
1
Ketika lahir ternyata bayi dalam letak sungsang. Pada pasien ini seharusnya tidak boleh
dilakukan terminasi dengan drip oksitosin karena terdapat kontraindikasi kelainan letak janin.
Seharusnya terminasi dilakukan langsung dengan seksio sesarea, namun karena terdapat
kesalahan pada saat pemeriksaan fisik sehingga terjadi kesalahan dalam pengambilan tindakan.
Saat dilahirkan didapatkan prematur dengan berat badan bayi rendah yaitu 1800 gram
dengan apgar score 3-5. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi komplikasi terhadap janin
akibat hipertensi pada pasien ini.
37
BAB V
KESIMPULAN
1. Preeklamsia/eklamsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup
tinggi baik terhadap ibu maupun janin.
2. Diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat sangat dibutuhkan pada
penanganan kasus-kasus obstetrik sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan tidak
merugikan pasien.
3. Kualitas dan kuantitas ANC harus lebih ditingkatkan lagi di seluruh fasilitas layanan
kesehatan agar dapat menyaring pasien dengan kehamilan resiko tinggi sehingga dapat
ditangani lebih awal.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Benson, C. Ralph, Pernoll, Martin L., 2009. Buku Saku Obstetric dan Ginekologi. EGC :
Jakarta
2. Prawirohardjo, Sarwono., 2010. Ilmu Kebidananchapter 40 : hipertensi dalam kehamilan,
p 530-554. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
3. Depkes RI. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu. Accessed at : April
21st, 2013. Available on :
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2013/01/
Factsheet_Upaya-PP-AKI.pdf
4. Depkes RI. 2012. Pengumpulan Data dan Kajian Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu pada
Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan di Indonesia Tahun 2012. Accessed at :
April 21st, 2013. Available on :
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2013/01/
Factsheet_Assessment.pdf
5. Lestari, Sri. 2008. Insidensi Dan Faktor Resiko Preeklamsia-Eklamsia Dan Hubungannya
Dengan Kematian Perinatal Di Rsud Wirosaban Yogyakarta. Available on: www.fk-
umy.com
6. Cunningham FG, et al, editor. Williams Obstetry. 23rd Edition, section VII : obstetrical
complication, chapter 34 : Hypertensive Disorders in Pregnancy. 2010. Mc-Graw Hill :
USA.
7. POGI. 2010. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan. Accessed at : April 21st,
2013. Available on :
http://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_pr
otaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdf
8. Dekker GA, Sibai BM : Etiology and pathogenesis of preeclampsia: Current concepts.
Am J Obstet Gynecol 179:1359, 1998
39