laporan kasus CHF.docx

download laporan kasus CHF.docx

of 30

Transcript of laporan kasus CHF.docx

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    1/30

    BAB I

    KASUS

    I.1. Identitas

    Nama : Ny. B

    Umur : 77 tahun

    Jenis kelamin : P

    Alamat : Mojorejo, Jenar, Sragen

    Agama : Islam

    Suku : Jawa

    Masuk RS : 17 September 2013

    I.2. Keluhan Utama

    Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas

    I.3. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien mengeluh sesak napas sejak satu bulan SMRS. Sesak awalnya dirasakan hanya saat

    beraktifitas berat, namun semakin lama sesak semakin parah. Sesak tidak disertai dengan bunyi.

    Sesak juga terutama dirasakan saat pasien tidur. Agar sesak berkurang, pasien mengaku tidur

    dengan dua bantal. Selain sesak, pasien juga mengeluh adanya bengkak di kaki.

    Dua hari SMRS sesak menjadi semakin parah. Bahkan Pasien juga merasa bengkak di

    kaki semakin lama semakin membesar. Selain itu pasien mengeluh lemas, lesu, nafsu makan

    menurun, serta perut terasa sebah. Keluhan belum pernah diobati sebelumnya. Karena merasa

    khawatir, suami pasien membawa pasien ke IGD rumah sakit.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    2/30

    Anamnesis sistem:Cerebrovakuler : Nyeri kepala (-) pusing berputar (-)

    Kardiorespirasi : Sesak napas (+) batuk (-) nyeri dada (-)

    Digesti : Sebah (+) BAB (-) mual (-) muntah (-)

    Urogenital : BAK normal, nyeri pinggang (-) nyeri suprapubik (-)

    Muskuloskeletal: Nyeri sendi (-) keterbatasan gerak (-)

    Integumentum : Gatal-gatal (-)

    I.4. Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien belum pernah merasakan keluhan serupa sebelumya. Riwayat mondok juga

    disangkal. Riwayat DM dan hipertensi juga disangkal. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat

    nyeri dada sebelumnya disangkal.

    I.5. Riwayat Penyakit Keluarga

    Pasien dan suami tidak mengetahui apakah terdapat riwayat keturunan keluarga yang

    sakit serupa. Riwayat sakit asma di dalam keluarga juga tidak diketahui

    I.6. Kebiasaan dan Lingkungan

    Riwayat konsumsi makanan berlemak yang berlebih disangkal. Saat masih berusia

    produktif, pasien bekerja di sawah. Namun karena usia yang sudah lanjut, pasien hanya di rumah

    dan tidak beraktifitas fisik sama sekali. Pasien juga akhir-akhir mengaku sulit makan.

    I.7. Pemeriksaan Fisik

    I.7.1. Keadaan Umum : Sesak, kesadaran compos mentis

    I.7.2. Tanda vital

    Nadi : 92x / menit

    Nafas : 28x / menit

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    3/30

    Suhu : 36,6oC per axillar

    Tekanan darah : 160/90 mmHg

    I.7.3. Kepala

    Mata : CA (+/+), SI (-/-)

    Hidung : Nafas cuping hidung (-)

    Mulut : bibir sianosis (-) mukosa bibir kering (-)

    Leher : JVP meningkat (+) tidak ada pembesaran linfonodi dan kelenjar tiroid

    I.7.4. Thorax

    Pulmo

    Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, massa (-), retraksi otot bantu

    pernafasan (-), pengembangan dada simetris

    Palpasi : nyeri (-), fremitus taktil kanan dan kiri sama, pengembangan paru

    simetris(-)

    Perkusi : Paru kanan: sonor di seluruh lapang paru

    Paru kiri : redup di SIC V

    Auskultasi :suara dasar vesicular (+ normal/ menghilang) ronki (-/-), wheezing

    (-/-)

    Cor

    Inspeksi : Denyut ictus kordis tidak terlihat

    Palpasi : Ictus kordis (+), thrill(-)

    Perkusi : - batas jantung kanan di linea sternalis dekstra,

    -batas jantung kiri tidak dapat dinilai-batas jantung atas di linea sternalis sinistra-batas pinggang jantung di linea parasternalis sinistra

    Auskultasi : S1 dan S2tunggal,regular, bising (-)

    I.7.5. Abdomen

    I : Distensi (+)

    Antara kuadran kanan dan kiri simetris

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    4/30

    Tidak terlihat adanya masa

    Tidak ada jaringan parut

    A : Peristaltik 12x / menit di 4 kuadran

    Tidak adanya bunyi bruit di abdomen

    P : Tidak teraba adanya massa

    Nyeri tekan epigastrium (+)

    Tidak ada rigiditas

    Hati tidak teraba

    Limpa tidak teraba

    P : timpani di 4 kuadran

    I.7.6. Ekstremitas

    Oedema di kedua tungkai (+) akral hangat

    I.8. Hasil laboratorium

    I.8.1. Darah Rutin

    Hb : 2,1 g/dl

    Hmt : 7,4 %

    MCV : 78,4 fL

    MCH : 22,1

    MCHC : 28,4

    AT : 211.000/L

    AL : 5.200 /L

    GDS : 104

    SGOT : 29

    SGPT : 21

    Ureum : 34,9

    Kreatinin : 0,95

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    5/30

    I.8.2 Radiologis dan EKG

    Radiologis : Kardiomegali dan oedem pulmo

    EKG : Normal Sinus Rhythm

    I.9. Diagnosis

    Congestive Heart Failure NYHA klas fungsional II-`III Anemia

    I.10. Terapi

    O2 2-3 lpm Infus RL 8 tpm Inj. Sohobion 1 amp/24 jam drip Inj. Ondancentron 1amp/8 jam Inj. Furosemid 1 amp/24 jam KSR 1x1 tab Digoxin 2x1 tab Antasida syr 3x1 cth Transfusi PRC 1 colv

    I.11. Follow Up

    Tanggal Perjalanan Penyakit Diagnosis Pengobatan

    18/9/2013

    Hb: 2,1

    Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,8OC

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam dripInjeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    6/30

    TD: 130/80mmHg

    R: 30x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    Transfusi PRC 1 colv

    19/9/2013

    Hb: 2,4

    Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 82x/menit

    S: 36,8OC

    TD: 130/70mmHg

    R: 28x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: CardiomegaliAbdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    Transfusi PRC 1 colv

    20/9/2013

    Hb: 4,8

    Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 94x/menit

    S: 36,8OC

    TD: 110/60mmHg

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    7/30

    R: 32x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Digoxin 2x1 tab

    Transfusi PRC 2 colv

    21/9/2013

    Hb: 7,4

    Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,8OC

    TD: 120/80mmHg

    R: 29x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: CardiomegaliAbdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    Transfusi PRC 1 colv

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    8/30

    22/9/2013 Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 130/80mmHg

    R: 30x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    23/9/2013

    Hb: 9,2

    Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 100/70mmHg

    R: 28x/menit

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    9/30

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    24/9/2013 Sesak napas,

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 140/80mmHg

    R: 28x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbnRontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    Transfusi PRC 1 colv

    25/9/2013

    Hb: 10,7

    Nyeri perut bagian uluh hati,

    Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 130/80mmHg

    R: 24x/menit

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    10/30

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    26/9/2013 Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 140/70mmHg

    R: 30x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    27/9/2013 Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 140/80mmHg

    R: 24x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    02 2-3 lpm

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    11/30

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    28/9/2013 Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 140/80mmHg

    R: 24x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    29/92013 Perut sebah,

    kaki bengkak,Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    S: 36,9OC

    TD: 140/80mmHg

    R: 22x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klasfungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    12/30

    30/9/2013 Perut sebah,

    kaki bengkak,

    Nafsu makan menurun

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 85x/menit

    S: 36,6OC

    TD: 130/70mmHg

    R: 20x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    1/10/2013 kaki bengkak,

    Nafsu makan normal

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 82x/menit

    S: 36,6

    O

    CTD: 120/70mmHg

    R: 24x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

    1 amp/ 8 jamInjeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

    2/10/2013 kaki bengkak,

    Nafsu makan normal

    Ks: Compos Mentis

    TV: N: 89x/menit

    Anemia, CHF

    NYHA klas

    fungsional II-

    III

    Infus RL 8 tpm

    Injeksi sohobion 1

    amp/24 jam drip

    Injeksi ondancentron

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    13/30

    S: 36,6 C

    TD: 120/70mmHg

    R: 20x/menit

    Kepala: mata CA (+/+)

    Thorax: Cardiomegali

    Abdomen: dbn

    Rontgen thorax:

    Cardiomegali, oedem pulmo

    1 amp/ 8 jam

    Injeksi Furosemid 1

    amp/ 24 jam

    Antasida sirup 3x1

    Digoxin 2x1 tab

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    14/30

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Anemia

    2.1.1. Definisi

    Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik

    maupun di lapangan. Definisi anemia itu sendiri adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau

    massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsi untuk menyediakan oksigen ke

    seluruh jaringan tubuh.

    2.1.2. Kriteria

    Kadar hemoglobin (Hb) sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian

    tempat tinggal dan keadaan fisiologis tertentu seperti hamil. Cut off point yang umum dipakai

    untuk kriteria anemia menurut WHO tahun 1968 adalah

    laki-laki dewasa hemoglobin < 13 g/dl, perempuan dewasa tidak hamil hemoglobin < 12 g/dl, perempuan hamil hemoglobin < 11 g/dl, anak umur 6-14 tahun hemoglobin < 12 g/dl, anak umur 6 bulan- 6 tahun hemoglobin < 11 g/dl.

    Adapun klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah

    ringan sekali Hb 10 g/dl-cut off point ringan Hb 8 g/dl-Hb 9,9 g/dl sedang Hb 6 g/dl-Hb 7,9 g/dl berat Hb < 6 g/dl

    2.1.3. Klasifikasi

    Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut mana kita

    melihat dan tujuan kita melakukan klasifikasi tersebut. Klasifikasi yang paling sering dipakai

    adalah klasifikasi menurut morfologiknya, yang berdasarkan morfologi eritrosit pada

    pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Berikut adalah klasifikasi

    anemia berdasarkan morfologi eritrosit:

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    15/30

    A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl; MCH < 27 pg)

    1. anemia defisiensi besi2. thalassemia3. anemia akibat penyakit kronik4. anemia sideroblastik

    B. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)

    1. anemia pascaperdarahan akut2. anemia aplastik-hipoplastik3. anemia hemolitik4. anemia akibat penyakit kronik5. anemia mieloptisik6. anemia pada gagal ginjal kronik7. anemia pada mielofibrosis8. anemia pada sindrom mielodisplastik9. anemia pada leukemia akut

    C. Anemia makrositer (MCV > 95 fl)

    1. megaloblastik: anemia defisiensi folat dan anemia defisiensi vitamin B122. nonmegaloblastik: anemia pada penyakit hati kronik, anemia pada hipotiroid, dan anemia

    pada sindrom mielodisplastik

    2.1.4. Patofisiologi Gejala Anemia

    Pada dasarnya gejala anemia timbul karena:

    1. anoksia organ target: karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah kejaringan.

    2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sebagai sindrom anemia.

    Gejala anemia biasanya timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7 atau 8 g/dl. Berat

    ringannya gejala tergantung pada:

    1. Beratnya penurunan kadar hemoglobin2. Kecepatan penurunan hemoglobin3. Umur: adaptasi orang tua lebih jelek, gejala lebih cepat timbul

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    16/30

    4. Adanya kelainan kardiovaskuler sebelumnya.

    2.1.5. Gejala Anemia

    Gejala anemia bervariasi, pada umunya dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

    1. Gejala umum anemia

    Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia yaitu gejala yang timbul pada semua jenis

    anemia pada kadar yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini

    timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan

    hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah

    sebagai berikut:

    a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpatasi, takikardi sesak waktu kerja, anginapectoris dan gagal jantung.

    b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.

    c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurund. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan

    halus.

    2. Gejala khas masing-masing anemia

    a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularisb. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegalid. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

    3. Gejala akibat penyakit dasar

    Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini timbul karena penyakit-

    penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan

    oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejal seperti: pembesaran parotis dan

    telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Kanker kolon dapat menimbulka gejala berupa

    perubahan sifat defekasi, feses bercampur darah atau lendir.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    17/30

    2.1.6. Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis

    anemia.Pemeriksaan yang dilakukan, meliputi :

    1. Tes penyaring

    Tes ini dikerjakan pada tahap awal setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini,dapat

    dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi :

    Kadar hemoglobin Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) Apusan darah tepi

    2. Pemeriksaan rutin

    Untuk mengetahui kelainan pada leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yangdikerjakan :

    LED Hitung diferensial Hitung leukosit

    3. Pemeriksaan sumsum tulang

    Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan

    diagnosis definitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnyatidak memerlukan

    pemeriksaan sumsum tulang.

    4. Pemeriksaan khusus

    Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya :

    Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (total iron binding capacity),saturasi transferindan feritin serum

    Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12 Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb

    Anemia pada leukimia akut : pemeriksaan sitokimia Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang

    5. Pemeriksaan non-hematologik

    Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

    Faal ginjal Faal endokrin

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    18/30

    Asam urat Faal hati Biakan kuman, dll.

    2.1.7. Terapi

    Pada setiap terapi kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

    1. terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan

    2. terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien

    Jenis-jenis terapi yang diberikan adalah:

    1. Terapi gawat-darurat

    Untuk mengatasi kasus gawat darurat pada anemia seperti pada kasus anemia dengan payah

    jantung atau ancaman payah jantung maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi

    sel darah merah (packet red cell).

    2. Terapi khas untuk masing-masing anemia

    Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai.

    3. Terapi untuk mengobati penyakit dasar

    Penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia harus diobati dengan baik. Jika tidak, anemia

    akan kambuh kembali.4. Terapi ex juvantivus

    Terapi ini terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil berarti

    diagnosis dapat dilakukan. Pada pemberian terapi jenis ini penderita harus diawasidengan ketat.

    Jika terdapat respons yang baik terapi diteruskan,tetapi jika tidak terdapatrespons maka harus

    dilakukan evaluasi kembali.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    19/30

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    20/30

    2.5 Etiologi

    Penyebab gagal jantung antara lain adalah infark miokardium, miopati jantung, defek

    katup, malformasi congenital dan hipertensi kronik. Penyebab spesifik gagal jantung kanan

    adalah gagal jantung kiri, hipertensi paru, dan PPOK (Corwin, 2001). Berikut adalah etiologi

    gagal jantung akibat etiologi penyebabnya:

    Pengisian volume yang abnormal: Inkompetensi aorta Inkompetensi mitral Inkompetensi trikuspidal Overtransfusi Pirau kiri ke kanan Hipervolemia sekunder

    Tekanan pengisian yang abnormal: Stenosis aorta Hipertrofi Idiopatik Stenosis Subaorta Koarktasio aorta

    Hipertensi Disfunsi miokard:

    Kardiomiopati Miokarditis Penyakit arteri koroner Iskemik Infark Disritmia Presbikardia

    Gangguan pengisian Stenosis mitral Stenosis tricuspid Tamponade jantung

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    21/30

    2.6 Patofisiologi

    Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolism dengan

    menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankna cardiac output

    (volume darah yang dipompa oleh ventrikel per menit). Cardiac output dipengaruhi oleh

    perputaran denyut jantung dan pengaturan curah sekuncup. Mekanisme kompensai meliputi 1).

    Respon sistem saraf simpatik terhadap baroreseptor atau kemoreseptor, 2) Pengencangan dan

    pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan volume, 3) vasokontriksi arteri

    renal dan aktivitas sistem rennin angiotensin, 4) respon-respon terdap serum sodium dan regulasi

    ADH dari reabsorbsi cairan. Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya

    volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk menentang peningkatan resistensi vaskuler oleh

    pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dan arteri

    koronaria, menurunkan cardiac output dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke

    miokardium.

    Peningkatan tekanan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen

    dan pembesaran jantung (hipertropi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang

    menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan. Dengan kata lain, apabila kebutuhan oksigen

    tidak terpenuhi maka serat otot jantung semakin hipoksia, sehingga kontraktilitas berkurang.

    Hipertensi sistemik yang kronik akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertropi

    dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel kanan

    mengalami hipertropi dan melemah.

    Ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium kiri, lalu ke sirkulasi

    paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka darah akan mulai terkumpul di sistem vena perifer.

    Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya

    tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.

    Kenaikan tekanan vena pulmo mengakibatkan terjadinya transudasi cairan dari kapiler ke

    dalam jaringan alveoli dan hal ini menyebabkan sesak napas. Pegurangan curah jantung dan

    volume darah arteri berakibat perubahan aliran darah ginjal. Pengaktifan sistem saraf simpatik

    dan sistem angiotensin menyebabkan vasokonstriksi arteriola dan pemintasan aliran darah

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    22/30

    menjauhi kortek perifer. Jadi kadar filtrasi glomeruli seiring dengan peningkatan reabsoprsi

    tubuli proksimal dan keduanya menyebabkan retensi garam dan air.

    Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, terjadi dilatasi dari ruang, peningkatan

    volume dan tekanan pada diastolic akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel dan

    peningkatan tekanan ini sebaliknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan

    peningkatan pada tekanan vena jugularis.

    Retensi natrium dan air dapat terakumulasi pada rongga abdominal akibat peningkatan

    tekanan intravaskuler yang mendorong cairan keluar dari sirkulasi portal, yang dikenal sebagai

    ascites. Hal ini menimbulkan manifestasi seperti mual, muntah, atau anoreksia.

    2.7 Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis

    Tanda dan gejala gagal jantung kiri adalah adanya dispnea, ortopnea, dispnea nocturnal

    paroksismal, batuk iritasi, oedema pulmonal akut, penurunan curah jantung, irama gallop, crakles

    paru, disritmia, pernapasan cheyne stoke. Untuk gagal jantung kanan ditandai dengan curah

    jantung rendah, distensi vena jugularis, edema, dependen disritmia, penurunan bunyi napas.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    23/30

    Pemeriksaan penunjang untuk CHF dapat bermacam-macam. Diantaranya adalah:

    o EKG: Hipertropi atrial atau ventrikel, penyimpangan aksis dan iskemiao Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi

    struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.

    o Rontgen dada: dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangkan mencerminakandilatasi/hipertropi bilik

    o Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongestif heparo Elektrolit: mungkin berubah karena penurunan fungsi ginjalo Analisa gas darah: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau

    hiposemia

    o BUN: peningkatan BUN menandakan penurunan fungsi ginjalo Kreatinin: Peningkatan merupakan indikasi gagal jantung

    Kriteria Framingham untuk diagnosis CHF adalah sebagai berikut:

    Kriteria Mayor Paroksismal nocturnal dispnea Distensi vena leher Kardiomegali pada gambaran radiologis Edema paru akut Ronki paru Gallop S3 Refleks hepatojugular Didapatkan edema paru, kongesti visceral, atau kardiomegali pada otopsi Peninggian tekanan vena jugularis

    Kriteria Minor Edema tungkai bilateral Batuk malam hari Sesak napas saat beraktifitas normal Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    24/30

    Dispnea deffort Takikardia (>120/menit)

    Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan jika terdapat 2 gejala mayor atau 1 gejala

    mayor dan ditambah dengan dua gejala minor. New York Heart Association (NYHA)

    menetapkan klasifikasi sesak napas berdasarkan aktifitas:

    Derajat I : Tidak ada gejala bila melakukan kegiatan fisik biasa Derajat II : Timbul gejala bila melakukan aktifitas fisik biasa Derajat III: Timbul gejala sewaktu melakukan kegiatan fisik ringan Derajat IV : Timbul gejala pada saat istirahat

    2.8 Penatalaksanaan

    2.8.1 Terapi Medikamentosa

    Obat yang mempengaruhi kerja angiotensin IIGagal jantung fase kompensata terjadi akibat aktifitas baik sistem simpatis

    maupun sistem rennin angiotensin aldosteron, disini angiotensin II dan aldosteron merupakan

    respon neuro-humoral yang mengakibatkan gangguan pada jantung, sehingga sesudah

    sewajarnya diperlukan agen yang mampu menghambat aktifitas keduanya. ACE adalah suatu zat

    yang diperlukan dalam konversi dari angiotensin I menjadi angiotensin II di dalam sistem RAA.

    Sistem ini juga berpengaruh terhadap hipertensi, namun yang lebih penting lagi adalah efek

    remodeling pada target organ sehingga menimbulkan gangguan fungsi target organ.

    DiuretikaDiuretika dianjurkan diberikan pada semua gagal jantung kongestif dimana agen

    ini lebih bersifat simptomatis daripada proteksi di organ target. Pada gagal jantung kongestif

    loop diuretika (furosemid) lebih dianjurkan dibandingkan golongan tiazid . Namun demikianpemakaian lama diuretika jenis ini dapat mengakibatkan aritmia yang ganas. Sebaliknya

    kombinasi furosemid dengan spironolakton (diuretic hemat kalium) tidak meningkatkan risiko

    aritmia ganas. Bahkan spironolakton direkomendasikan untuk diberikan pada gagal jantung berat

    (NYHA III-IV) guna memperbaiki baik angka kesakitan maupun angka kematian.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    25/30

    Penghambat BetaPada masa yang lalu penghambat beta merupakan kontraindikasi pada semua klas

    fungsional gagal jantung dan telah dibuktikan dapat menurunkan baik angka kematian maupun

    angka kesakitan pada gagal jantung. Pada penelitian CIBIS II, penambahan bisoprolol pada

    terapi dengan diuretika dan penghambat ACE pada pengobatan penderita gagal jantung dapat

    menurunkan angka kematian oleh sebab apapun sebesar 32%, kematian mendadak 45%, masuk

    rumah sakit 29% dengan tanpa efek samping yang berarti. Namun demikian beberapa keadaan

    seperti asma bronkiale dan bradikardi tidak dianjurkan pemberian penghambat beta.

    DigitalisDahulu digitalis merupakan indikasi utama pada pengobatan gagal jantung, akan

    tetapi akhir-akhir ini sudah tidak merupakan indikasi utama walaupun masih bisa digunakan

    sebagai tambahan terapi pada penderita gagal jantung yang dengan pemberian obat

    konvensional masih belum membaik. Saat ini digitalis lebih dipakai untuk tujuan mengontrol

    frekuensi ventrikel yang terlalu cepat baik pada atrial takikardi, flutter, maupun fibrilasi.

    Agen anti aritmiaPada umumnya anti aritmia dipakai pada gagal jantung dengan atrial fibrilasi

    dimana respon ventrikelnya sangat cepat. Disini fungsi anti aritmia hanyalah mengontrol

    frekuensi ventrikel sehingga masa diastolnya lebih panjang oleh karenanya isi ventrikel saat

    diastole makin besar dan strok volume akan meningkat. Anti aritmia yang paling sering dipakai

    adalah amiodaron, namun amiodaron ini punya efek toksik pada paru, hepar, dan tiroid dan

    juga mempunyai efek inotropik negative sehingga tidak tepat untuk gagal jantung berat.

    Anti koagulanPemberian anti koagulan warfarin pada pasien gagal jantung berat dengan irama

    sinus masih merupakan kontroversi. Oleh karena itu perlu pertimbangan masak terapi anti

    koagulan pada gagal jantung, dan mesti sangat dipertimbangkan efek dan risikonya. Pada

    gagal jantung dengan atrial fibrilasi, warfarin dapat member manfaat menurunkan risiko

    terjadinya trombo-emboli maupun stroke. Tidak semua pusat rumah sakit yang menangani

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    26/30

    gagal jantung memakai anti koagulan secara rutin untuk semua pasiennya dengan gangguan

    fungsi ventrikel sedang sampai berat dimana tidak ada kontraindikasinya.

    2.8.2 Terapi lainnya

    Ada banyak terapi tambahan yang lain dan biasanya dilakukan di negara maju maupun

    yang sedang berkembang termasuk di Indonesia, diantaranya pemasangan defibriliator secara

    implant, biventricular pacing, ventricular assist devices. Demikian juga tindakan bedah

    seperti transplantasi jantung, Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), rekonstruksi katup

    mitral pada disfungsi ventrikel kiri, Ventricular Reduction Surgery.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    27/30

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Pada kasus ini pasien adalah seorang wanita usia 77 tahun datang dengan keluhan utama

    sesak napas. Dari keluhan utama ini, masih terdapat banyak diagnosis banding yang dapat

    dipikirkan oleh seorang dokter, sehingga diperlukan anamnesis lebih lanjut. Anamnesis lebih

    lanjut diharapkan dapat mengarahkan diagnosis, apakah sesak napas tersebut merupakan gejala

    utama dari kelainan paru, jantung, metabolik, atau sebab lainnya.

    Setelah dilakukan anamnesis kepada pasien, keluhan tersebut mengarah kepada diagnosis

    gagal jantung. Ini terlihat dari sesak napas pasien yang perjalanannya kronis, dan sering

    dirasakan ketika pasien tidur malam. Selain itu, kebiasaan pasien yang tidur menggunakan dua

    bantal dan keluhan kaki bengkak juga mendukung ke arah diagnosis gagal jantung. Meski

    demikian, diagnosis pasti dapat ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

    penunjang. Di samping keluhan utama, pasien mengalami keluhan lain berupa perut sebah, nafsu

    makan menurun, serta lemas dan lesu. Keluhan ini tergolong tidak khas, terutama jika terdapat

    pada pasien berusia lanjut.

    Dari riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, tidak didapatkan informasi

    yang cukup untuk mendukung diagnosis. Keluhan pasien berupa lemas dan lesu dapat diarahkan

    ke diagnosis anemia, mengingat pasien memiliki kebiasaan sulit makan, sehingga intake kurang.

    Faktor risiko seperti riwayat penyakit jantung, DM, dan hipertensi juga tidak didapatkan dalam

    kasus ini.

    Dari pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva anemis, di mana hasil ini mendukung

    data dari riwayat anamnesis bahwa pasien memiliki anemia. Namun perlu pemeriksaan

    penunjang berupa darah rutin untuk melihat jenis anemia, dan mencari kemungkinan penyebab

    anemia. Selain itu, dari pemeriksaan fisik juga ditemukan perut pasien yang distensi. Pasien

    mengaku belum BAB selama beberapa hari namun mengaku masih bisa kentut. Anamnesis

    lanjutan ini dilakukan saat follow up saat pasien dirawat di bangsal. Sementara dari pemeriksaan

    fisik thorax tidak didapatkan kelainan. Sedangkan di ekstremitas, ditemukan edema tungkai

    bilateral.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    28/30

    Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil hemoglobin 2,1 gr/dl,

    hematokrit 7,4% MCV 78,4 fL dan MCH 22,1. Dari hasil tersebut didapatkan kesimpulan pasien

    mengalami anemia mikrositik hipokromik. Dari hasil pemeriksaan EKG dan radiologis juga

    didapatkan hasil yang mendukung ke arah diagnosis CHF, yaitu adanya kardiomegali, oedem

    pulmo, dan hipertrofi ventrikel kiri.

    Jika disesuaikan dengan kriteria diagnosis menurut Framingham, maka pasien ini dapat

    didiagnosis dengan CHF karena telah memiliki 2 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Di mana

    untuk menegakkan diagnosis, hanya diperlukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2

    kriteria minor. Adapun jika digolongkan menurut New York Heart Association (NYHA), maka

    pasien ini dapat digolongkan menjadi CHF dengan kelas fungsional II-III. Yaitu pasien

    mengalami sesak saat beraktifitas, baik ringan maupun berat.

    Untuk pengobatan pada pasien ini, telah diberikan transfuse 6 kantong darah, hal ini

    dilakukan mengingat kadar Hb pasien yang sangat rendah saat masuk ke rumah sakit, yaitu 2,1

    gr/dl sehingga diperlukan pengobatan yang cepat untuk mengembalikan Hb ke kadar normal,

    sehingga dipilih cara yaitu melalui transfusi. Selama perawatan di RS, pasien mengalami

    perbaikan keluhan yang berhubungan dengan anemia.

    Adapun untuk pengobatan yang terkait dengan diagnosis CHF, pada pasien ini diberikan

    diuretic berupa furosemid, inotropik golongan digitalis yaitu digoxin, dan KSR sebagai obat

    untuk mencegah terjadinya hipokalemia. Selain itu juga diberikan ondancentron dan ranitidine

    untuk mengobati keluhan pasien berupa rasa tidak nyaman di perut. Pemilihan jenis pengobatan

    ini termasuk rasional dan tepat pada pasien, sesuai dengan penatalaksanaan pada kasus pasien

    CHF.

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    29/30

    BAB IV

    KESIMPULAN

    1. Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai. Anemia adalahkeadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat

    memenuhi fungsi untuk menyediakan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

    2. Pada kasus ini, pasien didiagnosis anemia dari gejala klinis yang timbul berupa lemas danlesu, serta didukung dari pemeriksaan fisik berupa konjunctiva anemis, dan hasil

    laboratorium: hemoglobin 2,1 gr/dl, hematokrit 7,4% MCV 78,4 fL dan MCH 22,1

    sehingga tergolong anemia mikrositik hipokromik

    3. Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis yang berasal dari ketidakmampuan jantunguntuk memompa darah yang cukup terorganisasi untuk memenuhi kebutuhan

    metabolisme tubuh.

    4. Pada kasus ini, CHF ditegakkan dari gejala klinis yang timbul berupa sesak napas saataktifitas dan tidur di malam hari, perjalanan sesak yang kronis, dan kebiasaan tidur

    menggunakan dua bantal. Pemeriksaan fisik yang mendukung adalah edema tungkai

    bilateral, serta pemeriksaan penunjang berupa EKG: LVH, dan radiologis ditemukan

    kardiomegali dan oedema pulmo

    5. Sesuai kriteria Framingham, pada kasus ini terdapat 2 gejala mayor dan 2 minor berupaparoksismal nokturnal dispnea, kardiomegali dari gambaran radiologis, edema tungkai

    bilateral, serta sesak napas saat beraktifitas normal

    6. Kasus ini tergolong CHF NYHA klas fungsional II-III

  • 8/14/2019 laporan kasus CHF.docx

    30/30

    BAB VI

    DAFTAR PUSTAKA

    ACC/AHA. Task Force on Practice. Guidelines. 2005. Guideline updates for diagnosis and

    management chronic heart failure in adult. J Am Coll Cardioll 46:111

    Bakta, I Made. 2007.Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

    Cleland JG, Khand A, Clark A. 2001. The heart failure epidemic: exactly how big isit?. Eur

    Heart Jurnal 22:623-6.

    Ghanie, Ali.. Gagal Jantung Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Aru W.

    Sudoyo., Bambang Setiyohadi., Idrus Alwi., Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati.

    Interna Publishing. Jilid II Edisi V. 2010:169-183

    Tjokroprawiro, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas

    Airlangga: Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya.