LAPORAN KASUS INFEKSI

25
LAPORAN KASUS INFEKSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Oleh : INDAH TRIAYU IRIANTI 110207018 FARADILA KILKODA 110206063 Pembimbing : dr. DAHLIA, MARS BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

description

LAPORAN KASUS INFEKSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

Transcript of LAPORAN KASUS INFEKSI

Page 1: LAPORAN KASUS INFEKSI

LAPORAN KASUS INFEKSI

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

Oleh :

INDAH TRIAYU IRIANTI 110207018

FARADILA KILKODA 110206063

Pembimbing :

dr. DAHLIA, MARS

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR 2013

Page 2: LAPORAN KASUS INFEKSI

LAPORAN KASUS INFEKSI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.B

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Bangsa/suku : Indonesia / Bugis

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa UMI makassar

Alamat : Jln. Sukaria no.28 makassar

Tanggal Pemeriksaan : 1 April 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Batuk

Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, terus menerus, Pasien

juga mengeluh batuk berdahak, lendir (+) berwarna hijau, nyeri tenggorokan

(+),suara parau (+), nyeri dada ketika batuk (-), Pilek (+) sejak 4 hari yang lalu.

Pasien pernah mengalami demam sejak 2 hari yang lalu, tidak terus menerus, sakit

kepala (+) sejak 2 hari yang lalu, terasa berdenyut-denyut dan menjalar sampai ke

leher. Demam turun sewaktu meminum obat penurun panas berupa paracetamol.

Nyeri ulu hati tidak ada, sesak napas tidak ada,mual dan muntah tidak ada, nafsu

makan berkurang. Riwayat sakit yang sama sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu,

dan membaik setelah diberikan pengobatan oleh dokter. Riwayat merokok tidak ada.

Riwayat minum alkohol tidak ada.

BAB = biasa

BAK = lancar

Riwayat penyakit sebelumnya :

Riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama (-).

1

Page 3: LAPORAN KASUS INFEKSI

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat hiperkolesterol/hiperlipidemia (-)

Riwayat penyakit saluran pencernaan (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat alergi (-)

III. PEMERIKSAAN FISIS

Tanda vital :

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 37 0C

Pemeriksaan fisis

Kepala : anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)

Leher : Tidak ada kelainan

Thorax : vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Cor : SI/II reguler, murni

Abdomen : Nyeri tekan (-)

Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

IV. PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

V. DIAGNOSIS

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

2

Page 4: LAPORAN KASUS INFEKSI

VI. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :

Cefadroksil 2 x 1 500 mg

Ambroksol 3 x 1 tab

CTM

2. Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :

1. Istirahat di rumah 1-2 hari minimal 8 jam sehari

2. Makan secara teratur, mengurangi makanan yang bersantan, berbumbu

pedas,dan memperbanyak minum air putih.

3. Menjaga kebersihan rumah, cara penyediaan makanan dan pembelian

makanan dari sumber yang bersih.

4. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan olahraga secara teratur, dan

mengkonsumsi vitamin.

5. Mengontrol kesehatan secara teratur.

VII. HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar

pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan

demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan

terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat

mempengaruhi lingkungan.

Profil Keluarga :

Pasien tersebut (Tn. B) adalah seorang laki-laki yang tinggal secara kos-kosan

didaerah sukaria, Tn B tinggal sekamar dengan temannya (Tn. R/ 21 thn), Rumah

kos-kosan tersebut terdiri atas 5 kamar dan berdampingan dengan rumah ibu pemilik

kos tersebut, satu kamar di huni paling banyak 3 orang. Rumah kos-kosan tersebut

seluruhnya berpenghuni kaum laki-laki.

Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga

3

Page 5: LAPORAN KASUS INFEKSI

Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang mahasiswa. Pasien ini tinggal di

rumah kos-kosan yang terletak di Jln.Sukaria no.28. Rumah pasien dalam kondisi

baik, terawat, tertata rapi, dan kurang bersih. Rumah kos-kosan ini terdiri dari atas 5

kamar dan 2 kamar mandi. Ventilasi di rumah baik. Peralatan rumah tangga cukup

lengkap, dan terdapat beberapa kendaraan bermotor yang terparkir di halaman rumah.

1. Pola Konsumsi Makanan

Pola konsumsi makanan pasien tersebut kurang teratur dan kebutuhan asupan

gizi yang kurang. Pasien mengaku bahwa mereka pada umumnya hampir selalu

mengkonsumsi makanan instant seperti indomie, yang dimana makanan instant

ini kurang ditunjang oleh zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein.

2. Psikologi Dalam Hubungan Antar Sesama

Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama temannya, baik yang tinggal

didalam rumah maupun yang tidak. Dengan teman-temannya terjalin komunikasi

yang baik dan cukup lancar.

3. Kebiasaan

Pasien jarang berolahraga secara teratur, pasien banyak disibukkan oleh kegiatan

ekstrakurikuler dikampusnya yang membuat pasien selalu pulang larut malam.

4. Lingkungan

Lingkungan pemukiman disekitar rumah pasien kurang bersih dan tampak

pemukiman warga sekitarnya agak berdekatan. Tempat sampah disediakan

disetiap lorong rumah. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat

tinggal baik.

4

Page 6: LAPORAN KASUS INFEKSI

Gambar 1. Lorong rumah pasien

Gambar 2. Lokasi kamar pasien tampak samping

5

Page 7: LAPORAN KASUS INFEKSI

Gambar 3. Ruang Tamu

Gambar 4. Kamar Tidur

Gambar 5. Dapur

Gambar 6. Kamar Mandi

6

Page 8: LAPORAN KASUS INFEKSI

DISKUSI

Tn.B adalah seorang penderita ISPA. Hal ini diketahui setelah pasien

memeriksakan dirinya ke Poliklinik Ibnu Sina. Tn.B datang dengan keluhan batuk

yang dialami sejak 4 hari yang lalu. Ada lendir yang berwarna hijau. Pasien juga

merasakan nyeri tenggorokan, suara parau, dan Pilek yang dirasakan sejak 4 hari

yang lalu. Pasien pernah mengalami demam sejak 2 hari yang lalu, tidak terus

menerus, juga pasien merasakan sakit kepala sejak 2 hari yang lalu, terasa berdenyut-

denyut dan menjalar sampai ke leher. Demam turun sewaktu meminum obat penurun

panas berupa paracetamol, nafsu makan berkurang. Riwayat sakit yang sama

sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu, dan membaik setelah diberikan pengobatan

oleh dokter.

Saat ini Tn.B tidak menderita demam, tetapi 2 hari yang lalu dia menderita

demam namun tidak terus menerus dan menurun setelah diberikan obat penurun

panas berupa paracetamol. Kecurigaan bahwa Tn. B menderita ISPA berawal dari

keluhan – keluhan yang dialami oleh Tn.B yang relevan dengan gejala – gejala

timbulnya ISPA, yakni berupa demam, batuk, nyeri tenggorokan serta pilek.

ISPA dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus namun demikan

pathogen tersering yang menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus

bakteri. Keluhan Tn.B berupa batuk produktif dengan sputum yang berwarna hijau

dapat kita jumpai pada beberapa pasien ISPA namun hal ini tidak dapat membedakan

secara spesifik penyebab ISPA tersebut bakteri atau virus. Untuk mengetahui lebih

jelas penyebab dari ISPA perlu di lakukan pemeriksaan sputum.

Tn.B adalah seorang mahasiswa jurusan hukum UMI. Karena tidak mempunyai

keluarga di Makassar, Tn.B tinggal di sebuah kost Di jalan sukaria. Layaknya anak

kost pada umunya, pola makan Tn.B tidaklah teratur apalagi ditambah dengan

kesibukannya sebagai mahasiswa yang disertai banyaknya kegiatan ekstrakurikuler

yang dia ikuti. Makanan yang dikonsumsi hamper selalu adalah makanan instant

seperti indomie, yang kurang memenuhi kebutuhan gizi. Di kost Tn.B terdapat 1 buah

7

Page 9: LAPORAN KASUS INFEKSI

jendela di dalam kamar yang membuat kamar tersebut sedikit terang oleh penerangan

dengan sinar matahari. Lingkungan tempat tinggal Tn.B tidak dapat dikatakan bersih

Seperti mahasiswa yang sibuk pada umumnya Tn.B sangat jarang membersihkan

kamarnya dan sangat jarang membuka jendela kamarnya sehingga sirkulasi udara

dalam kamar tidak berjalan dengan baik. Bagian luar kamar tersebut (lorong kamar)

cukup berdebu. Dari uraian yang singkat ini dapat kita ketahui bahwa status gizi,

kekebalan tubuh serta kondisi lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor resiko

Tn.B menderita ISPA.

Obat yang diminum oleh Tn.B adalah cefadroksil, ambroksol dan CTM. Karena

belum adanya pemeriksaan kultur yang dilakukan maka antibiotik yang diberikan

adalah antibiotik spectrum luas. Tn.B diberikan cefadroksil yang termasuk golongan

sefalosporin generasi pertama. Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan

spektrum antimikroba yang terutama aktif terhadap kuman gram positif. Streptococus

pneumonia yang termasuk kuman gram positif, di banyak negara merupakan

penyebab paling umum terjadinya ISPA. Sedangkan di Indonesia dalam kepustakaan

Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia tahun

2003 disebutkan bahwa laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di

Indonesia didapatkan hasil pemeriksaan bahwa Klebsiella pneumonia menempati

urutan pertama penyebab disusul oleh Streptococcus pneumonia.

Dari penelitian dr. Pratiwi Sudarmono PhD di Departemen Mikrobiologi Klinik

FKUI, didapatkan Klebsiella pneumoniae memiliki sensitivitas 95% terhadap

imipenem dan meropenem, 80% terhadap sefepim, 85% terhadap amikasin, dan 60-

70% terhadap kuinolon. Streptococcus pneumoniae 100% resisten terhadap penisilin,

sefotaksim dan seftriakson; 100% sensitif terhadap sulbenisilin, sefepim, sefuroksim,

gentamisin, ofloksasin, dan levofloksasin; sedangkan untuk antibiotik lainnya

sensitivitasnya berkisar antara 80-95%. 

Penelitian serupa juga dilakukan dr. Dewi Lesthiowaty di Rumah Sakit

Persahabatan Jakarta. Dalam presentasi posternya yang berjudul "Pola Sensitivitas

Mikroorganisme Aerob terhadap Beberapa Antibiotika di Rumah Sakit Persahabatan

8

Page 10: LAPORAN KASUS INFEKSI

Tahun 2005" pada acara yang sama, beliau mengungkapkan bahwa Klebsiella

pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2% terhadap

imipenem, 92,5% terhadap amikasin, 88,7% terhadap gentamisin, 81,6% terhadap

kloramfenikol, dan 80,0% terhadap siprofloksasin, akan tetapi untuk ampisilin hanya

2%. Streptococcus pneumoniae memiliki sensitivitas 100% terhadap seftriakson dan

linezolil, 85,7% terhadap sefotaksim dan 81,8% terhadap kloramfenikol.

Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang diduga sama cara

kerja dan penggunaannya. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat

mnegencerkan secret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang

polisakarida dan mukoprotein dari sputum.

CTM (Chlorpheniramine Maleatalkilamin) yang merupakan salah satu dari

alkilamin yang merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).

Antihistamin dapat menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan

menurunkan produksi mucus. Efek samping yang paling sering ditimbulkan adalah

efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien

yang memerlukan banyak istirahat. Antihistamin juga dapat menurunkan sekresi

mucus.

Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saran-

saran kepada Tn.B, misalnya menjaga pola hidup sehat, makan yang bergizi dan

teratur dan istirahat yang cukup.

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

DEFINISI

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan

atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit

yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor

lingkungan, dan faktor pejamu.1

9

Page 11: LAPORAN KASUS INFEKSI

INSIDEN

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di

dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya

disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi

pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan

pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu

penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama

pada bagian perawatan anak.1

Populasi yang memiliki risiko tertinggi kematian akibat penyakit pernapasan

adalah pada usia muda dan usia lanjut, serta orang dengan penurunan kekebalan

tubuh. Sementara infeksi saluran pernapasan atas sering terjadi namun tidak

berbahaya, infeksi saluran pernapasan bawah lebih sering menyebabkan kematian.

Insiden dari infeksi saluran pernapasan akut pada anak-anak di bawah 5 tahun

diperkirakan 29 % dan 5 % kejadian pada anak-anak di negara berkembang dan

industry. Kebanyakan kasus terjadi di India (43 juta kasus), Cina (21 juta kasus),

Pakistan (10 juta kasus), Bangladesh, Indonesia dan Nigeria (masing-masing 56

kasus). 21 % dari seluruh kematian pada anak-anak di bawah lima tahun disebabkan

oleh pneumonia, yang diperkirakan dari setiap 1000 kelahiran hidup, 12-20 akan

meninggal sebelum umur lima tahun.2

Menurut Departemen kesehartan Republik Indonesia pada akhit tahun 2000,

diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran

pernapasan akut di Indonesia mencapoai 6 kasus di antara 1000 bayi dan balita.

ETIOLOGI

Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan

Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum

pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. laporan

5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya,

Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut Klebsiella

10

Page 12: LAPORAN KASUS INFEKSI

pneumoniae 45,18 %,Streptococcus pneumoniae 14,04 %, Streptococcus

viridans 9,21 %, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas aeruginosa 8,56

%, Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseudomonas

spp 0,9 %.Laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,

Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai

berikut Klebsiella pneumoniae 45,18 %,Streptococcus pneumoniae 14,04

%, Streptococcus viridans 9,21 %, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas

aeruginosa 8,56 %, Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %,

dan Pseudomonas spp 0,9 % .Namun demikian, patogen yang paling sering

menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Respiratory

Synctial Virus (RSV) merupakan penyebab penyakit yang serius pada anak-anak.

Selain pada anak-anak, RSV juga memiliki peranan penting penyebab penyakit pada

orang tua dan orang dewasa. Hampir semua infeksi RSV simptomatik dan cenderung

menyebabkan morbiditas dan mortalitas serta penggunaan pelayanan kesehatan. 2,4

FAKTOR RESIKO

Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan

dampak penyakit berkaitan dengan:

kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga),

kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);

ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan

infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);

faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu

menularkan infeksi,

status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang

disebabkan oleh

11

Page 13: LAPORAN KASUS INFEKSI

patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen, seperti cara

penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan

jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).1

Faktor pejamu yang spesifik juga mempengaruhi risiko infeksi dengan mikroba

spesifik. Misalnya perokok dan penderita PPOK lebih memiliki risiko tinggi

terinfeksi oleh S.pneumoniae, H.influenzae, Moraxella catarrhalis, dan

Legionella.5

KLASIFIKASI ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

• Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada

kedalam (chest indrawing).

• Pneumonia, terbagi dua yaitu community acquired pneumonia (pneumonia

komunitas) dan hospital acquired pneumonia (pneumonia nosokomial)

• Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam. Rinofaringitis, faringitis dan

tonsilitis tergolong bukan pneumonia.6

GEJALA KLINIK

Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza

(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Infeksi saluran pernapasan akut

dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Gejala klinik yang membedakan apakah

penyebab dari ISPA adalah virus atau bakteri sulit dibedakan.6,7

PENGOBATAN

• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigendan sebagainya.

12

Page 14: LAPORAN KASUS INFEKSI

Pneumonia: diberi obat sesuai dengan organism penyebab.

Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic, terapinya berupa terapi

simptomatik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat

batuk yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun

panas yaitu parasetamol. Uji klinik dari manfaat Zinc, Vitamin C, dan terapi

alternative lain tidak mempunyai manfaat yang konsisten untuk terapi.6,7

Pemberian antibiotic yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernapasan akut

dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dari resistensi antibiotic. Lebih

dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotic untuk ISPA tiadk perlu

karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan

antibiotic. Mengetahui apakah ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri

atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yang akan

diberikan nantinya.8

Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotic yang dapat diberikan adalah

antibiotic spectrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kltur

sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta

dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit

pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Ketentuan untuk memberikan

makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah Asia perlu penelitian

lebih lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia komuniatas yang

diberikan makrolod dan tidak diberika makrolid tidak didapta perbedaan manfaat

yang bermakna.Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis dan kepekaan patogen

penyebab pneumonia komunitas.10

PENCEGAHAN

Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA

meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian

13

Page 15: LAPORAN KASUS INFEKSI

infeksi rutin untuk semua pasien , tindakan pencegahan tambahan pada pasien

tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana

pencegahan dan pengendalian infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk

mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan

umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:1

Reduksi dan Eliminasi

Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas

pelayanan kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus

dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi

kebersihan pernapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak

infeksius.

Pengendalian administrative

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang

diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi

pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang

berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat

menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai ,

persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem

klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga

harus melakukan perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang

memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan staf

(misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan umum petugas

kesehatan.

14

Page 16: LAPORAN KASUS INFEKSI

Pengendalian lingkungan dan teknis

Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol

pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan

permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi.

Contoh pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah

ventilasi lingkungan yang memadai (≥ 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar

pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi

permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian

lingkungan yang penting.

Alat Pelindung Diri (APD)

Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan

pajanan terhadap risiko biologis. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi

petugas kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas

pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam

situasi tertentu yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar.

Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara

khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya,

kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai

dan teratur, pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan

yang lebihpenting, perilaku manusianya.

Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis

pengendalian tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan

kerja institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 17: LAPORAN KASUS INFEKSI

1) WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.2007.

2) WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online]. 2009. [cited 2013 maret 26]. Available from: www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html

3) Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online]. 2008. [cited 2013 maret 26]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id

4) Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and High Risk Adults. 2005. [cited 2013 maret 26]. Availabele from : www.nejm.org.

5) Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA : Elsevier Inc. 2008.

6) Rasmaliah. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. 2004. [cited 2013 maret 26].Available from : http://library.usu.ac.id/

7) Rubin, Michael A, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. USA : McGraw Hill. 2005.

8) Deasy,JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ; When Are Antibiotics Indicated?[serial online]. 2009. [cited 2013 maret 26] Available from: www.jaapa.com.

9) McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis & Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.

10) Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

16