Laporan Kasus Fraktur Humerus

36
BAGIAN ORTOPEDIK DAN TRAUMATOLOGI CASE REPORT FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2014 UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN KASUS FRAKTUR KOMINUTIF HUMERUS KIRI DENGAN RADIAL NERVE PALSY OLEH : Fahri Dwi Permana 110 208 037 PEMBIMBING: dr. Arnold dr. Edwin SUPERVISOR: dr. Henry Yurianto, M.Phil, PhD, Sp.OT

description

ORTOPEDI

Transcript of Laporan Kasus Fraktur Humerus

Page 1: Laporan Kasus Fraktur Humerus

BAGIAN ORTOPEDIK DAN TRAUMATOLOGI CASE REPORT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2014

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS

FRAKTUR KOMINUTIF HUMERUS KIRI DENGAN

RADIAL NERVE PALSY

OLEH :

Fahri Dwi Permana

110 208 037

PEMBIMBING:

dr. Arnold

dr. Edwin

SUPERVISOR:

dr. Henry Yurianto, M.Phil, PhD, Sp.OT

PADA BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2014

Page 2: Laporan Kasus Fraktur Humerus

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. YT

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

RM : 691064

Tanggal Pendaftaran : 2 Desember 2014

2. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pada lengan kiri atas

Dialami sejak 3 hari sebelum masuk RSWS karena kecelakaan lalu lintas.

Pasien merupakan penumpang ambulance dan duduk tepat disebelah pengemudi

ambulance. Sesaat sebelum kecelakaan pengemudi berusaha mendahului mobil

didepannya namun setelah berhasil mendahului pengemudi membuat posisi

ambulance terlalu kekiri dan saat itu tiba-tiba pengemudi membanting kemudinya

kekanan yang mengakibatkan ambulance tersebut terguling dua kali dan saat itu

pasien tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak mengetahui persis

bagaimana posisinya didalam ambulance pada saat terguling. Pasien hanya ingat

setelah ambulance terguling mereka terlempar keluar ambulance ke sawah dan

pada saat itu pasien sudah dalam posisi duduk dengan lengan kiri yang tidak bisa

digerakkan dan terasa kram. Tidak ada riwayat kehilangan kesadaran, tidak ada

muntah. Pasien merupakan seorang teknisi dan dominan tangan kanan.

Sebelumnya pasien sempat dirawat di rumah sakit Palopo.

Page 3: Laporan Kasus Fraktur Humerus

3. Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum : Sadar / Gizi cukup

b. Tanda Vital :

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84 x/ min

Pernapasan : 16 x/ min

Suhu : 36,9oC

c. VAS : 6 / 10

d. Status Lokalis :

Lengan kiri atas

Inspeksi : Deformitas (+), Swelling (+), Luka (-). Hematoma (-)

Palpasi : Pembengkakan (+)

ROM : Gerakan aktif dan pasif dari sendi pundak dan siku tidak dapat

dievaluasi karena nyeri

NVD : Sensibilitas hipoestesi sepanjag distribusi radial nerve, pulsasi

dari arteri radialis teraba, ekstensi jari jempol (-), ekstensi

pergelangan tangan (-), OK sign (+), abduksi dan adduksi digiti

(+), CRT <2 detik.

Page 4: Laporan Kasus Fraktur Humerus

4. Laboratorium

a. WBC : 10.830/ul

b. RBC : 4.300.000/ul

c. HBG : 13,4 g/dl

d. HCT : 37,1 %

e. PLT : 213.000/ul

f. CT : 3’00’’

g. BT : 7’00’’

h. HBsAg : Non-reactive

Page 5: Laporan Kasus Fraktur Humerus

5. Radiologi

Kesan : Fraktur kominutif 1/3 distal sampai tengah os humerus sinistra

6. Resume

Seorang laki-laki 55 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan utama

nyeri pada lengan kiri atas yang dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk ke

RSWS. Pasien merupakan penumpang dalam ambulance saat ambulance tersebut

terguling. Pasien merupakan seorang teknisi dan dominan tangan kanan.

Page 6: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Dari pemeriksaan fisik, didapat adanya deformitas, swelling, pembengkakan

pada lengan kiri atas, Ektensi jari jempol (-), ekstensi pergelangan tangan (-),

Sensibilitasnya hipoestesi sepanjang distribusi radial nerve, pulsasi dari arteri

radialis teraba, CRT <2 detik.

Dari hasil gambaran radiologis menunjukan adanya fraktur kominutif dari

humerus sinistra.

7. Diagnosis

Fraktur kominutif tertutup humerus kiri

Radial nerve palsy kiri

8. Terapi

IVFD RL

Analgetik

Pemasangan slab pada upper limb

ORIF + Nerve exploration

FRAKTUR HUMERUS

Page 7: Laporan Kasus Fraktur Humerus

1. ANATOMI

a. Tulang

Gambar 1. Anatomi humerus

b. Otot

Page 8: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Gambar 2. Anatomi otot lengan atas anterior view

Page 9: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Gambar 3. Anatomi otot lengan atas posterior view

Page 10: Laporan Kasus Fraktur Humerus

c. Persarafan pada humerus

Gambar 4. Persarafan lengan atas posterior view

Page 11: Laporan Kasus Fraktur Humerus

2. ETIOLOGI

Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki

terlalu jauh.

3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur

patologis

Penyebab Fraktur adalah :

1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada

titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung:  Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah

tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot:  Patah tulang akibat tarikan otot sangat

jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan,

kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun

fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas

otot-otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot,

seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus

dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen

patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi.

Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari

periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu

akibat patah tulang humerus bagian tengah.

Page 12: Laporan Kasus Fraktur Humerus

3. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar

dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan

tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami

nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian

inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:

1. Faktor intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,

kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2. Faktor ektrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya:

a. Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus

b. Bending: fraktur transversa shaft humerus

c. Torsional: fraktur spiral shaft humerus

d. Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen

”butterfly”.

Page 13: Laporan Kasus Fraktur Humerus

4. KLASIFIKASI

Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia

luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup

jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya

tertembus maka disebut fraktur terbuka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga

derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah

tulang.

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi <2 cm Sederhana, dislokasi fragmen

minimal

II Laserasi >2 cm, kontusi otot

disekitarnya

Dislokasi fragmen jelas

III Luka lebar, rusak hebat, atau

hilangnya jaringan di sekitarnya

Kominutif, segmental, fragmen

tulang ada yang hilang

Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson

Tipe Batasan

I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm

II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat

III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental

terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi,

fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan

fraktur yang  lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Page 14: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson) oleh Gustillo,

Mendoza dan Williams :

Tipe Batasan

IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan

lunak yang luas

IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi  berat, periosteal striping

atau terjadi bone expose

IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat

kerusakan jaringan lunak.

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal

tibia dibagi menjadi lima tipe :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya

masih utuh.

Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas

sama sekali dari metafisis.

Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus

cakram epifisis

Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan

kematian dari sebagian cakram tersebut.

Page 15: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Menurut Penyebab terjadinya

a. Faktur Traumatik   :  direct atau indirect

b. Fraktur Fatik atau Stress

c. Trauma berulang, kronis,  misal: fr. Fibula pd olahragawan

d. Fraktur patologis  : biasanya terjadi secara spontan

Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya

a. Fraktur Simple    :  fraktur tertutup

b. Fraktur Terbuka  :  bone expose

c. Fraktur Komplikasi  : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera

Menurut Mansjoer dan menurut Appley Solomon fraktur diklasifikasikan

menjadi:

1. Berdasarkan garis patah tulang :

a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya

bengkok.

b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.

c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.

d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi

tulang

Page 16: Laporan Kasus Fraktur Humerus

2. Berdasarkan bentuk patah tulang

a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan

fragmen tulang biasanya tergeser.

b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.

c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan

tulang lain.

d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.

e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa

bagian.

f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.

g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan

dari tempat yang patah.

h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya

yang normal.

i. Fraktur Komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang

terlihat.

5. GAMBARAN KLINIS

a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

b. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.

Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas

normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah

tempat fraktur.

d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya

derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu

dengan lainnya.

Page 17: Laporan Kasus Fraktur Humerus

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah

beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

f. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan

arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi

pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,

hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)

meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa

penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.

2. Radiologi

Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur

(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca

jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan

siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat

membantu pada perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis

harus diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali

pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram

menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur

fraktur yang lebih kompleks.

7. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani

secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta

rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi,

Page 18: Laporan Kasus Fraktur Humerus

ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-

union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.

Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada

lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.

Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90°

dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast

(pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast)

dari bahu hingga siku atau functional polypropylene brace selama ± 6 minggu.

Gambar . Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif.

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan

pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif

ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6

minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling

(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi

Page 19: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus

dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan

operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.

Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:

a. Hanging cast

Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus

dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada

fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif

karena berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat

penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat

sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali

diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96%

telah dilaporkan mengalami union.

b. Coaptation splint

Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint

memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil

daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan

cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus

dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan

transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast.

Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan

berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional brace pada

1-2 minggu pasca trauma.

c. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)

Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak

dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan.

Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur

yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif

pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.

Page 20: Laporan Kasus Fraktur Humerus

1. Shoulder spica cast

Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan

abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi

kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit,

ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas.

2. Functional bracing

Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan

mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada

sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu

pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau

coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini

meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat

dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas

reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan

bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah

midline).

2. Tindakan operatif

Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan

dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang

cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat

komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur

humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.

Page 21: Laporan Kasus Fraktur Humerus

Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan

pembedahan, diantaranya:

a. Cedera multiple berat

b. Fraktur terbuka

c. Fraktur segmental

d. Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser

e. Fraktur patologis

f. Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachii)

dan humerus tidak stabil bersamaan

g. Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi

h. Non-union

Fiksasi dapat berhasil dengan;

1. Kompresi plate and screws

2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel

3. External Fixation

Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan

tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar

bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf

radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal

medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur humerus

dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi

dan perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-

union.

Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana

penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada

tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing

terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang

dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada

cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu

menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika

Page 22: Laporan Kasus Fraktur Humerus

hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami union,

penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti

dengan external fixator.

Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari

masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan

kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur.

External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka

dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur

penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing gagal. 6 Indikasi

umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan

tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak

yang luas.

Page 23: Laporan Kasus Fraktur Humerus

8. KOMPLIKASI

1. Komplikasi Awal

a. Cedera vaskuler

Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,

kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan

memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,

yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok

(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.

b. Cedera saraf

Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor

metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,

terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang

humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong,

jadi tidak diperlukan operasi segera.

Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur

digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga

mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika

tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus

dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak

memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan

pemindahan tendon.

Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian

cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa

saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.

c. Infeksi

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.

Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan

berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.

Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan

lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik

harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

Page 24: Laporan Kasus Fraktur Humerus

External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika

intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail

tidak perlu dilepas

2. Komplikasi Lanjut

a. Delayed Union and Non-Union

Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan

untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan

berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu berat).

Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan

masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup

baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap

membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan

pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%.

Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung

mengalami baik delayed union dan non-union.

Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika

fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap

dibawah 10%.

b. Joint stiffness

Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan

aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu

nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa

minggu.

Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada

anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu

difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan

hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua

memerlukan plaster splint pendek.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Laporan Kasus Fraktur Humerus

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta.

Hal 380-395.

2. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery

Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235

3. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I,

Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga; Surabaya

4. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2

.EGC : Jakarta .

5. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.

Widya Medika: Jakarta.

6. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius

FKUI : Jakarta

7. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:

Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser

Company : New York

8. Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica

Medica :Yogyakarta p. 1028-1030

9. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper

Limbs; In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell

Publishing; Oxford University; p 169-170

10. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of

Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.