laporan kasus hiperbilirubinemiaa

51
BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah Kernikterus telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan pewarnaan kuning pada basal ganglia neonatus yang meninggal akibat hiperbilirubinemia berat. Sejak tahun 1950 hingga 1970, terjadi peningkatan insiden penyakit Rhesus hemolitik dan kernikterus sehingga pediatrisian menjadi lebih agresif dalam penatalaksanaan ikterus. Meskipun demikian, beberapa faktor telah merubah manajemen penatalaksanaan ikterus. Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin >5 mg/dL dan secara klinis tampak pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% neonatus cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan 1

description

ilmu anak

Transcript of laporan kasus hiperbilirubinemiaa

BAB IPENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah Kernikterus telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan pewarnaan kuning pada basal ganglia neonatus yang meninggal akibat hiperbilirubinemia berat. Sejak tahun 1950 hingga 1970, terjadi peningkatan insiden penyakit Rhesus hemolitik dan kernikterus sehingga pediatrisian menjadi lebih agresif dalam penatalaksanaan ikterus. Meskipun demikian, beberapa faktor telah merubah manajemen penatalaksanaan ikterus.Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin >5 mg/dL dan secara klinis tampak pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% neonatus cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan keadaan ini. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada neonatus kurang bulan (Abdulrahman, 2008).

Pada kebanyakan neonatus baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa neonatus, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan menyebabkan kematian dan bila neonatus tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele nerologis. Dengan demikian, setiap neonatus yang mengalami kuning harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat (Abdulrahman, 2008).

Tujuan utama dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia adalah untukmengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung dari hiperbilirubinemia pada neonates (Sukadi, 2002).BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total >5 mg/dL (86 mol/L). Hiperbilirubinemia tampak sebagai ikterus, yaitu warna kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan karena deposisi produk akhir katabolisme heme. Hiperbilirubinemia merupakan kejadian yang sering dijumpai pada minggu-minggu pertama setelah lahir (Abdulrahma, 2008).

EPIDEMIOLOGI

Hiperbilirubinemia terjadi pada hampir setiap bayi baru lahir yang mengalami tingkat serum bilirubin tak terkonjugasi lebih dari 30 mmol /L (1,8 mg/dl) selama minggu pertama kehidupan. Insidens hiperbilirubinemia di Indonesia pada bayi baru lahir di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%. Insidensi ikterus non fisiologis di RSU Dr Soetomo Surabaya 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2007). ( Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3, Oktober 2008)

KLASIFIKASIIkterus fisiologis adalah ikterus yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir di minggu pertama kehidupannya, transiet, murni disebabkan oleh peningkatan bilirubin tak terkonyugasi akibat proses fisiologis pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena penurunan level glukoronil transferase, tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), belum matangnya fungsi hepar. Jika ikterus fisiologis, maka harus:

1. Tidak muncul pada hari pertama

2. Total bilirubin serum yang naik harus < 5 mg/dL dengan puncak < 12,9 mg/dL pada hari ke 3 4 untuk bayi aterm dan < 15 mg/dL pada hari ke 5 7 untuk bayi prematur

3. Bilirubin terkonjugasi harus < 2 mg/dL

4. Ikterus tidak menetap > 1 minggu pada bayi aterm dan > 2 minggu bagi bayi prematur

Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan sebagai berikut :

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan

ETIOLOGI

1. Peningkatanproduksibilirubin melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya :

Hemolisis yang meningkat misalnya inkompabilitas darah fetomaternal (Rh dan ABO)

Peningkatan jumlah hemoglobin polistemia (twin to twin sindrom).

Defisiensi enzim kongenital (G6PD,piruvat kinase)2.Gangguan konjugasi dan transportasi Defisiensi albumin malnutrisi, obat-obatan(aspirin, sulfadiazin), hipoksia menggangu ikatan protein. Defisiensi UDPGt Criggler-Najjar Syndrome Hipotiroidisme, imaturitas hepar, hipoglikemia. Defisiensi ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) anoksia/hipoksia.3. Gangguan ekskresi Obstruksi pada hepar. Misalnya, hepatitis, toksoplasmosis dan sifilis yang menghasilkan toksin yang langsung menyerang hati,anomali kongenital. Obstruksi pada saluran empedu. Misalnya, batu saluran empedu. Peningkatan siklusenterohepatik Penurunan asupan enteral, stenosis pilorik, ileus mekonium,atresia/stenosis usus, Hirschprung DiseasePenyebab Spesifik Hiperbilirubinemia

1. Ikterus Akibat ASI.

Ikterus akibat ASI merupakan bilirubin yang tidak terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14). Keadaan bayi baik, dan kadar bilirubin rata-rata 12-20 mg/dL. Dapat dibedakan dari penyebab yang lain dengan reduksi kadar bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula 1-2 hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selama minggu pertama kehidupan Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi, berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa hari kehidupan. Pengobatannya bukan dengan menghentikan pemberian ASI, melainkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian

2. Inkompatibilitas ABO.

Merupakan hiperbilirubinemia indirek akibat destruksi eritrosit neonatus oleh IgG maternal yang masuk melalui plasenta ke sirkulasi fetus, pada keadaan ini, ada perbedaan golongan darah ibu dan bayi (Ibu O, bayi A atau B). Bayi mungkin menderita anemia dengan atau tanpa ikterus, atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Karena IgG yang bersirkulasi bervariasi, makan sulit untuk menentukan derajat beratnya proses dari kehamilan satu ke kehamilan lain. Pedoman untuk fototerapi bayi aterm adalah pada hari ke-1 kadar bilirubin >10 mg/dL, hari ke-2 >13 mg/dL, dan selanjutnya >15 mg/dL. transfusi tukar harus dipertimbangkan pada kadar 20 mg/dL.

3. Eritroblastosis.

Eritroblastosis disebabkan oleh isoimunisasi dari antigen Rh (D, C, E, d, c, atau e), kell, Duffy, Lutheran, atau Kidd. Paling sering adalah melibatkan antigen D. Darah fetus mungkin memasuki sirkulasi maternal pada kejadian inisial . Keadaan bertambah buruk pada kehamilan berikutnya. Yang terkena lebih berat akan menderita hidrops (efusi pleura dan asites) akibat kegagalan (output) yang tinggi intrauterus dari anemia dan hiperproteinemia. Kasus yang lebih ringan dicirikan sebagai hepatosplenomegali, anemia, dan ikterus.

4. Hemorrhagia Ekstravaskuler.

Perdarahan diluar vaskuler dalam tubuh, misalnya sefalhematom, memar, dan lainnya, dapat menimbulkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi akibat beban bilirubin ekstra untuk hati. Puncak ikterus cenderung terjadi pada hari ke-3 dan 4 sesudah lahir.

PATOFISIOLOGI

Metabolisme bilirubin

Bilirubin diproduksi dari degradasi hemoglobin. Hemoglobin didegradasikan oleh heme oxygenase, menghasilkan pelepasan besi dan pembentukan Carbon Monoksida dan biliverdin. Biliverdin kemudian dikonversikan menjadi bilirubin oleh bilirubin reduktase. Bilirubin yang terbentuk ini bersama albumin diangkut ke hepar. Bilirubin ini disebut bilirubin indirek yang mempunyai sifat larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dapat melalui plasenta. Dalam bentuk bilirubin indirek ini, bilirubin sulit untuk diekskresikan ( karena sifatnya yag larut lemak ) dan bisa dengan mudah melewati sistem saraf pusat, toksik bagi saraf sehingga bisa terjadi kernikterus.5

Pada saat komplek bilirubin mencapai membrane plasma hepatosit albumin terikat pada reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel membrane yang berikatan dengan ligandin (protein Y) mungkin juga dengan protein ikatan sistolik lainnya. Bilirubin indirek dikonjugasikan oleh Uridine Diphophate Glucuronosyltransferase ( UDPGT ) dalam bentuk bilirubin direk. Bilirubin direk tidak larut dalam lemak tetapi larut dalam air, non toxic dan tidak dapat melewati sawar darah otak. Kemudian dikeluarkan dari hepar melalui kanalikuli empedu ke dalam traktus digestivus kemudian keluar bersama dengan feses atau direabsorpsi kembali. Akan tetapi, bilirubin direk tidak dapat langsung direabsorpsi kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk indirek oleh enzim b glukoronidase yang terdapat dalam usus. Reabsorpsi bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonyugasi kembali disebut sirkulasi entero hepatic.5,6

Keterangan gambar :

Heme dilepaskan dari hemoglobin sel darah merah atau dari hemoproteins lainnya yang terdegradasi oleh proses enzimatik yang melibatkan heme oxygenase, yang membutuhkan NADPH dan oksigen, dan mengakibatkan pelepasan besi dan pembentukan karbon monoksida dan biliverdin. Metalloporphyrins, analog sintetis heme, secara kompetitif dapat menghambat heme oxygenase aktivitas (ditunjukkan oleh X). Biliverdin yang kemudian dirubah menjadi bilirubin oleh reduktase biliverdin enzim. Karbon monoksida dapat mengaktifkan guanylyl cyclase (GC) dan mengarah pada pembentukan guanosin monofosfat siklik (cGMP). Bilirubin yang terbentuk diambil oleh hati dan terkonjugasi dengan glucuronides untuk membentuk bilirubin monoglucuronide atau diglucuronide (BMG dan BDG, masing-masing), dalam reaksi dikatalisis oleh uridin difosfat dan monofosfat glucuronosyltransferase. Para glucuronides bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam lumen usus tetapi dapat deconjugated oleh bakteri sehingga bilirubin yang diserap ke dalam sirkulasi, seperti yang ditunjukkan.

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produkis bilirubin berasal dari katabolisme heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 minggu/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek ( 70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat, dan reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkuasi enterohepatik).7

DIAGNOSISBerbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko. Tampilan ikterus dapat diperiksa di ruangan yang pencahayaannya cukup, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada bayi tidak terlihat jika kadarnya kurang dari 4 mg/dL Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi. Pada hari kedua, tekan pada lengan atau tungkai, dan pada hari ketiga dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.

Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.

Faktor risiko mayor

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko tinggi

Ikterus yang muncul pada 24 jam pertama kehidupan

Inkompatibilitas ABO atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD)

Umur kehamilan 35-36 minggu

Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

Sefalhematom atau memar yang bermakna

ASI eksklusif dan kehilangan berat badan yang berlebihan

Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total berada di daerah risiko sedang

Umur kehamilan 37-38 minggu

Sebelum pulang, bayi tampak kuning

Riwayat anak sebelumnya kuning

Bayi makrosomia dengan ibu DM

Umur ibu 25 tahun

Laki-laki

Faktor risiko kurang

Kadar bilirubin serum total yang berada pada daerah risiko rendah

Umur kehamilan 41 minggu

Bayi mendapat susu formula penuh

Kulit hitam

Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Untuk pemeriksaan penunjang, dibutuhkan penghitungan darah rutin, kadar bilirubin total (direk dan indirek), preparat apusan darah, kadar G6PD, golongan darh ibu dan bayi (ABO dan rhesus-nya), serta uji coombs.

MANAJEMEN

Pengelolaan Bayi Ikterus yang Mendapat ASI

Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI

1. Observasi semua feses bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam.

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat, lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang jarang walaupun total ASI yang diberikan adalah sama.

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula pengganti

4. Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui.

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg.dL, tingkatkan pemberian minuman, rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP.

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL, atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning

Fototerapi

Sebagai patokan, gunakan kadar bilirubin total.

Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3 gr/dL.

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan utuk melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.

Diperbolehkan melakukan fototerapi dirumah dengan bayi yang kadar bilirubinnya 2-3 mg/dL dibawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko, sebaiknya fototerapi tidak dilakukan di rumah.

Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 W/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).

Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia . Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.

Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan terjadi proses hemolisis.

Kebutuhan Cairan Neonatus

Jenis cairan yang digunakan untuk hari pertama adalah Dekstrosa 10%, hari ke-2 adalah dekstrosa 10% ditambah 1/5 NS. Jika bayi belum bisa minum, maka dapat ditambahkan KCl dalam 5 cc cairan. Jika bayi diberi fototerapi, maka jumlah cairan per hari ditambahkan 10- 30%.

Prognosis

Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya baik

Transfusi Tukar

Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar . Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitif dengan RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit. Kebanyakan transfusi yang dilakukan adalah transfusi volume ganda (double volume exchange), artinya dua kali volume darah bayi (85 mL/KgBB pada BCB, dan 90 mL/KgBB pada BKB, lalu jumlah ini dikalikan dengan dua) yang diambil dan diganti selama 50-70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi tukar dilakukan perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan intravaskuler mencapai keseimbangan.

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keadaan tanpa patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi

Direkomendasikan transfuse tukar segera bila bayi menunjukkan gejala ensefalopati akut (hipertoni, kaki melengkung, retrocollis, opistotonus, high pitched cry , demam) atau bila kadar bilirubin total 5 mg/dL di atas garis patokan.

Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis.

Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total/albumin.

Sebagai patokan adalah bilirubin total.

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu (risiko sedang) transfuse tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya.

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:

1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL

2. Kadar bilirubin meningkat >6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar

3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan peningkatan bilirubin 0,5mg/dL/jam.

4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia.

5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi).

6. Kadar bilirubin total >25mg/dL.

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

Emboli dan trombosis

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

Peralatan Transfusi Tukar

1. Radiant warmer

2 Peralatan dan obat obat resusitasi

3. Alat monitor lengkap ( denyut jantung, frekuensi nafas, suhu, pulse

oxymetry dan tekanan darah )

4 Peralatan untuk pemasangan arteri dan vena umbilikal

5. Orogastric tuve, dipasang ke bayi

6 Spoit 10 atau 20 cc

7 Kalsium glukonas

8 NaCl : Heparin 1 UI/cc

9. Tempat pembuangan darah ( bisa dibuat dari botol infus )

yang telah dihubungkan dengan set-infus makro

Asisten

Diperlukan asisten steril untuk membantu prosedur transfusi, serta asisten non-steril untuk mengawasi bayi dan mencatat volumen transfusi tukar.

Darah Yang Digunakan

Tipe Darah

1. Inkompabilitas Rh. Gunakan darah tipe o-Rh negatif, dengan titer anti A dan anti B rendah. Harus di-cross-matced dulu dengan darah ibu. Pada bayi inkompabilitas Rhesus berat ( seperti hydrops fetalis ), darah harus tersedia sebelum kelahiran.

2. Inkompabilitas ABO. Gunakan darah tipe O-Rh sesuai dengan ibu dan bayi atau Rh negatif, dengan titer anti-A dan anti-B rendah. Darah harus di cross-matched dengan darah ibu & bayi.

3. Inkompabilitas golongan darah minor ( seperti anti-kell, anti-Duffy ). Gunakan golongan darah yang sesuai dan darah harus di cross-matced dengan darah ibu.

4. Hiperbilirubinemia karena sebab lain, sepsis, gangguan metabolik ataupun hemolisis lain yang tidak disebabkan oleh kelainan isoimunitas, gunakan golongan darah yang sesuai dan darah harus di cross-matched dengan darah bayi.

Kesegaran dan penyimpanan darah

1. Dianjurkan untuk menggunakan darah segar ( kurang dari 72 jam ) yang diawetkan dengan sitrat ( citrate phosphate dextrose / CPD ). Dua hal ini akan memastikan pH darah > 7,0.

2. Hematokrit yang dikehendaki untuk bayi adalah 50 70%. Ini bisa dimintakan ke bank darah. Selama prosedur, darah harus digoyang pelan secara periodik, untuk menjaga supaya hematokrit tetap konstan.

3. Kadar kalium darah donor harus diperiksa jika bayi asfiksia, sedang syok atau ada gangguan ginjal. Jika kadar kalium > 7 mEq/L, ganti darah dengan yang lebih baru atau gunakan washed eritrosit. Jumlah Darah yang dibutuhkan :

1. Double volume. Darah yang ditransfusi tukar sebanyak 2 kali lipat volume darah bayi. Bayi cukup bulan mempunyai volumen darah 80 ml/kgBB, sedangakan bayi prematur 95 ml.kgBB. jumlah ini dikali 2, menjadi jumlah darah yang harus ditransfusi tukar.

2. Transfusi tukar parsial. Pada polisitemia, dilakukan transfusi tukar dengan NaCl 0,9% atau plasma, sedangkan pada anemia digunakan PRC.

Teknik tarnsfusi tukar

1. Simple doubl volumen ( push pull method ), untuk keluar masuk darah hanya diperlukan satu jalur transfusi ( biasanya dari vena besar, seperti vena umbilikal ). Teknik ini digunakan untuk hiperbilirubinemia tanpa komplikasi ( seperti anemia, sepsis dll ). Waktu rata rata perkali untuk keluar masuk kira kira 3 5 menit, sehingga total transfusi akan berlangsung selama 90 120 menit.

2. Isovolumetric doubl volumen. Pada teknik ini, dilakukan pemasangan 2 jalur, bisa arteri vena ( pada umbilikal ataupun perifer ) ataupun vena dan vena, dibutuhkan 2 operator untyk memamsukkan dan mengeluarkan darah. Jika dipakai jalur arteri dan vena, darah dimasukkan dari vena serat dikeluarkan dari arteri. Keuntungan dari metode ini adalah proses masuk dan keluar darah bisa dilakukan pada waktu bersamaan sehingga gangguan hemodinamik minimal, disamping itu waktu pelaksanaan transfusi tukar juga lebih singkat ( 45- 60 menit ). Waktu pelaksanaan bisa diperpanjang sampai 4 jam untuk memungkinkan ekilibrasi bilirubin di darah dan jaringan, hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin yang bisa dihilangkan. Pada kasus hydrops fetalis berat, teknik ini merupakan pilihan, karena fluktuasi volumen minimal, sehingga gangguan miokardium juga minimal.

3. Transfusi tukar parsial. Dilakukan dengan plasma atau PRC, sesuai indikasi ( polisitemia atau anemia berat )

Pelaksanaan

1 Jelaskan tentang prosedur dan minta informed consent kepada orangtua.

2 Puasakan bayi selama 3 -4 jam sebelum transfusi tukar dimulai. Pasang OGT untuk mengosongkan lambung dan alirkan ( buka tutupnya ) selama prosedur. Tindakan ini berguna untuk dekompresi, mencegah regurgitasi srta aspirasi cairan lambung.

3 Tidurkan bayi terlentang dan tahan posisinya dengan baik ( tahan dengan erat, tetapi tidak ketat, dengan bantuan bantal pasir ataupun plester ke tempat tidur ) Jangan lupa memasang urine collector.

4 Lakukan prosedur seperti untuk tindakan mayor ( lihat prosedur pemasangan kateter umbilikal ), kemudian pasang kateter vena umbilkal untuk teknik push and pull, serta arteri dan vena umbilikal untuk teknik isovolumetrik.

5 Siapkan unit darah. Pastikan bahwa darah tersebut memamg benar untuk pasien, golongan dararh cocok. Kalau masih dingin, hangatkan ke suhu tubuh ( tidak lebih dari 37 C ), jangan terlalu panas karena bisa menyebabkan hemolisis.

6 Selanjutnya pasang darah ke set infus, pastikan threeway stopcock berada pada posisi yang tepat sebelum memulai prosedur.

7 Mulailah prosdur transfusi tukar dengan perlaha, volumen keluar masuk darah disesuaikan dengan berat badan bayi, rata rata 5 ml.kgBB. Volume perkali ( aliquots ), minimal 5 cc dan maksimal 20 cc.

8 Selama prosedur berlangsung, operator harus berbicara dengan jelas tentang volumen darah keluar masuk ( misalnya : sepuluh keluar ), sehingga asisten bisa mendengar dan mencatat dengan baik.

Komplikasi

1 Infeksi dari prosedur ataupun dari darah yang ditransfusikan, seperti bakterimia

2 Komplikasi vaskuler, seperti bekuan atau emboli, spasme arteri, trombosis bahkan infark organ mayor.

3 Gangguan faktor pembekuan ( koagulopati ), disebabkan oleh trombositopeni atau menurunnya kadar faktor pembekuan.

4 Gangguan elekrolit, seperti hiperkalemia, hipernatremia, dan hipokalsemia

5 Asidosis metabolik, bisa muncul sekunder karena darah sudah tidak segar

6 Alkolosis metabolik, karena terlambatnya pembersihan sitrat dari hati

7 Enterokolitis nekrotikans . Vana umbilikal harus secepatnya dilepas, kecuali masih diperlukan. Untuk memastikan tidak adanya ileus pasca transfusi tukar, dilanjutkan untuk menunda minum sampai 24 jam setelah prosedur.

8 Gangguan kardiovaskuler, seperti arritmia atau arrest. Graft versus host disease.

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Penderita

Nama

: By. Ny. Zurika Krismad

Umur

: 0 hari

Jenis kelamin: Laki-laki

Nama Ayah: Tn.Subiantoro

Umur

: 20 thn

Pendidikan: SMP

Pekerjaan: Karyawan Bakery

Nama Ibu: Ny.Zurika Krismad

Umur

: 19 thn

Pendidikan: SMP

Pekerjaan: Ibu Rumah tangga

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Sidowareg - Ngoro - Jombang Register: 23-77-78Anamnesis

- Riwayat kehamilan ibu

Hamil pertama GIP0000

Selama kehamilan BB naik sekitar 10 kg

Tinggi badan 157cm

Riwayat keracunan kehamilan (Preeklamsia) Tekanan darah tinggi (TD : 160/110) sejak usia kehamilan 8 bulan sebelumnya tekanan darah stabil

Proteinuri (+3)

Aktivitas selama kehamilan tidak melakukan pekerjaan yang berat, hanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak menyapu dan mencuci. Selama kehamilan,trimester I sebanyak 1x kontrol bidan , trimester II 1x kontrol kebidan dan pada trimester III kontrol 2x di bidan

- Riwayat persalinan

Ibu melahirkan di PONEK RSUD Jombang

Usia kehamilan 39 40 minggu Bayi lahir pada tgl 21 Oktober 2014 pukul 08.10 WIB Bayi lahir spontan per vaginam bayi lahir langsung nangis Ketuban jernih

Letak bayi (presentasi) : kepala.Pemeriksaan Fisik

KU

: bayi menangis, nafas spontan, dan teratur.

HR

: 140x

RR

: 40x

Suhu

: 36,8 C

CRT

: < 2 detik

Antropometri:

BBL

: 2320 gram Panjang Badan: 50 cm

Lingkar kepala: 35 cm

Lingkar abdomen : 28 cm

Sistem Neurologis KU

: Tangis kuat, gerak aktif, tidak sesak Menangis

: Spontan, kuat Aktivitas

: Bangun/sadar Pergerakan

: Spontan Tonus

: Normal Kejang

: (-) Refleks

: moro (+), rooting (+), sucking (+), telan (+), palmar dan plantar grasp (+)Kepala dan Leher

Tidak ada cephal hematoma, tidak ada Caput succadenum Fontanel : Datar Sutura : Terpisah Mata: Pupil bulat isokor, diameter 2

mm, anemis (-), ikterus (+) Telinga: Normal Hidung: Pernafasan cuping hidung (-) Mulut: NormalSistemPernafasan WarnaKulit

:tubuh kemerahan,ekstremitas biru Kecepatan nafas: 40x/menit, reguler Pernafasan

: grunting (-), pergerakan simetris, retraksi(-) SuaraNafas

: vesikuler, tidak ada ronchi maupun wheezing

Down score :

Frekuensi nafas : 40x

Sianosis

: tidak sianosis

Retraksi /PCH: tidak ada retraksi

Air entry

: udara masuk

Merintih

: tidak merintih

Total

: 0

Sistem cardiovaskular:

Suara jantung

: reguler, HR 140x/menit Auskultasi

: dengar dengan mudah Murmur

: tidak Denyut nadi perifer : normal CRT

: